Jumat, 26 Februari 2016

[ TRANSLATE ] Oregairu Volume H Chapter 2 : Diluar dugaan, Tobe Kakeru membahas tentang kejadian di masa lalu



x x x











  Hari yang cerah di musim dingin, sehari setelah kedatangan Miura ke klub.

  Aku berjalan ke lapangan untuk pelajaran olahraga, dan langit terlihat sangat cerah. Kalau melihat cuacanya, tampaknya malam ini akan menjadi malam yang sangat dingin. Aku sangat berterimakasih dengan langit yang cerah ini karena sebentar lagi akan berlatih untuk marathon. Meski begitu, aku mungkin akan bermalas-malasan di rumah ketika malam tiba, jadi suhu yang dingin tidak akan begitu berpengaruh kepadaku.

  Siswa-siswa dari beberapa kelas keluar ke lapangan sekolah. Seperti rutinitas biasa dalam pelajaran olahraga, latihan marathon ini dibagi menjadi grup anak laki-laki dan perempuan. Yang harus kami lakukan hanyalah berlari, meski lintasan antara anak laki-laki dan perempuan dipisah.

  Kami berkumpul di lapangan dan aku melihat Miura berada di gerombolan grup para gadis.

  Sejak pagi ini, Miura tampaknya berusaha untuk tidak melihat ke arahku. Entah ketika kelas ataupun istirahat, dia selalu berusaha untuk tidak melihat ke arahku dengan menopang pipinya menggunakan dagunya. Dan ketika jam istirahat, Yuigahama dan Ebina-san akan ke sampingnya dan mengobrolkan berbagai hal.

  Meski aku merasa tidak enak karena melihatnya dari dekat, tapi kali ini dia tampak lebih tenang dari kemarin, meski aku tidak tahu mengapa.

  Melihat gadis muda sepertinya menangis memang mengejutkanku. Sebenarnya, tidak juga. Aku tahu kalau dia sangat lemah kalau ditekan...Lagipula, bukankah dia menangis ketika Yukinoshita memenangkan debat dengannya waktu musim panas lalu?

  Dia mungkin terlihat lemah, tapi kupikir dia juga punya hati yang kuat.

  Air mata adalah senjata para gadis. Maksudku, bahkan perdana menteri yang rambutnya mirip singa itu mengatakan air mata adalah senjata utama para gadis.

  Kebanyakan gadis juga akan luluh melihat hal itu. Tentunya, ada gadis yang mendapatkan pengecualian soal itu juga.

  Ketika aku berbaris, aku mencoba melihat barisan terdepan.

  Ada Hayama Hayato disana.

  Hayama sedang mengobrol dengan Tobe dan yang lain, tidak sadar kalau aku melihat ke arahnya.

  Atau mungkin dia sadar, tapi pura-pura tidak tahu, seperti yang biasa dia lakukan dengan yang lain.

  Ketika aku berdiri dan memikirkan itu, guru olahraga kami, Pak Atsugi, tampak selesai mengabsen para siswa.

  “Oke. Kalian lakukan pemanasan dulu secara berpasangan dengan siapapun yang kalian suka,” kata Pak Atsugi dengan lantang.

  Semua orang mulai terlihat berpasangan dan mulai melakukan pemanasan.

  Momen ini, artinya orang yang tidak dikenal punya peluang untuk berkomunikasi dengan Hayama. Jika aku hendak membicarakan rencana ini dengannya, aku harus mencari cara untuk mendekatinya.

  Kalau begitu, saatnya untuk bergegas dan melakukan pemanasan dengan Hayama! Meski begitu, aku mulai gugup kalau membayangkan melakukan pemanasan dengan Hayama-kun! Jika Ebina-san melihat kita melakukan pemanasan bersama-sama, aku akan merasa malu dengan gosip yang akan dia sebarkan setelah itu!

  Meski begitu, jika Ebina-san melihat ‘pemanasan’ kita, menyebarkan gosip tentang Hayama dan diriku, mungkin, akan ada kemungkinan kalau gosip yang lama akan hilang...

  Meski begitu.

  Setelah mengatakan itu.

  Mustahil samurai sepertiku akan melakukan itu dan bertahan dengan gosip hubungan seperti itu, Kaoru-dono...

  Lagipula, tidak ada yang akan menanggapi serius obrolan gay dari Ebina-san. Yang mereka percayai dari cerita Ebina-san adalah ada dua pria sedang becanda ketika melakukan pemanasan.

  Atau mungkin, gosipnya tidak dianggap karena aku terlihat seperti pria sampah, rendahan, dan tidak jelas seperti kyorojuu?

  Rencana ini tampaknya tidak akan berjalan dengan baik.

  Ketika aku memikirkan masalah ini, tampaknya Hayama sudah berpasangan dengan Tobe. Meski begitu, dari sudut pandang orang yang tidak mengenal Tobe, aku bisa melihat Tobe yang bersamanya seperti seorang bajingan dan sampah masyarakat.

  Well, siapa peduli dengan Tobe. Juga, mari kita tidak memikirkan Hayama dulu untuk saat ini.

  Sekarang, mari pergi pemanasan dengan Totsuka. Akupun memasang ekspresi licik hingga seseorang memanggil namaku.

  “Hachimann!”

  Tanpa memikirkan apapun, aku membalikkan badanku. Dan, akupun melihatnya.

  Sedang berlari kecil ke arahku dan melambai-lambaikan tangannya, Zaimokuza. Kenapa dia terlihat gembira sekali?

  “Hachimaan, ayo kita lakukan pemanasan bersama-sama!”

  “Benar...Suaramu itu seperti kita akan melakukan permainan baseball saja...Juga, aku ini sedang berpasangan dengan orang lain, jadi...”

  Kupikir kata-kataku tadi akan diprotes Zaimokuza, tapi dia tidak mendengarkanku sama sekali. Bahkan, dia mulai memberikan argumen.

  “Tunggu dulu. Pak Guru bilang kita harus berpasangan dengan siapapun yang kita suka, tapi jangan anggap itu sebuah petunjuk kalau aku menyukaimu...Ja-jadi, jangan salah paham, dengar tidak?”

  “Sial, kau jangan memasang ekspresi malu-malu dan memalingkan wajahmu seperti itu, barusan itu menakutkan sekali...”

  Akupun memindahkan pandanganku dari Zaimokuza dan melihat sekitarku. Hayama, Tobe, Ooka, dan Yamato sudah berpasangan dan mulai melakukan pemanasan. Siaaaal! Bahkan Totsuka sudah ada pasangannya! Aku tadi berpikir kalau bisa menggunakan ini untuk pemanasan bersama dengannya.

  “Ya sudah, kurasa aku sudah tidak ada pilihan lagi...”

  Aku menyerah saja dan mulai melakukan pemanasan dengan Zaimokuza. Aku bentangkan tubuhku, atau tepatnya, merelaksasikannya. Setelah itu, aku suruh Zaimokuza duduk dan menekan punggungnya.

  Akupun menekan punggungnya sekuatku, meski begitu, perut Zaimokuza menahan tekananku sehingga aku tidak bisa menekannya lebih jauh. Karena itu, jarak wajahku dengan Zaimokuza mulai mendekat, aku bahkan bisa mendengar suara napasnya.

  “Hachiman, anime untuk winter season sudah mulai, kau merekomendasikan anime apa?”

  “Aku belum menonton semua anime musim gugur ini...Kupikir aku akan menonton itu dulu.”

  Belakangan ini, aku sibuk dengan berbagai hal, juga mempertimbangkan situasi Komachi yang sibuk dengan ujiannya. Karena itulah, aku tidak bisa menonton anime di ruang keluarga karena sering dipakai untuk kegiatan lain, jadi kegiatanku nonton anime bisa dibilang sedang vakum. Hasilnya, rekaman-rekaman anime yang tayang musim lalu menumpuk seperti hendak meledak saja.

  Meski begitu, Zaimokuza bisa melihat anime sesuka hatinya, dan entah mengapa, dia terlihat memasang ekspresi wajah penuh kemenangan di wajahnya.

  “UFUFU! Hachimaan, kau ini ketinggalan jauh! Kau masih terjebak dengan musim gugur? Itu sudah lama sekali, bahkan aku sendiri sudah lupa! Kau ini berasal dari jaman apa sih, Hachiman-dono? Primata?”

  Ah sial, dia memang mengganggu...

  Jadi aku mulai menekan dengan keras punggung Zaimokuza.

  “Ouch ouch ouch ouch!”

  “Kau berisik sekali. Ayolah. Entah itu game atau anime, aku hanya ingin menikmati itu sendiri, jadi aku tidak peduli apa yang orang lain pikirkan. Maksudku, bukankah kau sendiri terlihat sangat antusias dan berisik soal anime musim gugur tempo hari?”

  “Fuuu, waktu terus berjalan...Kita tidak bisa terus-terusan tersesat dengan masa lalu, tahu tidak...”

  Meski kata-katanya terdengar bagus, tapi tidak semudah itu terus mengikuti tren terbaru.

  Meski begitu, kuakui kata-katanya tadi mengandung kebenaran. Orang-orang memang dengan mudahnya mengganti apa yang disukainya.

  Seperti bagaimana waifu berganti tiap musim anime, tren-nya juga berganti. Ketika itu sudah menjadi sekedar bahan basa-basi pembicaraan, maka orang sudah melupakan itu.

  “Well, yang kau katakan tidak sepenuhnya salah.”

  Gosip hanya bertahan 49 hari...Dilupakan juga berarti sama dengan mati...mungkin itu kata-kata orang terkenal.

  Kami kemudian menyelesaikan pemanasannya, berdiri, dan berjalan ke arah start latihan marathon. Siswa-siswa lainnya sudah berkumpul di sana dan berbaris dengan rapi.

  Zaimokuza menaikkan jari telunjuknya dan menunjuk ke arahku.

  “Hachiman...ayo lari denganku!”

  “Ogah.”

  Kau bahkan bukan gadis. Jadi kenapa aku harus lari denganmu?

  Pak Atsugi meniup peluitnya dengan stopwatch di tangan. Barisan terdepan mulai berlari.

  Akupun melihat ke depan dan sekitar, tapi semua orang terlihat berlari dengan pelan dan santai. Lagipula ini cuma latihan, tidak ada alasan orang menyikapi ini dengan serius.

  Pelajaran olahraga ini ada di jam keempat, dimana setelah itu adalah jam istirahat siang. Jika aku habiskan energi disini, aku pasti akan tertidur ketika masuk jam kelima dan seterusnya. Semua orang pasti akan tertidur di kelas yang hangat dengan perut penuh dan kelelahan. Aku sendiri sudah tidur dengan cukup di kelas meski aku tidak sedang kelelahan.

  Kami mulai berlari mengikuti barisan dan setelah beberapa menit, Zaimokuza mulai melambat. Berkebalikan dengan kondisinya beberapa waktu lalu, dia seperti hantu saat ini dan terlihat sekarat.

  “Nu, nuuuu...Hidupku, sedang terbakar habis...”

  “Ambil sisi positifnya, lemakmu akan terbakar juga.”

  Sambil mengatakan itu kepadanya, aku mulai meninggalkannya, dan terus berlari. Jika ada orang yang bilang kepadamu untuk lari bersama, sebenarnya orang itu hendak mengkhianatimu di tengah jalan. Oleh karena itu, anak kecil harusnya belajar untuk tidak mempercayai orang lain dengan mudahnya.







x  x  x








  Akupun melanjutkan lariku sendirian, tampaknya aku sudah mencapai separuh dari rute latihan. Heke! Err, yang tadi itu Hamtaro, benar tidak?

  Panjang rute latihan ini adalah empat kilometer. Kami berlari mengelilingi lingkungan sekitar sekolah. Blehh...Kalau aku terus berlari seperti ini, lama-lama aku akan menjadi mentega.

  Pikiran-pikiran tidak jelas itu mengisi kepalaku hingga aku hendak menyalip grup yang berada di posisi tengah. Tampaknya kebiasaan naik sepeda ke sekolah sangat membantuku karena aku merasa staminaku masih tersisa separuh.

  Meski, grup “papan tengah” ini berisi orang-orang yang tidak punya motivasi dengan marathon, berbeda dengan orang-orang yang dikategorikan grup elit yang ingin menyelesaikan ini secepatnya sehingga mereka bisa beristirahat.

  Di grup inilah aku melihat Tobe dan yang lain.

  Latihan marathon ini mungkin tidak seberapa bagi siswa yang ikut klub olahraga. Aku bahkan tidak perlu melihat mereka berlari di grup ini.

  Mereka mengobrol dengan santai dan mencolek bahu masing-masing, menjitak kepala mereka, dan tiba-tiba mengadakan lomba lari cepat konyol-konyolan, seperti membuat latihan marathon ini bahan becandaan. Jika aku ketua kelas yang punya rambut pigtail, aku akan berteriak ke para pria “Hei kalian, larilah dengan serius!”. Mereka lalu akan membalasku, “Diem lo, jelek!” dan akupun akan menangis setelahnya, membuatku ingin memaki mereka ketika pelajaran berakhir. Sial, aku ingin mereka berterimakasih karena aku seorang ketua kelas berambut pigtail yang tidak cantik.

  Tapi orang-orang yang sedang membuat keributan dengan grup “papan tengah” ini hanyalah trio idiot Tobe, Ooka, dan Yamato. Aku tidak bisa melihat Hayama dimanapun.

  Momen yang bagus.

  Sebelum aku bertanya ke Hayama, aku ingin bertanya ke mereka dulu. Sebelum aku meminta Hayama untuk bekerjasama, akan sangat menguntungkan jika aku memperoleh beberapa informasi tentang situasi terkini dan apa yang dipikirkannya.

  Ketika aku mengintai ketiga makhluk dari karnaval samba ini, mereka masih terlihat sedang menjahili rombongan ‘kelas menengah’ ini, akupun menjaga jarak dengan berlari di belakang rombongan. Tapi agak sulit untuk menemukan momen yang tepat karena mereka sedang berlari. Itu bohong! Hachiman, kau membohongi dirimu sendiri! Kau bahkan tidak mampu mencari momen untuk berbicara dengan mereka meskipun tidak sedang berlari!

  Ini agak berat karena tidak ada tanda-tanda mereka akan berhenti...Ketika aku melihat mereka seperti melihat rockbomb, Tobe tiba-tibe berhenti berlari.

  “Kalian lari duluan saja.”

  Tobe lalu mengambil posisi jongkok setelah berteriak ke Ooka dan Yamato. Tampaknya dia sedang membetulkan tali sepatunya.

  Ini bagus sekali, orang paling mudah untuk diajak berbicara tertinggal di belakang.

  “Hei.”

  “Whoa!”

  Aku berdiri di belakang Tobe dan menyapanya. Tobe terjatuh seperti mempertunjukkan skill terjatuhnya dan menatapku.

  “Ya ampun, Hikitani-kun toh. Kasih tahu dulu dong sebelum melompat seperti itu. Lu ngagetin gue aja.

  Uh, kau ini terlalu berlebihan soal keterkejutanmu...Well, mari kita tidak pedulikan apa yang Tobe keluhkan dan langsung menanyakan kepadanya apa yang ingin kutanyakan.

  “Hayama dimana?”

  “Ahh. Hayato-kun larinya serius banget. Semua orang memang mengharapkannya untuk memenangkan lombanya tahun ini karena dia juara bertahannya.”

  “Kalau itu aku juga tahu..”

  Jadi begitu ya. Marathon kali ini hanya dipisahkan antara laki-laki dan perempuan, artinya Hayama mengalahkan kakak kelasnya ketika perlombaan tahun lalu. Itu menjelaskan mengapa dia menjadi favorit untuk tahun ini. Ngomong-ngomong, aku sendiri tidak mendapatkan apapun karena aku sampai garis finish bersamaan dengan rombongan paling akhir.

  Well, sebenarnya itu bukanlah masalahnya.

  Aku menggerakkan daguku untuk memberitahu Tobe agar berlari bersamaku. Akan terasa janggal jika terlihat berada berduaan disini dimana kita tidak tahu kapan Pak Atsugi akan memeriksa jalur ini. Menuruti ajakanku, Tobe lalu berdiri di sampingku dan mulai berlari.

  Tidak lama kemudian, Tobe memiringkan kepalanya seperti dipenuhi tanda tanya. Dia mungkin merasa aneh mengapa aku berlari bersamanya. Akupun juga ingin kita langsung ke masalah bisnis kita hari ini.

  Sebelum aku mengatakan sesuatu, Tobe seperti membuka mulutnya. Dia seperti mengembuskan napas yang berat dan memasang senyum yang aneh.

  “Yo, serius nih, waktu gue denger tuh gosip, gue beneran kaget. Gue rasa kita gak  boleh beritahu itu ke orang lain, benar tidak?”

  “Apaan?” tanyaku dengan mata setengah terbuka dan membayangkan apa maksudnya.

  Tobe kemudian menyeka keringat di alisnya.

  “Masa lu gak inget? Tuh waktu Hayato bilang ‘inisial Y’ tempo hari. Kan gak banyak yang tahu soal itu.”

  “.....”

  Yang dia katakan barusan membuatku bereaksi dengan lambat. Tapi setelah menyadarkan diriku, akupun terbayang akan sesuatu.

  Suatu malam di musim panas.

  Di kabin yang gelap itu, inisial nama gadis yang dia ucapkan, akupun tidak tahan dengan suara berisik di kabin itu dan mulai mempertanyakan yang mereka katakan sebelumnya di kepalaku.

  Waktu itu ada sebuah event dimana Hayama beserta yang lainnya berada di Desa Chiba. Dan pastinya, waktu itu, Hayama mengatakan kalau inisial gadis yang disukainya adalah “Y”.

  Saat ini, kakiku seperti berlari dengan otomatis dengan pikiranku berlayar entah kemana. Tobe lalu melirik ke arahku.

  “Kayaknya saat ini bukan momen yang bagus untuk membicarakan itu, benar tidak?”

  “Be-Benar...”

  Bukannya lo sendiri yang bahas duluan? Apa kamu sejenis pria itu? Tukang pangkas rambut pribadi kerajaan atau sejenisnya? Gue ini bukan sejenis orang yang bermulut ember, tahu tidak...

  “Maksud gue, kau pasti berpikir kalau itu mustahil, tapi ketika kau mendengarnya sendiri secara langsung, kau pasti akan serasa ingin berteriak, benar tidak?”

  Aku tampaknya paham apa yang ingin Tobe katakan.

  “...Well, memang kupikir mustahil.”

  Meski aku setuju dengan kata-kata Tobe, Aku mulai khawatir kalau yang kukatakan barusan ternyata berbeda dengan yang dibahasnya.

  Karena membahas pokok permasalahannya secara tiba-tiba, akupun juga terkejut, tapi ini memang tujuanku melakukan ini.

  Gosip tentang Hayama, apa yang Hayama pikirkan, dan apa tindakan yang akan dia lakukan. Sekarang ini aku punya peluang untuk mengetahui hal ini dari Tobe.

  “Kalau...Hayama sendiri,  bagaimana sikapnya semenjak gosip itu menyebar?”

  “Gimana ya gue bilangnya...kayaknya dia gak berubah sedikitpun, gitu loh?

  Diantara tarikan napasnya, dia mencondongkan kepalanya sambil menjawab pertanyaanku. Meski kita berlari dengan sempoyongan, Tobe terlihat menggoyang-goyangkan kepalanya dengan kuat. Dia terlihat seperti hendak terkapar dalam waktu dekat.

  Meski, tidak lama kemudian, dia seperti menyadari sesuatu, lalu dia mengepalkan tangannya dan memukul tangan satunya.

  “Well, entah apapun itu, bukankah cuma itu, bener gak? Daripada bilang dia berubah, gue pikir orang-orang yang disekitarnya-lah yang berubah, benar tidak?”

  “Ah?”

  Well, Tobe baru saja mengatakan sesuatu yang mengagumkan, dimana ini tidak seperti dirinya, yang membuat diriku ingin memintanya mengulang kata-katanya tadi.

  Dan Tobe, yang berusaha menjadi Tobe, kalau melihat dirinya yang langsung berbicara to the point, meski rasanya terdengar janggal karena tahu itu berasal dari Tobe. Well, kurasa aku harus membiasakan diri kalau Tobe akan selalu menjadi Tobe.

  Bahkan sampai saat ini, aku merasa sangat aneh jika Tobe tidak menyebutkan kata-kata campuran semacam “weeyyy”, “suteeyy”, “hausuuu”, dengan cara berbicara yang mengganggu karena orang tidak akan bisa mengenali Tobe tanpa mendengar Bahasa ala Tobe yang unik.

  Meski begitu, doaku tampaknya terjawab. Tobe bahkan memberikan jawaban yang jelas daripada sebelumnya. Jauh dari itu, sebelum aku mengatakan kepadanya untuk mengulangi kata-katanya lagi, dia bahkan menjelaskan itu dengan lebih detail dari sebelumnya. Meskipun aku masih merasa aneh untuk mendengarkan itu darinya, tapi setidaknya itu membuatnya terlihat seperti pria yang normal...

  “Well, maksudku, Hayama-kun kan memang seperti ini, lalu Miura dan yang lainnya mengkhawatirkannya, bukankah begitu? Jadi apa yang sebenarnya orang-orang ini khawatirkan? Hayama sendiri tahu situasinya, benar tidak? Dia itu orang yang bisa membaca situasi, yeah? Oleh karena itu, mengapa bisa seperti ini, yea. Serius nih, ini seperti DEFLATIONARY SPIRAL.”

  “Ah ah, well, tampaknya begitu.”

  Dia mengatakan hal-hal bagus seperti orang normal pada awalnya, tapi ditutup dengan sebuah hal yang patut disesalkan...

  Dia tidak bisa memperoleh full combo...

  Kata ‘deflating’ yang dia ucapkan tadi mungkin merujuk ke DEFLATIONARY SPIRAL, sebuah situasi yang berada dalam lingkaran tanpa ujung. Sekali lagi, Tobe-kun, DEFLATIONARY SPIRAL dalam bahasa Inggris adalah kata-kata dalam dunia ekonomi. Tidak memiliki makna yang sama dengan lingkaran tanpa ujung, tahu tidak?

  Meski begitu, perputaran gosip tanpa ujung ini hanya berputar-putar di sekitar Hayama, dan putaran negatif ini akan terus berputar.

  Ah, tentunya ini buruk sekali, bagi teman dekatnya.

  Tobe, yang tampaknya sedang memikirkan hal lain, mengeluarkan napas yang berat. Bagiku, itu hanya terlihat seperti masalah orang lain, tapi baginya, adalah sesuatu yang serius. Dan juga, harusnya dia membicarakan ini tidak dengan orang luar. Meski, aku sebenarnya tidak secara langsung terlibat dalam komunitas Hayama, tapi karena aku terlihat ada kaitannya dengan ini, dia merasa kalau aku adalah orang yang tepat untuk diajak berbicara mengenai hal ini.

  Tampaknya Tobe sengaja menumpuk semua kekhawatiran itu selama ini, seperti burung kakaktua yang kebotakan karena stress, dia lalu menggaruk-garuk rambutnya dengan ekspresi yang suram.

  “Juga, disana ada Yui.”

  “Well, Yuigahama juga orang yang sensitif terhadap suasananya.”

  “Bukan, bukan, gue enggak ngomongin soal itu.”

  Lalu apa yang kau maksud? Akupun melihat ke arah Tobe, yang berada di sampingku dan merapikan rambutnya.

  “Yui itu, dia cukup populer di kalangan siswa laki-laki. Ada beberapa gosip yang beredar soal dirinya juga.”

  “...Begitu ya.”

  Tiba-tiba aku seperti tersedak.

  Meski begitu, itu bukan karena aku terkejut. Karena aku tahu sejak lama kalau Yuigahama memang populer di kalangan para pria. Juga, ketika mempersiapkan festival olahraga tempo hari, aku ingat kalau beberapa siswa laki-laki juga berusaha mendekatinya.

  Oleh karena itu, alasanku mengapa napasku itu tersendat di tenggorokan bukan karena masalah Yuigahama populer dengan para pria. Sejak awal, bukan itu masalahnya. Sebenarnya, ini adalah masalah yang berbeda.

  Yang kutakutkan adalah mungkin perasaan yang sama ketika aku pendengar gosip tidak jelas itu. Rasa tidak nyaman seperti ada monster bermata hijau berusaha memberontak di dalam tubuhku. Setiap monster itu mengamuk di perutku, membuatku merasa buruk. Dan yang paling penting, monster ini sangat keras kepala.

  Dengan waktu yang tersisa ini, aku hanya ingin lari saja sekuat tenagaku. Dengan endorphin yang meluap-luap, setelah aku melewati garis finis, aku akan membiarkan lidahku menjulur keluar dengan sexy ditambah dengan gestur dua tangan membentuk tanda peace, kupikir aku akan terlihat lebih baik.

  Sampai saat itu tiba, kurasa ini adalah momen yang tepat untuk mempercepat langkahku. Oleh karena itu, seperti mendapatkan sebuah sinyal, Tobe juga mempercepat laju larinya.

  “Hei, tunggu, Hikitani-kun!”

  Dia memanggilku ketika mengejarku. Apa-apaan, jangan bilang kalau kau juga mengeluarkan endorphin sepertiku?

  Jangan berteriak seperti itu kepadaku, atau orang-orang akan berpikir kalau kau ini temanku.

  “Hmm, bagaimana ya? Kalau menurut Hikitani-kun, apa pendapatmu?”

  “Apaan? Aku tidak paham satupun pertanyaanmu.”

  Akupun memberikannya jawaban yang kasar karena pertanyaan yang tiba-tiba tersebut, dan Tobe memandangiku dengan ekspresi aneh, hangat, dan senyum yang lembut.

  Lalu dia memukul bahuku....Ah, serius, kamu ini mengganggu!

  “Ayolah, tidak apa-apa. Aku paham kok. Tidak apa-apa. Well, kau ini berada di klub yang sama, bukan? Apakah ada alasan lain...Hmm? Yukinoshita-san juga satu klub denganmu, benar tidak?...Hmm? Yui? Ah, well, Yukinoshita-san? Hmm...”

  Tobe memiringkan kepalanya; tampaknya Tobe-san ‘sang pemburu misteri’ telah terjebak dalam sebuah misteri! Baiklah! Sekarang giliran si pemburu!

  “Ya, itu benar, kami ada di klub yang sama, tidak kurang tidak lebih.”

  Aku putuskan untuk memakai kata-kata yang Tobe tanyakan tadi agar aku tidak menjawab hal-hal yang tidak perlu. Tobe hanya melihatku dengan tatapan kosong.

  “Huh? Hanya itu saja? Serius lo?”

  “Hei, kau sendiri kan satu klub dengan Isshiki, tapi tidak ada hubungan khusus diantara kalian berdua, benar tidak?”

  Mendengarku mengatakan itu, Tobe memukul tangannya dan menunjukku dengan jari telunjuknya.

  ...Serius ini, kau ini mengganggu sekali.

  “Benar juga! Kurasa itu! Aku benar-benar yakin sekarang. Hikitani-kun, kau ini benar-benar seorang negotiesuto ulung, benar tidak?”

  Kupikir kata yang benar adalah negosiator...

  Ada apa dengan pria ini? Bahasa Inggrisnya sama buruknya dengan bahasa Jepangnya...

  “Meski begitu, tapi...kadang ada situasi dimana Irohasu sendiri terlihat sangat menarik daripada yang lain.”

  “Ah...”

  Diluar dugaan, aku teringat dengan event Natal tempo hari.

  Atau mungkin, usaha dari Isshiki Iroha agar memperpendek jarak diantara dirinya dan Hayama memberikan efek terhadap sikap Hayama belakangan ini. Ketika memikirkan hal-hal itu, Tobe, yang biasanya terlihat berisik, tiba-tiba terdiam.

  “Ah, tidak, maaf. Tadi memang salahku. Itu adalah hal konyol dariku yang berusaha membesar-besarkan gosipnya.”

  “...Itu agak mengejutkanku.”

  Wajah Tobe sedikit pucat, mungkin dia jijik dengan dirinya sendiri, dan memalingkan wajahnya dariku. Kata-kata itu bukanlah diarahkan kepadaku, seperti meminta maaf kepada orang yang sedang tidak ada disini.

  Rasa simpati yang ditunjukkannya barusan tidak seperti dirinya yang terlihat urakan.

  Tobe berusaha membuatku lupa dengan komentar anehnya tadi dan mulai menggaruk-garuk lehernya dengan malu-malu.

  “Irohasu, dia kayaknya serius...Kupikir Hayato-kun sudah memikirkannya dengan matang sebelum memberinya jawaban?”

  “Sudah memikirkannya dengan matang, ya?”

  Sebenarnya, mungkin saja Hayama benar-benar memikirkan dengan matang jawabannya.

  Tentunya, ini tidak sekedar tentang Hayama, juga bukan sekedar tentang Isshiki, mungkin juga mempertimbangkan hal-hal lainnya. Dia memang belum berubah sejak darmawisata lalu, tidak, mungkin jauh sebelum itu. Oleh karena itu, dia mungkin selama ini memikul banyak sekali beban, dan kali ini terseret dengan masalah semacam ini juga.

  Dan dari sekian banyak beban yang berada di pundak Hayama, saat ini, pria di sampingku yang sedang berbicara dengan bangganya tentang temannya mungkin termasuk salah satu bebannya.

  “Well, begitulah. Maksudku, kita kan sedang membicarakan Hayato-kun? Dia memang ditakdirkan untuk melakukan hal yang benar seperti tidak meninggalkan memori yang tidak menyenangkan bagi yang lain, benar tidak?”

  “...Kau sangat mempercayainya, huh?” kataku.

  Tobe menatapku dengan penuh kekaguman.

  “Nah, gini, gue pikir enggak gitu? Gini ya, Hayato-kun itu seperti kawan yang bisa diandalkan atau semacam itu?”

  Dia tampak malu-malu mendengar kata “percaya” tadi, wajah Tobe berubah menjadi merah ketika mencoba mengatakan kata-kata tadi. Hei, jangan bersikap seperti itu! Akulah yang harusnya merasa malu karena aku yang membahas itu!

  Tobe memukul-mukul dadanya seperti hendak menghilangkan rasa malunya dan melanjutkan.

  “Nah, serius, Hayato-kun sering membantuku. Gue yakin banget soal itu.”

  “Itu bukanlah sesuatu yang bisa dibanggakan...” kataku.

  Meski begitu, Tobe tidak terlihat malu. Dia mengatakan itu sambil merapikan rambutnya.

  “Beeh, serius nih, gue hutang banyak sama dia. Seperti, serius nih.”

  “Kalau begitu pastikan kau membalasnya dengan benar ketika ada kesempatan.”

  “Jelas banget! Yeah...Well, aku sendiri kurang yakin soal itu.”

  Awalnya terdengar meyakinkan, tapi energinya tiba-tiba hilang mendekati akhir kalimat. Karena penasaran, akupun memberinya kode untuk melanjutkan kalimatnya dengan tatapanku. Tobe kemudian terlihat menggaruk-garuk pipinya.

  “Aku sering bercerita kepadanya tentang banyak hal...Tapi Hayato-kun tidak pernah membicarakan apapun tentang dirinya, dan kalaupun pernah, aku mungkin tidak paham maksudnya,” kata Tobe dengan nada yang bergetar.

  Getarannya itu mirip dengan getaran angin kering dan dingin yang baru saja berembus. Suaranya terdengar kering dan, penuh rasa kesepian.

  Karena kesunyian ini terasa aneh, aku berusaha mencari-cari kata yang tepat sehingga aku bisa mengatakan sesuatu dan memberinya ide.

  “...Yeah, tapi coba kalau kita pikir seperti ini: dia tidak punya masalah apapun, oleh karena itulah dia tidak membicarakan apapun denganmu.”

  “Pasti itu! Hayato-kun memang keren!”

  “Itu tidak ada hubungannya...Lagipula, kau benar-benar membantunya di Disney Land, benar tidak? Aku yakin kalau kau sangat membantunya waktu itu, bukannya aku mau sok tahu atau semacamnya.”

  “Benar itu! Hayato-kun memang keren!”

  Tampaknya ekspresinya mulai berubah...Obrolan ini berhasil membuat semangat Tobe kembali dan langkahnya terlihat lebih cepat. Dia menggumamkan “dingin, dingin” kepada dirinya sendiri ketika angin dingin menerpa kita.

  Tidak lama kemudian, kita bisa melihat Ooka dan Yamato di depan. Sepertinya, mereka sengaja mengurangi kecepatan lari mereka karena merasa aneh Tobe tidak terlihat mengejar mereka.

  “Oke kalau begitu, aku akan mengejar mereka, jadi aku akan berangkat duluan.”

  “Yeah,” aku membalasnya singkat.

  Tobe membuat gestur memotong dengan tangannya dan setelah itu dia berlari dengan cepat. Dia berteriak ke Ooka dan Yamato yang sedang melambai ke arahnya. Ketika mereka berdua melihatnya datang, mereka berdua malah berlari dengan kencang sambil bereteriak “Sial, dia datang!”, “Ayo kabur!”.

  Selama Tobe terlihat menikmati kegiatan kejar-kejaran itu, kurasa tidak ada masalah...

  Tapi harusnya, ada satu orang lagi di dalam grup itu. Jika seandainya dia tidak membawa beban ekspektasi orang-orang, kupikir dia akan terlihat sedang tertawa bersama mereka.

  Setelah kupikir ulang, aku tiba-tiba menyesali kata-kata yang kuucapkan barusan.

  Karena dia tidak membicarakan itu kepada siapapun, maka dia tidak punya masalah: mustahil itu adalah hal yang benar.







x  x  x








  Setelah ditinggalkan Tobe, aku berlari dengan santai.

  Rute untuk anak laki-laki adalah mengelilingi area diluar sekolah. Keluar lewat gerbang utama dan berputar di lingkungan sekitar, lalu kembali lewat gerbang samping ke sekolah. Sedangkan rute untuk para gadis mengelilingi area di dalam sekolah. Hasilnya, dua rute tersebut akan bertemu di dua tempat: Gerbang utama dan gerbang samping sekolah.

  Karena jarak tempuh rute para gadis adalah separuh dari rute para anak laki-laki, ketika para pria mencapai area tersebut, kebanyakan para gadis sudah melewati titik itu dan menghilang dari pandangan. Tentunya, kecepatan lari tiap individu berbeda-beda. Juga, motivasi tiap orang berbeda-beda menanggapi latihan ini.

  Oleh karena itu, kadang ada kasus dimana anak laki-laki menyalip para gadis yang berlari dengan sangat lambat, seperti sedang berjalan kaki.

  Misalnya, seperti, yang terjadi saat ini, grup yang terdiri dari 3 gadis di depanku ini yang menunjukkan kemampuan lari mereka yang menyedihkan.

  “Maksudku, bukankah kita terlihat seperti grup yang menyedihkan? Kita ini kayak, super sloooow.”

  “Yea, aku tahu. Maksudku, bukankah marathon sendiri juga hal yang buruk?”

  “Aku tahu maksudmu.”

  “Jelas-jelas buruk. Aku tidak kuat untuk ikut menjalani ini~.”

  Gerombolan ini tampak tidak terganggu dengan apapun yang mereka bicarakan karena di depannya tidak terlihat ada seorangpun yang tampak.

  Dari tadi, grup ini mengoceh tentang aku, dia, kita, dan lainnya. Dari mana sih asal keceriaan trio ini? Apakah mereka ini menirukan trio manzai dengan gitar dan shamisen yang pergi ke Jakajaka?

  Ya ampun, untunglah kalian bertiga terlihat akrab. Memang, meski begitu, jika kalian bertiga adalah teman baik, tapi kalian tidak harus jalan bertiga berdampingan! Tahu tidak, ketika kalian melakukan itu, aku tidak bisa lewat...Jika aku mencoba untuk melewati kalian, maka ada yang merasakan jijik dan takut terhadap diriku, dimana itu adalah sesuatu yang kutakutkan sejak tadi. Oleh karena itu, aku dari tadi menjaga jarak dengan mereka. Ufufufu...

  Maksudku, jalan ini tidak begitu lebar! Argh, ini sangat mengganggu. Terutama gadis yang di tengah. Gadis yang rambutnya berwarna merah. Pasti kamu...

  Akupun menatap ke arah belakang gadis berambut merah tersebut, dan muncullah beberapa memori di pikiranku.

  Kayaknya gue kenal deh...Well, pastinya bukan Kawasesuatu-san. Memang, aku mulai sedikit demi sedikit ingat...Shikuda? Bukan, Segasami...Nah, bukan yang itu...Sagami?

  Ah, benar, itu dia, Sagami.

  Dia sekelas denganku, dia dulunya ketua panitia festival budaya dan olahraga. Satu-satunya orang yang pernah menjabat dua posisi tersebut di sekolah ini, Sagamin, atau tepatnya, Sagami Minami.

  Aku tidak ingat apapun tentang dua gadis lainnya. Pelajaran Olahraga ini dicampur dengan beberapa kelas. Ah, ya sudah, mungkin mereka berasal dari grup lain di kelasku. Tampaknya Sagami dekat dengan kedua pemeran pembantu ini ( sebut saja mob ).

  Tampilan mereka tidak mencolok seperti Miura atau Kawasaki, tapi daripada membandingkan dengan mereka, wajah mereka juga tidak terlihat manis, si Mob Ko ini mungkin kalau diranking akan masuk peringkat 8 atau 9 dalam gadis termanis di kelasku. Baiklah, dari sekarang, Mob Ko, kau mendapatkan gelar peringkat 8 dalam wajah manis! Sekarang sisa satu orang lagi, Mob Mi, yang wajahnya...blehhh.

  Mob Ko yang dari tadi mengatakan menyerah soal berlari kini berjalan di samping, dengan tangan yang terbuka.

  “Dengar tidak? Kayaknya mereka bertengkar tuh.”

  “Ah, antara Miura-san dan Yuigahama-san!”

  Seperti yang kuharapkan dari gadis-gadis kelasku ini! Hanya menyebutkan kata kunci “bertengkar” saja, sudah cukup untuk membuat mereka menebak siapa yang dimaksud.

  “Yeah, aku tahu soal itu. Apa menurutmu itu benar-benar terjadi?”

  Seperti dugaanku, Mob Ko terlihat senang tentang ini dan menunjukkan ketertarikannya. Sekarang, dia sedang berusaha menyiramkan bensin ke apinya.

  Oleh karena itu, Mob Mi yang terlihat punya ekspresi wajah ‘tahu akan sesuatu’ melihat ke arahnya dan berbicara.

  “Tahulah, kupikir dia adalah gadis yang baik, tapi tipe-tipe gadis seperti itu adalah yang paling sulit dipahami. Bukankah dia adalah tipe gadis yang bakalan mengirim  SMS ucapan Selamat Tahun Baru ke semua orang?”

  “Poi! Itu memang Yuigahama-san banget~poi!”

  Mob Ko menghentakkan sepatunya ke tanah dan tertawa. Apaan sih poi poi?

  Apa kau sedang memberiku pertunjukan tentang Nightmare of Solomon?

  Melihat reaksi Mob Ko, Mob Mi yang terlihat senang seperti bernapas lega. Setelah itu, dia berpura-pura seperti wanita dewasa, menggeser rambutnya ke samping dan tersenyum sinis.

  “Mengatakan dia itu gadis baik...seperti...”

  “Aku tahu itu, benar tidak? Menurutmu gimana, Sagamin?”

  “A, aku setuju!”

  Sambil menganggukkan kepalanya, Mob Ko melihat ke Sagami. Lalu Sagami menepuk kedua tangannya seperti menirukan boneka monyet dengan simbal, lalu dia tertawa.

  Dasar jahat. Sagami atau Okamoto, atau entah siapa, aku tidak ingat yang mana. Apa sih yang kamu katakan? Yang kau katakan itu berbeda nadanya ketika kau meminta tolong Yuigahama untuk membantumu di festival olahraga.

  Dasar manusia rendahan, benar-benar rendah...

  Akupun berusaha meremas tanganku sendiri untuk menenangkan diriku.

  Ah, sekarang aku paham. Aku akhirnya paham.

  Sampai detik tadi, aku benar-benar lupa tentang apa yang Yukinoshita katakan. Apa yang Yukinoshita khawatirkan. Ternyata seperti ini yang dia khawatirkan.

  Tidak ada seorangpun yang bisa menangani dengan sempurna hubungan antar manusia. Dan ini berlaku juga ke Yuigahama. Hanya saja, Yuigahama, menjadi gadis baik seperti biasanya, terbayangkan melakukan hal seburuk itu sehingga orang lain memandanganya seperti itu. Jelas, ini seperti menghancurkan apa yang dia bangun. Oleh karena itu, dari seharusnya dia terlihat peduli dan baik, akan tiba masanya dia akan mengambil langkah berani dan berusaha memperbaiki itu.

  Meski begitu, entah itu gosip tidak jelas, gosip karena salah paham, mereka semua akan menghancurkan reputasi yang dibangun dalam sekejap. Tidak peduli seperti apa usaha yang dilakukan untuk mengobati luka itu, akan selalu menyisakan bekas luka yang menghancurkan dirinya.

  Aku yakin kalau si Mob Ko dan Mob Mi tidak berniat untuk mengkasari ataupun berniat buruk. Jika Yuigahama ada disini, mereka mungkin tidak akan mengatakan hal semacam itu.

  Tapi, saat ini, mereka hanyalah gerombolan teman yang sedang mengobrol dan menikmati kebersamaan mereka. Ini seperti melihat tayangan infotainment di TV dimana mereka mengobrolkan berbagai hal yang sedang ramai. Ini hanya sekedar topik obrolan yang kelewat batas.

  Buktinya, nada Mob Ko terdengar penuh dengan simpati.

  “Grup Miura-san tampaknya sedang mengalami masa sulit ya? Saling NTR ke member yang lain. Ujung-ujungnya akan berakhir dengan pertengkaran, bukankah begitu?”

  Mob Ko mengatakan itu dengan lembut, dia seperti menebak-nebak kalau akhir dari cerita grup Miura akan seperti cerita novel atau sinetron.

  Mob Mi setuju, mengangguk dan tersenyum.

  Meski begitu, yang mengejutkanku adalah sikap orang yang terakhir.

  Orang terakhir yang tidak menganggukkan kepalanya.

  “Ah, ah, ...Hmm.”

  Sagami tampaknya kesulitan untuk mengatakan pendapatnya dan berusaha keras untuk meresponnya.

  “Tapi, Yui-chan kurasa bukan orang yang seperti itu.”

  “Huh?!!”

  Mob Ko mengatakan itu karena dia mendengar jawaban yang tidak diduga. Mob Mi juga, dia terlihat seperti orang yang baru saja disiram air dingin. Sagami lalu menjelaskan. Seperti merasakan reaksi keduanya.

  “Ah, tahu tidak, di saat seperti ini, dia akan hati-hati dalam bersikap. Ini seperti permainan politik diantara para gadis, tahu tidak?”

  Setelah mengatakan itu, Mob Ko dan Mob Mi menterjemahkan itu dengan mengatakan “ahhhhh”. Tampaknya mereka mencapai sebuah kesepahaman. Suara yang aneh sekali...

  “Well, jadi seperti itulah. Tapi tahu tidak, Miura-san itu sangat menakutkan!”

  “Aku tahu maksudmu! Jika dia berakhir sebagai pacar Hayama-kun, maka pilihan terbaik adalah keluar dari kompetisi ini. Resiko dan keuntungan yang diperoleh tidak akan sebanding dengan level gosipnya.”

  Respon dari Mob Ko tampaknya terdengar bodoh, tapi Mob Mi terlihat sedikit ketakutan...

  Kata Sagami tentang  ‘ini hanyalah permainan politik antar para gadis’ mulai diresapi oleh mereka berdua. Hasil akhirnya, setidaknya obrolan tentang Yuigahama yang menjadi pengisi waktu mereka sudah berakhir.

  Oi oi, kau luar biasa sekali, Sagami. Meski aku tidak bisa benar-benar merasakan kalau ini sudah terlihat berkembang menjadi dewasa, tapi pastinya aku merasakan kalau kekuatan ‘kegelapan’ milikmu telah meningkat.

  Kemudian, yang kutakutkan, kekuatan kegelapan para gadis ini berlanjut dengan menggoreng lagi topik sebelumnya.

  “Maksudku, apa kalian tidak curiga kalau tiba-tiba ada gosip Hayama-kun berpacaran dengan seorang gadis?”

  Tepat ketika topiknya hendak berubah, Sagami menggunakan peluang itu untuk melemparkan topik baru.

  Oleh karena itu, Mob Ko dan Mob Mi bisa menerima hal itu.

  “Ah, ya.”

  “Benar sekali.”

  Keduanya menganggukkan kepalanya. Kemudian, Mob Ko mengatakan sesuatu dengan nada ragu seperti menggigit lidahnya sendiri.

  “Pasti dia carinya yang wajahnya cantik...”

  “Nah, pasti cari yang dadanya gede...”

  Entah mengapa Mob Mi terlihat memasang ekspresi kecut.

  “Sial, kita tidak punya keduanya...”

  Kata-kata masochistic yang keluar dari Sagami barusan membuat Mob Ko dan Mob Mi tertawa, tampaknya dia memang sengaja memancing tawa mereka. Well, tampaknya di depan sana adalah rute yang memisahkan antara anak laki-laki dan para gadis, aku akan berpisah dan menghilang dari kalian, para grup yang alay dan berisik.

  Karena sampai di pojokan, aku akhirnya terbebas dari rintangan yang menghalangiku dan mulai berlari lagi secara normal.

  Ketika angin dingin mulai menerpa wajahku, aku mulai memikirkan kembali kata-kata yang dikatakan Sagami tadi.

  Obrolan semacam itu, pastinya tidak hanya dilakukan oleh grup Sagami saja. Semua orang yang sedang memikirkan Hayama mungkin mengobrolkan hal yang sama. Hanya saja, jika waktu itu di grup Hayama, waktu Ooka dan Yamato menanyakan soal gosip itu dengan ekspresi santai dan becanda, aku yakin itu hanya akan dianggap obrolan ringan saja.

  Entah itu orang yang populer, orang yang disukai banyak orang, mereka akan selalu menjadi topik pembicaraan jika orang yang dibicarakan sedang tidak ada di dekat mereka.

  Dan itulah proses yang terjadi hingga gosipnya terus menyebar dan membesar.

  Bahkan jika kita anggap trio grup tadi tidak ada sagami, masih ada dua orang lagi, yang mengobrolkan topik itu, menjelek-jelekkan Yuigahama tanpa mempertimbangkan perasaan orang yang digosipkan.

  Saat ini, gosip itu hanyalah topik obrolan untuk mengusir kebosanan saja.

  Tapi, banyaknya orang yang terlibat dalam situasi ini adalah hal yang buruk. Cepat atau lambat, selain karena tekanan, orang akan meluapkan emosi yang tidak tertahankan akibat ulah gerombolan massa ini. Ini sebenarnya adalah hal yang bodoh. Merasa tersinggung ataupun terganggu hanyalah efek sampingnya. Yang pasti, akan selalu ada kemungkinan kalau ini akan berkembang menjadi sebuah situasi dimana tidak akan pernah ada solusi untuk menyelesaikannya.

  Kalau bisa, secepatnya, aku ingin mengakhiri ini.

  Angin yang bertiup dari balik gedung sangat dingin dan garis finishnya masih jauh. Tidak lupa fakta kalau aku sudah lari dari tadi dengan ditemani angin dingin ini, tanganku sudah mulai mati rasa. Agar tetap hangat, akupun meremas-remas tanganku yang sedang menggigil ini.

 

 



 
 x  Chapter II | END x

Tidak ada komentar:

Posting Komentar