x x x
Mengapa ikatan ini menjadi semacam penebusan;
Yang diklaim sudah sesuai aturan oleh si Yahudi itu
Satu pound dagingmu, akan dipotong
Yang berada di dekat jantungmu.
- Judge
Aku bersumpah dengan seluruh jiwaku
Tidak ada satupun kekuatan dari kata-kata manusia di dunia
Yang bisa mempengaruhiku.
- Shylock
Cahaya yang kita lihat itu membakar aulaku.
Sampai sejauh mana lilin kecil ini bisa melemparkan kilatakan cahayanya!
Saking bersinarnya hingga menjadi satu-satunya perbuatan yang baik
Di dunia yang kacau ini.
- Portia
The Merchant of Venice (Shakespear)
x x x
Setiap aku berangkat ke sekolah, aku pasti melewati kompleks perumahan. Banyak sekali kompleks perumahan yang kulewati untuk ke sekolah.
Ada burung kakaktua yang dikurung di depan toko laundry, yang hanya diajari kata-kata vulgar oleh pemiliknya. Poster manis yang ditempel di salah satu ujung tembok jalanan, berisi himbauan-himbauan tentang keselamatan di jalanan. Beberapa truk sedang parkir secara ilegal, seperti merasa kalau jalan ini punya pribadi. Beberapa rumah reyot, jendelanya ditutup dengan poster yang bertuliskan: "Bertobatlah, kiamat sudah dekat!".
Duniaku ini, dibangung berdasarkan pendapat subjektif, oleh karena itu diisi oleh berbagai macam hal yang menarik perhatianku.
"...Wow." kataku dengan kagum.
Angin yang bertiup ke arahku ini, memiliki aroma hijau yang menyegarkan, lalu kembali lagi ke langit.
Cuaca yang sangat indah hari ini. Tidak ada satupun awan yang terlihat di langit ini. Matahari,bersinar dengan cernah, menerangi langit yang berwarna biru muda ini seperti sebuah kalung yang menarik. Jika itu ada di tanganku, maka akan menjadi aksesoris yang bisa didapatkan oleh siapapun.
Kupikir, akan ada sesuatu yang bagus terjadi hari ini.
Semakin dekat ke sekolah, semakin banyak siswa-siswa yang kulihat di jalan, mereka terlihat sedang mengobrol. Dengan banyaknya keramaian siswa yang menunjukkan bagaimana kehidupan masa muda mereka, akupun mellihat ke arah langit dan tersenyum.
Ketika kunyanyikan kata-kata keren dari lagu Jukensei Blues, aku melewati kerumunan tersebut dan tepat ketika hendak melewati gerbang, terjadilah hal tersebut.
"Chigusa-san. Ada waktu sebentar?"
Ada tangan yang menepuk bahuku. Kira-kira ada apa ya? Satu-satunya orang yang boleh menyentuhku hanyalah partner yang kupilih. Bisa juga orang tua yang sedang kelaparan akan hangatnya sentuhan manusia, atau juga manusia yang hidupnya tersisa tiga hari lagi.
Ketika kulihat, seorang bajingan yang tampan sedang berdiri di belakangku.
"Umm...Maaf ya, saya ini sedang terburu-buru," kataku.
Dia ini Suzaku, ketua OSIS disini. Mungkin hidupnya tersisa tiga hari lagi.
Bibirnya membentuk garis yang lurus, dia memperlihatkan emosi yang serius di wajahnya. Mungkin dia sedang memikirkan sesuatu. Aku tidak bisa memberinya perhatian yang dia inginkan, tapi aku bisa meminjaminya uang. Tiga puluh persen bunga setiap 10 hari kurasa normal bagi Suzaku-san. Aku akan menyambutnya di atap sekolah kapanpun dia mau.
"Maaf, tapi yang hendak kubahas ini sangat penting."
Suzaku-san tampaknya tidak berkeinginan untuk melepaskan bahuku. Tawaran semacam apa yang tidak bisa kutolak? Maaf ya, aku sudah memutuskan untuk tidak menjadi model sampai adikku cukup dewasa.
Ada beberapa gadis yang berdiri di belakangnya muncul.
"Suzaku ini sudah berusaha sesopan mungkin kepadamu, kenapa tidak kau tanya dulu apa yang ingin dia katakan?"
Gadis berwajah cake itu tersenyum sinis kepadaku, mungkin lebih mirip dengan kumpulan babi yang mengatakan "oink". Tatapan mereka membuat diriku ketakutan atau semacamnya.
"Hei, apa bukti yang kita punya cukup?"
"Benar, benar. Apa kamu tahu apa yang kita punya soal dirimu?"
Ada apa ini? Sebelum aku mengatakan keberatanku, mereka menarik tasku. Membuka resletingnya dan menjatuhkan beberapa dokumen di tanah.
"Apa-apaan yang kalian lakukan?! Maaf, Chigusa-kun. Kalian semua, sekarang minta maaf kepadanya!"
Pria dari planet keren mengganti warnanya dan memarahi para gadis.
Tapi tatapan sinis dari para pengikutnya itu tidak berubah. Dengan sikap yang puas, mereka menyerahkan sebuah dokumen ke Ketua OSIS.
"...Ah. Aku sebenarnya tidak ingin mempercayai ini, tapi gosipnya tampak benar adanya."
Setelah melihat dokumen tersebut, mata dari si Ketua OSIS menajam.
"Berapa banyak korbannya?"
Dokumen itu berisi data-data tentang berapa banyak jumlah pinjamannya, apa yang dijanjikan mereka untuk membayarnya kembali, dan hal-hal sejenisnya. Selama aku punya itu, mereka akan membayar dengan tersenyum. Akupun juga, akan tersenyum seperti jutaan dollar.
Tampaknya kemana-mana dengan membawa dokumen itu membuatku seperti dihantui sesuatu.
"...Lalu dokumen itu membuktikan apa?" akupun protes kepadanya.
Memang bisa saja orang-orang memperoleh data dokumen yang menunjukkan berapa banyak uang yang dipinjam. Tapi dalam dokumen itu tidak ada tanda tangan dari pemilik dokumen ataupun si peminjam. Lagipula, kontrak yang hanya berdasarkan kesepakatan lisan bisa dengan mudah dibantah dan dianggap tidak ada. Oleh karena itu, tidak bisa dihitung persis, aku berani menjamin...!
Tidak lama kemudian, banyak orang berkumpul di sekitar kami. Bahkan Tukang Kebun yang sedang menyirami bunga tertarik ke arah kami. Karena mereka tidak punya hak untuk menggangguku, aku ingin mereka berhenti dan berkumpul di tempat ini. Mari kita lupakan kalau ini pernah terjadi!
"Bisakah kau berhenti pura-pura?"
Akupun mendengar itu dari si ketua OSIS, lalu dia menambahkan.
"Ada laporan kalau kau ini mengancam orang-orang. Lalu ada bukti kalau kau meminjamkan uang ke mereka. Sekarang kau harus menjelaskan itu disini dan saat ini. Apa benar kalau kau ini sudah merusak kehidupan orang?"
"Me-Merusak kehidupan orang itu punya makna yang berbeda-beda tergantung orang yang menilainya. Aku tidak menusuk mereka dari belakang, lagipula mereka ini hanyalah siswa yang ingin bersenang-senang, dan karena kami berdua menyepakati itu, maka ini tidak benar-benar "
"Mereka tidak menyetujui itu, dan karena itulah kau disini saat ini. Siswa macam apa yang mengatakan kalau kondisi seperti ini adalah bersenang-senang? Kita ini sedang membicarakan manusia."
Akupun menggigit lidahku. Oleh karena itulah aku tidak suka orang ini.
"...Ta-Tapi ini bukanlah sebuah hal yang permanen, jadi kalian tidak bisa menyebutnya "
"Lalala, gue gak denger, dasar emak-emak jelek!"
"Ayo ngomong lo, lonte gembrot!"
"Jangan membuat polusi udaranya, lonte!"
Kata orang, manusia dengan inteligensi berbahasa rendah kata-katanya sangat kotor, mereka secara tidak sadar mengatakan dirinya seperti apa ketika menghina orang lain. Dengan begitu, dengar saja apa yang para gadis yang berwajah cake ini baru saja katakan, well, kau akan langsung paham. Mereka menggambarkan dirinya dengan sempurna.
Kira-kira kenapa para gadis ini menggunakan diriku sebagai cermin mereka?
Ujung dari hidungku seperti terbakar. Air mata mulai keluar dari mataku, tapi aku berusaha membuat suara tangisku ini serendah mungkin.
Ini adalah skenario terburuk.
"Jangan senang dulu ya! Kau pikir akan lolos begitu saja dengan menangis karena kau pikir kamu ini manis?"
Mereka mengatakan itu sambil mendorong bahuku.
Bahkan jika aku menangis karena disengaja, aku tidak pernah berpikir untuk menggunakan kelemahanku itu sebagai senjata.
Meski aku mencoba untuk membalas kata-kata mereka, aku tidak bisa begitu saja membuka mulutku. Malahan, aku melihat betapa mengerikan mereka itu ketika melihat bibir mereka bergetar karena benci. Seperti ada seseorang menaikkan tangannya untuk memberi kode regu penembak untuk mulai menembak. Mereka menggunakan hatiku ini sebagai sasaran tembak mereka.
"Semua hal tentangmu itu membuatku ingin muntah!"
"Kenapa kau tidak berlutut saja dan minta maaf, dasar bajingan?!"
"Serahkan dompetmu dan berikan kembali uang mereka, dasar kotoran tidak berguna!"
"Kau harusnya jual dirimu saja, dasar lonte!"
"Pura-pura manis dan lugu, tapi busuk di dalamnya. Kami tahu kalau kau hanya cari-cari alasan saja, tapi itulah dirimu, manusia rendahan yang paling hina!"
Mereka saling bersahutan seperti tembakan senjata. Setelah mereka menghantamku dengan hinaan, mereka lalu mengokang ulang senjatanya dan mengisi pelurunya lagi. Mereka mendorongku ke kiri dan kekanan, ke depan dan ke belakang, dan akhirnya membuatku berlobang disana-sini seperti keju Swiss.
Seperti ada cairan aspal yang hendak menerjangku. Menghancurkan dinding dalam diriku, dan masuk ke hatiku hingga membuat semuanya menjadi gelap.
"Kalian hentikan itu! Kalian berlebihan. Kalau terus begini, kalian tidak ada bedanya dengan Chigusa-kun!"
Suara si Ketua OSIS tadi, disertai ramainya suara orang-orang yang menonton, terdengar buruk sekali di telingaku.
Pandanganku mulai terlihat buruk, dan aku sendiri tidak bisa mengontrol tenggorokan, kaki, dan hatiku. Sebuah rantai yang tidak terlihat seperti menahan tubuhku. Air mataku mulai membasahi wajahku ini. Yang bisa kupikirkan hanya betapa buruk diriku untuk saat ini.
Kenapa aku tidak punya kekuatan untuk melakukan sesuatu?
Aku ini sudah bekerja keras agar membuat diriku terlihat seperti angsa, bukan begitu?
Selama aku tidak punya kekuatan, maka eksistensiku tidak dianggap.
Setelah itu terpikirkan olehku, tanah di sekitarku ini seperti mulai retak, lututku seperti tenggelam di ke tempat yang tidak memiliki dasar. Cairan yang dingin sedingin es membungkusku, sebelum bisa merangkak keluar seperti siput. Begitulah itu terjadi terus menerus, cairan tersebut semakin membungkus tubuhku dengan tebal, hingga aku tidak bisa bergerak sedikitpun.
Ini adalah dasar dari lautan.
Sebuah ujung dari tempat yang hitam berisi mimpi buruk dan kehampaan, tidak ada satupun cahaya yang datang ke tempat itu.
Tidak bisa melihat ke langit, dan satu-satunya hal yang terlihat cantik di mataku, aku semakin tenggelam oleh tiupan angin ini hingga aku menjadi satu-satunya orang yang tersisa di dunia ini.
Aku hanya bisa mendengar suara jahitan luka di hati yang dibuka dengan paksa.
Secara perlahan, aku melihat seorang gadis bernama Chigusa Yuu yang ragu-ragu dan memiliki keinginan yang lemah itu tenggelam dalam lautan keputusasaan, seperti halnya terlihat dialami oleh orang lain.
Memang bisa saja orang-orang memperoleh data dokumen yang menunjukkan berapa banyak uang yang dipinjam. Tapi dalam dokumen itu tidak ada tanda tangan dari pemilik dokumen ataupun si peminjam. Lagipula, kontrak yang hanya berdasarkan kesepakatan lisan bisa dengan mudah dibantah dan dianggap tidak ada. Oleh karena itu, tidak bisa dihitung persis, aku berani menjamin...!
Tidak lama kemudian, banyak orang berkumpul di sekitar kami. Bahkan Tukang Kebun yang sedang menyirami bunga tertarik ke arah kami. Karena mereka tidak punya hak untuk menggangguku, aku ingin mereka berhenti dan berkumpul di tempat ini. Mari kita lupakan kalau ini pernah terjadi!
"Bisakah kau berhenti pura-pura?"
Akupun mendengar itu dari si ketua OSIS, lalu dia menambahkan.
"Ada laporan kalau kau ini mengancam orang-orang. Lalu ada bukti kalau kau meminjamkan uang ke mereka. Sekarang kau harus menjelaskan itu disini dan saat ini. Apa benar kalau kau ini sudah merusak kehidupan orang?"
"Me-Merusak kehidupan orang itu punya makna yang berbeda-beda tergantung orang yang menilainya. Aku tidak menusuk mereka dari belakang, lagipula mereka ini hanyalah siswa yang ingin bersenang-senang, dan karena kami berdua menyepakati itu, maka ini tidak benar-benar
"Mereka tidak menyetujui itu, dan karena itulah kau disini saat ini. Siswa macam apa yang mengatakan kalau kondisi seperti ini adalah bersenang-senang? Kita ini sedang membicarakan manusia."
Akupun menggigit lidahku. Oleh karena itulah aku tidak suka orang ini.
"...Ta-Tapi ini bukanlah sebuah hal yang permanen, jadi kalian tidak bisa menyebutnya
"Lalala, gue gak denger, dasar emak-emak jelek!"
"Ayo ngomong lo, lonte gembrot!"
"Jangan membuat polusi udaranya, lonte!"
Kata orang, manusia dengan inteligensi berbahasa rendah kata-katanya sangat kotor, mereka secara tidak sadar mengatakan dirinya seperti apa ketika menghina orang lain. Dengan begitu, dengar saja apa yang para gadis yang berwajah cake ini baru saja katakan, well, kau akan langsung paham. Mereka menggambarkan dirinya dengan sempurna.
Kira-kira kenapa para gadis ini menggunakan diriku sebagai cermin mereka?
Ujung dari hidungku seperti terbakar. Air mata mulai keluar dari mataku, tapi aku berusaha membuat suara tangisku ini serendah mungkin.
Ini adalah skenario terburuk.
"Jangan senang dulu ya! Kau pikir akan lolos begitu saja dengan menangis karena kau pikir kamu ini manis?"
Mereka mengatakan itu sambil mendorong bahuku.
Bahkan jika aku menangis karena disengaja, aku tidak pernah berpikir untuk menggunakan kelemahanku itu sebagai senjata.
Meski aku mencoba untuk membalas kata-kata mereka, aku tidak bisa begitu saja membuka mulutku. Malahan, aku melihat betapa mengerikan mereka itu ketika melihat bibir mereka bergetar karena benci. Seperti ada seseorang menaikkan tangannya untuk memberi kode regu penembak untuk mulai menembak. Mereka menggunakan hatiku ini sebagai sasaran tembak mereka.
"Semua hal tentangmu itu membuatku ingin muntah!"
"Kenapa kau tidak berlutut saja dan minta maaf, dasar bajingan?!"
"Serahkan dompetmu dan berikan kembali uang mereka, dasar kotoran tidak berguna!"
"Kau harusnya jual dirimu saja, dasar lonte!"
"Pura-pura manis dan lugu, tapi busuk di dalamnya. Kami tahu kalau kau hanya cari-cari alasan saja, tapi itulah dirimu, manusia rendahan yang paling hina!"
Mereka saling bersahutan seperti tembakan senjata. Setelah mereka menghantamku dengan hinaan, mereka lalu mengokang ulang senjatanya dan mengisi pelurunya lagi. Mereka mendorongku ke kiri dan kekanan, ke depan dan ke belakang, dan akhirnya membuatku berlobang disana-sini seperti keju Swiss.
Seperti ada cairan aspal yang hendak menerjangku. Menghancurkan dinding dalam diriku, dan masuk ke hatiku hingga membuat semuanya menjadi gelap.
"Kalian hentikan itu! Kalian berlebihan. Kalau terus begini, kalian tidak ada bedanya dengan Chigusa-kun!"
Suara si Ketua OSIS tadi, disertai ramainya suara orang-orang yang menonton, terdengar buruk sekali di telingaku.
Pandanganku mulai terlihat buruk, dan aku sendiri tidak bisa mengontrol tenggorokan, kaki, dan hatiku. Sebuah rantai yang tidak terlihat seperti menahan tubuhku. Air mataku mulai membasahi wajahku ini. Yang bisa kupikirkan hanya betapa buruk diriku untuk saat ini.
Kenapa aku tidak punya kekuatan untuk melakukan sesuatu?
Aku ini sudah bekerja keras agar membuat diriku terlihat seperti angsa, bukan begitu?
Selama aku tidak punya kekuatan, maka eksistensiku tidak dianggap.
Setelah itu terpikirkan olehku, tanah di sekitarku ini seperti mulai retak, lututku seperti tenggelam di ke tempat yang tidak memiliki dasar. Cairan yang dingin sedingin es membungkusku, sebelum bisa merangkak keluar seperti siput. Begitulah itu terjadi terus menerus, cairan tersebut semakin membungkus tubuhku dengan tebal, hingga aku tidak bisa bergerak sedikitpun.
Ini adalah dasar dari lautan.
Sebuah ujung dari tempat yang hitam berisi mimpi buruk dan kehampaan, tidak ada satupun cahaya yang datang ke tempat itu.
Tidak bisa melihat ke langit, dan satu-satunya hal yang terlihat cantik di mataku, aku semakin tenggelam oleh tiupan angin ini hingga aku menjadi satu-satunya orang yang tersisa di dunia ini.
Aku hanya bisa mendengar suara jahitan luka di hati yang dibuka dengan paksa.
Secara perlahan, aku melihat seorang gadis bernama Chigusa Yuu yang ragu-ragu dan memiliki keinginan yang lemah itu tenggelam dalam lautan keputusasaan, seperti halnya terlihat dialami oleh orang lain.
x x x
Tidak ada komentar:
Posting Komentar