x x x
"Daging, daging, yay untuk daging!"
Misa sedang menepuk-nepuk ujung mejanya dengan ritme tertentu seperti menyanyikan sebuah march lagu. Ratatatat. Pemandangan dirinya yang menatap tumpukan daging sapi panggang dengan mata yang berbinar-binar sangat manis sekali, seperti sebuah mainan marching band. Haruskah kusertakan adikku ini sebagai salah satu gambar malaikat dalam kuil pemujaan atau lukisan keagamaan?
"Baiklah, dimulai dengan ponzu! Bisakah kau berikan botol ponzunya kepadaku?"
[note: ponzu adalah saos citrus yang biasa dipakai untuk memakan daging goreng atau panggang di Jepang.]
"Haruma-san, Misa ingin kau memberinya botol ponzu."
"...Oke."
Duduk di seberangku adalah Haruma-san, yang baru saja keluar dari kamar mandi. Tubuhnya bau shampoo yang ada di kamar mandi. Dia seperti anjing atau kucing yang menandai sesuatu dengan aroma. Dia memberikan saosnya kepadaku dan kuteruskan ke Misa.
"Terima kasih banyak, Kusaoka-senpai!"
"Haruma-san, Misa bilang terima kasih."
"...Umm, asal tahu saja ya, aku ini orang Jepang dan bisa mengerti bahasa Jepang. Bisakah kau berhenti menterjemahkan itu untukku?"
Haruma-san mengatakan ketidaksetujuannya sambil menggaruk-garuk kepalanya. Dia harus tahu dimana dia berada. Dalam sebuah sistem feudal, ada sebuah hubungan dimana pesan harus disampaikan lewat perantara.
"Maaf ya. Onee-chan ini sangat malu-malu kalau dikelilingi orang, jadi dia ini kadang bersikap seperti orang aneh."
"Haruma-san, Misa merasa kurang senang atas tatapanmu, jadi dia berharap kau tidak mencoba untuk mendekatinya."
"Kalau kau mencoba menerapkan kebijakan perantara pesan, maka kau sudah gagal karena menaruh pendapatmu sendiri di pesan orang lain..."
Haruma-san mengatakan sesuatu yang jelas dan subjektif, tapi hubungan kita ini tidak dalam level itu. Jadi ini bisa dikatakan sebuah krisis manajemen. Aku tidak ingin adikku yang mempesona ini terlihat seperti makanan bagi hewan buas sepertinya.
Aku membagi potongan daging panggang ke tiga piring dan memberikan sebuah mangkuk nasi beserta sumpit ke tiap orang. Misa memegang mangkuknya di tangan kiri, sedangkan aku di tangan kanan; kami ini memang semacam cermin bagi masing-masing.
"Oh, ternyata kau kidal..."
Haruma-san menggumamkan itu, menatap ke arah tanganku seperti menyadari sesuatu.
"Memangnya ada apa?"
"Oh, tidak ada apa-apa."
Dia lalu menoleh ke samping, seperti sedang kesal.
Aku memang memperhatikan detail seperti apakah orang itu kidal atau normal, tapi mungkin dia kesal karena tidak memperoleh info itu secepatnya, saking begitu besar cintanya kepadaku. Ya Tuhan, pria di depanku ini bahkan tidak malu-malu untuk menunjukkan perasaannya di siang bolong.
"Ini mengingatkanku sesuatu, kau sangat menyukai daging seperti ini, benar tidak?"
"Well, aku memang yang memilihnya."
"Kupikir para pria memang suka daging yang lebih berisi."
"Ketika mereka muda kurasa begitu."
"Tapi kau berbeda, Haruma-san."
"Hmm, kurasa begitu."
"Ketika tiba dalam hal menyentuh dan melihat, kau lebih suka yang tidak terlalu besar. Kau tidak terlihat tertarik dengan Kuriu-sensei."
Akupun mengatakan itu dengan senyum kemenangan. Kalau dipikir-pikir, kurasa aku bisa memaafkan binatang ini sekali ini saja. Aku ini ternyata sangat pemaaf.
"Begitukah menurutmu...Well, terserah kamu saja." Haruma-san tersenyum kecut.
"...Aku tidak begitu paham, tapi tampaknya kalian berdua sangat akrab!"
Misa melihat ke arah kami dan tersenyum bahagia.
Dan kemudian
Kami bertiga mulai memakan makan siang kami dengan tersenyum.
x x x
Tidak ada komentar:
Posting Komentar