Kalau mesin
waktu itu benar-benar ada, aku akan pergi ke masa lalu dan membunuh diriku
sendiri. Kalau mengingat-ingat kembali kejadian kemarin yang memalukan itu,
membuat diriku terasa menyedihkan sekaligus canggung.
Banyak hal
terlintas di kepalaku setelah itu. Mungkin harusnya kemarin aku memilih
kata-kata yang lain saja. Harusnya aku sedikit lebih cerdas. Harusnya aku
bersikap lebih dingin. Tapi tidak peduli berapa banyak hal yang terlintas di
kepalaku, kesimpulannya hanya satu, yang kemarin adalah hal terbaik yang bisa
kulakukan. Mungkin bukanlah hal yang ideal, tapi setidaknya aku yakin kalau
yang kukatakan itu tidaklah salah. Kalaupun ada yang kurang, kurasa tentang
memuji diriku yang akhirnya bisa mengalahkan diriku yang biasanya.
Meski begitu,
ini semua masih menjadi sesuatu yang berbeda bagiku. Hal-hal yang dulunya
kuanggap terlalu berat untuk kujalani, sampai sekarang masih seperti itu.
Kemarin,
setelah pulang, aku mengurung diriku di kamar mandi, dan berteriak sekerasnya
melawan suara dari pancuran air. Kemudian, aku langsung menyelimuti diriku di
kasur. Kalau bisa, aku ingin cuti selama tiga tahun saja, meski begitu—
“Sampai jumpa
besok...”
— Kata-katanya
terus terdengar di telingaku.
Waktu itu senja
sudah berganti menjadi petang ketika kita melanjutkan perjalanan pulang. Kami
berdua jarang melakukan kontak mata, hanya membicarakan hal-hal yang ringan,
dan akhirnya berpisah di stasiun. Tapi, sebelum pergi, dia melambaikan
tangannya seperti seekor kucing dan mengatakan kata-kata itu dengan suara yang
lirih. Ini membuatku tidak memiliki pilihan lain selain pergi ke sekolah.
Jujur saja,
dulu aku punya seribu alasan kenapa aku tidak ingin berada di sekolah. Tapi
sekarang aku harus menerima takdirku, aku tidak bisa terus-terusan melarikan
diri, sesuatu dimana diriku yang dulu akan sangat kecewa melihat resolusi
diriku saat ini. Memang menyedihkan, tapi ini adalah sesuatu yang harus aku
jalani, harus muncul disini, dan menunjukkan kalau aku masih memiliki harga
diri.
Akhirnya, aku
datang ke sekolah dan berhasil masuk ke kelas tepat sebelum bel berbunyi.
Kuhabiskan mayoritas waktuku di kelas untuk tiduran di meja. Sisanya? Di toilet
sekolah.
Untungnya,
besok libur. Jadi aku hanya perlu melewati aktivitas sekolah hari ini. Lusa,
akan ada upacara penutupan, dan karena aktivitas sekolah sekarang hanya
setengah hari saja, maka aku bisa langsung pulang ke rumah. Kemudian, libur
musim semi! Karena itu, aku meyakinkan diriku kalau aku hanya perlu bekerja
keras untuk beberapa hari saja.
Jujur saja,
tidak ada pelajaran sama sekali saat ini, mayoritas kegiatan siswa hanya
tentang membeli album kelulusan dan foto-fotonya, dan beberapa event yang hanya
ada di akhir tahun ajaran. Menghabiskan waktu dengan dikelilingi histeria
semacam ini membuat waktu berlalu dengan cepat, tidak lama kemudian setengah
hari sudah terlewati. Setelah masuk jam pulang sekolah, seluruh siswa tiba-tiba
merasa antusias.
Setiap orang
menghabiskan waktunya dengan caranya sendiri, seperti makan siang,
mendiskusikan tentang liburan nanti, dan bergegas menuju Klub masing-masing.
Diam-diam, aku
berdiri dari kursiku dan keluar kelas bersamaan dengan gerombolan siswa yang
hendak keluar ke arah lorong. Aku mampir terlebih dahulu ke arah kantin dan
berdiri di depan mesin penjual minuman. Bermandikan cahaya musim semi yang
menyegarkan dan disertai angin yang bertiup dari selatan, jariku menekan tombol
yang bertuliskan “dingin”.
Aku berjalan
melewati lorong Gedung Khusus sambil menggoyang-goyang kaleng Max Coffeeku.
Tenggorokanku terasa haus gara-gara merasakan gugup yang luar biasa. Kuminum
kopiku untuk menghilangkan itu, tapi rasa manis dan creamy ini malah membuat
rasa hausku menjadi-jadi.
Aku berjalan
sambil memikirkan harus memasang wajah seperti apa ketika bertemu dengannya
nanti. Meski sudah kuusahakan dengan langkah yang lambat, akhirnya aku sampai
juga di depan ruangan Klub. Sebenarnya, terakhir kalinya aku berada di ruangan
itu tidaklah begitu lama, tapi entah mengapa aku merasa kalau aku sudah lama
sekali belum kesini, bahkan gagang pintu ini terasa seperti sudah satu tahun
belum kusentuh.
Aku memutuskan
untuk menarik napas yang panjang untuk menaikkan rasa percaya diriku ketika
berada di depan pintu. Sebelum membuka pintu, berkali-kali aku mengepalkan
tanganku. Jari-jariku selama ini terasa kedinginan sejak saat itu, tapi saat
ini, jari-jariku terasa hangat. Kutaruh jariku di handle pintu dan membukanya,
atau setidaknya begitu. Pintu hanya mengeluarkan suara menderit tapi tidak
terbuka. Kucoba sekali lagi, dan gagal. Kucoba lagi untuk terakhir kalinya,
tetap tidak bisa.
“Kampret,
dikunci...”
Setelah
mengumpat kesal, akupun duduk di lantai sambil bersandar ke pintu. Setelah
meminum tegukan terakhir dari kaleng kopiku, aku melihat sesosok muncul dari
arah lorong.
“Oh, kau datang
lebih dulu.”
Meski melihatku
seperti ini, dia tetap berjalan seperti biasanya. Memang benar ini adalah momen
yang sangat jarang, karena dia selalu tiba lebih awal dariku. Karena selalu
datang terlebih dahulu, maka sangat aneh melihatnya terlambat. Tanpa
diduga-duga, ternyata dia juga merasa momen ini agak awkward dan cukup
memalukan, membuatnya tampak bingung harus melakukan apa.
“Maaf, apa kau
menungguku cukup lama?”
“Tidak
juga...Aku baru saja sampai.”
Mengesampingkan betapa bodohnya basa-basi ini, aku berhasil memberinya
respon yang standar. Dia juga membalasku dengan senyuman.
“Bisa bantu bukakan pintunya?”
Dia menatapku dan melemparkan kuncinya kepadaku, dan kupastikan kalua
aku menangkapnya dengan baik. Ini pertamakalinya aku memegang kunci ruangan
ini, kunci yang terbuat dari material besi ini. Kunci ini terasa hangat,
mungkin dia sedari tadi memegang kunci ini dengan telapak tangannya.
X x x
Ketika memasuki ruangan ini, yang terlihat hanyalah sebuah ruangan yang
kosong. Yukinoshita dan diriku duduk di posisi yang biasanya, di ujung meja
yang berseberangan. Kalau dulu, aku merasa kalau jarak duduk yang seperti ini
adalah sesuatu yang biasa, entah mengapa sekarang aku merasa jarak ini terlalu
jauh.
Ketika rasa cemas melanda, kedua mataku mulai menjelajah ke seluruh
pelosok ruangan, dan berakhir dengan menatap kedua mata Yukinoshita. Momen
awkward ini membuatku tidak mampu mengatakan satupun kata-kata, dan kemudian
dia hanya memalingkan pandangannya dariku. Tidak lama kemudian, dia mulai
melirik ke arahku.
Ini gawat…Apanya yang gawat? Ya situasi ini.
Lebih tepatnya, aku merasakan adanya sesuatu yang tidak beres tubuhku,
berupa demam yang disertai peningkatan detak jantung, berkeringat, tubuh terasa
panas, dan mulai kehilangan tarikan napas. Sebenarnya, apa yang harus kau
lakukan ketika kau demam? Mudah, cukup kerja saja! Tidak bisa beristirahat
ketika tubuh membutuhkannya, adalah definisi dari budak-budak korporat di
Jepang! Karena itulah, aku akan meredakan situasi ini dengan membahas topik
tentang pekerjaan.
“Uh...Apa sebaiknya kita mulai saja rapatnya?”
“Ide yang bagus.”
Kuambil salinan proposal kegiatanku itu dan memberikan proposal itu
kepadanya. Kami hanya terpisah oleh sebuah kursi, dan jarak yang seperti ini
membuatku bertambah gugup saja. Setiap tarikan napasku, terasa sebuah aroma
wangi sabun—dan wanginya enak. Akupun mulai membolak-balik sampul proposalku
itu untuk mengalihkan perhatianku.
“Ini adalah proposal yang kuberikan ke SMA Kaihin. Semua informasi yang
diperlukan harusnya ada disini.”
Fokus kerja, kerja!
Kalau ada sesuatu yang harus dikerjakan, maka tidak ada momen untuk
mengobrol. Jadi kita bisa meminimalisir momen awkward dan memalukan ini. Dia
melihat ke arah proposal sambil mengangguk. Rambut hitam panjangnya, kadang
mengibas ketika dia mengangguk, setelah itu dia akan membetulkan kembali posisi
rambutnya ke belakang telinga. Ketika dia mulai membaca proposal itu, wajahnya
yang memerah mulai berubah menjadi normal.
“Menurutku, proposal ini cukup payah.”
“Ya maklum. Aku sendiri waktu itu sudah kehabisan waktu, dan aku sudah putus
asa untuk segera menyelesaikannya.”
“Oh, jadi kau waktu itu sudah putus asa, huh?” dia menggumamkan itu
dengan senang. Kemudian, dia mulai mencoret-coret proposal itu dengan spidol
berwarna merah.
Memang aku sangat senang melihatmu punya mood yang bagus, tapi cukup
mengkhawatirkan bagiku jika melihatmu mencoret banyak hal di proposal itu
dengan spidol merah, oke...?
Tidak lama kemudian, dia terdiam sambil menyentuhkan ujung spidolnya ke
bibirnya sambil mengangguk.
“Kupikir kita akan kesulitan untuk mengeksekusi proposal ini karena ini
hanyalah sekedar konsep saja. Masalah terbesar disini adalah dana dan panitia
event.”
“Sepertinya kita bisa memanfaatkan dana dari SMA Kaihin. Kalau soal
panitia, kurasa kita harus mengerahkan sebanyak mungkin siswa SMA Sobu.”
“Memang benar. Kita harus menemukan siswa yang mau menjadi sukarelawan
event...” katanya, sambil melihat ke arah kursi kosong yang berada diantara
kita. Itu adalah kursi dimana Yuigahama biasa duduk disitu.
“Begini, kita tidak bisa terus mengganggunya. Biar kucoba untuk—”
“Tidak, aku akan bicara kepadanya.” Yukinoshita memotongku.
Dia mengatakan itu sambil memegangi kerah bajunya, seraya membetulkan
pita seragam, dan memindahkan pandangan matanya menuju kursi kosong tersebut.
Seperti berusaha meyakinkan dirinya sendiri, dia kemudian menambahkan.
“Kau tidak perlu khawatir, serahkan saja padaku. Ini mungkin agak sulit
untuk dijelaskan, tapi aku ingin mengatakan sesuatu dengannya...Kalau tidak,
dia bisa sedih karena kita tidak memberitahunya.”
Aku merasakan kecemasan dalam nada suaranya, namun dia tetap menutup itu
dengan sebuah senyuman.
“Ya sudah...Sementara itu, kurasa aku ada beberapa hal yang bisa
dieksekusi.”
“Kedengarannya bagus.”
Senyum dan jawaban ceria muncul darinya, aku merasa lega dan mengangguk.
Kemudian, aku memenuju coretan selanjutnya di kertas memonya.
“Jadi masalah sukarelawan event sudah selesai. Kalau soal dana...Kita
bisa menggunakan dana dari SMA Kaihin sambil mencari lokasi eventnya...Tunggu?
Memangnya lokasinya dimana?”
“Kita sudah menyatakan kalau ini adalah semacam kegiatan sosial ke
masyarakat, jadi kita tidak bisa menggunakan sekolah kita. Malahan, karena ini adalah
sebuah event kolaborasi sekolah, akan lebih baik jika kita tidak menggunakan
sekolah sebagai fasilitas event.”
“Ah...Masuk akal.”
“Kebutuhan dana dan sukarelawan akan tergantung dari lokasi dan
rangkaian kegiatan yang disusun, jadi kalau bisa, kita harus menentukan
lokasinya dahulu.”
“Betul. Tidak ada gunanya menyusun kegiatan dan hal lainnya kalau lokasi
eventnya belum ditentukan.”
“Kalau begitu, kita harus list dahulu tanggal-tanggal yang memungkinkan
dan lokasi yang tersedia di tanggal tersebut.”
“Lokasi, ya...? Memang, proposal ini hanyalah proposal yang kubuat
mendadak ketika bertemu dengan orang SMA Kaihin.”
Kututup proposalnya sambil mengakui kalau ini ada benarnya. Ketika
membuat proposal Malam Perpisahan palsu, aku memang mencantumkan beberapa
lokasi yang potensial. Karena sejak awal aku tidak ada niatan untuk
merealisasikan event tersebut, jadi kutulis saja apa yang ada di pikiranku,
seperti di tepi laut, atau pantai yang bisa melihat matahari tenggelam.
“Wow, ternyata ada juga orang yang berencana membuat acara Malam
Perpisahan di pantai...”
“Siapa lagi kalau bukan kamu?”
Dia membalas sindiranku itu, dan akupun mulai pening melihat ini.
Kampret, siapa sih yang punya ide menggelar Malam Perpisahan di pantai?
Kubunuh kau! Apa kau tidak kasihan dengan panitia event yang harus berusaha
merealisasikannya?
“Memang di proposal tertulis lokasi bertema laut, tapi bisakah kita
sederhanakan misalnya lokasi di pantai saja?”
Kulihat Yukinoshita
mengambil keluar laptop Klub. Kemudian, dia memakai kacamata komputernya dan
mulai menjelajah internet. Jari-jarinya yang kurus itu sedari tadi
mengetik-ngetik sesuatu, dan akhirnya berhenti.
“Sepertinya ada beberapa pantai yang bisa menggelar event, tapi...Akan
sangat sulit untuk menggunakan lokasi tersebut kecuali ada ijin dari pemerintah
setempat, atau, lebih tepatnya kita butuh semacam sponsor dan dana. Kita juga
membutuhkan ijin untuk menggunakan api untuk jaga-jaga ada aktivitas event yang
berhubungan dengan api.”
Dia kemudian memutar laptopnya ke arahku. Kulihat layarnya sejenak dan
berpikir.
“Setahuku, ada taman yang dekat dengan laut dan punya area untuk bakar
barbeque. Kalau kita diijinkan memakai area itu, maka tidak perlu pusing
mengurus ijin menggunakan api dalam event.” Kataku, sambil mengetik beberapa
kata. “Nah, disini lokasinya.”
Kubuka website tentang taman yang berada di dekat SMA kita, lalu
kubesarkan petanya. Yukinoshita mengamatinya sambil memiringkan kepalanya.
“Karena itu area publik, harusnya tidak mahal kalau dipakai untuk
kegiatan...Banyak pepohonan juga di area taman tersebut, sehingga eventnya bisa
juga dibuat pesta kebun atau sejenisnya.”
Kedua matanya berkaca-kaca seperti menemukan sesuatu. Ekspresinya
sungguh memukau, atau mungkin terlalu dekat, sehingga aku mulai memundurkan
posisi tubuhku. Ketika dia sadar kalau posisi kita terlalu dekat, dia
menjauhkan posisi tubuhnya. Dia lalu melepas kacamatanya dan menambahkan.
“Ngomong-ngomong...Kita tidak akan benar-benar tahu detail lokasinya
sebelum datang dan melihatnya sendiri.”
“Be-Betul juga...” Akupun mengangguk.
Ya, memang benar. Saat ini kita sudah punya kandidat potensial, tapi
bisa atau tidaknya tidak akan ketahuan kecuali kita datang dan memeriksanya
sendiri. Itu artinya, kita perlu memeriksa lokasinya sendiri. Yukinoshita
sendiri belum memeriksa seluruh detail proposal itu, dan aku sendiri tidak
memiliki kemampuan untuk menilai detail lokasi dan ketersediaannya. Kalau
berangkat sendiri-sendiri tidak akan efektif. Karena itu, akan sangat efisien
bila kita berdua pergi bersama-sama. Karena ini demi pekerjaan, akan sangat
wajar kalau bekerja itu mengutamakan efisiensi.
Oke. Alibiku sudah tersusun rapi.
“Ba-Bagaimana kalau kita pergi dan melihatnya langsung? Lokasinya cukup
dekat, dan besok kebetulan hari libur, jadi...”
Tapi, ketika kata-kata keluar dari mulutku, alasan sempurnaku
berhamburan entah kemana, dan suaraku mulai menghilang.
“O-Oh, bagaimana ya...Besok...”
Suaraku yang tidak jelas itu hanya dibalas anggukan. Karena awkward, akupun
mengangguk balik, entah dia setuju dengan ajakanku ataukah hanya paham kalau
itu hanyalah anggukan kalau dia mendengar kalau aku mengajaknya.
X x x
Taman ini ternyata luar biasa ramai ketika liburan, ditambah lagi
cuacanya yang sangat mendukung.
Ada sebuah lapangan berumput yang dipakai untuk bermain sepak bola dan
futsal. Ada semacam pameran anjing yang digelar di tempat parkir dan
berkontribusi terhadap kemacetan di jalanan. Ketika sampai di gerbang taman,
banyak sekali keluarga dan orang yang joging.
Orang-orang disini seperti sangat menikmati musim semi ini, seakan-akan
terpaksa harus menikmati ini semua karena pajak di kota ini sangatlah mahal.
Serius ini, pajak di kota ini benar-benar mahal. Terlihat banyak sekali
layang-layang terbang di langit, seperti hendak terbang lebih tinggi dari
tagihan pajak di kota ini. Tapi akhirnya, tagihan pajak yang akan selalu
terbang lebih tinggi.
Aku sendiri sedang beristirahat di bangku taman yang teduh, sambil
menikmati situasi ini. Kuminum sekaleng Max Coffee dan memandangi layangan di
langit yang biru ini. Pemandangan kontras terjadi di sebelahku, Yukinoshita
tampak kelelahan. Angin meniup dirinya bersamaan dengan dedaunan dari
pepohonan.
Hari ini, tampilannya seperti seorang gadis high-class dengan
cardigan girly biru dipadu dress one piece berwarna putih. Tapi, bahunya yang
tampak menurun dan wajah yang kelelahan tampak tidak cocok dengan imagenya.
“Aku punya lagi Max Coffee. Mau?”
“Terimakasih...”
Dia menjulurkan tangannya yang lelah dan memegangnya dengan kedua
tangan. Setelah beberapa teguk, cairan kopi atau gula yang masuk dalam tubuhnya
akan membuat dirinya merasa lebih segar.
“Taman benar-benar ramai waktu liburan...Jujur saja, aku tidak menduga
akan seperti ini. Tamannya juga luas, benar-benar luas.”
“Kau tampak kelelahan, bahkan untuk berbicara saja.”
Setelah mengembuskan napas beratnya, dia melepas topi baretnya dan
memasang ulang tali rambut yang membuat rambutnya terbelah menjadi dua. Dia
mengigit tali rambutnya dan secara perlahan menggunakan tangannya untuk
memperkuat ikatan rambutnya. Setelah berhasil mengikat kedua sisi rambutnya,
dia memeriksanya sekali lagi dengan cermin.
Ini terasa sangat nostalgia.
Kali ini dia memakai topi, tapi gaya rambutnya agak sedikit berbeda...Begitulah
pikirku, tapi aku akhirnya sadar kalau dia memakai gaya rambut yang sama ketika
dulu pergi bersama Komachi.
Twintails.
“Sudah lama sekali aku tidak melihatmu menggunakan gaya rambut yang
seperti itu.”
“Benarkah...? Memang benar, aku tidak ke sekolah dengan gaya rambut yang
seperti ini.”
Dia sepertinya tidak ingin memakai topi itu kembali, malah menurunkan
topi tersebut dan memegangnya saja.
Aku tidak begitu paham soal ini, karena belum pernah melakukannya, tapi
menyeimbangkan sisi kiri dan kanan sepertinya sulit. Untuk orang selevel
diriku, selama liburan aku hanya memakai pakaian training saja. Atau kalau
tidak ada Komachi, aku hanya memakai kaos dan celana pendek saja. Jadi,
melihatnya memperhatikan tampilannya agar tetap fresh membuatku kagum.
Sedari tadi aku hanya diam menatapnya, dia sendiri menutup mulutnya
dengan topi beret dan mengatakan sesuatu dengan nada yang pelan.
“Aku juga jarang melakukannya di liburan...”
Huh...? Apa maksudnya? Tapi tadi...Benar-benar manis, dan aku terlena.
Tunggu, serius ini? Dia manis sekali. Ya ampun, ada apa dengan gadis ini? Dia
manis sekali.
Maksudku, dia memang sering merepotkanku, tapi ada suatu hal yang
membuatnya terus terlihat manis di depanku. Tunggu, jangan-jangan...Inilah yang
membuatnya terlihat manis? Ah sudahlah, kesimpulannya, dia manis sekali.
“Memang, kau akan merasa nyaman bila melihat hal-hal yang biasa kau
lihat sehari-hari, tapi sebaliknya, melihat sesuatu yang baru juga memberikan
hal yang bagus. Ya, sesuatu yang bagus...”
Akupun mulai berkhayal sedang meninggalkan segala kenormalan ini dan
bergabung dengan teriakan berulang-ulang para otaku...Bagus...Bagus....
Merasa tidak nyaman akan situasinya, dia mulai menaikkan topi beretnya
sebatas mata dan mulai memalingkan pandangannya....
Yep, ini pemandangan yang bagus juga.
Yep, ini pemandangan yang bagus juga.
“Dari yang kulihat, kita sepertinya tidak boleh melakukan aktivitas yang
bisa merusak rumput. Jadi membangun panggung di area rerumputan jelas tidak
akan diperbolehkan.”
Kedua matanya terfokus ke rerumputan yang berada di depannya, dimana
rerumputan itu juga pasti sudah termasuk dalam paket fasilitas taman yang bisa dipakai jika kita mengajukan ijin.
Kulihat sejenak rerumputan itu, tiba-tiba teringat sesuatu, dan mulutku yang
sedari tadi terdiam kini mulai berbicara.
“Kita juga harus mempertimbangkan tentang sound dan kelistrikannya. Akan
sangat bagus jika kita bisa memastikan kalau akan memakai listrik PLN saja,
meski aku sudah mulai membayangkan kalau nantinya kita terpaksa harus memakai
listrik dari genset...Cuaca juga menjadi masalah.”
Akan sangat bagus kalau Sunshine Girl berada di pihak kita, tapi
menemukan Child of Weather saja sudah susah.
“Kita bisa menggunakan tenda sebagai pengganti panggung, tapi itu juga
bisa mengubah suasananya. Kita juga tidak bisa berharap para undangan dengan
kostumnya akan bersedia berjalan menuju lokasi dengan berjalan kaki.”
Dia mengayun-ayunkan kakinya. Sedang kedua mataku sedari tadi melirik
betisnya yang putih itu. Tidak lama kemudian, akupun mengangguk.
“Memang betul...Rute jalannya memang agak sulit.”
Sederhananya, taman ini bukanlah lokasi yang cocok untuk menggelar Malam
Perpisahan. Sambil memikirkan tempat lain yang mungkin bisa dilihat, akupun
mulai berdiri dari tempat dudukku. Kubersihkan pasir yang menempel di
pakaianku, dan melihat ke arah lautan.
“Untuk jaga-jaga, mari kita jalan ke sana.”
“Baiklah.”
Dia kemudian berdiri dan menyusulku, dan kami berdua berjalan santai
menjelajahi taman ini. Melewati rerumputan hijau lalu menuju jalur pejalan
kaki. Pemandangan yang terlihat di kejauhan hanyalah pantai. Meski ini sudah
masuk musim berenang, aku tidak melihat satupun orang sedang berenang di
pantai, tapi memang ada beberapa grup yang sedang bermain air di tepi pantai.
Pasir putih membentang sejauh mata memandang, garis horizon yang
berkilauan, dan birunya lanmgit. Angin laut bertiup, meski terasa agak dingin,
tapi setidaknya masih cukup nyaman meski sekarang temperatur lingkungan mulai
memanas. Ini sebenarnya bukan waktu yang buruk-buruk amat untuk kegiatan
berjalan sore di pantai. Adanya hiasan bunga di sepanjang lokasi pejalan kaki,
membuat pemandangannya sangat indah. Meski pada akhirnya tempat ini tidak
diijinkan untuk digunakan, aku sendiri tidak keberatan untuk sekedar mampir ke
tempat ini.
Kutatap horizon dan melemaskan tubuhku.
“Laut Chiba adalah yang terbaik...”
“Sebenarnya itu Teluk Tokyo...”katanya, sambil berjalan di sebelahku.
Kemudian, dia terhenti dan memegangi topi beretnya agar tidak terbang
tertiup angin. Dia lalu menatapku.
“Kau benar-benar suka Chiba ya? Apa kau berencana untuk tinggal disini
selamanya?”
“Selama aku diperbolehkan untuk memilih, tentu saja begitu. Aku juga
berencana untuk kuliah di universitas yang bisa terjangkau oleh stasiun KRL di
Chiba.”
“Lagipula, mayoritas universitas yang ingin kau tuju lokasinya berada di
Tokyo.”
“Eh buset, tahu dari mana? Menakutkan sekali...”
Aku bahkan belum tahu nanti mau daftar di universitas mana. Kenapa dia
mengatakan itu dengan santainya seakan-akan aku pasti akan kesana...?
Ketika responku yang spontan itu terdengar olehnya, dia menggerutu.
“Jika nilai-nilai akademis andalanmu nilainya hampir sama denganku, itu
bukanlah hal yang sulit.”
“Memang masuk akal, karena jurusan yang ingin kita tuju juga sama.”
“Benar...Jadi, ada kemungkinan kita akan berada di kampus yang sama.”
“Itu sangat mungkin terjadi.”
Bukan hal yang aneh kalau diterima di universitas yang sama. Kulihat
secara seksama nilai-nilai akademisku, memang mengarah ke jurusan itu.
“Berada di universitas yang sama, tidak berarti juga harus satu jurusan.
Meski satu jurusan, tidak serta-merta masa depannya sama.”
Ini adalah skenario yang tidak ada gunanya, meski pada akhirnya kita
diterima di universitas yang sama, sepertinya jalur pulang-pergi kita tidak
akan sama. Banyak yang satu universitas tapi berbeda jurusan, tapi jarang
bertemu di kampus. Dan yang terpenting, aku sendiri ragu akan tekadku yang mau
berjuang keras untuk berangkat kuliah. Misalnya, aku merasa kalau aku akan dengan
santainya bolos ketika hujan turun dan gagal di mata kuliah. Aku bahkan merasa
kalau aku akan lulus dengan nilai lebih baik jika kuliah di Universitas Mahjong
dan Universitas Babi daripada Universitas betulan.
Sepertinya dia paham maksudku, dan mengangguk.
“Lalu, bagaimana setelah itu?”
“Aku belum tahu, tergantung dimana aku diterima kerja kelak.”
Kedua pupil matanya melebar.
“Kau berencana untuk bekerja? Padahal aku berpikir kau akan mewujudkan
salah satu impianmu yang rumit itu.”
“Ya maaf, ternyata aku makin hari makin mirip budak perusahaan...Aku
mulai yakin kalau aku akan mampu bekerja keras bagai kuda tanpa mempedulikan
perasaanku.” Akupun mengembuskan napas berat setelah mengatakannya.
Yukinoshita tersenyum kecut.
“Aku bisa membayangkan dirimu dengan kedua mata busukmu itu digencet
banyak penumpang MRT Tozai setiap paginya.”
“Uh, kalau boleh, aku lebih baik tidak tinggal di Tokyo kalau begitu.”
Jalur MRT Tozai adalah jalur MRT terpadat di Jepang dan 200% dipastikan
padat penumpang di jam-jam sibuk. Di masa depan, akan dilakukan berbagai
kebijakan untuk mengurangi kepadatan penumpangnya, tapi untuk saat ini, aku
tidak bersedia untuk naik MRT itu tiap pagi. Lagipula, memperoleh pekerjaan
berarti pergi meninggalkan rumah, meski aku mungkin bisa memilih tinggal
sendiri, karena mahasiswa yang bolak-balik dengan jalur MRT itu pasti
mendapatkan penderitaan yang luar biasa. Tinggal sendiri tidak hanya demi
kenyamanan saja, tapi juga menutup salah satu bab dalam kehidupanku.
Menatap kejauhan ke arah garis pantai, aku bisa melihat gedung-gedung
bertingkat yang menghiasi Tokyo. Kutatap bangunan-bangunan tersebut, merasa
sadar suatu hari akan pergi kesana, dan berdiri terdiam. Tiba-tiba, langkah
kakinya yang tenggelam di pasir yang basah ini terhenti. Kutatap kedua matanya.
“Tapi, aku berpikir akan kembali kesini suatu hari nanti. Aku memang
sangat menyukai tempat ini, dan aku merasa disinilah tempatku berada.”
“Syukurlah kalau begitu.” Dia tersenyum dan melanjutkan langkahnya.
Kali ini, langkahnya tampak lebih ringan dan lebih cepat dariku. Setelah
beberapa langkah di depanku, dia berputar.
“Kau ini benar-benar menyukai Chiba, ya?”
“Begitulah...”
Entah dia mengerti atau tidak makna dari pernyataannya itu, Ah
sudahlah. Dia malah tersenyum seperti menganggap itu adalah hal yang lucu,
dan aku sendiri hanya bisa membalasnya dengan senyuman yang kecut.
Jika dilihat ke belakang, terdapat jejak-jejak kaki kami berdua di atas
pasir.
Kalau dipikir-pikir lagi, kita sudah berjalan sangat jauh, seperti dari
stasiun ke stasiun lainnya. Di kejauhan, terdapat sebuah gedung yang mencolok.
Ada sebuah balkon di gedung tersebut, berhadapan langsung dengan lautan,
dikelilingi pagar besi, dan sepertinya gedungnya terbuat dari beton.
Sepertinya, ini adalah sebuah restoran. Ada sebuah teras dengan kebun di lantai
pertamanya. Kalau melihat tandanya, sepertinya ini sebuah kafe yang menyediakan
roti. Sebuah kafe yang sangat menarik, ruangannya lega, dan terdapat sofa untuk
bersantai sambil melihat birunya langit.
Yukinoshita menunjuk ke arah kafe dengan anggukan kepalanya, sepertinya
hendak bertanya apakah aku mau mampir kesana. Akupun mengangguk. Sebelum sampai
di bagian pemesanan, dia menatapku.
“Bisakah kau carikan tempat duduk untuk kita?”
“Yeah.”
Kududuk di sofa yang menghadap ke laut, dan menikmati nikmatnya embusan
angin laut. Kulihat sekeliling toko sambil menunggu Yukinoshita. Cara kafe
menuliskan menu-menunya dengan kata-kata slang memang memberikan kesan
kekinian. Ada beberapa minuman yang sedang trend seperti : berbagai minuman
dengan boba seperti milk tea, teh rooibos tanpa kafein, smoothies dari buah dan
sayuran.
Hey, hey, ini becanda kan? Kita ini sedang di Chiba! Siapa yang
memberimu ijin untuk bersikap kekinian disini...? Kalau begitu, Chiba pasti
akan menjadi trendsetter ke depannya.
Ketika aku mulai mengingat hal-hal kekinian di Chiba, Yukinoshita datang
dengan membawa sebuah nampan dan duduk di sampingku.
“Ini untukmu, ini untuk yang tadi.” Dia memberiku sebuah boba milk tea,
sepertinya ini untuk mengganti Max Coffee yang kuberikan kepadanya tadi.
“Umm, bukankah ini lebih mahal? Apa kau tidak mengerti matematika?”
“Setidaknya matematikaku lebih baik darimu. Kau bisa membayar balik di
lain kesempatan.” Dia mengatakannya dengan santai dan mulai meminum milk
teanya.
Huh, ternyata dia juga suka meminum apa yang diminum gadis remaja
kebanyakan.
Ada beberapa hal yang terlintas di kepalaku, hal-hal manis seperti
Nyanko dan Pan-san. Memang agak sulit untuk mengkategorikan minuman boba
sebagai hal yang manis atau tidak. Tapi, ini adalah minuman yang sangat jarang
untuk kudapatkan. Untuk merayakan momen ini, maka kuputuskan untuk mengambil
gambar, seperti yang biasa kulakukan ketika semangkuk ramen datang. Apakah ini
yang mereka maksud dengan instagenic?
“Ah...”
Yukinoshita sepertinya baru menyadari sesuatu. Ketika kulihat, dia hanya
menatap minumannya sedari tadi, dari ekspresinya tertulis sebuah pernyataan Aku
harusnya ambil foto dulu tadi...
“Um, aku belum meminum punyaku, jadi kau bisa ambil foto minumanku,
tidak apa-apa...” Aku merasa sedikit bersalah dengan situasinya, dan
menyarankan itu. Kusodorkan minumanku kepadanya dan dia mulai mengeluarkan
smartphonenya.
“Be-Benarkah? Terimakasih...”
Dia merapikan poninya, lalu duduk tepat sebelahku, sambil merangkul
lenganku. Kemudian, kameranya mulai mengambil dua foto kami berdua.
Serangannya yang tiba-tiba semacam itulah yang membuatku terdiam sedari
tadi. Dia tampak tersenyum sambil melihat hasil jepretannya tadi, tidak lama
kemudian dia membisikkan sesuatu, “Bagaimana dengan ini...?” sambil menunjukkan
hasil fotonya tadi. Meski hasilnya menampakkan kita sedang saling merangkul
lengan, tapi adanya jarak diantara kita jelas-jelas menunjukkan sesuatu yang
awkward diantara kita.
Kuembuskan napas beratku setelah melihat foto itu.
Serius ini...? Sikap gadis ini benar-benar diluar ekspektasiku.
Jantungku hampir copot dibuatnya...
“Kalau bisa jangan yang itu, itu jelek menurutku...” kataku, sambil
berusaha mengembalikan seluruh kesadaranku yang sebelumnya hilang entah kemana.
Mendengar itu, wajahnya memerah dan berusaha mencairkan suasananya.
“Ma-Maafkan aku, um...”
“Foto ulang lagi saja. Di foto tadi kedua mataku seperti mata orang mati
saja.” Kataku, sambil mengambil smartphoneku keluar.
Ketika aku mulai mengambil pose, dia hanya diam tertegun, tapi tidak
lama kemudian dia merapikan rambutnya
dan posisi duduknya. Setelah sangat dekat, dia mulai melebarkan lengannya.
“A-Aku siap...”
Um, kau tidak perlu melebarkan lenganmu seperti itu. Kau malah membuatku
bertambah gugup. Tolong jangan lakukan itu.
Akupun mulai merangkul lengannya seperti sebelumnya, tapi kali ini
posisi kami jauh lebih dekat.
“Siap ya.”
“O-Oke.”
Suaranya yang gugup agak kontras dengan sikap duduknya yang lurus. Aku
tahu kalau dia juga tegang karena bahu kami saat ini sedang bersentuhan, bahkan
lengannya seperti sedang bergetar. Tapi, bukannya aku mau bilang kalau lenganku
santai saja, dari tadi lenganku bergetar tidak karuan. Kupercayakan kepada
stabilizer kamera ponselku, dan kuambil foto kami berdua. Setelah itu, dia
melihat hasil fotonya dan tertawa.
“Matamu tidak berubah sama sekali. Masih busuk seperti biasanya.”
“Santai, aku bisa edit dengan aplikasi editor foto. Seperti slogan Knowledge
is Power!”
Aku langsung mendownload aplikasi foto editor dan mulai mengedit
fotonya. Dia melihatku dengan penasaran.
Kurasa wajahnya tidak perlu di edit, jadi...
Kita menghabiskan waktu dengan menikmati suasana sofa tersebut hingga
boba milk tea kami habis. Tanpa sadar, lautan dan langit mulai berwarna
kemerahan, matahari sudah berubah senja. Mungkin, ini adalah pertamakalinya aku
melihat matahari terbenam sedekat ini. Aku dan Yukinoshita hanya terdiam
menatap pemandangan ini.
Tiba-tiba, terdengar suara lonceng dari kejauhan. Kami berdua menengok
ke arah suara tersebut, dan ternyata sumber suaranya lebih dekat dari yang kami
kira.
“Ayo kita lihat.”
Dia berdiri dan berjalan menuju sumber suara tersebut. Semakin dekat
dengan sumber suara tersebut, kami mulai melihat banyak sekali orang-orang yang
berpakaian formal. Ada sebuah prosesi pengambilan foto dimana pengantin pria
berpakaian tuxedo dan wanitanya memakai gaun pengantin, dengan latar belakang
laut, dan tepat di magic hour.
(note
: magic hour atau golden time biasanya terjadi ketika matahari
hendak terbit atau tenggelam. Disini posisi sinar matahari berada di titik
terjauh dan harus menempuh lapisan atmosfir yang paling jauh, sehingga
menghasilkan iluminasi cahaya yang lembut. )
Ini adalah sebuah acara pernikahan.
Ternyata gedung yang berada di sebelah restoran adalah sebuah kapel, dan
gedung di sebelahnya lagi sepertinya sebuah aula untuk menggelar resepsi
pernikahan atau hal-hal lainnya.
Ada brosur-brosur di salah satu sudut gedung itu. Setelah kulihat, aula
tersebut ternyata disebut Aula Perjamuan. Bahkan lantai 2 memiliki 2 ruangan
terpisah dengan desain yang berbeda, dan lantai pertama ini ruangan lobinya
memiliki interior kayu. Di samping lobi ada teras yang berhadapan dengan laut.
Ketika kulihat terasnya, ada sebuah api unggun yang berlokasi di tengah teras,
menghangatkan area sekitarnya.
Hmm...Ternyata mereka punya yang seperti ini disini? Mungkin aku baru
tahu karena acara pernikahan adalah sesuatu yang asing bagiku.
Kubaca lagi brosur-brosur itu, namun ada yang menarik-narik tanganku.
“Ada apa?”
“Ini tempat yang sempurna. Nanti kita gelar disini saja.”
Kedua mata Yukinoshita tampak berkaca-kaca ketika menarik-narik lengan
tanganku. Dari ekspresinya, sepertinya dia sangat antusias sekali, tapi hal-hal
yang semacam ini malah membuatku semakin sulit bertanya tentang langkah
selanjutnya.
Kalau kutanya, aku merasa jawaban selanjutnya adalah sebuah skak-mat
buatku...Maksudku, bukankah ini aula untuk menggelar pernikahan, memangnya apalagi
yang bisa dibahas?
“Um...Bukankah ini masih terlalu dini?” kataku, sambil berhati-hati
memilih kata-kata selanjutnya.
Dia tampak keheranan sambil memiringkan kepalanya. Seperti sadar apa
maksudku, dia kemudian melepaskan tangannya dari lenganku dan menaruhnya di
kening.
“Kau ini memiliki mata dan karakter yang buruk, tapi kalau kau juga
payah dalam menebak sesuatu, lalu apalagi yang bisa kau banggakan? Coba kau
lihat ini lebih dekat.” Dia menunjuk ke beberapa kalimat di brosur tersebut. “Aula
ini punya fasilitas yang lengkap, pemandangan laut, dan api unggun.”
“Oh...Benar, maksudnya tentang acara Malam Perpisahan.”
Ya ampun, sungguh memalukan! Bodoh sekali! Hachiman, kau bodoh sekali!
Dasar belatung! Padahal kukira sikapku tadi itu sudah keren dan tenang,
ternyata diluar dugaan, huh? Apakah ini saatnya untuk mati? Betul tidak?
Kepalaku mulai dingin, dan logikaku mulai kembali. Semua fasilitas
tempat ini cocok dengan deskripsi proposal event, sehingga menjadikan tempat
ini ideal.
“Benar, kalau kita akan mengeksekusi event tersebut, maka ini tempat
yang cocok.”
“Betul, ini adalah tempat yang paling memungkinkan.” Dia tersenyum penuh
percaya diri.
Memang tidak ada salahnya bisa melihat sisi lain dari dirinya, tapi
ekspresinya saat ini adalah ekspresi yang biasanya kulihat dari dirinya,
ekspresi terbaik dari dirinya.
Hachiman secara resmi berpikir untuk bekerja setelah lulus kuliah ada di vol 10.5. Yukino jelas baru tahu, karena itu terjadi dalam sebuah monolog di perpustakaan.
...
Ini juga secara tidak langsung mengatakan kalau Hachiman berkeinginan tinggal dan menghabiskan hidupnya di Chiba.
...
Darimana Yukino tahu mayoritas Universitas pilihan Hachiman di Tokyo?
Kita kumpulkan petunjuk dahulu.
Di vol 10 chapter 3, Hachiman mengatakan kalau dia akan masuk Universitas Swasta. Alasannya sederhana, karena ujian masuk swasta cuma 3 mata pelajaran. Sedang universitas negeri ada 12 mata pelajaran.
Dari volume 2 dan volume 10, pembaca sudah tahu kalau Hachiman akan masuk jurusan Liberal Art. Alasannya, karena disana bisa memilih mata kuliah dan bisa menghindari matematika, pelajaran yang dibenci Hachiman.
Volume 7 chapter 2, Hachiman mengatakan kalau Universitas Doshisha di Kyoto adalah area sakral baginya. Secara tidak langsung ini mengatakan kalau salah satu universitas pilihan Hachiman ada di Kyoto.
Jika anda cek internet tentang universitas di Jepang yang terkenal akan jurusan Liberal Art, maka anda akan mendapati Universitas Waseda (Tokyo), Universitas Akita Internasional(Akita), Universitas Kristen Internasional(Tokyo), Universitas Sophia (Tokyo), dan terakhir Universitas Doshisha(Kyoto). Waseda dan Akita dihapus dari pilihan karena itu adalah Universitas Negeri, sisanya adalah universitas swasta.
Jadi, universitas pilihan Hachiman ada 2 di Tokyo dan 1 di Kyoto. Maka tidak salah Yukino menyebut mayoritas kampus tujuan Hachiman ada di Tokyo.
...
Yui akan menangis mendengar kencan ini...
Twrimakasih minn 😁😁
BalasHapusAkhirnya di-update lagi
BalasHapusTerima kasih min
Komen dulu, ya kan
BalasHapusTerimakasih min
Setelah menunggu lama akhirnya update. Maksih admin
BalasHapusSetelah sekian lama, terima kasih min
BalasHapusMin mau tanya soal vol 12
BalasHapus1. Pas Yukino mau nerima reques sbg pribadi kok nggak dihentiin sma Hachiman
2. Yg pas Haciman keluar ruang rias kok ngajak Yui gandengan tangan??
3. Yukino kok dibolehin Hachiman dansa dg Yui ama Yui kenapa min...
4. Hachiman kok ngajak Yui kencan lagi padahal yg sblmnya dah kebayar
5. Maksud kata2 Yui pas ditoko tuh intinya gmn min
6. Ibu Yukino tujuannya kesekolah emang buat nyampein pendapat ato ada yg lain..
7. Pas chapter terakhir itu intinya gmn min gk ngerti
Tolong min pusing nih..
Gw ga tau klo lu udh baca dari vol awal atau blm, jadi gw jwb se isa mungkin yg dri gw baca:
Hapus1. Menurut gw,menurut LN ini bkn dari animenya yg kebanyakan adegan/percakapan banyak di skip krn terlalu banyak padahal oregairu 1 season hanya 13 ep aja.
Jadi menurut LN, sebelumnya yukino blg klo ingin mewarisi pekerjaan ayahnya sbg pemimpin bisnis perusahaan yg dimana sdh direncanakan bahwa haruno, anak pertama dari keluarga yukinoshita yg akan mewarisi ya, dan keputusan itu ditentukan oleh ibu yukino. Dimana, yukino dan ibunya tidak akrab, serta Haruno tidak menyukai bahwa dia yg akan mewarisi perusahaan itu. Maka di masa lalu haruno, dia ga bisa pergi ke univ yg dia mau krn ibunya menyuruhnya utk kuliah dikota tempat tinggal/kerja keluarganya supaya haruno dapat dilatih menjadi pemimpin. Haruno tentu ga suka akan keputusan ibunya, jd dia menyerah dan mengikuti keputusan ibunya. Dia jg ga bisa nolak (mungkin) krn posisinya anak sbg sulung.
Maka, yukino ingin meraih kedudukan ayahnya walaupun dia bukan pewaris sah, dengan cara membuktikan itu kpd ibunya dgn berpartisipasi dlm penyusunan acara prom nite gitu deh... Dan tentunya ada hubnya dgn ibu yukino,yg merupakan pemegang sekolah yukino walaupun keliatan seperti bayanag gitu posisi nya. Nanti bakal muncul, dan menolak ide yukino yg kerja sama dgn osis, dan disitulah hachiman mulai bantu yukino.
3. Palingan krn yukino sebenarnya tau klo temennya suka sama pria yg jg ia cintai. Maka dia membiarkannya, jg yukino masih ada kerjaan dibagian penyusunan,utk membuat acara nya lancar.
3. Emg ada yah? Klo ada, palingan req yg disuruh yukino ke hachiman utk memenuhi permintaan yui krn kls 3 lagi kemungkinan hiratsuka ga di sobu lgi dan klub relawan bakal bubar.
6. Dia itu pemegang sekolah dgn posisinya seperti bayangan. Sekalian mungkin jg dpt info dari haruno/entah darimanalah itu, klo yukino yg menjadi inti penyusunnya. Klo dari haruno infonya, maka ibu yukino datang utk menguji yukino
Sekian opini saya, tolong dikoreksi jika ada yg kurang tepat
Gw bantu jawab menurut pendapat gw no yang gw tau.
HapusNo.2 Yui ama Hachiman udah dipasangkan sebagai pasangan latihan dansa, mungkin itu sekadar latihan agar tidak gugup pas dansa
No.3 Karena Yukino sibuk ngajarin Iroha yang bakal jadi Prom Queen
No.4 kalo maksudmu yang ke IKEA itu, itu bukan kencan, itu Hachiman minta tolong Yui buat nyari hadiah ultah Komachi, Hachiman minta tolong Yui karena selera Yui sama kayak Komachi
7. Intinya Yui udah mulai menyerah sama Hachiman, soalnya dia selalu mau ngebantu Yukino. Padahal kan Yukino sebelumnya bilang kalo dia mau selesain masalah Prom Night sendiri
Mohon maaf jika salah, tolong dikoreksi
Meskipun saya udah tau akhirnya, saya tetep team Yui dan dan sedih untuk menulis ini :(
maksudnya yukino bukan pewaris yg sah , mkasudnya gmn min??
HapusAkhirnya ada kelanjutan nya lagi hehehe. Semangat min, sebagai bacaan di tengah wabah hahahah
BalasHapusNunggu tamat baru gue gas wkwkw
BalasHapusMumpung animenya dah keluar
BalasHapusAkhirnya keluar lagi terjemahannya, lanjut terus sampai tamat min, semangat heheh
BalasHapusSemoga versi animenya sesuai expetasi :)
BalasHapus#timbatch hrus sabar :(
Mantap min, thanks atas translate dan analisinya
BalasHapusMakasih, Admin. Semoga selalu sehat!
BalasHapusMin, nanti ada bikin ulasan atau review oregairu season 3 ?
BalasHapus"Yui menangis mendengar kencan ini" hahaha saya sangat terhibur. Terimakasih untuk admin blog zcaoi. Btw ada link untuk saya donate, yah meskipun hanya bisa untuk membeli Maxx Coffee
BalasHapusemng ada maxx coffee disini ?
HapusTerima kasih min, saya juga pengen liat versi animenya adegan ini, mudah-mudahan ga diubah
BalasHapusLho? Yui nya kemana Thor??? Btw vol udh ada ga, Thor?
BalasHapusxixi
BalasHapusupdate terus min klo bisa secepatnya. ini puncak ke UwU an mereka. kwkwkwkw
BalasHapusKangen review per episode bang dan euy :')
BalasHapusMantap min..walaupun gua baca ln nya mulai vol 12 ,tp gua lumayan paham soalnya gua udh nonton br ulang" oregairu s1-2 nya....mungkin besok" gua bakal baca disini mulai lagi dari vol 1 nya karrna gua yakin ada banyak adegan" yang gk ada di animenya...lanjutkan min,gua tunhhu update.an selanjutnya...
BalasHapusSemangat admin terjemahinnya 😁😁
Halunya 8man emang ekstrim wahahaha udah mikir nikah aja
BalasHapusTerima kasih sudah translate LN ini hingga sampai vol terakhir ini
BalasHapusSemoga translator selalu diberikan kesehatan dan sukses selalu dalam karir
Btw, berbicara anime oregairu ini di season 3 dan sudah baca LN nya
Agak kecewa memang untuk anime nya
Dimana di anime ini lebih cenderung Yui yang tampil di season 3
Tapi bukan itu yang kecewea
Yang tidak sesuai diharapkan itu monolog Yukino bahkan yang penting banyak di skip bahkan tidak ditampilkan di anime nya
Seperti nya memang produser anime nya condong kepada tim Yui
chapter 8 part 2 mana min?
BalasHapusAkhirnya terjawab sudah kerisauan saya oleh Watari Sensei dalam ulansan saya dulu di web admin -> project-translate-ln-oregairu.html:
BalasHapus-------------------------------------------
Anonim15 Agustus 2017 01.53
Saya menunggu Volume 12 ga terbit2 ya, apakah memang tidak diteruskan oleh sang penulis Watari Sensei?
Setelah membaca semua baik versi original maupun versi another menurut pendapat saya:
1. Hikigaya berubah dari orang yang penyendiri dengan logika menjadi orang yang baik dengan perasaannya dimana dia tidak bisa mengambil keputusan tepat karena tidak ingin menyakiti semua gadis.
2. Yukinoshita adalah orang yang baik dan polos tidak mengetahui dibalik hal yang dilakukan Yuigahama.
3. Yuigahama orang yang munafik dimana sudah tahu bahwa Yukinoshita dan Hikigaya saling ada sesuatu tetapi tidak mau mengakuinya dan berusaha merampasnya.
4. Iroha orang yang licik terlihat dari apa yang direncanakan di event Valentine serta hayama hanya sebagai alasan saja.
5. Haruno menurut saya malahan bukanlah orang jahat dimana yang dilakukannya adalah semata-mata melindungi adiknya dari tipudaya Yuigahama dan tidak ingin melihat adiknya Yukinon menjadi menderita apabila Hikigaya sampai tidak jadi dengan Yukinon melainkan pacaran dengan yang lainnya, apabila itu terjadi maka Luka Yukinon akan sama atau lebih parah dari yang dialami Hikigaya waktu dipermainkan Kaori, dan Haruno menginginkan Hikigaya menjadi orang yang tegas tanpa mengantung semuanya dan menginginkan Hikigaya tidak menjadi seperti Hayama Hayato yang mengantung atau mempermainkan gadis yang menyukainya.
5. Komachi adik yang baik dimana dia tidak ingin melihat kakaknya menderita lagi akibat ulah Kaori di masa lalu, andai Komachi menyadari kalau Yuigahama tidak menepati janji menemui yang meyelamatkan anjingnya dan masuk klub relawan hanya karena tujuan tertentu maka akan membuat komachi membenci Yuigahama layaknya Komachi membenci Kaori.
6. Hiratsuka Shizuka sensei adalah guru yang baik sayangnya membuat pertandingan battle royale dimana tidak tahu akan tujuan Yuigahama sebenarnya masuk klub relawan.
------------------------------------------------------------------------------
Terima kasih kepada Admin yang meluangkan waktu untuk traslate dan analisis, setelah baca saya tahu Banyak berbeda antara LN dan Animenya khususnya LN 1-11 banyak adegan yang ga ada di Animenya.
Thanks min udh mau ngetranslate oiya gua tunggu novel shin oregairu ya min🥺🙏
BalasHapusNovel Shin oregairu maksudnya apa?
HapusKalau kalian sadar, Hachiman datang duluan sebelum Yukino menandakan pengen cepet-cepet liat Yukino. Kan biasanya Yukino yang datang duluan
BalasHapusUdah diDrop ya?
BalasHapusThe Best lah kau Min
BalasHapustesssst
BalasHapusIzin promo ya Admin^^
BalasHapusbosan tidak ada yang mau di kerjakan, mau di rumah saja suntuk,
mau keluar tidak tahu mesti kemana, dari pada bingung
mari bergabung dengan kami di ionqq^^com, permainan yang menarik
ayo ditunggu apa lagi.. segera bergabung ya dengan kami...
add Whatshapp : +85515373217 ^_~ :))
I've already miss this blog, i want more the translation oregairu from this blog until translation completed, hiks. But more importantly i hope the owner of this blog is fine. You're doing a great job here, thankyou!
BalasHapusBroo...
BalasHapuswhere r u?
Admin
BalasHapuskemanakah Anda, Menunggu yang LN SHIN, Antology dan 14.5 ...
Terimakasih
where are you sir
BalasHapusMinnn lanjutin translate dongg
BalasHapusMin kamu kemana 😭😭😭
BalasHapusMin please come back😭😭😭
BalasHapusDimana kau admin
BalasHapusKami menunggu😭😭😭
Jir gua kesini lagi udah tahun 2023 akwkwkw
BalasHapuswhere r u minnn?
BalasHapusSemuanya pada minta aoi buat balik dan lanjutin project ini. Yang gue mau cuma satu, kabar kalo aoi baik-baik saja.....
BalasHapusKangen mimin translate :(
BalasHapusWhere are u mimin 😭
BalasHapusMin, kami menunggu
BalasHapusbuset dah si admin kemana nih...udh 3 tahun gw tunggu updatan nya..setidak nya lu kasih kabar mind.lu baik baik ajjh kan min 😭😭
BalasHapusMin, sudah 4 tahun
BalasHapusTolong kembalilah😭😭😭
Min, tolong kembali. Translate mu yang bikin kita mengerti kata2 hachiman daripada translate lain
BalasHapusmin masih idup gak 🙏🗿
BalasHapus