x x x
Sambil
berusaha berakting se-natural mungkin, aku membuka mulutku secara perlahan.
Saatnya
untuk improvisasi.
Chigusa
meminum tehnya dengan santai, ini seperti mengatakan kalau dia menyerahkan
semuanya kepadaku. Well, karena aku tidak pernah melihat Chigusa terlibat
pembicaraan secara langsung, mungkin situasinya memang akan lebih lancar jika
aku yang menangani pembicaraan yang seperti itu. Chigusa, yang hobi salah paham
dan memberikan pertanyaan mengancam, merupakan orang yang berada diluar
jangkauan, tipe orang yang mustahil untuk bisa punya percakapan normal. Err,
ini bukannya aku mengatakan kalau pembicaraan normal merupakan keahlianku juga,
tahu tidak?
Begitulah, aku
memang pernah nongkrong dengan orang
tapi tidak pernah mengobrolkan sesuatu, malah aku hanya memendam kata-kataku
dalam hati saja. Biasanya hanya berupa omong kosong yang tidak pernah
kugunakan, tapi kusimpan itu rapat-rapat dalam hatiku.
Oleh karena
itu, selama aku diberi waktu yang cukup untuk mengingat kata-kata tersebut, aku
bisa mengucapkannya dengan sedikit berusaha. Masalahnya adalah bagaimana mengucapkannya
dengan lancar. Aku terlihat seperti idiot yang berkata dengan pelan dan
sedikit.
Agar aku
bisa pulang secepatnya, aku harus memberikan hasil yang bisa membuat Chigusa
senang. Sekarang, aku harus mencarikannya petunjuk lokasi kunci dan siapa yang
memilikinya di jam sepulang sekolah, tentunya itu termasuk siapa
pengguna paling sering ruang konseling itu.
Aku menatap
ke arah area di belakang Kuriu-sensei.
“Kakakku
bilang kalau HP-nya kemungkinan ketinggalan di ruang konseling, bolehkah saya
pergi ke dalam memeriksanya? Ataukah ruangannya sedang terkunci?”
“Si Ketua
OSIS sedang menggunakan ruangan itu sekarang, jadi pintunya sedang tidak
terkunci...Apa kau mau masuk ke dalam dan memeriksanya?”
Kuriu-sensei
menaruh cangkir tehnya dan seperti hendak berdiri.
“Oh tidak
usah, jika ada yang sedang memakainya, kami tunggu sampai selesai saja.”
Jika kita
masuk ke dalam, akhirnya aku juga yang bertugas untuk mengobrol sambil
pura-pura mencari di ruangan itu. Kalau kau tanya aku, itu bodoh sekali.
Bahkan, akan sangat nyaman sekali jika
kita tidak bisa masuk ke ruangan itu. Sekarang, waktunya untuk bertanya
hal paling berat dari tugasku.
“Jadi anda
yang diserahi kunci ruangan itu, sensei? Saya pikir dipegang Wakasek atau sejenisnya.”
“Secara
aturan sih begitu. Tapi aku diijinkan untuk menggunakannya sepulang sekolah.”
Kuriu-sensei
mengatakan itu seperti dia memberitahukan sebuah rahasia kecilnya kepadaku. Dia
juga terlihat tersenyum ke arah Chigusa. Dia seperti mengatakan kalau kami bisa
masuk kesana kapanpun.
Aku
sebenarnya tidak keberatan kalau orang bersikap ramah seperti itu. Aku tidak
tahu apakah ini ada hubungannya dengan pengaruh kakakku atau tidak, tapi aku
sudah menggambarkan sebuah kekejaman, kemalasan, dan paksaan dari wanita dalam
sebuah level yang buruk, jadi secara otomatis aku akan merasa curiga ketika ada
wanita berbicara, bersikap lembut, dan manis kepadaku. Kecurigaanku merupakan
hal yang wajar, sehingga aku merasa ada sesuatu yang salah dari Kuriu-sensei,
meskipun dia cantik sih.
Terima kasih
kepada rasa kesalahpahamanku, frase sepulang
sekolah entah mengapa terasa ganjil di pikiranku.
“Tapi diberi
tanggung jawab memegang kunci sepulang sekolah terdengar seperti tanggung jawab
yang besar. Jadi, mengapa anda, sensei?” tanyaku.
Kuriu-sensei
menaruh tangannya di samping pipinya dan membuka mulutnya. “Mungkin karena aku
sering menjadi orang yang pulang terakhir dari sekolah, seperti hari ini
misalnya. Aku juga harus berdialog dengan beberapa siswa secara terjadwal...”
“...Oh, jadi
ini adalah tempat pribadi anda ketika malam ya, sensei.” Setelah jeda agak
lama. “Ah, pasti sangat nyaman.”
Mulutku
mengatakan satu hal, tapi aku tidak tahu apa maksudnya dengan ‘nyaman’.
Maksudku, aku sendiri tidak tahu harus mengatakan apa untuk menghentikan
percakapanku.
Orang-orang
biasanya menggunakan setengah frase ketika mereka terjebak dalam sebuah
percakapan, ya? “Benar sekali” dan “Tampaknya begitu” adalah kata-kata yang
gampang dan mudah diingat. Ketika kau sudah menguasainya, kau selalu bisa
kembali tidak peduli yang dibicarakan orang itu macam tai kuda atau bagaimana! Benar
sekali, tampaknya begitu.
x x x
Tidak ada komentar:
Posting Komentar