Senin, 08 Februari 2016

[ TRANSLATE ] Oregairu Volume A Chapter 1 : Dengan begitu, liburan musim dingin dari Hikigaya Hachiman telah dimulai


x x x









  Natal sudah berlalu dan liburan musim dingin yang pendek ini akhirnya dimulai. Tidak lupa, tahun ini juga akan berakhir dalam periode liburan musim dingin. Meski fakta kalau liburan ini bisa membuat suasana hati menjadi bagus, tapi efeknya tidak begitu terasa karena berbagai masalah yang yang harus kuhadapi. Suasana hatiku itu seperti tidak mau mengikuti musim liburan ini; ada juga campur aduk antara perasaanku dan emosiku yang membuat situasiku seperti ini. Aku secara perlahan seperti terseret arus waktu, mengikuti arusnya akan kemana, dan akhirnya kembali lagi ke hal yang harus kuhadapi dari awal.

  Meski aku sudah bangun tidur sejak lama, aku masih terbaring di kasurku dan menatap ke arah tembok. Disana, ada beberapa kalender tentang tahun-tahun sebelumnya, berisikan bulan-bulan yang sudah kulewati dan kulupakan, dan akupun berpikir apakah aku harus menghancurkan itu semua nanti. Sebuah tanda tercoret di kalender, tepat di bawah huruf "Desember" membuatku merasa terganggu setiap kali aku menatapnya. Berbagai hal tidak berguna muncul dan hilang di pikiranku yang sedang mengantuk ini. Seperti "Aku ingin beli hyper-yoyo yang sedang populer dan bisa melakukan gerakan loop-the-loop". Perasaan aneh menghantuiku, seperti: aku hanya melamun tanpa henti di ruangan ini, meremas-remas tanganku sendiri.

  Untungnya, saat ini sedang liburan. Kalau ini hari normal, mustahil rasanya memikirkan semua hal-hal berbau "Zen" seperti mencari-cari pertanyaan dimana kau sendiri tidak tahu apa jawabannya. Pikiranku tampaknya ingin memintaku untuk mengkonfirmasi kalau ini adalah akhir pekan. Akupun segera bangun dari kasurku. Ini hampir mendekati jam makan siang, sehingga aku putuskan untuk mengusir rasa kantukku ini dengan segera. Aku geleng-gelengkan kepalaku untuk menyadarkan diriku dan segera berdiri.

  Sebelum kedua mataku melihat ke sekelilingku, aku ingat kalau kemarin aku mulai membersihkan kamarku tapi setelah itu aku menyerah dan berhenti. Tumpukan dari kaleng-kaleng Max Coffee yang kosong dan buku-buku yang sedang kubaca seperti sedang mencapai surga. Banyak sekali benda yang berserakan di meja belajarku ketika mendekati akhir dari 9 bulanku di kelas 2 yang akan segera roboh dalam waktu dekat.

  Aku berjanji kepada diriku sendiri kalau aku akan membersihkan kamarku hari ini. Aku mulai dengan merapikan buku-buku, lembaran kertas, beberapa catatan dan memo yang berserakan di meja. Mendapati secarik kertas yang tampak sudah lama tertulis dengan info-info diriku, aku tiba-tiba merasakan sakit kepala. "Kisah Sang Raja Kegelapan" itu akhirnya kurobek-robek, bersama dengan beberapa kertas yang mengingatkanku tentang Necronomicon. Akhirnya sejarah kegelapanku sudah menemui ajalnya, tersegel di dalam kantong sampah. Selanjutnya, kalender-kalender yang tidak terpakai. Kurasa kalender tahun ini sekalian kubuang ke kantong sampah saja karena tahun ini akan berakhir dalam beberapa hari, benar tidak?

  Ini terasa sulit karena aku sendiri jarang membersihkan mejaku tiap tahunnya. Biasanya, ketika aku membutuhkan area kosong di mejaku, aku tinggal menggeser tumpukan benda-benda itu hingga luasnya mencukupi. Pernah kubaca, kalau golongan darahku ini punya sifat rapi; kurasa aku tidak setuju. Orang-orang dengan golongan darah sepertiku, tidak peduli dengan situasi ruangan mereka. Malah, mereka lebih terganggu dengan keadaan ruangan orang lain. Mereka biasanya masuk ke ruangan orang lain dan mengatakan "Bolehkan aku membersihkan ruangan ini?". Mereka dengan golongan darah B sangat mengganggu!

  Ambil contoh diriku ini. Aku, punya golongan darah B, dulu aku biasa datang ke ruangan Komachi dan mengatakan "Saatnya menghukum anak nakal yang tidak merapikan kamarnya!", dimana sesuatu yang sangat kubenci. Itu adalah waktu dimana diriku dan adikku sering mengunjungi kamar satu sama lain dan mencuri manganya. Aku kadang berpikir mengapa dia punya pikiran kalau manga milik kakaknya adalah miliknya juga? Misalnya dia harusnya mengoleksi manga Inuyasha, tapi entah mengapa malah aku yang akhirnya mengoleksi itu. Semacam itulah keluarga kami ini. Ngomong-ngomong, dia suka membeli majalah manga gadis seperti Ciao atau Shoujo Comic. Majalah-majalah semacam ini tampaknya bertanggung jawab untuk membentuk pandanganku yang kadang terkesan girly. Aku sering menonton anime yang ditujukan ke gadis-gadis kecil seperti berpura-pura menemani adik perempuanku yang menontonnya, tapi entah mengapa akhirnya hanya aku sendiri yang menontonnya. Tampaknya ini selalu terjadi jika kau punya adik perempuan. Mungkin...Itulah mengapa kadang ada mawar tumbuh dari dadaku dan aku menjadi jijik dengan diriku sendiri. Yeah, aku adalah orang yang "moody", semacam itulah.

  Tapi, ketika Komachi menginjak SMP, dia berhenti mengunjungi kamarku lagi. Karena tidak ada pengunjung lagi sejak saat itu, kamarku mulai diisi sampah sejak saat itu. Itulah mengapa aku butuh beberapa waktu untuk membersihkan itu.

  Tapi tidak untuk saat ini. Pastinya tidak saat ini. Hal-hal yang bisa diselesaikan saat ini pasti bisa diselesaikan di masa depan. Aku percaya dengan masa depan! Aku percaya dengan diriku yang di masa depan! Oleh karena itu aku tidak pernah menunda-nunda sesuatu yang bisa kupercayakan ke masa depan!

  Ngomong-ngomong, "acara bersih-bersih" kamarku ini akan memakan banyak waktu. Aku sudah memunguti semua kertas-kertas dan kaleng-kaleng Max Coffee, aku menumpuknya dengan rapi di atas meja; sisanya akan kuselesaikan di masa depan. Aku membungkus itu dengan kantong sampah dan menaruhnya dekat pintu masuk rumah, jadi Ayahku akan mengangkut itu ketika dia akan berangkat kerja nanti. Ayahku itu memang sangat profesional dalam membuang benda-benda. Seperti, mudahnya membuang harga dirinya; dia memang spesies yang spesial. Kecuali ketika suatu malam aku mendengarnya berbicara sambil mengangguk di telepon, "Baik Pak, baik Pak, saya akan melakukan sesuatu tentang masalah itu". Aku kadang menjadi sedih. Setelah itu aku memutuskan untuk membuang sampah sendiri jika aku mampu bangun pagi besok. Ayah yang sangat kasihan.

  Aku keluarkan sampah itu, merapikan beberapa tumpukan buku dan benda-benda lain di pojokan...Huh, apa kamarku memang seluas ini?

  Well, baiklah, "bersih-bersih bagian I" sudah selesai. Mengenai kapan "bersih-bersih bagian II", aku tidak tahu. Aku bahkan tidak ada niatan untuk merencanakan itu. Ini seperti : kau merencanakan sesuatu untuk musim semi, ketika kau memikirkan itu tiba-tiba sudah menginjak musim gugur. Apa yang terjadi? Aku ini dimana? Apa ini semacam game?

  Oleh karena itu, mengambil quote dari Ikeno Tabari "Kalian kububarkan untuk saat ini!" Akupun keluar ruangan dan menutup pintu kamarku. 

  Ruang keluarga terasa sunyi. Tidak ada seorangpun kecuali kucing tercinta kami, Kamakura, tidur di dekat kotatsu. Oh benar juga, kedua orangtuaku masih pergi bekerja dan Komachi pergi menghadiri kelas di bimbingan belajar. Jadi hanya ada aku dan Kaa-kun di rumah. Entah kenapa hal itu ada di pikiranku, apa karena kotatsu yang hangat ini atau aku sendiri masih mengantuk?

  Aku lalu berjalan ke dapur dan membuka kulkas, aku menemukan tamagoyaki, karaageyaki, dan salad. Juga ada beberapa mangkuk sup miso yang disiapkan Ibuku pagi tadi. Terima kasih! Akupun menyalakan kompor, menghangatkan makanan-makanan itu. Akupun berterimakasih atas makanannya meskipun tidak ada seorangpun yang mendengarkanku. Setelah itu aku kembali ke ruang keluarga, menyalakan TV untuk menonton anime yang sudah direkam. Sementara itu, Kamakura mendekatiku dan mengambil posisi duduk yang nyaman di lututku. Kadang aku bermain dengannya; dia merasa nyaman dan tertidur. Aku ini seperti dihangatkan oleh duet kotatsu dan kucing, sambil menikmati sensasi kenyang setelah makan siang. Diliputi rasa senang sambil menonton anime, aku secara perlahan...merasa...mengantuk.

  Begitulah kisah seorang pria dan kucingnya yang menikmati kehangatan dan kenyamanan di ruang keluarga. Kotatsu yang menyala, siaran TV yang menyiarkan berita tahun baru, meskipun tidak ada yang menontonnya. Akupun melihat sejenak: rutinitas berita tiap menjelang ganti tahun. Hiasan-hiasan tahun baru, o-sera, diskon penjualan kepiting dan salmon. Memang, ini benar-benar nuansa tahun baru ala Jepang. Akupun menguap; Kamakura ikut menguap juga. Menguap adalah hal yang menular. Hey, kau ini sudah tidur dari tadi tapi masih saja mengantuk? Oh well, aku ternyata juga sama. Akupun memutuskan untuk membelainya lagi.

  Sesuatu terdengar. Kamakura melihat ke arah pintu. Aku melihat Ibuku sedang memasuki ruangan ini sambil menggosok-gosok matanya yang mengantuk.

  "Oh, jadi Ibu ada di rumah?"

  Dia lalu membetulkan kacamatanya dan melihat ke arahku.

  "Ibu kerja sampai larut malam kemarin, jadi Ibu libur setengah hari."

  "Ah."

  Yeah. Kuakui bekerja sebagai budak perusahaan memang berat. Di lain pihak, jika sebuah perusahaan memperbolehkan pegawainya untuk libur setengah hari, itu adalah hal yang bagus. Lagipula, aku punya waktu untuk bermalas-malasan di kotatsu hari ini karena kedua orangtuaku bekerja keras. Terimakasih, Ibu dan Ayah, kalian benar-benar luar biasa.

  Sambil bersiap-siap untuk berangkat kerja, dia seperti teringat akan sesuatu dan menatap ke arahku.

  "Maaf ya, Ibu pulangnya telat malam nanti, kau makan malam sendiri ya."

  "Oui."

  Aku membalasnya dengan bahasa Perancis dengan alasan tertentu. Umm, Ibu...itu kata-kata yang sederhana, itu seperti tidak mempedulikanku, jadi tolong jangan lakukan ini. Kalau tidak, Komachi akan menirumu juga!

  "Kalau begitu, aku minta uangnya saja."

  Ibuku terlihat ragu-ragu untuk sejenak, lalu dia mendesah sedih dan memberiku seribu Yen.

  "Bagaimana dengan Komachi?"

  "Dia sudah menyiapkan makannya sendiri. Ngomong-ngomong, Ibu juga sudah menyiapkan makan untukmu."

  "Ahh. Kalau yang itu kurasa aku baru saja memakannya. Terima kasih, itu enak sekali."

  "Seperti yang Ibu duga. Anak laki-laki memang begitu semua..."

  Ibuku menggumamkan sesuatu dan siap-siap pergi. Heh, Ibuku ini persis seperti nenek yang memberi makan cucunya. Meski, ini sebuah fakta bagi semua nenek. Tahu tidak, cucu mungkin masih muda, tapi perut mereka punya kapasitas yang terbatas. Meski aku sendiri bisa merasakan cinta kalian. Panjang umurlah, nenek!

  Aku lalu memasukkan uang itu ke kantong, dan rebahan di kotatsu. Akupun merasakan tatapan tajam seseorang.

  "Hei kakak yang tertua, jangan tunjukkan sikap seperti itu ke Komachi! Komachi bisa gagal dalam ujiannya jika melihatmu seperti itu!"

  "Umm, Y-yeah, kujamin itu."

  Aku merasa kesulitan untuk membantah jika dipanggil "kakak". Dulu ketika aku seumuran Komachi, orangtuaku jika memarahiku, mereka tidak memanggilku "Hachiman" bahkan tidak dengan "kamu", tapi mereka memanggilku "Kakak Tertua". Itu membuatku menjadi terdiam dan menurut begitu saja dengan kata-kata yang akan mereka keluarkan. Meskipun aku sering mengatakan "Bu, aku ini bukan kakak tertuamu", tapi saat ini aku sudah terlalu besar untuk mengatakan hal itu lagi.

  Jadi aku putuskan untuk setuju saja dengannya. Ibuku mengangguk dan tersenyum.

  "Kau bisa bebas mengganggunya lagi setelah ujian nanti."

  "Aku tidak menganggunya, tahu tidak."

  Dia menganggapku apa, siscon? Ataukah orangtuaku mengakui perasaanku? Ibuku lalu terlihat sedih.

  "Benar. Kau ini mirip ayahmu kalau soal itu."

  "Oh."

  Tolong jangan bandingkan diriku dengan ayahku. Aku tidak ingin dibandingkan dengannya.

  Setelah mengobrol dengannya; saatnya bagi Ibuku untuk pergi. Akupun mengatakan selamat tinggal kepadanya, dan memutuskan untuk pergi keluar juga setelah ini. Dengan begitu, akupun merangkak keluar secara perlahan dari kotatsu. Ini bukannya aku suka mendengarkan nasihat dari Ibuku untuk bermain keluar    aku hanya ingin latihan keluar sebentar. Nama panggilan Hikki membuatku merasa seperti Hikikomori. Bahkan terasa seperti Pangeran Cure Hikki. Begitulah yang orang pikirkan tentangku, tapi aku memang sering pergi keluar. Memang sangat nyaman di rumah, tapi jalan-jalan sendirian bukanlah hal yang buruk. Lagipula, kau bisa pergi kemanapun yang kau suka!
[note: Hikikomori adalah orang yang suka menghabiskan hidupnya dalam ruangan dan terisolasi.]

  Meski liburan musim dingin bukanlah liburan yang lama, tapi tidak mengubah fakta kalau itu tetaplah liburan. Bisa kauhabiskan dengan membaca sesuatu atau main game sampai malam. Jadi kuputuskan untuk jalan-jalan ke pusat kota, beli makanan dan pulang ke rumah. Bisa juga dengan menonton bioskop. Aku mempercayakan menjaga rumah ke Kamakura dan keluar dengan suasana hati yang bagus.

  Kalau kau ingin nonton bioskop di Chiba, tujuan utamamu pastilah Stasiun Chiba. Tempo hari, aku pernah ke bioskop bersama Hayama, Orimoto, dan satu lagi temannya. Aku ingat kalau dulu ada bioskop lagi di dekat-dekat sana, tapi sekarang sudah menjadi bioskop khusus film indie. Aku tidak keberatan pergi ke Stasiun Chiba, tapi aku juga bisa nonton bioskop di daerah Kaihin Makuhari yang sangat dekat dengan rumahku. Juga ada bioskop di Parco Tsudanuma, sayangnya tutup untuk saat ini. Dulu, di distrik Marinpia dekat Stasiun Inage punya bioskop juga. Ini membuatku merasa sedih. Ngomong-ngomong, tujuan utamaku kali ini ke Kaihin Makuhari. Akan lebih cepat jika aku naik sepeda, tapi mengayuh sepeda dalam suasana dingin bukanlah hal yang menyenangkan, jadi aku berjalan ke halte bus. Suasana di dalam bus cukup hangat, sehingga tidak membuatku beku.

  Akupun keluar dari bus. Tiupan angin laut langsung menembus mantelku, jadi aku mengikat syalku dengan erat, berjalan dan membaur dengan keramaian.

  Orang-orang di sekelilingku tampak menikmati liburan ini, atau bisa jadi ada sebuah event sedang berlangsung di sebuah tempat dekat sini, tapi keramaian ini memang bisa dikatakan sangat padat. Setelah berjuang lolos dari keramaian, aku akhirnya sampai di depan bioskop Stasiun Kaihin. Itu adalah bioskop yang sama ketika aku pergi bersama Totsuka musim panas lalu. Tempat ini mungkin menjadi tempat suci saat ini, aku harus membangun sebuah kuil pemujaan disini suatu saat nanti.

  Ketika berjalan masuk, aku bisa mendengar musik dari game center, suara dari mesin permainan dan anak-anak. Akupun meneruskan langkahku menaiki tangga ke lantai dua, memilih film yang akan tayang sebentar lagi dan membeli tiketnya. Tampaknya, ada satu film Hollywood yang populer akan segera tayang. Pikiranku langsung terbayang kalau aku segera mengambil tongkat sihirku dan berteriak "Pyu-Kyu! Go!". Kalau dipikir-pikir, aku akan menakut-nakuti orangtua para gadis kecil disini. Kurasa ada baiknya aku menunggu edisi blue ray film ini saja. Menonton film ini sendirian di bioskop, meski hanya untuk membuang waktu, bisa dikatakan mahal. Tapi, kalau dipikir-pikir lagi, pergi ke bioskop dengan seseorang itu berarti mengikuti selera orang lain.

  Akupun mondar-mandir memegangi tiket itu. Aku berencana ke bawah, ke game center untuk menunggu waktu pemutaran hingga akhirnya aku bertemu wajah yang familiar.

  "Oh, Hikki! Yahallo!"

  "Hei."

  Sepatu boots selutut dan rok katun. Pahanya terlihat tidak ditutupi apapun. Tampaknya ruangan ini terlalu panas untuknya, jadi mantel beigenya dia pegangi saja dari tadi. Rambutnya diikat seperti model sanggul dan berkibar menemani gerakannya. Yep, tampaknya ini memang Yuigahama yang sedang memanggilku. Dia berlari kecil ke arahku, menganggukkan kepalanya dan bertanya.

  "Apa yang kau lakukan disini?"

  "Hanya menghabiskan waktu."

  Aku sebenarnya ingin bertanya hal yang serupa kepadanya, tapi jawaban pertanyaanku itu terjawab dari penampakan seorang gadis yang sedang tersesat di belakangnya. Ah, tampaknya aku paham.

  "Yuigahama-san, fotonya tidak begitu bagus. Efek tambahannya membuat mata kita terlihat terlalu besar. Aku ingin kita mengambil ulang gambar ini."

  Dia mengatakan sesuatu ke Yuigahama sambil menunjukkan beberapa gambar.

  "Yukinon, Yukinon! Coba lihat itu, itu Hikki! Hikki!"

  "Apa-apaan cara menyebutku, apa aku ini binatang di kebun binatang?"

  "Oh, Hikigaya-kun. Selamat sore."

  Yukinoshita Yukino memakai celana ketat 20 den [ya, serius ini, 20 den. Hikki, oh kamu ini...], sepatu boots hitam  dan dress sebahu. Rambutnya dibiarkan terurai disamping mantel putihnya, ujung rambutnya terikat dengan scrunchie berwarna pink.
[note: Scrunchie pink tersebut merupakan hadiah Natal dari Hachiman. Celana ketat 20 den adalah celana ketat yang tipis.]

  Yukinoshita terlihat memerah, lalu menyembunyikan foto-foto itu di belakang pinggangnya. Mereka jelas baru saja mencetak foto di stan foto. Meski sekarang sudah banyak kamera HP yang bisa mengambil foto seperti itu, stan foto seperti itu masih populer.

  "Jadi kau dari game center?" tanyaku.

  "Yeah. Kami berdua mengambil foto di stan foto game center."

  Yukinoshita lalu memegangi tangannya dan membisikinya untuk berhenti menjelaskannya lebih lanjut dengan nada yang dingin.

  "Wajahmu di foto itu terlihat serius sekali."

  Kau berusaha menyembunyikan hal itu dengan serius, jadi mau bagaimana lagi, aku akhirnya menjadi tertarik dengan itu. Yukinoshita punya kulit yang bagus dan mata yang lebar, tapi setelah ditambah beberapa efek itu akan menjadi sesuatu yang berbeda...Kupikir Yuigahama akan setuju denganku. Dia sudah terbiasa mengambil foto dan tidak akan terganggu dengan hal-hal semacam itu.

  "Eh benarkah itu? Kita mengambil foto tadi ternyata sia-sia? Ayo kita lakukan lagi kalau begitu!"

  "Lain kali saja." Yukinoshita menjawabnya.

  Ini adalah percakapan yang menarik. Tampaknya mereka menjadi lebih dekat setelah Natal. Acara Natal kita tempo hari bukanlah sesuatu yang terjadi lama sekali, tapi bagi mereka tampaknya membuat sebuah perbedaan, kupikir begitu. Banyak hal yang terjadi...Seperti kata orang, akan ada pelangi setelah hujan. Meskipun yang mereka lakukan hanya menghabiskan waktu, itu bisa membuat ikatan mereka menjadi kuat. Kalau begini terus, lama-kelamaan aku akan mendoakan kalian berdua akan berumur panjang hingga maut memisahkan.

  Setelah kami mendiskusikan foto itu, Yukinoshita menyembunyikan foto itu di dalam tasnya dan melihat ke arah kertas di tanganku.

  "Hikigaya-kun, apa kau berencana untuk menonton film?"

  "Yeah."

  Aku menunjukkan tiketku ke Yukinoshita agar bisa melihatnya. Dia membaca judulnya, mengangguk dan terlihat terkejut.

  "Aneh juga. Kupikir kau tidak punya selera seperti itu. Aku berpikir kalau kau tipe orang yang hanya suka mengkritisi film saja. Orang-orang yang dibenci pekerja perfilman karena selalu mengkritik apapun karya film mereka."

  "Kau pikir aku ini apa? Hentikan itu, karena aku sangat sulit untuk membantah kata-katamu tadi. Lagipula, aku kesini hanya untuk menghabiskan waktu."

  Sebenarnya, bioskop itu sangat bagus jika kau ingin menonton film dengan biaya produksi yang besar. Meski ceritanya jelek dan adegannya tidak bagus, kau bisa meyakinkan dirimu kalau yang kau tonton adalah film dengan biaya besar dan kau merasa waktu yang kau habiskan tidaklah sia-sia. Kalau kau memilih film medioker dengan akting yang buruk, kau masih akan merasa kecewa sampai di rumah.

  "Dan ngomong-ngomong..."

  Aku berhenti sejenak, tapi Yukinoshita tampak ingin mendengarku melanjutkan kata-kataku tadi, jadi aku melanjutkan lagi dengan bangga.

  "Aku sudah menonton bajakan film ini terlebih dahulu, jadi diriku sudah punya persiapan mental yang bagus."

  "Persiapan mental, huh..."

  Yukinoshita memegangi keningnya seperti sedang sakit kepala.

  Yuigahama lalu menyadari judul di tiket bioskop yang kupegang ini.

  "Hei, bagaimana jika kita pergi nonton film ini!" Dia mengatakan itu sambil menarik-narik tangan Yukinoshita. Yukinoshita tampak terkejut. Lalu dia tersenyum dan becanda.

  "Aku tidak keberatan, tapi bagaimana dengan rencana belanja kita?"

  "Eh? Oh..."

  Yuigahama menaikkan alisnya dan melihat ke arah kami berdua. Yukinoshita lalu tersenyum:

  "Kita bisa melakukannya nanti. Atau sesudah menonton film, kalau kamu mau."

  "Sungguh?"

  Tampaknya Yuigahama yang merencanakan jalan-jalan mereka berdua. Meskipun jawabannya tadi terlihat menyedihkan dan dia terlihat seperti anak anjing yang sedang dipermainkan. Sebaliknya, jawaban Yukinoshita terdengar hangat dan lembut.

  "Benar."

  Yuigahama-pun tersenyum dan melepaskan tangan Yukinoshita. Lalu, mereka berdua berjalan ke depan bioskop.

  "Kalau begitu ayo pergi! Kita bertiga menonton film bersama-sama, untuk pertamakali!" Dia mengatakan itu, sambil melihat ke arah kami berdua. Dia benar. Waktu yang kita bertiga habiskan di klub sebenarnya terhitung juga, tapi yang kita lakukan hanyalah sebatas pekerjaan. Tanpa adanya request, kita tidak pernah berjalan-jalan di kota dan tidak pernah ke bioskop.

  "Benar."

  Meski kita punya peluang untuk melakukan itu, orang yang mengambil peluang tersebut adalah Yuigahama. Yukinoshita, yang berjalan di depanku, berkata.

  "Kecuali kursinya sudah ditentukan disini, jadi kita akan duduk agak jauh dari yang lain."

  "Benarkah? O-oh ya sudah..."

  Aku menunggu sebentar mereka yang sedang membeli tiket; mereka kembali tepat ketika pemutaran akan dimulai. Kami langsung masuk ke pintu masuk, memberikan tiket kami. Ruangan bioskop terlihat sunyi. Aku suka situasi yang seperti ini. Ketika aku mencari nomor kursiku, aku merasa jantungku berdetak kencang. Aku sudah menyiapkan antisipasi tentang kesan film ini: Entah ini sebuah mahakarya ataupun kegagalan. Film adalah hal yang luar biasa! Meskipun terhadap film yang belum pernah kulihat sebelumnya.

  "Sampai jumpa nanti!" Yuigahama mengatakan itu dan berjalan ke kursinya. Di tangan Yukinoshita, aku melihat mangkuk popcorn dan botol cola yang dia beli di pintu masuk.

  Huh, kau serius sekali ketika hendak menonton film bioskop, Yukinoshita-san.

  Akupun duduk di kursiku, kursi tengah di deretan paling belakang. Meski begitu, aku masih saja menoleh kesana-kemari ke arah kursi-kursi yang kosong itu. Aku selalu mencari sesuatu yang aneh. Meskipun aku tahu apa yang hilang, tapi aku masih mencari konfirmasi itu. Mengapa begitu? Itu tidak serta merta mengisi kursi kosong tersebut.

  Sambil bermain "carilah apa yang hilang", aku melihat ada dua orang duduk di depanku. Dua orang itu, duduk di dua deret depanku. Cahaya lampu di ruangan ini memberitahuku siapa mereka berdua. Aku melihat mereka membicarakan sesuatu dan tertawa.

  Lalu ruangan menjadi gelap. Film dimulai. Tapi aku tidak tertarik sama sekali. Aku melihat ke arah mereka berdua. Ada film yang sedang diputar di depanku dan aku tetap tidak bisa konsentrasi. Cahaya yang dipancarkan oleh film tersebut menerangi mereka berdua yang berada di depanku. Aku hanya terus melihat ke arah rambut bersanggul yang melambai-lambai itu dan rambut hitam panjang yang sedang berdansa itu. Tampaknya pembicaraan mereka terlihat lebih menarik daripada apa yang terjadi di layar depan mereka. Aku merasakan hal yang aneh, seperti kata-kata adegan di film dan musiknya sinkron dengan gerakan bibir mereka, meskipun aku tidak mendengar satupun percakapan mereka, hanya bisa melihatnya saja. Semakin lama aku melihat ke arah mereka, semakin aku menyadari kalau ada sesuatu yang aneh sedang menarik perhatianku.

  Pada akhirnya, aku hanya melihat kedua gadis itu dan tidak mengingat satupun adegan dalam film ini.






x Chapter I | END x







  



  

4 komentar: