Rabu, 14 Desember 2016

[ TRANSLATE ] Oregairu Vol 4 Chapter 1 : Dan Begitulah Cara Hikigaya Hachiman Menghabiskan Liburan Musim Panasnya-2





  Memasuki akhir bulan Juli; suara nyanyian dari Burung Gereja mulai terdengar sangat keras.

  Apa mungkin ya, mereka bernyanyi lebih keras dari biasanya demi meringankan pekerjaan Komachi?

  Dengan pikiran seperti itu di kepalaku, aku memutuskan untuk pergi berbelanja. Aku berpikir untuk mencari buku-buku yang mungkin berguna sebagai referensi tugas penelitiannya. Newton atau Sains atau MU atau yang sejenis itu.

  Karena cuaca yang panas ini, aku bisa melihat aspal jalanan seperti mengeluarkan uap panas dari dalam tanah. Di sore hari seperti ini, suara-suara yang terdengar hanyalah cuitan Burung Gereja dan mobil-mobil yang kesana-kemari. Aku sendiri hanya melewati beberapa orang dalam perjalananku. Sepertinya, orang-orang yang bermukim di daerah sekitar sini lebih memilih untuk tinggal di rumahnya karena cuaca yang panas ini.

  Kampret, harusnya aku keluar agak sore-an. Ini pasti gara-gara aku lama tidak pernah keluar rumah, jadi aku lupa untuk memikirkan hal tersebut.

  Target utamaku di Liburan Musim Panas tahun ini adalah tidak keluar dari rumah, sedikitpun. Kalau dipikir-pikir: Liburan Musim Panas sengaja diperpanjang waktunya pasti kaerna cuaca yang panas ini. Situasi seperti ini memang tidak terelakkan. Ini buktinya: Di Hokkaido, musim dinginnya terasa sangat dingin, saking dinginnya sehingga musim panasnya terasa sejuk. Liburan Musim Panas disana benar-benar pendek sementara Liburan Musim Dingin diperpanjang. Dari situ bisa disimpulkan, kalau liburan bisa diperpanjang atau tidak tergantung dari situasi cuacanya.

  Ini ada hubungannya dengan tujuan adanya Liburan Musim Panas, yaitu untuk melindungi tubuh siswa dari efek negatif cuaca yang panas. Berdasarkan logika itu, pergi keluar rumah harusnya tidak diperbolehkan. Jadi, bukankah pergi keluar rumah di Liburan Musim Panas sama saja dengan mengatakan kalau orang itu memiliki kelainan mental?

  Sebagai siswa yang baik, dimana siswa tersebut akan selalu taat aturan dan memilih situasi yang menguntungkan proses pembelajaran di masa depan, maka aku harusnya menghabiskan waktuku dengan berdiam diri di rumah saja.

  Oh, tapi tolong jangan mengatakan kalau aku ini "berniat bertapa" di rumah atau sejenisnya. Meski faktanya, kau bebas menyebutku dengan apapun, termasuk sebutan itu. Aku sendiri sudah terbiasa difitnah dengan sebutan semacam itu sejak SMP.

  Meski begitu, aku pasti akan bersedia keluar rumah jika itu demi adikku yang manis. Aku bahkan rela menurutinya apa saja jika dia memaksaku.

  Ketika aku mulai dekat dengan area depan Stasiun, aku mulai melihat banyak orang disana. Aku lalu menunggu di halte bus, dan setelah 10 menit hampir tertidur, aku terbangun oleh tibanya bus jurusan Kaihin-Makuhari. Sebenarnya, kalau cuma belanja, aku tidak perlu repot-repot seperti ini, cukup di minimarket saja. Masalahnya, yang kubeli ini adalah buku, maka pusat perbelanjaan baru dimana memiliki toko buku yang besar jelas merupakan tempat belanja yang nyaman bagiku.

  Area sekitar Kaihin-Makuhari terasa lebih hidup dan ramai dari daerah lainnya ketika Liburan Musim Panas. Disana, diadakan Summer Sonic Festival, juga ada parade kembang api ketika ada pertandingan baseball malam hari. Pusat-pusat olahraga disini juga besar, meski berada di dekat laut. Masalahnya, tidak peduli berapa banyak fasilitas mengagumkan yang ada disini, masalah sebenarnya hanya satu: keramaian.

  Ketika kau mulai masuk ke area dimana banyak sekali orang berkumpul dan suaranya sangat berisik, kau mulai mencoba untuk menghapus keberadaanmu disana. Ada sebuah teori yang disebut "penghapusan eksistensi".

  Begini, maksudku orang yang terperangkap dalam lautan manusia itu merasa terisolasi, malah lebih parah daripada sendirian. Pada dasarnya, sebutan penyendiri ke seseorang itu tidak ditentukan oleh seberapa banyak orang-orang yang ada di sekitarnya     ada hal yang disebut sebagai idealisme. Tidak peduli seberapa dekatnya dirimu dengan orang lain, kau tidak akan pernah merasa terpuaskan jika kau tidak bisa menemukan orang yang bisa memahami dirimu.

  Banyak sekali orang yang berjalan bersama teman atau keluarga mereka     atau bisa juga dengan pacar mereka      terasa sengaja melambatkan langkah kaki mereka. Apakah karena mereka tidak ingin membuat pasangan mereka terburu-buru? Mungkin mereka terlalu asyik dengan obrolan mereka sehingga mereka tidak begitu peduli dengan langkah kaki mereka? Ataukah mungkin mereka hanya ingin memperlama kebersamaan mereka, meski itu hanya menambah sedikit kebersamaan mereka?

  Kampret! Jangan terlalu banyak mengambil ruang di trotoar! Terkutuk kalian bertiga yang jalan bersama-sama seperti tanpa dosa! Apakah mereka orang-orang yang sejenis itu? Memperagakan strategi pertahanan "tiga bek sejajar"? Mereka memang berhasil menciptakan posisi bertahan yang solid dengan taktik itu.

  Akhirnya, aku bisa melewati trio itu, menggunakan agility dari fantatista. Setelah itu, ada empat gadis berseragam SMA menghadangku dengan sistem pertahanan gerendel. Tapi karena mereka selengehan dan hanya bermain-main dengan HPnya sambil mengobrol, akhirnya ada celah terlihat. Akupun bisa menyalip mereka tanpa kesulitan yang berarti.

  Haruskah kuberitahu apa yang kurang dari kalian? Dengar ya! Niat, elegan, disiplin, keindahan, pemahaman, dan harga diri!

  Dan yang terpenting dari itu semua    

  KALIAN LAMBAT SEKALI!

  Dan dengan ditemani omong kosong tersebut di kepalaku, aku akhirnya menyalip mereka semua, dan bisa berjalan dengan cepat tanpa dipengaruhi siapapun. Dengan kekuatan imajinasi, seorang penyendiri yang diperkuat dengan situasi tanpa teman ataupun pacar, bisa membuat dunia ini menjadi taman bermain yang menyenangkan baginya. Seorang pria yang sedang berjalan sendirian pasti memikirkan hal-hal yang semacam itu. Jujur ya, ini benar-benar sangat menyenangkan.

  Ketika aku mulai disibukkan oleh latihan imajinasi sementara aku sendiri terjebak dalam dunia yang carut-marut ini, aku mulai masuk ke area perbelanjaan, Plena Makuhari, dimana terdapat deretan toko-toko dengan produk-produk yang berbeda.

  Tiba-tiba, muncul sosok orang yang memakai pakaian olahraga berwarna hijau. Sepertinya, aku pernah melihat pakaian tersebut. Itu adalah seragam yang biasa kupakai di pelajaran olahraga.

  Itu artinya, dia adalah siswa satu sekolah denganku, huh? Sebaiknya aku memastikan diriku agar tidak dilihat olehnya...Ketika aku mencoba menghindarinya, tepat ketika aku mulai memalingkan pandanganku, secara tidak sengaja aku melihat orang tersebut secara keseluruhan.

  Kalau mencari kata-kata yang tepat untuk adegan ini, mungkin paling tepat jika disebut takdir.

  Dia berambut pendek, berwarna perak, dan kakinya yang putih itu diterangi oleh cerahnya matahari sore. Ketika dia sedang membetulkan sarung raket di punggungnya, dia lalu mengembuskan napasnya yang berwarna putih dan hilang ditiup angin.

  Dia adalah Totsuka Saika. Dia tidak melihat keberadaanku, malahan hanya melihat ke bahunya seperti mencoba melihat sesuatu di belakangnya. Whoa, apakah dia ini semacam keindahan yang sulit untuk diungkapkan dengan kata-kata?

  Memang, bahkan aku sempat menganggap kalau adegan ini adalah semacam ilusi yang diciptakan oleh udara panas aspal.

  Seketika, keramaian yang kampret ini tiba-tiba hilang entah kemana. Seperti hanya terdapat Totsuka dan diriku di dunia ini. Seperti hanyut dalam emosi, aku hanya bisa membuka mulutku begitu saja.

  Aku malah merasa yakin kalau takdir akan selalu mempertemukanku dengannya, tidak peduli dia ada dimana. Itulah yang kuyakini saat ini.

  "Totsukuuuuuh   "suaraku hilang entah kemana.

  Tiba-tiba, terdengar suara orang bisik-bisik di sekitarku. Beberapa keluarga yang ada di sekitarku menatapku dengan aneh dan mempercepat langkah mereka.

  Akupun hanya menatap Totsuka dari kejauhan. Itu karena aku melihat ada seseorang sedang berlari menuju Totsuka, sambil melambaikan tangan ke arahnya. Pria tersebut memakai seragam olahraga yang sama dengannya, dan ada sarung raket di punggungnya.

  Melihat kebersamaan mereka berdua, membuatku membatalkan keinginanku untuk memanggilnya. Yang keluar dari mulutku, hanyalah embusan napasku yang disertai senyum kecil dariku.

  Pria tersebut menepuk kedua tangannya di depan Totsuka, mungkin dia hendak meminta maaf karena terlambat datang. Merespon itu, Totsuka menggelengkan kepalanya. Meski dari kejauhan, aku bisa melihat senyumnya yang malu-malu tersebut.

  Keduanya lalu mengobrol sebentar dan pergi bersama-sama menuju sebuah toko. Setelah melihat kepergian mereka, aku melanjutkan kembali perjalananku menuju Plena Makuhari.

  Entah mengapa, aku bergerak secara otomatis, persis gaya jalan dari robot.

  ...Begitu ya. Jadi Totsuka ada kegiatan Klub.

  Masuk akal kalau dia juga punya teman satu Klub. Benar sekali. Ini adalah Liburan Musim Panas, jadi dia pasti punya aktivitas Klub juga. Apakah mampir sejenak di suatu tempat dalam perjalanan pulang ke rumah itu wajar? Pasti wajarlah. Aku terus mencari-cari alasan tentang fakta kalau dia punya teman bermain tenis dan dia juga tersenyum kepadanya.

  Kira-kira sejak kapan aku mulai berpikir kalau dia hanya tersenyum manis kepadaku? Waktu SD dan SMP, orang-orang yang mengajakku berbicara punya banyak sekali teman...Meski aku menganggap mereka temanku, mereka tidak akan menganggapku demikian, bahkan mereka yang kuanggap sebagai temanku yang paling dekat, kemungkinan besar aku bukanlah teman dekat mereka     hal tersebut selalu terjadi kepadaku.

  Kampret, ketakutanku itu malah membuat kakiku berubah menjadi jelly. Mungkin aku akan terasa enak jika kau tambah perasa jelly.

  Entah mengapa, akhirnya aku sampai ke eskalator, dimana aku seperti mau roboh saja jika tidak berpegangan di eskalator itu. Meski aku sendiri sudah kehilangan tenaga, eskalator secara otomatis membawaku ke lantai atas.

  Dalam perjalanan ke atas, aku melihat sosok yang familiar sedang berada di eskalator yang menuju ke bawah.

  Hanya ada satu orang yang cukup tolol untuk memakai mantel di tengah musim panas. Dan dalam situasi ini, aku sebaiknya pura-pura tidak mengenalnya.

  Ada dua orang yang sedang bersama Zaimokuza, yang biasa dia sebut sebagai sobat permainan arcade, dimana dia sedang mengobrol dengan mereka. Kurang lebih seperti ini percakapan mereka.





  "Arcana Chance." (Translate: Mau main game Arcana di tempat arcade?)

  "Affirmative." (Translate: Oke)

  "Chance." (Translate: Oke gue ikut)

  "Ace Chance." (Translate: Bagaimana kalau kita ke tempat arcade ACE?)

  "Sacrifice." (Translate: Ace jauh, jadi enggak lah)

  "Exhausted Admiral." (Translate: Gue capek, jadi ogah lah)

  "Trash." (Translate: Kalian ini benar-benar tidak berkomitmen)

  "Total Sacrifice." (Translate: Ya udahlah)

  "Sacrifice Chance." ( <-gue gak tahu mereka ngomong apaan)





  Akupun berhenti memperhatikan mereka. Sepertinya, mereka hanya mengobrol dengan bahasa yang mereka bertiga pahami saja. Aku tidak paham cara berbicara mereka yang hanya menggunakan beberapa kata kunci sebagai bahan obrolannya. Mereka itu terlalu mengandalkan bahasa-bahasa ambigu yang ada di Bahasa Jepang.

  Akan sangat tidak menyenangkan jika aku mengacaukan momen menyenangkan mereka, dan tentunya akan sangat tidak menyenangkan jika orang-orang di sekitarku menganggapku sebagai teman mereka, jadi kuputuskan untuk tidak mengenali Zaimokuza. Tapi tepat ketika kita saling berpapasan, tatapan Zaimokuza yang tajam tampak menyadari kehadiranku, dan kamipun menatap satu sama lain.

  "Oh?"

  "...Haaaaah."

  Ketika dia hendak mengatakan sesuatu, aku menghabiskan waktuku dengan memalingkan pandanganku ke arah lain dan menguap ke arah atas. Itu seperti hendak mengatakan, "Aku menguap, jadi aku tidak memperhatikanmu". Teknik untuk menghindari interaksi semacam ini adalah keahlianku.

  Tentunya, eskalator tidak akan berhenti demi siapapun. Tidak lama kemudian, jarak antara diriku dan Zaimokuza mulai menjauh, dan dengan cepat adegan tesebut berakhir.

  Eskalator membawaku ke lantai tiga, dan bersamaan dengan keramaian pelanggan toko, akupun masuk ke dalam toko buku. Bahkan tanpa melihat-lihat dulu, aku tahu bagaimana penyusunan rak buku pada umumnya. Bagian manga ada di sebelah kanan pintu masuk dan light novel di sisi satunya.

  Area setelah lorong rak buku ini adalah area light novel, dan rak di belakangnya lagi adalah bagian literatur. Heh, sempurna sekali.

  ...Sekarang, dimana tempat buku tentang sains?

  Karena aku sendiri biasanya tidak membaca buku-buku yang semacam itu, aku tidak tahu lokasinya dimana. Well, kurasa orang hanya bisa melihat apa yang mereka anggap menarik saja, jadi mereka tidak sadar tentang hal lain yang ada di tempat ini. Mustahil aku bertanya ke karyawan toko, jadi kuputuskan untuk melihat-lihat sekeliling dahulu. Tahulah, bukannya aku tidak berani untuk tanya ke mbak Karyawan itu atau bagaimana; aku hanya tidak ingin mengganggunya hanya untuk hal yang sederhana.

  Karena tokonya tidak begitu besar, sepertinya tidak memakan waktu lama untuk berjalan dari sudut satu ke sudut lainnya.

  "..."

  Ketika aku sedang melihat-lihat, aku merasa seseorang sedang mengamatiku. Apa aku sedang berada di dalam drama detektif G-Men dengan episode tukang kutil toko?

  Aku tidak melakukan sesuatu yang salah! Buku porno ini sebenarnya bukan untuk kepentingan pribadi! Ini demi tugas proyek liburan musim panas! Aku tidak menyukai hal-hal mesum! Ketika aku mencari asal tatapan itu dan menyiapkan alibiku, kedua mataku bertemu dengan seseorang yang tidak kuduga-duga.

  Dia memakai cardigan yang menyelimuti bahunya, dengan legging dibalik roknya, mungkin untuk melindungi dirinya dari sinar panas matahari. Dia tampak terlihat lebih ramah daripada tampilannya di sekolah, tapi aksesoris kecil seperti arloji dan tas yang dibawanya membuatnya tampak elegan, memberinya kesan rapi dan bersih.

  Dia adalah Yukinoshita Yukino. Dia adalah Ketua Klub Relawan, dimana aku sendiri menjadi anggota di Klub tersebut. Dia memang tinggal di dekat sini, kalau tidak salah sih. Jadi, gadis ini ternyata juga jalan-jalan di toko buku, huh?

  "..."

  "..."

  Kami saling menatap satu sama lain selama dua detik tanpa mengatakan apapun. Kurasa ini sudah lebih dari cukup untuk mengidentifikasi seseorang.

  Secara diam-diam, Yukinoshita mengembalikan buku yang dipegangnya ke rak dan bergegas meninggalkan toko.

  Kampret.

  Dia benar-benar tidak menganggapku. Ya ampun, ini kupikir bukan level tidak dianggap lagi     tapi ini adalah penghinaan. Ini lebih hina dari pernyataan Jepang menyerah ke Sekutu. Jadi yang baru saja terjadi barusan itu adalah sebuah awal dari sejarah.

  Meski dia menatapku langsung dan jarak diantara kita berdua kurang lebih hanya satu meter, dia tidak menganggapku ada. Setiap kali aku tidak dipedulikan oleh teman sekelasku, cara mereka tidak mempedulikanku benar-benar manis. Belum lagi diriku sendiri juga menganggap diriku tidak ada. Wow, ini benar-benar terdengar kasar.

  ...Ngomong-ngomong, itu adalah karakter dari Yukinoshita. Ya kurang lebih seperti itulah dirinya.

  Sambil memasang senyum yang kecut, aku mulai mengelilingi rak buku yang baru saja Yukinoshita kelilingi tadi. Ketika kuamati, sepertinya ini rak buku untuk menjual semacam album foto.

  Jadi gadis ini ternyata "girly" juga, melihat-lihat album foto dari aktor atau idolanya.

  Ketika kuamati baik-baik rak tersebut, ada satu album yang tampak seperti baru saja dikembalikan dengan terburu-buru, itu adalah album foto dari kucing-kucing.

  Ya ampun, pelihara kucing sendiri saja!






x Chapter I Part 2 | END x





  Keinginan Hachiman tentang seseorang yang benar-benar memahaminya itu sebenarnya dasar dari request genuinenya kelak di masa depan.

...

  Monolog Hachiman tentang orang yang berjalan lambat dan tentang hanya sedikit memperlama kebersamaan mereka, sebenarnya itulah yang akan Hachiman lakukan di vol 5 chapter 6. Hachiman yang tahu kalau hubungan Yui-Yukino dipertaruhkan ketika Yui mendapatkan penolakan oleh Hachiman, memutuskan untuk menggantungnya sehingga mereka bisa terpisah secara alami (lulus SMA) dan tidak menjadikan hubungan mereka sandera persahabatan orang lain.

...

  Dua orang teman Zaimokuza yang bersamanya itu kemungkinan Sagami dan Hatano, bisa baca kembali vol 3 chapter 5.

...

  Hachiman bohong ketika dalam monolognya mengatakan tidak menyukai hal-hal mesum, termasuk buku porno. Hachiman menyimpan buku porno di laci meja belajarnya.

...

  Sebenarnya, Yukino tidak menganggap Hachiman disana karena dia tidak ingin Hachiman tahu kalau dia datang ke toko buku hanya untuk melihat-lihat album foto kucing.

...

  Pembaca sadar atau tidak, Watari memberikan clue tentang tiga orang yang berjalan itu adalah mereka bertiga di Klub Relawan. Empat orang yang bermain HP (Miura), selengehan (Tobe), alias tentang grup Hayama dan Miura ( Miura, Ebina, Hayama, Tobe).

...

  Cerita tentang Hachiman yang menganggap punya banyak teman ketika SD dan SMP, membuktikan kalau Hachiman tidaklah penyendiri, dan insiden Kaori di kelas 3 SMP mengubah semuanya.

  

  

1 komentar: