Sabtu, 30 April 2016

[ TRANSLATE ] Oregairu Vol 3 Chapter 5 : Zaimokuza Yoshiteru Meratapi Dirinya Yang Berdiri Sendirian Di Alam Bebas (1/2)



x x x









  Senin. Perancis menyebutnya Lundi. Dieja L-U-N-D-I. Itu terdengar aneh dan mesum, jadi aku tidak akan menyebut itu hari yang menyenangkan dalam satu minggu. Malahan, itu membuatmu mendesah dan berpikir, “Ya ampun, seminggu lagi di sekolah...” Aku ingin libur dari sekolah sebanyak yang kubisa, seperti bagaimana aku ingin libur dari segala kehidupan di dunia ini. Bukannya aku mempermasalahkan tidak adanya orang yang mau meminjamiku catatan pelajaran sekolah, tapi itu juga bisa menjadi faktor mengapa aku jarang bolos sekolah.

  Mempertimbangkan juga kalau aku tidak masuk sekolah, maka aku juga tidak diberi uang saku. Ini juga berlaku jika kau bolos kerja maka kau tidak akan dibayar. Sebenarnya, tidak, aku tidak ingin menyebabkan masalah bagi orang-orang di sekitarku karena bolos kerja, jadi agar aku tidak menyebabkan masalah bagi orang lain, maka aku harusnya berniat untuk tidak bekerja sejak awal.

  Begitulah, bagaimana mungkin para riajuu ini mengatakan “Ya ampun, sekolah itu sangat tidak menyenangkan! Haha! Aku sengaja menghilangkan buku pelajaranku waktu liburan musim panas!”. Bagaimana mungkin mereka mengatakan itu ketika mereka sendiri menyukai sekolah? Mereka hadir ke sekolah setiap hari. Mungkin mengatakan kebohongan dimana sebenarnya itu hanya sebuah candaan adalah salah satu bagian dari proses menjadi riajuu. Dengan kata lain, berbohong adalah jalan menuju riajuu.

  Ditemani susana ramai dan obrolan para siswa di sekitarku, aku berjalan menuju kelasku, dan sebentar lagi akan dimulai kelas pagi untuk pengarahan dari Wali Kelas.

  Ada beberapa koloni yang terbentuk di kelas ini. Ada grup yang  terdiri dari pria dan gadis riajuu, lalu ada grup yang berisi para gadis riajuu yang ingin berteman dengan siapapun. Lalu ada juga para atlet yang ada di klub olahraga. Ada juga otaku, yang terdiri dari para gadis yang berpikir dunia ini sedang berputar di sekitarnya. Ada juga gadis pendiam yang tidak mau menyebabkan banyak masalah. Lalu ada minoritas lainnya, yaitu penyendiri. Diantara penyendiri tersebut masih dibagi dalam beberapa tipe, dan...Sial, aku malah semakin hanyut dalam topik ini.

  Meski aku baru saja masuk ke kelas, semua orang terlihat sibuk dengan obrolan mereka dan tidak ada satupun yang melihatku. Sebenarnya, untuk mengatakan kalau mereka tidak melihatku itu kurasa kurang tepat. Lebih tepat jika dikatakan kalau mereka itu sebenarnya memang tidak berniat untuk melihatku.

  Setelah melewati beberapa kepulauan yang ada di kelasku itu, aku akhirnya sampai di kursiku. Di sebelahku ini ada grup riajuu – dan juga grup otaku.

  Ketika mereka berkumpul, mereka mengobrol tidak karuan, tapi jika ada yang datang lebih dulu, mereka akan mengatakan, “Teman seperjuanganku belum datang...” . Ketika mereka bermain-main dengan HP-nya dan mengibaskan rambut mereka yang menutupi matanya, mereka juga menatap ke arah pintu untuk melihat apakah ada teman mereka yang datang. Ini adalah pemandangan yang manis untuk dilihat.

  Karena mereka sendiri sadar, kalau orang diluar grup mereka akan berpikir sinis tentang otaku, mereka tidak pernah berbicara dengan orang diluar grup mereka. Mereka tidak pernah berkumpul dengan orang lain kecuali tugas sekolah. Kalau dipikir-pikir, itu semacam hal yang eksklusif dan diskriminatif.

  Pada dasarnya, mungkin kau tidak akan berpikir seperti ini juga, tapi para penyendiri sebenarnya adalah orang yang sangat murah hati. Tidak mencintai apapun berarti kau mencintai semuanya dengan adil. Sial, kurasa tinggal tunggu waktu saja sebelum mereka memanggilku “Ibu Hikigaya”.

  Hal pertama yang kulakukan setelah duduk di kursiku adalah melamun. Menatap tanganku, lalu berpikir macam-macam seperti “Oh ya, kuku tanganku ternyata bertambah panjang” atau “Hei, aku sehari lebih dekat dengan kematianku” dan begitulah hal-hal semacam itu terus bermunculan di pikiranku. Aku sendiri sadar kalau yang kulakukan hanyalah membuang-buang waktu saja.

  Skill yang tidak berguna...

 







x x x










  Kelas berakhir setelah aku mengeluarkan banyak sekali skill-skill tidak bergunaku, dan sekarang sekolah telah berakhir untuk hari ini. Aku berani bertaruh kalau aku sudah membuat tubuhku ini mencapai limit dan membangkitkan skill Stand Ability.

  Aku langsung bersiap-siap untuk pulang dan berdiri dari kursiku. Seperti biasanya, aku tidak berbicara satupun kata dengan gadis yang duduk di sebelahku. Mungkin karena kurikulum Bahasa Inggris di Jepang ini tidak begitu bagus, sehingga ketika Guru menyuruh kami berdua untuk berdialog, dia tetap tidak mau berbicara denganku.

  Ketika aku pergi ke Klub Relawan, Yuigahama sudah ada disana, dia ternyata keluar lebih dulu dari diriku. Meski begitu, dia tidak ada di dalam atau sejenisnya – dia sedang berdiri di depan pintu, menarik napas dan mengeluarkannya.

  “...Apa yang kau lakukan disini?” tanyaku.

  “Yikes!” dia mengatakan itu.

  “Oh, H-Hikki. Aku hanya, umm, tahu tidak? Mencium bau mawar atau sejenisnya...”

  Yuigahama mencoba memalingkan pandangan matanya.

  “.....”

  “.....”

  Kami berdua hanya terdiam.

  Meski kami saling berhadapan, kami tidak saling menatap satu sama lain. Lalu aku melihat kalau pintunya sedikit terbuka. Ketika kulihat di balik celah itu, Yukinoshita sedang duduk di tempat biasanya dan sedang membaca buku.

  Entah mengapa, Yuigahama terlihat ragu untuk masuk ke dalam.

  Bukannya tanpa alasan. Dia sendiri sudah seminggu tidak hadir ke Klub.

  Entah itu sekolah atau kerja, ketika kau libur sehari, kau tidak tahu harus bersikap apa ketika kau hadir lagi. Jika aku tidak masuk kerja beberapa hari, aku merasa sangat tidak nyaman sehingga aku malas untuk hadir lagi – dan itu terjadi 3 kali pada diriku. Tunggu, jika dihitung dengan pekerjaan yang sejak awal aku sudah bolos, kurasa itu totalnya 5 kali.

  Oleh karena itu, aku paham dengan apa yang dia rasakan.

  “Ayo, masuk ke dalam.”

  Jadi, aku memaksanya masuk. Pintu terbuka dengan suara yang keras, dan menarik perhatian Yukinoshita.

  Seperti terganggu dengan suara yang berisik itu, Yukinoshita menegakkan kepalanya dan melihat ke arah kami.

  “Yuigahama-san...”

  “H-Hi, Yukinon...”

  Yuigahama menjawabnya dengan nada ceria yang dibuat-buat, lalu dia melambai-lambaikan tangannya.

  Merespon hal itu, Yukinoshita kembali menatap bukunya seperti tidak pernah terjadi apapun.

  “Jangan berdiri saja disana – cepat masuklah kedalam. Aktivitas klub akan dimulai.”

  Gadis ini hanya menundukkan kepalanya saja dan membaca buku, mungkin ingin menyembunyikan wajahnya. Meski hanya melihatnya dari jauh, aku bisa tahu kalau wajahnya memerah. Juga, dari caranya berbicara, aku merasa dia seperti seorang Ibu yang hendak memarahi anaknya karena mereka lari dari rumah atau sejenis itu...

  “O-Oke...”

  Yuigahama membalasnya sambil menarik kursi yang biasanya, disamping Yukinoshita. Tapi setelah dia menarik kursi itu, dia memberikan jarak yang cukup jauh dari Yukinoshita, seperti cukup untuk ditempati satu orang lagi untuk duduk disana.

  Aku sendiri, aku mengambil posisi yang biasa, yaitu di sudut yang berseberangan dengan Yukinoshita.

  Yuigahama, yang biasanya hanya bermain-main dengan HP-nya, duduk dengan ekspresi yang penuh keraguan, kedua tangannya terlihat mengepal.

  Yukinoshita berusaha tidak berlebihan dengan adanya Yuigahama disini, tapi kurasa itu terlihat jelas karena dia berusaha agar tidak terlihat bergerak sedikitpun semenjak Yuigahama duduk disini.

  Ini bukanlah suasana sunyi yang terasa damai, tapi suasana sunyi yang diisi oleh tekanan. Ini seperti menimbulkan sensasi tertentu pada kulitku. Bahkan suara batuk yang kecil bisa menggema di ruangan ini, dan selain suara gerakan jarum jam, suara gerakan tubuh sekecil apapun akan terdengar jelas disini.

  Tidak ada satupun orang yang membuka mulut mereka. Tapi ketika ada indikasi kalau akan ada seseorang yang membuka pembicaraan, telinga kami sepertinya sudah siap untuk mendengarkan itu, kami ini seperti mencari tanda-tanda itu saat ini. Ketika ada suara desahan, kami kemudian melihat ke arah asal suara tersebut.

  Kesunyian ini mulai terasa parah, begitulah pikirku...Tapi ketika kulihat arlojiku, ini belum lewat 3 menit.

  Akupun menatap jarum panjang di arlojiku itu, dan ketika jarum panjangnya sudah melakukan satu putaran penuh, ada sebuah suara yang terdengar.

  “Yuigahama-san.”

  Yukinoshita menutup bukunya, lalu menarik napas dalam-dalam sehingga bahunya terlihat bergetar, lalu dia mengembuskan napasnya secara perlahan.

  Lalu dia dengan malu-malu menatap ke arah Yuigahama, mulutnya terbuka seperti hendak menyampaikan sesuatu. Tapi tidak ada satupun suara yang keluar. Yuigahama menoleh ke Yukinoshita, tapi tidak lama kemudian mereka hanya menatap ke arah lantai, kedua pasang mata mereka tidak bertemu satu sama lain.

  “Er, uh...Y-Yukinon, kau hendak mengatakan sesuatu tentang dirimu...Dan Hikki, benar tidak?”

  “Ya, aku ingin memberitahumu tentang apa yang kita lakukan setelah – “

  Yuigahama lalu memotong.

  “N-Nah, kalau kau khawatir kepadaku, kau harusnya tidak perlu begitu. Maksudku, tentu, aku sendiri terkejut dan, well, semacam itulah...Tapi kau tidak perlu segitunya terhadapku, tahu tidak? Ini kan memang hal yang bagus, jadi aku harusnya memang merayakan dan mendoakan yang terbaik bagi kalian juga – semacam itu...”

  “Ka-Kau ternyata bisa menangkap ini dengan baik...Aku ingin mengadakan sebuah perayaan untuk itu, begitulah. Dan juga karena, well, aku ingin berterimakasih kepadamu.”

  “Mu-Mustahil laaaah...Aku sendiri tidak pernah melakukan apapun yang layak untuk diberikan ucapan terima kasih...Tidak ada sama sekali.”

  “Kenapa kau sendiri tidak menyadari semua perbuatan baik yang telah kau lakukan selama ini? Meski begitu, aku sendiri berterima kasih...Dan lagipula, tidak semua orang merayakan sesuatu karena apa yang telah dilakukan orang itu. Aku melakukan ini karena aku sendiri menginginkannya.”

  “...O-Oke...”

  Entah mengapa aku merasa kalau mereka berdua ini tidak membicarakan hal yang sama...

  Mereka seperti mengucapkan kata-kata yang hanya mengisi kekosongan skenario di pikiran mereka. Yuigahama mencoba menghindari topik utamanya dengan sikap dan kata-katanya yang ambigu, sementara Yukinoshita mengatakan sesuatu yang mengindikasikan dia sedang malu-malu akan sesuatu. Kalimat-kalimat dalam pembicaraan mereka sangat tidak sinkron, kurasa kata-kata mereka seperti saling menghantam satu sama lain.

  Yukinoshita yang akhirnya bisa mengucapkan rasa terimakasihnya yang biasanya dia tidak pernah mau ucapkan, wajahnya terlihat memerah. Sementara itu, setiap Yuigahama melihat ekspresi Yukinoshita, wajahnya terlihat lebih suram dari sebelumnya, dan dia hanya memasang senyum yang dibuat-buat. Kedua matanya seperti merendah dan hendak dihantam badai dalam waktu dekat.

  “O-Oleh karena itu...Itu – “

  Yukinoshita terdiam setelah mengatakan itu.

  Waktu berlalu, dan mereka hanya diam saling menatap satu sama lain. Seperti mencampur amarah dengan rasa gugup saja.

  Sepuluh detik sudah berlalu jika aku menghitung waktunya, tapi ini sudah lebih dari cukup untuk memberikan momen bagi seseorang untuk mengatakan sesuatu. Kami bertiga seperti melihat ke arah yang berbeda-beda karena suasana yang penuh tekanan ini.

  “Umm, begini...”

  Yuigahama membuka mulutnya seperti sudah menemukan sesuatu untuk dikatakan.

  Di saat yang bersamaan...

  Bang bang!

  Sebuah ketukan terdengar di pintu, seperti orang yang sedang tidak sabar akan sesuatu. Yukinoshita menaruh bukunya di meja dan memanggil orang tersebut.

  “Silakan masuk.”

  Tapi tidak ada respon dari orang tersebut. Yang bisa terdengar oleh kami hanyalah suara aneh, seperti ada yang sedang mengatur napasnya dengan berat.

  Yukinoshita dan diriku hanya bisa saling menatap satu sama lain. Lalu Yukinoshita mengangguk. Entah mengapa, sepertinya ini menjadi tugasku untuk melihat ada apa dibalik pintu tersebut. Untuk sejenak aku berpikir, Kenapa tidak kau saja yang melakukannya?....Tapi kurasa meminta seorang gadis untuk memeriksa sumber bunyi yang menggambarkan sebuah tarikan napas yang mengerikan adalah sesuatu yang tidak benar.

  Akupun menelan napasku ketika mencapai pintu. Otakku mulai dipenuhi pikiran kalau yang akan kuhadapi sebentar lagi adalah seekor alien. Akupun mulai dihantui rasa takut dan panik.

  Dengan dihantui rasa takut yang luar biasa, aku mulai menaruh tanganku di pegangan pintu.









x x x









  Tidak lama setelah pintu terbuka, sebuah bayangan hitam menutupi seluruh tubuhku.

  “Oho! Hachiemooon!”

  “Zaimokuza, huh...Oh, dan jangan pernah memanggilku dengan nama itu.”

  Pemilik bayangan itu adalah Zaimokuza Yoshiteru. Tubuhnya dibalut mantel hitam meskipun ini pertengahan bulan Juni, dan dia tampak kepanasan. Dia lalu memegangi bahuku.

  “Hachiemon, dengarkan aku! Mereka kejam sekali kepadaku!”

  Zaimokuza terus berceloteh tanpa mempedulikan kata-kataku untuk tidak memanggilku dengan nama itu.

  Persetan dengan pria ini!

  Dia sangat menjengkelkan, jadi aku memutuskan untuk mengusirnya saja.

  “Maaf Zaimokuza, Klub Relawan ini hanya untuk kami bertiga. Benar tidak, Gian?”

  “Entah mengapa kau melihat ke arahku...” Yukinoshita menatapku dengan kesal, tapi aku tidak mempedulikannya.

  “Hei, tunggu, Hachiman! Aku serius ini! Jika kau tidak tertarik dengan hal ini, Hachiemon, aku akan berkonsultasi dengan Ninja Hattori-kun saja, jadi tolong dengarkan aku.”

  “Apa aku baru saja diberitahu untuk bersikap serius oleh orang yang tidak pernah bersikap serius sepanjang waktu...”

  Ini memang mengejutkanku.

  “Sekarang peluangku!”

  Melihat adanya celah diantara pintu dan diriku, Zaimokuza langsung menyelinap masuk ke dalam ruangan. Dia masuk dengan mulus – dia meluncur dengan baik. Tapi itu membuat mantelnya kotor.

  “Hmph, tidak ada tanda-tanda kehadiran musuh, huh...Sepertinya seranganku ini sukses.”

  Zaimokuza mengatakan itu sambil melihat ke arah sekitarnya. Seperti lupa kalau dia harus berakting sebagai agen rahasia, dia lalu menarik kursi di dekatnya dan duduk. Kalau kau memang hendak mempertontonkan drama murahan, sebaiknya jangan setengah-setengah...

  “Sekarang, tuan dan nyonya sekalian. Aku memanggil kalian hari ini karena memiliki aku sedang memiliki masalah.”

  “Aku tidak berminat untuk mendengarnya...”

  Kami bertiga pura-pura cuek dengannya. Yukinoshita langsung kembali membaca bukunya setelah mendengarkan itu. Dia cepat sekali!

  Tapi Zaimokuza menggerutu dan menaikkan tangannya, memotong kata-kataku. Dia ini hanya membuatku jengkel saja.

  “Sekarang begini, dengarkan dulu ceritaku. Ingat tidak tempo hari, waktu aku berkata kalau aku ingin menjadi penulis naskah di sebuah game?”’

  Kalau dipikir-pikir, kurasa aku pernah mendengarnya entah dimana.

  “Bukannya dulu kau bilangnya ingin menjadi penulis Light Novel atau sejenisnya...?” Yuigahama memiringkan kepalanya.

  “Erk...Well. Ceritanya panjang, tapi aku berhenti untuk bercita-cita menjadi penulis Light Novel karena penghasilannya tidak stabil. Jadi aku berpikir untuk menjadi karyawan tetap.”

  “Itu bukanlah cerita yang panjang...Itu bahkan cerita yang terdiri dari dua kalimat. Aku tidak peduli dengan omong kosongmu, jadi jangan melihat ke arahku ketika kau sedang berbicara.”

  Dia sepertinya tidak bisa berbicara kepada para gadis. Zaimokuza hanya melihat ke arahku saja ketika berbicara.

  Suasana di ruangan ini terasa lebih ringan. Mungkin kau bisa katakan kalau kehadirannya disini itu seperti pewangi ruangan. Di sebuah ruangan yang dihuni oleh orang-orang yang terlihat pesimis, hanya Zaimokuza yang terlihat enerjik.

  Dia lalu pura-pura batuk.

  “Jadi ini tentang penulis skenario di game...”

  “Jika kau hanya menulis latar belakang dan rangkuman ceritanya saja, aku tidak mau membacanya.”

  “Ohohoho, bukan begitu. Mereka yang hendak menghalangi ambisiku telah muncul! Kuduga mereka itu adalah orang yang iri terhadap bakatku...”

  “Oh sial...?”

  Ini membuatku emosi saja. Tidak, harusnya kukatakan saja kalau aku ini benar-benar marah saat ini.

  Orang ini bicara seenaknya saja, mengatakan kalau dia punya bakat...Aku seperti ingin menghajarnya saja.

  “Hachiman, kau tahu Klub UG?”

  “Huh? Yu-Gi? Apa itu Yu-Gi-Oh?” aku mengulangi singkatan tersebut yang terasa aneh di telingaku.

  Yukinoshita yang sedari tadi membaca bukunya, menutup bukunya seperti hendak menjawabnya untukku.

  “Itu adalah klub yang baru dibentuk tahun ini. Itu singkatan dari United Gamers, meski kudengar tujuan berdirinya klub itu untuk meneliti berbagai macam bentuk hiburan.”

  “Oh, jadi sederhananya itu adalah Klub Gamers atau sejenis itu.”

  “Memang. Di sekolah ini ada kumpulan siswa dengan hobi yang sama tapi tidak punya klub sebagai wadah aktivitasnya, jadi mereka mendirikan klub tersebut. Kurasa memanggil nama klub itu dengan sebutan hobi mereka akan membuat orang lain lebih mudah memahami kegiatan dan tujuan klubnya.”

  Jadi sekolah kita punya klub seperti itu, huh...

  “Jadi apa yang dilakukan Klub Gamers ini?” tanya Yuigahama.

  Sekali lagi, Zaimokuza melihat ini sebagai sebuah pembuka yang baik.

  “Oh...A-Aheam. Kemarin, kita bermain bersama di sebuah stand permainan ketangkasan. Karena kita tidak sedang ada di sekolah, kupikir aku bisa bebas membicarakan apapun di tempat itu, jadi kuberitahu ke teman-teman yang bermain bersamaku itu kalau aku punya mimpi untuk menjadi penulis skenario dalam game.”

  Mengatakan itu mimpi memang sangat bagus, tapi sebenarnya itu hanyalah sebuah ilusi...Kasihan mereka yang mendengarkan kata-katanya itu.

  “Semua orang disana kagum dengan impianku itu. Lakukan yang terbaik ya! Kami mendukungmu! Kurasa itulah yang kita harapkan dari Sang Ahli Pedang! Dia dengan santainya melakukan apa yang kita tidak bisa lakukan! Aku terkagum-kagum! Aku mengagumimu! dan begitulah. Waktu itu aku banjir pujian.”

  Hei jangan bohong! Waktu itu tidak ada seorangpun yang memujimu disana! Kau saja diperlakukan seperti seorang pecundang waktu itu! Tapi aku tidak jadi mengatakannya. Aku melihat Zaimokuza yang ceria seperti itu, membuatku mengurungkan niatku.

  “Tapiiii! Tapi ada orang yang mengatakan kalau impianku itu mustahil dan aku ini sedang bermimpi saja! A-Aku kan orang dewasa, jadi dalam situasi itu aku mengatakan ‘Oke, kau ada benarnya’.”

  Ini tidak keren, Tuan Zaimokuza. Tidak keren. Zaimokuza lalu terlihat emosi, seperti teringat sesuatu yang menyebabkan kepalanya mendadak terlihat mendidih. Setelah meminum air mineral dari botol air ukuran 2 liter yang dia ambil dari tasnya, dia membuka mulutnya lagi.

  “Aku bukanlah orang dewasa yang akan mundur ketika mendengar hal-hal seperti itu!”

  “Kamu ini orang dewasa atau tidak? Tolong pilih salah satu...” Yukinoshita menggumamkan itu dengan nada yang jijik.

  Tiba-tiba Zaimokuza terlihat ketakutan mendengarnya. Lalu dia menambahkan.

  “Setelah orang itu pulang, aku lalu menjelek-jelekkannya di tempat permainan ketangkasan itu. Oho, dia pasti marah sekali hari ini jika mendengar itu dari teman-temannya.”

  “Wooooow...” kataku. “Kau buruk sekali sehingga aku tidak boleh meremehkanmu...Aku sangat terkesan.”

  “Hmph, tapi aku baru tahu kalau orang itu ternyata satu sekolah dengan kita. Pagi ini ketika aku chat dengan mereka di internet, mereka menyarankan untuk menyelesaikan masalah ini dengan pertandingan game. Semua orang di chatroom malah mendukung dia...Hei, apa mungkin kalau mereka itu membenciku?”

  “Entahlah...Well, kalau kau hendak menyelesaikan itu lewat game, kurasa kau akan baik-baik saja? Kalian akan duel di game pertarungan kan?”

  “Hahahaha! Itu saran yang sia-sia.” Zaimokuza berhenti sejenak. “Dia itu jauh lebih kuat dariku di game.”

  “Huh? Bukannya kamu bilang kalau kamu sendiri yang terbaik di game?’

  “Itu, well, kalau diantara para manusia luar biasa, tentunya aku tidak bisa dikategorikan yang terbaik. Banyak yang di atasku. Hachiman, tahu tidak? Diantara para pemain game itu, ada orang-orang yang dijuluki pro-player.”

  “Pro...Apa itu benar adanya?”

  “Memang. Semakin dalam kau menelusurinya, kau akan semakin banyak menemukan iblis-iblis dalam dunia itu – itulah dunia game. Level pria itu bukanlah di level pro, tapi dia jelas lebih kuat dariku,” Zaimokuza mengatakan itu dengan berat.

  Yukinoshita lalu menutup bukunya.

  “Kurasa aku sudah menangkap tentang apa ini semua. Pada dasarnya, kau ingin meminta kita agar membantumu memenangkan game itu?”

  “Nay!” Zaimokuza menjawabnya. “Hachiman, kau bodoh! Kau menyepelekan game ini?! Kau akan mendapatkan balasannya. Kau tidak tahu apapun soal game ini.”

  Tata bahasanya seperti bercampur aduk jadi aku tidak tahu apa yang hendak dia katakan, tapi setidaknya amarahnya tersampaikan. Kuharap amarahku ini juga tersampaikan kepadanya. Jangan ngomong ke gue! Ngomong ke Yukinoshita, kampret!

  Yukinoshita sedang memperhatikan Zaimokuza seperti melihat onggokan sampah. Yuigahama bahkan mengatakan “yikes” dengan ekspresi menjijikkan.

  “Kurang lebih begitu, kuharap bisa menang telak sehingga aku tidak perlu turun tangan langsung. Jadi bawa semua peralatan rahasiamu, Hachiemon.”

  “Kadang, aku berpikir dengan serius mengapa aku mau meladeni omong kosongmu ini...”

  Ketika kau mengatakan omong kosong, kau sendiri tidak peduli soal itu, tapi itu jelas-jelas membuat jengkel orang yang mendengarkanmu...

  Zaimokuza tertawa sambil mengatakan “teeheehee” dengan ekspresi yang manis. Ketika aku memegangi kursiku dan hendak menghajarnya dengan kursi, aku menatap ke arah Yukinoshita. Seperti yang kuduga, dia menggeleng-gelengkan kepalanya ke arahku.

  Well, kurasa aku tidak terkejut.

  “Maaf, tapi tidak,” kataku. “Masalahmu kali ini jelas-jelas salahmu sendiri. Selama kau tidak babak belur, kurasa kau lebih baik hadapi saja sendiri.”

  Klub Relawan ini bukanlah klub yang akan menyelamatkan semua orang dan anjing peliharaan mereka. Kita ini bukan mesin pengabul keinginan, juga bukan robot yang diprogram untuk membantu manusia. Kami ini hanya membantu orang yang mau berusaha sendiri. Kalau begitu, kami tidak berminat untuk membantunya karena dia memang layak mendapatkan itu.

  Mungkin terdengar kasar, tapi aku ingin mengatakan yang sejujurnya.

  Zaimokuza hanya terdiam. Dia mungkin sedang memikirkan seluruh perbuatannya.

  “Hachiman,” dia memanggil namaku seperti sudah memutuskan sesuatu.

  Apaan? Aku menjawabnya dengan tatapan mataku. Zaimokuza hanya mendesah saja melihat ekspresiku itu. Bofu. Huh, apa-apaan suara desahanmu itu? Suaranya aneh sekali.

  “Bofuu, kau berubah, Hachiman. Dirimu yang di masa lalu pasti akan antusias membantuku.” dia lalu berhenti sejenak. “Dari samping, wajahmu selalu terlihat sebagai sebuah mata pisau, bergetar bagai benang busur.”

  “Berhentilah berbicara menggunakan nada falsetto. Wajahku tidak terlihat seperti itu...Apa sih yang mau kau katakan?” tanyaku.

  Zaimokuza lalu menurunkan bahunya.

  “Ohh, hmm, tidak usah dipikirkan. Kau memang yang terbaik jika tertawa terkekeh-kekeh dengan para gadis. Lagipula, masalahku ini memang bukanlah urusanmu lagi. Akan kulakukan yang terbaik sehingga tidak mengganggu kehidupan indahmu saat ini. Kurasa aku tidak usah berharap apa-apa dari seorang prajurit yang sudah lupa caranya bertempur.”

  “Uh, tunggu. Aku tidak ingat kalau aku pernah tertawa bersama para gadis. Aku sendiri tidak punya pacar. Oh, tapi waktu itu bersama Totsuka aku juga tertawa – “

  “Jangan banyak omong, Hachiemon!”

  Kata-kataku dipotong olehnya.

  Setelah suara itu berhenti bergema di ruangan ini, suasana sunyi mulai menyelimuti ruangan ini. Waktu itu, aku mendengar secara samar-samar kalau ada orang menggumamkan, “...Huh? Kau tidak punya pacar?...Err, uhh. Apa?”.

  “Baiklah, Hachiman. Selamat menikmati kehidupanmu yang sekarang. Mungkin aku sudah tidak bisa lagi pergi ke tempat permainan ketangkasan bersama mereka lagi. Kalau begitu, ketika kau dan Tuan Totsuka pergi ke tempat itu bersama-sama, aku akan menemani kalian, hitung-hitung aku ini sebagai guide tour kalian.”

  Oh! A-Aku mendapatkan pencerahan! Aku tidak mau diganggu olehnya! Aku harus memastikan Zaimokuza menang!

  Yang barusan apa-apaan sih?

  “Nah, aku tidak perlu guide  atau semacamnya...Jujur saja, kau ini kerjanya hanya menggangguku saja.”

  “Dufuu.” Zaimokuza lalu tertawa. Setelah dia melakukannya, kedua gadis ini tampak mulai menjaga jarak darinya. Tanpa sadar, Yuigahama dan Yukinoshita tampak dekat kali ini.

  ...Huh, kupikir Zaimokuza ini bisanya menghancurkan suasana dan membesar-besarkan hal-hal sampah saja. Tapi dia memang seperti itu. Dia bisa menghancurkan situasi yang tidak nyaman, tapi juga dia bisa menghancurkan situasi yang damai.

  Bukannya dia niatnya seperti itu, tapi kurasa aku harus berterimakasih kepadanya, kalau melihat situasi Klub Relawan sebelumnya.

  Kalau begitu, kurasa akan terlihat kasar jika kita menolaknya.

  Seperti merasakan kalau hatiku berpindah haluan, Zaimokuza menatapku dengan tatapan brengseknya.

  “Menurutku, nama Klub Relawan itu tidak jelas. Relawan macam apa yang tidak mau membantu seseorang yang sedang membutuhkan bantuan di depan mereka? Apa kalian ini benar-benar niat untuk membantu orang? Kalau tidak ingin nama klub kalian sebagai pemanis saja – tunjukkan aksi kalian!”

  “Ugh, Zaimokuza, kau bodoh sekali...”

  Meski puncak dari musim panas masih beberapa pekan lagi, tapi aku merasa ada udara di sekitarku tiba-tiba memanas.

  “...Begitukah menurutmu? Kalau begitu akan kutunjukkan kepadamu apa yang bisa kita lakukan.”

  Yukinoshita menatap tajam ke arah Zaimokuza. Akupun mendengar suara tawa yang sinis dari gadis itu.

  Nah, lihat kan. Apa ini yang kau maksud dengan aku tertawa bersama gadis. Kenyataannya jauh lebih menyeramkan...








  x x x








  Seperti Klub Relawan, Klub Gamers juga terletak di Gedung Khusus – hanya saja mereka berada di lantai yang berbeda dari kita.

  Ruangan kami berada di lantai empat, sedang mereka ada di lantai dua. Ruangannya sama seperti ruangan klub kami.

  Ruangan klubnya terlihat baru, bisa terlihat dari sebuah poster yang terlihat baru dipasang di pintu dan tertulis “Klub United Gamers”.

  “Well, ayo kita masuk ke dalam...?”

  Akupun membalikkan badanku, menatap mereka semua. Kulihat Zaimokuza, Yukinoshita, dan Yuigahama berdiri di belakangku.

  Zaimokuza berdiri dengan angkuhnya. Yukinoshita sendiri diam tanpa ekspresi. Sedangkan Yuigahama terlihat tidak nyaman dan berdiri agak jauh dari mereka berdua.

  “...Apa yang kau lakukan?” tanyaku ke Yuigahama.

  Aku ingin memastikan apa dia akan ikut kami ke dalam atau tidak, hanya untuk jaga-jaga.

  Sebagai member klub, dia sudah beberapa hari tidak hadir, jadi aku merasa dia sendiri bimbang apakah ikut kami atau tidak. Jika dia menjaga jarak seperti ini, kurasa dia lebih baik tidak ikut kami saja, itu juga demi kebaikannya.

  “A-Aku akan pergi juga...” Yuigahama mengatakan itu sambil memegangi lengannya sendiri.

  “Aku akan ikut, tapi...Hei, Hikki, apa kau tidak punya pacar?”

  Saking tidak logisnya pertanyaannya tadi, membuatku ingin mati saja. Tahu tidak, kata “tapi” itu sebuah kata yang paradoks. Itu menghubungkan kalimat pertama dengan kalimat kedua, tapi aku tidak melihat adanya hubungan dari kalimat terakhirnya dengan kalimat pertamanya.

  “Nah, tidak.”

  “Pertanyaan yang bodoh sekali, Yuigahama-san,”

  Yukinoshita mengatakan itu sambil mengetuk kepala Yuigahama.

  “Mustahil pria ini punya hubungan yang normal dengan lawan jenis.”

  “Jangan ganggu aku. Aku tidak butuh pacar. Bagiku, tidak ada yang lebih menyiksa daripada melihat waktu luangku dicuri dariku. Jika dia menangis kepadaku di tengah malam ketika aku sedang tidur, aku akan langsung mencampakkannya saat itu juga.”

  Kenapa para riajuu sering curhat tentang masalah asmara mereka? Ini seperti kakek-nenek komplain tentang masalah kesehatan atau seorang pekerja kantoran yang komplain tentang kesibukannya. Kau bisa melihat sebuah masochism di keluhan-keluhan mereka sehingga membuatmu jengkel. Apa mereka Misawa atau sejenisnya?

  “Whoa, kau ini yang terburuk...”

  Yuigahama mengatakan itu dengan ekspresi jijik. Tapi entah mengapa, dia terlihat tersenyum. “Ah. Ta-Tahu tidak. Bukankah kau dan Yukinon terlihat pergi berduaan? Ada apa waktu itu?”

  “Waktu itu ada pameran kucing dan anjing, jadi kita kebetulan bertemu disana,” kata Yukinoshita. “Komachi-san mengajakku bergabung, itu saja. Apa aku belum memberitahumu?”

  “Oh, oke,” kataku. “Aku tidak begitu peduli dengan itu, tapi apakah kita ini jadi masuk atau tidak? Zaimokuza terlihat menganggur dan dia mulai melihat-lihat pemandangan di luar jendela.”

  “Tu-Tunggu dulu,” Yuigahama memaksa. “Jadi kalian berdua tidak sedang berpacaran atau sejenis itu?”

  “Yang benar saja...”

  Gadis ini benar-benar salah paham...Itu jelas mustahil jika melihat kita berdua seperti apa. Dia harusnya sudah tahu itu.

  Ekspresi Yukinoshita mendadak berubah.

  “Yuigahama-san, kau harusnya tahu kalau ada beberapa hal di dunia ini yang bisa membuatku marah?” Sebuah amarah yang dingin terdengar dari kata-katanya tadi.

  “Oh, maafkan aku! Tidak ada apa-apa. Se-Sekarang ayo pergi, oke?”

  Yuigahama yang terlihat tidak sabar langsung menuju pintu dan mengetuk pintu itu. Dia sangat pintar untuk mengubah suasananya, sikapnya yang ceria itu seperti kebalikan dari ekspresi Yukinoshita yang kecut.

  Setelah dia mengetuk pintunya, terdengar suara pelan “Yaaaaa” dari dalam.

  Mungkin itu tanda untuk masuk.

  Ketika aku membuka pintunya, ruangan itu dipenuhi berbagai tumpukan kotak-kotak. Tumpukan itu diatur sedemikian rupa sehingga membentuk sebuah benteng, mungkin lebih tepatnya, labirin.

  Ini mengingatkanku tentang perpustakaan pribadi yang dimiliki oleh seorang maniak buku, dicampur dengan sebuah toko mainan tua di desa.

  “Huh? Apa ini Klub Gamers?”

  Yuigahama lalu mengamati salah satu kotak yang ada di dekatnya.

  Kotak itu terlihat biasa dengan motif mawar dan tengkorak. Kotak itu dipenuhi tulisan dalam Bahasa Inggris, kurasa aku bisa menyimpulkan kotak ini dari sekali lihat: Kotak ini dikirim dari luar negeri.

  “Kesannya tidak seperti ‘gamers’...”

  Yuigahama mengatakan itu, dan kuakui memang ada benarnya. Biasanya, kalau membahas game, kau pasti akan berpikir tentang console atau PC.

  “Begitukah?” kata Yukinoshita. “Menurutku, tempat ini cocok dengan namanya. Yuigahama-san, yang kau bayangkan itu adalah benda yang bisa berbunyi.”

  “Benda yang bisa berbunyi katamu?” kataku. “Kau terdengar seperti nenekku. Bahkan Ibuku saja memanggil NES dengan namanya...”

  “Maksudku, bukankah benda itu mengeluarkan suara-suara...?” Yukinoshita mengatakan sesuatu yang kuno. Setahuku, game jaman sekarang tidak semuanya mengeluarkan suara seperti itu.

  “Well, kau tampaknya tidak sering bermain game ya, Yukinon?” kata Yuigahama.

  “Kalau kau sendiri, Yuigahama-san?”

  “Weeell, ayahku suka game, jadi aku sering melihatnya main. Aku akhirnya mencoba untuk bermain itu juga. Seperti Mario Kart dan Puyo Puyo. Aku juga sedikit bermain seperti Animal Crossing dan Harvest Moon.”

  Sedikit katanya, mungkin lebih tepatnya sering...

  “Kau ternyata gamers hardcore,” kataku.

  Yuigahama lalu menggeleng-gelengkan kepalanya.

  “Oh, uh, tidak juga lah...Maksudku, semua orang juga main itu,”.

  Well, game di jaman sekarang  sudah berubah menjadi semacam alat komunikasi. Sepertinya ada orang-orang yang menikmati game seperti Yuigahama.

  “Oh, juga seperti edisi terbaru Final Fantasy juga. Grafisnya sangat bagus dan keren! Plus, aku sering menangis ketika menonton filmnya. Dan juga Chocobos menurutku imut.”

  “Bah.”

  Zaimokuza langsung merespon kata-kata Yuigahama sambil pura-pura meludah. Karena ini di dalam ruangan, tunggu dulu, dia tadi meludah beneran ya?

  Pria yang tidak pernah berbicara tiba-tiba saja meludah memang mengejutkan Yuigahama, jadi bisa kau katakan kalau dia terkejut akan eksistensinya – atau sederhananya, gadis ini menganggap Zaimokuza sebagai pria yang licik.

  “A-Apa? Aku sampai ketakutan tadi...”

  Yuigahama yang terlihat takut itu bersembunyi di belakangku. Zaimokuza lalu berpura-pura seperti menginjak sesuatu.

  “...Dasar cupu!”

  “H-Huh?! Aku tidak paham apa maksudmu, tapi itu benar-benar membuatku jengkel...”

  “Hentikan itu, Zaimokuza. Sikapmu tidak masuk akal. Meski begitu, aku tahu maksudmu. Kau ingin menunjukkan superioritasmu disini. Seperti hanya aku yang mengerti diriku, termasuk hal-hal yang menghina diriku.

  “Oho, Hachiman. Kau ternyata punya pikiran yang sangat positif.”

  “Aku percaya jika dia memiliki pikiran positif maka itu adalah kemungkinan terburuk yang terjadi bagi umat manusia...”

  Yukinoshita terlihat jijik ketika mengatakannya. “Game, huh,” , dia lalu menambahkan, “Tampaknya itu berada di luar pemahamanku.”

  “Diluar pemahamanmu, katamu,” aku mengatakan itu. “Yeah, kurasa itu bisa menjelaskan sesuatu seperti game Pan-san.”

  “Huh? Pan-san? Kenapa kau tiba-tiba membicarakan Pan-san?” tanya Yuigahama, dan wajahnya seperti dipenuhi tanda tanya.

  Apa, jadi Yuigahama tidak tahu kalau Yukinoshita menyukai Pan-san? Well, daripada mengatakan dia menyukai itu, mungkin lebih tepatnya jika dia disebut penggila atau maniak atau sejenis itu.

  “Begini, itu – “

  “Hikigaya-kun, kau sedang membicarakan apa?” Yukinoshita memotongku.

  “Huh? Apa yang kau - ?”

  “Aku tidak paham maksudmu, Hikigaya-kun...Jadi tolong jelaskan kepadaku nanti.”

  Ya ampun, dia seperti ingin membunuhku.

  “Uh, oke...”

  Kurasa, Yukinoshita benar-benar tidak ingin menunjukkan kalau dirinya sangat menyukai Pan-san.

  Tunggu, apa dia malu? Kurasa tidak masalah jika dia terbuka soal itu, karena itu adalah satu-satunya hal yang dia suka. Tunggu dulu, dia bilang agar aku menjelaskannya nanti? Apa dia antusias untuk mendengarkan informasi soal Pan-san dariku sambil terus merahasiakan soal Pan-san?

  Entahlah. Entah apa yang membuat gadis ini malu, kurasa aku tidak bisa menemukan jawabannya.

  Ngomong-ngomong, bukannya aku berniat sesuatu ketika mengatakan itu. Aku tidak peduli jika seseorang menggosipkanku tentang apa yang kusukai atau sejenisnya. Kenapa anak SD suka sekali menyebarkan gosip tentang siapa yang disukai atau siapa menyukai siapa?

  Yuigahama, yang menggumamkan “Pan-san” dari tadi, tampaknya sedang memikirkan sesuatu.

  “Ngomong-ngomong, dimana member klubnya?” tanya Yukinoshita.

  “Oh. Yeaaaah,” kataku. “Maksudku, tadi kalau tidak salah mereka menjawab kita...”

  Yuigahama lalu mulai mencari member klub ini sepertiku. Hoo, jadi begini ya taktikmu, Yukinoshita.

  Karena luas ruangan ini sebenarnya seluas ruangan kelas, kurasa tidak bisa dikatakan luas sekali. Hanya saja kau tidak bisa melihat dengan jelas karena banyak sekali tumpukan kotak-kotak.

  Zaimokuza lalu pura-pura batuk. “Mereka sengaja menumpuknya, seperti sengaja membuatnya menjadi permainan menumpuk balok. Jika kau berdiri di tempat tertinggi, kurasa kau bisa melihat mereka.”

  “Ohhh, Zaimokuza, sangat mencerahkan. Tapi karena kau dari tadi mengoceh saja, bisa tidak kau beritahu itu ke orang selain diriku?”

  Sangat menyedihkan melihat aku adalah satu-satunya orang yang Zaimokuza ajak berbicara sedari tadi.

  Tapi untuk saat ini, aku mengikuti saran Zaimokuza dan mencari tumpukan tertinggi.

  Setelah berhasil menaikinya, memang aku mendengar suara-suara, tapi aku tidak bisa melihat pemiliknya karena tumpukan buku dan kotak ini menghalangiku.

  Ketika aku menemukan jalan yang tepat, aku bertemu dengan dua siswa.

  “Maaf mengganggu. Aku ingin membicarakan sesuatu,” akupun mengatakan itu kepada mereka.

  Dua pria, yang kupikir member Klub Gamers, saling melihat satu sama lain dan mengangguk. Keduanya menatapku. Well, ini adalah pertemuan pertama kami, jika aku bertemu pria asing aku juga akan menatapnya seperti mereka.

  Lalu kuputuskan untuk untuk menatap balik mereka.

  Kulihat, sepatu indoor mereka berwarna kuning. Kuning itu berarti siswa kelas 1. Dengan kata lain, mereka berdua adalah siswa kelas 1.

  “Hmph, jadi kalian berdua ternyat bocah kelas 1.”

   Setelah menyadari kalau mereka juniornya, sikap Zaimokuza langsung berubah angkuh. Aku sendiri tidak suka bagaimana dia langsung berubah seperti itu. Aku benar-benar benci jika rasa hormat itu itu didasarkan oleh tingkatan usia. Tapi ketika aku dihadapkan oleh keuntungan itu, langit adalah batasanku!

  Akupun mulai bersikap angkuh dan berdiri di samping Zaimokuza. Aku melakukannya karena ini adalah sebuah taktik untuk memperoleh dominasi psikologis ketika terjadi negosiasi, bukan karena aku punya sifat yang busuk atau sejenisnya – ingat ya, tidak sedikitpun aku begitu.

  “Oi, kalian berdua. Kudengar kalian mengejek si Zaimokuza,” kataku, lalu memberikan jeda agar terdengar dramatis. “Aku tertarik dengan cerita itu – tolong ceritakan lebih jauh.”

  “H-Huuuuh? H-Hachiemon?!” Zaimokuza melihatku seperti dia sudah mempercayakan hidupnya kepadaku, jadi itu tidak ada manis-manisnya sama sekali. Harga diri sosialnya langsung jatuh tidak peduli seberapa muda lawan bicaranya, kurang lebih begitu.

  “...Apa kalian sedang berpura-pura menjadi badut? Cepat langsung ke topiknya dan katakan seperlunya.” Yukinoshita menatapku dengan tajam.

  Setelah dia mengatakan itu, para siswa kelas 1 itu mulai berbisik-bisik satu sama lain.

  “H-Hei, apa dia ini Yukinoshita-senpai yang dari kelas 2...?”

  “M-Mungkin...”

  Wow, yang benar saja? Apa Yukinoshita ini semacam selebritis? Well, ada bagusnya jika mereka mengenalinya dengan sekali lihat. Memang tidak wajar sih jika ada seseorang yang tahu banyak tentang orang yang diluar angkatannya. Dulu ketika SMP, aku juga tahu nama Senpai yang manis itu. Itu saja yang kutahu, beneran!

  “Ohhh. Apa kalian ada keperluan dengan pria ini?” tanyaku.

  Aku tidak perlu memperkenalkan Zaimokuza – dia langsung muncul dari belakangku.

  “Mwahahahaha! Akhirnya. Kalian mungkin sudah banyak omong kemarin, tapi sudah terlambat untuk menyesalinya sekarang! Kuhukum kalian sekarang – sebagai Senpai di kehidupan nyata dan Senpai di SMA!”

  Zaimokuza benar-benar memanfaatkan status Senpai tersebut, tapi member Klub Gamers ini tidak bereaksi sedikitpun.

  “Hei, apa sih yang dia katakan? Ohhh, mengganggu sekali.”

  “Benar, kan? Kurasa tidak ada yang menarik disini.”

  Mereka menganggap remeh Zaimokuza, dan itu membuatnya gugup.

  “Umm, H-Hachiman. Aku – apa ada yang berubah?” dia sepertinya sudah kembali normal.

  “Jangan berkeringat seperti itu. Ini adalah kejadian yang sering terjadi di kehidupan sehari-hari,” kataku, sambil menepuk pundaknya.

  “Oke, jadi kami ini dari Klub Relawan. Pada dasarnya, kami memecahkan masalah dan mendengarkan masalahmu, dan karena Zaimokuza ada masalah dengan kalian, kami datang kesini untuk menyelesaikannya...Jadi uh, mana diantara kalian yang ada masalah dengan Zaimokuza?” tanyaku.

  Salah satu dari mereka mengangkat tangannya dengan gugup.

  “Uh, aku. Aku Hatano, kelas 1. Dan dia ini...”

  “Sagami. Kelas 1...”

  Anak yang bernama Hatano ini badannya kurus, memberiku kesan kalau punggungnya agak sedikit bungkuk. Memakai kacamata tanpa frame dan bentuk lensanya seperti trapesium – dia terlihat tajam dengan itu. Dari pikiran yang tajam, maka muncullah ide yang tajam, kurasa seperti quote itu.

  Sedang Sagami, kulitnya pucat dan terlihat seperti anak SMP, badannya kurus seperti satunya. Kacamatanya yang berbentuk bulat memberikan kesan seperti, bernapas menuju generasi selanjutnya.

  Ngomong-ngomong, tidak penting bagiku untuk mengingat nama mereka, jadi aku memutuskan untuk menamai mereka dari kacamatanya.

  “Jadi,” kataku. “Kudengar kalian ini sepakat akan bertarung di sebuah game dengan pria ini, tapi kalian ini sangat jago dalam game pertarungan, benar tidak? Kurasa itu sangat jelas terlihat meski tidak bertarung bersama kalian, jadi apa kalian bisa menyelesaikannya dengan bermain jenis game yang lain?”

  Jujur saja, rencanaku ini seperti omong kosong. Ini seperti membuat seorang pemain sepakbola mengatakan, “Persetan dengan ini, ayo main baseball saja!”. Siswa di sebelahnya pasti tidak ingin kehilangan keuntungan itu.

  Secara normal, ekspresi wajah mereka yang suram itu sudah menunjukkan kalau mereka kurang setuju. Mereka yang tidak mengangguk juga memberitahu kalau mereka tidak setuju.

  “Maksudku begini, apakah pertandingannya bisa game yang lain atau begitulah?” kataku sambil menunjuk ke tumpukan kotak-kotak ini.

  “Kalau begitu...well.”

  “Kurasa tidak masalah...”

  “Tapi sebelum kita ganti gamenya dan karena mengganti game itu merupakan kerugian bagi kita, kita harus mendapatkan keuntungan dari hukumannya...” kata Hatano.

  Well, kurasa ini cukup adil. Akupun mengangguk dan melanjutkannya.

  “Kalau begitu Zaimokuza akan berlutut dan menyembah di kaki kalian, oke? Jika kalian yang kalah, maka kau hanya perlu meminta maaf kepadanya.”

  Ini benar-benar sangat mengganggu, jadi lebih baik kita segera mulai saja ini. Zaimokuza seperti menyadari sesuatu dan mengatakan, “Huh? Aku?”.

  “Well, oke kalau begitu...” kedua member Klub Gamers setuju.

  “Kalau begitu kuserahkan game yang akan dimainkan itu kepadamu. Jangan game yang sulit. Game yang bisa langsung dimainkan oleh pemula, jadi jangan game pertarungan.

  Sebenarnya, kupikir game itu memang harusnya mudah dimainkan, tapi game saat ini membuat para pemula sulit untuk memainkannya. Ketika kau menemukan judul game yang ingin kumainkan, seperti sebuah kumpulan player Guilty Cog – plus veteran mereka yang sudah memainkan itu sejak edisi game terdahulu – berkumpul di sekitar mesin game itu, jadi kau tidak bisa masuk begitu saja dan memainkannya. Bahkan jika bisa, mereka akan mempermalukanmu di game sehingga membuatmu tidak ingin bermain lagi. Mereka harusnya mempertimbangkan untuk mengakomodir player pemula.

  “Kurasa...Aku bisa menyiapkan sebuah permainan dimana semua orang pasti tahu.”

  “Hmph, oke kalau begitu. Apa nama gamenya?” tanya Zaimokuza.

  Mereka berdua merespon bersamaan sambil menaikkan frame kacamata mereka.

  “Kupikir kita akan bermain Double Daifugo.”

  Mereka mungkin mengatakan itu dengan normal, tapi lensa kacamata mereka bersinar terang seperti memancarkan sesuatu yang licik.







x Chapter V Part 1 | END x






  Sebenarnya, jika anda amati sikap Yui dan berbagai kata-kata yang keluar darinya di chapter ini, anda akan dengan mudahnya tahu kalau Yui bergabung dengan Klub Relawan karena Hachiman.

  ...

  Sagami dan Hatano sendiri tidak yakin kalau gadis yang di depan mereka adalah Yukinoshita Yukino. Salah satu bukti kata-kata Hachiman tentang Yukino yang sangat populer, merupakan penilaian yang subjektif semata.

  ...

  Kemungkinan besar, Yui ini adalah seorang gamer.

  ...

  Chapter ini memberikan penjelasan mengapa Hachiman di vol 9 chapter 7 berusaha mencarikan alasan kepada Yukino agar bisa mampir ke toko Pan-san di Disney Land.

  Yukino tidak ingin orang lain tahu kalau dirinya maniak Pan-san.

  ...

  

 

 
 
 

 

  

1 komentar: