x x x
Kami berdua meninggalkan rumah dan berjalan bersama dengan pelan.
Tidak ada satupun jiwa manusia di sekitar kami. Hanya ada kotak telepon umum dan nyala api neraka yang muncul dari tanah, seperti sudah tidak sabar untuk meledak. Jika suatu saat bumi ini kiamat, aku cukup yakin kalau keadaannya akan seperti itu.
Seperti sedang menatap ke surga, sang matahari senja memancarkan cahaya merah seperti sedang marah, dan diliputi oleh cinta, lalu bulan yang berwarna merah seperti sedang diselimuti darah segar. Keduanya seperti berkolaborasi untuk menciptakan pemandangan lukisan yang menggambarkan kiamat dengan sempurna.
Meski begitu, masih ada hal-hal yang terlihat dan tidak terlihat oleh mata manusia yang menandakan kalau dunia ini sudah kiamat. Setahu kami yang hidup dalam gelembung subjektivitas, sangat mustahil untuk menghilangkan perbedaan pendapat antara bagaimana dunia diciptakan dan bagaimana dunia akan kiamat.
Kami, yang selama ini ditekan oleh dunia yang sempit ini, tidak berhak untuk berpendapat tentang bagaimana dunia ini akan berakhir. Yang terpenting bagi kita hanyalah tahu kalau kita saat ini sedang hidup, dan kami sedang bergandengan tangan, dan kami sedang berjalan berdua.
"Pertigaan di depan ini yang katanya pertamakali terlihat fenomena mistis itu?" katanya.
"Entahlah? Kalau benar terjadi, kita nanti mau pilih arah yang mana?"
"Belok kanan saja."
"Kalau begitu, aku pilih kiri saja.
"Begini saja, kita ambil jalan tengah dan memilih lurus ke depan."
Kamipun tersenyum saling mendekat, berdiri sejenak sebelum menyusuri kebenaran jalan mistis itu.
Akhirnya, kami sampai di tempat dimana semua gosip ini bermula.
x x x
Tidak ada komentar:
Posting Komentar