Jumat, 25 September 2015

[ TRANSLATE ] Oregairu Vol 4 Chapter 5 : Sendirian, Yukinoshita Yukino menatap langit yang penuh bintang


*   *   *






  Kapon     itulah suara yang kudengar ketika berada di pemandian. Aku terus membayangkan hal ini, tetapi dimana suara kapon ini berasal? Apakah ini suara dari kamar mandi?

  Setelah aku membasahi kepalaku, tubuh, dan wajahku, aku merendamkan diriku dalam air hangat. Aku merasa seperti berada di pemandian air panas. Ketika seluruh keringatku seperti tersapu habis, aku juga merasa kalau tubuhku seperti sedang dibersihkan.

  Ada sebuah pemandian umum yang cukup besar di pondok utama. Bagi sebuah kunjungan wisata sekolah ataupun perkemahan diluar ruangan, baik anak laki-laki dan perempuan memiliki jam-jam yang berbeda untuk masuk ke pemandian. Karena perdebatan kami tadi memakan banyak sekali waktu, tampaknya waktu yang tersisa sebelum pemandian tutup hanya cukup untuk satu grup saja. Jelas, kami butuh pemisahan waktu bagi para lelaki, gadis, dan Totsuka.

  Hasil dari kesepatakan kami, laki-laki menggunakan ruangan pemandian yang di dalam. Hanya saja, ya begitulah    ini tidak jauh berbeda dengan kamar mandi di rumahmu, hanya cukup untuk satu orang saja. Ngomong-ngomong, tidak banyak pria yang begitu tertarik untuk mandi bersama, jadi kesepakatan ini kurasa tidak begitu masalah bagiku.

  Bukannya aku kecewa karena tidak bisa mandi bersama Totsuka, kalau itu...

  Dengan masih adanya orang yang mengantri setelahku, aku tidak punya banyak pilihan kecuali mandi dengan secepatnya. Jika Totsuka ada di pemandian ini, aku mau menghabiskan waktuku untuk membantunya membersihkan diri, tetapi karena cuma bisa masuk bergantian setelah Tobe dan Hayama, aku hanya bisa menyelesaikan ini secepatnya dan keluar dari sini.

  Di ruang ganti (dimana ternyata ruangannya tidak begitu besar) aku membersihkan diriku dengan handuk, lalu menuju kotak dimana aku menaruh bajuku tadi.

  "Pakaian dalamku, pakaian dalamku...huh?"

  Ketika aku menemukan pakaian dalamku, pintunya terbuka. Dengan kata lain, aku tidak punya waktu untuk menaruh pakaian dalamku. Oh tidak! Tuanku, musuh telah tiba!

  Ketika pintu mulai terbuka, wajah yang muncul tidak lain adalah Totsuka.

  "Er, uh..."

  "....."

  OTAK TIDAK BISA BEKERJA.

  "....."

  Sekarang, waktu untuk hasilnya.



  "W-waaaaaaah! M-maaf!"

  "A-aaaaaargh! A-aku juga minta maaf!"

  Totsuka yang sedang menahan malu langsung menutup pintunya. Bagiku, ini adalah waktu yang berharga untuk memakai pakaianku. Setelah pakaian dalamku kupastikan terpasang dengan baik, aku segera memakai T-shirt dan celanaku. Akupun ragu kalau ini bisa lebih lama dari 10 detik.

  "Ti-tidak apa-apa sekarang," aku memanggilnya ke arah pintu.

  Dengan perlahan, pintunya terbuka seperti sepanjang 30cm. Totsuka  mengintip dari celah itu untuk memastikan kalau aku sudah memakai pakaianku. Merasa lega dengan pemandangan itu, dia lalu masuk ke ruang ganti.

  "M-maaf. Kupikir kamu sudah keluar lebih dulu tadi..." Totsuka meminta maaf, membungkukkan kepalanya. Tetapi ketika dia mengangkat kepalanya dan kedua mata kami bertemu, dia sedikit terkejut lalu memalingkan pandangannya, wajahnya terlihat memerah.

  ...Kenapa dia menjadi malu-malu? Ini membuatku merasa malu-malu juga...

  "O-oke, aku akan mandi dulu sekarang," katanya.

  "T-tentu."

  Dengan respon seperti itu, kami sekali lagi saling menatap satu sama lain.

  "Um...Aku akan membuka bajuku dulu sekarang..." Totsuka memandangiku dengan mata yang berair. Dia mulai menarik lengan bajunya, lalu menatapku. "Kalau kamu terus menatap ke arahku...Suasananya akan menjadi cukup aneh."

  "Oh, benar sekali. Aku pergi dulu."

  Kupikir melihat dirimu sedang dilihat orang lain ketika sedang berganti baju memang memberikan perasaan tidak nyaman, bahkan jika yang menatapmu adalah seorang pria.

  Aku menutup ruang ganti dan mulai berjalan keluar. Ketika aku berjalan, aku mendengar suara air di kamar mandi itu dan itu sangat menggangguku.

  Situasi ini tampaknya agak berbeda dengan "tidak sengaja lewat di depan orang mandi" yang sering kulihat di beberapa manga dan anime. Dewa Rom-com, kau, ya Tuhan, kau sungguh idiot.

  Setidaknya Kau tukar posisiku...tidak, itu juga ide yang konyol!







*   *   *





  Hayama dan Tobe sudah berada di Bungalow.

  Keduanya sedang bermain dengan HP mereka, seperti tidak tahu bagaimana harus menghabiskan waktu mereka. Jari-jari Hayama menekan dengan cepat layar tabletnya. Memang, cara dia menggunakan tablet terlihat keren dan macho. Kuakui, entah beberapa kali mereka berusaha, orang-orang yang menggunakan tablet itu tidak tahu bagaimana caranya agar terlihat keren, meski mereka juga tahu kalau mereka sendiri tidak keren    tetapi tablet mereka-lah yang keren.

  Kartu-kartu permainan tampak berserakan di dekat kaki mereka, tetapi mustahil bagi mereka untuk bermain denganku. Hayama dan Tobe terlihat sedang mengobrol, tetapi mereka mengobrol tanpa mengajak orang lain terlibat.

  Aku kemudian menggelar kasur tidurku di sudut ruangan, dan ketika kasur beserta selimutku siap, aku langsung tiduran di kasurku. Aku mencoba melihat ke arah tasku, tetapi aku rasa tidak ada sesuatu yang bisa membuatku menghabiskan waktuku. Bahkan Komachi tidak mempersiapkan hal-hal semacam itu untukku di perkemahan ini.

  Sebenarnya, jaman sekarang kau bisa melakukan apapun jika punya HP. Aku bermain game di HP-ku sambil menunggu rasa kantukku, menekan tombol ini dan itu.

  Sementara itu, aku mendengar keduanya sedang mengobrol dari belakang punggungku.

  "Yo, Lagi ngapain nih, Hayato-kun? Nonton film porno?"

  "Nah, aku hanya melihat-lihat beberapa referensi buku. Ini PDF."

  "Whoa, itu kedengarannya untuk orang pintar saja, yo!"

  Aku tidak melihat adanya sebuah tanda-tanda kepintaran dari percakapan barusan.

  Meski begitu, sangat bagus untuk membawa buku referensi sebagai PDF. Bayangkan betapa beratnya jika kamu membawa ensiklopedia. Aku bahkan tidak bisa mengingat isi buku itu.

  Hayama, kamu memang orang pintar...Aku mengatakannya ke diriku sendiri.

  Tetapi bagi Hayama, yang merupakan reinkarnasi dari segala macam kebaikan di dunia ini, tidak membiarkan itu keluar begitu saja. "Aku tidak sepintar yang kau kira."

  "Tunggu dulu, Hayato-kun, nilai-nilaimu sungguh gila. Coba katakan padaku, peringkatmu di SMA kita waktu ujian Sastra Jepang kemarin di peringkat berapa?"

  Normalnya, kamu akan mengatakan kata 'gila' untuk sesuatu yang jelek, tetapi orang jaman sekarang menggunakannya untuk maksud yang sebaliknya. Sama halnya dengan mengatakan 'aku tidak menyukaimu, Oni-chan!'"

  "Kupikir, nilai-nilaiku cukup lumayan..." Hayama menjawabnya dengan abu-abu, dengan semacam nada senyuman yang agak dipaksakan.

  Oke, jadi pria ini adalah salah satu dari tipe orang-orang yang seperti itu? Orang-orang yang merasa cukup terusik ketika ditanya bagaimana nilai ujianmu dan sepintar apa dirimu adalah dua hal yang seharusnya dibedakan?

  "Ah lumayan bagaimana, Hayato-kun, bukannya kamu peringkat teratas?"

  "Yang paling atas itu Yukinoshita, peringkatnya ada di atasku."

  ...

  Oke, aku paham sekarang. Aku paham sekarang.

  Maksudku kenapa aku selalu berada di ranking 3 di Sastra Jepang.

  Sejujurnya, peringkat satu dan dua sudah permanen milik siapa.

  Tampan, atletis, sikap dan intelejensinya...mimpi buruk bagi semua lawan-lawannya. Ini seperti Goku dan Vegeta di Dragon Ball yang bergabung lewat Potara Fusion. Mengapa pria seperti ini bisa tercipta? Setidaknya biarkan aku menang di Sastra Jepang, Sialan!

  Tepat ketika aku mencoba untuk tidur, pintu ruangan dibuka.

  Ada sebuah suara menyertainya, "Aku baru saja selesai mandi..."

  Totsuka, yang baru saja kembali ke ruangan ini, menutup pintu di belakangnya. Ketika dia berada dekat dengan posisi tidurku, dia sepertinya sedang mengeringkan rambutnya dengan handuk, dan wangi shampoo mulai tercium darinya. Totsuka membungkuk dan mengeringkan rambutnya dengan dryer yang diambilnya dari tasnya.

  Baru saja dari pemandian, pemandangin kontras dari rambutnya yang basah dan kulitnya yang sedikit lembab memang sangat sensual. Aku secara tidak sadar sedang menolehkan wajahku ke arahnya sejak pintu masuk.

  Akhirnya, Totsuka memeriksa rambutnya untuk memastikan kalau sudah tidak basah lagi. "Kurasa aku akan tidur saja..."

  "Ayo kita tidur semuanya!" Hayama menjawab kata-kata Totsuka.

  Tobe dan Totsuka mulai bersiap-siap untuk tidur. Aku tidak perlu melakukannya karena aku sudah menggelar kasur tidurku.

  Dengan usaha yang keras, Totsuka membawa kasur tidurnya dan membaringkannya tepat di sampingku. Ketika dia menepuk-nepuk bantalnya, dia menatap ke arahku.

  "Tidak apa-apa kalau aku disini?"

  "...yeah."

  Ketika percakapan itu terjadi, kita memang saling menatap mata untuk beberapa lama, aku bisa merasakan sebuah suasana aneh gara-gara insiden di ruang ganti tadi. Sungguh hal yang cukup memalukan jika dipikir lagi. Jika Totsuka menuntut pertanggungjawaban dariku...Maka aku siap untuk bertanggung jawab!

  Tetapi Totsuka tampaknya tidak memikirkan itu, dan menjatuhkan tubuhnya begitu saja ke kasurnya. Woy, ayolah! Kalau posisimu seperti itu, kita bisa berakhir dengan berciuman kalau kamu membalikkan badanmu!

  Selesai mengatur tempat tidurnya, Hayama mencari saklar lampu di ruangan itu. "Aku akan mematikan lampunya."

  Dengan sebuah bunyi ping, bola lampunya mati.

  "Bro, Hayato-kun, ini seperti suasana malam saat kita Darmawisata, yo?"

  "Yeah. Sepertinya begitu."

  Responnya datar sekali. Hayama pasti cukup lelah untuk menjawabnya.

  "...Ayo kita ngobrolin tentang orang yang kita suka," saran Tobe.

  "Aku tidak ingin membicarakannya."

  Diluar dugaan, Hayama menolak untuk membicarakannya.

  "Ahaha...itu memang agak memalukan untuk dibahas," Totsuka tertawa kecil mendengarnya, sepertinya dia menanggapinya dengan santai.

  "Kenapa tidak mau?! Jangan malu-lah! Katakan saja bro! Oh begitu, biar aku yang mengatakan pertama!" Orang ini sepertinya cuma pura-pura sedang membicarakan suatu topik; tetapi dia sebenarnya hendak mengatakan tentang dirinya sendiri...

  Hayama dan Totsuka pasti menduga hal yang sama denganku, karena aku mendengar seseorang mengembuskan napa panjangnya dan seseorang yang tertawa kecil.

  "Sebenarnya, aku..."

  Tidak ada yang baru disini. Tobe sepertinya akan mengatakan kepada kita kalau dia menyukai Miura.

  "...Kupikir Ebina-san orangnya manis."

  "...Serius lu?!" Aku mengatakannya begitu saja mendengar hal-hal yang tak terduga barusan.

  "Huh?" Tobe tampaknya ragu dengan kata-kataku. "Y-yeah. Oh benar, Hikitani-kun ternyata mendengarkan! Kupikir kamu sudah tidur dari tadi karena diam saja sejak tadi!"

  "Yeah, tetapi aku juga terkejut," kata Totsuka. "Kupikir kamu menyukai Miura-san, Tobe-kun..."

  "Nah, Yumiko tidak cocok untukku...Dia menakutkanku."

  Jadi dia juga berpikir kalau Miura menakutkan. Itu artinya mayoritas pria memang takut kepadanya, jika dimasukkan ke ilmu statistik.

  Whoa whoa, bukankah ini artinya semua orang percaya dengan hantu? Coba pikir, Miura menebar aura ketakutan di kelasku, seperti kelas kami dihantui sesuatu.

  "Tetapi, kamu pernah mengatakan soal ini ke Miura-san?" Tanya Totsuka.

  "Oh, yeah...Itu, seperti, memang seharusnya begitu? Bukannya ada ungkapan kalau ingin mendapat restu dari Ayahnya, harusnya kita mendekati Ibunya dahulu    bukankah begitu?"

  "Aku tidak berpikir kalau Miura akan senang ketika kau mengatakan menyukai Ebina-san," kataku.

  Tetapi ini cukup mengejutkan dari Tobe. Tidak bisa mengatakan sesuatu ke gadis yang kausuka adalah sesuatu yang para pria pahami sejak dulu.

  "Yui juga cukup cantik, tetapi dia seperti terlihat idiot..."

  Yeah. Dia memang terlihat idiot. Tetapi bagi seseorang seperti dirinya mengatakan itu seperti penggorengan mengatakan panci pantatnya gosong.

  "Juga, dia kan gadis populer, jadi bakal banyak yang mau sama dia."

  ...

  Kupikir dia ada benarnya.

  Nice Girl adalah gadis populer. Sangat menakutkan jika ada pria tidak populer dan pria yang tidak tahu apa-apa lalu tertarik kepada mereka. Mereka mengaitmu dengan hooknya, membuatmu berbaris, dan menenggelamkanmu.

  Oleh karena itu, aku tidak akan terkejut, aku tidak akan bergetar, aku tidak akan terpesona, jantungku tidak akan berdegub kencang, aku tidak akan bergetar, aku tidak akan terkejut. Apa-apaan tadi? Aku seperti ketakutan ketika membahas mereka.

  Berbeda dari diriku yang mengembuskan napas panjangku, Tobe melanjutkan. "Ebina-san itu...Kudengar dari Yumiko kalau dia sudah menolak banyak sekali pria, jadi sepertinya dia sengaja memberiku kesempatan itu."

  Memang benar kalau Ebina-san tidak hanya member dari grup teratas sekolah ini, tetapi dia memang punya wajah yang manis.

  Hanya saja, hobi uniknya membuat para pria menjaga jarak kepadanya. Meski begitu, dia tidak merahasiakan hobinya, dan bisa kukatakan kalau itu bisa jadi taktik darinya untuk menjaganya dari para pria yang mendekatinya. Jika dia memang sengaja begitu, dia melakukannya untuk menjauhkan para pria, maka kuakui kalau...Nah, mungkin aku terlalu dalam menduga-duga akan dirinya.

  Mungkin dia menyadari kalau dia daritadi hanya membicarakan dirinya sendiri. Tobe lalu balik bertanya kepada kita dengan sebuah pertanyaan. "Kalau kalian bagaimana?"

  "Maksudmu gadis yang kusuka?" Totsuka menangkap maksud Tobe. "Gadis, ya...? Tidak ada untuk saat ini."

  Tidak ada gadis yang Totsuka sukai! Lalu, apakah dia juga menyukai pria? Jantungku berdetak kencang.

  Entah mengapa, Tobe tampaknya tidak berminat menanyakannya kepadaku. "Bagaimana denganmu, Hayato-kun?".

  "Aku? Ah, lupakan saja."

  "Tunggu dulu, Hayato-kun. Kamu tidak boleh begitu. Kamu pasti menyukai seseorang, bukan? Kau harus mengatakannya, bro!"

  Hayama hanya terdiam.

  "Inisialnya saja tidak apa-apa!" Tobe mulai memaksa.

  Hayama akhirnya menyerah dan mengatakan "Y," dan diam sejenak.

  "Y, huh. Tunggu, apa itu artinya    "

  "Itu sudah cukup. Sekarang waktunya tidur."

  Hayama terlihat marah, seperti tidak mengijinkan pembicaraannya berlanjut. Sangat jarang melihat Hayama, yang normalnya bersikap manis ke semua orang dan gerombolannya, tiba-tiba marah. Sederhananya, sikapnya ke Tobe barusan adalah bukti kalau dia hanya manusia biasa.

  "Aku tidak bisa tidur karena penasaran! Kalau aku mati karena insomnia, ini salahmu, Hayato-kun!" Tobe berusaha menenangkan Hayama dengan candaannya. Pria ini memang punya skill tinggi untuk memanipulasi suasana agar tidak terlalu buruk. Melemparkan candaan adalah taktik standar untuk menghindari suasana yang buruk.

  Untuk sejenak, kegelapan ini menghadirkan kesunyian di ruangan ini. Aku mulai menatap dengan tatapan yang kosong ke langit-langit.

  Siapa gadis berinisial Y yang Hayama sebutkan tadi?

  Beberapa nama muncul di pikiranku.







*   *   *




  Terima kasih kepada mereka yang telah membuatku penasaran dan terlihat depresi, aku tidak bisa tidur meskipun mereka telah diam semua.

  Ketika aku membalikkan badanku, wajah Totsuka tiba-tiba tepat berada di depanku. Aku bisa mendengar suara napasnya yang berirama dalam tidurnya.

  "...nnggh."

  Sebuah embusan napas keluar dariku.

  Cahaya bulan yang keluar dari jendela menerangi wajah Totsuka. Ketika bibirnya seperti hendak menyebutkan nama seseorang, dia kemudian mengatakannya dengan suara kabur. Sebuah senyum yang lembut terlihat di wajahnya;dia tampaknya sedang bahagia atau semacamnya.

  Ketika aku menyadarinya, aku tidak bisa melepaskan pandanganku ke arah bibirnya. Aku sadar kalau itu mungkin hanya sekedar suara dengkuran ataupun suara gerakannya yang membalikkan badannya.

  Aku tidak berpikir kalau aku bisa tidur dengan situasi seperti ini.

  Ketika aku melihat ke layar HP-ku, ini bahkan belum jam 11 malam. Tampaknya waktu berlalu begitu lambat ketika kau pergi jauh keluar kota. Suara berisik dari kereta dan cahaya lampu kota juga menghilang. Sebuah malam yang sunyi.

  Kupikir kalau angin malam yang menyentuh kulitku ini akan membuat pikiranku tenang.

  Aku berdiri secara perlahan sehingga tidak membangunkan yang lain, aku berjalan ke pintu keluar.

  Sebuah malam di dataran tinggi. Secara perlahan, angin yang dingin mulai membuatku merasa rileks.

  Itu yang kuharapkan, tetapi sebenarnya tidak begitu    biasanya membuatku ketakutan. Entah mengapa, aku hampir berteriak ketakutan ketika mendengar suara Burung Hantu dan dedaunan kering yang kuinjak.

  Ketika jantungku mulai berdetak kencang, aku melihat ke sekelilingku. Secara tidak sengaja, aku melihat bayangan seseorang diantara pepohonan ini.

  ...Whoa, apakah dia roh hutan ini...?

  Itu tampaknya cukup menakutkan. Sebenarnya yang terjadi adalah 'Hanya Imajinasiku', kupikir begitu.

  Berdiri diantara pepohonan, seorang gadis yang memiliki rambut panjang seperti menyentuh permukaan tanah.

  Ini tampaknya jauh dari yang kubayangkan, dimana aku berharap akan menemui roh atau peri. Aku mungkin sedang berhalusinasi.

  Ketika cahaya bulan mulai menerpa tubuhnya, kulitnya yang pucat terlihat olehku. Ketika angin mulai menari, rambutnya ikut menari dengan angin tersebut. Gadis yang seperti ini ketika bermandikan cahaya bulan, dia mulai bernyanyi    dengan lembut. Dalam hutan yang dingin, suara nyanyiannya tedengar lembut di telingaku.

  Aku hanya terdiam melihat pemandangan ini. Jika aku selangkah lagi ke depan, mungkin aku bisa menghancurkan dunia dimana dia hidup seperti di cerita-cerita. Dengan itu di pikiranku, aku mengurungkan niatku dan mendengarkan nyanyian yang dia nyanyikan.

  Apa aku seharusnya meninggalkan dia sendirian...

  Aku berputar secara perlahan, dan mulai kembali. Tetapi ketika aku menaruh kakiku, aku tidak sengaja menginjak ranting pohon dan membuatnya berbunyi.

  Suara nyanyian tersebut terhenti.

  "....."

  "....."

  Satu, dua, tiga detik berlalu    itu biasanya waktu minimum untuk mengenalkan diri masing-masing.

  "...siapa itu?"

  Ternyata itu suara dari seorang gadis     Yukinoshita Yukino.

  Aku mengurungkan niatku untuk kembali dan berjalan menunjukkan wajahku ke Yukinoshita.

  "...ini aku."

  Lalu semuanya seperti terdiam.

  "Siapa itu?"

  "Kenapa kamu bertanya hal yang sama? Kamu tahu diriku!"

  Berhenti memiringkan kepalamu, sial! Ditambah dia melakukannya dengan ekspresi yang manis, membuatku tambah jengkel.

  "Apa yang kau lakukan diluar sini pada jam segini? Harusnya kamu sudah menjalani tidur abadimu."

  "Bisakah kamu berhenti mengumumkan jam kematianku dengan manis?"

  Yukinoshita memalingkan pandangannya, seperti tidak tertarik kepadaku, atau karena hal yang lain. Dia lalu menatap ke arah langit. Ketika aku melihat ke arah dia menatap, langit ini memang dipenuhi dengan bintang-bintang.

  "Kamu kesini untuk melihat bintang-bintang?"

  Dibandingkan di kota, kamu bisa melihat bintang-bintang dengan jelas dari tempat ini. Bersinar dengan indah, karena jarangnya cahaya di tempat ini. Kalau begitu, bukankah para penyendiri akan bersinar jika menjauh dari kerumunan orang? Sial, masa depanku ternyata sangat cerah!

  "Aku kesini bukan untuk itu."

  Yukinoshita menunjukkan wajahnya yang agak suram. "Aku terlibat perselisihan dengan Miura-san..." wajahnya terlihat menatap ke tanah, seperti agak depresi.

  Oh, jarang sekali kamu bisa melihat wajahnya yang seperti sedang menyesal. Seperti yang kauharapkan dari Miura    gelar Ratu untuknya memang bukan omong kosong.

  "Setengah jam yang lalu aku menyerang balik argumennya dan membuatnya menangis. Aku tidak menduga itu akan terjadi..."

  Sang Ratu Es ternyata terlalu kuat. Tidak perlu dibuktikan lagi. "Jadi kau kesini karena merasa telah melakukan hal yang buruk kepadanya?"

  "Seperti itulah. Aku tidak menduga kalau dia akan menangis...Yuigahama-san berusaha menenangkannya ketika kita berdebat."

  Aku bisa menangkap perasaannya saat ini. Mungkin, Yukinoshita yang hebat sekalipun lemah terhadap air mata.

  Yukinoshita meluruskan rambutnya, seperti hendak mengganti topiknya.

  "Gadis itu...kita perlu melakukan sesuatu untuknya."

  "Kamu rela melakukan sejauh itu untuk gadis yang tidak kau kenal?"

  "Kita sudah melakukan banyak hal untuk orang yang tidak kita kenal selama ini. Aku tidak ingin kita mengulurkan tangan hanya ke orang yang memiliki asosiasi dengan tempat kita. Lagipula...bukankah anak itu mirip dengan Yuigahama-san?"

  "Kaupikir begitu?"

  Aku tidak pernah berpikir seperti itu. Bahkan, di depanku sekarang ini ada orang yang jauh lebih mirip dengan gadis itu. Yukinoshita menatap ke arahku.

  "Kupikir...Yuigahama-san mungkin pernah mengalami hal seperti itu."

  Kalau dia mengatakan itu, mungkin saja ada benarnya.

  "Juga..." dia menatap ke arah tanah, sambil menendang kerikil yang berada di dekatnya. "Aku ragu kalau Hayama-kun akan membiarkannya begitu saja."

  "Yeah, kupikir dia juga tidak akan membiarkannya."

  Dia memang cerminan seorang pemimpin. Bisa juga kau tambahkan dengan 'pemimpin di akhir jaman ini'. Dia juga punya tampilan seorang pahlawan. Aku membayangkan kalau dia ditampilkan sebagai salah satu tokoh di Shonen Jump Manga.

  "Bukan itu maksudku..." Yukinoshita mengatakannya dengan tidak begitu jelas.

  Setelah dia mengatakannya, suasana diantara kami berdua diselimuti kesunyian.

  "Hey, apakah pernah terjadi sesuatu antara dirimu dan Hayama?"

  Bisa kaukatakan kalau Yukinoshita sangat tegas kepada Hayama dan memperlakukannya dingin. Aku merasakan itu ketika Hayama pertama kali datang ke Klub. Di perkemahan inipun, sikapnya bahkan lebih tajam.

  Ketika aku menanyakan itu untuk menghilangkan rasa ingin tahuku, Yukinoshita menjawabnya seperti itu bukan masalah yang besar. "Kami sekolah di SD yang sama. Ayahnya menjadi penasehat hukum di perusahaan kami. Ibunya seorang dokter."

  Jadi si pemuda tampan yang berasal dari keluarga elite, bisa segala macam olahraga dengan nilai yang top, juga memiliki teman semasa kecil yang cantik.

  Hmmph...Aku sangat sulit menemukan kata-kata yang pas, tetapi bukannya aku hendak melompat ke arahnya dan mengajaknya berkelahi.

  Yang kupunya hanyalah wajah yang biasa, bakat di bidang sastra, membenci olahraga dan adik yang paling imut sedunia. Baiklah, kita sekarang setara! Siap-siap untuk kekalahanmu!

  Jika nantinya aku menemukan kalau Hayama juga punya adik perempuan, maka aku akan kalah total...

  "Tampaknya, berurusan dengan seseorang yang berteman baik dengan keluarga besar kita terasa sangat berat."

  "Kupikir begitu."

  "Kau menjawabnya dengan santai seperti bukan masalah besar bagimu.."

  "Itu karena kakakku yang bertugas muncul di depan publik ketika situasi-situasi seperti itu. Aku hanyalah seorang cadangan saja."

  Whoosh, angin bertiup, meniup daun pepohonan yang rindang.

  Dengan suara-suara ini, suara Yukinoshita terdengar jelas di telingaku.

  "Meski begitu...Aku senang bisa datang hari ini. Kupikir itu mustahil."

  "Huh? Kenapa?"

  Aku terus menatap ke arah Yukinoshita, hendak memahami apa maksud kata-katanya. Tetapi Yukinoshita terus menatap ke arah bintang-bintang di langit, tidak bergerak. Seperti dia tidak pernah mengatakan apapun sebelumnya.

  Meski begitu, aku menunggu Yukinoshita untuk mengatakan sesuatu.

  Suara-suara serangga malam mulai terdengar. Mungkin karena malam mulai lebih dingin dari biasanya, angin yang dingin mulai bertiup ke arah kami.

  Seperti sebuah pertanda, Yukinoshita memalingkan wajahnya ke arahku. Meskipun dia terlihat tersenyum, dia tetap tidak mengatakan apapun.

  Dia tidak menjawab pertanyaan yang kutanyakan tadi. Dan begitulah kesunyian diantara kami berdua tercipta.

  Setelah beberapa saat berlalu, Yukinoshita berkata. "Kita harus kembali sekarang."

  "...oh, benar. Sampai jumpa."

  "Ya, selamat malam."

  Pada akhirnya, aku tidak pernah bertanya apapun melebihi itu. Aku tidak punya kebiasaan untuk memaksa orang untuk mengatakan apa yang tidak ingin dia katakan. Aku berpikir kalau kita mungkin lebih baik jika tidak tahu terlalu dalam tentang diri kita masing-masing, membuat sebuah hubungan yang nyaman diantara kita.

  Yukinoshita berjalan ke jalan setapak yang gelap dengan langkah yang cepat. Aku melihat ke arahnya hingga ditelan kegelapan malam.

  Sekarang hanya tinggal diriku sendiri disini, aku menatap ke arah bintang-bintang di langit, sama seperti Yukinoshita Yukino sebelumnya.

  Aku pernah membaca kalau cahaya bintang berasal dari cahaya yang sudah lama berlalu. Karena cahaya tersebut mencapai kita dari masa lalu, maka cahaya tersebut telah melalui banyak bulan dan tahun. Cahaya yang telah melewati hari-hari tersebut mencapai kita.

  Setiap orang merupakan budak dari masa lalunya. Tidak masalah apakah kau ingin maju ke depan, kejadian-kejadian di masa lalu akan terus menghantuimu seperti cahaya bintang. Tidak bisa menertawakan ataupun menghapus masa lalu, maka kau mulai menaruh masa lalumu di salah satu sudut di hatimu, menunggu itu muncul kembali di momen yang tidak tepat.

  Dan begitulah bagi Yuigahama, bagi Hayama     dan, mungkin    bagi Yukinoshita.





x Chapter V | END x




  Adegan pemandian terlalu bahaya untuk dikomentari...

  ...

  Disini kita tahu, kalau Tobe ternyata sudah memberitahu ke Miura terlebih dahulu soal dirinya menyukai Ebina. Artinya, kedekatan Tobe dengan Miura jauh lebih dekat daripada Tobe-Hayama. Tentunya, wajar jika Totsuka mengira Tobe menyukai Miura.

  ...

  Disini, Tobe membahas tentang suatu malam darmawisata, bersama Hayama. Sedang kita tahu di volume 7, darmawisata adalah program SMA Sobu khusus kelas 2 dan terjadi di bulan November. Artinya, darmawisata antara Hayama dan Tobe terjadi tidak di SMA. Karena Tobe mengajak Hayama bicara soal gadis yang disukai, artinya Tobe ini tidak tahu kalau di SD dahulu, ada gosip antara Hayama-Yukino.

  Sederhananya, Tobe ini adalah teman Hayama sejak SMP. Malam darmawisata yang diceritakan Tobe adalah darmawisata SMP. Kemungkinan besar Tobe dekat dengan Miura ketika SMA, dan besar sekali kemungkinan Miura dekat dengan Tobe agar bisa dekat dengan Hayama. Karena, di vol 10 chapter 4 Miura mengakui kalau dia mencintai Hayama.

  ...

  Tobe tampaknya salah mengira kalau Ebina menunggu dirinya untuk menembaknya. Kenyataannya, di vol 7 chapter 9 Ebina menembak Hachiman...

  ...

  Gadis inisial Y kita semua tahu siapa...

  ...

  Kita semua tahu kenapa Hachiman galau dan tidak bisa tidur...Karena ada sesuatu dengan gadis inisial Y...

  ...

  Hachiman mengatakan sebuah monolog yang sangat ironis dengan kehidupannya. Orang yang terjebak dengan masa lalu...Jelas-jelas dirinya termasuk dalam golongan tersebut. Bukti istilah nice girl terus melekat dalam memorinya membuktikan kalau Hachiman masih belum bisa move on dari insiden dengan Kaori di kelas 3 SMP.

  ...

  Rumi sebenarnya, merupakan cerminan Yukino ketika SD dahulu. Dugaan ini sudah muncul di vol 4 chapter 4.

  ...

  Jawaban Hachiman tentang dugaannya kenapa Yukino bersyukur bisa hadir di perkemahan tersebut, ada di vol 4 chapter 8. Yukino sebenarnya tidak diijinkan untuk ikut perkemahan musim panas oleh Ibunya.

  ...


1 komentar: