Kamis, 24 September 2015

[ TRANSLATE ] Oregairu Vol 6.5 Chapter 5 : Yukinoshita Yukino tidak akan pernah menyerah



*   *   *









  Cahaya dari matahari yang sedang terbenam, mewarnai langit ini dengan warna merah. Awan-awan yang bergerak dari arah laut tampak menghiasi langit timur, yang membuatnya terlihat seperti bara api.

  Di saat yang sama, daratan mulai tertelan oleh kegelapan secara perlahan-lahan. Suasana gelap itu juga terlihat di ruangan rapat ini.

  Pada akhirnya, tidak ada kemajuan berarti setelah Hiratsuka-sensei menutup rapat itu. Yukko dan Haruka adalah orang pertama yang keluar dari ruangan ini. Setelah itu, para panitia yang lain juga mengikuti mereka kembali ke klubnya masing-masing.

  Kami disini menunggu Hiratsuka-sensei dan Meguri-senpai kembali.

  Zaimokuza mengembuskan napasnya, dan menggerak-gerakkan tubuhnya dengan menjijikkan. Meski begitu, Yuigahama dan para Pengurus OSIS lainnya juga mengembuskan napasnya juga.

  Meski begitu, Yukinoshita tidak melakukan hal yang sama dengan mereka. Dia menutup matanya, duduk dengan tegak dan memiliki ekspresi yang serius. Kecuali dirinya, tampaknya yang lain terlihat sudah menyerah dengan situasi ini. Sehingga, tatapan semua orang saat ini mengarah ke satu orang.

  Sagami Minami.

  Dulu dia adalah Ketua Panitia Festival Budaya, dan sekarang, dia Ketua Panitia Festival Olahraga. Meski begitu, dia tidak memiliki sebuah karisma yang sesuai dengan gelar tersebut.

  Dia hanya terbaring di atas meja, tidak mengatakan apapun. Kadang-kadang terdengar suara dari kukunya yang menekan HP miliknya.

  Teman-temannya yang bekerjasama dengannya di Festival Budaya, sekarang menentang keputusan dari Sagami. Ini memberikan efek yang sangat besar baginya.

  Ini dikarenakan adanya eksistensi dari sebuah hubungan diantara mereka sehingga satunya akan merasa sakit ketika yang lain melukainya.

  Aku berpikir kalau dia tidak layak menerima itu semua.

  Daripada, aku mengasihaninya.

  Mereka mungkin tidak sedekat itu, tetapi rasa sakitnya terasa ketika hubungan mereka hilang. Hubungan antar manusia yang dinamis seperti itu memang sangat mengganggu.

  Keuntungan yang didapat tidak begitu banyak daripada resikonya.

  'Yo! Teman-teman!', seperti itu kira-kira bentuk pertemanan milik mereka. Aku akan memberi tahu Komachi suatu hari nanti mengenai hal ini.

  Mungkin untuk alasan tertentu, mereka dulunya adalah sahabat baik. Meski begitu, sekarang posisi mereka hanya sebatas kenalan saja. Mungkin akan menarik jika mereka bertemu dan mengatakan 'Yo!' ketika di sekolah, atau mungkin berbasa-basi dengan dua atau tiga kalimat.

  Itu adalah hubungan yang berbeda dari hubungan yang terlihat di kelas-kelas ataupun di klub-klub pada umumnya.

  Panitia Festival Budaya dan Olahraga melambangkan fakta ini. Mungkin orang-orang yang bekerja paruh waktu juga bisa disebut seperti ini juga.

  Apa kamu memang bisa mengatakan kalau hubungan semacam itu adalah teman? Apakah kamu tidak berpikir kalau kamu sudah menurunkan standar tentang seorang yang kamu anggap teman?

  Sagami telah salah mengkalkulasi [Yo! Teman] miliknya itu, Haruka dan Yukko harusnya berdiri di sampingnya saat ini. Meski begitu, sejujurnya, posisi mereka saat ini berbeda dengan waktu itu.

  Sagami adalah Pimpinan Panitia disini, sedangkan Haruka dan Yukko hanyalah Panitia biasa.

  Hanya karena perbedaan posisi itu bisa membuat mereka berbeda pendapat. Jika ketiganya memiliki posisi yang sama ketika Festival Budaya, mungkin mereka masih baik-baik saja saat ini.

  Ketua Panitianya sungguh buruk, tidak ingin bekerja. Dia hanya tahu bagaimana menyuruh orang bekerja untuknya. Mereka mungkin membuat bisik-bisik seperti itu ketika sedang bekerja. Efek dari gosip yang kejam itu dan penghinaan seperti itu adalah sesuatu yang sulit untuk disembuhkan.

  Berbagi pengalaman dan pengetahuan. Sebuah hal yang umum untuk menyatukan mereka.

  Mereka melakukan itu sebenarnya hanya ingin mengetahui kelemahan dari orang lain. Meski begitu, mereka mengatakan ingin berbagi informasi dengan yang lain.

  Setelah itu, mereka menggunakan info itu untuk mendukung pembicaraan mereka ketika menggosipkan orang lain.

  Gosip adalah hal yang terbaik. Kamu bisa menjalin hubungan dengan orang lain dengan bermodalkan gosip.

  Meski begitu, orang yang digosipkan itu tidak bisa membalasnya secara langsung.

  Sebuah hubungan pertemanan yang berdasarkan atas sebuah tumbal akan selalu meminta tumbal yang baru. Jika sudah tidak bisa memberikan tumbal yang baru, maka dirinya sendiri yang akan ditumbalkan.

  Meski posisinya berbeda, Sagami akhirnya berada di posisi yang kalah. Lagipula, itu adalah situasi 2vs1, dan dari posisi itu, terlihat jelas kalau Sagami akan menjadi tumbalnya.

  Dan sekarang, Haruka dan Yukko mungkin sedang membuat gosip kejam tentang manajemen dari Panitia itu sendiri.

  Kalau dipikir-pikir, aku merasa kasihan jika melihat Sagami. Ini terlihat jelas ketika aku melihatnya menggenggam dengan erat HP miliknya, seperti sedang berusaha dengan keras untuk mempertahankan hubungannya.

  Tentunya bukan aku saja yang berpikir seperti itu.

  Bibir Yuigahama seperti menahan sesuatu, dan dia terus menatap Sagami.

  Entah seperti apa keadaannya sekarang, kamilah yang sudah mendorong Sagami untuk menjadi Ketua Panitia. Dan fakta itu membuatku merasa bersalah melihat dirinya yang sekarang.

  "Meguri-senpai dan yang lain lama sekali..."

  Yuigahama tampaknya tidak ingin membahas yang lain untuk saat ini, tetapi karena kata-katanya barusan, suasana di ruangan ini tidak begitu sesuram sebelumnya.

  "Ya..."

  Yukinoshita membuka matanya dan menjawabnya.

  "Apa kita harus menemuinya dan melihat situasinya?"

  Seorang Pengurus OSIS berdiri dan bertanya, tetapi Yukinoshita mencondongkan kepalanya dan menjawabnya.

  "Kupikir mereka belum selesai mendiskusikannya. Jika kita pergi kesana sekarang, tidak akan ada yang berubah."

  Jawabannya yang tenang seperti menghapus usulan dari Pengurus OSIS itu, dia lalu mengangguk dan duduk di kursinya lagi.

  Meski begitu, terlihat jelas kalau para peserta rapat yang berada di ruangan ini merasa tidak sabar. Pembicaraan antara Hiratsuka-sensei dan Meguri-senpai ternyata lebih lama dari biasanya.

  Sekitar 20 menit sudah berlalu, dan akhirnya keduanya kembali ke ruang rapat ini.

  Ekspresi Hiratsuka-sensei terlihat lebih serius dari biasanya. Mungkin hanya imajinasiku saja, tetapi Meguri-senpai terlihat kurang semangat dari biasanya.

  "Maaf sudah membuat kalian menunggu."

  Dengan itu, Hiratsuka-sensei duduk di salah satu sudut ruang rapat. Meguri-senpai lalu duduk di tengah-tengah kursi pimpinan.

  Ketika Hiratsuka-sensei yakin semua orang sudah siap mendengarkannya, dia mulai berbicara.

  "Aku sudah berbicara dengan Shiromeguri dan memutuskan kalau kepanitiaan ini akan diliburkan selama 1 hari dimulai besok."

  "Kami ingin memberikan waktu bagi semuanya untuk menenangkan diri."

  Meguri-senpai menambahkan.

  Mungkin ini adalah jalan tengah. Karena kita sudah tidak punya cara lain lagi untuk menghentikan suasana rapat yang ketat seperti tadi, dan satu-satunya cara adalah menurunkan tensi atau dengan kata lain, mencegah perasaan dari para panitia rapat menjadi pudar terhadap festival ini.

  Meski begitu, aku tidak merasa kalau ini adalah keputusan yang benar.

  "Kalau cuma satu atau dua hari kupikir tidak masalah..."

  Yuigahama menggumam.

  "Aku tidak berpikir kalau itu bisa..."

  Amarah adalah emosi sesaat. Jika kita berikan cukup waktu untuk menenangkannya, maka kita bisa mengambil keputusan yang tepat soal masalah festival.

  Meski begitu, meski amarah menghilang, maka tidak dengan kebencian. Kebencian akan terus terbakar di tempat terdalam pikiran manusia, seperti sebuah bara api.

  Yang lebih buruk lagi, yaitu ejekan, makian, dan cibiran akan terus berlanjut dalam waktu yang lama. Melihat orang lain rendah akan selalu lebih mudah daripada memujinya. Dengan menggunakannya sebagai bahan becandaan, maka hal-hal tersebut terlihat menyenangkan untuk dilakukan. Lebih tepatnya, karena itu membuat orang merasa lega ketika melakukannya. Mereka akan terus melakukannya dan merasa itu 'Hanya becanda'. Ini tidak jauh berbeda dengan kebencian dan amarah. Itu semua akan terus bertahan lama karena orang-orang tidak akan pernah merasa bersalah ketika melakukannya.

  Dalam beberapa hari, bisa jadi keadaan ini jauh lebih buruk dari saat ini.

  "Apa sebaiknya tadi kubiarkan saja rapatnya berlanjut...?"

  Mungkin bisa membaca kekhawatiranku, Hiratsuka-sensei mengatakannya dengan cukup aneh.

  Memang, jika seandainya rapat memang terjadi besok, akupun sendiri tidak tahu apakah bisa menghasilkan sesuatu yang bagus ataupun lebih buruk dari ini. Lagipula, hasilnya sudah terbaca dari ekspresi wajah Sagami saat ini.

  Kutatap Sagami yang dari tadi hanya menggigit bibirnya dan terdiam.

  "Berarti, tidak ada masalah untuk keputusan hari ini?"

  Hiratsuka-sensei mencoba mengkonfirmasi itu dengan Sagami, lalu Sagami mengangguk untuk membalasnya.

  "Tidak ada masalah, kurasa..."

  Dengan tatapan kepalanya yang merendah, dia menjawabnya dengan terbata-bata.

  "....."

  Yukinoshita yang sejak tadi selalu menatap ke arahnya, tiba-tiba memalingkan tatapannya ke arah Meguri-senpai.

  "...Lalu, bagaimana kita memberi tahu ke panitia lainnya mengenai rapat besok yang kita batalkan?"

  "Ya. Biar itu ditangani oleh Pengurus OSIS."

  Meguri-senpai menjawabnya dan seketika para Pengurus OSIS langsung mulai bekerja. Meskipun aku tidak tahu apakah mereka akan memberitahu via SMS ataupun bicara langsung esok paginya, kupikir mereka sudah punya standar operasionalnya mengenai hal ini.

  Setelah mengetahui tugas mereka selesai untuk hari ini, Hiratsuka-sensei melanjutkan kata-katanya.

  "Kalau begitu, kita sudahi saja pertemuan hari ini."

  Dengan itu, semua orang mulai memberi salam "Kerja yang bagus" dan bersiap-siap untuk pergi.

  "Kalau begitu, sampai jumpa besok, Hachiman."

  Zaimokuza yang selalu duduk disampingku, mengemas barang-barangnya dan meninggalkan ruang rapat dengan langkah yang cepat. Para Pengurus OSIS lainnya juga terlihat mengemasi barang-barang mereka dan bersiap-siap untuk pulang.

  Aku putar begitu saja tasku ke punggungku dan bersiap-siap untuk pulang, lalu terdengar suara yang tertuju ke arahku.

  "Hikigaya. Bisakah kamu tetap disini sebentar?"

  "Ah. Tidak, aku masih punya urusan setelah ini..."

  Meski aku tidak setuju, tetapi dia tidak memberitahu ke semua orang untuk tetap berada di ruangan ini. Ketika kulihat, Yukinoshita tampaknya sudah memprediksi ini, dan tetap diam menunggu dengan ekspresi yang sama. Yuigahama tampaknya sudah tidak mau memikirkan apapun lagi dan hanya berdiri dan terdiam.

  Tampaknya bagi anggota Klub Relawan, tetap di ruangan ini merupakan keputusan dari Guru Pembina Klub. Karena aku tahu kalau menolak adalah hal sia-sia, akhirnya aku duduk dan menunggu maksudnya.

  "Juga, Sagami, tolong agar tetap disini."

  Sagami hanya mengedipkan matanya mendengar namanya dipanggil. Meski begitu, dia tidak menunjukkan tanda-tanda menolak, bahkan aku sempat mendengar suara kecil "Ya" darinya.

  Hiratsuka-sensei menatap ke arahku, Yukinoshita, Yuigahama, Sagami, dan juga Meguri-senpai sebelum memulai kata-katanya.

  "Oke, kita langsung saja. Apa yang akan kita lakukan dari sekarang?"

  Baik diriku dan Yuigahama hanya bisa saling menatap dengan penuh tanda tanya mengenai maksud dibalik kata-katanya. Tetapi, itu hanyalah tindakan sia-sia karena kita tidak menemukan jawabannya. Di lain pihak, Yukinoshita tampaknya memahami maksud Hiratsuka-sensei dan mulai menatapnya.

  "Apa maksud anda 'bagaimana langkah panitia selanjutnya setelah kejadian tadi'? Apakah benar begitu?"

  "Ya semacam itulah. Tetapi tidak hanya itu saja..."

  Hiratsuka-sensei menjawabnya dengan agak membingungkan dan menatap ke arah Sagami.

  "Sagami, apa yang akan kau lakukan selanjutnya?"

  "Eh..."

  Sagami yang tampaknya tidak mengharapkan pertanyaan semacam itu ditujukan kepadanya, lalu mulai berbicara mengatakan pikirannya.

  "Jika anda bertanya seperti itu, kupikir...Kita hanya bisa terus melanjutkannya sesuai jadwal."

  Dia mengatakannya dengan gugup dan abu-abu.

  Meski ini tidak bisa dikatakan sebagai jawaban yang ingin kita dengarkan, tetapi mungkin dia mengatakannya hanya sekedar lepas dari situasinya yang sekarang. Pertanyaan Sensei adalah bagaimana langkah kita selanjutnya, bukan apakah sudah paham masalahnya atau tidak. Meski begitu, bukankah pertanyaan semacam ini memang agak berlebihan kalau melihat situasi Sagami saat ini?

  "Begitu ya. Bisa jelaskan kepadaku bagaimana kita 'melanjutkannya sesuai jadwal'?"

  Tampaknya Sensei memberikan waktu lagi bagi Sagami untuk menjawabnya sesuai pertanyaan. Tampaknya Sensei memaksa Sagami untuk menemukan solusinya sendiri. Ini tampaknya memang gaya dari Hiratsuka-sensei.

  Sagami menoleh ke kiri, lalu ke kanan. Mulutnya membuka, lalu menutup secara perlahan. Dia sepertinya tidak tahu harus menjawab seperti apa. Sagami lalu menatap ke arah orang-orang di sekelilingnya lalu memalingkan wajahnya. Meski sebenarnya aku sempat membuat kontak mata dengannya, dia tiba-tiba memalingkan wajahnya seperti malu dan jijik.

  Tidak ada seorangpun disini yang mengatakan sesuatu. Semuanya menunggu jawaban dari Sagami.

  Meski dia merasakan tekanan itu, Sagami lalu menjawabnya.

  "Um...Kita bisa meminta mereka hadir ke rapat jika bersedia hadir."

  "....."

  Oh, jadi begini strategimu? Suasana orang-orang disini agak terkejut mendengarnya, mungkin bisa dikatakan mereka semua memaklumi jawabanmu. Orang-orang yang duduk disini hanya bisa terdiam mendengarnya. Hanya Meguri-senpai yang tampak tersenyum.

  "Ya...Begitu ya. Meski ini hanya Festival Olahraga, tetapi untuk mengadakan perlombaan itu, kita masih membutuhkan bantuan sukarelawan dari klub-klub olahraga disini agar berjalan dengan lancar. Tetapi, tidak ada satupun dari mereka yang punya waktu luang. Jadi yang ingin kau lakukan pertama adalah menjadwal ulang rapat dan kegiatannya sesuai waktu luang mereka. Benar begitu?"

  "Y-Ya!"

  Sagami membalasnya dengan cepat, tapi kupikir dia tidak begitu mengerti maksud sebenarnya dari kata-kata Meguri-senpai.

  Yah, kupikir itu saja sudah bagus.

  Karena Sagami adalah Ketua Panitia, maka satu-satunya pemegang keputusan disini adalah Sagami. Jadi, membiarkan Sagami memikirkan jalan keluar masalahnya sendiri adalah hal yang benar.

  Tapi, kalau dipikir sebaliknya, bukankah apapun akan terasa sebagai keputusan yang benar selama itu keluar dari mulut Sagami?

  Jadi, yang harus kami lakukan saat ini adalah membuat Sagami mengambil keputusan.

  Yukinoshita tampaknya memahami ini dan diam sejenak sebelum menghadap ke arah Meguri-senpai.

  "Lalu, negosiasi dan koordinasi dengan beberapa klub...Mensinergiskan antara jadwal kegiatan klub dan pekerjaan panitia, lalu membagi tugas-tugasnya berdasarkan itu."

  Saran Yukinoshita langsung tepat sasaran.

  Itu adalah hal yang diperlukan untuk menyingkirkan alasan yang disebutkan oleh Haruka dan Yukko, atau sederhananya, menghancurkan argumen yang mereka jadikan tameng untuk lari dari tugas kepanitiaan.

  Meski begitu, ini masih belum cukup.

  Solusi yang logis hanya akan bekerja ke orang yang juga mempunyai pola pikir yang logis.

  "Itu saja kurasa tidak cukup..."

  "Ya...Kupikir begitu."

  Mendengar kata-kataku barusan, Yuigahama juga seperti menyetujui kata-kataku dengan suara pelan. Tampaknya dia juga paham dalang utama masalah ini.

  "Tolong jelaskan padaku!"

  Hiratsuka-sensei memaksaku untuk berbicara, jadi aku jelaskan saja dengan cara yang sangat sederhana.

  "Karena mereka berdua pada dasarnya memang berniat berseberangan dengannya, kecuali kita melakukan pendekatan yang benar, mereka tidak akan mau."

  Manusia adalah makhluk yang bergerak berdasarkan emosi.

  Sebuah keputusan tidak selalu berdasarkan logika, tetapi bisa berdasarkan emosi. Tidak hanya itu, tindakan yang dilakukan dengan kepala penuh amarah bisa menjadi pijakan tindakan-tindakan selanjutnya di masa yang akan datang.

  Mereka yang dipenuhi dengan kebencian dan dengki ketika melakukan tindakan, bahkan jika mereka sendiri merasa jijik dengan tindakannya, mereka akan mencari sebuah pembenaran atas tindakan mereka.
[Note : ini kok mirip pengelola halaman FB yang menebar kebencian dan selalu menyalahkan presiden atas semua kejadian di dunia ini...*peace*]

  Tidak peduli seberapa logis penjelasannya, mereka bahkan bisa membenci kita lebih jauh. Tidak perlu memberi contoh yang spesifik. Melihat orang-orang yang memiliki pikiran subjektif dan objektif hanya berdasarkan penilain mereka yang dianggap benar sering sekali kita lihat.

  "Aku tidak begitu mengerti..."

  Sagami mengatakannya dengan gelisah.

  ...Aku sedang membicarakan tentang dirimu, Sagami.

  Meskipun aku ingin menjelaskannya dengan lebih detail, tetapi dia jelas-jelas kesulitan untuk memahami dirinya sendiri. Tidak perlu mengatakan sarkasme agar dia bisa mengerti. Tidak ada gunanya menjelaskan lebih dalam ke orang yang tidak mau intropeksi. Kata 'tidak tahu' dan 'tidak ada' terlihat sama baginya.

  Meski menjelaskannya secara detail terlihat baik, tetapi akan menjadi masalah baru jika aku malah berakhir berdebat dengan Sagami tentang ini. Meski begitu, aku memutuskan untuk mengatakannya dengan permisalan yang jauh lebih sederhana, dan mengatakannya pelan-pelan.

  "Jika mereka pada dasarnya tidak senang dengan kita, sebanyak apapun alasan yang logis kita masukkan dalam kata-kata kita, mereka hanya akan bertindak berdasarkan emosi mereka dan akan terus mengkritik kita."
[Note: Saya tambah yakin ini mirip halaman FB "itu"]

  Sebuah jawaban yang sederhana. Karena itu terlalu sederhana, mungkin bisa kita sebut sebagai sebuah kebenaran universal. Tidak ada satupun dari kata-kataku yang bisa dibantah.

  Kata-kataku tadi membuat semua orang terdiam, ruangan ini begitu sunyi. Tetapi aku mengatakannya bukan tanpa bukti. Sebenarnya, kelakuan Sagami di Festival Budaya itu bisa menjadi contoh orang yang kukatakan tadi. Bisa jadi orang-orang memikirkan 'contoh' yang sama seperti pikiranku barusan sehingga mereka hanya bisa terdiam.

  Hiratsuka-sensei memecah kesunyian dengan "Fu-" dan mengembuskan napas panjangnya seperti hendak berbicara.

  "...Jadi, masalah ini akan terus muncul selama mereka melihat Sagami adalah Ketua Panitianya?"

  Anda benar sekali.

  Selama rasa saling percaya itu sudah hilang, akan sulit untuk memperolehnya kembali.

  Dengan kata lain, sangat mudah untuk kehilangan kepercayaan dari orang.

  Dan Sagami telah gagal melakukannya.

  Sayangnya, dunia ini akan selalu bersikap kejam kepada mereka yang gagal.

  Pekan pertama ketika pertama kali masuk SMA atau kuliah, terjadinya sebuah kegagalan adalah hal yang mematikan. Gagal dalam sebuah hal yang menentukan akan membuatmu terus dikenang akan kesalahanmu.

  Orang yang sukses memang bisa menutupi kegagalannya, dan hanya menjadi catatan kaki dari cerita suksesnya, sebuah cerita yang hanya didesain untuk menutupi apa yang sebenarnya terjadi.

  Tidak ada gunanya berbicara tentang sebuah kegagalan kepada orang yang gagal. Itu hanya akan membuat yang lain merasa kalau orang gagal tidak punya alasan untuk hidup.

  Bagi kumpulan orang yang gagal, mereka merasa hanya bisa dibangkitkan lagi oleh kata-kata yang berasal dari mulut orang yang sukses. Orang yang gagal harus menutup rapat mulut mereka dan bagi yang belum sukses akan merasa kata-kata dari orang gagal hanyalah omong kosong.

  Sagami tampaknya paham kalau dia sudah gagal, dan sekarang mendengarkan Sensei dengan menggigit-gigit bibirnya.

  Kemudian, dia menyadari makna dibalik kata-kata Sensei.

  "Kalau begitu, apa aku lebih baik mengundurkan diri saja?"

  Mendengarkan ucapan Sagami yang sudah menyerah, Sensei tersenyum kecut.

  "Aku tidak mengatakan seperti itu. Maksudku, jika kita memang berniat untuk memperbaiki hubungan kita dengan yang lainnya, maka itu adalah sebuah jalan yang terjal. Aku harap kau mengerti itu."

  Sensei mengatakannya secara tidak langsung.

  Tetapi, itu memang terdengar terlalu tidak langsung.

  Meski ada ungkapan 'kegagalan adalah awal dari kesuksesan', tetapi itu tidak sesederhana kata-kata dari orang bijak dan orang yang sudah sukses. Kebanyakan, kegagalan akan mengundang kegagalan yang lain untuk datang.

  Jika terus begini, Sagami hanya akan terjatuh lebih dalam ke lingkaran kegagalan.

  Sederhananya, dia hanya perlu membuang semua masa lalunya, semua yang membebaninya, dan mulai hidup di planet lain.

  Hiratsuka-sensei tampaknya sedang menguji tekad Sagami ketika menatapnya. Sagami terlihat sedikit ketakutan melihatnya.

  "...Ah, itu..."

  Mendengarkan kata-kata Sagami, Yukinoshita menatap ke arahnya.

  Tatapannya seperti sedang menunggu jawabannya. Meski begitu, ini adalah sebuah kesalahan besar. Jika kautanya padaku apa yang salah, maka jawabannya adalah dia sedang menunggu jawaban dari orang yang salah. Dia menunggu jawaban yang ideal dari orang yang salah.

  Yukinoshita memiliki ekspresi yang sama dinginnya dengan Sensei, tetapi dia berbicara ke Sagami dengan nada yang lebih dingin dari biasanya.

  "Tidak masalah jika kamu mau berhenti. Memang kitalah yang memintamu untuk menjadi Ketua, bukan kamu yang menginginkannya. Tidak perlu melanjutkannya jika kamu tidak mau."

  "Ta-Tapi..."

  Yukinoshita memotong kata-kata Sagami.

  "Orang yang merekomendasikanmu adalah aku. Jadi aku akan bertanggung jawab sepenuhnya atas masalah ini."

  Dengan kata lain, menggantikan tugas Sagami, maka Yukinoshita akan mengerjakan pekerjaan-pekerjaan Ketua Panitia.

  Kata-katanya memang sangat realistis. Jika orang itu Yukinoshita, maka dia jelas lebih mampu daripada Sagami, Festival Budaya adalah bukti dari dirinya.

  Dengan begini, akan ada yang mengerjakan tugas Sagami. Dan masalah yang ditimbulkan Sagami jika dia berhenti menjadi Ketua juga terpecahkan.

  Untuk mengkonfirmasi keputusannya, Hiratsuka-sensei bertanya sekali lagi kepadanya.

  "Sagami, apa yang akan kau lakukan...?"

  "Aku, aku...."

  Sagami menjawabnya dengan suara yang bergetar. Apa yang Sagami inginkan, mungkin memiliki seseorang yang peduli kepadanya dan membuatnya nyaman. Dengan alasan itu pula, dia bisa memberikan tanggung jawabnya ke orang lain.

  Atau, memberi ekspresi yang memelas belas kasihan dan meninggalkan sisi dirinya yang penuh determinasi. Orang lain tidak akan tahu kalau dia sedang berusaha melarikan diri. Dengan begitu, dia bisa melindungi harga dirinya.

  Meski begitu, Yukinoshita Yukino tidak akan membiarkannya begitu.

  Ini adalah sebuah perjudian.

  Sekarang, untuk menuntaskan request yang diberikan ke klub, untuk mengubah suasana suram di kelas 2F, untuk membantu Sagami memperoleh kepercayaan dirinya, untuk menghapus semua emosi negatif dirinya, maka jalan yang akan dipakai Sagami untuk kabur harus dihancurkan.

  Jika dia kabur, hanya akan memberikan tanggung jawabnya ke orang lain, lalu dia akan menjelek-jelekkan orang lain untuk menjaga harga dirinya.

  Jika itu terjadi, maka Sagami tidak akan berubah sama sekali, begitu juga suasana di kelas. Tidak, bisa jadi suasana akan bertambah suram. Untuk mencegah semua itu terjadi, maka Sagami harus mengambil keputusan. Dia harus mengatakan sendiri kalau dia memang menginginkan menjadi Ketua Panitia atas kehendak dirinya sendiri, dan menghancurkan jalan yang biasa dipakainya untuk kabur.

  "....."

  Sagami tidak mampu menjawabnya.

  Aku juga sedikit terkejut. Sagami berhenti disini sebagai Ketua Panitia dan tidak memikul beban apapun. Dia tinggal mencari tumbal di kelas yang status sosialnya lebih rendah di kelas untuk menyelamatkan harga dirinya, bahkan kalau perlu, menjelek-jelekkan Haruka atau Yukko. Lagipula, mereka cuma sebatas pertemanan palsu, melukai ikatan mereka tidak akan begitu berpengaruh baginya. Ketika bertemu mereka sepulang sekolah, mereka pasti bisa mengobrol basa-basi dan pura-pura tidak terjadi apapun diantara mereka.

  Yang dikhawatirkan Sagami mungkin 'Hayama berharap dirinya memimpin Ketua Panitia Festival Olahraga'. Tetapi, karena Hayama tidak akan pernah mengatakan hal buruk tentang seseorang, harga dirinya mungkin tidak akan terluka.

  Aku mulai tidak menyukai perjudian ini...

  Meski begitu, karena ini adalah sebuah perjudian yang dibuat oleh Yukinoshita, pasti perjudian ini memiliki sebuah peluang menang yang jelas. Yukinoshita Yukino sangat benci dengan kegagalan, dan dia tidak bodoh untuk berjudi hal ini begitu saja tanpa peluang menang yang jelas.

  Yukinoshita mengikuti segala pergerakan Sagami dengan teliti, bahkan tempo napasnya juga.

  Sagami tampaknya sadar akan hal itu, dan melihat ke arah Yukinoshita sambil menundukkan kepalanya.

  Mereka akhirnya membuat kontak mata.

  "...Tidak ada yang perlu kau khawatirkan setelah ini. Serahkan semuanya kepadaku."

  Pedang sudah ditebas ke Sagami.

  Yukinoshita menyerangnya dengan menusukkan pedang ke Sagami.

  Kata-katanya jika dilihat sekilas, memang terlihat sangat peduli terhadap perasaan Sagami. Jika dilihat lebih dalam, kata-katanya seperti mengatakan kepada Sagami kalau dirinya tidak berguna sama sekali. Tidak perlu basa-basi lagi, langsung ke intinya dengan mengatakan kalau kehadirannya sudah tidak berguna lagi bagi kegiatan panitia.

  Wajah Sagami terlihat sedikit bergerak. Mulutnya terasa lemah, dan membuat senyum yang dipaksakan.

  Begitu...Apa ini sudah diperkirakan oleh Yukinoshita?

  Meski begitu, ada sedikit kekurangan dalam metode Yukinoshita.

  Metodenya adalah mencari motivasi dengan mengucapkan kata-kata kasar, hanya efektif bagi mereka yang masih menyimpan harapan di hatinya. Bagi mereka yang hanya tahu bagaimana melemparkan tanggung jawab ke orang lain, adalah sia-sia. Tidak hanya itu, jika itu memang bermaksud untuk memblokade jalan baginya untuk kabur, maka itu hanya membuatnya semakin dekat dengan menyerah.

  Ekspresi Sagami saat ini seperti sehabis dipukuli orang, matanya seperti setengah tertutup.

  Meski begitu, Yukinoshita tidak berniat untuk mengendurkan tekanannya ke Sagami. Dia malah terlihat ingin melanjutkan serangan verbalnya.

  "Sagami-san, kamu      "

  "Yukinoshita, tolong hentikan ini!"

  Aku memotong kata-kata Yukinoshita.

  Dia menatapku tetapi tidak menunjukkan ekspresi hendak melawanku. Meski begitu, selain Yukinoshita, semua orang disini melihat tindakanku sangat aneh, dan seperti menghendaki penjelasanku yang lebih lanjut.

  Karena aku sudah memotongnya, kupikir aku memang harus menjelaskan alasanku. Aku tidak melihat ke arah Sagami, tetapi ke arah Yukinoshita.

  "Bahkan jika kau terus mengatakan kepadanya, dia tidak akan menjawabnya dengan sesuatu yang bagus. Manusia adalah makhluk yang tidak akan berubah hanya karena mendengarkan kata-kata orang lain."

  Tidak peduli seberapa bijak kata-katanya, itu hanya efektif ke orang-orang yang memang berniat mendengarkannya. Jika seseorang yang mengatakan hal-hal yang bijak bisa merubah cara hidup seseorang, maka dunia ini sudah menjadi dunia yang indah.

  Kata-kata itu sendiri tidak memiliki kekuatan. Itu hanya memberikan kekuatan bagi orang yang mau menerima kata-kata itu. Disini, Sagami adalah tipe orang dimana kata-kata tidak akan memberikan efek apapun. Tidak hanya ke Sagami saja, mungkin kebanyakan orang seperti itu. Dan aku adalah salah satunya.

  Interupsiku barusan membuat suasana ruang rapat ini kembali sunyi.

  Tetapi justru karena sangat sunyi, sebuah suara kecil seperti suara nyamuk terbang...bisa terdengar di telingaku.

  "...AKU AKAN MELAKUKANNYA!"

  Suara yang tinggi dan tegas terdengar. Sepertinya sudah lama ditahan di tenggorokannya dan sekarang dikeluarkannya dengan lantang. Pemilik suara itu sedang menatap ke arah meja, memegangi ujung roknya dengan gemetaran.

  Meski begitu, suara itu jelas berasal dari Sagami Minami.

  Hiratsuka-sensei melipat lengannya dan terlihat lega mendengarnya.

  "...Kalau begitu, tolong pimpin mereka dengan baik."

  Meski begitu, aku tidak merasakan lega sama sekali. Malahan, aku sangat tidak nyaman dengan itu. Kenapa Sagami Minami masih mau melanjutkan menjadi Ketua Panitia?

  Menurut pengamatanku, Sagami adalah tipe orang yang tidak ragu untuk kabur jika pilihan itu tersedia.

  Lagipula, disini tidak ada Hayama ataupun siswa kelas 2F lainnya yang mau melindunginya.

  Orang-orang yang ada disini, melihat dirinya sebagai musuh dalam selimut, setidaknya bukan sebagai teman mereka.

  Diantara mereka, Meguri-senpai berdiri dan berjalan ke sampingnya.

  "Kalau begitu, hal pertama yang harus kau lakukan adalah menyambung lagi hubunganmu dengan mereka."

  "....Ya, aku pikir begitu."

  Sagami membalasnya dengan pelan.

  "Kupikir, kalau kamu menjelaskan dengan baik ke mereka, maka mereka akan mengerti."

  Meguri-senpai mengatakan ceramahnya sambil menepuk-nepuk pundak Sagami.

  Hiratsuka-sensei yang melihat mereka berdua tiba-tiba berjalan ke arah kami. Mungkin dia berpikir kalau Meguri-senpai sebaiknya membiarkan Sagami melakukannya sendiri.

  "Kalau begitu, aku serahkan masalah koordinasi peserta rapatnya ke Sagami..."

  "Sementara itu, kami akan menangani koordinasi dengan beberapa departemen. Kita membutuhkan instruksi dan penjelasan tentang apa saja yang perlu dibicarakan sebelum rapat selanjutnya dimulai."

  Yukinoshita menjawabnya dengan cepat, dimana Hiratsuka-sensei mengangguk dan terlihat puas. Melihat itu, Yukinoshita mengambil pena dan sebuah buku catatan.

  "Sagami-san mengurus penjadwalan ulang dari berbagai kegiatan panitia dan klubnya. Untuk masalah pembagian pekerjaan-pekerjaannya, bisa diserahkan kepadaku."

  "Untuk koordinasi dengan seluruh Ketua Klub Olahraga, bisa serahkan kepadaku. Aku kenal mereka semua."

  "Oh, baiklah kalau begitu. Kuserahkan kepadamu."

  Yukinoshita tersenyum mendengar jawaban Yuigahama. Yuigahama sendiri terlihat bangga dan tedengar suara "hnng", dia sepertinya sangat senang ketika dirinya diandalkan.

  "Selanjutnya, kita harus memeriksa proposal lomba Kibasen dan menghitung biaya serta jenis-jenis pekerjaan yang harus diberikan ke Panitia."

  Yukinoshita menaruh penanya dibawah dagunya seperti sedang memikirkan masalah itu.

  Lalu, dia tiba-tiba menoleh ke arahku.

  "...Eh, ada apa?"

  "Tampaknya ada satu orang yang tangannya sedang kosong."

  "Ah, tidak, itu..."

  Ketika aku mengatakannya, aku melihat ke arah tanganku. Huh, ini aneh sekali. Aku jelas-jelas merasa kalau tangannya tidak benar-benar kosong.

  "Kalau begitu, Hikigaya-kun akan bertanggung jawab untuk menghitung biaya dan jumlah pekerjaan untuk Kibasen. Botaoshi tampaknya tidak butuh pekerjaan ekstra, tampaknya sekarang masih belum dirasa perlu."

  Sebelum aku memikirkan jawabanku, Yukinoshita sudah melanjutkan instruksinya dengan cepat.

  "Pekerjaan seperti itu kurang beralasan jika diberikan kepadaku. Jangan memberiku pekerjaan dimana membutuhkan komunikasi. Aku adalah tipe orang yang lebih baik berada di sudut yang gelap dan membuat bunga dari kertas lipat, atau orang yang pekerjaannya menaruh strawberi di atas cake."

  Tidak, aku memang tidak cocok untuk bekerja.

  "Kupikir kaulah yang mengatakan tentang 'orang yang tepat mengerjakan pekerjaan yang tepat'?"

  Kata-kata brillian itu memang keluar dari mulutku beberapa hari lalu.

  Meski begitu, tampaknya Yukinoshita tidak mau mendengarkan penjelasanku.

  "Oleh karena itu, pekerjaan ini adalah satu-satunya pekerjaan yang hanya bisa dilakukan olehmu. Bukankah kamu bisa berkomunikasi dengan Zai, Zai...Zaitsu-kun, benar tidak?"

  Apa yang dikatakan Yukinoshita memang benar. Tapi, kau harusnya mengingat namanya dengan benar!

  "Aku tidak tahu kalau itu yang disebut komunikasi...Orang itu tidak terlihat mau mendengarkan orang lain."

  Meskipun aku berusaha untuk menolak, Yuigahama malah berbicara.

  "Kalau dipikir-pikir, lihat saja, tidak ada satupun dari kita berdua tahu caranya berkomunikasi dengan bahasa chuunibyou."

  "Tidak, lagipula kami berdua tidak tahu nomor kami masing-masing."

  Ngomong-ngomong, dulu aku pernah dengan sengaja mengganti nomor HP-ku. Zaimokuza dan diriku lama sekali tidak pernah berhubungan lagi, mengatakan tidak punya nomornya juga memberiku sebuah alasan yang bagus untuk kabur. Bahkan jika dia menyewa pengacara handal sekalipun! Tepat ketika aku sudah merasa gembira, Hiratsuka-sensei memiringkan kepalanya.

  "Ah tidak mungkin. Aku pernah memberikan nomor barumu ke Zaimokuza."

  "Jadi itu anda...."

  Jadi ini ulahnya, ketika Zaimokuza tiba-tiba SMS entah dapat nomorku dari mana di masa lalu?!! Apa yang kamu lakukan? Bukankah sekarang jamannya informasi pribadi dilindungi oleh undang-undang?!!

  "Jadi ternyata kalian memang sudah punya nomor masing-masing..."

  Yuigahama terkejut mendengarnya.

  Untungnya, aku sudah punya alasan menolaknya. Aku tinggal mengatakan kalau aku benci menulis SMS.

  Jika aku yang mengirim SMS lebih dulu, itu bisa berarti kalau aku sedang merindukannya, dan aku benci itu! Kenaapa ada hukum tidak tertulis kalau pria harus menjadi pihak yang menghubungi lebih dahulu? Karena aturan yang membuat pusing ini, tingkat kesulitan seakan-akan naik dengan drastis. Tapi mengapa kalau aku yang mengirim SMS, dia tidak segera membalasnya? Rasa sakit yang kuterima ini tidaklah kecil, asal tahu saja?! Karena itu, sejak SMP, aku sudah menghapus setiap kiriman SMS ataupun penelpon dari nomor yang misterius.

  Karena kita membahas Zaimokuza, maka harusnya tidak masalah. Bahkan, aku bisa tenang-tenang saja. Bahkan jika dia memperlakukanku seperti hal yang lebih buruk dari sampah, aku akan baik-baik saja.

  "...Ya sudah. Kurasa aku tidak punya pilihan lain."

  Ketika aku menjawabnya dengan santai, Yukinoshita menganggukkan kepalanya.

  "Kalau begitu, kuserahkan kepadamu."

  "Ah."

  Ngomong-ngomong, aku sudah terbiasa untuk selalu menolak rencana Zaimokuza. Aku bahkan bisa dengan tega mengatakan kalau semua rencananya adalah sampah dan menolaknya secara bersamaan.

  Dengan begitu, pembagian tugas telah selesai.

  Yukinoshita bertanggung jawab untuk menjadwal pekerjaan-pekerjaan yang akan dibagikan ke panitia. Yuigahama bertanggung jawab untuk bernegosiasi dengan seluruh Ketua Klub Olahraga. Aku bertanggung jawab untuk menghitung dana dan pekerjaan di lomba utamanya. Kurasa pembagiannya cukup adil.

  Bahkan jika jumlah pekerjaanku ditambah, aku masih baik-baik saja. Dulu aku malah pernah mendapat tambahan pekerjaan yang lebih parah dari ini. Dengan kata lain, aku adalah orang yang paling santai dalam urusan ini.

  Tapi, apakah ini benar-benar tidak apa-apa, mempercayakan pekerjaan lainnya ke mereka?

  Yuigahama pasti akan memiliki masalah serius. Para Panitia dan Ketua Klub biasanya sering berdebat panjang, dan membuat situasinya terasa mengganggu. Kalau begitu, dia membutuhkan seseorang yang bisa meringankan bebannya berkomunikasi dengan Ketua Klub. Seseorang dengan spesifikasi elit dan ahli. Tapi, aku tidak kenal Ketua Klub Olahraga di SMA Sobu, jadi bagaimana aku membantunya? Aaaaawwww!!! Tunggu, aku kan kenal seseorang? Dan dia adalah satu-satunya ketua yang kukenal. Ketua dari Klub tenis, Totsuka. Tunggu, bukannya aku sengaja berpikiran kesini, tetapi dia itu memang kenalanku. Jadi aku memang kenal seseorang.

  Aku mulai memikirkan alasan-alasan yang logis.

  Ini pasti penting.

  Aku akhirnya menyimpulkan akhir debat dari diriku tentang alasan yang akan aku katakan. Lalu, aku tinggal berpura-pura baru menyadari sesuatu, aku pura-pura batuk dan mengatakannya.

  "Ah, Yuigahama. Aku punya nomor Totsuka dan jika kamu tidak keberatan, aku bisa membantumu untuk menghubunginya. Yaaa...Bisa dikatakan sekalian saja aku hubungi dua orang ketika hendak menelpon seseorang nanti. Kupikir, membiarkanmu sendirian menghubungi semuanya terlihat seperti pekerjaan yang berat. Aku akan melakukannya karena aku merasa tidak masalah, jadi tidak perlu khawatir soal itu."

  Alasan yang logis adalah alasan yang paling penting!

  Meski begitu, Yuigahama menatapku dengan penuh tanda tanya.

  "Eh? Tidak perlu. Maaf, aku sudah punya nomor Totsuka. Ini adalah pekerjaanku, jadi tolong serahkan padaku!"

  Yuigahama menunjukkan kedua kepalannya dan menaruhnya di dadanya, seperti sedang percaya diri. Mendengarnya mengatakannya secara blak-blakan, aku tidak mampu untuk membalasnya lagi. Bukan itu maksudku!

  Yuigahama memalingkan wajahnya dariku lalu kembali menatapku.

  "Tapi...Terima Kasih!"

  "....Tidak perlu segitunya."

  Meski sebenarnya aku memang tidak berniat membantunya, melihat dia mengucapkan itu, maka hanya jawaban itu yang bisa kuberikan. Ah, aku baru saja melewatkan kesempatan bagus untuk memiliki alasan mengirim Totsuka SMS. Di lain pihak, aku baru saja mengakui motifku yang sebenarnya, hatiku serasa kecewa.

  Ketika aku sedang berusaha menahan rasa penyesalanku, Hiratsuka-sensei mulai berbicara.

  "Rencananya sudah disepakati. Kupikir kita bisa mengakhiri pertemuan hari ini."

  Dia berdiri dan memanggil Meguri-senpai.

  "Shiromeguri, aku yang akan mengunci ruangan ini. Kamu bisa pulang lebih dulu."

  "Ah, oke."

  Meguri-senpai yang sedari tadi berdiskusi dengan Sagami menaikkan tangannya dan membalas. Setelah itu, dia menepuk punggung Sagami dan memintanya untuk bersiap-siap pulang.

  "Kalau begitu, Sagami-san. Ayo kita persiapkan diri kita untuk bekerja keras di Festival minggu depan!"

  "...Ya."

  Sagami menjawabnya dengan lemah dan mengambil tasnya. Setelahnya, dia mengikuti Meguri-senpai dan meninggalkan ruang rapat.

  Kami sendiri, yang di belakangnya, tampaknya mulai bersiap-siap untuk meninggalkan tempat ini.

  Kami mengambil tas kami masing-masing dan berjalan menuju pintu. Hiratsuka-sensei mematikan listrik di ruangan dan lampu-lampu terlihat mati secara serentak. Dia lalu berbicara dari belakang kami seperti sebuah latar belakang matahari yang terbenam.

  "Sekali lagi, aku sudah menyebabkan masalah untuk kalian."

  Melihat ke arah belakang, Hiratsuka sensei berdiri membelakangi matahari yang terbenam. Menciptakan semacam bayangan latar yang menakutkan. Aku tidak bisa melihat ekspresinya, tetapi suaranya memang lebih lembut dari biasanya.

  "Ah, tidak sama sekali. Aku juga ikut senang."

  "Lagipula, ini kan memang aktivitas Klub kita."

  Sebuah suara yang senang dan ceria membalasnya.

  "Bukankah itu yang Sensei inginkan dari kita?"

  Mendengar suara tersebut dan sambil berjalan mengikuti mereka, Hiratsuka-sensei tersenyum gembira.









*   *   *








  Seperti yang kau harapkan dari musim gugur, lorong yang sepi dari orang-orang membuatku kedinginan.

  Suara sepatu dari kami bertiga seperti menggema ke seluruh ruangan. Satu langkah kaki memiliki tempo yang konstan, dan yang satunya seperti sedang menari kesana-kemari. Lalu suara langkah yang terakhir adalah suara langkah kaki yang menyeret seperti seluruh tubuhnya sedang kedinginan.

  Yuigahama memakai sepatu berhak, dia berjalan di depanku seperti sedang memamerkan suara hak sepatunya yang membentur lantai secara tidak beraturan. Dia membalikkan kepalanya dan menatap ke arahku.

  "Akan sangat hebat jika nantinya Sagamin memang benar-benar bisa menjadi Ketua Panitia yang sebenarnya."

  "Entahlah? Kupikir dia sudah menyerah waktu itu, dan itu mungkin sangat bagus bagi kita."

  Aku menjawabnya seperti melempar sepatuku ke lantai begitu saja. Yukinoshita berjalan secara pelan di belakang kami.

  "Bisa jadi itu benar jika dari sudut pandang Pimpinan Panitia Festival."

  "Tapi, jika dia tadi berhenti, maka dia tidak berubah sama sekali."

  Yuigahama mengangguk dengan suara "un,un" mendengar jawaban Yukinoshita.

  Memang benar. Keduanya memang benar.

  Klub Relawan telah menerima dua request.

  Pertama, untuk memastikan Festival Olahraga berjalan dengan sukses. Kedua, untuk meningkatkan nilai rating dari Sagami, agar dia memperoleh kembali kepercayaan dirinya dan merubah suasana di kelas.

  Mungkin sekarang saat yang tepat untuk memenuhi kedua request tersebut. Meski begitu, kedua request itu menciptakan dua masalah yang sangat besar.

  Sagami Minami adalah sumber masalahnya. Kami tidak bisa mengontrolnya. Memang, untuk saat ini, solusi terbaiknya adalah membiarkan dia melanjutkan pekerjaannya.

  Aku menatap ke arah Yukinoshita.

  "Sejujurnya, aku tidak menyangka kalau kamu akan menggunakan metode seperti itu. Metode seperti itu biasanya tidak akan bekerja. Kalau itu aku, aku akan berhenti saja waktu itu."

  Menurutku tidak masalah kalau mereka sudah tidak mau, maka tinggal berhenti saja. Ini bukanlah hal yang berguna jika diteruskan lagi.

  Ngomong-ngomong, Yukinoshita tampaknya adalah tipe yang mau kemana saja untuk mendidik para pemula.

  Tapi, Yukinoshita sekarang sedang menaruh jarinya di dagu, seperti ingin mengatakan sesuatu.

  "Ah, tetapi yang kukatakan tidak lain adalah kebenarannya?"

  "Meskipun itu adalah kebenarannya..."

  Semua ini adalah fakta dan kebenaran! Aku bahkan tidak perlu menjadi Detektif Conan untuk mengetahuinya.

  Meski begitu, aku pernah mendengar kalau sosial sekarang punya penilain berbeda ketika mendidik pemula. Mentor tidak boleh terlalu ketat ataupun membuat pemula itu kesal. Jika kamu berlebihan, maka akan mendapat konsekuensinya.

  Aku melihat Yukinoshita dengan penuh rasa curiga. Dia lalu membetulkan rambutnya di bahu dan melanjutkan kata-katanya.

  "...Bahkan seekor tikus yang sudah tersudut akan melawan balik dengan menggigit balik kucingnya. Apa benar begitu?"

  "....."

 Apakah ini cara Yukinoshita mendidik orang lain? Bahkan jika kamu menggunakan kata kucing dalam contohnya, bukankah metodemu dengan menyudutkan Sagami mirip seperti seekor Singa atau Harimau? Tidak sedikitpun dekat dengan permisalan kucing yang digigit tikus. Ini adalah seekor Singa!

  Seekor Singa akan menyudutkan mangsanya di sebuah lembah kematian dan membunuhnya, seekor Singa akan memberikan seluruh tenaganya bahkan ketika mangsanya seekor kelinci. Seekor singa akan mengejar seekor ulat dan membunuhnya. Aku ingin suatu hari menceritakan permisalanku ini ke dunia ini.

  Tidak hanya aku yang terdiam, tetapi Yuigahama juga, dia tertawa dan mengganti topiknya.

  "...Ahaha. Maksudku, Sagamin memang terlihat membenci Hikki."

  "Kalau itu, memang sebuah kebenaran."

  "Kenapa kamu malah bangga!?"

  Kenapa dia terkejut?

  Apa yang dia pikirkan? Aku sadar betul sejak dulu. Maksudku, jika memang ada seseorang yang masih menyukaiku melihat apa yang sudah kuperbuat selama ini, aku merasa bersalah kepada seluruh umat manusia. Misalnya orang-orang seperti Hayama.

  Siapapun, orang yang membenciku tidak hanya terbatas ke Sagami sendiri.

  "Kenapa tidak katakan begini saja. Tidak hanya Sagami, tetapi semuanya juga."

  Mendengarku mengatakannya, Yuigahama memberikan "un" dan berpikir sejenak sebelum berbicara.

  "Aku tidak membahas tentang dirimu yang tidak disukai orang. Aku tadi sedang berbicara tentang Sagami. Dia tampaknya orang yang paling terganggu ketika dianggap seperti orang idiot oleh Hikki. Ketika Hikki mengatakan 'stop', dia lalu melotot ke arahmu..."

  "Well, mungkin itu ada benarnya. Dilihat rendah oleh seseorang yang statusnya lebih rendah darinya, pasti bisa dimaklumi kalau dia mulai punya satu atau dua pikiran untuk membunuhku dengan segera."

  "Tidak...paling tidak sejauh itu."

  Yuigahama tampak sedikit terkejut. Meski begitu, manusia memang mau membunuh sesamanya demi alasan pribadi, jadi tolong selalu waspada terhadap sekitarmu!

  Meski begitu, akan lebih bagus jika seseorang berpikir dahulu sebelum mereka berbicara.

  Teman berbicara memang lebih penting daripada isi pembicaraan itu sendiri. Bahkan jika kita membicarakan hal yang sama, hasilnya bisa berbeda jika dilakukan dengan orang yang berbeda status sosial, gelar, dan kasta.

  Oleh karena itu, mereka yang tidak terpengaruh tiga hal di atas mampu mengatakan apa yang dikatakan pikiran mereka secara bebas.

  Ketika kamu sendirian, kamu akan mampu berbicara dengan bebas. Di lain pihak, mereka yang berada di kasta teratas bahkan sering mengontrol apa yang dibicarakan ke seseorang. Dunia macam apa yang hingga sekarang masih mengekang kebebasan berbicara seseorang? Kupikir "kesendirian" bisa berdiri menjadi sebuah negara nantinya.

  Ketika aku sedang berpikir kalau aku sedang berjaya dengan negaraku, Yuigahama tampaknya sedang menemukan sesuatu dengan ekspresinya yang menepuk kedua tangannya bersamaan.

  "Ah, jadi Sagamin sebenarnya sudah punya motivasi itu dalam dirinya?"

  "Huh?"

  Yuigahama mengatakannya dengan spontan, tampaknya dia memang tidak memahami masalah sebenarnya.

  Dia berjalan ke sisi Yukinoshita dan menatapnya.

  "Hey, Yukinon. Kamu mengatakan kata-kata itu karena kamu paham maksud dari kata-kata Hikki, benar tidak?"

  "...Entahlah. Kira-kira apa ya..."

  Yukinoshita menjawabnya singkat dan pergi. Yuigahama dan diriku hanya bisa saling menatap, lalu Yuigahama tertawa dengan keras.

  Apa maksudmu? Aku ragu kalau kamu tahu maksud sebenarnya dari tindakannya itu.

  Cahaya dari matahari senja ini seakan-akan menyelimuti seluruh gedung sekolah ini dengan warna merah gelap. Karena itu, wajahku mungkin akan berwarna merah kegelapan juga.










x Chapter V | END x







1 komentar: