Senin, 12 September 2016

[ TRANSLATE ] Oregairu Vol 7.5 Side A : Bahkan kita harus berdoa agar masa depan mereka kelak akan bahagia -9

x x x





  Di hari Jumat, beberapa hari setelah Perlombaan Poin Istri, dalam suasana malam yang sudah larut.

  Kami sudah menyelesaikan makan malam kami dan yang tersisa di ruang keluarga saat ini hanyalah Komachi dan diriku, kedua orangtua kami sudah pergi tidur.

  Aku hanya duduk di sofa, melihat laptopku dan diselingi oleh suara Komachi yang mencuci piring. Kepalaku seperti mau meledak saja,tapi aku harus menulis artikel di sebuah halaman majalah lokal. Besok adalah akhir pekan, jadi jika aku tidak mengerjakannya malam ini, maka aku tidak mendapatkan satupun kemajuan.

  Mamalia adalah hewan yang memiliki beberapa sifat alami. Karena aku juga dikategorikan mamalia, maka aku harusnya tidak begitu aktif ketika malam hari. Serius, aku ingin tidur dan menyusu saja.

  Aku bergulat dengan manuskrip yang harus kutulis, tapi aku tidak tahu harus menulis apa di kolom-kolom ini. Waktuku mulai habis sedikit-demi sedikit hingga deadline.

  Apaan sih yang gue lakuin selama ini? Tapi, bukan maksudku begitu, paham tidak? Hanya saja, aku tidak ada ide sama sekali, tahu tidak? Apa kau paham perasaan semacam ini, hmm? Kau mungkin tidak tahu, benar kan? Karena aku sendiri tidak tahu. Ah sudahlah, ayo tulis saja apa yang aku pikirkan.

  Yang kulakukan hanyalah menulis sebentar, lalu menghapusnya, hapus lagi beberapa, dan menulis lagi, dan akhirnya itu terus terulang seperti sebuah pola. Tanganku akan berhenti menulis ketika aku teringat tentang sesuatu dan mencoba meyakinkanku tentang tata bahasaku. Waktu yang kuhabiskan untuk bermain Kancolle di laptop ini mulai terasa jauh lebih lama daripada waktu yang kuhabiskan untuk menulis di keyboard ini.

  Kurasa, hanya ini yang bisa kutulis untuk hari ini, huh...

  Tepat ketika aku hendak memutuskan untuk menyerah, HP yang kutaruh di meja tiba-tiba bergetar. Getaran yang semacam ini memberitahuku kalau ada telepon masuk. Aah, tapi tanganku sudah fix di keyboard dan tidak mau bergerak lagi.

  Ketika aku memutuskan untuk menyerah dan tidak mempedulikan panggilan itu, Komachi mematikan kran air dan menuju ke arahku dari dapur sambil mengeringkan tangannya dengan handuk. Dia lalu mengambil HP-ku dan memberikannya padaku.

  "Onii-chan, telepon."

  "Mm."

  Aku menangkap teleponku yang dia lempar ke arahku. Well, karena di tanganku sudah ada HP, mustahil aku menolak panggilan ini. Ketika kulihat layarnya, tertulis nama Yuigahama. Kutaruh HP-ku di bahu dimana aku sendiri ada sedikit gambaran tentang mengapa dia memanggilku, jadi kuterima teleponnya sambil mengerjakan artikel ini.

  "Halo?"

  ["Ah, Hikki, apa kau sudah selesai?"]

  Prediksiku tepat sekali. Ini tentang artikel itu. Kalau memang sudah selesai, pasti akan kukirim laaah.

  "Kau mengatakannya seperti sebuah pekerjaan yang mudah saja bagiku. Bagaimana dengan kalian sendiri?"

  ["Uh huh, aku sudah menggambar gambarnya. Yukinon sudah menggabungkan semuanya. Setelah kita mendapatkan tulisanmu, maka kita sudah selesai."]

  Yukinoshita yang akan mengedit dan menggabungkan semuanya sementara Yuigahama mengerjakan ilustrasinya. Ini adalah sebuah pekerjaan kasar dimana pekerjaannya dibagi berdasarkan kemampuan masing-masing.

  Sekali lagi, fakta kalau mereka sedang menunggu tulisanku, membuatku merasakan tekanan yang tidak perlu sehingga tanganku mulai bekerja lebih lambat...Ketika aku hanya terdiam di telepon, seperti merasa tidak enak dengan mereka, aku bisa mendengar suara yang lemah dari seberang sana.

  ["Apa dia sudah selesai?"]

  Itu adalah suara Yukinoshita. Oh, mungkinkah Yuigahama sedang menginap di apartemen Yukinoshita? Mereka berdua tampaknya serius sekali, hmm...?

  ["Eh? Oh, oke. Dia bertanya apakah kau sudah menyelesaikannya?"]

  Aku masih bisa mendengar suara Yuigahama dengan jelas. Sepertinya, Yukinoshita berada tidak jauh dari Yuigahama.

  "Belum selesai."

  ["Kata dia, belum selesai. Eh, oke, aku akan tanya."]

  Sepertinya, Yuigahama sedang berbicara dengan Yukinoshita. Dia berhenti sejenak sebelum menjawab lagi.

  ["Dia tanya, katanya kapan selesai?"]

  "Entahlah...Benar dah, pekerjaan kelas menengah semacam ini benar-benar menyiksa."

  Bukankah kita sendiri tidak ada waktu untuk permainan telpon-telponan semacam ini, benar tidak...? Setelah aku mengatakannya, aku mendengar di ujung telepon ada kata-kata yang terdengar pelan.

  ["Bisa aku yang bicara dengannya?"]

  ["Oke, ini dia."]

  Suara-suara itu terdengar lemah.

  ["Halo."]

  "Yo."

  Yang sedang berada di telepon adalah Yukinoshita. Ngomong-ngomong, ini mungkin pertamakalinya kami berbicara lewat telepon. Ketika memikirkan hal-hal semacam itu, Yukinoshita kemudian langsung berbicara ke topiknya.

  ["Kapan kau akan menyelesaikannya?"]

  Dia mengatakan itu dengan nada yang biasanya, nada yang dingin. Meskipun lewat telepon, kata-katanya seperti berisi sebuah tekanan yang hebat.

  "Su-Suatu hari di pekan ini..."

  Ketika aku gugup dengan kata-kataku karena merasa sedikit bersalah, sebuah desahan kecil terdengar di ujung telepon.

  ["Hari ini sudah Jumat, jadi kuanggap jawabanmu dengan suatu hari di pekan ini adalah hari ini, benar? Apa kau tahu kapan deadlinenya?"]

  "De-Deadlinenya Senin..."

  ["Itu sudah masuk minggu depan. Kami akan biarkan kolomnya kosong sementara dan terus mengerjakan yang lainnya. Setelah kau selesai, cepat kirimkan."]

  "Sip. Ah, maksudku, siap segera dikirim."

  ["Kalau begitu, sampai jumpa."]

  Dia lalu menutup teleponnya, tidak sekalipun berniat untuk menunggu jawabanku. Hanya suara telepon ditutup yang terdengar olehku. Kutatap teleponku dan menggumamkan sesuatu kepada diriku.

  "...Bagaimana aku bisa mengirimkanmu sesuatu jika aku tidak punya nomormu?"

  Inilah mengapa, tidak peduli seberapa besar usahaku, maka manuskripnya akan dikirim ke redaksi majalah di hari Senin. Mau bagaimana lagi. Ini adalah salah Yukinoshita yang tidak mau mendengarkanku...Well, fakta kalau aku tidak akan menyelesaikannya sebelum deadline akan membuat kita impas, yep.

  Akupun mengembuskan napasku, seperti merasa lega karena mengakhiri panggilan telepon ini. Akupun menaruh HP-ku di pinggir dan menggerakkan bahuku.

  Tapi kita tidak punya banyak waktu tersisa. Ini benar-benar menyakitkan, jadi lebih baik kuselesaikan ini dengan cepat.

  Ketika aku mulai memfokuskan diriku ke komputer, secangkir kopi disajikan di depanku.

  Ketika kulihat, Komachi sedang membawa dua cangkir. Satu cangkir lainnya adalah untuk dirinya.

  Kuambil cangkir tersebut dengan mengucapkan terima kasih dan Komachi duduk di sampingku. Sepertinya, dia hendak bersantai disini untuk sejenak.

  "Kau tidak perlu menungguku atau sejenisnya."

  Aku sendiri tidak tahu akan sampai kapan. Mungkin semalaman. Ketika aku mengatakannya, dia menggelengkan kepalanya.

  "TIdak apa-apa. Aku juga ingin membacanya, jadi aku akan menunggu."

  "...Ya sudah kalau begitu."

  Well, besok sendiri adalah akhir pekan. Kurasa tidak masalah jika tidur larut malam. Setelah mencicipi kopiku, aku mulai menulis di keyboard.

  Bekerja sendirian harusnya mengerjakan itu dengan santai, tapi jika ada seseorang yang menunggumu dan duduk di dekatmu, satu-satunya hal yang bisa kulakukan adalah berusaha lebih keras lagi untuk menyelesaikannya.

  Aku berharap untuk menyelesaikan ini secepatnya. Aku terus menulis meski aku tahu skill menulisku yang tidak seberapa ini mulai melemah.

  Di malam yang sunyi ini, suara dari keyboard yang ditekan bergema. Malahan, aku bisa mendengar suara tetesan air di dapur.

  Dari semua suara itu, aku bisa mendengar suara embusan napas yang lemah dari seseorang yang sedang tertidur.

  Setelah menyelesaikan mayoritas tulisan dan tinggal sedikit lagi, kulihat ke arah sampingku, Komachi sudah tertidur pulas.

  Ditemani beban yang sedang bersandar di bahuku, akupun menutup kedua mataku untuk sejenak.

  Tapi itu hanya sejenak.

  Tanpa membuat Komachi terbangun, aku lalu menulis paragraf terakhir yang baru saja terpikirkan olehku.



  Entah itu masalah pernikahan ataupun tentang masa depan, tidak ada yang tahu apa yang akan terjadi di jalan mereka kelak.

  Dunia ini mengajarkan kalau mempersiapkan itu, berarti memberikan masalah-masalah yang baru.

  Tapi setiap orang berhak untuk mengharapkan kebahagiaan bagi hidupnya.

  Seharusnya, kita tidak serta merta mengesampingkan usaha mereka untuk memperoleh kebahagiaan itu.

  Kesimpulannya, wanita terbaik di dunia ini harusnya dengan cepat menikahi suami rumahan impian mereka sebelum terlambat.

  Selesai. 






x Side A | END x





  Kata-kata Hachiman tentang dirinya akan memberikan yang terbaik dan bekerja keras ketika ada seseorang yang menungguinya bekerja dan berada di sampingnya, ternyata benar-benar terjadi di volume 10.5 chapter 3.

  Waktu itu, Hachiman sudah lelah, buntu, dan capek menulis artikel koran gratis dari OSIS SMA Sobu. Yukino datang membawakan Max Coffee hangat, dan duduk di samping Hachiman hingga Hachiman selesai mengerjakannya.

  Boo, Yukino lagi...Kenapa tidak Yui atau Iroha?...Entahlah gan, tanya ke Watari saja. Toh anda bisa periksa sendiri di volume dan chapter yang disebutkan di atas...

  ...

  Monolog terakhir Hachiman tentang wanita terbaik harus secepatnya menikahi suami rumahan sebelum terbaik...Sebenarnya benar-benar terjadi di vol 10.5 chapter 1.

  Yui dan Iroha punya impian untuk menjadi istri rumahan. Sedang Yukino, dulu memang memiliki keinginan yang sama seperti mereka berdua, tapi sekarang Yukino tidak yakin lagi. Itu artinya, Yukino sama saja mengatakan kalau suaminya nanti adalah tipikal suami rumahan alias tidak bekerja.

  Tapi sebenarnya ini cukup mudah dicerna. Vol 10 chapter 7, Yukino dan Hachiman berjanji akan kuliah bersama. Vol 10.5 chapter 1, Hachiman mengatakan akan berpacaran ketika kuliah nanti.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar