Senin, 26 September 2016

[ TRANSLATE ] Biblia Vol 2 Chapter 1 : Burgess, Anthony. A Clockwork Orange. Hayakawa Paperback NV -2

x x x







  Akupun mulai membaca.

  Clockwork Orange, karya Anthony Burgess.

  Kelas 2-1, Kosuga Yui.

  Setelah selesai membaca buku ini, aku mendengarkan simfoni kesembilan dari Beethoven. Aku mendengarkannya karena simfoni ini sering disebutkan dalam buku itu. Lagunya lebih panjang dari dugaanku, tapi chorus terakhir sangat indah dan membuat hatiku tergetar.

  Kubeli buku ini dari sebuah toko buku online tanpa tahu seperti apa ceritanya. Awalnya kupikir ini tentang mesin-mesin dan buah-buahan, tapi aku sangat terkejut karena tidak satupun hal-hal tersebut muncul di cerita.

  Aku yakin kalau banyak sekali orang yang jijik dan menyerah untuk membaca buku ini. Alex, sang karakter utamanya, cara bicaranya sangat aneh dan terus-terusan melakukan hal yang buruk. Dia menghajar orang asing di jalanan, menerobos masuk rumah dan mencuri uang disana, dan juga menyerang para gadis. Dia tidak menyesali sedikitpun tindakannya itu dan menghabiskan waktu luangnya dengan mengobrolkan musik bersama temannya.

  Alex akhirnya ditangkap oleh polisi, dimasukkan ke penjara dan dipaksa untuk berubah karena dia tidak menunjukkan sedikitpun rasa penyesalan. Dia lalu dipaksa mengkonsumsi obat-obatan dan melihat image kematian dan kebrutalan yang menjadi bagian dari sesuatu yang disebut “Teknik Ludovico”.  Perawatan semacam ini membuatnya tidak bisa lagi melakukan tindakan kekerasan.

  Meski pada akhirnya dia menjadi orang baik, Alex masih belum menemukan kebahagiannya. Ketika ia diserang oleh teman-teman yang pernah dikenalnya dulu, dia tidak bisa melawan balik. Alex berteriak kesakitan dan merasa dirinya seperti sebuah jarum jam saja. Seperti sebuah jarum jam, dia tidak bisa mengontrol keinginannya sendiri. Seorang pendeta yang menangani para tahanan di penjara pernah berkata, kalau menjadi orang yang baik kadangkala merupakan sebuah pengalaman buruk yang sangat tidak menyenangkan. Bacaan ini memberiku kesan kalau si penulis berusaha mengatakan kalau merampas kemampuan seseorang untuk berbuat jahat tidak serta merta membuat orang itu menjadi orang yang baik. Meski ketika kau tidak melakukan satupun hal yang buruk, kau masih saja memiliki keinginan untuk melakukannya. Juga, melakukan hal-hal buruk itu sendiri adalah bagian yang tidak terpisahkan dari manusia itu sendiri, karena semua orang memiliki bagian-bagian yang gelap di hati mereka.

  Pada akhirnya, Alex yang sudah didesain sedemikian rupa oleh pihak Rumah Sakit Penjara, kembali melakukan kejahatan. Tidak lupa juga, ada seorang menteri yang hendak memanfaatkan Alex untuk sekedar menaikkan popularitasnya. Tidak ada satupun orang baik yang muncul di novelnya. Satu-satunya hal yang bisa Alex percayai adalah musik kesukaannya.

  Ketika Alex mendengarkan simfoni Beethoven no.9 di Rumah Sakit, dia membayangkan kalau dunia ini seperti sedang berteriak kepadanya. Ketika aku mendengarkan lagu tersebut dengan teliti, kupikir aku bisa mendengarkan teriakan dari dunia ini, seperti yang pernah Alex dengar.


  “Bagaimana menurutmu?”

  Ketika Nao menanyakannya, aku masih menatap ke arah kertas laporan tersebut.

  “Ceritanya benar-benar suram.”

  Aku benar-benar tertarik di bagian dimana dia mengatakan kalau tidak ada satupun orang baik yang muncul di novelnya. Cerita semacam itu adalah cerita yang menarik. Tokoh utamanya adalah pria yang sangat buruk, tapi bagaimana dengan Si Menteri dan Pendeta?

  “Bukan itu yang ingin kutanyakan. Maksudku, bagaimana pendapatmu tentang review ini?”

  “Hmm...Well, ini review yang cukup baik untuk level anak kelas 2 SMP.”

  Aku benar-benar tidak tahu harus berkomentar apa karena aku sendiri tidak pernah membaca novelnya secara langsung. Juga, aku tidak tahu harus mana yang harus dikoreksi dari laporan itu.

  “Benar kan? Adikku memang luar biasa!”

  Mata dari Nao tiba-tiba berkaca-kaca ketika mengatakannya.

  “Dia suka membaca buku sejak kecil, dan dia benar-benar pintar dalam membuat review. Yui sering mendapatkan banyak sekali penghargaan sejak SD.”

  “Penghargaan?”

  “Dalam sebuah perlombaan review level sekolahan. Kakakku dan diriku saja tidak pernah memenangkan hal itu. Jujur saja, kupikir hasil tulisannya itu selalu lebih bagus daripada anak-anak lain yang seumurannya.”

  Bukankah alasannya memuji adiknya sendiri karena itu adalah adiknya sendiri? Meski, aku tidak menyangkal kalau kertas laporan ini memang ditulis dengan sangat baik.

  “Jadi, masalahnya dimana?”

  Kalau melihat situasinya, adik Si Nao ini sudah menyelesaikan tugasnya dengan baik. Aku sendiri tidak paham apa yang salah dengan ini.

  “Bukunya sudah habis terjual di Toko Buku depan Stasiun. Jadi, Yui meminta tolong kepadaku untuk memesannya lewat Toko Buku Online.”

  Dia lalu menyebutkan nama Toko Bukunya. Aku belum pernah memesan lewat toko tersebut, tapi kudengar kalau mereka akan langsung mengirimkan bukunya di hari yang sama dengan tanggal pemesanan jika stoknya ada.

  “Aku menjadi penasaran, karena menurutnya buku itu sangat bagus, dan dia akan menulis laporan tentang itu. Setelah kirimannya sampai di rumah, aku mencoba untuk membacanya, ternyata banyak sekali adegan kekerasan disana. Maksudku, itu terasa kejam dan menjijikkan. Aku hanya membaca bagian awalnya saja, meski begitu adegan di bagian awalnya itu menurutku terlalu berlebihan.”

  Nao mengatakannya sambil menggerutu.

  “Tapi Yui membacanya sampai habis, menulis reviewnya di laporan, dan memberikannya ke sekolah. Kurasa, pihak sekolahnya sendiri juga tidak mau ambil pusing dengan review buku yang semacam itu.”

  “Memangnya, SMP adikmu dimana?”

  “SMP Wanita Seiri. Dia baru pindah kesana tahun ini.”

  “Ah.”

  Setelah mendengar nama sekolah itu, akupun menjadi paham. SMP Seiri itu adalah Sekolah Katolik, mereka punya sekolah untuk level SMP dan SMA. Sekolah itu terkenal karena ketat. Stasiun terdekat dengan sekolah itu adalah Stasiun Ofune, jadi aku sering melihat siswi dan suster dari sekolah mereka.

  “Masalah dimulai ketika Wali Kelas Yui menunjukkan review laporan itu beberapa hari lalu, di rapat antara orangtua siswi dengan para guru di sekolah. Wali Kelasnya bilang, kalau laporannya ditulis dengan sangat baik,”

  Dia lalu menambahkan.

  “Setelah itu, Wali Kelasnya mengatakan kalau ini juga harus diperhatikan betul karena siswi tersebut sedang berada di usia yang sangat sensitif. Sebenarnya, Wali Kelasnya hanya sekedar memberikan himbauan saja. Tapi orangtuaku terkejut mendengar hal itu. Mereka sangat serius, berpikir kalau Yui sudah terjebak dalam sesuatu yang tidak pantas untuk gadis seumurannya. Padahal, dia adalah gadis yang baik, hormat ke sesamanya, tidak seperti diriku-lah.”

  Aku mencoba melihat kertas laporan tersebut lagi. Aku memang merasa kalau ada beberapa titik dimana adiknya itu bersimpati dengan tokoh utamanya.

  Melakukan hal-hal buruk merupakan bagian dari manusia. Meski kau tidak melakukan hal-hal buruk itu, kau tetap merasa tertarik untuk melakukannya.

  Opininya terhadap buku itu memang sangat sederhana, kurasa kalau ada yang bertanya tentang apa yang perlu dikhawatirkan, jawaban yang seharusnya adalah: orangtuanya.

  Hmm.

  Kumiringkan kepalaku. Apa maksud orangtuanya dengan khawatir Yui ‘terjebak dalam sesuatu yang tidak pantas’?

  “Mungkinkah, kau bercerita kepada orangtuamu soal kasus dengan Buku Monumen Pemetik tempo hari?”

  “Hmm? Yeah, aku beritahu mereka.”

  Dia menganggukkan kepalanya seperti mengatakan sesuatu yang biasa-biasa saja.

  “Aku tidak memberitahu saudara-saudaraku soal kasus itu, tapi aku memberitahu orangtuaku.”

  Monumen Pemetik adalah judul buku yang dulu pernah dia curi. Atas permintaan dari si pemilik buku, masalah dianggap selesai secara kekeluargaan. Karena itulah, kupikir dia tidak akan memberitahu orangtuanya soal itu. Ternyata, dia jujur dan menceritakannya, atau lebih tepatnya, dia punya kepribadian yang lurus.

  “Orangtuaku mulai menanyai Yui dan diriku untuk menunjukkan kepada mereka setiap buku yang kami beli. Bukankah itu artinya mereka tidak mempercayai anak mereka sendiri? Aku paham mengapa mereka hendak memeriksa barang-barangku, tapi Yui sendiri tidak melakukan hal yang salah. Aku ingin ini semua dihentikan, jadi aku datang kesini untuk meminta saran darimu tentang bagaimana caranya untuk mengubah opini mereka.”

  Sekarang aku paham masalahnya. Karena Nao merasa bertanggungjawab. Alasan mengapa orangtuanya bertindak ‘berlebihan’ seperti itu karena kasus pencurian tempo hari.

  Akupun melirik ke arah kasir. Tidak ada satupun suara yang muncul dari belakang tumpukan buku disana. Mungkin karena dia sendiri sedang berusaha keras untuk mendengarkan dengan cermat pembicaraan kami disini.

  “Boleh tidak kalau aku meminjam laporan adikmu ini untuk sementara waktu?”

  “Bisa saja, tapi untuk apa?”

  “Aku ingin menunjukkannya ke Shinokawa.”

  Nao memasang ekspresi wajah yang kecut yang mengindikasikan kalau dia tidak mau Shinokawa terlibat di dalamnya.

  “Dia itu tahu banyak soal buku, dan dia juga paham rasanya menjadi pecinta buku. Karena itulah, aku ingin berdiskusi dengannya. Dia malah lebih cocok untuk masalah ini daripada diriku.”

  Aku teringat dengan apa yang Shinokawa katakan kemarin. Tentang bagaimana dia naik sepeda ke Toko Buku setiap bulannya, dan membeli buku-buku jaman Taisho dengan bahagia. Shinokawa yang seperti itu mirip sekali dengan Yui. Tidak ada orang yang lebih baik untuk dimintai tolong dan aku tahu kalau dia akan dengan senang hati membantunya.

  “Aku akan mendiskusikan ini dengannya, dan setelah itu kau akan kukabari. Bagaimana?”

  Setelah memikirkan itu untuk sejenak, Nao menganggukkan kepalanya.

  “Ya sudah kalau begitu.”

  Ini sudah waktunya untuk tutup toko, jadi aku mulai menghitung uang yang ada di mesin kasir. Tiupan angin musim gugur berembus dari pintu kaca toko yang terbuka sebagian. Nao Kosuga lupa untuk menutupnya.

  Aku mendengar suara halaman buku yang sedang dibalik, tepat dari belakangku. Shinokawa sedang membaca buku laporan tersebut. Ketika hampir tiba waktunya jam tutup toko, dia akhirnya muncul dari gunung buku kasir toko ini.

  “Bagaimana pendapatmu?”

  Dia tidak menjawabnya. Kuhentikan pekerjaanku dan menoleh ke arahnya. Shinokawa sedang duduk di kursi lipat dan menyandarkan kepalanya ke belakang, di tumpukan buku yang berada di belakangnya.

  “Well, ini...Bagaimana ya...”

  Shinokawa kemudian membaca lagi laporan itu dari awal. Dia membacanya dengan ekspresi yang kebingungan.

  Wajahnya yang tampak frustasi itu sangat menarik, juga, akupun merasa terbuai oleh pemandangan ini. Tidak lama kemudian, dia berbicara, sembari terus membaca laporan itu.

  “Buku laporan ini...”

  “Ah, tebakanku ternyata benar. Jadi Si Kosuga itu membawanya kesini.”

  Suara barusan terdengar kasar. Tanpa kusadari, ada pria botak dan kurus yang sedang menyandarkan sikunya di meja. Pria usia kepala lima ini memakai T-Shirt mencolok dan jaket merah yang lusuh. Tas kotak-kotak yang menggantung di bahunya itu berisikan buku-buku edisi lama.

  “Oh, Shida, halo.”

  “Jangan santai-santai menyapa Halo kepadaku, dasar goblok! Kau ini sedang mengurus gunung uang disini, jadi perhatikan dengan serius ketika ada pelanggan masuk ke toko. Bagaimana coba, jika aku ini adalah maling?”

  Bully darinya langsung terbang ke arahku. Shida, pria gelandangan yang berprofesi sebagai pemburu buku, tinggal di kolong Jembatan Kugenuma. Dia adalah pelanggan tetap toko ini dan pekerjaannya adalah menjual buku-buku tua.

  “Su-Sudah lama tidak bertemu.”

  Shinokawa tampak terbata-bata menyapanya dan berusaha berdiri untuk menyambutnya, tapi Shida melambaikan tangannya untuk memintanya tetap duduk.

  “Aduh Mbak, tidak usah repot-repot berdiri. Mbak ternyata masih saja berbicara dengan nada suara lemah dan pelan. Coba Si Mbak sesekali belajar untuk berbicara dengan lantang?”

  “Ah...Maaf soal itu...”

  Dia menjawabnya dengan malu-malu. Kupikir aku harus membiarkannya tidak terlibat dalam hal ini...Sepertinya, dia mulai berusaha untuk bersembunyi di balik tumpukan buku-buku itu lagi.

  “Jadi, ada perlu apa hari ini?” tanyaku.

  “Oh, aku cuma kebetulan mampir saja. Kudengar, tempat ini baru saja buka dan berbisnis seperti biasanya, jadi aku mampir untuk sekedar menyapa dan bersantai disini. Jadi, itukah buku laporan yang ditulis oleh adiknya Si Nao?”

  Dia menunjuk ke arah kertas yang Shinokawa pegang itu dengan dagunya.

  “Kau tahu dari mana?”

  “Dia sebelumnya datang ke tempatku dan menunjukkannya kepadaku. Dia bilang ‘Bagaimana aku bisa meyakinkan kedua orangtuaku? Bisakah kau membantuku?’ ya begitulah.”

  Dia ternyata sangat pandai dalam meniru suara gadis itu. Shida ini adalah pemilik dari buku Monumen Pemetik yang dicuri oleh Nao Kosuga. Sebuah hubungan yang aneh tercipta antara korban dan pencurinya setelah kasus itu selesai. Mereka bertemu sekali dalam seminggu di area dekat sungai untuk bertukar buku dan membicarakan kesan-kesan mereka. Nao dekat dengannya dan memanggilnya Sensei. Shida juga ramah kepadanya.

  “Jadi, apa yang kau katakan kepadanya?”

  Sebagai seorang pemburu buku, Shida juga memiliki pengetahuan yang luas tentang buku. Tidak ada salahnya bertanya kepada Sensei yang dia percayai selama ini. Tapi, fakta kalau dia langsung datang kemari setelah berbicara dengannya, itu artinya...

  “Kuberitahu dia kalau wajar-wajar saja orangtua khawatir kepada anaknya. Kosuga lalu tampak kecewa. Jujur saja, aku sendiri sulit untuk menyukai buku yang ada di review itu.”

  Ternyata dugaanku benar. Dia datang kesini karena tidak bisa mendapatkan satupun saran dari Shida.

  “Dulu aku pernah membacanya, dan aku tidak mau membacanya lagi. Hei, Goura, apa kau pernah membaca Clockwork Orange sebelumnya?”

  Kugelengkan kepalaku. Cara dari Shida ketika mengatakannya kepadaku, membuatku terkejut.

  “Ya seperti yang tertulis di reviewnya. Tokoh utamanya melakukan apapun yang dia mau. Dia memakai Narkoba, mencuri, menyerang perempuan, apapun yang dia rasa mampu untuk lakukan. Tapi aku tidak mau berpendapat kalau si penulisnya berusaha mempengaruhi pembacanya untuk melakukan hal-hal itu, meski disana dia menciptakan sebuah dunia dimana terjadi banyak sekali mimpi buruk dan tidak ada satupun harapan di dalamnya. Itu seperti sebuah paradox.”

  “Well, manusia memang bisa saja tertarik dengan hal-hal tersebut, jadi kupikir akan ada beberapa orang yang bersimpati dengan cerita yang seperti ini. Masalahnya, bukanlah bagaimana cara berpikir dari gadis tersebut. Masalahnya adalah, apa yang dia tulis di reviewnya, dan kemudian terjadilah hal-hal serupa di sekolah. Kalau dia sudah seperti itu ketika SMP, lalu kalau sudah besar dia akan menjadi apa? Bukanlah hal aneh kalau orang-orang di sekitarnya menjadi khawatir. Kedua orangtuanya mungkin berpikiran seperti itu. Benar tidak pendapatku barusan?’

  “Ah, kau mungkin ada benarnya.”

  Karena usia orangtuanya kurang lebih sama dengan Shida, maka dia bisa melihat masalah ini dari sudut pandang orangtuanya. Tapi, benarkah itu alasan yang normal untuk memeriksa setiap buku yang dia baca? Sebagai siswi SMP, dia sedang berada di masa-masa dimana dia tidak ingin ada orang lain ikut campur dalam kehidupannya. Ini bisa menjadi semakin kompleks.

  “Ngomong-ngomong, akan lebih jika kau tidak ikut campur dalam masalah ini. Setiap keluarga memiliki caranya sendiri untuk membesarkan anak-anak mereka...Ah, ternyata sudah hampir waktunya.”

  Shida mengatakan itu sambil melihat ke arah jam dinding.

  “Kalau begitu, aku pergi dulu ya. Aku tidak ingin berlama-lama disini ketika kalian hendak tutup toko.”

  Dia lalu membalikkan badannya dan pergi, seperti kurang puas akan sesuatunya.

  Kesunyian kembali melanda Toko Buku Antik Biblia. Kupalingkan kepalaku ke arah Shinokawa. Dia hanya melihat buku laporan yang berada di pangkuannya tanpa bergerak sedikitpun. Sepertinya dia sedang berpikir serius tentang sesuatu. Aku sendiri juga heran dengan dirinya yang hanya terdiam seperti ini. Nao pergi ke Shida terlebih dahulu untuk meminta bantuan, tapi Shida tidak bisa melihat masalah ini dari sudut pandang yang sama dengan Nao. Akupun merasa aneh melihat Shinokawa tidak mengatakan apapun meskipun ini adalah diskusi tentang buku.

  “Apa ada sesuatu?”

  Dia lalu menegakkan kepalanya dan menggelengkannya.

  “Bu-Bukan begitu...Hanya saja...Well...Tunggu sebentar.”

  Kesunyian yang aneh melanda tempat ini.  Percakapan yang barusan masih teringat jelas di pikiranku.

  “Aku ingat tadi, kalau kau ingin mengatakan sesuatu sebelum Shida memotongmu. Memangnya ada apa?”

  Aku baru ingat tentang hal itu, sikapnya mulai aneh semenjak dia membaca buku laporan itu. Pasti ada sesuatu yang mengganggu pikirannya. Dia tampak sedikit ragu sebelum menjawabnya. Tidak lama kemudian, dia seperti sudah menemukan apa yang hendak dia katakan, dan membuka mulutnya.

  “Ada sesuatu yang sangat salah di buku laporan ini.”

  “Salah? Mengapa begitu?”

  “Tentang yang tertulis disini...”

  Dia lalu menambahkan kembali kata-katanya secara perlahan.


  “Orang yang menulis buku laporan ini sebenarnya tidak pernah membaca A Clockwork Orange.”





x Chapter I Part 2 | END x

Tidak ada komentar:

Posting Komentar