Selasa, 07 Juli 2020

[ TRANSLATE ] Oregairu Vol.14 Chapter 8 : Pintu Itu Terbuka Untuk Sekali Lagi -1


Kalau mesin waktu itu benar-benar ada, aku akan pergi ke masa lalu dan membunuh diriku sendiri. Kalau mengingat-ingat kembali kejadian kemarin yang memalukan itu, membuat diriku terasa menyedihkan sekaligus canggung.

Banyak hal terlintas di kepalaku setelah itu. Mungkin harusnya kemarin aku memilih kata-kata yang lain saja. Harusnya aku sedikit lebih cerdas. Harusnya aku bersikap lebih dingin. Tapi tidak peduli berapa banyak hal yang terlintas di kepalaku, kesimpulannya hanya satu, yang kemarin adalah hal terbaik yang bisa kulakukan. Mungkin bukanlah hal yang ideal, tapi setidaknya aku yakin kalau yang kukatakan itu tidaklah salah. Kalaupun ada yang kurang, kurasa tentang memuji diriku yang akhirnya bisa mengalahkan diriku yang biasanya.

Meski begitu, ini semua masih menjadi sesuatu yang berbeda bagiku. Hal-hal yang dulunya kuanggap terlalu berat untuk kujalani, sampai sekarang masih seperti itu.

Kemarin, setelah pulang, aku mengurung diriku di kamar mandi, dan berteriak sekerasnya melawan suara dari pancuran air. Kemudian, aku langsung menyelimuti diriku di kasur. Kalau bisa, aku ingin cuti selama tiga tahun saja, meski begitu—

“Sampai jumpa besok...”

— Kata-katanya terus terdengar di telingaku.

Waktu itu senja sudah berganti menjadi petang ketika kita melanjutkan perjalanan pulang. Kami berdua jarang melakukan kontak mata, hanya membicarakan hal-hal yang ringan, dan akhirnya berpisah di stasiun. Tapi, sebelum pergi, dia melambaikan tangannya seperti seekor kucing dan mengatakan kata-kata itu dengan suara yang lirih. Ini membuatku tidak memiliki pilihan lain selain pergi ke sekolah.

Jujur saja, dulu aku punya seribu alasan kenapa aku tidak ingin berada di sekolah. Tapi sekarang aku harus menerima takdirku, aku tidak bisa terus-terusan melarikan diri, sesuatu dimana diriku yang dulu akan sangat kecewa melihat resolusi diriku saat ini. Memang menyedihkan, tapi ini adalah sesuatu yang harus aku jalani, harus muncul disini, dan menunjukkan kalau aku masih memiliki harga diri.

Akhirnya, aku datang ke sekolah dan berhasil masuk ke kelas tepat sebelum bel berbunyi. Kuhabiskan mayoritas waktuku di kelas untuk tiduran di meja. Sisanya? Di toilet sekolah.

Untungnya, besok libur. Jadi aku hanya perlu melewati aktivitas sekolah hari ini. Lusa, akan ada upacara penutupan, dan karena aktivitas sekolah sekarang hanya setengah hari saja, maka aku bisa langsung pulang ke rumah. Kemudian, libur musim semi! Karena itu, aku meyakinkan diriku kalau aku hanya perlu bekerja keras untuk beberapa hari saja.

Jujur saja, tidak ada pelajaran sama sekali saat ini, mayoritas kegiatan siswa hanya tentang membeli album kelulusan dan foto-fotonya, dan beberapa event yang hanya ada di akhir tahun ajaran. Menghabiskan waktu dengan dikelilingi histeria semacam ini membuat waktu berlalu dengan cepat, tidak lama kemudian setengah hari sudah terlewati. Setelah masuk jam pulang sekolah, seluruh siswa tiba-tiba merasa antusias.

Setiap orang menghabiskan waktunya dengan caranya sendiri, seperti makan siang, mendiskusikan tentang liburan nanti, dan bergegas menuju Klub masing-masing.

Diam-diam, aku berdiri dari kursiku dan keluar kelas bersamaan dengan gerombolan siswa yang hendak keluar ke arah lorong. Aku mampir terlebih dahulu ke arah kantin dan berdiri di depan mesin penjual minuman. Bermandikan cahaya musim semi yang menyegarkan dan disertai angin yang bertiup dari selatan, jariku menekan tombol yang bertuliskan “dingin”.

Aku berjalan melewati lorong Gedung Khusus sambil menggoyang-goyang kaleng Max Coffeeku. Tenggorokanku terasa haus gara-gara merasakan gugup yang luar biasa. Kuminum kopiku untuk menghilangkan itu, tapi rasa manis dan creamy ini malah membuat rasa hausku menjadi-jadi.

Aku berjalan sambil memikirkan harus memasang wajah seperti apa ketika bertemu dengannya nanti. Meski sudah kuusahakan dengan langkah yang lambat, akhirnya aku sampai juga di depan ruangan Klub. Sebenarnya, terakhir kalinya aku berada di ruangan itu tidaklah begitu lama, tapi entah mengapa aku merasa kalau aku sudah lama sekali belum kesini, bahkan gagang pintu ini terasa seperti sudah satu tahun belum kusentuh.

Aku memutuskan untuk menarik napas yang panjang untuk menaikkan rasa percaya diriku ketika berada di depan pintu. Sebelum membuka pintu, berkali-kali aku mengepalkan tanganku. Jari-jariku selama ini terasa kedinginan sejak saat itu, tapi saat ini, jari-jariku terasa hangat. Kutaruh jariku di handle pintu dan membukanya, atau setidaknya begitu. Pintu hanya mengeluarkan suara menderit tapi tidak terbuka. Kucoba sekali lagi, dan gagal. Kucoba lagi untuk terakhir kalinya, tetap tidak bisa.

“Kampret, dikunci...”

Setelah mengumpat kesal, akupun duduk di lantai sambil bersandar ke pintu. Setelah meminum tegukan terakhir dari kaleng kopiku, aku melihat sesosok muncul dari arah lorong.

“Oh, kau datang lebih dulu.”

Meski melihatku seperti ini, dia tetap berjalan seperti biasanya. Memang benar ini adalah momen yang sangat jarang, karena dia selalu tiba lebih awal dariku. Karena selalu datang terlebih dahulu, maka sangat aneh melihatnya terlambat. Tanpa diduga-duga, ternyata dia juga merasa momen ini agak awkward dan cukup memalukan, membuatnya tampak bingung harus melakukan apa.

“Maaf, apa kau menungguku cukup lama?”

“Tidak juga...Aku baru saja sampai.”

Mengesampingkan betapa bodohnya basa-basi ini, aku berhasil memberinya respon yang standar. Dia juga membalasku dengan senyuman.

“Bisa bantu bukakan pintunya?”

Dia menatapku dan melemparkan kuncinya kepadaku, dan kupastikan kalua aku menangkapnya dengan baik. Ini pertamakalinya aku memegang kunci ruangan ini, kunci yang terbuat dari material besi ini. Kunci ini terasa hangat, mungkin dia sedari tadi memegang kunci ini dengan telapak tangannya.


X x x


Ketika memasuki ruangan ini, yang terlihat hanyalah sebuah ruangan yang kosong. Yukinoshita dan diriku duduk di posisi yang biasanya, di ujung meja yang berseberangan. Kalau dulu, aku merasa kalau jarak duduk yang seperti ini adalah sesuatu yang biasa, entah mengapa sekarang aku merasa jarak ini terlalu jauh.

Ketika rasa cemas melanda, kedua mataku mulai menjelajah ke seluruh pelosok ruangan, dan berakhir dengan menatap kedua mata Yukinoshita. Momen awkward ini membuatku tidak mampu mengatakan satupun kata-kata, dan kemudian dia hanya memalingkan pandangannya dariku. Tidak lama kemudian, dia mulai melirik ke arahku.

Ini gawat…Apanya yang gawat? Ya situasi ini.

Lebih tepatnya, aku merasakan adanya sesuatu yang tidak beres tubuhku, berupa demam yang disertai peningkatan detak jantung, berkeringat, tubuh terasa panas, dan mulai kehilangan tarikan napas. Sebenarnya, apa yang harus kau lakukan ketika kau demam? Mudah, cukup kerja saja! Tidak bisa beristirahat ketika tubuh membutuhkannya, adalah definisi dari budak-budak korporat di Jepang! Karena itulah, aku akan meredakan situasi ini dengan membahas topik tentang pekerjaan.

“Uh...Apa sebaiknya kita mulai saja rapatnya?”

“Ide yang bagus.”

Kuambil salinan proposal kegiatanku itu dan memberikan proposal itu kepadanya. Kami hanya terpisah oleh sebuah kursi, dan jarak yang seperti ini membuatku bertambah gugup saja. Setiap tarikan napasku, terasa sebuah aroma wangi sabun—dan wanginya enak. Akupun mulai membolak-balik sampul proposalku itu untuk mengalihkan perhatianku.

“Ini adalah proposal yang kuberikan ke SMA Kaihin. Semua informasi yang diperlukan harusnya ada disini.”

Fokus kerja, kerja!

Kalau ada sesuatu yang harus dikerjakan, maka tidak ada momen untuk mengobrol. Jadi kita bisa meminimalisir momen awkward dan memalukan ini. Dia melihat ke arah proposal sambil mengangguk. Rambut hitam panjangnya, kadang mengibas ketika dia mengangguk, setelah itu dia akan membetulkan kembali posisi rambutnya ke belakang telinga. Ketika dia mulai membaca proposal itu, wajahnya yang memerah mulai berubah menjadi normal.

“Menurutku, proposal ini cukup payah.”

“Ya maklum. Aku sendiri waktu itu sudah kehabisan waktu, dan aku sudah putus asa untuk segera menyelesaikannya.”

“Oh, jadi kau waktu itu sudah putus asa, huh?” dia menggumamkan itu dengan senang. Kemudian, dia mulai mencoret-coret proposal itu dengan spidol berwarna merah.

Memang aku sangat senang melihatmu punya mood yang bagus, tapi cukup mengkhawatirkan bagiku jika melihatmu mencoret banyak hal di proposal itu dengan spidol merah, oke...?

Tidak lama kemudian, dia terdiam sambil menyentuhkan ujung spidolnya ke bibirnya sambil mengangguk.

“Kupikir kita akan kesulitan untuk mengeksekusi proposal ini karena ini hanyalah sekedar konsep saja. Masalah terbesar disini adalah dana dan panitia event.”

“Sepertinya kita bisa memanfaatkan dana dari SMA Kaihin. Kalau soal panitia, kurasa kita harus mengerahkan sebanyak mungkin siswa SMA Sobu.”

“Memang benar. Kita harus menemukan siswa yang mau menjadi sukarelawan event...” katanya, sambil melihat ke arah kursi kosong yang berada diantara kita. Itu adalah kursi dimana Yuigahama biasa duduk disitu.

“Begini, kita tidak bisa terus mengganggunya. Biar kucoba untuk—”

“Tidak, aku akan bicara kepadanya.” Yukinoshita memotongku.

Dia mengatakan itu sambil memegangi kerah bajunya, seraya membetulkan pita seragam, dan memindahkan pandangan matanya menuju kursi kosong tersebut. Seperti berusaha meyakinkan dirinya sendiri, dia kemudian menambahkan.

“Kau tidak perlu khawatir, serahkan saja padaku. Ini mungkin agak sulit untuk dijelaskan, tapi aku ingin mengatakan sesuatu dengannya...Kalau tidak, dia bisa sedih karena kita tidak memberitahunya.”

Aku merasakan kecemasan dalam nada suaranya, namun dia tetap menutup itu dengan sebuah senyuman.

“Ya sudah...Sementara itu, kurasa aku ada beberapa hal yang bisa dieksekusi.”

“Kedengarannya bagus.”

Senyum dan jawaban ceria muncul darinya, aku merasa lega dan mengangguk. Kemudian, aku memenuju coretan selanjutnya di kertas memonya.

“Jadi masalah sukarelawan event sudah selesai. Kalau soal dana...Kita bisa menggunakan dana dari SMA Kaihin sambil mencari lokasi eventnya...Tunggu? Memangnya lokasinya dimana?”

“Kita sudah menyatakan kalau ini adalah semacam kegiatan sosial ke masyarakat, jadi kita tidak bisa menggunakan sekolah kita. Malahan, karena ini adalah sebuah event kolaborasi sekolah, akan lebih baik jika kita tidak menggunakan sekolah sebagai fasilitas event.”

“Ah...Masuk akal.”

“Kebutuhan dana dan sukarelawan akan tergantung dari lokasi dan rangkaian kegiatan yang disusun, jadi kalau bisa, kita harus menentukan lokasinya dahulu.”

“Betul. Tidak ada gunanya menyusun kegiatan dan hal lainnya kalau lokasi eventnya belum ditentukan.”

“Kalau begitu, kita harus list dahulu tanggal-tanggal yang memungkinkan dan lokasi yang tersedia di tanggal tersebut.”

“Lokasi, ya...? Memang, proposal ini hanyalah proposal yang kubuat mendadak ketika bertemu dengan orang SMA Kaihin.”

Kututup proposalnya sambil mengakui kalau ini ada benarnya. Ketika membuat proposal Malam Perpisahan palsu, aku memang mencantumkan beberapa lokasi yang potensial. Karena sejak awal aku tidak ada niatan untuk merealisasikan event tersebut, jadi kutulis saja apa yang ada di pikiranku, seperti di tepi laut, atau pantai yang bisa melihat matahari tenggelam.

“Wow, ternyata ada juga orang yang berencana membuat acara Malam Perpisahan di pantai...”

“Siapa lagi kalau bukan kamu?”

Dia membalas sindiranku itu, dan akupun mulai pening melihat ini.

Kampret, siapa sih yang punya ide menggelar Malam Perpisahan di pantai? Kubunuh kau! Apa kau tidak kasihan dengan panitia event yang harus berusaha merealisasikannya?

“Memang di proposal tertulis lokasi bertema laut, tapi bisakah kita sederhanakan misalnya lokasi di pantai saja?”

 Kulihat Yukinoshita mengambil keluar laptop Klub. Kemudian, dia memakai kacamata komputernya dan mulai menjelajah internet. Jari-jarinya yang kurus itu sedari tadi mengetik-ngetik sesuatu, dan akhirnya berhenti.

“Sepertinya ada beberapa pantai yang bisa menggelar event, tapi...Akan sangat sulit untuk menggunakan lokasi tersebut kecuali ada ijin dari pemerintah setempat, atau, lebih tepatnya kita butuh semacam sponsor dan dana. Kita juga membutuhkan ijin untuk menggunakan api untuk jaga-jaga ada aktivitas event yang berhubungan dengan api.”

Dia kemudian memutar laptopnya ke arahku. Kulihat layarnya sejenak dan berpikir.

“Setahuku, ada taman yang dekat dengan laut dan punya area untuk bakar barbeque. Kalau kita diijinkan memakai area itu, maka tidak perlu pusing mengurus ijin menggunakan api dalam event.” Kataku, sambil mengetik beberapa kata. “Nah, disini lokasinya.”

Kubuka website tentang taman yang berada di dekat SMA kita, lalu kubesarkan petanya. Yukinoshita mengamatinya sambil memiringkan kepalanya.

“Karena itu area publik, harusnya tidak mahal kalau dipakai untuk kegiatan...Banyak pepohonan juga di area taman tersebut, sehingga eventnya bisa juga dibuat pesta kebun atau sejenisnya.”

Kedua matanya berkaca-kaca seperti menemukan sesuatu. Ekspresinya sungguh memukau, atau mungkin terlalu dekat, sehingga aku mulai memundurkan posisi tubuhku. Ketika dia sadar kalau posisi kita terlalu dekat, dia menjauhkan posisi tubuhnya. Dia lalu melepas kacamatanya dan menambahkan.

“Ngomong-ngomong...Kita tidak akan benar-benar tahu detail lokasinya sebelum datang dan melihatnya sendiri.”

“Be-Betul juga...” Akupun mengangguk.

Ya, memang benar. Saat ini kita sudah punya kandidat potensial, tapi bisa atau tidaknya tidak akan ketahuan kecuali kita datang dan memeriksanya sendiri. Itu artinya, kita perlu memeriksa lokasinya sendiri. Yukinoshita sendiri belum memeriksa seluruh detail proposal itu, dan aku sendiri tidak memiliki kemampuan untuk menilai detail lokasi dan ketersediaannya. Kalau berangkat sendiri-sendiri tidak akan efektif. Karena itu, akan sangat efisien bila kita berdua pergi bersama-sama. Karena ini demi pekerjaan, akan sangat wajar kalau bekerja itu mengutamakan efisiensi.

Oke. Alibiku sudah tersusun rapi.

“Ba-Bagaimana kalau kita pergi dan melihatnya langsung? Lokasinya cukup dekat, dan besok kebetulan hari libur, jadi...”

Tapi, ketika kata-kata keluar dari mulutku, alasan sempurnaku berhamburan entah kemana, dan suaraku mulai menghilang.

“O-Oh, bagaimana ya...Besok...”

Suaraku yang tidak jelas itu hanya dibalas anggukan. Karena awkward, akupun mengangguk balik, entah dia setuju dengan ajakanku ataukah hanya paham kalau itu hanyalah anggukan kalau dia mendengar kalau aku mengajaknya.


X x x

Taman ini ternyata luar biasa ramai ketika liburan, ditambah lagi cuacanya yang sangat mendukung.

Ada sebuah lapangan berumput yang dipakai untuk bermain sepak bola dan futsal. Ada semacam pameran anjing yang digelar di tempat parkir dan berkontribusi terhadap kemacetan di jalanan. Ketika sampai di gerbang taman, banyak sekali keluarga dan orang yang joging.

Orang-orang disini seperti sangat menikmati musim semi ini, seakan-akan terpaksa harus menikmati ini semua karena pajak di kota ini sangatlah mahal. Serius ini, pajak di kota ini benar-benar mahal. Terlihat banyak sekali layang-layang terbang di langit, seperti hendak terbang lebih tinggi dari tagihan pajak di kota ini. Tapi akhirnya, tagihan pajak yang akan selalu terbang lebih tinggi.

Aku sendiri sedang beristirahat di bangku taman yang teduh, sambil menikmati situasi ini. Kuminum sekaleng Max Coffee dan memandangi layangan di langit yang biru ini. Pemandangan kontras terjadi di sebelahku, Yukinoshita tampak kelelahan. Angin meniup dirinya bersamaan dengan dedaunan dari pepohonan.

Hari ini, tampilannya seperti seorang gadis high-class dengan cardigan girly biru dipadu dress one piece berwarna putih. Tapi, bahunya yang tampak menurun dan wajah yang kelelahan tampak tidak cocok dengan imagenya.

“Aku punya lagi Max Coffee. Mau?”

“Terimakasih...”

Dia menjulurkan tangannya yang lelah dan memegangnya dengan kedua tangan. Setelah beberapa teguk, cairan kopi atau gula yang masuk dalam tubuhnya akan membuat dirinya merasa lebih segar.

“Taman benar-benar ramai waktu liburan...Jujur saja, aku tidak menduga akan seperti ini. Tamannya juga luas, benar-benar luas.”

“Kau tampak kelelahan, bahkan untuk berbicara saja.”

Setelah mengembuskan napas beratnya, dia melepas topi baretnya dan memasang ulang tali rambut yang membuat rambutnya terbelah menjadi dua. Dia mengigit tali rambutnya dan secara perlahan menggunakan tangannya untuk memperkuat ikatan rambutnya. Setelah berhasil mengikat kedua sisi rambutnya, dia memeriksanya sekali lagi dengan cermin.

Ini terasa sangat nostalgia.

Kali ini dia memakai topi, tapi gaya rambutnya agak sedikit berbeda...Begitulah pikirku, tapi aku akhirnya sadar kalau dia memakai gaya rambut yang sama ketika dulu pergi bersama Komachi.

Twintails.

“Sudah lama sekali aku tidak melihatmu menggunakan gaya rambut yang seperti itu.”

“Benarkah...? Memang benar, aku tidak ke sekolah dengan gaya rambut yang seperti ini.”

Dia sepertinya tidak ingin memakai topi itu kembali, malah menurunkan topi tersebut dan memegangnya saja.

Aku tidak begitu paham soal ini, karena belum pernah melakukannya, tapi menyeimbangkan sisi kiri dan kanan sepertinya sulit. Untuk orang selevel diriku, selama liburan aku hanya memakai pakaian training saja. Atau kalau tidak ada Komachi, aku hanya memakai kaos dan celana pendek saja. Jadi, melihatnya memperhatikan tampilannya agar tetap fresh membuatku kagum.

Sedari tadi aku hanya diam menatapnya, dia sendiri menutup mulutnya dengan topi beret dan mengatakan sesuatu dengan nada yang pelan.

“Aku juga jarang melakukannya di liburan...”

Huh...? Apa maksudnya? Tapi tadi...Benar-benar manis, dan aku terlena. Tunggu, serius ini? Dia manis sekali. Ya ampun, ada apa dengan gadis ini? Dia manis sekali.

Maksudku, dia memang sering merepotkanku, tapi ada suatu hal yang membuatnya terus terlihat manis di depanku. Tunggu, jangan-jangan...Inilah yang membuatnya terlihat manis? Ah sudahlah, kesimpulannya, dia manis sekali.

“Memang, kau akan merasa nyaman bila melihat hal-hal yang biasa kau lihat sehari-hari, tapi sebaliknya, melihat sesuatu yang baru juga memberikan hal yang bagus. Ya, sesuatu yang bagus...”

Akupun mulai berkhayal sedang meninggalkan segala kenormalan ini dan bergabung dengan teriakan berulang-ulang para otaku...Bagus...Bagus....

Merasa tidak nyaman akan situasinya, dia mulai menaikkan topi beretnya sebatas mata dan mulai memalingkan pandangannya....

Yep, ini pemandangan yang bagus juga.

“Dari yang kulihat, kita sepertinya tidak boleh melakukan aktivitas yang bisa merusak rumput. Jadi membangun panggung di area rerumputan jelas tidak akan diperbolehkan.”

Kedua matanya terfokus ke rerumputan yang berada di depannya, dimana rerumputan itu juga pasti sudah termasuk dalam paket fasilitas taman  yang bisa dipakai jika kita mengajukan ijin. Kulihat sejenak rerumputan itu, tiba-tiba teringat sesuatu, dan mulutku yang sedari tadi terdiam kini mulai berbicara.

“Kita juga harus mempertimbangkan tentang sound dan kelistrikannya. Akan sangat bagus jika kita bisa memastikan kalau akan memakai listrik PLN saja, meski aku sudah mulai membayangkan kalau nantinya kita terpaksa harus memakai listrik dari genset...Cuaca juga menjadi masalah.”

Akan sangat bagus kalau Sunshine Girl berada di pihak kita, tapi menemukan Child of Weather saja sudah susah.

“Kita bisa menggunakan tenda sebagai pengganti panggung, tapi itu juga bisa mengubah suasananya. Kita juga tidak bisa berharap para undangan dengan kostumnya akan bersedia berjalan menuju lokasi dengan berjalan kaki.”

Dia mengayun-ayunkan kakinya. Sedang kedua mataku sedari tadi melirik betisnya yang putih itu. Tidak lama kemudian, akupun mengangguk.

“Memang betul...Rute jalannya memang agak sulit.”

Sederhananya, taman ini bukanlah lokasi yang cocok untuk menggelar Malam Perpisahan. Sambil memikirkan tempat lain yang mungkin bisa dilihat, akupun mulai berdiri dari tempat dudukku. Kubersihkan pasir yang menempel di pakaianku, dan melihat ke arah lautan.

“Untuk jaga-jaga, mari kita jalan ke sana.”

“Baiklah.”

Dia kemudian berdiri dan menyusulku, dan kami berdua berjalan santai menjelajahi taman ini. Melewati rerumputan hijau lalu menuju jalur pejalan kaki. Pemandangan yang terlihat di kejauhan hanyalah pantai. Meski ini sudah masuk musim berenang, aku tidak melihat satupun orang sedang berenang di pantai, tapi memang ada beberapa grup yang sedang bermain air di tepi pantai.

Pasir putih membentang sejauh mata memandang, garis horizon yang berkilauan, dan birunya lanmgit. Angin laut bertiup, meski terasa agak dingin, tapi setidaknya masih cukup nyaman meski sekarang temperatur lingkungan mulai memanas. Ini sebenarnya bukan waktu yang buruk-buruk amat untuk kegiatan berjalan sore di pantai. Adanya hiasan bunga di sepanjang lokasi pejalan kaki, membuat pemandangannya sangat indah. Meski pada akhirnya tempat ini tidak diijinkan untuk digunakan, aku sendiri tidak keberatan untuk sekedar mampir ke tempat ini.

Kutatap horizon dan melemaskan tubuhku.

“Laut Chiba adalah yang terbaik...”

“Sebenarnya itu Teluk Tokyo...”katanya, sambil berjalan di sebelahku.

Kemudian, dia terhenti dan memegangi topi beretnya agar tidak terbang tertiup angin. Dia lalu menatapku.

“Kau benar-benar suka Chiba ya? Apa kau berencana untuk tinggal disini selamanya?”

“Selama aku diperbolehkan untuk memilih, tentu saja begitu. Aku juga berencana untuk kuliah di universitas yang bisa terjangkau oleh stasiun KRL di Chiba.”

“Lagipula, mayoritas universitas yang ingin kau tuju lokasinya berada di Tokyo.”

“Eh buset, tahu dari mana? Menakutkan sekali...”

Aku bahkan belum tahu nanti mau daftar di universitas mana. Kenapa dia mengatakan itu dengan santainya seakan-akan aku pasti akan kesana...?

Ketika responku yang spontan itu terdengar olehnya, dia menggerutu.

“Jika nilai-nilai akademis andalanmu nilainya hampir sama denganku, itu bukanlah hal yang sulit.”

“Memang masuk akal, karena jurusan yang ingin kita tuju juga sama.”

“Benar...Jadi, ada kemungkinan kita akan berada di kampus yang sama.”

“Itu sangat mungkin terjadi.”

Bukan hal yang aneh kalau diterima di universitas yang sama. Kulihat secara seksama nilai-nilai akademisku, memang mengarah ke jurusan itu.

“Berada di universitas yang sama, tidak berarti juga harus satu jurusan. Meski satu jurusan, tidak serta-merta masa depannya sama.”

Ini adalah skenario yang tidak ada gunanya, meski pada akhirnya kita diterima di universitas yang sama, sepertinya jalur pulang-pergi kita tidak akan sama. Banyak yang satu universitas tapi berbeda jurusan, tapi jarang bertemu di kampus. Dan yang terpenting, aku sendiri ragu akan tekadku yang mau berjuang keras untuk berangkat kuliah. Misalnya, aku merasa kalau aku akan dengan santainya bolos ketika hujan turun dan gagal di mata kuliah. Aku bahkan merasa kalau aku akan lulus dengan nilai lebih baik jika kuliah di Universitas Mahjong dan Universitas Babi daripada Universitas betulan.

Sepertinya dia paham maksudku, dan mengangguk.

“Lalu, bagaimana setelah itu?”

“Aku belum tahu, tergantung dimana aku diterima kerja kelak.”

Kedua pupil matanya melebar.

“Kau berencana untuk bekerja? Padahal aku berpikir kau akan mewujudkan salah satu impianmu yang rumit itu.”

“Ya maaf, ternyata aku makin hari makin mirip budak perusahaan...Aku mulai yakin kalau aku akan mampu bekerja keras bagai kuda tanpa mempedulikan perasaanku.” Akupun mengembuskan napas berat setelah mengatakannya.

Yukinoshita tersenyum kecut.

“Aku bisa membayangkan dirimu dengan kedua mata busukmu itu digencet banyak penumpang MRT Tozai setiap paginya.”

“Uh, kalau boleh, aku lebih baik tidak tinggal di Tokyo kalau begitu.”

Jalur MRT Tozai adalah jalur MRT terpadat di Jepang dan 200% dipastikan padat penumpang di jam-jam sibuk. Di masa depan, akan dilakukan berbagai kebijakan untuk mengurangi kepadatan penumpangnya, tapi untuk saat ini, aku tidak bersedia untuk naik MRT itu tiap pagi. Lagipula, memperoleh pekerjaan berarti pergi meninggalkan rumah, meski aku mungkin bisa memilih tinggal sendiri, karena mahasiswa yang bolak-balik dengan jalur MRT itu pasti mendapatkan penderitaan yang luar biasa. Tinggal sendiri tidak hanya demi kenyamanan saja, tapi juga menutup salah satu bab dalam kehidupanku.

Menatap kejauhan ke arah garis pantai, aku bisa melihat gedung-gedung bertingkat yang menghiasi Tokyo. Kutatap bangunan-bangunan tersebut, merasa sadar suatu hari akan pergi kesana, dan berdiri terdiam. Tiba-tiba, langkah kakinya yang tenggelam di pasir yang basah ini terhenti. Kutatap kedua matanya.

“Tapi, aku berpikir akan kembali kesini suatu hari nanti. Aku memang sangat menyukai tempat ini, dan aku merasa disinilah tempatku berada.”

“Syukurlah kalau begitu.” Dia tersenyum dan melanjutkan langkahnya.

Kali ini, langkahnya tampak lebih ringan dan lebih cepat dariku. Setelah beberapa langkah di depanku, dia berputar.

“Kau ini benar-benar menyukai Chiba, ya?”

“Begitulah...”

Entah dia mengerti atau tidak makna dari pernyataannya itu, Ah sudahlah. Dia malah tersenyum seperti menganggap itu adalah hal yang lucu, dan aku sendiri hanya bisa membalasnya dengan senyuman yang kecut.

Jika dilihat ke belakang, terdapat jejak-jejak kaki kami berdua di atas pasir.

Kalau dipikir-pikir lagi, kita sudah berjalan sangat jauh, seperti dari stasiun ke stasiun lainnya. Di kejauhan, terdapat sebuah gedung yang mencolok.

Ada sebuah balkon di gedung tersebut, berhadapan langsung dengan lautan, dikelilingi pagar besi, dan sepertinya gedungnya terbuat dari beton. Sepertinya, ini adalah sebuah restoran. Ada sebuah teras dengan kebun di lantai pertamanya. Kalau melihat tandanya, sepertinya ini sebuah kafe yang menyediakan roti. Sebuah kafe yang sangat menarik, ruangannya lega, dan terdapat sofa untuk bersantai sambil melihat birunya langit.

Yukinoshita menunjuk ke arah kafe dengan anggukan kepalanya, sepertinya hendak bertanya apakah aku mau mampir kesana. Akupun mengangguk. Sebelum sampai di bagian pemesanan, dia menatapku.

“Bisakah kau carikan tempat duduk untuk kita?”

“Yeah.”

Kududuk di sofa yang menghadap ke laut, dan menikmati nikmatnya embusan angin laut. Kulihat sekeliling toko sambil menunggu Yukinoshita. Cara kafe menuliskan menu-menunya dengan kata-kata slang memang memberikan kesan kekinian. Ada beberapa minuman yang sedang trend seperti : berbagai minuman dengan boba seperti milk tea, teh rooibos tanpa kafein, smoothies dari buah dan sayuran.

Hey, hey, ini becanda kan? Kita ini sedang di Chiba! Siapa yang memberimu ijin untuk bersikap kekinian disini...? Kalau begitu, Chiba pasti akan menjadi trendsetter ke depannya.

Ketika aku mulai mengingat hal-hal kekinian di Chiba, Yukinoshita datang dengan membawa sebuah nampan dan duduk di sampingku.

“Ini untukmu, ini untuk yang tadi.” Dia memberiku sebuah boba milk tea, sepertinya ini untuk mengganti Max Coffee yang kuberikan kepadanya tadi.

“Umm, bukankah ini lebih mahal? Apa kau tidak mengerti matematika?”

“Setidaknya matematikaku lebih baik darimu. Kau bisa membayar balik di lain kesempatan.” Dia mengatakannya dengan santai dan mulai meminum milk teanya.

Huh, ternyata dia juga suka meminum apa yang diminum gadis remaja kebanyakan.

Ada beberapa hal yang terlintas di kepalaku, hal-hal manis seperti Nyanko dan Pan-san. Memang agak sulit untuk mengkategorikan minuman boba sebagai hal yang manis atau tidak. Tapi, ini adalah minuman yang sangat jarang untuk kudapatkan. Untuk merayakan momen ini, maka kuputuskan untuk mengambil gambar, seperti yang biasa kulakukan ketika semangkuk ramen datang. Apakah ini yang mereka maksud dengan instagenic?

“Ah...”

Yukinoshita sepertinya baru menyadari sesuatu. Ketika kulihat, dia hanya menatap minumannya sedari tadi, dari ekspresinya tertulis sebuah pernyataan Aku harusnya ambil foto dulu tadi...

“Um, aku belum meminum punyaku, jadi kau bisa ambil foto minumanku, tidak apa-apa...” Aku merasa sedikit bersalah dengan situasinya, dan menyarankan itu. Kusodorkan minumanku kepadanya dan dia mulai mengeluarkan smartphonenya.

“Be-Benarkah? Terimakasih...”

Dia merapikan poninya, lalu duduk tepat sebelahku, sambil merangkul lenganku. Kemudian, kameranya mulai mengambil dua foto kami berdua.

Serangannya yang tiba-tiba semacam itulah yang membuatku terdiam sedari tadi. Dia tampak tersenyum sambil melihat hasil jepretannya tadi, tidak lama kemudian dia membisikkan sesuatu, “Bagaimana dengan ini...?” sambil menunjukkan hasil fotonya tadi. Meski hasilnya menampakkan kita sedang saling merangkul lengan, tapi adanya jarak diantara kita jelas-jelas menunjukkan sesuatu yang awkward diantara kita.

Kuembuskan napas beratku setelah melihat foto itu.

Serius ini...? Sikap gadis ini benar-benar diluar ekspektasiku. Jantungku hampir copot dibuatnya...

“Kalau bisa jangan yang itu, itu jelek menurutku...” kataku, sambil berusaha mengembalikan seluruh kesadaranku yang sebelumnya hilang entah kemana.

Mendengar itu, wajahnya memerah dan berusaha mencairkan suasananya.

“Ma-Maafkan aku, um...”

“Foto ulang lagi saja. Di foto tadi kedua mataku seperti mata orang mati saja.” Kataku, sambil mengambil smartphoneku keluar.

Ketika aku mulai mengambil pose, dia hanya diam tertegun, tapi tidak lama kemudian dia merapikan  rambutnya dan posisi duduknya. Setelah sangat dekat, dia mulai melebarkan lengannya.

“A-Aku siap...”

Um, kau tidak perlu melebarkan lenganmu seperti itu. Kau malah membuatku bertambah gugup. Tolong jangan lakukan itu.

Akupun mulai merangkul lengannya seperti sebelumnya, tapi kali ini posisi kami jauh lebih dekat.

“Siap ya.”

“O-Oke.”

Suaranya yang gugup agak kontras dengan sikap duduknya yang lurus. Aku tahu kalau dia juga tegang karena bahu kami saat ini sedang bersentuhan, bahkan lengannya seperti sedang bergetar. Tapi, bukannya aku mau bilang kalau lenganku santai saja, dari tadi lenganku bergetar tidak karuan. Kupercayakan kepada stabilizer kamera ponselku, dan kuambil foto kami berdua. Setelah itu, dia melihat hasil fotonya dan tertawa.

“Matamu tidak berubah sama sekali. Masih busuk seperti biasanya.”

“Santai, aku bisa edit dengan aplikasi editor foto. Seperti slogan Knowledge is Power!

Aku langsung mendownload aplikasi foto editor dan mulai mengedit fotonya. Dia melihatku dengan penasaran.

Kurasa wajahnya tidak perlu di edit, jadi...

Kita menghabiskan waktu dengan menikmati suasana sofa tersebut hingga boba milk tea kami habis. Tanpa sadar, lautan dan langit mulai berwarna kemerahan, matahari sudah berubah senja. Mungkin, ini adalah pertamakalinya aku melihat matahari terbenam sedekat ini. Aku dan Yukinoshita hanya terdiam menatap pemandangan ini.

Tiba-tiba, terdengar suara lonceng dari kejauhan. Kami berdua menengok ke arah suara tersebut, dan ternyata sumber suaranya lebih dekat dari yang kami kira.

“Ayo kita lihat.”

Dia berdiri dan berjalan menuju sumber suara tersebut. Semakin dekat dengan sumber suara tersebut, kami mulai melihat banyak sekali orang-orang yang berpakaian formal. Ada sebuah prosesi pengambilan foto dimana pengantin pria berpakaian tuxedo dan wanitanya memakai gaun pengantin, dengan latar belakang laut, dan tepat di magic hour.
(note : magic hour atau golden time biasanya terjadi ketika matahari hendak terbit atau tenggelam. Disini posisi sinar matahari berada di titik terjauh dan harus menempuh lapisan atmosfir yang paling jauh, sehingga menghasilkan iluminasi cahaya yang lembut. )

Ini adalah sebuah acara pernikahan.

Ternyata gedung yang berada di sebelah restoran adalah sebuah kapel, dan gedung di sebelahnya lagi sepertinya sebuah aula untuk menggelar resepsi pernikahan atau hal-hal lainnya.

Ada brosur-brosur di salah satu sudut gedung itu. Setelah kulihat, aula tersebut ternyata disebut Aula Perjamuan. Bahkan lantai 2 memiliki 2 ruangan terpisah dengan desain yang berbeda, dan lantai pertama ini ruangan lobinya memiliki interior kayu. Di samping lobi ada teras yang berhadapan dengan laut. Ketika kulihat terasnya, ada sebuah api unggun yang berlokasi di tengah teras, menghangatkan area sekitarnya.

Hmm...Ternyata mereka punya yang seperti ini disini? Mungkin aku baru tahu karena acara pernikahan adalah sesuatu yang asing bagiku.

Kubaca lagi brosur-brosur itu, namun ada yang menarik-narik tanganku.

“Ada apa?”

“Ini tempat yang sempurna. Nanti kita gelar disini saja.”

Kedua mata Yukinoshita tampak berkaca-kaca ketika menarik-narik lengan tanganku. Dari ekspresinya, sepertinya dia sangat antusias sekali, tapi hal-hal yang semacam ini malah membuatku semakin sulit bertanya tentang langkah selanjutnya.

Kalau kutanya, aku merasa jawaban selanjutnya adalah sebuah skak-mat buatku...Maksudku, bukankah ini aula untuk menggelar pernikahan, memangnya apalagi yang bisa dibahas?

“Um...Bukankah ini masih terlalu dini?” kataku, sambil berhati-hati memilih kata-kata selanjutnya.

Dia tampak keheranan sambil memiringkan kepalanya. Seperti sadar apa maksudku, dia kemudian melepaskan tangannya dari lenganku dan menaruhnya di kening.

“Kau ini memiliki mata dan karakter yang buruk, tapi kalau kau juga payah dalam menebak sesuatu, lalu apalagi yang bisa kau banggakan? Coba kau lihat ini lebih dekat.” Dia menunjuk ke beberapa kalimat di brosur tersebut. “Aula ini punya fasilitas yang lengkap, pemandangan laut, dan api unggun.”

“Oh...Benar, maksudnya tentang acara Malam Perpisahan.”

Ya ampun, sungguh memalukan! Bodoh sekali! Hachiman, kau bodoh sekali! Dasar belatung! Padahal kukira sikapku tadi itu sudah keren dan tenang, ternyata diluar dugaan, huh? Apakah ini saatnya untuk mati? Betul tidak?

Kepalaku mulai dingin, dan logikaku mulai kembali. Semua fasilitas tempat ini cocok dengan deskripsi proposal event, sehingga menjadikan tempat ini ideal.

“Benar, kalau kita akan mengeksekusi event tersebut, maka ini tempat yang cocok.”

“Betul, ini adalah tempat yang paling memungkinkan.” Dia tersenyum penuh percaya diri.

Memang tidak ada salahnya bisa melihat sisi lain dari dirinya, tapi ekspresinya saat ini adalah ekspresi yang biasanya kulihat dari dirinya, ekspresi terbaik dari dirinya.






 x Chapter 8 Part 1 | END x





Jika merunut urutan, maka harusnya kegiatan ke pantai ini adalah momen yang disiapkan Hachiman untuk menembak Yukino. Namun, karena pertimbangan tertentu, akhirnya "menembak" terjadi 2 hari sebelumnya, sepulang sekolah.

...

Menarik untuk melihat bagaimana versi anime untuk chapter ini.

...

Dalam volume 2, Hachiman memang mengatakan kalau dia punya rencana kuliah di Universitas yang bisa dijangkau transportasi commuter seperti KRL/MRT/Monorail.

...

Hachiman secara resmi berpikir untuk bekerja setelah lulus kuliah ada di vol 10.5. Yukino jelas baru tahu, karena itu terjadi dalam sebuah monolog di perpustakaan.

...

Ini juga secara tidak langsung mengatakan kalau Hachiman berkeinginan tinggal dan menghabiskan hidupnya di Chiba.

...

Darimana Yukino tahu mayoritas Universitas pilihan Hachiman di Tokyo?

Kita kumpulkan petunjuk dahulu.

Di vol 10 chapter 3, Hachiman mengatakan kalau dia akan masuk Universitas Swasta. Alasannya sederhana, karena ujian masuk swasta cuma 3 mata pelajaran. Sedang universitas negeri ada 12 mata pelajaran.

Dari volume 2 dan volume 10, pembaca sudah tahu kalau Hachiman akan masuk jurusan Liberal Art. Alasannya, karena disana bisa memilih mata kuliah dan bisa menghindari matematika, pelajaran yang dibenci Hachiman.

Volume 7 chapter 2, Hachiman mengatakan kalau Universitas Doshisha di Kyoto adalah area sakral baginya. Secara tidak langsung ini mengatakan kalau salah satu universitas pilihan Hachiman ada di Kyoto.

Jika anda cek internet tentang universitas di Jepang yang terkenal akan jurusan Liberal Art, maka anda akan mendapati Universitas Waseda (Tokyo), Universitas Akita Internasional(Akita), Universitas Kristen Internasional(Tokyo), Universitas Sophia (Tokyo), dan terakhir Universitas Doshisha(Kyoto). Waseda dan Akita dihapus dari pilihan karena itu adalah Universitas Negeri, sisanya adalah universitas swasta.

Jadi, universitas pilihan Hachiman ada 2 di Tokyo dan 1 di Kyoto. Maka tidak salah Yukino menyebut mayoritas kampus tujuan Hachiman ada di Tokyo.

...

Yui akan menangis mendengar kencan ini...






53 komentar:

  1. Akhirnya di-update lagi
    Terima kasih min

    BalasHapus
  2. Komen dulu, ya kan
    Terimakasih min

    BalasHapus
  3. Setelah menunggu lama akhirnya update. Maksih admin

    BalasHapus
  4. Setelah sekian lama, terima kasih min

    BalasHapus
  5. Min mau tanya soal vol 12
    1. Pas Yukino mau nerima reques sbg pribadi kok nggak dihentiin sma Hachiman
    2. Yg pas Haciman keluar ruang rias kok ngajak Yui gandengan tangan??
    3. Yukino kok dibolehin Hachiman dansa dg Yui ama Yui kenapa min...
    4. Hachiman kok ngajak Yui kencan lagi padahal yg sblmnya dah kebayar
    5. Maksud kata2 Yui pas ditoko tuh intinya gmn min
    6. Ibu Yukino tujuannya kesekolah emang buat nyampein pendapat ato ada yg lain..
    7. Pas chapter terakhir itu intinya gmn min gk ngerti

    Tolong min pusing nih..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Gw ga tau klo lu udh baca dari vol awal atau blm, jadi gw jwb se isa mungkin yg dri gw baca:
      1. Menurut gw,menurut LN ini bkn dari animenya yg kebanyakan adegan/percakapan banyak di skip krn terlalu banyak padahal oregairu 1 season hanya 13 ep aja.
      Jadi menurut LN, sebelumnya yukino blg klo ingin mewarisi pekerjaan ayahnya sbg pemimpin bisnis perusahaan yg dimana sdh direncanakan bahwa haruno, anak pertama dari keluarga yukinoshita yg akan mewarisi ya, dan keputusan itu ditentukan oleh ibu yukino. Dimana, yukino dan ibunya tidak akrab, serta Haruno tidak menyukai bahwa dia yg akan mewarisi perusahaan itu. Maka di masa lalu haruno, dia ga bisa pergi ke univ yg dia mau krn ibunya menyuruhnya utk kuliah dikota tempat tinggal/kerja keluarganya supaya haruno dapat dilatih menjadi pemimpin. Haruno tentu ga suka akan keputusan ibunya, jd dia menyerah dan mengikuti keputusan ibunya. Dia jg ga bisa nolak (mungkin) krn posisinya anak sbg sulung.

      Maka, yukino ingin meraih kedudukan ayahnya walaupun dia bukan pewaris sah, dengan cara membuktikan itu kpd ibunya dgn berpartisipasi dlm penyusunan acara prom nite gitu deh... Dan tentunya ada hubnya dgn ibu yukino,yg merupakan pemegang sekolah yukino walaupun keliatan seperti bayanag gitu posisi nya. Nanti bakal muncul, dan menolak ide yukino yg kerja sama dgn osis, dan disitulah hachiman mulai bantu yukino.

      3. Palingan krn yukino sebenarnya tau klo temennya suka sama pria yg jg ia cintai. Maka dia membiarkannya, jg yukino masih ada kerjaan dibagian penyusunan,utk membuat acara nya lancar.

      3. Emg ada yah? Klo ada, palingan req yg disuruh yukino ke hachiman utk memenuhi permintaan yui krn kls 3 lagi kemungkinan hiratsuka ga di sobu lgi dan klub relawan bakal bubar.

      6. Dia itu pemegang sekolah dgn posisinya seperti bayangan. Sekalian mungkin jg dpt info dari haruno/entah darimanalah itu, klo yukino yg menjadi inti penyusunnya. Klo dari haruno infonya, maka ibu yukino datang utk menguji yukino

      Sekian opini saya, tolong dikoreksi jika ada yg kurang tepat

      Hapus
    2. Gw bantu jawab menurut pendapat gw no yang gw tau.

      No.2 Yui ama Hachiman udah dipasangkan sebagai pasangan latihan dansa, mungkin itu sekadar latihan agar tidak gugup pas dansa

      No.3 Karena Yukino sibuk ngajarin Iroha yang bakal jadi Prom Queen

      No.4 kalo maksudmu yang ke IKEA itu, itu bukan kencan, itu Hachiman minta tolong Yui buat nyari hadiah ultah Komachi, Hachiman minta tolong Yui karena selera Yui sama kayak Komachi

      7. Intinya Yui udah mulai menyerah sama Hachiman, soalnya dia selalu mau ngebantu Yukino. Padahal kan Yukino sebelumnya bilang kalo dia mau selesain masalah Prom Night sendiri

      Mohon maaf jika salah, tolong dikoreksi

      Meskipun saya udah tau akhirnya, saya tetep team Yui dan dan sedih untuk menulis ini :(

      Hapus
    3. maksudnya yukino bukan pewaris yg sah , mkasudnya gmn min??

      Hapus
  6. Akhirnya ada kelanjutan nya lagi hehehe. Semangat min, sebagai bacaan di tengah wabah hahahah

    BalasHapus
  7. Nunggu tamat baru gue gas wkwkw

    BalasHapus
  8. Mumpung animenya dah keluar

    BalasHapus
  9. Akhirnya keluar lagi terjemahannya, lanjut terus sampai tamat min, semangat heheh

    BalasHapus
  10. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  11. Semoga versi animenya sesuai expetasi :)


    #timbatch hrus sabar :(

    BalasHapus
  12. Mantap min, thanks atas translate dan analisinya

    BalasHapus
  13. Makasih, Admin. Semoga selalu sehat!

    BalasHapus
  14. Min, nanti ada bikin ulasan atau review oregairu season 3 ?

    BalasHapus
  15. "Yui menangis mendengar kencan ini" hahaha saya sangat terhibur. Terimakasih untuk admin blog zcaoi. Btw ada link untuk saya donate, yah meskipun hanya bisa untuk membeli Maxx Coffee

    BalasHapus
  16. Terima kasih min, saya juga pengen liat versi animenya adegan ini, mudah-mudahan ga diubah

    BalasHapus
  17. Lho? Yui nya kemana Thor??? Btw vol udh ada ga, Thor?

    BalasHapus
  18. update terus min klo bisa secepatnya. ini puncak ke UwU an mereka. kwkwkwkw

    BalasHapus
  19. Kangen review per episode bang dan euy :')

    BalasHapus
  20. Mantap min..walaupun gua baca ln nya mulai vol 12 ,tp gua lumayan paham soalnya gua udh nonton br ulang" oregairu s1-2 nya....mungkin besok" gua bakal baca disini mulai lagi dari vol 1 nya karrna gua yakin ada banyak adegan" yang gk ada di animenya...lanjutkan min,gua tunhhu update.an selanjutnya...
    Semangat admin terjemahinnya 😁😁

    BalasHapus
  21. Halunya 8man emang ekstrim wahahaha udah mikir nikah aja

    BalasHapus
  22. Terima kasih sudah translate LN ini hingga sampai vol terakhir ini
    Semoga translator selalu diberikan kesehatan dan sukses selalu dalam karir
    Btw, berbicara anime oregairu ini di season 3 dan sudah baca LN nya
    Agak kecewa memang untuk anime nya
    Dimana di anime ini lebih cenderung Yui yang tampil di season 3
    Tapi bukan itu yang kecewea
    Yang tidak sesuai diharapkan itu monolog Yukino bahkan yang penting banyak di skip bahkan tidak ditampilkan di anime nya
    Seperti nya memang produser anime nya condong kepada tim Yui

    BalasHapus
  23. chapter 8 part 2 mana min?

    BalasHapus
  24. Akhirnya terjawab sudah kerisauan saya oleh Watari Sensei dalam ulansan saya dulu di web admin -> project-translate-ln-oregairu.html:

    -------------------------------------------
    Anonim15 Agustus 2017 01.53
    Saya menunggu Volume 12 ga terbit2 ya, apakah memang tidak diteruskan oleh sang penulis Watari Sensei?

    Setelah membaca semua baik versi original maupun versi another menurut pendapat saya:
    1. Hikigaya berubah dari orang yang penyendiri dengan logika menjadi orang yang baik dengan perasaannya dimana dia tidak bisa mengambil keputusan tepat karena tidak ingin menyakiti semua gadis.
    2. Yukinoshita adalah orang yang baik dan polos tidak mengetahui dibalik hal yang dilakukan Yuigahama.
    3. Yuigahama orang yang munafik dimana sudah tahu bahwa Yukinoshita dan Hikigaya saling ada sesuatu tetapi tidak mau mengakuinya dan berusaha merampasnya.
    4. Iroha orang yang licik terlihat dari apa yang direncanakan di event Valentine serta hayama hanya sebagai alasan saja.
    5. Haruno menurut saya malahan bukanlah orang jahat dimana yang dilakukannya adalah semata-mata melindungi adiknya dari tipudaya Yuigahama dan tidak ingin melihat adiknya Yukinon menjadi menderita apabila Hikigaya sampai tidak jadi dengan Yukinon melainkan pacaran dengan yang lainnya, apabila itu terjadi maka Luka Yukinon akan sama atau lebih parah dari yang dialami Hikigaya waktu dipermainkan Kaori, dan Haruno menginginkan Hikigaya menjadi orang yang tegas tanpa mengantung semuanya dan menginginkan Hikigaya tidak menjadi seperti Hayama Hayato yang mengantung atau mempermainkan gadis yang menyukainya.
    5. Komachi adik yang baik dimana dia tidak ingin melihat kakaknya menderita lagi akibat ulah Kaori di masa lalu, andai Komachi menyadari kalau Yuigahama tidak menepati janji menemui yang meyelamatkan anjingnya dan masuk klub relawan hanya karena tujuan tertentu maka akan membuat komachi membenci Yuigahama layaknya Komachi membenci Kaori.
    6. Hiratsuka Shizuka sensei adalah guru yang baik sayangnya membuat pertandingan battle royale dimana tidak tahu akan tujuan Yuigahama sebenarnya masuk klub relawan.
    ------------------------------------------------------------------------------


    Terima kasih kepada Admin yang meluangkan waktu untuk traslate dan analisis, setelah baca saya tahu Banyak berbeda antara LN dan Animenya khususnya LN 1-11 banyak adegan yang ga ada di Animenya.

    BalasHapus
  25. Thanks min udh mau ngetranslate oiya gua tunggu novel shin oregairu ya min🥺🙏

    BalasHapus
  26. Kalau kalian sadar, Hachiman datang duluan sebelum Yukino menandakan pengen cepet-cepet liat Yukino. Kan biasanya Yukino yang datang duluan

    BalasHapus
  27. Izin promo ya Admin^^
    bosan tidak ada yang mau di kerjakan, mau di rumah saja suntuk,
    mau keluar tidak tahu mesti kemana, dari pada bingung
    mari bergabung dengan kami di ionqq^^com, permainan yang menarik
    ayo ditunggu apa lagi.. segera bergabung ya dengan kami...
    add Whatshapp : +85515373217 ^_~ :))

    BalasHapus
  28. I've already miss this blog, i want more the translation oregairu from this blog until translation completed, hiks. But more importantly i hope the owner of this blog is fine. You're doing a great job here, thankyou!

    BalasHapus
  29. Broo...
    where r u?

    BalasHapus
  30. Admin
    kemanakah Anda, Menunggu yang LN SHIN, Antology dan 14.5 ...
    Terimakasih

    BalasHapus
  31. Minnn lanjutin translate dongg

    BalasHapus
  32. Min please come back😭😭😭

    BalasHapus
  33. Dimana kau admin
    Kami menunggu😭😭😭

    BalasHapus
  34. Jir gua kesini lagi udah tahun 2023 akwkwkw

    BalasHapus
  35. Semuanya pada minta aoi buat balik dan lanjutin project ini. Yang gue mau cuma satu, kabar kalo aoi baik-baik saja.....

    BalasHapus
  36. Kangen mimin translate :(

    BalasHapus
  37. Where are u mimin 😭

    BalasHapus
  38. buset dah si admin kemana nih...udh 3 tahun gw tunggu updatan nya..setidak nya lu kasih kabar mind.lu baik baik ajjh kan min 😭😭

    BalasHapus
  39. Min, sudah 4 tahun
    Tolong kembalilah😭😭😭

    BalasHapus