Sabtu, 20 Februari 2016

[ TRANSLATE ] Oregairu Volume O Chapter 3 : Hikigaya Hachiman merenungkan tentang apa yang dia tahu dan apa yang tidak dia ketahui


x x x










  Aku menolehkan kepalaku ke atas, melihat langit musim dingin yang kosong. Suara dari kereta monorel terdengar menggema di kepalaku. Akupun mengikuti gerakan kereta tersebut dengan mataku dan mendesah; angin secara cepat menangkap uap tersebut dan menghancurkannya seketika. Memikirkan apa yang akan terjadi selanjutnya adalah sulit, jadi akupun mengembuskan napasku berulang-ulang. Sejujurnya, aku tidak harus memikirkan ini seharian. Kupikir suatu saat hari seperti ini akan tiba. Aku paham kalau kesempatan itu pasti akan datang. Itu tidak akan terjadi jika aku tidak menjanjikan itu tempo hari, tapi karena janji telah dibuat, maka peluang itu terjadi. Masalahnya sekarang adalah kata-kata apa yang harus kukatakan. Aku hanya punya sedikit pengalaman dalam hal berkomunikasi, dan momen semacam ini adalah momen yang sulit bagiku. Bagaimana sih cara orang untuk mengajak orang lain keluar?

  Oke, kita cukupkan soal itu. Mari kita berpikir tentang hari ini. Kemarin, ketika aku pulang ke rumah dari mengunjungi kuil, aku dapat SMS dari Yuigahama tentang rencana belanja kami. Lokasi pertemuannya adalah di depan pintu masuk stasiun Chiba. Mudah sekali untuk ditemukan. Dia bisa langsung melihatku ketika keluar dari stasiun. Atau mungkin saja tidak. Aku seperti terus memikirkan itu, uap panas dari desahan napasku langsung menghilang begitu saja di langit sore. Dan akhirnya aku melihat Yuigahama keluar dari pintu stasiun Chiba. Dia melihatku sambil melambai-lambaikan tangannya.

  “Yahallo!”

  “Hei.”

  “Maaf telat,” Yuigahama mengatakan itu dan berlari kecil ke arahku. Sepatunya menimbulkan suara langkah disertai mantel beigenya yang berkibar-kibar. Dia memakai dress selutut dengan tampilan semacam rok dibaliknya.

  “Jadi kita akan kemana?”

  “Kusarankan kita lihat-lihat dulu sekitar dan memilih sesuatu.” Yuigahama menunjuk ke arah kompleks perbelanjaan di dekat stasiun dan mulai berjalan.

  “Oke, kuserahkan kepadamu.”

  Aku tidak tahu apapun tentang memilih hadiah untuk gadis; aku lebih suka menyerahkan itu ke orang lain yang lebih ahli soal ini. Seperti kata orang...Serahkan memasak mochi kepada chef mochi, seekor ular akan selalu mengikuti cara hidup ular, menurut kepada caesar...Tunggu, yang terakhir itu tidak cocok. Ngomong-ngomong, kupercayakan ini kepada selera Yuigahama. Jadi kuputuskan untuk mengikutinya.

  Chiba adalah surga bagi penggemar belanja. Jaringan perbelanjaan PARCO bahkan  menyasar pasar anak muda. Menjadikan tempat yang tepat bagi anak muda yang trendi. Terlebih lagi, banyak sekali siswa SMA yang terbagi menjadi beberapa grup tergantung dari toko mana yang mereka sukai. Mereka bahkan bisa berdebat tentang toko-toko tersebut. Tolong jangan! Mari kita semua menjadi teman! Kita semua adalah warga Chiba! Kecuali daerah Tsudanuma, itu sudah masuk Narashino.

  “Oh lihat, C-ONE! Ayo kita mulai dari sana, oke?”

  Yuigahama mengusulkan itu. Ah, C-ONE, aku tahu itu. Itu lokasi dimana ada restoran ramen Ichiran. Mereka menyediakan tirai terpisah jika duduk di depan, yang membuatmu berkonsentrasi dengan makananmu ketika memakannya. Aku menggunakan fasilitas itu setiap ada kesempatan. Kalau memisahkan pelanggan membuat mereka bisa menikmati makanannya, maka memisahkan manusia harusnya membuat mereka bisa menikmati hidup mereka. Aku sangat ingin mematenkannya!

  C dalam C-ONE mungkin kepanjangan dari Chiba. Atau bisa juga pahlawan lokal Chiba, Captain C. Tolong jangan menganggap itu Chibatman, berhati-hatilah.

  Kami lalu masuk ke dalam. Tempat tersebut memiliki banyak sekali toko dengan papan nama menggunakan dekorasi tahun baru. Formasi toko-toko tersebut berjejer lurus hingga ujung, jadi yang terlihat di depanku seperti deretan toko yang tanpa ujung. Tempat ini terlihat lebih ramai dari biasanya, mungkin karena adanya Sale Natal. Juga lebih berisik dari biasanya: para gadis berbelanja, para karyawan toko memberitahu sesuatu, membantu memilihkan baju dan mendiskusikan tren yang terkini. Aku sendiri, sebagai seorang pria, tidak bisa masuk kesana, jadi aku berdiri saja dengan jarak tiga langkah seperti seekor ikan baru keluar dari air.

  “Hikki, lihat, ini cantik sekali!”

  “Tidak buruk,” akupun setuju. “Pilih saja sesukamu, aku tidak peduli,” itulah yang ada di pikiranku.

  “Kau bisa memakai ini ketika musim semi juga...” Yuigahama mengambil satu buah baju, menaruhnya lagi dan mengambil yang lain, seperti kebingungan. Ini bukan urusanku, tentunya, tapi kami kesini mencari hadiah untuk Yukinoshita, bukan wisata belanja, benar tidak? Yuigahama sedang membalik-balikkan badannya di depan kaca sambil menempelkan baju-baju tersebut.

   Aku sangat malu, karena aku seorang pria, jadi aku melihatnya saja dari kejauhan. Yep, Yuigahama memang seorang gadis dalam hal ini. Kalau masalah ini, dia berlawanan dengan Yukinoshita. Aku ingat, dulu dia dan Komachi membeli hadiah untuk Yuigahama. Aku sangat terkejut dengan bagaimana berbedanya dirinya dibandingkan para siswi kebanyakan. Meski, kalau dipikir-pikir, aku sendiri tidak berbeda. Tapi membandingkan diriku dan Yukinoshita sangatlah tidak sopan. Dia masih berusaha untuk memilih hadiah bagi Yuigahama. Apa dia tidak suka membelikan sesuatu untuk orang lain? Sifat yang serius dan konyol dalam berbelanja...memang sifat dari Yukinoshita. Pertanyaannya disini, apa yang harus kubelikan untuknya?

  “Aku akan lihat-lihat ke sana sebentar,” akupun mengatakan itu ke Yuigahama dan pergi melihat sekitarku.

  Mungkin aku bisa memikirkan sesuatu ketika melihat-lihat barang disini. Sebuah hadiah untuk Yukinoshita...apakah itu? Bagi Yukinoshita-san kami yang Clumsy, atau Clumsynoshita jika disingkat...Arg, mengapa dirimu sangat rumit, Clumsynon yang kami kasihi. Selain hobinya, dia sangat suka hal yang praktis dan pragmatis. Jadi buku dan sejenis itu adalah tidak: dia akan lebih nyaman memilihnya sendiri. Dia juga tinggal sendirian, jadi peralatan memasak juga bukanlah ide yang baik.

  Jadi aku harus memilih apa?...Aku lalu masuk ke toko yang menjual suvenir Disney Land. Pan-san...Dia tahu itu lebih baik daripada aku, jadi ‘tidak’. Selanjutnya adalah toko aksesoris binatang peliharaan. Kucing...Dia tidak punya, dengan suatu alasan atau hal yang lain. Mungkin apartemennya punya aturan “tidak boleh memelihara binatang”. Foto album tentang kucing juga ‘tidak’: Dia mungkin punya banyak sekali benda itu. Apa mungkin sesuatu yang lain dari toko aksesoris? Hmm, hmm. Setelah berkeliling toko itu, akupun kembali ke posisi asalku. Yuigahama masih berdiri disana dengan beberapa pakaian di tangannya dan menoleh kesana-kemari, mencari sesuatu.

  “Ah, Hikki! Jangan menghilang dariku tanpa mengatakan satupun kata!” dia memberikan tanda kepadaku untuk mendekatinya dengan tatapan yang serius.

  “Sebenarnya aku sudah bilang tadi. Lagipula, aku merasa tidak nyaman di toko seperti ini.”

  “Kenapa begitu?” Yuigahama menanyakan itu dengan penuh tanda tanya.

  “Well...Tahulah, agak memalukan bagiku.”

  “Kenapa memalukan?”

  Apaan sih dengan mengapa dan kenapa, seperti lagunya Black Bisquit? Aku tidak tahu. Aku juga tidak bisa menjelaskannya. Well, mungkin dia akan paham nantinya jika sampai di level emotiona...

  “Coba pikir sendiri...Kalau ada dua orang melakukan kegiatan bersama-sama...”

  “Memangnya ada apa dengan...” dan Yuigahama menghentikan kata-katanya. Dia kemudian memiringkan kepalanya, pipinya terlihat memerah.

  “Entah mengapa aku tampaknya mulai paham.”

  “Sudah kubilang kan.”

  Bagus sekali nona Gahama. Skillmu dalam mengenali emosi memang sangat bagus. Kau bahkan paham dari kata-kataku yang kurang jelas. Masalahnya, karena dia sekarang paham, kita ini sungguh memalukan berada di tempat ini bersama-sama.

  “Kurasa kita harusnya mengajak Komachi-chan” dia menggumamkan itu.

  “Itu lebih sulit dari yang kau bayangkan.”

  Dia akan melakukan triknya yang biasa dan meninggalkan kita di tengah-tengah kegiatan belanja. Seperti sebuah petunjuk yang datang tiba-tiba kepadaku. Itulah yang terjadi ketika kami berbelanja bersama Yukinoshita. Ngomong-ngomong, kesimpulannya adalah dia tidak bisa diandalkan dalam situasi seperti ini.

  “Yeah, dia sedang bersiap-siap dengan ujiannya.” kata Yuigahama.

  Tidak, bukan itu, itulah mengapa aku mengatakan “Lebih sulit dari yang kau bayangkan”. Tapi Yuigahama menaikkan wajahnya, mengepakan tangannya dan seperti hendak mengatakan sesuatu.

  “Aku akan lakukan yang terbaik!”

  “Melakukan yang terbaik untuk apa?” tanyaku, tapi Yuigahama tidak mempedulikannya dan mengangguk ke dirinya sendiri. Tidak lama kemudian, dia tampaknya sudah memutuskan sesuatu, mengumpulkan baju-baju yang dia pegang dan menatapku dengan tanda tanya.

  “Kupikir...Hikki, bisakah kau bantu?”

  “Jangan mengharapkan diriku akan berguna.”

  “Yeah...Tunggu apa maksudmu kau tidak berguna? Kau harusnya berguna!”

  “Akan kuusahakan,” kataku dan Yuigahama menuju cermin besar yang berada di toko; aku lalu mengikutinya.

  “Aku sempat berpikir kalau sweater atau cardigan bisa dipakai bersamaan dengan blus, jadi kau bisa memakainya ke sekolah,” Yuigahama mengatakan itu sambil menaruh mantelnya dan melepas baju rajutan yang dia pakai. Ini harusnya adegan yang tidak boleh kulihat, jadi akupun membalikkan badanku. Ngomong-ngomong, ada kamar pas untuk yang dia lakukan ini. Atau kau pikir asal masih memakai baju kau rasa cukup untuk melepas bajumu? Mungkin normal untukmu, tapi tidak untukku. Jadi hentikan itu. Meski toko ini diiringi oleh musik latar, aku masih bisa mendengar suara baju-baju yang dipakainya beserta suara napas dari Yuigahama.

  “Ini...Bagaimana?” Yuigahama memanggilku dan akupun membalikkan badanku. Dia memakai sebuah cardigan yang terlihat hangat.

  “Entahlah. Kelihatannya oke.”

  Tidak bagus dan tidak jelek, tapi tentunya terlihat bagus untukmu. Masalahnya adalah, itu harusnya menjadi hadiah untuk Yukinoshita. Itu akan terlalu lebar baginya...di beberapa tempat. Tapi aku tidak akan mau mengatakan dimana ‘tempatnya’.

  “Apa kau sudah mempertimbangkan ukuran Yukinoshita?”

  Hal terpenting dari memilih baju adalah ukuran, apakah pas dengan badan atau sejenisnya. Itulah yang pernah kudengar dari Komachi. Ngomong-ngomong, baju yang kupakai hari ini sudah lulus uji klinis oleh Komachi. Apapun yang kupilih, Komachi menolaknya dan mengatakan “aku akan pilihkan untukmu!”. Seperti main Osugi. Atau Piko?

  “Ukuran?” Yuigahama mencurigaiku dan dia menekan-nekan perutnya dengan jarinya.

  “Mungkin ini terlalu besar...” dia mengatakan itu dengan putus asa. Dia lalu memindahkan tangannya dari perut ke lengannya, lalu ke wajahnya dengan ekspresi putus asa. Tidak, jangan khawatir, kau tidak sebesar itu? Well, tidak bisa dikatakan kecil sih, tapi tidak juga besar!

  “Kurasa kau tidak apa-apa.” Akupun mengatakan itu meskipun aku tahu kalau ini tidak akan cukup untuk mengembalikan suasana hatinya. Yuigahama melihatku dengan curiga. Aagh, sialan! Memangnya apa yang harus kulakukan dalam momen seperti ini?!

  “Kupikir itu cocok denganmu, jadi kurasa tidak masalah,” aku akhirnya mengatakan itu.

  “Hehe, terima kasih,” Yuigahama mengatakan itu dan mulai melepas cardigannya. Adegan ganti baju ini terlalu memalukan untuk dilihat, jadi aku membalikkan badanku. Lalu aku teringat sesuatu.

  “Tapi Yukinoshita itu mengikuti aturan sekolah soal seragam, jadi dia tidak akan memakai itu ke sekolah,” kataku.

  Meskipun hanya sekedar formalitas, aturan tetaplah aturan. Tentunya ada aturan tentang seragam sekolah, termasuk sweater, cardigans, dan lainnya. Kebanyakan siswa tidak mempedulikan itu, tapi ada beberapa, termasuk Yukinoshita, yang mengikutinya dengan persis.

  “Yeah. Kalau begitu...” Dia lalu melipat cardigan itu dan menuju ke bagian sarung tangan dan benda-benda kecil lainnya.

  “Manisnya! Akan sangat manis kalau bisa bermain dengan benda-benda ini,” Yuigahama mengatakan itu dan mengambil sarung tangan motif kucing dan anjing tersebut. Satunya berbentuk cakar kucing, sedang yang anjing agak berbeda. Sarung tangan itu menggambarkan wajah anjing dimana bagian kaki belakang dan telinga anjing itu tempat dimana jempol dan jari-jarinya masuk. Yuigahama mengambil itu dan menaruhnya di tangannya.

  “Sepertinya agak sulit untuk memegang apapun dengan ini.”

  “Ya begitulah kalau pakai sarung tangan yang seperti itu.”

  Yuigahama menggumamkan kesetujuannya, melihat-lihat tempat lain, lalu tiba-tiba dia melihat ke arahku.

  “Terima ini! Woof!” dia mengatakan itu, tiba-tiba sarung tangan anjing tersebut menggigit tanganku.

  “Ha-hanya becanda,” dia menambahkan itu untuk memperbaiki situasinya, pipinya terlihat memerah. Kalau tahu bakal malu, ya jangan lakukan itu. Akupun melepaskan tanganku darinya dan mulai mengipas-ngipasi wajahku. Ruangan ini ternyata terlalu panas.

  “Siapa peduli soal itu, dia bisa memakai itu di apartemennya.”

  “Mungkin,” Yuigahama mengangguk.

  Yukinoshita biasanya tidak memakai sesuatu yang terlihat manis, setidaknya di tempat umum. Meskipun itu adalah hasil pemberian orang lain, dia mungkin tidak akan memakainya. Meski itu adalah hadiah dari Yuigahama, dia akan menerimanya dengan ekspresi wajah yang dipenuhi kematian sedangkan dalam dirinya seperti melompat kegirangan.

  “Kalau begitu, kita coba yang lainnya...”

  Yuigahama mengembalikan sarung tangan itu ke tempatnya.

  “Hmm, bagaimana kalau yang ini?” Dia menunjukkan kaos kaki bermotif kucing dari rak terdekat.

  “Kalau yang itu mungkin tidak akan dipakainya.”

  “Ya dipakai di apartemennya! Tentu saja kau tidak akan memakai kaos kaki semacam itu keluar,” kata Yuigahama.

  Well, kalau mengikuti logikamu, berarti sarung tangan yang tadi juga harusnya tidak dipakai di luar ruangan juga. Akupun melihat kaos kaki itu memiliki karet berwarna pink dengan motif kaki kucing di dasarnya.

  “Dia kan bisa memakai ini di dalam apartemennya, dan tidak terganggu dengan opini orang luar, benar tidak? Bagaimana menurutmu?”

  “Kupikir dia akan senang.”

  Kurasa Yukinoshita akan senang dengan apapun pemberian Yuigahama. Ini bukan masalah hadiahnya apa, tapi siapa yang memberikannya. Kadang, orang yang mengatakan kata-kata itu jauh lebih penting daripada isi dari kata-katanya.

  “Kalau begitu yang ini saja,” kata Yuigahama. Dia lalu mengumpulkan beberapa barang dan membawanya ke kasir. Apaan, dia beli sarung tangan kucing itu juga?...Hmm, kaki kucing, tangan kucing...Apa mereka juga jual ekor kucing disini ya?

 






x  x  x








  Baiklah, sekarang aku juga harus membeli hadiah untuknya juga. Lagipula, ternyata toko tadi tidak menjual ekor kucing. Jadi kita pindah ke Sogo Chiba Sencity. Seperti yang kau baca dari namanya, pertokoan ini memang dikenal karena barang-barang yang sedang trend. Tidak, kalau dipikir-pikir, aku harusnya tidak terlalu sensitif seperti itu. Biasanya aku pergi ke toko pakaian pria, tapi hari ini aku harus membeli hadiah untuk Yukinoshita dan mengikuti kemana Yuigahama, si wanita, pergi. Karena aku tidak tahu sedikitpun soal aksesoris wanita, jadi kuserahkan itu ke Yuigahama. Dia lalu memilih sebuah toko yang menjual pakaian wanita dan beberapa aksesoris.

  “Mau memeriksa semuanya? Sarung tangan, aksesoris, syal, dan yang lain?” Yuigahama menawarkan itu. Akupun masuk ke toko tersebut dan mulai melihat-lihat rak barang yang dijual. Yuigahama menawarkan apapun yang dia lihat kepadaku. Akupun berusaha tidak jauh darinya, jadi karyawan toko tidak akan menelpon polisi karena aku terlihat terlalu mencurigakan. Dulu aku pernah masuk ke toko sendirian dan karyawannya terus menanyaiku “Sedang mencari sesuatu?”, dan aku merasakan seseorang seperti sedang mengawasiku dari kasir sepanjang waktu. Begitulah yang terjadi denganku ketika terakhir kalinya aku masuk ke toko seperti ini. Aku tahu, pria yang datang sendirian adalah pelanggan yang langka, meski begitu, aku ingin para staff di toko ini tidak mengawasiku terus-terusan seperti itu.

  Sambil mengkhawatirkan bagaimana para karyawan toko akan bereaksi kepadaku, aku mengikuti Yuigahama dari tempat ini ke tempat itu. Dia lalu berhenti di suatu toko bernama “OPTICS”. Tempat apa ini? Kenapa mereka tidak tulis saja “KACAMATA” daripada menulis seperti itu? Lagipula yang kau jual cuma itu saja. Lalu mengapa mereka menulisnya seperti itu, agar terlihat pintar? Kenapa meminjam kata-kata asing? Ini seperti beberapa orang menyebut saus daging BOLOGNESE, atau memanggil spaghetti PASTA. Tunggu, kata-kata tadi juga kata-kata yang meminjam kata asing...Apa mereka tidak punya nama Jepang untuk itu? Sambil memikirkan itu, Yuigahama menepuk pundakku. Akupun melihatnya sedang memakai kacamata, ekspresinya terlihat bangga dan puas.

  “Hehe. Jadi, apa aku terlihat pintar?”

  “Kalau kau pikir kacamata bisa membuatmu bertambah pintar, maka ada sesuatu yang salah di kepalamu.”

  “Kamu ini...Dasar tolol!” Yuigahama mengatakan itu dengan kesal dan berbalik memeriksa kacamata yang lain. Akupun mengambil satu kacamata yang terpajang disana. Banyak sekali kacamata disini. Mereka tidak hanya berbeda di desainnya, tapi fungsinya berbeda-beda juga. Ada tulisan di depan kacamata tersebut yang menjelaskannya, misalnya “anti-gores”, “blue-light cut”, dan lain-lain. Tampaknya kacamata di jaman sekarang tidak hanya untuk membantu penglihatan saja, dan harganya tidak murah.

  Yuigahama lalu menawariku kacamata.

  “Kamu coba pakai ini.”

  “Eh?”

  Dia jelas-jelas ingin mengisengiku. Akupun ragu, tapi Yuigahama memaksaku untuk memegang kacamata itu.

  “Sudah pakai saja.”

  Akupun memberanikan diriku untuk memakainya. Per...sona! Ngomong-ngomong, aku suka yang persona 3 daripada persona 4, jadi aku lebih suka yang memakai senjata.

  “Oke, sudah,” kataku sambil membetulkan posisi kacamata tersebut dengan jariku. Yuigahama-pun tertawa.

  “Jelas-jelas tidak cocok!”

  “Sial,” jawabku. Itulah mengapa aku tidak mau memakainya. Yuigahama malah memaksaku untuk memakai kacamata yang lain, dengan desain yang berbeda.

  “Coba pakai yang ini.”

  “Ogah.”

  “Kenapa tidak? Ayolah!” Yuigahama memaksaku lagi. Sungguh mengganggu. Akupun memakai kacamata itu dan menunjukkan itu kepadanya sambil bersiap mendengarkan ejekannya. Yang terjadi, dia malah menatapku dengan mulut terbuka dan tidak mengatakan apapun.

  “Kenapa tiba-tiba diam?”

  Kau menyuruhku memakai ini dan sekarang kamu mendiamkanku? Akupun melihat ke arahnya dengan penuh tanda tanya, menunggunya untuk mengatakan sesuatu. Akupun melambai-lambaikan tanganku di depan wajahnya.

  “Enggak, enggak, enggak ada apa-apa. Aku hanya terkejut karena itu cocok denganmu.”

  “Oh, terima kasih,” aku sendiri tidak tahu bagaimana merespon pujian. Jadi dia terkejut, huh. Ada beberapa hal juga yang tidak kuduga. Misalnya, Yuigahama yang biasanya tidak memakai kacamata, ternyata terlihat bagus dengan itu. Aku ingat kata-kata Yukinoshita kalau dia tidak tahu sedikitpun soal Yuigahama. Sama juga denganku.

  Bahkan, aku tidak sedikitpun mencoba untuk mengenal gadis-gadis tersebut lebih jauh. Sangat jauh dari kata memahami mereka, tapi kami menghabiskan banyak waktu untuk bersama. Meskipun kurang lebih setengah tahun bisa dikatakan tidak begitu banyak, setidaknya aku tahu lebih baik daripada waktu pertamakali masuk ke klub.

  Apa yang aku tahu tentang Yukinoshita? Dia biasanya lemah terhadap Yuigahama, dia menyukai kucing, dia menghabiskan akhir pekannya dengan menonton video-video kucing sambil memeluk boneka Pan-san. Kurasa itu cukup dasar. Jika Yuigahama ingin memberikannya kaos kaki kucing, kurasa aku akan memberikannya sesuatu yang bisa melengkapi itu. Hanya agar dirinya merasa hangat dan nyaman ketika menghabiskan akhir pekannya sendirian.

 





x  x  x







  Setelah menyelesaikan kegiatan belanja kami, kami mencari tempat untuk makan. Kami bisa saja ke Starbucks, tapi tampaknya terlalu dingin untuk itu. Lagipula, aku sendiri tidak tahu caranya memesan disana. Kami akhirnya memutuskan untuk mampir di kafe yang pernah kami singgahi beberapa kali.

  “Bagaimana kalau disini?” tanya Yuigahama.

  “Ya sudah,” jawabku dan kami lalu masuk ke dalam.

  Suasana di dalam kafe ini tidak terpengaruh oleh suasana ramai di luar kafe, jadi terasa damai dan sunyi.

  “Untuk dua orang,” kataku ke pelayan, dan kami diantar ke meja yang berada di dekat jendela. Aku bisa melihat seluruh stasiun Chiba dari sana. Setelah membiarkan Yuigahama duduk terlebih dahulu, akupun duduk dan melihat pemandangan yang berada di belakangnya. Aku bisa melihat kereta monorel dan berpikir kalau Chiba memang kota masa depan yang canggih. Ketika mataku berusaha mengikuti gerakan kereta tersebut, aku melihat seseorang duduk di sofa yang berseberangan denganku.

  “Oh, itu Hikigaya-kun!” orang yang mengatakan itu sedang bersandar ke jendela. Gadis itu memakai T-Shirt yang bertuliskan kata-kata tertentu, pita sutra dengan dekorasi berwarna emas di dadanya...Dekorasinya itu bersinar lebih terang daripada matahari. Dan senyumnya yang lebih pekat dari gelapnya langit malam. Setelah merapikan bajunya yang berwarna merah tersebut, Yukinoshita Haruno memanggilku.

  Yuigahama tiba-tiba menoleh ke asal suara itu dan menyebut namanya dengan terkejut.

  “Haruno-san! Dan...” Yuigahama melihat ke arah pria muda yang duduk di dekatnya. Dia memakai baju hitam, atau putih...berwarna abu-abu dengan jaket hitam. Rambutnya yang berwarna coklat gelap menggambarkan wajah yang sangat familiar, Hayama Hayato.

  “Hayato-kun!”

  “Hei,” dia membalasnya dan menaikkan tangannya untuk memberi salam, arlojinya terlihat mengkilat. Melihat mereka berdua mengingatkanku tentang pepatah “Seperti apa tahun yang akan kau habiskan kurang lebih seperti bagaimana kau mengawali tahunmu”. Kepalaku mulai sakit tidak karuan melihat pertanda buruk itu: tahun ini menjanjikan masalah yang bertambah banyak dan kesengsaraan yang akan kujalani.

  




x Volume O | END x





Tidak ada komentar:

Posting Komentar