Minggu, 02 Oktober 2016

[ TRANSLATE ] Biblia Vol 2 Chapter 1 : Burgess, Anthony. A Clockwork Orange. Hayakawa Paperback NV -4

x x x







  Di akhir pekan, kami menutup toko tersebut, dan dua hari telah terlewati.

  Esok paginya, kami buka kembali, dan kami disibukkan oleh rutinitas kami. Mengesampingkan fakta kalau ini masih awal pekan, terjadi tiga pembelian besar-besaran yang dilakukan oleh para pelanggan, mereka pulang dengan membawa buku-buku yang memenuhi ruang di mobil mereka. Banyaknya pelanggan membuat kami sibuk sepanjang hari. Setelah kesibukan itu mulai mereda, tanpa sadar ternyata matahari sudah mulai tenggelam.

  Kosuga harusnya akan datang sebentar lagi.

  Aku memikirkan itu sambil menaruh buku-buku di rak buku yang sedang kosong.

  Aku sudah memberitahu Kosuga tentang permintaan Shinokawa melalui percakapan telepon kemarin.  Dia juga menanyaiku banyak sekali pertanyaan soal itu, tapi karena aku sendiri juga tidak paham tentang apa yang dia maksud, aku hanya menjawab “tidak tahu”. Setelah menggerutu dan komplain panjang lebar, dia akhirnya setuju untuk membawa itu ke toko.

  Seperti biasanya, Shinokawa hari ini sedang “bersembunyi” di balik tumpukan buku. Mungkin hanya sekedar imajinasiku saja, tapi tumpukan buku-buku yang berada di dekat meja kasir tampaknya terasa lebih tinggi dari biasanya. Setelah makan siang, Shinokawa yang kembali dari rumah terus melakukan kegiatan penilaian dan melayani pemesanan lewat internet.

  Sebuah siulan yang cukup aneh tiba-tiba terdengar di toko yang sunyi ini. Sepertinya, itu berasal dari Shinokawa.

  Dia mungkin sedang mengerjakan sesuatu yang menyenangkan dan tanpa sadar mulai bersiul. Kutaruh buku terakhir ini di rak buku dan kembali ke arah kasir. Aku sudah punya dugaan tentang apa yang dia kerjakan, tapi aku masih ingin memastikan itu dengan kedua mataku.

  Secara perlahan, aku mengintip dari balik tumpukan buku-buku itu dan melihatnya sedang duduk di depan komputer sambil membaca buku. Dia seperti sedang menghayati buku tersebut sehingga tidak menyadari kalau aku sedari tadi sedang melihat ke arahnya. Karena mengharap dirinya untuk sadar kalau aku kehabisan pekerjaan ternyata tidak efektif, aku mulai mengatakan sesuatu.

  “Umm...”

  “HAH!?”

  Dia melompat dan memalingkan tubuhnya, dengan ekspresi yang terkejut. Bibirnya yang setengah terbuka tampak mulai mengkerut dan dia tiba-tiba secara terburu-buru menutup bukunya. Dengan cepat, dia kembali duduk di kursinya. Buku yang sedang dia baca adalah karya dari ursula K. Le Guin, dengan judul “Sangat jauh dari siapapun” yang diterbitkan oleh Shueisha.

  “A-Aku sedang bekerja...”

  Dia mengatakan itu dengan nada yang tidak meyakinkan sama sekali.

  Dia harusnya tidak punya alasan untuk mencari-cari alasan yang hendak dia katakan ke pekerja paruh waktu sepertiku. Malahan, itu membuatku merasa bersalah.

  “Maaf, aku baru saja selesai menaruh kembali buku-buku yang di rak.”

  “Ah, baiklah. Kalau begitu, selanjutnya kau ambil buku-buku yang disana dan...”

  Tepat ketika Shinokawa memegangi kruk alumuniumnya untuk berdiri –

  “Aku kembali!”

  Seorang gadis SMA yang berisik tiba-tiba membuka pintu kaca dan masuk ke dalam toko. Dia memakai seragam yang sama dengan Kosuga Nao dan kulitnya agak sedikit gelap meskipun ini sudah masuk musim gugur. Rambutnya diikat dengan model ponytail.

  Dia mungkin terlihat seperti gadis dari negara beriklim tropis, tapi dia sebenarnya adalah adik si pemilik toko, Shinokawa Ayaka.

  Sangat langka melihatnya muncul di toko setelah jam pulang sekolah. Biasanya, dia langsung ke rumah lewat pintu belakang.

  “Aya, selamat datang.”

  Shinokawa tersenyum ke arah adiknya dan membuka tangannya yang tidak memegang kruk lebar-lebar. Kumiringkan kepalaku untuk membayangkan apa yang sebenarnya sedang terjadi, tiba-tiba Shinokawa Ayaka berlari  ke arahnya dan memeluk kakaknya.

  Dia sedikit lebih tinggi dari kakaknya.

  “Uwaah Onee-san!”

  Ayaka mengatakan itu sambil merengek-rengek dan menggosokkan pipinya di leher Shinokawa. Mereka berdua tampak tersenyum. Aku yang sedari tadi menontonnya, mulai merasa malu dengan pemandangan itu. Apa sih yang barusan itu?

  “Oke, saatnya untuk membuat makan malam.”

  Lima detik kemudian, Ayaka melepaskan pelukan ke kakaknya itu seperti tidak terjadi apapun.

  “Sampai jumpa ya, Goura.”

  Dia menyapaku sebentar sebelum pergi ke rumah.

  “Apa...Apa yang barusan itu?”

  Aku menanyakan itu ke Shinokawa ketika hanya ada kami berdua di toko. Kalau dipikir-pikir, aku memang jarang melihat Shinokawa bersaudara yang sedang bersama-sama. Apakah ini sesuatu yang selalu mereka lakukan?

  “Apa itu semacam sapaan...?”

  Shinokawa mengedipkan-ngedipkan matanya karena kebingungan.

  “Apa kalian saling menyapa seperti itu setiap harinya?”

  “Eh? Memangnya kau tidak melakukan hal yang serupa ketika di rumah?”

  Dia mengatakan itu seolah-olah itu adalah hal yang paling wajar di dunia ini. Apakah berpelukan ini sudah menjadi semacam budaya bagi masyarakat Jepang tanpa aku sadari?

  “Tidak, kami tidak melakukan itu di rumah.”

  Rumah keluarga Goura hanya berisikan aku dan ibuku. Kami berdua memiliki semacam hubungan yang tidak normal. Kalau kami berpelukan ketika aku masih muda, mungkin terasa masuk akal. Tapi, kalau kita melakukannya saat ini, mungkin akan terlihat seperti semacam pertandingan sumo bagi orang luar.

  “Begitu ya...”

  Suaranya terdengar melemah.

  “Adikku dan diriku sudah melakukan itu sejak lama...Karena orangtua kami sudah tidak ada lagi.”

  “Eh?”

  Pemilik toko yang sebelumnya, ayah dari Shinokawa bersaudara, meninggal tahun lalu. Dia pasti menyadari ekspresi wajahku yang mulai hendak meminta maaf karena dia tiba-tiba tersenyum dan mengklarifikasinya.

  “Ah, tentunya, dia memang sudah tidak ada disini lagi, tapi dia bukanlah tipe orang yang akrab dengan putri-putrinya.”

  Aku mulai merasa kurang nyaman. Mungkin seperti itu dengan ayahnya, tapi –

  “Bagaimana dengan ibumu?”

  Kalau dipikir-pikir, aku belum pernah mendengar cerita tentang ibu dari Shinokawa. Aku merasa kalau dia belum pernah menceritakan apapun tentang ibunya.

  “Sepuluh tahun lalu...”

  Dia tidak melanjutkan penjelasannya sehingga aku tidak tahu ada apa dengan ibunya. Mungkin dia tidak mau membahasnya. Kalau begitu, itu artinya ibunya sudah tidak ada lagi di dunia ini.

  “Maafkan aku. Bukan maksudku untuk membuatmu teringat akan hal itu.”

  Akupun mulai menutup topiknya.

  “Tidak apa-apa...”

  Aku kehilangan peluang untuk melanjutkan obrolannya dan kesunyian yang tidak wajar mulai terjadi.

  Di momen itu, kami mendengar suara yang berisik, suara langkah kaki yang gaduh terdengar mendekat.  Pintu yang menuju rumah terbuka, dan Shinokawa Ayaka muncul kembali. Sepertinya, dia sedang ditengah-tengah kegiatannya untuk berganti pakaian, karena kakinya hanya memakai sebelah kaos kaki.

  “Hampir lupa. Tolong terima ini. Ini dari Kosuga.”

  Dia mengatakan itu, sambil menyerahkan tas karton ke tanganku. Tasnya tidak disegel, tapi aku sendiri tidak akan heran jika di dalam tas ini ada semacam hadiah.

  Kumiringkan kepalaku.

  “Dari Kosuga?”

  “Kau kan kenal dia, itu tuh si Kosuga Nao, benar tidak? Dia ada keperluan mendadak hari ini sehingga memintaku untuk memberikan ini kepadamu.”

  “Bukan itu maksudku. Apa kau ini kenalannya Kosuga?”

  Aku pernah dengar dari Kosuga kalau dia tidak pernah berbicara dengan adik Shinokawa. Mereka seangkatan, tapi di kelas yang berbeda.

  “Aku kenal dia beberapa tahun lalu. Dia cukup keren, makanya dia menjadi gadis populer. Aku kenal dia waktu kita sama-sama di Kepanitiaan Festival Budaya. Ternyata kita berdua berasal dari SD yang sama, tapi berbeda ketika SMP.”

  “Oh, jadi begitu.”

  “Ah, begitu ya.”

  Itu artinya, mereka berdua dulunya tinggal di pemukiman yang berdekatan, sehingga tidak aneh kalau mereka sekolah di tempat yang sama. Meskipun kau jarang berbicara dengan orang itu, kau mungkin akan merasa kalau sering melihat orang itu, entah dimana.

  “Waktu kelas 1 SMA dulu, kita sekelas loh, keren kan!?”

  “Tidak, kalian berdua harusnya menyadari itu lebih cepat.”

  “Ngomong-ngomong, dia berpesan kalau kau harus memperlakukan ini dengan serius, atau dia akan menghajarmu hingga babak belur. Well, kurang lebih seperti itu.”

  Sambil tersenyum, setelah dia mengatakan pesan yang menjengkelkan itu, dia kembali lagi ke rumah. Harusnya, dia tidak perlu melakukan sesuatunya sambil berlarian seperti itu.

  “Boleh aku melihatnya?” tanya Shinokawa.

  Untunglah, akhirnya suasananya kembali normal. Aku berikan tas itu kepadanya dan dia mengambil isinya. Sebuah buku karya Anthony Burgess, A Clockwork Orange, terbitan Hayakawa Publishing.

  Jadi inilah edisi A Clockwork Orange yang diminta oleh Kosuga Yui kepada kakaknya. Ini adalah buku baru, dimana aku bisa mencium aroma kertas cetakan yang masih baru, dan ada tulisan [Edisi Lengkap] tertulis di sampulnya.

  “Seperti dugaanku, ada chapter terakhir di edisi buku yang ini,” kataku.

  Shinokawa lalu membuka halaman demi halaman tanpa mengatakan apapun. Kami bisa mengkonfirmasi edisi buku mana yang dimiliki oleh Kosuga Yui, tapi misterinya masih belum terpecahkan: Kenapa dia tidak menuliskan satu hal-pun tentang chapter terakhir buku ini di laporannya?

  “Sudah kuduga.”

  Aku mendengarkan kata-katanya yang pelan. Sambil membiarkan buku itu tetap terbuka, Shinokawa lalu berhenti membalik halaman tersebut.

  “Aku tampaknya punya dugaan tentang apa yang sedang terjadi.”

  “Eh?”

  Akupun meresponnya.

  “Apa kau tahu sesuatu?”

  Dia menunjuk ke sebuah kertas yang terlipat, berada diantara halaman buku itu dan terlihat seperti sebuah penanda buku.

  Di kertas tersebut ada text yang bertuliskan “Kartu Request Buku-Buku Hayakawa”, lalu disitu ada nama distributor dan toko yang menjualnya. Juga, judul buku tersebut tercetak di samping barcode. Dia memegang ujung kertas itu dan menunjukkannya kepadaku.

  “Kau tahu apa ini?”

  “Err...Sepertinya aku pernah melihatnya, tapi...”

  Yang aku tidak paham, mengapa dia menanyakan itu.

  “Slip kertas ini, adalah hal yang sangat penting dalam pencatatan stok buku.”

  Akupun mengangguk. Masalahnya, aku tidak paham apa hubungan ini dengan buku laporannya.

  “Bahkan bagi Toko Buku Bekas, slip ini pasti akan diperiksa secara detail. Kalau kau mendapatkan buku dengan penampilan yang masih baru dan ternyata masih ada slip seperti ini di dalamnya, kau harusnya mulai curiga. Biasanya, Toko Buku akan mengambil slip ini, jadi jika kau masih melihat slip ini di buku yang dimiliki oleh pelanggan, maka ada kemungkinan kalau buku tersebut adalah buku curian.”

  Akupun terkejut.

  “Ini artinya...Buku ini...”

  Tidak, aku yakin kalau Nao mengatakan kepadaku bahwa buku ini dibeli olehnya lewat Toko Buku Online. Tidak masuk akal rasanya kalau sebuah buku yang dipesan secara online adalah hasil tindakan kriminal.

  Ataukah, ada sebuah cerita lain tentang buku ini.

  “Umm. Sebenarnya tidak harus begitu. Tidak juga serta-merta kita anggap kalau ini adalah buku curian.”

  Imajinasi liarku tiba-tiba hilang entah kemana.

  “Belakangan ini, mulai banyak Toko Buku yang tidak menggunakan sistem slip semacam ini. Mereka memperoleh data-data yang mereka butuhkan hanya dengan scan barcodenya saja. Setidaknya, begitulah cara kerja Toko Buku Online yang terkenal di internet. Kalau seandainya kejadiannya memang begitu, maka wajar saja kalau buku yang dibelinya masih memiliki slip ini.”

  “Begitu ya.”

  Kalau memang begitu, maka normal rasanya jika mendapati slip tersebut ada di buku. Terlebih lagi, cerita itu diyakinkan oleh cerita Nao yang mengatakan kalau buku itu stoknya kosong di Toko Buku terdekat, jadi dia terpaksa membelinya secara online.

  Tapi, Shinokawa tampak masih memiliki sedikit keraguan di wajahnya.

  “Sebenarnya, ada satu hal lagi yang aku temukan...Sesuatu yang ingin kupastikan dengan meminjam buku ini...”

  Dia menyentuh slip itu dengan jari-jarinya yang pucat. Dia tampak kurang senang dengan kesimpulan yang dia miliki saat ini.


  “Bisakah kau meminta adik Nao untuk datang sendiri kesini? Jika bisa, aku ingin berbicara dengannya. Secara empat mata.”








x Chapter I Part 4 | END x

Tidak ada komentar:

Posting Komentar