Rabu, 07 Desember 2016

[ TRANSLATE ] Biblia Vol 2 Chapter 3 : Ashizuka Fujio. UTOPIA - Perang Dunia Terakhir. Tsuruya Printing -5







  Suzaki lalu berhenti berbicara untuk mengatur napasnya kembali. Shioriko sendiri, duduk dengan tegap tanpa bergerak sedikitpun. Sedang buku Perang Dunia Terakhir berada dalam pangkuannya, tanpa diselimuti sampul vinyl-nya.

  "...Aku setuju dengan apa yang kau katakan barusan, kalau Ibumu pasti punya alasan lain untuk mengirimkan buku-buku itu kembali. Kupikir dia menyadari sesuatu yang aneh ketika Ayahku keluar begitu saja dari Tokonya. Dia pasti datang ke rumahku untuk mengkonfirmasi sesuatu. Dia tampak seperti seorang pekerja keras dan memiliki intuisi yang tajam...Persis seperti dirimu."

  Bahu Shioriko tampak bergetar ketika mendengarnya. Secara perlahan, dia melihat ke arah Suzaki seperti baru saja terbangun dari mimpi. Aku tidak tahu apa yang dia pikirkan saat ini.

  "...Apa Ibuku membaca manga ini?"

  "Ya...Aku membiarkannya membaca manga ini, katanya dia ingin menggunakannya sebagai referensi saja. Dia membaca manga ini dengan tatapan serius. Saking seriusnya, sehingga dia tidak sadar kalau dia sedang bersiul dan tenggelam dalam bacaannya. Meski itu agak terlihat tidak pantas dan siulannya sendiri terdengar tidak begitu bagus, tapi dirinya tetap mempesona di mataku."

  Aku berusaha menahan tawaku. Sepertinya, kebiasaannya bersiul itu adalah sesuatu yang dia warisi dari Ibunya. Karena Shioriko tampaknya tidak menyadari kalau dia juga memiliki kebiasaan yang sama, dia tampak tidak menaruh perhatian akan hal itu.

  Semakin lama aku mendengar penjelasannya, semakin aku merasakan kalau banyak sekali kesamaan antara Shioriko dan ibunya. Dia bukanlah seorang anti-sosial, tapi seperti putrinya, dia adalah seorang kutu buku yang sangat berdedikasi akan pekerjaannya dan memiliki banyak sekali pengetahuan tentang buku-buku. Hubungan keduanya harusnya baik sekali     mungkin alasan Shioriko berusaha menghindari topik tentang Ibunya karena itu mengingatkannya tentang banyak sekali momen berat yang dia lalui untuk menghadapi kenyataan kalau Ibunya menghilang.

  "Setelah Ayahku kembali ke rumah, dia tampak sangat terkejut melihat seseorang dari Toko Biblia ada di rumah kami. Ibumu mengatakan kalau dia datang kesini untuk mengembalikan buku-buku Ayahku yang tertinggal, juga karena dia tidak tahu banyak tentang Perang Dunia Terakhir, dia meminta Ayahku untuk membagi ilmunya. Dia lalu menaruh kedua tangannya di lantai dan menundukkan kepalanya ketika mengatakan request itu."

  "Karena waktu itu belum ada internet, satu-satunya cara kita mendapatkan informasi tentang buku-buku tua kalau tidak ke Toko Buku Antik ya bertanya ke orang yang tahu. Karena Ayahku sendiri sangat berpengalaman dalam karya-karya tua Fujiko Fujio, jadi dia menganggapnya sebagai orang yang tepat untuk menanyakan itu."

  "Setelah itu, mereka berdua mulai membicarakan banyak hal disini. Lalu aku diminta Ayahku untuk meninggalkan mereka berdua, katanya ini bukanlah pembicaraan untuk anak kecil..."

  Suzaki tampak kecewa ketika mengatakannya.

  "Mungkin Ayahku merasa tersentuh oleh antusiasme Ibumu...Tidak, dia pasti merasa tidak enak karena telah membeli UTOPIA dengan harga murah.  Tapi Ayahku sebenarnya banyak juga menjual koleksi-koleksi pertamanya ketika menjadi kolektor ke Biblia. Aku sendiri sangat jarang melihatnya menjual buku-buku koleksinya."

  "Bisakah anda memberitahu saya buku mana saja yang Ayah anda jual?"

  "Aku tidak bisa mengingatnya dengan jelas, tapi buku-buku yang dijual itu kurasa harganya lumayan-lah kalau dijual pada saat ini. Tapi aku pernah memeriksa koleksinya, kalau tidak salah ada beberapa majalah seperti Tiga Saudara dan Meriam Manusia dan Pulau Uran Yang Menakutkan telah hilang dari rak koleksi."

  "Apa Ayah anda punya banyak sekali koleksi majalah-majalah seperti itu?"

  "Ya...Dulunya Ayahku mengoleksi banyak sekali majalah. Lalu dia mengganti fokusnya ke koleksi manga."

  Suzaki lalu ebrdiri dan mengambil sebuah manga dari rak tersebut; Sebuah manga dengan judul Senbe.

  "Manga-manga yang disini sudah bercampur dengan koleksi pribadiku. Aku tidak keberatan kalau Biblia membeli buku-buku yang ada di rak ini, tapi karena Perang Dunia Terakhir ini adalah kenang-kenangan dari Ayahku, aku akan membuat pengecualian untuk manga itu. Selain Perang Dunia Terakhir, kalian boleh menawarkan harga kalian kepadaku."

  "Oh."

  Akhirnya, ekspresi Shioriko berubah. Suzaki sendiri tampak tersenyum malu-malu.

  "Itu sebagai permintaan maaf karena membuatmu datang ke sini untuk mengembalikan buku-buku itu, dan juga sebagai ucapan terimakasih telah menjual Perang Dunia Terakhir ke kami 30 tahun lalu. Ada beberapa manga yang harganya turun karena rilisnya anthology tentang karya-karya Fujiko F Fujio. Meski begitu, aku punya semua edisi perdana dari Fujiko Fujio Land dan bahkan Mushi Comics yang langka itu. Bagaimana?"

  Aku tidak tahu berapa harga-harga buku yang baru saja Suzaki katakan itu, tapi dari nada bicaranya saja membuatku menerka kalau tawarannya itu adalah tawaran yang sangat menguntungkan bagi Toko kami. Mungkin, orang yang sebenarnya ingin dia tawarkan tentang koleksi-koleksinya itu adalah Ibu Shioriko, cinta pertamanya. Karena dia tidak bisa melakukannya, akhirnya dia memutuskan untuk menjualnya ke putrinya yang juga memiliki kemampuan yang sama.

  Tapi, ini bukanlah sesuatu yang bisa aku putuskan, Shioriko-lah yang memutuskan. Ekspresinya seperti sedang memikirkan sesuatu.

  "...Shioriko."

  Dia seperti kembali ke dirinya yang lama setelah aku memanggilnya.

  "Y-Ya...Terima kasih banyak. Kami sangat tertarik untuk membeli itu. Kami ingin membawa buku-buku itu bersama kami dahulu ke Toko, dan kami akan memberitahumu setelah penilaiannya selesai. Apa tidak masalah?"

  "Yeah, tidak masalah. Malahan...Bisakah kau sekalian membawa buku-buku yang tadi kubawa ke Toko untuk dinilai juga?"

  "Tentu saja."

  Tentu saja juga, akulah yang akan mengangkut buku-buku itu ke van. Kalau tidak salah, ada tali vinyl dan pisau di dashboard mobil. Ketika hendak berdiri untuk mengeluarkan buku-buku itu...

  "Terima kasih karena telah menunjukkan manga ini kepadaku hari ini...Aku benar-benar belajar banyak hari ini."

  Shioriko lalu mengembalikan Perang Dunia Terakhir ke Suzaki.

  "Apakah buku ini kondisinya kurang lebih sama ketika Ayah anda membeli buku ini untuk pertamakali."

  "Sepertinya begitu. Ayahku langsung menaruhnya ke sampul vinyl setelah tiba di rumah. Kalau kau tanya bagaimana kondisinya dibandingkan ketika 30 tahun lalu, kurasa jawabannya adalah kurang lebih sama dengan yang saat ini."

  "Begitu ya...Dan...Umm...Ketika Ayahmu membeli buku ini 30 tahun lalu...Darimana anda mendapatkan kardus yang digunakan untuk membawa buku-buku yang hendak dinilai waktu itu?"

  "Huh?"

  Suzaki melebarkan matanya ketika mendengarkan pertanyaan yang tidak terduga itu. Secara diam-diam, aku melihat ke wajah Shioriko. Wajahnya yang tanpa make-up itu, tampak lebih pucat dari biasanya."

  "Eh memangnya ada apa?...Aku sendiri tidak begitu ing...Eh tunggu dulu, kalau tidak salah aku mengambilnya dekat toilet. Disana ada beberapa kardus yang berisi buku-buku tidak penting, jadi kuambil salah satu kardus disana dan menambahkan beberapa buku-buku dari rak...Memangnya ada sesuatu dengan itu?"

  "Ah...Tidak, sebenarnya tidak ada. Hanya rasa penasaran saya saja."

  Shioriko menjawabnya dengan nada ambigu. Sepertinya, dia tidak tertarik untuk menjelaskan lebih jauh.

  "Apakah Ayah anda, mengatakan sesuatu tentang Ibu saya?"

  Suzaki lalu melihat ke arah atas, seperti mencari-cari sesuatu dari kepalanya. Cahaya matahari yang terbenam mulai menyinari ruangan ini lewat jendela bergaya barat ini. Sepertinya tidak lama lagi kita harus menyalakan lampu di ruangan ini jika tidak ingin diselimuti oleh kegelapan.

  "Kurasa tidak ada yang khusus...Seperti kataku, Ayahku jarang sekali berbicara. Ah, tapi ada satu momen waktu itu. Dia pernah mengatakan sesuatu yang aneh ketika sedang mabuk-mabukan. Kalau tidak salah, dia mengatakan sesuatu tentang buku-buku di Biblia sebagai Third Party."

  Tangan Shioriko lalu menggenggam tongkatnya dengan erat.

  "Apakah mungkin, yang dikatakan Ayah anda adalah...Bona-fide Third Party?"

  "Ah, benar, seperti itu. Memangnya apa artinya?"

  Shioriko hanya tersenyum kecil menanggapi pertanyaan Suzaki tersebut.




x x x






  Hari sudah beranjak gelap ketika kita selesai membungkus buku-buku tersebut ke van dan kami-pun meninggalkan apartemen Suzaki. Mobil-mobil yang berpapasan dengan kami mulai menyalakan lampu malam mereka.

  Niat awal kesini yang hanya untuk mengembalikan buku, ternyata memakan waktu yang jauh lebih lama dari yang diperkirakan.

  "Apa kau akan langsung menilainya setelah kita kembali ke Toko?"

  "Ya...Kupikir kita harus menyelesaikan ini hari ini juga."

  Meski Suzaki mengatakan kalau menilai harganya bisa dilakukan besok saja, tampaknya Shioriko tidak memiliki niatan untuk melakukannya besok.

  Mungkin saja, dia memang mewarisi dedikasi kerja dari orangtuanya. Aku memikirkan banyak hal tentang Ibunya ketika mengemudikan van ini. Kalau menurut apa yang kami dengar dari Suzaki, Ibunya pasti bukan orang biasa. Mungkin tepatnya, dia mirip Shioriko. Disebut bonafide tampaknya bukan sesuatu yang buruk, jadi kurasa Ibunya bukan tipe orang yang memaksakan kehendak ke orang lain. Ketika mobil berhenti di lampu lalu lintas, aku menatap ke arah kursi penumpang. Shioriko memegang sebuah kertas kecil di pangkuannya. Meski penerangan  di dalam mobil terlihat samar-samar, aku masih bisa melihat dengan jelas ada tulisan 2000Yen disana.

  Itu adalah label harga dari Perang Dunia Terakhir.

  "Kenapa kau bisa memiliki label harga manga itu?"

  "Aku memintanya kepada Suzaki."

  Dia menatap label harga itu dengan tatapan yang tajam. Tidak butuh waktu lama bagiku untuk menyadari kalau dirinya sedang marah.

  "Aku tidak bisa membiarkan ini...Aku tidak percaya kalau label harga semacam ini ditempelkan ke manga tersebut."

  Dia menutup kata-katanya dengan getaran yang hebat. Dia mungkin sedang mempertanyakan 'Mengapa Perang Dunia Terakhir bisa dihargai 2000Yen'.

  "Tapi itu adalah kejadian di masa lalu, benar tidak? Anggap saja itu sebuah kesalahan..."

  "Aku tidak sedang membicarakan harganya. Ini tidak ada hubungannya dengan itu."

  "...Lalu tentang apa?"

  "Jangan memaksaku untuk membicarakan Ibuku!"

  Kata-katanya barusan menggema di ruangan mobil. Dia tampaknya sangat terkejut mendengar suaranya yang seperti itu daripada diriku sendiri. Dia lalu mulai menenangkan dirinya seperti baru saja mengeluarkan seluruh tenaganya.

  "Maaf...Kupikir akan menjadi hal yang tidak menyenangkan bagimu jika aku memberitahumu. Aku sendiri tidak suka membahas hal-hal tentang Ibuku."

  Lampu lalu-lintas berubah menjadi hijau dan akupun menekan pedal gas mobil ini. Ketika kami melewati Kebun Pertanian Ofuna, sebuah siaran dari pengeras suara terdengar dan menandakan kalau jam kunjungan telah selesai.

  "Kau tidak perlu membicarakan itu jika kau tidak mau."

  Akupun melanjutkan.

  "Tapi dengan mengatakan kalau kau tidak mau mengingatnya, itu artinya dirimu sendiri tidak bisa melupakan itu, benar tidak?...Kalau kau ingin membicarakannya, maka aku akan selalu ada disini untuk mendengarkannya."

  "Mengapa?"

  Dia lalu menatap ke arahku. Ditanya secara langsung seperti itu benar-benar membuatku bingung.

  "Bagaimana ya...Itu karena, aku ingin mengenalmu lebih jauh."

  Aku mengatakan sesuatu yang levelnya lebih tinggi dari sekedar menembak lawan jenis, meski begitu, aku sendiri tidak merasa malu. Aku terus mengemudikan van ini tanpa melihat ke wajahnya dan akupun mendengarkan sebuah bisikan kecil di telingaku.

  "Tolong bawa aku ke suatu tempat dimana tidak banyak orang disana."

  "Eh?"

  "Aku ingin berbicara empat mata denganmu di tempat yang tenang."

  Jika orang lain yang mengatakannya, mungkin aku akan mendefinisikannya dengan hal-hal yang bermacam-macam. Tapi jika itu Shioriko, itu artinya persis seperti apa yang dia katakan.

  "Kalau di dekat laut tidak apa-apa?"

  "Ya."

  Aku berbelok di perempatan jalan layang dan menuju ke arah barat daya di sepanjang pinggir Sungai Kashio. Kalau terus di jalan ini, maka kita akan keluar di jalan raya yang berada di tepi pantai. Biasanya, di musim seperti ini, jalanan tersebut sangatlah sepi.

  "Ngomong-ngomong, aku penasaran akan sesuatu."

  Karena aku merasa tidak nyaman jika kesunyian ini terus menguasai suasana mobil, maka aku mengatakan sesuatu.

  "Jadi lanjutan cerita dari Perang Dunia Terakhir seperti apa? Aku hanya mendengarnya hingga di bagian si protagonis kehilangan ingatannya, dan akhirnya terjebak dalam sebuah konflik."

  "...Pemerintah menggunakan kekuatan robot-robot itu untuk menekan warga yang memberontak. Lalu para robot itu seperti memiliki kecerdasan sendiri dan pada akhirnya itu berubah menjadi Robot melawan Manusia."

  Dia menceritakan itu dengan pelan, seperti sedang merenungkan sesuatu.

  "Manusia bersatu untuk melawan mereka, tapi melawan robot-robot yang canggih itu hanya akan membawa mereka menuju kehancuran. Si protagonis mendapatkan ingatannya kembali ketika sedang sekarat, dan dia lari menuju tempat perlindungan untuk menemui Ayahnya yang sedang dalam kondisi tertidur di saat-saat terakhirnya."

  "Tema utama dalam cerita ini adalah manusia yang melawan robot...Tapi bagiku, kupikir ini adalah sebuah cerita tentang perjuangan seorang anak yang berusaha bertahan hidup tanpa orangtuanya."

  Aku teringat akan Suzaki. Baginya, yang kehilangan Ayahnya, Perang Dunia Terakhir memang memiliki arti yang dalam, seperti membuatnya bertambah parah saja. Dia pasti teringat akan Ayahnya setiap kali membaca manga itu.

  "Masih memiliki orangtua yang ingin kau lihat untuk terakhirkalinya...Memang membuat iri."

  Setelah berhenti sejenak dengan kata-katanya, dia menggumamkan itu seperti mengatakan sesuatu tentang dirinya sendiri seraya menatap ke arah luar jendela.








x Chapter III Part 5 | END x



  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar