Minggu, 21 Februari 2016

[ TRANSLATE ] Oregairu Volume T Chapter 1 : Yukinoshita Haruno merencanakan sesuatu lagi



x x x









  Lagu jazz yang dimainkan di kafe ini terdengar lebih keras dari biasanya. Aku tidak menyadari hal itu. Tapi sekarang aku mulai mendengar “pam-pam-toosh” dimainkan di suatu tempat yang berada di kafe ini. Suara-suara ini sangat berbeda dari yel-yel tahun baru, akupun tidak bisa duduk dengan tenang disiinii.

  Mataku terus melihat-lihat suasana sekitar meja sebelum melihat orang-orang yang duduk di meja kami ini. Yuigahama melihat mereka dengan bingung, dari matanya terlihat jelas rasa kekhawatirannya. Alasan mengapa dia menjadi bingung berada di ujung meja ini. Tidak seperti Yuigahama, Yukinoshita Haruno memasang senyum yang ceria.

  Setelah tidak sengaja bertemu kami, dia mengucapkan selamat tahun baru, membuat beberapa percakapan basa-basi dan pindah ke meja kami.

  “Sudah lama sekali ya sejak terakhir kalinya melihat Hikigaya-kun dan Gahama-chan bersama-sama!”

  “Yeah, kebetulan sekali!”

  “Benar kan?”

  “Mhm!”

  Aku mendengarkan percakapan ceria mereka dan tidak bisa menghilangkan perasaanku terhadap percakapan itu kalau itu semua hanya basa-basi. Akupun merasa kalau keringat mulai mengalir ke punggungku. Aku bertanya-tanya mengapa mereka berbasa-basi seperti itu dan melihat ke arah Haruno-san yang duduk di seberangku. Dia menyadari kalau aku melihat ke arahnya, tersenyum, dan menatapku dengan licik. Matanya seperti mata dari seekor predator yang melihat mangsanya. Aku langsung merasa kedinginan, dari yang harusnya menjadi panas.

  Memalingkan mataku dari Yuigahama dan Haruno-san, aku melihat Hayama yang memasang ekspresi aneh; dia mencoba tersenyum dengan hati-hati sambil merespon para gadis dan menyelesaikan menu pesanan kami. Memang enak kalau bisa menjadi pria yang bisa membaca suasananya...Ini berarti kalau aku juga harus menyibukkan diriku sendiri untuk menghabiskan waktu, oh aku tahu! Superb, aku sangat terkesan! Aku harusnya membuat mesin crane atau kelinci dari tissu disini. Ketika hendak membuat itu, akupun mendengar pembicaraan yang mengkhawatirkanku.

  “Jadi kalian ini sedang berkencan, huh?...Kau ini memang ramah ke semua orang. Tidak ada Yukino-chan kali ini?” Haruno-san bertanya dengan memasang senyum, sambil mencolek Yuigahama.

  “Umm, kami berdua kesini untuk membeli hadiah Yukinon.”

  “Ooh, ulang tahunnya sebentar lagi. Benar.” Haruno-san mengangguk, lalu mengambil HP-nya dan menekan tombolnya. Hayama yang melihat hal itu hanya bisa tersenyum kecut.

  “Dia mungkin tidak akan mengangkatnya. Dia sudah bilang kalau dia tidak akan datang,” kata Hayama, tampaknya dia menambahkan itu agar obrolannya tidak diam.

  “Yep. Tapi mungkin dia akan berubah pikiran?” Haruno-san menjawabnya sambil menaruh HP-nya di telinganya. Matanya terlihat tajam dan akupun tidak tahu apa yang sedang dia pikirkan, tapi jelas dia sedang bersenang-senang di situasi ini.

  “Jika dia mengangkat panggilannya, dia kemungkinan besar akan datang. Ayolah, angkat teleponnya, kakakmu ini sangat sedih disini...” Haruno-san pura-pura menangis. Dia lalu memanggil ulang sambil menatap ke HP-nya. Yuigahama terus melihat Haruno-san dengan tatapan yang aneh. Hayama tampaknya paham apa yang sedang dia pikirkan.

  “Kami ada tradisi untuk kumpul-kumpul keluarga untuk makan malam ketika tahun baru. Kami sedang menunggu kedatangan orang tua kami saat ini.”

  “Oh...Mengucapkan selamat ke semua orang mungkin berat sekali...” Yuigahama menggumam, seperti terkesan.

  “Kurasa tidak akan seberat itu jika kau sudah terbiasa,” jawab Hayama. Benar. Terutama jika punya skill komunikasi sepertimu. Atau mungkin seperti ‘skill-agar-tidak ada yang kecewa’. Tapi memang, hal-hal semacam itu adalah masalah kebiasaan saja. Skill menangani orang milik Hayama memang sangat bagus, sering melewati situasi semacam ini memang sangat banyak membantunya.

  Dan juga Hayama punya banyak sekali peluang untuk menghadiri event publik karena sekolah dan status keluarganya yang kaya raya. Aku ini kebalikan darinya. Meskipun aku sekolah di tempat yang sama, aku tidak bersosialisasi dengan orang-orang. Keluargaku tidak lebih baik darinya: aku bahkan tidak bisa berkomunikasi dengan baik dengan keluarga besarku. Mungkin karena itulah kata-kata Hayama ‘kami sedang menunggu kedatangan orang tua kami’ menarik perhatianku.

  “Hei...” kataku, aku tidak tahu bagaimana caranya mengawali sebuah percakapan. Hayama lalu menoleh ke arahku dan menunjukkan tanda kalau dia mendengarkanku.

  “Kalau begitu, kami ini hanya mengganggu kegiatan kalian. Mungkin kami akan pergi saja dari sini?”

  “Oh, benar,” Yuigahama terlihat setuju. Tapi Hayama hanya mencondongkan kepalanya dan tersenyum saja mendengarkan kata-kata kami.

  “Jangan khawatir. Aku sangat yakin kalau Haruno-san sangat senang karena dia punya teman untuk menghabiskan waktu,” dia mengatakan itu dan melihat ke arah Haruno-san. Dia masih duduk disitu sambil menaruh HP di telinganya, tapi tampaknya dia mendengarkan percakapan kami karena dia mengangguk. Melihat hal tersebut, Hayama lalu menatap kami berdua.

  “Lihat kan? Kalian jangan khawatir soal itu,” dia mengatakan itu dan berharap aku setuju dengannya. Aku tidak setuju.

  “Suasananya nanti akan terasa tidak nyaman ketika mengobrol dengan orang tua kalian.”

  Kami hanya akan mengganggu momennya saja. Bertemu orang tua mereka akan sangat akrab. Tolong tunda pertemuannya hingga tiba waktunya kami sudah mengenal lebih dekat, aku mengatakan itu dengan gaya Irohasu dan melihat ke arah Haruno-san, yang duduk dengan posisi diagonal dari tempatku.

  “Jangan khawatir soal itu.”

  “Meski kau mengatakan begitu...” ketika hendak mengatakan itu, Haruno-san menatapku. Hei, aku ini tidak dekat dengan Hayama. Ya Tuhan, kenapa aku harus mengalami ini?

  “Hmm...” Haruno-san mengatakannya dengan nada yang mengatakan kalau dia sedang bosan. Lalu dia menegakkan kepalanya seperti punya sebuah ide, dia menekan kembali tombol redial di HP-nya. Mungkin itu ide agar Yukinoshita mendengarkannya. Suasana dalam kafe tidak begitu ramai sehingga aku bisa mendengar nada panggilnya. Tapi Yukinoshita tidak mengangkatnya dan Haruno-san hanya mendengar suara dari voice mailnya, jadi dia menutup panggilannya dan menekan tombol redial lagi.

  Apa, menekan redial lagi? Kamu ini apa sih, Hiratsuka-sensei? Ya Tuhan. Dia mungkin memperoleh kebiasaan ini dari gurunya. Kalau ada seseorang yang menelponku seperti itu, baterai HP-ku mungkin sudah lama habis. Haruno menekan tombol redial itu dengan mata yang lesu, kemudian menekan lagi, dan lagi, dan lagi.

  “Oh?” dia mengatakan keterkejutannya. Tampaknya dia memang benar-benar terkejut. Aku bisa mendengar suara orang yang lelah dari orang yang mengangkat panggilan teleponnya.

  [Halo...]

  Yukinoshita mengatakan itu dengan nada yang sedih. Nada dari Haruno-san, kontras dengannya, terlihat senang.

  “Halo Yukino-chan! Ini kakakmu! Bisa tidak datang kesini?”

  [Aku akan menutup teleponnya.]

  Cepat sekali! Baik Yuigahama dan Hayama hanya bisa tersenyum kecil. Tapi Haruno-san tampaknya sudah menduga reaksinya yang seperti itu, jadi dia segera membalasnya dengan suara yang ceria.

  “Yakin mau menutup teleponnya?”

  [...Memangnya ada apa?]

  Haruno-san tersenyum.

  “Coba kau bayangkan: Aku sekarang sedang bersama Hikigaya-kun!”

  [Berhentilah berbohong. Apa...]

  “Hikigaya-kun, ini!” Haruno-san mengatakan itu dan tiba-tiba menyodorkan HP-nya kepadaku.

  “Hei, tunggu”

  Akupun melihat HP tersebut, lalu melihat ke arah Haruno-san, tapi setelah dia menaruh HP tersebut di depanku, dia menyembunyikan kedua tangannya di belakang punggungnya. Aku bisa mendengar suara Yukinoshita dari HP tersebut; dia sedang memanggil-manggil Haruno-san. Oke, baiklah, aku akan menjawabnya.

  “Umm...Hei,” kataku, aku sendiri tidak tahu harus mengatakan apa. Melihat kesunyian yang kudengar di seberang telepon, tampaknya dia juga tidak tahu harus mengatakan apa.

  [Aku terkejut sekali. Apa yang kau lakukan disana?]

  Aku sendiri juga ingin tahu mengapa. Sebenarnya aku hanya pergi belanja...

  “Aku hanya kebetulan bertemu dengan kakakmu,” aku mengatakan itu kepada Boss yang jahat untuk menjelaskan diriku. Tapi Yukinoshita terdengar sedang mengembuskan napasnya.

  [Ya sudah, aku akan kesana. Berikan HP-nya ke kakakku.]

  “Oke, maafkan aku,” entah mengapa aku malah meminta maaf. Setelah membersihkan HP-nya dengan tissu, aku memberikannya ke Haruno-san. Dia lalu terlihat mengobrol sebentar dengan Yukinoshita dan mengakhiri teleponnya.

  “Yukino-chan akan datang!” dia mengatakan itu dengan tersenyum puas. Entah mengapa, Yuigahama dan diriku tidak merasakan hal yang sama. Dia memang suka sekali membuat orang lain menuruti kemauannya. Well, sebenarnya aku tahu tentang sifatnya yang seperti ini, tapi melihatnya secara langsung memang sangat mengganggu.

  Hayama Hayato terlihat sedang mendesah kesal, seperti menyetujui reaksi kami. Dia mungkin satu-satunya orang yang betah dengan sifat Haruno. Atau mungkin dia sudah menyerah dengan itu. Senyumnya yang terlihat lelah itu bukanlah sesuatu yang bisa dibuat dalam sehari.

  “Jadi apa yang kaubeli tadi?” tanya Haruno sambil menaruh HP-nya dan mendekati Yuigahama. Setelah itu, Yuigahama menunjukkan isi kantong belanjaannya.

  “Aku, umm, membelikannya kaos kaki dalam ruangan...”

  “Hmm...Oh, benar, lantai apartemennya memang sangat dingin tahun ini.”

  “Benar kan? Aku mengunjunginya beberapa hari lalu lantainya benar-benar dingin.”

  “Yeah, dingin yang seperti itu memang tidak begitu disukai.”

  Mereka mengobrol seperti apa yang biasa kau lihat dari dua gadis yang sedang mengobrol. Sedangkan diriku dan Hayama, tidak punya apapun untuk dibicarakan, jadi kami hanya mendengarkan percakapan mereka saja.

  “Sebuah hadiah ulang tahun...” Hayama menggumamkan itu dan menoleh ke arahku.

  “Kau membelikannya apa?”

  “Yah beberapa barang.”

  “Oh begitu,” dia menjawabnya dan menoleh kembali ke arah Yuigahama dan Haruno-san untuk mendengarkan apapun yang mereka bicarakan, membicarakan basa-basi dari tadi. Aku hanya bisa melihat jarum jam yang berada di arloji tangannya. Bergerak tanpa mengubah temponya. Setelah satu putaran penuh, dia kembali ke titik asalnya. Tapi sudut yang dibentuk oleh jarum-jarum jam tersebut tidak akan sama, meskipun ada jarum jam yang terlihat tidak bergerak sedikitpun.

  “Mungkin harusnya aku juga memberinya sesuatu. Sudah lama sekali aku tidak memberikan dia sesuatu.” Haruno-san mengangguk sambil melihat ke arah bingkisan tersebut, lalu dia menatap ke arah Hayama.

  “Bagaimana menurutmu, Hayato?”

  “Yeah...”

  Hayama lalu menyandar ke kursinya dan melihat ke arah jendela. Entah mengapa, aku pikir dia tidak sedang melihat ke arah lampu-lampu jalanan. Akupun melihat ke arahnya dari image yang terlihat di jendela tersebut dan tiba-tiba aku memikirkan sesuatu: Apa yang dia pernah berikan kepada Yukinoshita di masa lalu?






x  x  x






  Waktu berlalu dengan lambat. Hampir setengah jam berlalu semenjak panggilan telepon ke Yukinoshita. Memang, untuk sampai kesini dari apartemennya akan memakan banyak waktu. Dan karena yang memanggilnya kesini adalah kami, sekarang kami tidak bisa pergi begitu saja dari sini. Kopi yang kuminum sudah lama habis, dan uap panas dari poci teh di meja ini sudah tidak ada lagi. Yuigahama seperti duduk dengan gelisah, melihat ke arah pintu masuk kafe ini. Satu-satunya orang yang terlihat tenang disini adalah Haruno-san. Dia melihat-lihat sesuatu di HP-nya, lalu menekan layar HP-nya sambil menunjukkan itu ke Hayama.

  “Coba lihat yang ini.”

  “Sangat manis.” Hayama mengatakan itu dengan tersenyum. Haruno-san terlihat setuju dengannya dan tersenyum.

  “Jawaban yang gampang kutebak akan keluar darimu, Hayato.” dia menjawabnya dan Hayama membetulkan posisi duduknya. Aku tidak tahu apa yang dia tanyakan, tapi jawabannya memang terkesan sangat sopan. Tapi yeah, jawaban seperti itu memang tipe-tipe jawaban dari Hayama. Haruno-san tiba-tiba kehilangan rasa antusiasmenya kepada Hayama, lalu dia berdiri, pindah ke sampingku dan menunjukkan layar HP-nya. Di layar tersebut, ada semacam piyama. Berwarna pastel yang tidak teratur, semacam warna-warna imut; secara keseluruhan itu memang manis. Yuigahama melihat ke arah layar itu juga dan menggumamkan “manisnya”. Tampaknya Haruno-san sejak tadi mencari-cari benda semacam ini di layar HP-nya. Kalau melihat dari obrolannya tadi, tampaknya dia hendak menghadiahkan itu ke Yukinoshita.

  “Kalau menurut Hikigaya-kun, bagaimana?” tanya Haruno-san. Dia sekarang bersandar ke meja, dengan bahunya menopang tubuhnya dan menunjukkan gambar itu dengan tangannya. Aku tidak tahu harus melihat yang mana: HP atau dirinya. Sementara itu, dia terus melihatku dengan kedua matanya. Kenapa kau punya belahan dada yang tampak dalam seperti itu? Dan wajahmu itu terlalu dekat! Kalau ini semacam permainan dimana aku harus menatap ke arah layarnya, maka aku akan kalah seketika!

  “Memang, cukup manis.” Akupun memalingkan pandangan mataku dari Haruno-san.

  “Jawaban yang kurang jelas. Begitulah Hikigaya-kun,” Haruno-san dengan bangganya tersenyum dan kembali ke kursinya, dan kembali bermain-main dengan HP-nya lagi. Aku menjadi sangat lelah karena percakapan ini. Akupun merendahkan tubuhku dan menutup mataku secara perlahan. Tiba-tiba Yuigahama seperti menyadari sesuatu dan memanggil seseorang. Akupun menoleh ke arah suara itu ditujukan dan melihat Yukinoshita berjalan ke arah kami.

  “Yukinon, kami disini!” Yuigahama mengatakan itu sambil melambaikan tangannya. Yukinoshita menyadari kami dan mendekati meja kami.

  “Yuigahama-san, kau ada disini juga?” dia menanyakan itu dengan ekspresi terkejut. Ah, ya, aku memang tidak mengatakan itu ketika mengobrol dengannya tadi.

  “Yeah, umm...Aku dan Hikki sedang berbelanja dan tidak sengaja bertemu dengan kakakmu,” Yuigahama mengatakan itu sambil menyentuh sanggul rambutnya. Dia tampaknya ragu-ragu apakah akan mengatakan tentang pergi berbelanja untuk hadiah ulang tahunnya atau tidak, tapi kata-katanya tersebut malah terdengar memiliki makna ganda.

  “Berbelanja...Begitu ya.” Yukinoshita menjawabnya sambil menatap curiga ke arahku dan Yuigahama. Merasakan tekanan dari pertanyaan itu, Yuigahama mulai melihat ke arahku dan Yukinoshita. Mereka tidak mengatakan apapun, hanya saling menatap satu sama lain. Kesunyian kembali terjadi, meskipun terjadi tidak beberapa lama. Yang kudengar hanyalah obrolan dari pengunjung lain kafe ini, suara cangkir, musik latar, langkah kaki pelayan, dan suara tawa kecil dari Haruno-san. Banyak sekali suara disini tapi entah mengapa kesunyian ini membuatku gugup sekali.

  “Bagaimana kalau duduk dulu?” Hayama memutuskan untuk memecah kesunyian ini. Yuigahama lalu berpindah tempat duduk ke sofa di sebelahnya.

  “Du-duduklah disini,” Yuigahama menunjuk ke arah tempat kosong di sebelahnya.

  “Oh, terima kasih,” Yukinoshita mengatakan itu dan membuka mantelnya, melipatnya dan duduk. Lalu dia menatap ke arah Yuigahama.

  “Maaf kalau sudah menyebabkanmu banyak masalah.”

  “Oh tidak apa-apa,” Yuigahama mengatakan itu sambil melambaikan tangannya. Yukinoshita lalu mengembuskan napasnya, seperti berusaha menenangkan dirinya. Setelah itu dia menoleh ke arahku, tapi tatapannya mengarah ke suatu tempat.

  “Hikigaya-kun, umm...”

  “Tidak masalah, lagipula aku tidak ada rencana apapun.”

  Aku tidak ada rencana apapun tentang kegiatan setelah berbelanja. Aku malah lega karena kami tidak berduaan di tempat ini. Bukannya aku mau mengatakan lega karena bertemu dua orang di depanku ini. Si penjahat masih terlihat memasang senyum yang provokatif disini.

  “Yukino-chan, kau telat sekali.”

  “Kau memanggilku tiba-tiba dan masih berani mengucapkan pertanyaan itu?” Yukinoshita menjawabnya dengan tatapan yang gelap. Haruno-san hanya melihatnya dengan tatapan jahil. Yuigahama, yang berada diantara batu yang keras dan tempat berbahaya, hanya bisa tersenyum. Tidak! Berhentilah berselisih, Yukinoshita bersaudara!

  “Tapi Yukino-chan datang kesini secepat yang dia bisa...” kata-kata itu diucapkan oleh suara yang lembut dan terlihat hendak mencairkan suasananya. Mendengarkan seseorang memanggil Yukinoshita dengan nama seperti itu, akupun menoleh ke asal suara itu, Hayama Hayato. Dia tampaknya menyadari kalau dia mengatakan terlalu banyak dan tersenyum untuk mencairkannya.

  Yukinoshita lalu menatap tajam ke arahnya. Bahu Hayama terlihat merendah.

  “Yukinoshita-san, apa kau hendak memesan sesuatu?”

  “Tolong teh hitam satu...” dia akhirnya menjawabnya. Hayama secepatnya membuat pesanan tersebut. Ketika tehnya sudah datang, Haruno-san mengembuskan napas yang panjang.

  “Sudah lama sekali ya kita tidak berkumpul bersama dan minum teh seperti ini.”

  “Yeah,” Hayama terlihat setuju dengannya.

  Yukinoshita menutup kedua matanya, sambil memegangi cangkir teh di tangannya. Tiba-tiba percakapannya berhenti, dan Yuigahama mencoba untuk mencairkannya.

  “Ah, umm...Apa Hayato-kun itu teman lamamu?”

  “Benar! Dia tidak punya saudara sama sekali, jadi orang tuanya sering meminta kami bermain dengannya. Benar tidak, Yukino-chan?”

  “Menurutku tidak begitu...”

  “Oh kurasa tidak begitu. Tidak hanya orang tuaku saja, tapi orang tua yang lain juga seperti itu.”

  Baik kata-kata Haruno-san dan Hayama tidak ada yang bisa mempengaruhi sikap Yukinoshita. Meski Haruno-san tampaknya agak terganggu dengan ini, dia tetap melanjutkan topiknya.

  “Sudah lama sekali ya. Kau waktu itu masih kecil, jadi karena kesibukan orang tuamu, mereka menitipkanmu kepadaku.”

  Mendengarkan itu, Yukinoshita menggerutu.

  “Kau salah. Faktanya kau hanya menyeret kami kemanapun kau mau. Itu sangat buruk sekali,” Yukinoshita mengatakan itu sambil menaruh cangkir tehnya ke piring cawannya dan melihat ke arah Haruno-san dengan dingin. Hayama-pun terlihat bereaksi terhadap hal tersebut.

  “Oh, benar. Waktu itu di kebun binatang memang buruk sekali.”

  “Dan di taman pinggir pantai juga. Dia meninggalkan kita sendirian, dia juga menggoyang-goyangkan kabin ferris wheel...”

  Wajah mereka berdua terlihat suram ketika mengingat kembali jaman kegelapan itu. Haruno-san malah terlihat senang dan mengkonfirmasi cerita Yukinoshita.

  “Yep, yep, benar sekali. Yukino-chan memang cengeng waktu itu.”

  “Aku tidak seperti itu. Jangan mengada-ada.”

  “Aku tidak mengada-ada! Benar tidak, Hayato?”

  “Hehe. Well, aku tidak bisa mengatakan itu...”

  Haruno-san membahas sebuah kejadian, Hayama menambahkan, dan Yukinoshita hanya mengangguk dan terdiam. Melihat mereka membicarakan masa lalu mereka, aku tiba-tiba teringat akan sesuatu. Tidak peduli apa yang mereka katakan, mereka memang telah bersama-sama sejak lama dan mengalami kejadian itu bersama-sama. Orang luar sepertiku tidak punya tempat di memori mereka. Bahkan Yuigahama tidak ada keinginan untuk ikut menimpali percakapan itu, apalagi diriku. Aku tidak tahu hubungan semacam apa yang mereka miliki di masa lalu, dan meskipun aku tahu, tidak akan ada yang berubah. Yang bisa kulakukan hanyalah meneguk kopi pahitku ini sambil memikirkan hal yang lain. Membayangkan beberapa hal.

  Dulu ada yang pernah bertanya kepadaku: Apa yang akan berubah jika aku juga satu sekolah dengan mereka? Apa jawabanku waktu itu? Ketika aku sedang mengingat-ingat masa lalu, aku tiba-tiba mendengar ada cangkir yang ditaruh di piring cawannya. Aku lalu melihat asal suara itu dan melihat Haruno-san, yang sedang melihat ke arah Yukinoshita dan Hayama dengan ekspresi wajah yang tidak bisa kubaca.

  “Kalian sangat manis waktu itu. Dan sekarang kalian sangat membosankan.” Haruno-san mengatakan itu dengan senyum, bibirnya terlihat mengkilap, dan dengan nada yang dingin. Semuanya terdiam. Yukinoshita terlihat mengepalkan tangannya di meja sedangkan Hayama seperti menyegel bibirnya dalam-dalam dan memalingkan wajahnya. Yuigahama melihatku dengan khawatir. Melihat kesunyian ini, Haruno-san tersenyum.

  “Tapi sekarang aku punya Hikigaya-kun. Kalian bisa bermain-main dengannya, tahu tidak? Pasti akan sangat menyenangkan.” Haruno-san mengatakan itu sambil menyelesaikan kata-katanya. Aku merasakan dingin yang tiba-tiba merambah punggungku. Sekarang dia menatap ke arahku, tatapannya seperti mempertanyakan sesuatu, tapi terlihat sangat gelap.

  “Well, asal jangan bermain fisik...” kataku sambil memalingkan pandanganku dari tatapan Haruno-san. Dia memasang senyum yang licik untuk meresponnya.

  “Oleh karena itu, aku ingin mencolekmu. Hachiman yang manis dan lembut di tangan, datanglah kepadaku,” kata-kata itu keluar bersamaan dengan tangannya yang menyentuh rambutku. Akupun berhasil menghindarinya.

  “Oh, dia kabur,” Haruno-san mengatakan itu dengan lembut, seperti berasal dari kakak perempuan sendiri. Sangat langka bagiku bisa melihat seseorang yang lebih tua dan tersenyum dengan cantik seperti ini, jadi aku tidak bisa mengatakan kalau aku tidak menyukainya. Dan aku tidak peduli apakah ini wajah aslinya ataukah hanya topeng semata. Tidak ada orang yang sengaja untuk bisa terlihat lebih manis dari dirinya yang memang terlihat manis dari sananya, seperti Isshiki Iroha. Kau tidak bisa menyalahkan orang-orang yang seperti itu.

  Yang benar-benar kutakutkan adalah kegelapan yang menyelimuti Haruno-san, sebuah hal yang kutangkap dari kegelapannya. Sekarang ini, Haruno-san tidak mengatakan apapun. Malahan, dia hanya tersenyum dan mengganti topiknya.

  “Ngomong-ngomong soal hal berbau fisik. Kalau tidak salah kalian ada Marathon dalam waktu dekat?”

  “Yeah, akhir bulan ini,” Yuigahama menjawab itu. Haruno-san lalu terlihat terkejut.

  “Oh, bukan di bulan Februari?”

  “Ya. Wali kelas kami mengatakan mereka sengaja mengubah jadwalnya untuk tahun ini,” jawab Hayama. Wajah Yukinoshita terlihat lebih gelap. Oh iya, kau sendiri tidak punya stamina yang bagus. Dia mungkin tidak suka hal-hal semacam ini.

  Sekarang suasana disini terlihat lebih hidup. Semuanya terlihat bagus dan baik-baik saja, tapi grup yang terdiri dari 5 orang dan sedang mengobrol ini menarik perhatian banyak orang. Tentunya, kita tidak terlihat sangat menarik, tapi kita memang menarik perhatian. Well, merekalah yang menarik...Aku merasa banyak sekali orang menatap ke arah sini di dekat pintu masuk. Mereka ini adalah orang-orang yang cantik dan tampan. Kecantikan yang bisa membuat orang memalingkan pandangannya ketika sedang berjalan di jalan. Karena itulah aku merasa diriku ini seperti menjadi manusia yang tidak terlihat. Aku adalah bayangan...Tapi semakin terang cahayanya, semakin pekat bayangannya. Aku tidak punya hal lain yang bisa kulakukan, jadi aku akan jadi latar belakang mereka saja. Seperti Tetsuko Kuroyanagi. Karena aku tidak ikut dalam obrolan mereka dan hanya meminum kopiku, kopiku menjadi lebih cepat habis. Ah ini momen yang tepat! Aku punya alasan untuk pergi.

  “Maaf, aku permisi sebentar,” akupun mengatakan itu dan pergi.

  Sebenarnya tidak ada hal lain yang akan kulakukan. Secara umum, ketika kau mengatakan “aku permisi sebentar” di sebuah kafe atau restoran, semuanya pasti paham apa maksudnya. Jadi tidak akan ada seorangpun yang akan menghentikanmu. Mungkin itu alasannya orang-orang minum minuman yang merangsang pencernaan seperti teh, kopi, atau alkohol ketika mereka berkumpul. Minuman-minuman itu juga membantu mencairkan suasananya, atau lebih tepatnya, mereset suasananya. Misalnya kau menghadiri sebuah undangan dan satu meja dengan orang yang tidak menyenangkan, maka kau bisa beralasan pergi ke toilet, dan kembali lagi ke acaranya dengan mengambil meja yang berbeda. Mungkin kita harusnya menjual teh, kopi dan sejenis itu dengan menempeli slogan “Minuman untuk percakapan yang tradisional”, penjualannya akan meningkat. Atau tidak. Memikirkan ini semua dalam perjalanan ke pintu keluar, akupun mendengar percakapan yang berbahaya.

  “Oh, aku keluar sebentar, ada perlu,” sebuah nada suara yang ceria dan licik terdengar. Saking cerianya, seperti memberitahukan kalau itu memang basa-basi. Aku mendengar suara langkah kaki yang mengejarku dari belakang. Dia menepuk bahuku dan akupun menoleh. Ternyata dia.

  “Mau tidak menemani kakakmu ini jalan-jalan? Sebentaaaar saja.” Haruno-san mengatakan itu dengan senyum.

  “Tapi aku, well...” akupun berusaha menolaknya dengan senyum yang kaku dan mulai berjalan ke pintu keluar, tapi tangannya masih memegangi bahuku. Hmm, aku masih bisa kabur! Tapi tiba-tiba tangannya turun ke bawah dan menggandeng lenganku.

  “Jangan dingin begitu. Ayo kita kencan, Hachiman,” dia membisikiku hal itu, tiba-tiba dia menempel kepadaku. Sial, mengucapkan kata-kata ultimatenya. Aku tidak bisa menolaknya dan hanya bisa berjalan mengikuti arahannya. Kamipun berjalan meninggalkan kafe tersebut.

  






x Chapter I | END x





Tidak ada komentar:

Posting Komentar