x x x
Haruma-san duduk di tempat biasanya, bagian pojok dari sofa ruang keluarga, lebih cepat dari dugaanku, bahkan aku belum sempat menaruh teh barley-nya.
Saat ini, dia merasa nyaman disini. Awalnya dia seperti sudah tidak tertolong lagi, bahkan dia tidak bisa mengingat dimana toilet berada, tapi setidaknya latihan-latihan selama ini terbayarkan. Aku ini memang luar biasa. Aku ini memang pelatih berbakat sehingga aku bisa menariknya kemanapun tanpa perlu merasa malu.
Akupun duduk di seberang sofanya dan mengangguk.
Biasanya, kebiasan dari keluarga Chigusa adalah Misa duduk di tengah, tapi Kusaoka-san hari ini datang kemari untuk menemaniku mengantar Misa untuk check-up di klinik medis.
Misa menolak tawaran kami untuk mengantarnya, dia mengatakan kalau tempat check-up terakhirnya berada di klinik yang sudah sering didatangi berkali-kali. Dia tampaknya sudah beranjak dewasa dan mandiri. Kira-kira adakah salah satu sudut tubuhnya yang berkembang dimana aku sendiri tidak tahu? Bisa juga dia tidak mau diantar karena dia malas untuk bertemu Haruma-san. Aku duga kalau kemungkinan yang terakhir tadi punya peluang sebesar 60%.
"Aku sudah memeriksanya berkali-kali."
Haruma-san menunjukkan beberapa dokumen yang dia taruh di sofa dan memberikannya kepadaku.
"Hasilnya, klienmu yang masih hilang sampai saat ini, dan kuperiksa silang dengan data pemilik pakaian dalam yang dikoleksi Kuriu-sensei, tidak ada petunjuk sama sekali."
"Ini mungkin agak keluar topik, tapi cukup geli melihat ekspresi wajahmu ketika mengatakan koleksi pakaian dalam."
"Aku sendiri tidak merasa geli. Dan yang kau katakan itu benar-benar keluar dari topik."
Wajah Haruma-san (yang, well, mari tidak usah kita bahas) terlihat marah, yang membuatku tertawa. Dia terlihat kesal seperti anak kecil. Tch! Entah mengapa, malah aku yang merasa geli. Mungkin aku kecanduan untuk tertawa setelah ini.
"Aku sudah menelusuri seluruh sudut rumah Sensei, tapi Maria-chan tidak bisa kutemukan. Di luar itu, perasaan sayang dari Kuriu-sensei terhadap gadis muda memang benar-benar tulus, jadi kupikir dia tidak berbohong ketika mengatakan Maria-chan tidak ada dalam daftar gadisnya..."
"Tumben kau tidak mengatakan adanya kemungkinan dia hilang karena jalan mistis itu?"
Kuriu-sensei mengaku kalau dialah penyebar gosip tentang para gadis yang hilang di kota ketika malam hari. Tapi yang kudengar dari orang-orang adalah sepasang kekasih yang hilang di pesimpangan jalan, gosip yang cukup aneh untuk dipercaya. Mungkin orang akan berpikir kalau gosip itu menyebar dengan cepat sehingga bisa berubah dari yang awalnya hanya gadis saja kini menjadi sepasang kekasih.
"Hei, aku ini sudah memberitahumu berkali-kali kalau aku sebenarnya pernah melihat secara langsung sepasang kekasih hilang di perempatan mistis itu."
"Aku tidak percaya hal-hal mistis jadi aku tidak mempedulikannya."
"Jangan begitulah. Kali ini percayalah kepadaku."
Aku tidak mau percaya begitu saja dengan gosip yang bertujuan untuk mengelabuhi orang. Haruma-san mungkin saja mengarang sebuah cerita agar dia bisa lebih dekat denganku. Cantik itu memang sebuah kutukan. Mereka yang jauh di bawahku harus mendekatiku dengan cerita-cerita murahan seperti ini.
"Baguslah, ini tidak akan ada kemajuan sama sekali...Kalau saja aku punya pacar dan dia bersedia membantuku, aku bersedia tersedot masuk ke perempatan mistis itu dan melihat sendiri dengan mata kepalaku apa yang sebenarnya terjadi..."
Haruma-san seperti meminta pertolongan kepada siapapun di dunia ini seperti merasa pikirannya sudah buntu, entah mengapa aku tiba-tiba mengembuskan napasku.
"...Ya sudahlah. Tampaknya aku tidak punya pilihan lain."
Akupun mengatakan kata-kata ajaib itu (sebenarnya ini adalah kata-kata yang harus kukatakan). Dengan ekspresi datar, akupun menaikkan jari telunjukku dan menggunakan kata-katanya tadi sebagai senjata.
"Kalau kau ingin menguji kebenaran cerita mistis itu, mungkinkah aku bisa membantumu?"
"Huh? Kenapa?"
"Kenapa, katamu? Karena kita saling mencintai!"
Haruma-san mengedipkan matanya sekali, dua kali, dan dia mengangguk seperti puas akan sesuatu.
"Itu benar." dia terdiam sejenak.
"Er, apa ini benar? Yakin?" dia terdiam lagi.
"Oke. Yeah, um, oke."
"Huh? Er, um, ya..."
"Huh? Apa? Katamu selama ini bukan begitu?"
"Bukan, um, bukan itu maksudku..."
Haruma-san tampak kebingungan dan semua kata-katanya tadi terkesan ironis, jadi aku tidak menduga kalau dia akan meresponnya dengan sejujur itu. Sikap arogan yang dia tunjukkan kepada candaan gadis sempurna tentang perbedaan level mereka mirip seperti si pendosa, yang digambarkan dalam Buku Johanne. Wajahku tiba-tiba memerah seperti sebuah teko air yang mengeluarkan uap panas, jadi aku meniup-niup cangkir tehku untuk membuatnya sedikit dingin. Tidak-tidak, kurasa tidak ada gunanya meski aku sudah meniup ini dengan mulutku, ya ampun. Kenapa aku bilang 'ya ampun'? Apakah karena wajahku memerah? Tubuhku yang bergetar ini memberikan efek yang tidak mau berhenti begitu saja. Dan yang menyebabkan itu pastilah emosiku. Pasti ini gara-gara emosiku.
Tenangkan dirimu, Yuu.
Akupun meminum teh barley-ku dan menatap ke arah tangga lantai dua.
"Aku baru ingat, Misa tidak ada disini hari ini. Mungkin dia harus menginap di klinik medis itu."
"Hmm..."
Haruma-san meminum teh barley-nya dan terus menatap ke arah dasar cangkirnya, entah mengapa.
"Oh iya, Amane-chan bilang dia akan pulang larut malam juga."
"...Hmm," akupun menggumamkan sesuatu seperti menghitung ada berapa kotak langit-langit di atasku ini dan pura-pura tenang.
Sebuah kesunyian melanda ruangan ini. Punggungku terasa sedikit gatal, dan tubuhhku ini seperti tidak sabar akan sesuatu. Leherku ini tidak bisa diam dari melihat langit-langit ruangan ini, tapi aku tidak tahu harus memasang ekspresi apa jika aku menegakkan wajahku.
Banyak hal di dunia ini yang bisa melanggar sebuah kesepakatan bersama.
Kalau begitu, siapakah yang membuat tanganku di sofa ini serasa lebih berat? Siapakah yang akan mendekati terlebih dahulu? Aku bisa memastikan kalau itu pastilah Haruma-san.
Kalau itu yang kupikirkan, maka pastilah itu yang benar. Begitulah cara duniaku bekerja.
x x x
Tidak ada komentar:
Posting Komentar