x Chapter V x
Karena
sekarang sudah masuk ke separuh bagian terakhir bulan Agustus, perasaan bahagia
tentang liburan musim panas ini secara perlahan mulai menghilang.
Ketika kuhitung ulang hari yang tersisa di
bulan ini, aku diserang sebuah perasaan melankolis yang membuatku menyanyikan
bagian lagu dari The Dish Mansion at Bancho. Satu hariiiiii, dua hariiii...dua bulaaaan tidaklah cukup. Jika aku
diperbolehkan untuk meminta lebih, aku ingin ini menjadi 3 bulan.
Memikirkan, “Kiamat di bumi ini tinggal
hitungan hari!”, aku memberikan tanda ‘X’ di kalender yang kutempelkan di
kulkas. Kalau kutambahkan lingkaran dalam tandanya, maka itu akan menjadi
Takoyaki Manto Man.
Liburan musim panas ini hanya tersisa 2
minggu lagi. Hei tunggu dulu, kenapa kau
membuat waktunya melompat begitu saja?
Oh, aku pasti sedang becanda. Mungkinkah aku sudah
salah dalam menghitung harinya? Akupun melihat kalendar tersebut sekali lagi
dan aku merasa ada sesuatu yang sedang mencakar kakiku.
“...Ada apa ini?”
Ketika kulihat ke bawah, Kamakura sedang
melihatku dengan wajah yang tidak menyenangkan.
Tatapan kami ini hanya berlangsung sejenak.
Kemudian, Kamakura terlihat sedikit bersin dan mulai bergulung-gulung di atas
kakiku. Dia menggangguku saja.
Tampaknya dia ingin aku agar memperhatikannya.
Ngomong-ngomong soal itu, belakangan ini
Komachi sangat perhatian sekali dengan Sabure...Kuduga kucingku ini merasa
kurang diperhatikan dan pada akhirnya, dia datang kepadaku.
Akupun duduk di lantai dan mulai mengelus
tubuh Kamakura.
Pertama-tama, aku mengikuti arah bulu
tubuhnya, dari kepala hingga ekor. Aku melakukan itu agak lama hingga dia
menggumamkan sesuatu, setelah itu aku memijatinya sebentar, menggerak-gerakkan
jariku di sekitar titik kesukaannya.
Kamakura menutup kedua matanya ketika
mengembuskan napasnya yang terasa berat. Dia sepertinya sangat kelelahan.
Aku membayangkan apa yang sudah dia alami,
Sabure selalu mengejarnya ketika berada di dalam ruangan yang sama.
Sabure menunjukkan kelincahan anjing kecil
peranakan di rumah kami, dan lari ke berbagai tempat di rumah ini. Terlebih
lagi, dia mengejar Kamakura dengan ekspresi kuat seperti memintanya, “ayo
main~!” seperti pengalaman pertama baginya melihat seekor kucing. Setiap kali
Sabure mengejarnya, Kamakura mengungsi di tempat dimana Sabure tidak bisa
mengejarnya, seperti di atas kulkas dan lemari.
Saat
ini, Komachi yang selalu memperhatikannya seperti diambil darinya. Kamakura
tidak punya pilihan lain selain datang kepadaku dan berkompromi. Well, maaf jika kau dengan terpaksa harus
mendekatiku.
“Begini saja. Kau ikhlaskan dia dan biarkan
dia memilikinya dulu untuk saat ini...Apapun yang terjadi, kau tetaplah saudara
tertua di rumah ini,” aku mengatakan itu ke Kamakura, mengucapkan hal yang sama
ketika orangtuaku menasehatiku sewaktu aku masih kecil.
Aku tidak tahu umur Sabure berapa, tapi jika
melihat sejarah dalam rumah tangga keluarga Hikigaya, Kamakura merupakan hewan
peliharaan tertua disini, maka dia akan selalu dianggap kakak tertua.
Setelah selesai menjelaskan, ekor dari
Kamakura menepuk-nepuk lantai dan dia merespon perkataanku. Maaf ya.
Akupun melanjutkan kegiatanku mengelusnya,
memijat cakar-cakarnya, dan menyentuh perutnya hingga pintu ruang keluarga
terbuka.
“Onii-chan...Oh? Sangat jarang melihat kalian
berdua akrab sekali.”
Akupun melihat ke asal suara itu dan Komachi
sedang memegangi Sabure di lengannya. Tunggu
dulu, ada apa memangnya dengan adegan ‘jarang terlihat’ antara pemilik dan
hewan peliharaannya ?
“Nilai kecocokanku dengan kucing sangat
tinggi loh.”
“Lagipula, Onii-chan memang mirip kucing
juga.”
Aku tidak tahu apa yang dia maksud, mungkin
dia berbicara tentang bagaimana aku terlalu overprotektif terhadap area di
sekelilingku. Tapi aku bisa mengubahnya menjadi hal yang positif.
[note:
Sebenarnya maksud Komachi itu sifat kucing yang suka bermalas-malasan.]
“Mungkin begitu. Lagipula aku ini mirip
dengan Raja Rimba.”
“Uh huh...Tentu, kenapa tidak.”
“Ada apa dengan jeda kata-katamu tadi? Jangan
menatapku dengan tatapan mata kasihan seperti itu. Tahu tidak? Singa itu tidak
perlu bekerja sama sekali.”
“Wow Onii-chan, kau memang benar-benar Raja
Rimba!”
“Benar kan?”
akupun mengatakan itu dengan tersenyum bangga.
Seperti merespon kata-kataku, Sabure yang
berada dalam lengan Komachi menggonggong balik.
Ketika dia begitu, Kamakura yang sedang
berbaring di kakiku berdiri. Dia menguap “fueeh” dan pergi begitu saja dari
ruangan ini.
Ketika dia berjalan pergi, dia
melambai-lambaikan ekornya seperti sebuah tangan. Akupun melihatnya pergi
dengan memasang senyum yang kecut.
“Jadi, ada perlu apa?” tanyaku, sambil
berusaha berdiri.
Komachi seperti menyadari sesuatu.
“Ohh, benar, benar. Onii-chan, pinjam
sebentar HP-mu.”
“Oke...Memangnya akan kau gunakan untuk apa?”
“Yeah, jadi begini, ada semacam aplikasi
untuk identifikasi bahasa anjing atau semacamnya. Jika ada suara gonggongan
anjing yang terdengar, kita bisa tahu apa yang dia inginkan!”
“Oh begitu ya. Ternyata mereka menciptakan
hal-hal semacam itu, huh?”
Sangat praktis. Apa mereka nantinya akan menciptakan alat untuk membaca bahasa manusia
juga? Lagipula, orang-orang selalu menyembunyikan maksud sebenarnya dibalik
kata-kata mereka.
Komachi memintaku untuk cepat-cepat “Ayo sini
cepat!” dan aku mengambil HP-ku di atas meja.
Akupun menekan-nekan layar HPku sehingga bisa
mendownload aplikasinya. Di keterangan tentang aplikasi tersebut, selain
terdapat “Penerjemah Bahasa Anjing”, juga terdapat “Penerjemah Bahasa Kucing”.
“Oh, bisakah kau juga sekalian download yang
bahasa kucing?”
“Yep.”
Seperti katanya, aku mendownload yang bahasa
anjing dan bahasa kucing.
“Ini.”
Setelah aplikasi bahasa anjing selesai, aku
memberikan HP-ku ke Komachi. Komachi menaruh HP-ku itu di depan Sabure sehingga
dia bisa mencoba aplikasi tersebut.
“Ini, ini, Sabure. Coba katakan sesuatu.”
“Woof!” (Main denganku!)
“Well, seperti yang sudah diduga.”
Terjemahan yang ditampilkan di aplikasi
tersebut tidak seperti yang kubayangkan, ini seperti menuliskan keinginan
mayoritas anjing.
Kami mencoba lagi aplikasi tersebut lebih
lama ke Sabure. Memiliki sifat yang sama seperti majikannya yang bisa membaca
suasana, Sabure menggonggong di depan HP-ku.
“Woof!” (Main denganku!)
“Woof!” (Main denganku!)
“Woof!” (Main denganku!)
“Woof!” (Main denganku!)
...Huh?
Bukankah ini cuma copy paste saja?
“Onii-chan. Apa kamu yakin HP-mu tidak rusak?”
“Tidak, harusnya tidak ada yang rusak karena
aku sendiri tidak sering-sering menggunakannya...”
Aku
lalu mencoba memakainya sendiri kepadaku dan pura-pura menggonggong di depan
HP-ku. Jika terjemahannya berubah, maka aplikasi bahasa anjing ini memang
benar-benar bekerja.
Akupun menggonggong.
“BOWBOW!” (Aku tidak ingin bekerja!)
Keakuratan aplikasi ini sangat menakutkan.
Aku tidak menyangka kalau penerjemahnya bisa seakurat ini.
“Sepertinya HP-ku tidak rusak.”
“Benar. Sepertinya yang rusak itu adalah
dirimu, Onii-chan...”
Komachi tampaknya sudah menyerah tentang
sifatku itu dan membuat ekspresi seperti seorang biksu yang mendapatkan
pencerahan. Bahkan jika yang mengatakan kata-kata menyedihkan itu adalah orang
dengan hubungan darah terdekat denganmu, masih terasa sakit untuk didengar.
“...Ngomong-ngomong, dia ingin kau bermain
dengannya.”
“Mm. Oke, kurasa aku akan mengajaknya
jalan-jalan.”
“Yeah, hati-hati di jalan ya.”
Sekarang, akhirnya aku tidak perlu berurusan
dengan omong kosong merawat anjing untuk sementara waktu. Makhluk yang manis
tetaplah manis, tapi tetap mengganggu jika dia berlari terus sepanjang hari.
“Oke, bisa tolong ambilkan ikat lehernya untukku♪ ?”
“Oke, oke.”
Seperti yang Komachi katakan, aku ambilkan
ikat leher Sabure yang Yuigahama taruh di tas yang dia titipkan ke kita.
“Terima kasih ya. Bisa kau bantu memakaikan
itu ke Sabure? Aku akan memegangi Sabure agar stabil.”
Komachi memegangi Sabure, menyerahkan
pekerjaan itu kepadaku. Akupun menaruh ikat leher itu dengan cepat ke Sabure.
Komachi mengangguk dengan puas.
“Yep, ayo pergi!” dia menunjuk ke arah pintu
keluar.
“...Kau menyuruhku menemaninya jalan-jalan?”
“Jika ada sesuatu, akulah yang akan
menemanimu berjalan, Onii-chan. Maksudku, jika aku tidak melakukan ini, kau
tidak akan mau keluar dari rumah.”
Well,
kau benar soal itu...Tidak sia-sia orang memanggilku Hikki.
[note:
menyindir istilah Hikikomori, orang yang malas bersosialisasi dan memilih untuk
mengurung dirinya di kamar.]
Akupun
menarik napasku dalam-dalam untuk memberi koda kepada Komachi kalau seluruh
tubuhku ini tidak ingin pergi keluar, tapi Komachi tidak peduli dan mendorongku
dari belakang.
“Ayo, ayo. Aku akan menemanimu, oke?”
x x x
Matahari sudah mulai terbenam dan bulan sabit
mulai terlihat dengan warna biru indigo.
Aku tinggal di kota yang tenang. Sebuah area
yang menunjukkan gaya hidup generasi mayoritas tiap kota di Jepang. Di samping jalan
raya ada aliran sungai, dimana disamping sungai tersebut ada areal persawahan
yang diselingi satu hingga dua gedung untuk mengolah hasil pertanian.
Menurut cerita Ibuku semasa muda dulu, banyak
sekali kunang-kunang di sungai dan sawah. Itu berarti, mereka sudah tidak ada
disini pada jaman ini. An-chan, mengapa para kunang-kunang itu cepat sekali
matinya?
Ketika mengingat kenangan tersebut, aku
melihat padi-padi di sawah ini dimana kami ini sendiri mungkin tidak akan
melihat ini lagi di masa mendatang.
Whoosh.
Padi-padi itu merunduk oleh tiupan angin.
Angin terus bertiup, melewati celah-celah
barisan padi tersebut yang sudah menyerap air dan cahaya matahari seharian ini.
Ketika kecil dulu, aku selalu berpikir kalau
fenomena ini adalah ulah hantu yang tidak terlihat.
Tapi sekarang, aku sudah tidak bisa melihat
kunang-kunang ataupun hantu.
Kenapa orang-orang bisa menjadi senostalgia
ini? Dengan mengatakan hal seperti, “seperti dahulu kala”, “kenangan indah
semasa dulu”, “tidak seperti dulu”, dan begitu seterusnya, mereka cenderung
melihat hal-hal bagus yang sudah lama hilang.
Mungkin mereka ingin mengingat kembali
masa-masa itu, merasa nostalgia dan mempengaruhi jiwa mereka. Atau mereka hanya
berusaha mengingat hal-hal yang telah berubah dan seberapa jauh diri mereka
telah berubah.
Kalau begitu, bukankah itu artinya perubahan
secara natural merupakan sesuatu yang harusnya tidak kita sesali?
Bukankah tujuan dari proses kedewasaan,
perkembangan, merupakan sebuah kebahagiaan, jalan yang benar, dan sebuah hal
yang indah?
Meski kau tidak berubah, dunia dan sekitarmu
akan berubah. Orang-orang yang tidak ingin terlihat tertinggal dengan perubahan
itu terlihat seperti orang yang sudah menyerah.
Kalau kau tidak berubah, maka tidak akan
terjadi sesuatu. Bahkan jika tidak terjadi sesuatu, aku bisa merasakan kalau
tidak ada kerugian yang terjadi. Misalnya jika kau membandingkan laporan keuangan
dan ternyata tidak ada yang dicoret dengan tanda merah, artinya seluruh
kebijakanmu selama ini tidak ada yang salah.
Oleh karena itulah aku tidak menolak fakta
kalau aku tidak berubah. Aku tidak ada minat untuk menolak diriku yang di masa
lalu, begitu juga menolak diriku di masa ini.
Karena ketika semua sudah terucap dan
dilakukan, berubah berarti berusaha lari dari keadaan saat ini. Jika kau
memilih untuk tidak lari, maka kau harus tetap berdiri dan tidak berubah.
Bahkan ada yang bisa didapatkan dari tidak
berubah. Konsep yang sama ketika kau menekan-nekan tombol B untuk membatalkan
evolusi karena kau bisa memperoleh skill baru dengan lebih cepat.
Suatu hari nanti, atau mungkin kelak? Ketika
aku mulai berpikir tentang apa yang menungguku di masa depan nanti, aku ingin
memikirkan pertanyaan tersebut lagi dengan sebuah jawaban yang sudah aku
persiapkan.
Komachi lalu memegang talinya, seperti
menikmati sensasi menarik Sabure.
“Hei, hei, itu berbahaya sekali. Banyak mobil
yang lewat di jalan ini.”
Sebuah mobil melewati jalan di samping kita berdua.
Sabure mencium bau udaranya dan kemudian
mencium bau rerumputannya, setelah itu dia menggigit rumputnya. Anjing dan
kucing punya kebiasaan untuk memakan rumput dan memuntahkannya, jadi ketika
mengajak mereka jalan, ini adalah proses yang penting. Jadi, Komachi dan diriku
berdiri saja dan menunggu Sabure menyelesaikan itu. Sabure sedang memakan
rumput itu.
Setelah melihat diantara Sabure dan diriku,
Komachi tersenyum bahagia.
“Wooow, sepertinya aku sudah lama tidak jalan
bersama Onii-chan.”
“Itu ada benarnya.”
Dia memang benar. Sudah lama sekali semenjak
aku mulai menyukai jalan sendirian. Aku juga lebih suka menghabiska waktu di
rumah, jadi jika aku pergi keluar, aku harus punya tujuan yang jelas seperti
pergi belanja atau ke toko hewan peliharaan. Oleh karena itu, memang sudah
terasa lama sekali sejak terakhir kalinya aku berjalan bersama Komachi.
Sabure menarik-narik talinya dan Komachi
tersenyum kepadanya.
“Anak baik, anak baik. Ayo kita jalan lagi.”
Menjawab dengan sebuah gonggongan, Sabure
mulai berjalan seperti anjing dachshunds kecil.
Akupun berjalan mengikuti mereka.
Cahaya senja dari matahari di langit sebelah
barat. Cahaya dari lampu-lampu penerangan jalan terlihat rapi berjejer. Cahaya
yang berbeda-beda dari rumah satu dan yang lain. Semua cahaya yang berbeda ini
bercampur menjadi satu.
Di kota yang mulai terlihat gelap ini,
pemandangan para warganya yang sedang berjalan mulai terlihat di sana-sini.
Para pekerja kantoran pulang ke rumah, ibu
rumah tangga ke swalayan untuk belanja makan malam, para siswa SD sedang
bersepeda bersama teman-temannya, para siswa SMP sedang mengobrol dengan
gembira di dekat minimarket setelah aktivitas klub, dan juga para siswa SMA
yang keluar untuk bersenang-senang. Dan terakhir, para Ibu yang sedang
menjemput anak mereka.
Ada sesuatu yang hangat dan nostalgia tentang
semua adegan ini.
Secara diam-diam, Komachi berbisik kepadaku.
“Kurasa kau harus bersyukur karena punya seseorang
yang menyambutmu di rumah, huh?”
“Well, kurasa begitu. Tapi aku tidak bisa
mengatakan kalau itu berlaku di segala situasi.”
“Woow, pria di sebelahku ini memang
benar-benar seorang beban.”
Komachi mengatakan itu sambil memasang
ekspresi yang menyedihkan.
Maksudku begini, coba dengar, akan selalu ada
pengecualian atas segalanya...Tidak peduli apapun kata mereka. “Tidak akan ada
seorangpun yang akan menyambutku ketika aku pulang...”, punya seorang maskot
yang aneh menyapaku setiap hari dan membuatku untuk membuka mulut bukanlah hal
yang bisa membuatku bahagia...
“Tapi Onii-chan yang menjadi beban itu tetap
membuatku bahagia ketika menyambutku pulang.” Komachi memindahkan tatapannya
dariku dan menatap ke arah Sabure.
Akupun menyalip Komachi yang langkahnya
melambat. Dengan berada di depannya, dia tidak akan bisa melihat ekspresiku
yang kehilangan kata-kata.
“Bukannya aku melakukan itu demi dirimu atau
semacamnya. Kau ini hanyalah suplemen. Sebuah suplemen.”
Setelah menjawab itu dengan malu-malu,
kesunyian tercipta diantara kita.
“Meski begitu, aku tetap merasa bahagia.”
Akupun membalikkan badanku ke arahnya ketika
dia mengatakan itu dengan hangat.
Komachi menaruh tangannya di dada dengan mata
tertutup seperti memastikan apakah ada kehangatan yang timbul. Dengan perlahan,
dia mengatakan kata-katanya.
“Adikmu yang mengagumkan dan berani itu baru
saja bersikap manis kepadamu loh.”
Senyumnya itu merupakan senyum terlicik di
musim panas ini.
“Oke, pastinya begitu...”
Mengganggu
sekali...
Akupun membetulkan posisi bahuku yang sempat
menurun dan mulai berjalan meninggalkan area ini, meninggalkan Komachi dan
Sabure di belakang. Sial, dia tidak pernah
bersikap manis ketika aku membutuhkannya. Biasanya, dia manis, maksudku manis
sekali.
Komachi menendang kerikil dengan sandalnya
dan melihat ke arah bintang di langit yang terlihat samar-samar tersebut.
“Waktu Onii-chan dirawat di rumah sakit, Kaa-kun
selalu ada di sampingku. Dia bahkan menyambutku di pintu ketika aku pulang.”
“Dia tidak melakukannya untukku. Dia malahan
melihatku dengan jijik dari beranda.”
“Kaa-kun mungkin punya standar ganda untuk
sifat manisnya itu,”
Komachi mengatakan itu sambil tertawa. “Pasti
berat rasanya setiap hari dikelilingi oleh makhluk-makhluk yang punya standar
ganda dalam bersikap manis.”
“Itu lagi...? Aku ini tidak berpura-pura
manis!”
Aku tidak menerapkan standar ganda, sama
sekali. Bahkan, mungkin tidak ada satupun manusia yang cara hidupnya sejujur
diriku. Karena dunia ini dipenuhi orang-orang berwajah ganda itulah sehingga
orang-orang yang hidup dengan jujur sepertiku ini disebut sebagai orang
berwajah ganda.
“Tapi hei, punya orang yang berstandar ganda
dalam bersikap manis sepertimu dan menyambutku tetap membuatku merasa bahagia.”
Kali ini, aku menunjukkan kepadanya senyum
nihilis milikku.
“Ha. Aku tidak akan selalu ada untukmu. Kau
harusnya mulai belajar mandiri dari kakakmu ini.”
“Huh...? Onii-chan, jangan bilang kalau kau ingin pergi dari rumah?”
Komachi tiba-tiba berhenti di depanku dan
menghentikan langkahku. Tidak seperti ekspresi liciknya yang barusan, tampaknya
dia seperti terkena sesuatu.
“Tentu tidak. Aku tidak akan meninggalkan
rumah jika aku tidak punya alasan.”
“...Untunglah.”
“Lagipula, akan sangat nyaman berada di
rumah, itu adalah hal terbaik. Aku akan menghindari bekerja sebisa mungkin.
Itulah nilai keadilanku.”
“Atau mungkin tidak...Sekarang aku sangat
mengkhawatirkan masa depanmu...”
Komachi menatapku dengan curiga.
Akupun menyentuh kepalanya dengan tanganku.
“Aku sudah terbiasa ke sekolah setiap hari
dari rumah, dan aku berencana untuk kuliah di dekat-dekat sini saja. Jadi
kecuali ada alasan yang bagus, aku tidak akan meninggalkan rumah dalam waktu
dekat.”
Universitas-universitas di kota Chiba butuh
sekitar 1 jam dari rumah, kurasa aku tidak masalah dengan itu. Tentunya kalau
universitasnya di daerah Kanagawa atau Tama, aku mungkin harus berpikir
ulang...Jika tempatnya di Tokorozawa, aku mungkin harus menyiapkan perlengkapan
berat sebelum berangkat karena tempatnya di daerah pinggiran...
“Kurasa agak aneh jika ada anak laki-laki
seumuranmu memikirkan hal semacam itu...Bukankah normal jika mereka ingin pergi
meninggalkan rumah?”
“Mmph, tidak juga. Keluarga kita mengadopsi
prinsip laissez-faire dan karena kedua orang tua kita bekerja, aku bisa
menghemat waktuku. Tidak ada satupun perasaan tidak nyaman disini.”
[note:
Laissez-faire adalah istilah Perancis untuk ‘jika itu yang harus terjadi, maka
terjadilah’.]
“Begitulah alasannya, tapi ujung-ujungnya merasa kalau meninggalkan Komachi akan membuat dirinya kesepian...”
“Apa-apaan dengan narasi yang aneh tadi...?”
Hahaha,
itu adalah hal yang bodoh, hahaha.
“Tidak ada untungnya tinggal sendirian.
Menghabiskan uang saja dan aku harus menghabiskan waktu luangku untuk pekerjaan
rumah. Dan aku tidak mau mengerjakan pekerjaan rumahan kecuali aku diberikan
hadiah untuk itu. Pernahkah kau mendengar kata ‘pertukaran setara’ sebelumnya?”
Keluarga Hikigaya ini tidaklah buruk-buruk
amat. Ayahku itu, well, memang brengsek, tapi dia hanya brengsek di cara bicara
dan berpikir saja; yang lainnya bukanlah masalah penting. Karena aku sendiri
tidak pernah berpikir untuk meninggalkan rumah, aku tidak punya keinginan untuk
hidup mandiri.
Tentunya, kecuali aku punya alasan yang
bagus. Well, kurasa orang yang memilih untuk hidup sendirian punya alasan
khusus...
“Oh ayolah, kau pastinya akan kesepian tanpa
diriku.”
“Huh? Apa kau mengatakan sesuatu soal
kesepian? Seperti, kegiatan yang kau lakukan di Akihabara?”
Aku bukannya benci atau bagaimana. Aku ini
adalah orang yang sangat menghargai waktu kesendirianku, yang paling berharga
bagiku adalah mengisolasi diriku sendiri.
“Tapi pastinya aku merasa kesepian.”
Dia
tidak mempedulikanku. Sial. Kurasa ‘kesepian’ dan ‘sesuatu’ tidak bisa
terhubung dengan baik.
Aku merasa seperti mendapatkan umpan matang
seperti atlit sepakbola profesional untuk mencetak gol, jadi aku mengikuti saja
percakapan Komachi ini.
“...Well, kurasa aku maklum kalau kau begitu,
tapi aku...”
“Aku tidak mengatakan soal dirimu saja,
Onii-chan. Seperti yang kita tahu, Yukino-san, dia tinggal sendirian, kan?
Kira-kira apa yang dirasakan Yukino-san soal ini...Apa dia baik-baik saja?”
Tampaknya dia ingin mengatakan bahkan
Yukinoshita Yukino merasakan kesepian dalam hidupnya. Dia selalu memperlihatkan
sikapnya yang mengesankan, tapi kenyataannya dia tampak rapuh, atau mungkin retak,
tapi aku memang merasakan sesuatu dari
dirinya. Tapi aku sendiri tidak tahu apa itu, dan akupun tidak mengerti.
“Juga,” kata Komachi, melanjutkan. “Kupikir
pihak yang ingin meninggalkan juga kadang merasakan kesepian.”
...Yeah, pastinya begitu.
Kenapa
aku berpikir kalau orang yang meninggalkan-lah yang merasakan kesepian yang
sebenarnya? Bukankah harusnya orang yang ditinggal itu juga merasakan hal yang
sama. Aku yakin jika Komachi menikah dan meninggalkan rumah, maka aku akan
menangis tersedu-sedu.
Komachi lalu menarik tali Sabure seperti
memberinya instruksi. Aku mengambil tali tersebut darinya seperti menerima
tongkat baton.
“Onii-chan?”
“Kau lelah, bukan? Biarkan kupegang dia
untukmu.”
Tentunya, mustahil dia lelah karena menemani
jalan-jalan anjing kecil seperti Sabure. Hanya gadis dengan nol kekuatan fisik
saja yang merasa lelah.
Komachi melihatku dengan curiga, lalu
kemudian dia tersenyum.
“Oke, kalau begitu kau pegang dia. Dengan
begini, tugasku sekarang adalah memastikan kalau Onii-chan tidak akan lari
kemana-mana,” kata Komachi.
Lalu dia memegangi tanganku.
“Aku tidak akan kemana-mana. Aku akan ada di
rumah hingga menjadi pengantin nantinya.”
“...Bukankah itu harusnya dikatakan ketika
kau benar-benar menjadi suami rumahan?”
“Kalau begitu, setelah aku berkeluarga.”
“Oke. Kurasa itu tidak begitu penting lagi...”
Berjalan bersama di jalanan setelah lama
tidak pernah melakukannya.
Setelah
tur singkat melihat-lihat kota yang telah berubah dari bagaimana seharusnya,
mari kita pulang ke rumah.
x x x
Ketika
kami sudah selesai menyiapkan makan malam, interkom kami berbunyi. Menggantikan
Komachi yang sedang menyiapkan makan malam, akupun memeriksa interkomnya.
Dari monitor interkom, Yuigahama sedang
merapikan rambutnya. Tampaknya dia datang menjemput Sabure. Setelah memeriksa,
akupun berjalan menuju pintu depan.
Ketika kubuka, dia melambaikan tangannya
kepadaku.
“Ah, yahallo.”
“Hei.”
“Ini untukmu, oleh-oleh liburan kami.”
Dia memberikanku kantong belanjaan.
Kalau melihat ukuran dan beratnya,
kemungkinan besar ini pedang kayu. Sialan...Jika ini adalah pegangan kunci yang
berbentuk pedang dengan ukiran naga atau tengkorak yang bisa bersinar dalam
gelap, aku akan sangat bahagia.
“Itu oleh-oleh khas!”
“Ohh...”
Ketika kuintip isi tas ini, ternyata ada
beberapa manisan seperti yang Yuigahama katakan tadi. Well, kurasa cukup umum
untuk membeli manisan lokal sebagai oleh-oleh.
Dia memilih pilihan paling aman sebagai
oleh-oleh, mempertimbangkan orang-orang yang telah dia beritahu kemana dia akan
pergi, ini seperti mengharapkan orang-orang tersebut untuk menyukainya daripada
membencinya. Manisan ini juga dibungkus kecil-kecil, jadi membaginya dengan
orang lain di tempat kerja atau sekolahan akan menjadi hal yang mudah. Ini
adalah oleh-oleh yang mempertimbangkan orang lain juga.
Tapi melihat hal ini, membuatku teringat akan
masa laluku.
“Ini, ya...”
“Huh? Kenapa? Kau tidak menyukainya?”
Yuigahama mengintip ke arah kantong belanjaan tersebut dengan curiga.
“Bukan, maksudku bukan begitu...Bukannya ini
oleh-oleh favorit yang suka dibeli para gadis? Malahan mungkin para gadis di
kelas juga akan membeli yang seperti ini.”
“Oh, kupikir juga begitu. Tapi ada beberapa
yang tidak suka beli ini. Seperti Yumiko.”
Miura,
kah? Itulah Ratu SMA Sobu. Aku harus menghormatinya karena fakta dia sejak
lahir telah melihat dirinya sebagai orang yang harus diberi.
“Maksudku begini, dulu itu banyak yang suka
melempar bungkus manisan ke kotak sepatuku...Maksudku, pelakunya pasti
jelas-jelas salah satu gadis di kelasku. Malahan, fakta kalau mereka tidak
berusaha menyembunyikan tindakan kriminal mereka itu malah membuatku merasa lebih
jengkel...”
Terdengar suara tawa yang kering dari dalam
tubuhku.
Ketika Yuigahama melihat itu, dia tiba-tiba
berusaha mencairkan suasananya.
“Ku-Kurasa sekarang tidak apa-apa, jangan
khawatir! Itu tidak akan terjadi lagi denganmu!”
“Kuharap begitu.”
“Kau akan baik-baik saja! Tidak ada
seorangpun yang kenal dekat denganmu sehingga tidak akan ada yang mau melakukan
itu, Hikki!”
“Benar.”
Yuigahama mengepalkan tangannya seperti
berusaha untuk meyakinkanku.
Tapi dia merupakan orang yang buruk dalam
menyemangatiku, jadi aku pura-pura saja itu berlalu begitu saja. Aku bersyukur
karena aku sudah mengembangkan skill tidak terlihatku. Jika terus begini, aku
mungkin bisa mengendap-endap ke Chimera Ant King.
Setelah merasa tenang karena bisa menjalani
semester kedua di sekolah dengan damai, Yuigahama melihat ke arah dalam rumah
kami, seperti penasaran dengan situasi kami.
“Bagaimana kabar Sabure?”
“Yeah, dia baik-baik saja. Komachi!”
Aku memanggilnya ke dalam rumah dan Komachi
datang ke pintu masuk sambil memegang Sabure.
Sabure menggonggong dari lengannya. Melihat
hal tersebut, Yuigahama tersenyum.
“Terima kasih banyak, Komachi-chan!”
“Oh tidak, tidak masalah sama sekali,” kata
Komachi.
Yuigahama mengelus Sabure dan bertanya.
“Apa dia merepotkan kalian?”
“Tidak, setidaknya tidak begitu. Kami malah
bermain aplikasi bahasa anjing dan sejenisnya dengannya, jadi kami juga merasa
terhibur.”
“Aplikasi bahasa anjing? Ahh, itu ya. Itu
sudah rilis lama sekali, benar tidak?”
“Tampaknya begitu.”
Karena kupikir lebih praktis jika
mempraktekkannya, akupun mengaktifkan aplikasi tersebut dan Yuigahama melihat
ke arah HP-ku untuk mengetahui apa itu. Untuk mengujinya, Yuigahama memanggil
Sabure.
“Disini, Sabure. Onee-chan datang
menjemputmu!”
Sabure memiringkan kepalanya dengan ekspresi
tanda tanya.
“Arf?” (Siapa kamu?)
“Sabure!?” Suara Yuigahama seperti sedang
putus asa.
Seperti ketakutan dengan itu, Sabure
menggonggong dan berlari-lari di sekitar kakiku. Akupun memeganginya dan mengangkatnya.
Aku lalu menaruhnya di dalam tas besar yang
Komachi bawa ke pintu depan. Setelah menutup tasnya, aku memberikannya kepada
Yuigahama.
“Ini. Aku yakin dia akan mengingatmu lagi
dalam beberapa hari.”
“Uuurgh...Kuharap sejak awal dia memang tidak
melupakanku...”
Yuigahama mengatakan itu seperti hendak
menangis dan menerima tasnya.
Sabure mengeluarkan ujung hidungnya di lubang
kecil tas tersebut dan menggonggong.
“...Baiklah, sampai jumpa.”
Meskipun aku tidak banyak bermain dengannya,
melihat perpisahan ini, aku merasakan semacam perasaan emosional, meski dia
terlihat tidak keberatan dengan itu.
“Yui-san, silakan bawa Sabure kesini jika
butuh sesuatu.”
Komachi seperti hampir menangis, menjadi
orang yang telah merawat Sabure dalam 3 hari ini, dia memegangi tangan
Yuigahama.
“Pasti, pasti! Aku pasti akan mampir lagi~!”
“Ya. Kalau bisa datang membawa banyak sekali
kotak kue ketika orangtua kami ada di rumah, jadi kau bisa bertemu mereka.”
“Oh, benar, aku harusnya berterima kasih ke
orangtua...eh, ehhh!? Aku tidak akan melakukannya! Hanya becanda, aku tidak akan
datang!”
Komachi menatapnya dengan curiga untuk
sejenak, setelah mengatakan ‘click’ dengan lidahnya, dia kembali normal.
“Ngomong-ngomong, mampir saja lagi. Aku akan
menunggumu.”
“Oke, terima kasih,” kata Yuigahama,
menunjukkan rasa terima kasihnya.
Dia lalu membawa tas berisi Sabure tersebut.
Tampaknya sudah saatnya baginya untuk pulang.
Lalu, aku teringat sesuatu.
“Oh iya, soal Yukinoshita. Dia mungkin akan
hadir di festival kembang api. Hiratsuka-sensei bilang keluarganya mensponsori
festival kembang api tersebut, jadi akan banyak sekali undangan yang hadir bersama
keluarganya atau sejenis itu.”
“Oh begitu ya...Oke. Aku akan pergi kesana...”
Yuigahama berhenti sejenak seperti memikirkan
sesuatu. Dia lalu mengembuskan napas kecil dan menatapku. “U-Um...Hei, apa kau
mau pergi ke festival kembang api bersamaku? Seperti, sebagai rasa
terimakasihku karena sudah merawat Sabure. Kutraktir deh.”
“Kau dengar dia, Komachi. Ayo kita pergi
bersama-sama.”
‘Pergi
berduaan’ adalah pilihan yang langsung kuhapus dari awal. Karena dia mengatakan
itu untuk rasa terima kasih, kupikir mengajak Komachi ikut adalah hal yang
wajar karena yang merawat Sabure mayoritas adalah dirinya.
Komachi menaruh kedua tangannya di pinggang
seperti melihat maksudku dan terlihat menyerah. Dia lalu menggumamkan dengan
pelan, “Ya ampun, ada apa dengan Sampah-Nii-Chanku ini?”, tapi aku tidak
mempedulikannya.
Dia lalu menatap ke arah Yuigahama dengan
ekspresi hendak meminta maaf.
“Ahh, aku akan sangat bahagia mendengar
tawaranmu, tapi lihat sendiri, aku ini sedang mempersiapkan ujian masuk SMA-ku.
Aku sebenarnya ingin sekali pergi, tapi aku tidak bisa pergi keluar begitu saja
saat ini...”
“Oh oke...Mau bagaimana lagi.”
“Ya. Maafkan aku. Oh! Tapi begini! Begini,
aku punya banyak sekali hal yang ingin kubeli, tapi...Argh, aku tidak punya
waktu! Banyak sekali yang kuinginkan, tapi tidak punya waktu untuk pergi dan
membeli itu semua! Apa yang harus kulakukan, huh? Banyak sekali yang ingin
kubeli, jadi mungkin Yui-san akan kesulitan membawanya sendirian, tahu tidak?”
Setelah
dia mengatakan itu dengan nada monoton, dia lalu menatapku...
Seperti menyadari makna dibalik kode-kodenya,
Yuigahama mengatakan sesuatu.
“Oh! Betul juga! Hikki! Kenapa kita tidak
membelikan pesanan Komachi!? Maksudku, aku kan
memang berhutang banyak kepada kalian berdua!”
“Ah, ahh...Tidak, uh...” aku mencoba menutup
kata-kataku, tapi Yuigahama terus menatapku.
“Agak mengkhawatirkan jika ada seorang gadis
pergi melihat festival kembang api sendirian...Lagipula, dunia ini merupakan
tempat yang berbahaya belakangan ini...Ya Tuhan, jika saja ada anak laki-laki
disini yang sedang menganggur...”
Aku bisa mendengarkan bisik-bisik Komachi itu
dari belakangku.
“U-Um...Maksudku, jika Hikki sibuk atau punya
rencana untuk pergi dengan orang lain, ya sudah...Ti-Tidak apa-apa...”
Yuigahama melihat ke arahku sambil
menekan-nekan jarinya.
Aku tidak punya rencana apapun. Artinya
ketika hari festival kembang api, aku memang menganggur.
Tidak lupa, caranya memintaku ikut seperti
aku tidak bisa menolaknya sama sekali. Dengan seluruh parit sudah dilewati
musuh, ini seperti rencana penyerangan Benteng Osaka di musim panas.
“...Ya sudah, ini demi Komachi, beritahu saja
kapan dan dimana,” kataku, dan akupun pergi ke ruang keluarga.
“Oke, aku akan mengirimkan SMS nanti!”
Sebelum aku menutup pintunya, suara enerjik
itu terdengar dari belakangku.
x x x
Karena Sabure sudah pergi, kedamaian kembali
ke rumah ini.
Sangat sunyi sehingga perasaan tentang suara
anjing menggonggong setiap hari itu terdengar seperti sebuah kebohongan. Suara
peralatan makan yang sedang dicuci mengisi suara latar ruangan ini. Ketika
kumatikan airnya, aku bisa mendengar suara serangga dari kejauhan.
Sampai kedua orangtua kami pulang, situasi
rumah tangga keluar Hikigaya yang seperti ini akan terus berlanjut.
Komachi, yang bisa kulihat dari dapur,
terlihat bermalas-malasan di atas sofa. Akupun menuangkan teh barley ke cangkir
di atas meja sambil mendengarkan desahan kesalnya dan menyerahkan cangkir itu
kepadanya.
“Kerja bagus hari ini.”
Dia mengambil cangkir itu dan meminumnya.
Setelah mengembuskan desahan puas, dia mengembalikan cangkir itu sambil
menggerutu.
“Asal kau tahu saja, aku ini sangat lelah
sekali...Aku seperti baru saja mengirim anakku pergi jauh.”
“Benarkah...”
Komachi tampak seperti wanita tua yang sedang
menatap ke arah beranda dengan ekspresi damai.
“Tapi jika itu Yui-san, aku bisa merasa
tenang dan menyerahkan itu kepadanya...”
“Memang sejak awal dia bukan milikmu...Kau
ini licik sekali...?”
Akupun mendesah kesal sehingga Komachi
melihat ke arahku dan memiringkan kepalanya.
“Huh...? Ohh, yang kau maksud tadi Sabure?”
“Huh? Bukannya kau sedang membahas Sabure?
Jadi apa yang sebenarnya kau bahas tadi?”
“Tidaaaak ada sama sekali,” kata Komachi,
terlihat kecewa sambil berbaring di sofa.
Tangannya menarik bantal terdekat, tapi
Kamakura sedang tidur disana.
Kamakura tidak menyadari itu karena dia
tertidur dengan posisi santai seperti pose ‘Sapi Suci’, tidur dengan nyenyak.
Dengan perginya Sabure, tampaknya dia sudah bisa bersantai.
Dia menunjukkan sisi perutnya dan terlihat
tidak berdaya. Sikap tidak berdayanya ini terlihat memalukan, bahkan bagi Black
Panther Selatan, Ray Sefo.
Melihat hal tersebut, mata Komachi
berbinar-binar.
“Kaaaaaa-kun!”
Dia menguburkan wajahnya di perut Kamakura,
memijit cakar-cakarnya dan sekarang mereka terlihat akrab. Kamakura lalu
bersuara.
“Oh! Mungkin kita bisa mendengar apa yang
Kaa-kun katakan! Onii-chan, aplikasi bahasa kucingnya! Cepat, bahasa kuucing!
Cepat, cepat!”
“Be-Benar...”
Seperti katanya, akupun mengambil HP-ku,
setelah menyalakan aplikasinya, aku berikan ke Komachi. Dia lalu menaruh HP-ku
itu di leher Kamakura.
“Grgrgrgr.” (Itu sakit, tolong...Geli. Enak.)
“Kaa-kun!?”
Hei,
apa kucing ini baik-baik saja? Sebenarnya, apa orang yang menciptakan aplikasi
ini sehat-sehat saja? Dia jelas-jelas seperti terinfeksi sesuatu, benar tidak?
Setelah itu, seperti berusaha menyibukkan dirinya
dari kebosanan, Komachi mulai mencolek Kamakura tanpa ampun. Meski cuma
sebentar, dia tampaknya benar-benar akrab dengan Sabure.
Ketika aku melihat Komachi dan Kamakura yang
akrab, dia melihat layar di HP-ku dan memberitahuku.
“Ah, Onii-chan. HP-mu akan habis baterainya.”
“Mm, oke.”
Akupun mengambil HP-ku dari tangannya.
Baterai HP di penunjuknya menunjukkan tersisa
beberapa persen. Mungkin akan mati dalam beberapa saat lagi. Jam yang tertulis
di atas layar juga mulai menarik perhatianku. Tampaknya ini waktu yang tepat.
“Sekalian. Cepat kau berdiri dan kembali
belajar.”
“Okeeee.”
Setelah menggosok Kamakura untuk terakhir
kalinya, Komachi berdiri dari sofa dan meninggalkan ruang keluarga. Dia mungkin
akan belajar di kamarnya sendiri.
Setelah dia akhirnya terbebas dari Komachi,
Kamakura terlihat kelelahan seperti ada Sabure di sekitarnya dan dia mulai
berjalan ke arahku. Kerja bagus, pria
kecil.
Ketika aku meraba-raba charger HP-ku,
Kamakura bersuara.
Aplikasi bahasa kucing yang masih menyala di
HP-ku itu bereaksi dan menunjukkan responnya.
Ketika kubaca, akupun tersenyum.
“Yeah, kau benar sekali.”
Kamakura meresponku sekali lagi, tapi ketika
dia melakukan itu, layar HP-ku tiba-tiba mati mendadak.
x Chapter V | END x
Kebanyakan pembaca chapter ini, yang memiliki smartphone terkoneksi dengan internet, akan mencari-cari aplikasi di AppStore dengan fitur menerjemahkan bahasa hewan peliharaan.
...
Mayoritas pembaca akan meniru suara Sabure di dalam hatinya ketika membaca tulisan gonggongan Sabure.
...
Spekulasi masa depan Hachiman sendiri terjawab di volume-volume ke depannya.
Jika ada kesempatan, Hachiman akan memilih kuliah di Kyoto, Jurusan Liberal Art di Universitas swasta Doshisha, vol 7 chapter 2. Artinya, Hachiman kemungkinan besar tidak akan tinggal di rumah, alias kos.
Komachi kemungkinan tidak akan sering mampir dan tidak perlu khawatir tentang makanan Hachiman, ataupun yang menyambutnya setiap hari. Hachiman sendiri akan kuliah bersama Yukino. Vol 10 chapter 7.
Komachi juga tidak perlu khawatir tentang Hachiman punya pacar atau tidak, Hachiman sendiri sudah memutuskan akan berpacaran ketika kuliah nanti. Volume 10.5 chapter 1.
...
Tulisan monolog Hachiman tentang sampah-sampah manisan di kotak sepatu outdoor miliknya adalah sarkasme dari Watari. Siswa-siswa SMA di Jepang pada umumnya menaruh surat cinta atau coklat atau pemberian dari orang yang menyukainya di kotak sepatu.
Sederhananya, Watari berusaha bersarkasme tentang nice girl. Item-item yang ada di kotak sepatu Hachiman memberikan harapan, tapi kenyataannya zonk.
...
Nilai kecocokan Hachiman dengan kucing sangat tinggi...kode dari Watari?
Juga, mungkin ada hubungannya dengan istilah cat person dog person di vol 3 chapter 3.
...
Ajakan Yui di Festival Kembang Api sebenarnya tindak lanjut setelah harapan Yui berakhir zonk.
Di vol 7.5 special alias lanjutan dari vol 3 chapter 6, Tim Hachiman kalah dalam Quiz melawan Tim Yui. Yui meminta hukumannya adalah Hachiman mengajaknya kencan di arcade. Yui tahu ulangtahun Hachiman tanggal 8 Agustus dari Hachiman yang keceplosan bicara kepada Totsuka di karaoke, pesta ulangtahun Yui. Jadi, Yui berencana menjadikan ulangtahun Hachiman tersebut sebagai bayar hutang.
Di awal Juli, Yui dan Miura bertemu Hachiman, vol 4 chapter 1. Disitu, Yui memberi kode kepada Hachiman untuk mengajaknya kencan di ulangtahunnya. Hachiman tidak memberikan jawaban pasti.
Di akhir Juli, setelah acara api unggun perkemahan, vol 4 chapter 7, Yui memberitahu Hachiman lagi soal rencana kencan mereka. Tapi, Hachiman dalam monolognya mengatakan sudah memiliki jawaban atas pertanyaan Yui.
Terjawab, Hachiman tidak mau berkencan dengan Yui di ulangtahunnya. Janji tersebut tidak terjadi.
Di akhir Agustus (chapter ini), Yui mencoba aktif (lagi) dengan mengajak Hachiman kencan di Pelabuhan Chiba, Festival Kembang Api. Hachiman berhasil menghindar, sayangnya, Komachi (auto-win) block usaha Hachiman.
Mau gmn lagi klo yg minta komachi
BalasHapus