x Chapter Special | Natal x
Natal.
Adalah
sebuah festival yang terjadi di seluruh penjuru kota dimana orang-orang akan terlihat berpasangan di setiap sudutnya, tidak lupa juga para muda-mudinya
akan berteriak “weeey, weeey”, sebuah event yang menakutkan. Bagi mereka yang
terasingkan oleh sosial sekitarnya, ini hanyalah salah satu dari sekian banyak
hal yang dibenci oleh mereka.
Tapi tunggu
dulu. Sebentar.
Bagi mereka
yang mengutuk Natal, harus mempertimbangkan hal berikut.
Di internet,
kau jangan mengacaukan situasi itu dengan postingan semacam “Bagi mereka yang
setuju kalau Natal harusnya jangan dirayakan, tolong retweet ini”. Itu hanya
menunjukkan kalau diri mereka adalah seorang pecundang.
Yang harus
kau kutuk harusnya bukan Natal, tapi mereka yang tiba-tiba berteriak “weey,
weey” selama setahun penuh. Warga yang berteriak-teriak seperti itu, dan bersama
dengan para pasangan mereka yang sedang mengumbar kemesraan itu, entah Natal atau tidak, terlihat sangat mengganggu sekali. Siswa-siswa idiot yang berteriak “weey, weey” bahkan
terlihat lebih mengganggu seperti yang sering terjadi di awal musim semi.
Bagi mereka
yang mengutuk Natal, harus mempertimbangkan hal berikut.
Kau harusnya
tidak perlu beralasan “Gue ini sebenarnya beragama Budha (lol)”. Itu hanyalah sebuah omong kosong dari seorang pecundang.
Alasan
utamanya karena kata Christ dari Christmas sendiri menyebut Wali Tuhan dan begitu pula dengan Budha. Lalu
kau sendiri menolak Christmas, tapi menyebut dirimu mempercayai Budha. Bukankah itu semacam tindakan arogan?
Jangan mengemis kepada Tuhan, biarkan hatimu
menghadapinya. Jangan meminta-minta kepadanya, tapi bersyukurlah. Lakukan itu,
maka kau mendapatkan apa yang kau inginkan.
Tapi bagi karyawan yang hidupnya hanya menjadi budak perusahaan, hidup ini serasa tidak memiliki satupun ampunan, bahkan pertanyaan apakah Tuhan
itu ada atau tidak, seperti sebuah pertanyaan dimana kau sendiri sudah tidak punya waktu luang lagi untuk memikirkan jawabannya.
Apakah kau ini berstatus single ataukah sedang memiliki pasangan, Natal tetap akan datang.
Dengan kata
lain, Natal adalah...
Adalah...Umm, dengan kata lain, ya seperti itulah, ini seperti itu,
yeah. Ngomong-ngomong, bagaimana aku mengatakan ini, kurasa ini cukup buruk...
Sampai detik
ini, aku sebenarnya belum pernah menikmati apa itu Natal yang sebenarnya, jadi aku sendiri tidak
tahu harus melakukan apa. Serius ini, gue
harus ngapain ketika Natal nanti...?
x x x
Sekolah
ketika liburan musim dingin tiba, terasa sepi sekali.
Matahari
yang mulai tenggelam adalah pemandangan yang bisa kulihat dari balik jendela.
Suara-suara orang yang sedang beraktivitas di Klub Olahraga bisa terdengar dari
luar.
Lapangan itu
disinari lampu dari gedung sekolah dan gymnasium, juga dibantu dari deretan
lampu jalan yang berada di sebelahnya. Dengan sepinya aktivitas dan pencahayaan
yang minim, kampus ini seperti sebuah gudang yang sepi. Angin dingin yang
bertiup dari laut seperti menggetarkan jendela-jendela di sekitarku.
Tapi, karena
adanya pemanas ruangan disini, ruangan ini terasa hangat.
“Haaa...Tehnya terasa enak sekali!”
Duduk
berseberangan denganku, Yuigahama mengeluarkan suara yang menandakan kelegaan
ketika dia menaruh mugnya di meja.
Diriku dan
Yukinoshita mengangguk kecil ke arah Yuigahama dan menaruh kedua tangan kami di
gelas teh masing-masing. Yeah, kita harusnya memanfaatkan dengan baik waktu
kita!
“Kita
bersyukur karena Event Natal tadi berjalan dengan baik...”
Yuigahama
menyandar ke kursi, seperti merasakan sensasi yang luar biasa karena selesai
menyelesaikan sebuah pekerjaan.
Yukinoshita
lalu tersenyum.
“Itu benar
sekali. Aku sebenarnya tidak yakin itu akan menjadi seperti apa, tapi tampaknya
kita bisa menyingkirkan kekhawatiran kita.”
“Kupikir
begitu. Kurasa sudah lama sekali kita tidak punya waktu bersantai...”
Sebenarnya,
beberapa hari ini kita seperti dikejar-kejar waktu karena Event Natal yang
mepet.
Festival
Budaya, Festival Olahraga, darmawisata, pemilihan Ketua OSIS, dan terakhir,
Event Kolaborasi Natal. Hari-hari untuk bersantai muncul dan tenggelam, muncul
lalu hilang lagi...Bukankah itu semacam lampion yang mengapung? Apa aku mati
atau semacamnya?
Ketika aku
memikirkan itu, aku meminum sisa tehku. Meskipun gelasnya kosong, tapi masih
terasa hangatnya.
Yukinoshita
lalu melihat ke arah mug Yuigahama. “Yuigahama-san, mau tambah tehnya?”
“Ah, terima
kasih!”
Yuigahama
mengatakan itu dengan gembira sambil menyerahkan mugnya.
“Hikigaya-kun, tolong berikan padaku gelas tehnya.”
“Hmm.”
Aku
memberikan gelasku tanpa komplain apapun, tapi setelah memikirkannya dengan
baik, aku merasa kata-katanya sedikit berbeda ketika memintaku tadi.
“...Uh, kenapa caramu mengatakan tadi terasa terdengar tidak adil? Kesenjangannya sangat jelas
terlihat sekali.” kataku.
Mengesampingkan
hal tersebut, Yukinoshita hanya menatap ke arah meja di sampingnya. Sambil menyiapkan
tehnya, dia lalu berkata.
“Juga,
disana ada kue yang tersisa, bisakah kalian berdua membantuku menghabiskannya?”
“Eh, malah komplainku tidak ditanggapi...Meski begitu, aku akan tetap memakan kuenya. Kurasa sangat
disayangkan kalau kue ini tidak dimakan karena kita tidak akan ke sekolah untuk
sementara waktu.”
Aku
mengambil kue atau apapun itu yang ada di kotak tersebut dan Yuigahama juga melihat
kotak tersebut.
“Aku akan
ambil dua deh!”
“Tentu,
silakan ambil saja.”
“Yey!
Kue-kue buatan Yukinon sangat enak sekali!”
Yukinoshita
tersenyum dan Yuigahama terlihat gembira bisa memakan kuenya. Tapi, dia
sepertinya menyadari sesuatu sehingga tiba-tiba berdiri dari kursinya.
“...Err, tunggu dulu, ini
salah!”
Suara dari
Yuigahama terdengar menggema di ruangan yang sunyi ini.
“Oh, ada apa
tiba-tiba berdiri seperti itu?”
“Kau bisa
menumpahkan tehmu.”
Tapi karena
Yukinoshita dan diriku sudah terbiasa dengan suaranya yang berisik, reaksi kami
seperti biasa-biasa saja. Tapi serius
ini, respon Yukinoshita seperti respon dari seorang Ibu atau semacamnya.
Tampak kurang senang
dengan reaksi kami, Yuigahama membuka kedua matanya dan melanjutkan.
“Kalian berdua
ini terlalu menggampangkan! Hari ini, bukankah kita harusnya membicarakan
tentang apa yang akan kita lakukan selanjutnya!?”
Seperti baru
saja mengingat hal itu, Yukinoshita memiringkan kepalanya.
“Ngomong-ngomong, bukankah kita pernah bahas itu, benar tidak...”
[note: pernah dibahas di vol 8 chapter 9.]
[note: pernah dibahas di vol 8 chapter 9.]
“Yeah, yeah!
Jadi, nanti malam kan malam Natal. Jadi, kita akan melakukan apa? Ini adalah
peluang yang langka, jadi ayo kita lakukan hal-hal yang gila!”
Setelah
mengatakan itu dengan puas, Yuigahama mengangguk sambil menggaruk-garuk
kepalanya.
Secara
spontan, aku menggaruk-garuk kepalaku.
“Meski kau
mengatakan ‘ayo kita melakukan sesuatu’, aku sudah ada rencana untuk
menghabiskan malam nanti di rumah.”
“Eeeh? Apa
itu normal? Bukankah Natal harusnya waktu dimana orang menjadi PAN dengan
perasaan semacam PAN-PAKA-PAN? Semacam itulah, benar tidak?”
Yukinoshita
lalu menaruh tangannya di dagu dan mulai berpikir.
“Aku pikir, menghabiskan Natal di rumah bukanlah hal yang aneh. Kalau di barat, menghabiskan waktu bersama keluargamu kurasa hal yang wajar.”
“Aku pikir, menghabiskan Natal di rumah bukanlah hal yang aneh. Kalau di barat, menghabiskan waktu bersama keluargamu kurasa hal yang wajar.”
“Tapi kita
kan di Jepang...”
Yuigahama
mengatakan ketidaksetujuannya.
“Tunggu,
tenang dulu Yuigahama. Leluhur bangsa Eropa-lah yang mengatakan konsep Natal
seperti itu. Jadi jawaban yang benar adalah kita harus menghabiskan Natal
bersama keluarga masing-masing. Inilah yang mereka sebut kalau Natal itu sudah
GLOBALIZED dan menjadi sebuah WORLD STANDARD.”
Aku
mengatakan argumenku, tapi reaksi Yuigahama terlihat berbeda.
“Bukan,
bukan, aku tidak tahu apa yang terjadi dengan WORLD ataupun STANDARD, tapi
apakah itu masalahnya? Coba kau lihat orang-orang diluar sana, semua orang menikmatinya meski tidak
ada yang tahu tentang apa Natal itu.”
“...Ada
benarnya, setelah diserap menjadi kebudayaan lokal, sekarang Natal menjadi
salah satu bagian dari budaya Jepang.”
Yukinoshita
mengatakan itu setelah mempertimbangkan sesuatu. Yukinoshita yang bisa
dipengaruhi seperti ini adalah momen yang langka. Tapi, sebenarnya ada yang lebih langka
lagi.
“Yuigahama
tampaknya baru saja mengeluarkan argumen yang benar-benar argumen setelah
sekian lama...”
“Fufuun.”
Yuigahama
menunjukkan senyum kemenangannya.
“Baiklah,
anggap saja yang Yuigahama katakan itu benar. Jadi aku ingin bertanya, apa cara yang benar untuk
menikmati Natal ala Jepang?”
Yuigahama
memiringkan kepalanya dan mengatakan “Hmm?”
“Eh, seperti
kataku tadi, sebagaimana orang Jepang pada umumnya menghabiskan Natal mereka...”
“Kalau aku
sendiri, normal berarti menghabiskan Natal di rumah. Aku tidak pernah merayakan Natal diluar
rumah. Lalu kalau begitu, memangnya agar aku terlihat seperti orang Jepang kebanyakan, aku harus melakukan apa? Apakah aku harus berteriak
‘weey, weey’? Ini bukan situasi dimana kita berada di depan stasiun yang berdekatan dengan sebuah Universitas di bulan April...”
Yukinoshita
tiba-tiba mengangguk. Dia tampaknya setuju dengan itu.
“Aku setuju,
stasiun dekat Universitas di bulan April suaranya sangat mengganggu.”
“Mereka
berteriak mengatakan ‘weey’...Terutama ketika Natal di kota, lalu mereka pasti
akan berteriak ‘weey, weey, yolo, yolo’! Ketika aku berpikir kalau nantinya
akan bertemu orang-orang seperti itu, itu saja sudah membuatku...”
Aku sudah
mulai putus asa kepada mereka yang mengganggu itu, entah itu akhir tahun ataupun
awal tahun.
Yuigahama
lalu melambai-lambaikan tangannya mengatakan tidak mungkin.
“Tidak,
tidak, mereka tidak mengatakan semacam ‘weey’ atau ‘yolo’.”
“Mereka benar-benar mengatakan itu. Mereka itu persis seperti Tobe.”
Aku mencoba
menegaskan itu sekali lagi.
Yuigahama
seperti kehilangan kata-katanya.
“Aah,
Tobecchi ya...Tapi itu kan Tobecchi, jadi mau bagaimana lagi...”
Tentunya kau
akan mencoba mempertahankan alibimu, meskipun aku tahu kau coba mengalihkan itu
dengan pura-pura tersenyum.
Yukinoshita,
yang mendengarkan sejak tadi, memiringkan kepalanya sambil mengatakan sesuatu
yang kejam.
“Tobe-kun
tidaklah penting untuk dibahas saat ini, tapi, umm...Apa sih arti dari ‘weey’
dan ‘yolo’?”
Ternyata
Tobe dianggap tidak penting oleh Yukinoshita, dan dia lebih tertarik kepada
‘weey’ dan ‘yolo’ daripada Tobe.
“Entahlah?...Mungkin itu dari serapan Bahasa Inggris?”
Yuigahama
mengatakan itu seperti tanpa ada rasa bersalah sedikitpun.
“Okelah.
Bagi Yuigahama, semua kata yang tidak dia pahami dia anggap sebagai bahasa
Inggris. Baiklah, mohon dimaklumi saja.”
“Caramu
mengatakan itu dengan sopan membuatku semakin sedih tahu!”
Yuigahama
mengatakan kalau dirinya tersinggung. Tapi tahu tidak, kau ini menggunakan
logika yang sama seperti mengatakan semua orang asing adalah orang Amerika.
Karena itulah kuanggap kau seperti anak kecil, mau bagaimana lagi?
Di lain
pihak, Yukinoshita tampaknya memaklumi Yuigahama dan memikirkan sesuatu.
“Jadi ‘weey’
dalam bahasa Inggris...mungkin plesetan dari kata ‘wait’, wait dalam Jepang
disebut matsu, apa begitu...”
“Kurasa
bukan begitu.”
Kupikir,
mereka itu tidak tahu Bahasa Inggris, malahan Bahasa Jepang mereka saja itu
diragukan. Tapi tampaknya, punya kosakata yang semacam itu tidak menghalangi
mereka dalam berkomunikasi. Bahkan, mereka sebenarnya bisa membuat sebuah
percakapan dengan bermodalkan kata “sial”, “bener banget”, “betul itu”, “benar
juga”, dan lain-lain yang mengindikasikan kemampuan komunikasi mereka cukup
tinggi. Mereka seperti merasa punya budaya yang lebih tinggi. Dan mereka akan
mengatakan “budaya kita ini sangat berbeda”.
Ketika aku
memikirkan itu, Yukinoshita melihat ke arahku.
“Hikigaya-kun, weey. Diamlah di rumah.”
“Oke, jadi
sekarang kata itu digunakan untuk memperlakukanku seperti anjing?”
Jangan
katakan kalau kau mulai menikmatinya.
“Meski kau tidak mengatakannya, aku sendiri memang sudah berencana tetap di rumah dalam jangka waktu
yang lama...”
Ketika aku
berusaha memberikan kode-kode agar kegiatan klub berakhir dan segera pulang,
Yuigahama tampaknya berusaha menahanku agar tetap disini.
“Tunggu,
tunggu! Tunggu dulu! Kita ini masih belum memutuskan apapun!”
“Yeah, tapi
begini...Kau mengatakan kalau Natal itu harusnya dirayakan dengan semua
orang, tapi kau sendiri tidak menjelaskan tentang caranya.”
Seperti
biasanya, aku tidak tahu harus bagaimana ketika pergi dan bertemu orang.
Maksudku begini, aku akan sangat menghargai jika seseorang membuat manual
caranya secara tertulis. Misalnya taruh di Daijisen. Aku rasa akan banyak
sekali orang yang akan berterima kasih karena diberitahu langkah-langkahnya.
[note: Daijisen adalah wikipedia populer Jepang.]
Kuakui
manual semacam itu memang tidak akan pernah ada, orang-orang mungkin belajar
dari orang lain yang mereka anggap berpengalaman dengan hal itu.
Yuigahama,
yang hidup dengan mengikuti arus tren di masyarakat, menganggukkan kepalanya.
“Melakukan
hal-hal gila...! Kurasa tidak cocok dengan Hikki. Ummm, ummm...”
“Ooh, dia ternyata sedang berpikir...Tampaknya kita bisa melihat Yuigahama yang sedang
beranjak dewasa!”
“Sebenarnya,
kalau dibalik, maka perkembangan dari Hikigaya-kun sendirilah yang tidak bisa
kita lihat...Kau sudah diputuskan akan ikut dalam rencana itu, jadi menyerah
saja mencari alasan agar bisa menganggur seharian.”
“Eh, tolong
sekali-kali kau itu bercermin, kau harusnya berkaca juga. Kau tidak bisa memintaku untuk ikut
jika terus menyindirku...”
“Oh,
tentunya aku tidak akan membiarkanmu memandangku rendah. Aku juga memastikan
diriku kalau aku juga berkembang.”
Yukinoshita
mengatakannya dengan tersenyum. Tapi setelahnya, senyumnya seperti kehilangan
semangat.
“...Yuigahama-san mungkin terlihat seperti itu, tapi dia orangnya sangat
keras kepala. Jadi berusaha mencegah rencananya adalah hal yang sia-sia.”
“Itu bukan
berkembang, tapi kalah total...”
Well, memang
Yukinoshita dan Yuigahama punya semacam hubungan yang kurang fair meskipun
hubungan itu bisa dikatakan tanda-tanda perkembangan.
Tiba-tiba
Yuigahama menaikkan tangannya.
“Ah, aku
tahu!”
“Tampaknya
kau punya sebuah ide. Coba katakan.”
Yuigahama
lalu membuka mulutnya dengan ekspresi yang ragu-ragu.
“Umm...Ki-kita bisa makan ayam goreng bersama-sama, atau semacam itu!”
“Kita ini sebenarnya bisa
makan ayam goreng kapan saja...”
“Kalau
logikanya seperti itu, maka restoran ayam goreng akan punya acara Natal setiap
hari. Lagipula, di rumah pasti sudah ada acara makan-makan ayam goreng.”
Yukinoshita
lalu menatapku sambil tersenyum.
“Di rumah?
Apa kau lupa menambahkan di rumah-KU?”
“Mau
bagaimana lagi, kalian menyebut-nyebut ayam goreng, ya otomatis aku ingat dengan
acara makan-makan ayam goreng di rumahku. Lagipula, aku memesan yang tanpa
tulang, jadi akan sangat mudah untuk dimakan. Ayahku dan diriku suka makan beberapa ekor.
Dibandingkan dengan rumah yang lain, rumah kami bisa dibilang nyaman. Tapi
ngomong-ngomong, memangnya ayam goreng masih lumrah kalau disebut ‘satu ekor
ayam goreng’?”
“Kalau yang
kau makan itu hidup-hidup, mungkin menyebut ‘ekor’ masih dimaklumi.”
“Jangan
membahas hal-hal semacam ‘hidup’! Hal-hal menjijikkan seperti itu dilarang untuk dibahas!
Mendengar tadi saja sudah membuatku merasa aneh jika nanti makan ayam goreng!”
“Nah, kalau
kau sudah merasa tidak enak lagi ketika makan ayam goreng, berarti kita tidak perlu mengadakan
pesta Natal. Maka tujuanmu bisa dianggap gugur!”
“Hikki, kau
ini hanya merusak suasananya!”
Yuigahama
mengatakan itu, tapi dia menambahkan.
“O-oke,
kalau ayam goreng kurang pas, kalau begitu...bagaimana kalau kita makan cake!”
“Cake,
ya...”
Aku mencoba
memikirkan soal cake. Jujur saja, ketika Event Natal tadi, kita membuat banyak
sekali cake, jadi aku sendiri ragu apakah aku akan memakan itu lagi. Lagipula,
entah ayam goreng ataupun cake, aku bisa memakan itu kapanpun aku mau. Syarat
“spesial Natal” tampaknya terlalu abu-abu bagi kedua makanan itu.
Hmmm.
Yuigahama
melihat ke arahku dan bertanya.
“Huh, kau
tampaknya sudah terlihat tidak tertarik...Hikki, apa kamu tidak suka makanan
manis?”
Tepat ketika
aku akan menjawabnya, seseorang menjawabkannya untukku.
“Tidak.
Bahkan, dia sangat menyukainya.”
“Yukinoshita, kenapa kau menjawab ‘bagianku’...? Ini adalah adegan
dimana diriku harusnya menjawabnya dengan keren atau semacamnya. Well, aku
memang suka makanan yang manis...”
Yukinoshita
lalu memutar-mutar rambut yang dibahunya dan melihat ke arahku.
“Itu
bukanlah sesuatu yang perlu dikonfirmasi. Kopi yang sangat manis bukanlah
sesuatu yang bisa diminum semua orang, kecuali kau berniat untuk sakit gigi.
Benar tidak?”
[note: Hachiman sering membawa MAX COFFEE ke klub.]
“Hah, kau
meremehkan MAX COFFEE! Mau sakit gigi atau tidak, aku pasti akan meminumnya.
Para petani di Chiba bahkan sering membelinya dalam kaleng besar. Untuk urusan
menghilangkan rasa lelah di tubuh, itu adalah yang paling optimal.”
Dalam
realita, para petani Chiba memang sering membeli MAX COFFEE dalam ukuran jumbo,
bahkan membelinya dalam beberapa paket besar sekaligus. Aku melihat itu secara
langsung ketika pelajaran ekstrakurikuler waktu SD sewaktu mengunjungi lahan pertanian di Chiba, jadi aku tidak ragu soal itu. Tapi kenapa aku merasa ada yang aneh dengan ide MAX COFFEE
dipakai untuk menghilangkan lelah? Jika konsumen MAX COFFEE di Chiba sangat
banyak, bukankah ini artinya warga Chiba kebanyakan adalah warga-warga yang
kelelahan?
Ketika aku
sedang memikirkan pencerahan tersebut, Yuigahama memiringkan kepalanya.
“Hikki, kau
tidak terlihat sering kelelahan...Kupikir kau malah cenderung untuk hemat
energi...atau bisa disebut ekonomis dalam urusan energi?”
“Ini
kuberitahu saja, hemat dan ekonomis dalam energi bukan berarti orang itu terlihat
santai...”
“Kalau kau
sadar akan hidupmu itu, maka mulai benahilah dari sekarang...Tapi, kalau dari
sudut pandang orang luar, matamu yang busuk itu memang memberikan kesan kau
lelah...Tapi anehnya kau sendiri masih sehat...Seperti biasanya, matamu memang
luar biasa.”
“Tidak,
bahkan faktanya, percakapan inilah yang membuatku lelah. Ayo kita pulang?”
“Eh, jangan dulu! Argh, apa saja boleh lah! Putuskan dulu kita mau melakukan apa! Apa saja, oke!”
“Kau memaksa
sekali...”
Jadi keras kepala semacam ini ya, yang
membuat Yukinoshita menyerah?
Lalu Yuigahama
mengatakan sesuatu sambil menunduk.
“Kalau kau memang sejak awal sudah berniat tidak ikut, ya sudah terserah kau saja. Aku juga tidak mau memaksamu...”
Yuigahama
lalu melirikku dengan matanya yang memelas.
“Er, tidak,
bukan begitu, tapi ketika mendengar kata Natal, terlalu banyak hal yang
terpikirkan di kepalaku atau semacam itu...”
Ketika dia
menunjukkan ekspresi semacam itu, membuat semua orang yang melihatnya menjadi
merasa bersalah. Ketika suasana terlihat buntu, Yukinoshita yang melihat kami
daritadi mengatakan sesuatu.
“Itu
bukanlah sesuatu yang harus kaupikirkan dengan serius. Kurasa Natal itu sudah
cukup jika dirayakan dengan sebuah pesta sederhana. Baiklah, aku akan menemani
Yuigahama-san.”
Wajah
Yuigahama tiba-tiba ceria mendengar itu dan dia memeluk Yukinoshita.
“Yukinon,
terima kasih! Itu benar sekali! Mungkin pesta yang sederhana-lah yang terbaik.
Iroha-chan dan yang lain mungkin sibuk dengan urusan OSIS. Lagipula, kita bisa jadikan
pesta tersebut momen untuk berterima kasih kepada Sai-chan dan Komachi-chan
yang telah membantu kita tadi.”
“Ya kalau
kau pikir pesta tersebut untuk menunjukkan rasa terimakasih kita kepada mereka,
kurasa itu sudah menjadi alasan yang cukup bagiku untuk ikut.”
Yukinoshita
mencoba melepaskan dirinya dari ‘sergapan’ Yuigahama. Aku yang dari tadi mendengarkan saran
mereka, berkata.
“...Begitu
ya, masuk akal...Tapi begini, kalau diadakan hari ini, maka aku tidak bisa.”
“Memangnya
ada apa?”
Yuigahama
menanyakan itu kepadaku.
Aku ini
sudah memesan paket pesta Natal di KFC dan disuruh untuk menjemputnya sebentar
lagi.
[note: Vol 9 chapter 5.]
[note: Vol 9 chapter 5.]
“Aku disuruh
membawa paket ayam goreng untuk keluargaku. Lagipula, hari ini aku disuruh untuk
memasak makan malam, dimana biasanya itu adalah sesuatu yang biasanya Komachi lakukan.”
Yuigahama
terkejut mendengarnya.
“Eh, kau
ternyata benar-benar serius untuk jadi suami rumahan...?”
“Cukup
langka sekali melihat Hikigaya-kun punya rencana.”
Aku
tersenyum mendengar kata-kata Yukinoshita. Kau benar sekali, Nona! Biasanya aku
tidak pernah punya rencana, tapi demi keluarga, sebenarnya demi Komachi, aku akan
melakukannya.
“Ya
begitulah, maaf saja. Jadi sederhananya, aku tidak bisa kalau acaranya hari ini.”
“Begitu
ya...Kalau memang punya kewajiban yang harus dikerjakan, kita tidak bisa memaksa,
kurasa begitu...”
Yuigahama
mengatakan itu sambil menundukkan kepalanya. Dia lalu tertawa kecil dan
terdiam.
Ini mungkin
hanyalah sebuah ide yang mendadak, tapi Yuigahama tampaknya sangat antusias dengan acara Natal ini. Dia sendiri punya banyak teman, jadi dia harusnya tidak akan kesepian meski acara ini
batal. Oleh karena itu, aku merasa sungkan ketika dia memasang ekspresi seperti
itu hanya karena orang semacam diriku.
Yukinoshita
tampak memiliki ekspresi yang bingung, mungkin dia juga merasakan hal yang sama
denganku. Lalu dia menatapku.
“Kalau hari
ini tidak bisa, kau tidak keberatan kalau besok?”
“...Well,
aku tidak ada rencana apapun untuk besok.”
Aku
menjawabnya sambil menggaruk-garuk kepalaku.
Seperti
menyadari maksudku, Yuigahama melihat ke arah Yukinoshita, lalu ke arahku, dan
dia menepuk kedua tangannya.
“Eh, eh, ah,
benar, begitu ya! Oke, kalau begitu kita sepakat besok! Jadi besok, kita akan
bersiap-siap dan mengajak semuanya pergi membeli hadiah dan semacam itu!”
Melihat
Yuigahama yang ceria, Yukinoshita mengangguk.
“Tentu, kupikir itu tidak masalah. Hari ini, kurasa aku sendiri juga sedikit kelelahan...”
“Tentu, kupikir itu tidak masalah. Hari ini, kurasa aku sendiri juga sedikit kelelahan...”
Tampaknya
ini membuat Yukinoshita lega. Tapi untunglah, karena percakapan ini bisa
berakhir dengan baik dan akupun berdiri dari kursiku. Sekarang, tinggal ambil ayamnya dan pulang...
“...Oke,
kuserahkan detailnya ke kalian.”
Aku lalu
menaruh tanganku di gagang pintu. Aaah, benar juga. Kurasa aku harus mengatakan
ini. Setelah berpikir sejenak, aku membalikkan badanku.
“Sampai
jumpa besok.”
Yukinoshita
tampak sedikit terkejut mendengarnya, tapi dia tersenyum ke arahku sementara
Yuigahama melambaikan tangannya.
“Ya, sampai
jumpa besok.”
“Yeah, sampi
jumpa besok!”
Setelah
mendengarkan mereka, akupun meninggalkan ruangan itu. Kurasa sudah lama sekali
aku tidak pernah menyapa mereka dengan sapaan semacam itu.
x x
x
Aku langsung
pulang ke rumah setelah mengambil pesanan di KFC.
“Aku
pulang.”
Aku
mengatakan itu dan masuk ke rumah. Ketika kubuka pintu ruang keluarga, Komachi
yang sebelumnya berbaring di sofa, berdiri dan berjalan ke arahku.
“Selamat
datang, Onii-chan!”
“Yeah, ini.
Ayamnya.”
Aku serahkan
paket pesta tersebut ke Komachi. Dia mengambilnya dan membawa itu ke dapur.
“Terima
kasih ♪ Mama akan pulang sebentar lagi.”
“Begitu ya, kalau ayah bagaimana?”
Aku melepaskan mantelku dan melemparnya ke
sofa.
Komachi mengambil mantel tersebut dan
menaruhnya di gantungan, dia lalu berkata.
“Entahlah?”
Dingin
sekali reaksinya...Ayah, apa dosamu selama ini sehingga Komachi membencimu seperti itu?
Sangat kasihan...Dia tidak bisa melakukan
apapun dengan situasi putrinya yang membenci dirinya. Tapi, harus bekerja dalam
hari seperti ini, menjadi budak perusahaan ternyata memiliki nasib yang sangat
mengenaskan...
“Ngomong-ngomong, kau yakin tidak
menghabiskan waktu dengan Yukino-san dan Yui-san hari ini?”
“Menghabiskan malam Natal dengan keluarga
adalah prioritas pertama.”
Komachi lalu mengatakan sesuatu dengan
ekspresi yang aneh.
“Hmm, kau terdengar seperti seorang gadis
yang mengatakan tidak karena dia punya hal yang lain di pikirannya.”
“...Eh? Begitukah cara gadis menolak ajakan
keluar dari pria? Ya ampun, para pria yang berpikir kalau ‘wow dia gadis yang
baik karena menolak kencan denganku dengan alasan ada acara keluarga...’
sungguh kejam...Kenapa kau memberitahuku info-info tidak berguna semacam itu?”
Menakutkan...gadis memang
menakutkan...Sekarang aku sudah tahu hal ini, mau bagaimana lagi, sekarang aku
mulai curiga dengan para gadis yang menolak ajakan pria dengan alasan keluarga.
Kau akan berpikir "Aku hampir menangis haru mendengar alasannya menolak ajakanku", tapi kebenarannya adalah “Kau ini sebenarnya cowok yang membosankan dan banyak tingkah!” atau semacam itulah. Sepertinya diriku yang semasa SMP
adalah orang yang seperti itu.
Ketika aku mulai dilanda ketakutan, Komachi
berkata.
“Sesuatu yang Onii-chan banget yaitu ketika
Onii-chan mulai memandang sinis terhadap sekitarnya, dan mulai mengimajinasikan
sesuatu. Kurasa Komachi harus cepat-cepat menghancurkan segala imajinasi Onii-chan itu. Ini bisa dikatakan salah satu kasih sayang dari adik perempuan loh!”
“Aaah, terima kasih nona manis...”
Aku
tidak butuh orang lain untuk menghancurkan imajinasiku.
Ketika hatiku mulai hancur, Komachi menatap
ke arah paket Natal di dapur sejenak, lalu melihatku.
“Onii-chan, kau tidak perlu mengkhawatirkan
kami disini. Kau keluar saja dan nikmati malam Natalmu.”
“Bukan begitu. Tadi kami menjadwal ulang
pestanya menjadi besok. Rencananya, akan membeli beberapa hadiah dan mengadakan pesta, atau semacamnya setelah itu.”
“Benarkah? Apa-apaan itu, aku mau ikut
jugaaa!”
Komachi yang mengatakan itu membuatku
teringat akan sesuatu.
“Ah, mereka juga berkata ingin berterimakasih
padamu atas bantuanmu hari ini...Tapi, jangan lupa diri ya, kau punya ujian
yang harus kau hadapi...”
“Ya ampun, istirahat sehari atau dua hari
dari belajar tidak akan berdampak banyak. Aku hanya perlu mengganti waktu belajarku
yang hilang itu di lain hari.
“Kau tahu tentang ‘death flag’? ‘Aku
baik-baik saja’. ‘Sebentar saja, aku bisa melakukannya’. ‘Kupikir aku akan
bisa’. Ketika kau mengatakan itu, menjadi sebuah pertanda kalau nasibmu akan segera
berakhir; mereka menyebutnya sebagai kalimat kematian. Coba dengar nasehatku,
Komachi. Kau bisa berkompromi dengan deadline, tapi tidak bisa berkompromi
dengan waktu ujian.”
“Harusnya kau tidak bisa berkompromi dengan
deadline juga, Onii-chan...”
Komachi menatapku dengan tatapan yang
menyedihkan.
Ha, ha, ha...Kau benar sekali. Kau tidak bisa
berkompromi dengan dua hal itu...Memori buruk tentang deadline event Natal
membuat tidurku seperti dihantui mimpi buruk. Urgh, kenapa sih di dunia ini ada
deadline? Terutama jika ada orang yang gembira dengan adanya hal
itu...Faktanya, musuh yang bernama deadline ini sudah menyebabkan banyak sekali
orang menderita, jadi bisa kaukatakan ini adalah semacam bentuk lain dari
Iblis.
Deadline memang penting. Tapi, adik perempuan
lebih penting.
“Tapi bersantai tanpa melihat kalau ada ujian
besar di depanmu...Aku tidak yakin soal itu...”
Sayang,
apakah ini baik-baik saja? Sayang, apakah Komachi sangat tertarik dengan hal
ini? Orang yang sedang ditanyakan tampaknya tidak peduli dan bahkan jauh
lebih ceria dari biasanya.
“Jangan khawatir, tenang saja. Aku hanya
ingin memasikan ‘hubungan onii-chan sudah bagus?’, ‘apa onii-chan melakukan sesuatu yang
bodoh lagi?’; Komachi mengkhawatirkan itu terus, jadi kalau tidak kupastikan sendiri,
aku tidak bisa berkonsentrasi untuk ujian!”
“Well, aku paham maksudmu.”
Ini semacam “Komachi bagaimana?”. “Kawasaki
Taishi tidak mendorongnya ke tembok dan melakukan sesuatu kepadamu? Karena
kalau dia melakukannya, aku akan menghabisi cecunguk itu!” Pikiran-pikiran itu
terus menghantui pikiranku dan mulai membentuk bermacam-macam imajinasi.
Ketika melihatku, Komachi menambahkan.
“Juga, Komachi ketika mendengar orang
menyuruhku belajar itu seperti membuatku kehilangan semangat.”
“Nah itu, itulah. Benar itu. Benar sekali!”
Aku secara tidak sadar menunjuk ke arah Komachi. “Ketika kau disuruh belajar
atau bekerja, semangatmu tiba-tiba hilang entah kemana, aneh memang.”
Komachi lalu membalasku dengan senyum.
“Benar kaaaan!? Dan, oleh karena itu...”
“...Ya, selama kau tidak pulang kemalaman,
kurasa tidak masalah.”
“Yeeei! Aku sebaiknya mulai memikirkan hadiah
apa yang ingin kubeli!”
Meskipun terlihat ceria dan gembira, aku
harus tetap memberinya peringatan. Kalau dia gagal di ujian hanya karena
gara-gara kegiatan ini, aku tidak mampu lagi melihat tatapannya.
“Kau sebaiknya pastikan kalau sudah belajar
dengan baik. Ah, benar. Aku hampir lupa hadiahnya.”
Aku ambil sesuatu di tasku yang kulempar ke
sofa. Setelah mengambilnya, aku memberikannya ke Komachi.
“Ini, selamat Natal!”
Setelah sejenak diselimuti perasaan curiga,
Komachi menaruh tangannya di atas hadiah tersebut dan menatapnya terus. Setelah
itu, dia tersenyum kepadaku.
“Apa ini...hadiah untukku? Onii-chan, terima
kasih! Hei, bisa kubuka tidak?”
“Buka saja tidak apa-apa. Aku memikirkan itu setelah mendapat saran
dari Yukinoshita dan Yuigahama. Kalau mau berterima kasih, berterimakasihlah ke
mereka.”
Tangan Komachi tiba-tiba berhenti tepat
ketika dia hendak membukanya.
“...Huh? Kau memilihnya bersama mereka?”
“...Semacam itulah.”
[note: Vol 9 chapter 7,
Hachiman masuk ke toko cinderamata Disney Land bersama Yui dan Yukino untuk
membeli hadiah Komachi.]
Komachi lalu tersenyum.
“Hoooh, begitu yaaaa? Oh, begitu yaaaa,
bersama-sama?”
“Apa-apaan nada bicaramu itu?”
Sikapnya benar-benar menggangguku. Aku
menatap ke Komachi, tapi dia terus menjahiliku dengan senyumannya itu.
“Tidak, tidak, ini hanyalah sebuah ekspresi
kebahagiaan. Bahkan, yang kau katakan tadi merupakan hadiah Natal terbaik!”
“Benarkah? Well, selama kau senang, ya sudahlah.”
Lalu Komachi menaikkan jarinya.
“Ah, tapi begini, onii-chan. Ketika kau nanti
memberikan hadiah ke seorang gadis, kau tidak boleh mengatakan kalau kau
memilihnya karena dibantu gadis lain. Bagi Komachi, yang seperti itu sangat
rendah dalam Komachi Poin! Tapi karena Komachi adalah adik Onii-chan, itu tidak
masalah. Malahan, itu membuatku sangat gembira. Melihat Onii-chan, Yukino-san,
dan Yui-san kembali akur adalah hal terbaik!”
“Ya ya. Aku sangat jarang memberikan hadiah
ke orang, tapi aku akan mengingatnya sebagai sebuah saran. Kalau begitu, aku
akan menyiapkan makan malamnya.”
“Yeah! Ah, benar juga. Aku lebih baik SMS
Yui-san soal besok...”
Setelah mendengarkan saran Komachi, aku
berjalan menuju dapur.
Baiklah, pertama-tama mari kita selesaikan
acara Natal di keluarga Hikigaya. Mari kita tunjukkan bakatku...Begitulah
kataku, tapi selain ayam goreng, kurasa yang perlu kupersiapkan hanyalah
makanan penutupnya saja.
x x x
Hari Natal.
Komachi dan diriku menuju ke sebuah mall yang
menjadi tempat pertemuan kami. Karena Natal, jalanan dihiasi banyak sekali
cahaya dan ornamen. Sementara orang-orang terlihat berlalu-lalang dengan penuh
semangat.
Diantara orang-orang tersebut, adikku,
Hikigaya Komachi, adalah yang paling bersemangat. Dia berjalan sambil
menyanyikan lagu-lagu yang gembira dari tadi.
“Pagimu tampak ceria hari ini, benar tidak?”
kataku.
Komachi yang berjalan di depanku, membalikkan
badannya.
“Duh, ini Natal! Dan kita akan berbelanja
bersama Yukino-san dan Yui-san juga! Setelah itu, kita akan berpesta dan tukar
hadiah. Tentu saja, aku akan menjadi sangat antusias!”
Komachi tampaknya sudah tahu garis besar
rencananya. Sial, dia bisa jadi jauh lebih tahu dariku.
“Benarkah? Ya...kurasa para gadis memang suka
hal-hal semacam tukar hadiah atau semacam itu. Entah mengapa ketika aku dengar
soal tukar hadiah, aku seakan-akan ingin membuka ensiklopedia. Mungkin aku ini
semacam pria yang tidak bisa berkembang...”
Aku mengatakan itu dengan menyertakan banyak
sekali kenangan-kenangan nostalgia.
Tapi Komachi terlihat menyemangatiku.
“Onii-chan, tenang saja, aku jamin kali ini
akan berbeda dan menjadi lebih baik...”
“Alasanmu aneh sekali...Juga, aku ini seperti
tipe pria yang kuno...”
Komachi menepuk pundakku dan menunjuk ke arah
pintu masuk mall.
“Jangan mengobrolkan soal itu. Lihat, mereka
ternyata sudah ada disini.”
Kulihat disana, ada Yuigahama dan Yukinoshita
sedang berdiri. Tampaknya mereka menyadari kehadiran kami dan Yuigahama
melambaikan tangannya.
“Yahallo!”
“Yui-san, yahallo! Yukino-san juga, yahallo?”
“Halo.”
Komachi menyapa Yuigahama dan Yukinoshita.
Jujur saja, kuharap mereka berhenti memakai sapaan semacam itu. Ini sangat
memalukan. Aku bahkan melihat orang-orang sekitar sini mulai melihat kita dengan
tatapan yang aneh.
“Kalian ternyata datang lebih dulu. Apa semua
orang sudah ada disini? Kalau sudah, ayo kita pergi.”
Ini adalah Natal, jadi pasti akan ramai. Jika
harus berjalan dalam keramaian seperti ini, kurasa yang paling tepat adalah
menyelesaikan ini secepat mungkin.
Tapi Yuigahama tampaknya meminta kami untuk
menunggu.
“Sebentar. Aku mengundang Sai-chan juga.”
“Oh benarkah? Kalau begitu kita sebaiknya
menunggu Totsuka sampai dia datang.”
“Oke, entah mengapa sikapmu itu sangat
mengganggu.”
Komachi lalu berbicara.
“Yukino-san, Yui-san. Terima kasih atas
hadiah Natalnya.”
“Tidak masalah, kalau kau senang, maka itu
sudah luar biasa.”
Yukinoshita tersenyum sambil menyentuh kepala
Komachi seperti memberitahunya untuk jangan khawatir, sementara Yuigahama
mengangguk sambil mengatakan “yup, yup”.
“Maksudku, aku tidak yakin apa yang bisa
kuharapkan dari Onii-chan dengan selera yang seperti itu. Tapi aku senang kalau
kalian yang memilihkannya untukku!”
Kali ini aku mengangguk mendengar kata-kata
Komachi. Tidak, benar ini, mereka ini benar-benar menolongku ketika memilih
hadiah Komachi. Mungkin dia lebih bahagia karena tahu kalau keduanya yang
memilihkan hadiahnya.
Melihat Komachi yang tersenyum, Yuigahama
menambahkan.
“Ah benar. Kita cuma memberikan saran saja,
tapi pada akhirnya yang memilih hadiahnya adalah Hikki.”
“Itu benar. Meskipun dia terlihat tidak
memikirkan itu dengan serius, sebenarnya dia terlihat khawatir tentang itu
dalam perjalanan...”
Yukinoshita memainkan rambut panjangnya yang
tertiup angin dengan jemarinya sambil melihat ke arahku.
Komachi seperti terkejut.
“...Huh? Apa itu yang sebenarnya terjadi?”
“Uh, kau tidak perlu mengatakan itu... Serius
ini, jangan ceritakan lagi...”
Aku harusnya terlihat keren karena memilih
hadiah dengan santainya, tapi sebenarnya aku sangat gugup dan khawatir apakah
yang kupilih ini benar atau tidak. Karena Komachi menatapku dengan tidak
nyaman, aku putuskan untuk mengganti topiknya.
“Ngomong-ngomong, kurasa hal semacam itu
normal saja. Kuberitahu ya, banyak sekali orang di luar sana yang berpikir
lebih serius dari diriku. Mungkin kalau dilombakan, aku paling cuma dapat medali
perunggu.”
Yukinoshita menaruh tangannya di mulut sambil
tersenyum.
“Oh? Maafkan aku. ‘Kau tidak pernah memikirkan
apapun yang penting’ mungkin terasa lebih tepat.”
“Oke, kuakui kau benar kali ini. Jadi
kuberikan medaliku!”
“Jadi kau tidak masalah dikatakan
begitu...Ahaha...Ah, tapi lihat, Komachi-chan. Hikki benar-benar memikirkan
tentang....Err...Komachi-chan?”
Yuigahama mengatakan itu ke Komachi.
Komachi sejak tadi seperti terbius.
“...Ha! Aku hampir ditipu oleh Onii-chan yang
jadi hinedere! Ngomong-ngomong, terima kasih. Juga...Onii-chan.”
Apaan, ngaca lah siapa yang bodohi siapa...?
Akulah yang sebenarnya sering dibodohi oleh sisi manis Komachi. Komachi dan
diriku memalingkan pandangan kami sambil berusaha menutupi ekspresi yang
malu-malu.
“Hmm. Ya sudahlah, ini bukan masalah besar.
Jadi jangan khawatir.”
“Benar, benar.”
Yuigahama melihat kami berdua sambil tertawa.
Yukinoshita melihat kami dengan tatapan yang
lembut, tapi sepertinya dia baru menyadari sesuatu.
“Untuk memastikan saja, Komachi-san. Aku tahu
kalau kau sedang berjuang untuk ujianmu, jadi aku ingin meminta maaf karena
mengajakmu keluar seperti ini. Apakah tidak apa-apa datang kesini? Kalau kesini
karena terpaksa saja, kurasa...”
“Tidak, itu tidak apa-apa. Kurasa aku juga
butuh relaksasi.”
Yukinoshita lalu memandangku.
“Kalau kau mau terus bersantai, mungkin kau
bisa tahu masa depanmu akan seperti apa dengan melihat pria yang sedang berada tepat di depanku ini.”
“Ugh, kau memukulku tepat dimana aku sedang terluka...”
Memang betul, membuat alibi relaksasi terlalu
sering akan membuatmu terlihat seperti tidak serius.
Sementara aku masih bergulat dengan
pikiran-pikiran tersebut, Komachi membisikkan sesuatu kepadaku.
“Aku melihat Yukino-san ini akan menjadi Ibu
yang berpendidikan dan cekatan dalam mengurus anak...Kakak ipar yang bisa
diandalkan...Suatu saat nanti, aku ingin dia yang menjadi Onee-chanku.”
Komachi membisikkannya dengan mata yang
berbinar-binar.
“Yukinon, kurasa itu tidak masalah.
Komachi-chan ini orangnya bertanggung jawab, jadi kau tidak perlu
mengkhawatirkannya.”
Memang betul itu, Komachi memang sangat
bertanggung jawab.
Mendengar hal itu, Komachi membisikkan
sesuatu lagi kepadaku.
“Kurasa Yui-san itu mirip Ibu yang
bijak...Kakak ipar yang toleran...Aku juga menginginkannya sebagai Onee-chan.”
Komachi membisikkan itu dengan mata yang
berbinar-binar.
“Apa sih yang kau bicarakan daritadi...?”
“Mmm? Rahasialaaaah♪”
Komachi mengedipkan matanya dan
melambai-lambaikan jari telunjuknya.
...Gadis
sialan, gadis ini saking manisnya hingga membuatku merasa terganggu. Serius
ini!
“Lagipula, kita tidak perlu khawatir, oke? Aku
saja yang seperti ini bisa lulus tesnya!”
Yuigahama mengatakan tersebut dengan bangga.
Sementara Yukinoshita terlihat menatapnya dengan serius.
“Kalau kau yang mengatakan begitu, kurasa aku
tidak bisa mengatakan apapun lagi...”
“Eh, coba saja kau tes aku. Beri pertanyaan!”
Yuigahama seperti merengek-rengek meminta
sesuatu kepada Yukinoshita.
“Baiklah, pertanyaan. Nama propinsi yang
memproduksi Kentang Manis Satsuma terbanyak. Sebagai info, propinsi Ibaraki
menempati ranking kedua.”
“Eh, eh!?”
Yuigahama terlihat panik dengan pertanyaan
tersebut.
Kau
harusnya tidak perlu berpikir lama untuk menjawabnya...
“Bukankah ini terlalu mudah...? Kau bahkan
memberinya petunjuk di pertanyaan tadi.”
“Mudah dan petunjuk...Kentang, Ibaraki...Ah!
Chiba ya!”
“Salah. Bukankah kubilang tadi kentang Satsuma,
benar tidak...? Jawaban yang benar adalah Kagoshima. Ngomong-ngomong, Chiba
adalah daerah produsen terbesar ketiga.”
“Yukinon, pertanyaan menjebak semacam itu
tidaklah adil!”
“Tidak ada jebakan di dalamnya. Sebenarnya
malah pertanyaan yang sederhana...”
Yukinoshita mengatakan tersebut dengan
santai, sementara Yuigahama menggerutu.
Lagipula, apa-apaan menyebut Chiba dengan
petunjuk itu? Apa kau berpikir kalau Chiba adalah sama seperti Ibaraki karena
pernah mendengar Chiba produsen kentang? Berhentilah mempermalukan Chiba!
Komachi yang dari tadi melihat percakapan
ini, bertanya sambil memasang ekspresi yang penuh tanda tanya.
“...Sebenarnya Yui-san bisa lulus ujian masuk SMA Sobu itu dengan cara apa sih?”
“Kurasa mengharapkan keajaiban atau
menggunakan semacam sihir? Well, Komachi harusnya bisa mengerjakan tesnya
dengan baik. Karena dia adik kandungku, skillnya dalam menyelesaikan masalah
harusnya sangat bagus. Dia memang idiot, tapi idiot yang pintar dalam
menyelesaikan masalah.”
“Kalimat terselubungmu yang berusaha
menunjukkan kalau dirimu itu bagus dalam menyelesaikan masalah agak mengganggu,
tapi aku setidaknya paham maksudmu.”
Yukinoshita menganggukkan kepalanya seperti
setuju dengan pendapatku. Tapi, apa yang dimaksud dengan ‘mengganggu’ tadi...?
Yuigahama tampaknya menyadari sesuatu dan
melambaikan tangannya.
“Ah, tampaknya Sai-chan sudah datang. Heiii,
disini!”
Ketika kulihat, Totsuka sedang berlari kecil
ke arah sini.
“Hachimaaan!”
“Oooh~, Totsuka, kau disini rupanya!”
Aku melangkah maju seperti hendak
menangkapnya ke pelukanku, tapi tiba-tiba aku melihat seekor babi hutan
memotong jalan Totsuka seperti membawa sebuah badai bersamanya.
“Hachimaaaaan!”
“Aaah...Zaimokuza. Kau datang juga...”
Ketika
Zaimokuza berdiri sambil berusaha menormalkan napasnya yang menggebu-gebu
dengan mengatakan “fushururu!”, Yuigahama berkata ke Totsuka.
“Sai-chan,
yahallo!”
“Uh huh,
yahallo!”
Ah, sapaan yang menyegarkan. Setelah
kupikir-pikir, itu adalah sapaan yang bagus. “Yahallo” memang terdengar manis.
Ketika aku memikirkan
itu, Zaimokuza yang baru bangkit dari kubur itu menatapku dan menaikkan
tangannya.
“Memang,
Hachiman. Yahallooo!”
Ah tidak, “Yahallo” memang sangat
memalukan...Lagian, ngapain dia cuma nyapa gue?
“Y-yeah...Jadi, siapa
yang mengajak Zaimokuza?”
Aku bertanya
kepada Yuigahama dan Yukinoshita dengan pelan, keduanya malah terlihat bingung.
“Eh? Bukan
kamu yang mengajaknya, Hikki?”
“Kupikir
malah kau yang mengajaknya...”
“Tidak,
bukan aku...”
Tapi, satu
hal yang bagus dari Zaimokuza adalah kau bisa menghapus semua tanda tanya
tentang dirinya dengan mengatakan “Bukannya Zaimokuza memang begitu?”. Juga, aku
tidak tertarik dengan dirinya. Dengan kata lain, kita menyebutnya dengan
apapun, kurasa tidak masalah.
“...Ya sudahlah. Kurasa
kita juga memang perlu berterimakasih kepadanya soal kemarin.”
“Memang. Agar situasiku
disini tidak aneh sendirian, bisakah kau beritahu aku tentang apa yang akan kita lakukan disini?”
Zaimokuza mencoba
menanyakan tujuan kita disini.
Komachi melihat ke arah
Yuigahama dan Yukinoshita.
“Ummm...Kita akan
mengadakan pesta Natal, tapi sebelum itu, kita akan berbelanja dahulu untuk
membeli hadiah yang akan digunakan dalam acara tukar kado. Begitu kan?”
Yuigahama mangangguk
merespon itu.
“Uh huh. Karena kita semua
sudah disini, ayo kita pergi.”
“Kurasa begitu. Ayo kita
selesaikan secepatnya.”
Setelah mengatakan itu,
Yukinoshita berjalan masuk menuju mall diikuti rombongan kami.
x x x
Hadiah.
Jika kau memberikan
seseorang sesuatu yang terkesan murahan, maka dia akan berkomentar “Aah, jadi
orang ini mengira aku mau barang semacam ini, huuuuh”.
Kasta sosial, selera, dan
kemampuan keuangan. Mereka adalah sumber-sumber yang dijadikan pijakan dalam
memberi hadiah. Bukannya aku ini mau membesar-besarkan.
Suasana di dalam mall
sangat ramai. Musik-musik Natal terdengar di seluruh penjuru, dan orang
terlihat lalu-lalang membawa tas-tas besar. Seluruh toko dihiasi semacam lampu
dan ornamen Natal.
“Oooh. Aku sebenarnya
belum pernah kesini semenjak mall ini dibangun, ternyata banyak sekali disini
ya?”
Aku melihat ini sebagai
kejadian langka karena ini adalah pertamakalinya bagiku menginjakkan kaki
disini. Tampaknya, Yukinoshita sama sepertiku. Dia melihat area mall ini dengan
penuh tanda tanya.
“Kurasa ini cukup besar?
Juga, disini banyak sekali orang karena Natal...Berjalan saja sudah membuatku
lelah...”
Yukinoshita memang tidak
punya stamina yang kuat dan tidak nyaman dengan keramaian. Sebaliknya,
Yuigahama tampak berbeda.
“Kau benar! Suasananya
sangat menyenangkan, ini sangat seru! Ah, lihat, ada Santa disana!” Yuigahama
menunjuk ke salah satu sudut dimana ada orang yang berpakaian Santa membagikan
balon di area tersebut. Lalu dia menarik-narik lengan bajuku.
“Hei, hei, Hikki, kau
percaya Santa itu benar-benar ada sampai kapan?”
“Kupikir aku percaya kalau
dia ada sampai SD, kurasa begitu.”
“Heeh, itu cukup
mengejutkan.”
Yuigahama tampak terkejut
mendengarnya.
Tunggu dulu, itu harusnya
bukanlah hal yang mengejutkan. Akupun punya masa dimana aku terlihat lugu, anak
kecil yang naif. Tepat ketika aku hendak menjelaskannya, Komachi berdiri di
sampingku.
“Onii-chan ketika kecil
dulu sangat manis looh~. Terutama ketika kau melihat lagi foto-foto dan
video-video tentang masa kecilnya yang ada di rumah...Matanya tidak sebusuk sekarang.”
“Apa-apaan? Itu malah
membuatku penasaran!”
Tampaknya suara Yuigahama
tadi tidak terdengar oleh Komachi. Maaf
ya Komachi, oke? Maaf kalau Onii-chan berubah menjadi seperti ini...
Setelah melihat Komachi
dan Yuigahama, Yukinoshita tersenyum sambil memandangi diriku dengan kasihan.
“Lalu mengapa dia bisa
berubah menjadi seperti ini? Mungkinkah karena kejamnya waktu?”
“Benar sekali. Waktu
memang kejam!”
“Woaah, seperti
biasanya...”
Yuigahama tampaknya kecewa
mendengarnya. Yeah, ini adalah salah waktu. Ini bukanlah salahku!
“Hikki memang sudah tidak
tertolong lagi, tapi Yukinon, kau sendiri percaya dengan Santa?”
Yukinoshita lalu
menggumam, “Sebelum aku sudah cukup dewasa untuk memahami itu, Nee-san
memberitahuku jauh hari sebelumnya...”
“Aah, dia memang orang
yang seperti itu...”
Kasihan Yukinon, kasihan
Yukinon...Baik Yuigahama dan diriku hanya bisa memakluminya dan bersimpati.
Tapi karena yang kita bicarakan itu Haruno-san, mau bagaimana lagi.
“Hachiman, sejak aku
lahir, aku tidak pernah percaya dengan Santa! Di dunia ini, aku tidak percaya Tuhan, Budha, Santa, atau Pacaaaar!”
Zaimokuza meneriakkan itu
sambil mengepalkan tangannya.
“Aku paham perasaanmu,
tapi mengapa kau mengatakan itu hanya kepadaku...Katakan itu kepada yang lain,
oke?”
Aku tidak bisa menyanggah
pendapatnya tentang fakta kalau pacar juga berada disebuah dimensi yang berbeda
layaknya Tuhan, Budha, dan Santa. Dengan argumen yang semacam itu saja sudah cukup untuk membuatku mendengar opini Zaimokuza.
Karena menyadari banyak
sekali orang yang tahu Santa itu tidak ada sejak kecil, Yuigahama tertawa
sambil malu-malu.
“Tampaknya yang lain sadar
sejak kecil ya? Aku masih percaya Santa sampai kelas 3 SD~.”
“Ahaha.”
Komachi tertawa sambil
menambahkan. “Kau pasti sangat lucu sekali waktu itu, Yui-san.”
“Ahaha, benar kan? Aku
waktu itu hanyalah anak kecil yang bodoh...”
Tidak, kau tampaknya sampai sekarang masih mempercayai itu, tidak
berhenti sampai kelas 3 SD...
Ketika aku hendak memberitahunya,
Komachi memukul perutku dengan sikutnya.
“Tidak, tidak, Santa memang
ada. Kurasa itu sangat tinggi di Poin Komachi!”
“Benar kan!”
Meski Yuigahama menyambut
percakapan itu, mata Komachi meresponnya dengan berbinar-binar.
“Well, Komachi memang
seperti itu...Lagipula, kita harus berhenti membicarakan itu. Mungkin disini
masih ada seseorang lagi yang percaya Santa...Seperti Totsuka.”
“Ha! Kalau Sai-chan sih
bisa jadi...”
Lalu kami melirik ke arah
Totsuka, dan dia tampaknya menyadarinya.
“A-Ayolah, meskipun aku
tidak mempercayainya lagi, kalau seandainya saja Santa itu benar-benar ada, kurasa aku lebih menyukai situasi yang seperti itu.”
Totsuka mengatakan itu
sambil mengatakan “ehehe” dan terlihat malu-malu.
“Whoaa, Totsuka-san sangat
cerah sekali!”
“Uh, aku ragu kau bisa
menjadi cahaya...Tapi karena akupun tidak bisa menjadi cahaya, mungkin aku akan
menjadi Santa bagi Totsuka.”
“Apa yang barusan kau
katakan...?”
Yukinoshita seakan-akan
tidak percaya kalau kata-kata itu keluar dari mulutku, dia lalu mengibaskan rambut panjangnya itu dengan jarinya.
Ha! Siaaaaal! Aku harusnya tidak mengatakan itu, tapi aku baru
menyadarinya setelah mengatakannya...
“Ngomong-ngomong, mall ini
sangat besar. Cukup sulit untuk mengetahui dimana kita harus memulai
belanjanya.”
Well, kurasa itu cocok
dengan dirimu yang kesulitan dengan arah...
Mendengar itu, Komachi
berpikir sejenak.
“Hmm, hadiah macam apa
yang ingin dibeli?”
“Kupikir semacam aksesoris
atau hal-hal umum, tapi...yang lainnya bagaimana?”
Lalu, secara mengejutkan,
Zaimokuza memberi saran.
“Kalau mendengar kata
Natal, kau pasti akan berpikir tentang mainan. Dan ketika mendengar kata
mainan, kau pasti akan berpikir tentang ‘R Us!’.”
[note: Toys “R Us!” adalah Toko mainan yang sangat terkenal.]
“Aaah, musik di iklan
mereka tampaknya punya lirik yang bagus. Membuatmu merasa bersimpati akan sesuatu.”
“Memangnya, lagunya seperti apa?”
Totsuka bertanya, dan aku
berusaha menjelaskan lagu di liriknya. Kurasa seperti ini...
“Aku ingin tetap menjadi
anak kecil, funfufufu...funfufu? Benar, tidak, nya? Nyanya...nya...Aku tidak ingin menjadi
dewasa, aku tidak ingin bekerja...”
Semakin kuteruskan
nyanyiannya, suasana disini terlihat semakin suram. Huh? Apakah makna dari
nyanyian ini memang membuat orang menjadi putus asa?
Totsuka tampak tersenyum
mendengarnya.
“Apa memang lagunya
seperti itu? Meskipun mayoritas liriknya sengaja kau ubah, tapi kau cukup luar
biasa bisa mengingat beberapa bagian lagunya...Ah, tapi ada toko ‘R Us’
disana.”
“Memang. Ayo kita masuk.”
“Oh, tampaknya menarik.
Aku menjadi semakin antusias sekarang.”
Para pria tampaknya sangat
antusias kesana, tapi Yuigahama tampak kurang senang dengan itu.
“Eeeh, apa kita
benar-benar akan kesana?”
Komachi memegangi lengan
Yuigahama dan berkata.
“Disana juga mungkin
menjual alat-alat pesta Natal, jadi mengapa kita tidak mencoba melihatnya dulu?”
“Ah benar juga. Mungkin
disana juga menjual crackers.” Yukinoshita mengangguk ketika mengatakan itu.
[note: Crackers biasa disebut bon-bons, biasa dipakai oleh
orang-orang yang tinggal di daerah persemakmuran Inggris semacam Kanada,
Australia, Selandia Baru, dll.]
Totsuka tampak setuju
juga. “Yeah, ayo kita coba lihat dulu”.
Ketika Totsuka berjalan
menuju ke dalam toko, kami mengikutinya dari belakang.
...Tapi, Yukinoshita-san, dari semua mainan yang disana kau malah
memikirkan crackers? Kau tampaknya sangat antusias dengan pestanya ya? Hmm,
tapi kurasa itu bukanlah hal yang buruk.
x x x
Suasana dalam ruangan toko
diselimuti dekorasi yang unik, seperti sebuah tanah impian yang berada di dunia
sihir. Meskipun pada awalnya Yuigahama tampak kecewa, sekarang dia malah
berteriak “waaaah” dengan ekspresi gembira.
Toko mainan memang tempat
yang tepat untuk mengingatkanmu dengan masa kecilmu. Jujur saja, aku tidak
ingin menjadi dewasa, aku tidak ingin bekerja...
Ketika kami semakin masuk
ke dalam, kami menjumpai seseorang yang sangat familiar. Orang itu sedang
berjongkok di depan rak mainan plastik.
Dia adalah
Hiratsuka-sensei.
Ketika aku hanya bisa
berdiri diam karena lidahku terikat oleh sesuatu, Sensei menyadari kehadiran
kami.
“Oh, Hikigaya...”
‘Se-Sensei.”
“Ah, ternyata
Hiratsuka-sensei.”
“Oh, jadi Yuigahama dan
yang lain juga datang bersamamu.”
Datang dari belakangku,
Yuigahama dan yang lain tampaknya menyadari kehadiran Sensei disini.
“Apa yang anda lakukan di
tempat seperti ini?”
“Be-Benar.
Sebenarnya...Ini pe-pekerjaan saja.”
Pasti gombal....Tanganmu berkeringat ketika menjelaskannya. Tapi,
Yuigahama tampak percaya begitu saja.
“Huuh, tampaknya berat sekali.
Bahkan harus bekerja juga ketika Natal.”
“Urgh, nngh, y-ya,
i-ini demi pekerjaan...Ini hanya bagian dari pekerjaanku sebagai Guru. Pasti
akan sangat bermasalah jika ada siswa yang membuat keributan ketika liburan
musim dingin karena berkeliaran di mall. Y-Ya ini kebetulan saja. Kau tahulah
kata mereka soal urusan pribadi dan pekerjaan. Bahkan ketika makan malam, yang
dibicarakan hanyalah pekerjaan saja. A, ha, ha, ha...”
Ketika menyelesaikan
tawanya, Sensei berusaha menenangkan dirinya seperti hendak bertanya sesuatu.
“...Jadi, karena aku
sedang bekerja, kalian sedang apa disini?”
“Kami berencana mau
membuat pesta setelah ini, jadi kami berbelanja hadiahnya dahulu. Ah, saya
tahu. Sensei, kenapa Sensei tidak ikut kami saja?”
Yuigahama mengajak Sensei
dan dia tampaknya memikirkan itu dahulu sambil menyilangkan lengannya.
“Fumu...Well, kurasa itu
tidak masalah. Mungkin aku akan sedikit mengganggu kalian. Tapi bukannya aku
ada rencana atau apapun...”
Komachi memiringkan
kepalanya dan bertanya.
“Eh, bagaimana dengan pekerjaan anda...?”
“Eh, bagaimana dengan pekerjaan anda...?”
Aku lalu menginjak kaki
Komachi sambil berkata.
“Komachi, hentikan itu.
Jangan pernah tanyakan itu lagi!”
Untungnya, kata-kata
Komachi tidak terdengar oleh Sensei.
“Kalau begitu, sudah
diputuskan, aku sekarang sangat antusias! Ayo, lihat ini Hikigaya! Banyak
sekali mainan yang menyenangkan disini!”
Melihat Sensei yang
seperti itu, Yukinoshita menggumam.
“Tiba-tiba dia menjadi
enerjik...”
“Kurasa lilin Natalnya
sudah padam...”
Hiratsuka-sensei mengambil
beberapa benda dari rak dan menunjukkan kepadaku dengan senyum yang lebar.
“Lihat, Hikigaya,
bagaimana dengan Mini 4WD? Ketika kau menjadi dewasa, kau akan tergila-gila.
Ada juga B-Daman, Hyper Yo-Yos, Beyblade...Tapi kurasa Transformers lebih baik.
Tidak, ZOIDS adalah pilihan terbaik. Aah, kau tidak bisa melewatkan permainan
kartu juga.”
Totsuka mengangguk.
“Tapi permainan kartu
memang sangat menyenangkan. Aku sering memainkannya...Seperti ‘mari kita
abaikan peraturannya dan lakukan duel’!”
“Nadamu kurang antusias!
Tapi bagi para pria, mungkin Chogokin adalah yang terbaik! ‘Menjadi
cahayaaaa’!”
“Serius, caramu
berteriak membuatku ingin membeli kartunya...”
Karena Zaimokuza
mengatakan itu dengan suara yang keren, aku tidak bisa menghentikan diriku
untuk tertarik dengan deretan kartu itu dan melihatnya langsung.
Kebalikannya, grup para
gadis terlihat melihat kami dengan tatapan yang dingin.
“...Haa, kurasa para pria
memang suka hal-hal semacam itu?”
“Ya pria tetap akan menjadi
seorang pria, entah tubuh mereka kecil ataupun sudah dewasa.”
Komachi tampaknya berusaha
membuat keluhan Yuigahama pergi.
“Kalau begitu, kenapa
Sensei ada bersama mereka...?”
Yukinoshita mengatakan itu
sambil memiringkan kepalanya.
Well, ini sebenarnya bukan
hal yang diluar kewajaran. Maksudku, ini adalah Hiratsuka-sensei. Dalam dunia
ini, tidak ada sesuatu yang misterius.
Kami, para pria, bersama
Sensei menjelajah ‘R Us’ semakin jauh. Totsuka menarik-narik jaketku (manisnya)
sambil berkata.
“Ah, Hachiman, lihat itu.
Ada Gunpla disana.”
[note: Gunpla semacam mainan rakitan dengan model Gundam.]
Ketika kulihat, ada banyak
sekali Gunpla di rak tersebut.
“Oh. Kau benar. Apa kau
tertarik?”
Kalau melihat image
Totsuka, kurasa itu tidak cocok dengannya. Coba pikir, lihat wajahnya, tubuhnya,
dan dia juga Ketua Klub Olahraga, dia tidak memiliki kesan kalau dia suka dengan
Gunpla.
Ketika kutanya, Totsuka
menundukkan wajahnya dan malu-malu mengatakan “...Yeah, aku menyukainya.”
“...A-Aku juga!”
“Eh?”
Totsuka menatapku kembali
dengan tatapan yang kaget.
Whoa, ini buruk, ini
buruk. Sikapku yang tidak terkendali bisa muncul lagi. Aku harusnya memperbaiki
pernyataanku.
“Aah, tidak, maaf. Aku
tadi tidak mendengarkanmu dengan baik sehingga jawabanku agak aneh. Maaf,
bisakah kau ulang lagi kata-kata tadi lima kali?”
“Eits, berhenti disitu,
Hachiman!”
Zaimokuza memegangi
bahuku, membuatku tersadar kembali.
Tadi hampir saja. Wajahnya
yang memerah adalah hal yang lain, tapi gerakannya memiringkan kepalanya itu
dengan sedikit terkejut hampir membuat diriku mengatakan hal-hal yang aneh.
Terima kasih Zaimokuza! Aku menatap Zaimokuza dan dia terlihat menaikkan frame
kacamatanya dengan tangan satunya mengoperasikan smartphone.
“Aku bisa merekamnya
untukmu, asal kau ciptakan lagi momen seperti barusan!”
“Yeah, serahkan padaku!”
Zaimokuza memang sohibku!
Aku tidak pernah kepikiran untuk memakai rekaman suara Totsuka sebagai alarm
yang bisa membangunkanku di pagi ataupun malam! Dia sangat menjijikkan! Meski
begitu, aku tidak bisa menolaknya!
Ketika aku hendak
menciptakan situasi itu lagi, Komachi memotongku. Sial, strategi gagal!
“Uwaah, kalian berdua
menjadi kombo ‘orang tidak berguna’. Onii-chan, bukannya kau dulu sering membuat
yang seperti itu?”
Komachi mengatakan itu
sambil mengambil satu kotak Gunpla dan mengangkatnya.
“Aah, kau juga sering
merusaknya juga...Well, kurasa itu nasib menjadi kakak tertua.”
Well, kalau kau punya
adik, model plastik dihancurkan oleh mereka merupakan hal yang wajar.
Ketika kepalaku dipenuhi
memori tersebut, Totsuka mengatakan sesuatu yang manis.
“Jadi Hachiman, kau pernah
membuatnya ya? Aku juga. Ayahku yang pertama kali membuatku tertarik dengan Gunpla.”
“Heeh. Itu memang cukup
mengejutkan.”
Baginya yang dipengaruhi
oleh ayahnya yang manis, maksudku, ayahnya, sungguh mengejutkan.
Totsuka menutup mulutnya
dengan tangan dan tertawa.
“Benarkah? Maksudku, aku
kan cowok, tahu tidak?”
Ekspresi Totsuka semacam
ini seperti menguji imanku. Aku seperti kehilangan kata-kata dan Zaimokuza
tampak meniru ekspresi Totsuka. Oi, lu
gak usah niru-niru dia deh!
“Benar Hachiman. Mustahil kalau
orang semanis ini adalah cewek.”
“Urgh, benar, dia kan
laki-laki...”
Melihat kami yang sedang
mengobrol, Hiratsuka-sensei mendekati kami. Dia memegang sebuah set Master
Grade di tangannya.
[note: Master Grade (MG) pada umumnya memilikii rasio 1:100 dari
aslinya, namun ada beberapa kasus khusus dimana rasionya tidak seperti itu.
Rata-rata ukuran asli Gundam sekitar 17-18 meter. Jadi tinggi Gunplanya nanti
sekitar 18cm. Jangan tanya saya tahu dari mana, kalian pasti sudah bisa
menduganya.]
“Oh, Gunpla, ya? Kudengar
belakangan ini para gadis banyak yang mulai menekuninya...Bisa jadi, hobi
semacam ini akan menjadi hobi populer di masa depan.”
“Serius? Sekarang aku
malah semakin tertarik dengan Kirara✩”
[note: Kirara adalah karakter gadis di anime Gundam Build
Fighters.]
Ketika mata Komachi
berbinar-binar, Sensei tertawa melihatnya.
“Oh, Hikigaya kecil. Mau
bertanding di Gunplay denganku?”
Ketika Komachi dan
Hiratsuka berdiri saling berhadapan, entah mengapa, Yukinoshita muncul diantara
mereka.
“Kalau kalian mau
bertanding, maka yang kalah tidak akan dimaafkan!”
“Jadi kau termotivasi
dengan kata-kata ‘bertanding’ ya? Meskipun kau sendiri selalu menjadi
Yarukinainen-san. Kau pasti akan kalah...”
[note:Sebenarnya Watari ini ingin bermain kata-kata. Aila
xxxNainen-san di anime Gundam Build Fighters diisi suaranya oleh Saori Hayami.
Sedangkan Saori Hayami adalah pengisi suara Yukinoshita Yukino di Oregairu
season 1 dan 2. Well, ini Natal...nikmati saja!]
Lagipula, bagaimana kau mau bertanding dengan Gunpla...Bertanding siapa
yang bisa membuat itu dengan lebih bagus?
“Fufufu! Baiklah! Kalau
begitu mari kita bertanding! Kalau kau menang dariku, hadiahnya...Adalah
Onii-chan!”
“Hohoo...” Hiratsuka-sensei
menatap Komachi dengan serius.
Kampret, mereka serius menjadikanku barang taruhan!
“...Tunggu dulu, Komachi? Jangan
sengaja menaruhku sebagai taruhan hanya untuk menyingkirkan kakakmu yang
mengganggu ini!”
“Tidak, kau tidak boleh!
Kau jangan lakukan itu!” Yuigahama memotong kata-kataku.
“Y-Yeah...mereka memang
tidak bisa melakukan pertandingan itu, bukan begitu maksudmu...?”
“Ah...Um, maksudku begitu,
mereka tidak bisa melakukan pertandingan itu, bukan taruhannya...”
Ketika kedua mata kami
bertemu, kami berdua memalingkan pandangan kami.
“....”
“....”
Dan suasana disini juga
menjadi diam. Apa-apaan ini? Aku serasa ingin masuk jurang kematian saja saat
ini. Melihat suasana tidak nyaman antara diriku dan Yuigahama, Komachi mengatakan
sesuatu.
“Oh? Oh? Ada apa ini,
suasananya memang begini atau bagaimana...Apakah ini sebuah pertanda?”
Tolong Komachi-chan, jangan melihat Onii-chanmu dengan mata seperti
itu...
Zaimokuza lalu membuat
suasananya cair dengan suara yang keren.
“Hachimaan, aku tidak
peduli soal pertandingan kalian, tapi bisakah kau bantu aku dengan memberikan
saran tentang Gunpla-Gunpla yang ada disini?”
“Eh, aah, benar. Aku akan membantumu untuk mencari Gunpla yang bagus.”
Ketika aku berjalan menuju
Zaimokuza, aku bisa mendengar Komachi yang merasa kesal di belakangku.
“Tsk, si Chuuni-san...Dia
memotong adegan yang bagus tadi...”
[note: Zaimokuza memang benar-benar sohib Hachiman!]
“Phew, kurasa kita tunda
dulu pertandingannya. Kenapa kita tidak lihat-lihat dahulu?”
Sensei mengatakan itu dan
mulai berkeliling di toko ini.
Aku berdiri di samping
Zaimokuza dan Totsuka yang sedang mengamati Gunpla.
“Aku sudah merasa
lelah...”
“Ah Hachiman. Kenapa kau
tidak ambil beberapa mainan disini?”
Mendengar kata-kataku
barusan, Totsuka menoleh kepadaku.
“Begitulah, tapi aku tidak
tahu apa yang populer sekarang. Lagipula aku tidak yakin kalau bisa membuatnya
dengan bagus...”
“Nah, itu tidak masalah.
Kau tidak perlu khawatir soal itu. Dengan Gunpla, kau bisa bebas berkreasi!”
[note: Gunpla tidak terbatas ke 1 model Gundam. Anda bisa
‘mengkanibal’ bagian Gunpla model lain dan menaruhnya di Gunpla anda sehingga
menjadi sebuah model Gundam yang baru. Atau juga mengecatnya dengan warna yang berbeda.]
Totsuka tersenyum dengan
mata yang berbinar-binar...
“Well, mendengar
kata-katamu, tampaknya aku memang benar-benar ingin membuat sesuatu...Oke,
mungkin aku beli ini...”
Zaimokuza tiba-tiba
memarahiku.
“Aaah, Hachiman, kamu mau
pilih yang itu?”
“Eh, kenapa memangnya? Ini
jelek kah?”
Aku melihat ke arah Zaimokuza
membayangkan apa maksudnya, dan jawabannya sangat ambigu.
“Bukannya tidak bagus atau
semacamnya...tapi...sebenarnya...”
“Sial, kau ini hanya mengganggu saja!...Kalau ini cuma masalah antar otaku...Aku tidak peduli! Dengan Mobile Suit ini, aku akan menjadi Pilot Super!”
Aku menunjukkan ekspresiku
yang penuh determinasi untuk mengurungkan niat Zaimokuza.
“Hohoh, kalau begitu ya
sudahlah, aku akan pilih Mobile Suit yang ini, yang ini. Yang bisa bercahaya
dengan terang meskipun ada badai...twofooooold!”
Kami berdua saling menatap
dengan senyum yang tidak menyenangkan. Tiba-tiba Yuigahama memotong.
“Oke, stop, stop. Ini
adalah hadiah yang kalian sendiri tidak tahu siapa yang akan menerimanya. Jadi
Hikki dan Chuuni, kalian berdua sebaiknya memikirkan itu baik-baik!”
“Hmm. Begitu ya...”
Baik Zaimokuza dan diriku
menaruh kembali Gunpla tersebut ke raknya. Mungkin
Gunpla yang lebih mainstream...? Ketika hendak mengambil Gunpla yang lain,
Yuigahama menghentikanku.
“Oke, pilih yang lain! Satu
orang satu hadiah!”
“Kamu ini cerewet, macam
Ibuku saja...?”
Melihat pemandangan
tersebut dari kejauhan, Komachi menggerutu.
“Tampaknya kita tidak akan
menyelesaikan kegiatan belanja kita jika kita bersama dengan kakakku dan yang
lain. Kurasa lebih baik kita melihat-lihat toko sebelah sendiri?”
“Uh huh, kurasa itu lebih
baik.”
Totsuka setuju dengan hal
itu, Yuigahama juga menaikkan tangannya.
“Setuju! Oke, ketika
selesai, kita berkumpul di depan restoran cake itu ya?”
“Oke, sampai jumpa nanti.”
Dengan kata-kata
Yukinoshita sebagai sinyal, semua orang tampak berpisah dan membentuk kelompok
kecil.
...Sekarang, kurasa aku
juga harus mencari hadiah.
x x x
Setelah meninggalkan toko
‘R Us’, aku berjalan mengelilingi mall. Meskipun ada beberapa toko yang menjual
barang yang berbeda, tampaknya tidak ada yang benar-benar cocok dengan
pikiranku. Aku juga kadang kabur ketika ada karyawan toko mendatangiku untuk
bertanya tentang apa yang kucari.
Akhirnya aku memutuskan
untuk masuk ke salah satu toko dimana karyawannya tidak mendatangiku, tapi aku sendiri masih bingung tentang apa barang yang hendak kubeli.
“Meski mereka bilang bebas
beli hadiah apapun, aku masih tidak tahu harus membeli apa.”
Aku mengocehkan itu
daritadi tanpa menyadari ada seseorang yang sedari tadi berdiri di belakangku.
“Fu, fu, fu...Kau
nampaknya kesulitan.”
“Oh, Komachi. Well, ya
begitulah.”
Ketika aku menoleh ke
belakang, Komachi menunjukkan jari telunjuknya di depanku.
“Momen-momen seperti ini,
hadiah berupa barang yang bisa habis terpakai adalah yang terbaik, onii-chan!”
“Barang-barang yang bisa
habis terpakai?”
Apa maksudmu dengan habis?
Hilang seperti NINJA? Ini akan mencurigakan, tahu?
Komachi lalu melanjutkan.
“Yup, tidak terlalu
membebani kalau barangnya habis. Juga kalau tidak suka, bisa membuangnya tanpa
beban.”
“Be-benar juga...Ternyata
sudah mengasumsikan kalau bisa jadi itu akan dibuang, huh...”
Bocah ini tampaknya baru
saja mengatakan hal yang menakutkan...? Tapi, tampaknya aku paham maksudnya.
Sederhananya, hal-hal yang habis terpakai seperti, benda yang bisa dimakan?
Permen, teh, atau makanan sehari-hari, semacam itukah? Coba kupikir, kalau
menurut petunjuk Komachi, tampaknya ini akan menjadi proses eliminasi yang
mudah.
Komachi lalu menambahkan.
“Benda yang bisa dipakai dalam jangka waktu lama dan tidak terlalu berat juga bisa. Seperti aksesoris dan barang-barang mahal
lainnya.”
“Menakutkan...Adikku ini
mulai menunjukkan wajah asli seorang wanita...Well, aku akan mencarinya dulu.”
“Oke, semoga berhasil.
Sampai jumpa nanti.”
“Yeah.”
Komachi lalu pergi
meninggalkanku seperti dia sudah punya sesuatu untuk dibeli. Setelah
melambaikan tangan ke Komachi, aku menggaruk-garuk kepalaku.
“Benda yang kau pakai dan
tidak terlalu berat berat, huh? Well, masuk akal juga...”
Kalau benda yang berat
tentunya tidak hanya akan memberi masalah bagi si penerima, tapi juga orang
yang memberi.
“Oke, mari kita cari
sesuatu...sesuatu yang akan membuat Totsuka bahagia...sesuatu yang
membahagiakan Totsuka...atau semacamnya!”
Aku mencoba memperbaiki
suasana hatiku dan masuk ke toko sebelahnya.
x x x
Ada sebuah toko dengan
suasana yang nyaman, kontras dengan suasana mall yang ramai. Setelah masuk,
seperti biasanya, aku melihat-lihat barang yang dijual.
Tampaknya ini adalah toko
barang-barang dekorasi rumah. Menjual berbagai barang interior, aksesoris, dan
peralatan makan.
Tapi semakin banyak
pilihan di depannya, maka manusia semakin sulit mengambil keputusan.
“Aah...beli apa ya...sudah
kesana-kemari tapi tetap tidak tahu hendak membeli apa...”
Ketika menggumamkan itu,
sebuah suara memanggilku dari rak seberang.
“Ah, Hikki. Kau datang ke
toko ini juga?”
“Hmm, Yuigahama? Yeah,
entahlah, aku tidak ada ide dimana toko yang menjual berbagai barang.”
Yuigahama yang melihatku,
berjalan ke arahku dan tersenyum.
“Mmm, benar. Karena
diberitahu ‘hadiah apapun’, malah membuatnya semakin sulit untuk memilih...”
“Pada dasarnya, membeli hadiah dengan petunjuk ‘terserah kita’ merupakan ide yang buruk ya? Hal-hal yang bisa berubah tergantung
dari pendapat orang lain tidak akan pernah menjadi hal yang berguna.”
Bukannya aku terbatas sih.
Hal-hal yang tidak memiliki konsensus akan selalu berakhir dengan kekecewaan.
Mungkin di saat-saat seperti inilah kita butuh GRAND DESIGN dan CONSENSUS yang
punya INNOVATIVE WIN-WIN. Sial, pikiran
di kepalaku mulai berputar-putar.
“Kau tidak perlu sampai berpikir sejauh itu.
Maksudku, yang terpenting adalah perasaanmu ketika memilih hadiah itu.
Sederhananya, yang menerima hadiah itu merasa senang karena hadiah itu
melambangkan dirimu...Oleh karena itu, kurasa apapun oke.”
Well, ‘yang penting
perasaanmu’ bukanlah hal yang sulit untuk kumengerti.
[note: Ini flashback ke vol 3 chapter 4 dimana Yukino ketika
menerima boneka Pan-san dari Hachiman mengatakan di hadiah tersebut ada
perasaan si pemberi.]
Tapi, seberapa berartinya
jika kita mempertimbangkan kenyamanan si penerima?
“Jujur saja, kata-katamu
soal ‘hadiah apapun oke’ itulah yang membuatku sulit untuk memilih...Lagipula,
coba kau pikir jika kau menerima hadiah dari seseorang dan isinya Gunpla, benar
tidak?”
Yuigahama mengedipkan
matanya berkali-kali dan memalingkan matanya.
“Aaah...Erm, itu. Kurasa
masuk akal...Kupikir akhirnya aku akan mencoba memilih hadiah berdasarkan siapa
yang akan menerimanya, kurasa begitu.”
[note: Camkan lagi kata-kata Yui ini, nanti ada dalam monolog
akhir chapter ini ketika Hachiman memutuskan memberikan scrunchie warna pink
kepada Yukino.]
Ketika kau memberi hadiah
ke seseorang dan dia membukanya, lalu dia diam sejenak. Setelah itu dia bilang
“...te-terima kasih”, membuat senyuman yang terpaksa dan harus pura-pura
senang, itu adalah momen dimana kau ingin mati saja.
Yuigahama lalu tersenyum.
“Kau sangat serius ketika
membahas hal-hal aneh...Kalau begitu, aku juga akan berpikir lebih keras
tentang hadiah yang akan kubeli.”
“Betul, kau sebaiknya
begitu. Lagipula, kita tidak tahu siapa yang akan menerimanya.”
“Kupikir begitu.”
Yuigahama mengatakan itu
dan menaruh aksesoris yang dipegangnya di meja. Lalu Yuigahama mengatakan
sesuatu.
“...Tapi akan sangat bagus
jika hadiahnya diberi ke orang yang tepat. Soal itu, sebagai terima kasihku
ketika ulang tahunku dulu, aku belum pernah memberimu sesuatu, Hikki, jadi...”
“Eh?”
Ini mengingatkanku akan
sesuatu. Ini terjadi sudah lama sekali, hampir setengah tahun yang lalu.
Mungkin hadiah yang itu. Sejujurnya, itu adalah hadiah yang kugunakan sebagai
permintaan maaf karena menyelesaikan permasalahan kita secara sepihak, dan
kugunakan momen ulang tahunnya sebagai alasan saja.
[note: Vol 3 chapter 6.]
[note: Vol 3 chapter 6.]
“Aah, bukan, itu
sebenarnya bukan hadiah semacam itu, jadi kau tidak perlu mengkhawatirkan itu.
Sebenarnya itu hanya permintaan maaf saja. Kalau kita terus berputar-putar
saja, itu tidak akan berakhir.”
Kurasa yang kuucapkan
barusan juga cukup egois, tapi aku tidak punya alasan lain yang bisa kukatakan
lagi.
Tapi, Yuigahama yang tidak
sedang menatapku mengatakan dengan pelan.
“Ini tidak seperti harus
berakhir juga...”
Kata-katanya itu seperti membongkar sesuatu yang terpendam di dasar
hatiku.
[note: Vol 5 chapter 6, Hachiman sengaja mencegah Yui menembaknya.]
[note: Vol 5 chapter 6, Hachiman sengaja mencegah Yui menembaknya.]
“...Kupikir begitu.”
“...Uh huh.”
Kami berdua terdiam.
Sebuah hubungan yang tidak
ada akhirnya adalah sesuatu yang tidak bisa kubayangkan. Mungkin itu hanyalah
mimpi, delusi, atau sebuah idealisme; sesuatu yang kupikir tidaklah nyata.
Meskipun itu terdengar
indah, itu sangat menyakitkan, sehingga aku tidak bisa mendeskripsikan hal
semacam itu kepada Yuigahama.
Kesunyian itu lalu
dihancurkan oleh senyum Yuigahama.
“Ah, aku lupa. Sebenarnya,
ulang tahun Yukinon sudah dekat loh.”
“Oh yeah, aku pernah
dengar soal itu.”
Aku tidak tahu tanggal
pastinya, tapi aku percaya itu ada di musim dingin.
[note: Dari namanya saja bisa ditebak Yukino lahir kapan.
Yukinoshita berarti dibalik salju, Yukino berarti salju. Alias Salju yang
berada di balik salju. Dengan kata lain, Yukino pasti lahir di musim dingin, antara bulan
Desember - Februari.]
Yuigahama memegang sesuatu
dari rak di depannya lalu mengembalikannya lagi. Setelah beberapa kali
melakukannya, dia menatapku.
“Ketika ulang tahunku,
umm, hadiah untukku, kau membelinya bersama Yukinon, benar tidak?”
“Ya kurang lebih begitu.
Komachi ada disana juga.”
“U-Uh huuh.”
[note: Hachiman melanggar saran Komachi dengan memberitahu wanita
lain dalam membeli hadiah. Yui yang berpikir kalau hadiah yang diterimanya itu
merupakan pikiran dari 3 orang, tentu tidak akan merasa spesial.]
Yuigahama meresponnya
datar. Barang yang dia pegang itu, dia kembalikan ke raknya lagi.
“Kalau begitu, akan sangat
bagus, ji-jika kau mau pergi bersamaku...Umm, maksudku berbelanja hadiah untuk
Yukinon...”
Tampaknya dia memegang
benda-benda itu hanya sekedar mengalihkan kegugupannya.
Kalau cuma sekedar
belanja, kurasa tidak masalah. Kupikir begitu. Sama seperti aku pergi dengan
Yukinoshita sebelumnya. Tujuan kita berbelanja juga sangat jelas.
Dulu Yukinoshita dan
diriku juga membuat janji keluar bersama, tapi, waktu itu suasananya agak aneh.
Mungkin ada baiknya jika aku santai-santai saja menanggapi ajakan kali ini.
[note: Buat yang belum tahu, vol 3 chapter 3. Yukino sangat gugup
dan berkeringat dingin ketika mencoba mengajak Hachiman keluar untuk membeli
hadiah Yui.]
“Hmm...Berbelanja, ya...?
Well, kalau hanya berbelanja, kurasa tidak masalah.”
“Oke.”
Yuigahama menjawabnya
dengan singkat sambil terlihat malu-malu. Di depan pintu toko, terlihat
Yukinoshita mulai memasuki toko ini. Dia tampaknya hendak mencari hadiah disini
juga.
“Ah, itu Yukinon. Oke,
biar nanti kita bicarakan lagi soal itu. Heeei, Yukinooon!”
Yuigahama tampak
terburu-buru berjalan ke arahnya.
“Oh, Yuigahama-san dan
Hikigaya-kun.”
Yuigahama menaruh kedua
tangannya di bahu Yukinoshita.
“Yukinon, kau sudah
memutuskan mau membeli apa?”
“Belum. Tapi aku menerima
banyak sekali saran dari Komachi-san, tapi...”
Begitu ya, jadi dari tadi Komachi bersama Yukinoshita?
[note: Sederhananya, Komachi sedang ‘mengompori’ Hachiman dan
Yukino agar membeli hadiah seperti ekspektasinya.]
“Komachi? Dimana, aku kok
tidak melihatnya...”
“Komachi-san ada disana.”
Yukinoshita menunjuk ke
sebuah area. Ketika kulihat, ternyata Komachi ada disana. Dia memang ada
disana...tapi ini sangat mencurigakan.
“Oh, kau ada disini
rupanya. Hei, Komachi...Kau sedang apa?”
Komachi tampak tiduran di
sofa yang besar, dia tampak tidak mendengarkanku. Dia memejamkan matanya,
seperti terbawa ke dunia lain. Ketika dia sadar kalau aku memanggilnya
berkali-kali, dia kembali ke dirinya yang asli.
“Ah, Onii-chan. Ini enak
sekali! Sofa ini bisa membuat orang baik menjadi tidak berguna dalam sekejap!
Uwah, luar biasa, aku tampaknya akan segera menjadi tidak berguna. Ah, ini
buruk, Komachi kalau begini terus akan menjadi...”
Komachi terus menggerutu
dan tiduran di atas sofa besar itu. Mungkinkah ini yang disebut dengan kekuatan
tersembunyi sofa yang membuat orang baik menjadi tidak berguna...?
“Eh, apakah memang seenak
itu...? Sekarang aku kok malah ingin mencobanya juga.”
Aku ingin mencoba juga lah!
Seperti yang kuduga, ketika aku tiduran di sofa tersebut bersama Komachi, aku hampir saja langsung tertidur
jika tidak ada suara yang memanggilku. Yukinoshita terdengar memanggilku...
“Oh, aku percaya kalau
Hikigaya-kun tidak perlu mencoba sofa itu, benar tidak? Kau dari awalnya memang
sudah tidak berguna.”
Ketika kubuka mataku,
Yukinoshita terlihat sedang tersenyum.
“Jangan mengatakan itu
sambil tersenyum. Tahu tidak, kalau kau kalikan negatif dengan negatif, maka
akan menjadi positif.”
“Jika kau tambahkan
negatif dengan negatif, maka akan menjadi negatif yang lebih besar. Apa kau
benar-benar belajar matematika ketika SMP dulu?”
“Tunggu dulu. Mari kita
ambil hal yang bijak dari kejadian ini. Kita bisa membujuk orang lain untuk
mencoba ini sehingga semua orang akan menjadi negatif. Nah kalau semua orang
menjadi tidak berguna, bukankah sebutan tidak berguna akhirnya akan
menghilang?”
Yukinoshita menaruh
tangannya di keningnya.
“Logika berpikirmu itu
ternyata masih tidak berubah. Seperti dugaanku, sofa ini memang tidak cocok
untukmu.”
Mendengarkan percakapan
kami yang seperti itu, Komachi akhirnya terbangun.
“Phew. Mari banguun...!
Kurasa yang barusan kakakku katakan itu sebenarnya ada kode terselubung tentang
keluarga yang dia inginkan kelak. Daripada sofa yang membuat orang baik menjadi
tidak berguna, Komachi ingin Onii-chan punya istri yang bisa membuat orang
tidak berguna menjadi berguna♪ Ayo,
ayo, itu petunjuk!”
“Heh!? Eh, eh, bukan
maksudku begitu, umm...”
Yuigahama tampaknya
menanggapi itu dengan spontan, tapi dia tidak bisa mengatakan kata-katanya.
Syukurlah, kurasa aku ingin mati saja kalau mendengar ada seorang gadis yang
menanggapi ocehan Komachi. Tapi di lain pihak, Yukinoshita tampaknya mengatakan
sesuatu.
“Komachi-san, sayangnya,
aku tidak yakin kalau keinginanmu itu akan dikabulkan. Kurasa itu mustahil bagi
Hikigaya-kun.”
“Eh, benarkah? Sayang
sekali. Aku ingin secepatnya ada seseorang yang menggantikanku...”
Komachi-chan, kau
tampaknya ingin menyingkirkanku segera ya? Kurasa kau harus menunda sejenak
pesta perpisahan kita, oke?
Meski begitu, aku
bersyukur Yukinoshita tidak menanggapi langsung pancingan Komachi tadi. Tapi
akupun hendak komplain dengan kata-katanya tadi.
“Hei, bisakah kau tidak
menghancurkan mimpi seseorang seketika hanya dengan kata-kata?”
Yukinoshita lalu menatapku
dengan dingin.
“Mengesampingkan semua
perkataanmu selama ini tentang bersantai, tapi kenyataannya kamu ini adalah
orang yang bekerja keras untuk mewujudkan semuanya, benar tidak?”
“Aah, aku paham maksudmu.
Hikki memang benar-benar bekerja keras meskipun sering komplain tentang
pekerjaannya.”
Yuigahama menganggukkan
kepalanya.
Komachi mendekatiku dan
membisikkan sesuatu.
“Nah itulah jawabannya, Onii-chan.”
Mengesampingkan kata-kata
Komachi, sebuah image yang buruk langsung muncul di pikiranku.
“Tidak, jujur saja, aku
tidak paham maksud kalian...Mungkin saja aku akan bekerja keras demi gaji yang
tidak seberapa, dan sisa waktuku akan kuhabiskan dengan mengutuk perusahaanku.
Aku akhirnya sadar kalau aku terlalu bekerja keras, tapi gajinya tidak
seberapa. Tapi karena sudah terbiasa, akhirnya aku sudah terbiasa berpikir
kalau hidup itu ternyata tidak seburuk yang kupikirkan. Dan akhirnya, aku
menjadi seorang budak perusahaan. Aku sangat khawatir akan berakhir seperti
itu...serius ini, aku khawatir akan masa depanku!”
[note: Hachiman belajar dari pengalaman ayahnya. Gaji tidak
seberapa, tapi berangkat subuh pulang malam. Bahkan harus bekerja meski Natal.
Namun istri dan putrinya menganggap remeh keberadaannya. Mungkin ini
benar-benar horor bagi seorang pria dan ayah manapun.]
“Imajinasinya memang luar
biasa realistis...”
“Tapi, poin yang dia
khawatirkan memang diluar akal sehat...”
Yuigahama dan Yukinoshita
melihatku dengan kasihan. Jujur saja, aku sendiri ini sudah tidak punya impian
dan harapan.
“Oleh karena itu aku punya
sebuah mimpi. Aku ingin menjadi suami rumahan...”
“Kurasa itu sudah tidak
tertolong lagi, tapi cukup aneh juga melihat orang bisa memiliki impian yang
terburu-buru seperti itu hanya berbekal dari imajinasinya saja...”
Yukinoshita mengatakan
pendapatnya sambil menghela napasnya.
“Nah, karena kalian berdua
kenal dia dengan baik, kakakku ini memang punya sifat yang semacam itu. Aku
akan sangat berterima kasih jika kalian tidak terlalu mengharapkannya.”
Komachi mencoba
mensupportku.
“Kupikir begitu. Akupun
sudah menyerah untuk mengubahnya.”
“A-ahahaha. W-well, dia
memang beban sejak awal.”
Keduanya mengatakan
hal-hal yang kejam, tapi Komachi yang tampak gembira tersebut membisikkan
sesuatu kepadaku.
“Kau dengar barusan? Ini
bagus sekali, onii-chan!?”
“Tidak, tidak, tidak, ini
tidak bagus sama sekali. Mereka sudah menyerah dan menganggapku beban, tahu
tidak!”
Tapi bagi Komachi,
tampaknya dia tidak mempedulikannya dan tetap tersenyum.
“Hmm? Aku tidak tahu
maksudmu apa. Tapi kupikir kita banyak mendapat petunjuk penting...Fufu. Jadi,
kita tidak butuh sofa ini?”
“Benar. Lagipula, kita
sudah punya pengganti sofa, kita punya bola berbulu yang berjalan mondar-mandir
di rumah tiap hari.”
Komachi mengangguk setuju.
“Aah Kaa-kun, ya? Tapi aku
berani bertaruh kalau Kaa-kun akan bahagia dengan adanya sofa ini di rumah. Dia
mungkin akan tiduran sepanjang hari.”
Yup, yup, aku bisa melihat itu. Jadi mengapa kucing itu suka berada di
sofa atau futon? Ketika memikirkan itu, ternyata aku baru sadar kalau
kucing bukanlah satu-satunya makhluk yang suka melakukannya.
Yuigahama tampaknya
menyadari sesuatu.
“Itu ada benarnya! Aku
bisa membayangkan Sabure melompat dan turun dari sofa juga! Mungkin aku harus
membelinya!”
“Nah, aku cukup yakin
kalau dia akan tenggelam dalam nyamannya sofa...Kalau kucing kami rebahan
disana, kurasa akan ikut tenggelam juga.”
Tiba-tiba, Yukinoshita
terdiam.
“...Kalau kucing, duduk
dan langsung tertidur di sofa...? Kucing itu pasti sangat manis.”
...Ba-baru saja, aku mendengar nona yang dingin mengatakan sesuatu yang
sangat manis...Tidak, kurasa suara tadi cukup pelan sehingga bisa jadi aku
salah mendengarnya. Aku lalu melihat ke arah Yukinoshita.
Dia lalu melihatku,
seperti ingin mengatakan sesuatu.
“Hei, Hikigaya-kun, apa
kamu yakin tidak mau membeli sofa ini? Lagipula, hewan peliharaan adalah bagian
dari keluarga. Katamu, kau ini adalah orang orang yang menikmati waktu bersama keluarga,
mungkin sofa ini adalah hadiah yang sempurna, benar tidak?”
“Tidak, tolong hentikan
menyarankanku sesuatu dengan alasan yang sangat logis! Teorimu itu terlalu
banyak konspirasinya...”
Mungkin semacam itulah;
teorinya sangat terstruktur seperti rumah para lebah....Sebenarnya, apa aku bisa benar-benar lolos dari sarannya?
Komachi lalu menarik-narik
lenganku.
“Ah, Onii-chan. Sofa ini
ternyata punya versi mininya. Kurasa ukuran itu oke, benar tidak?”
Ketika kulihat, ternyata ada
sofa kecil yang terbuat dari bahan yang sama.
Yukinoshita lalu menyentuh
sofa tersebut dan mengangguk.
“Kurasa ukuran yang ini
sangat cocok untuk kucing. Benar tidak, Hikigaya-kun?”
“Tiba-tiba dari kriteria
keluarga sekarang menjadi kucing...Begini saja, akan kupertimbangkan soal itu.
Sekarang aku akan ke toko lain dan melihat-lihat barang untuk urusan pesta
nanti.”
Aku merasa kalau tinggal
disini lebih lama, maka aku akan berakhir dengan membeli sofa kecil itu untuk
kucingku. Meskipun aku pamit ke mereka dengan alasan yang abu-abu, tampaknya
Yuigahama dan yang lainnya mengangguk seperti mereka juga punya sesuatu untuk
mereka beli.
“Oke, kalau begitu sampai
jumpa.”
Setelah melihat yang
lainnya pergi, aku meninggalkan area tersebut.
x x x
Setelah aku selesai
membeli hadiahnya, aku berjalan menuju restoran cake yang disepakati sebagai
tempat berkumpul.
Aku membetulkan tas
belanjaanku dan melirik ke arlojiku.
“Phew...Akhirnya aku
membeli hadiahnya...Kurasa tempat berkumpulnya cukup mudah dilihat. Dan ini
sudah hampir waktu yang disepakati...”
Yang lainnya harusnya sudah mulai berdatangan. Aku memutuskan untuk
berdiri di depan restoran dan menunggu. Ketika aku hendak memeriksa HP-ku, aku
mendengar sebuah suara yang familiar dari para pekerja paruh waktu yang bekerja
di pertokoan ini.
“Met datang, ‘datang’. ”
“Hmm? Suara yang tidak
nyaman ini serasa familiar...”
Kau sangat keras sekali. Aku menatapnya dengan emosi. Orang itu
memakai pakaian Santa dan sepertinya sedang mempromosikan restoran yang menjual
cake tersebut.
“Met datang. ‘datang’.”
Kau sangat mengganggu. Itulah yang kupikirkan, tapi aku tidak bisa
mengubah tempat pertemuan seenaknya. Aku mencoba membuat suara itu tidak
mengangguku, tapi perasaan tidak nyaman itu membuatku menyerah dan melihat ke
arah orang itu. Dan mata dari Santa tersebut bertemu dengan kedua mataku.
“...Ah. Serius ini?
Bukankah itu Hikitani-kun!?”
Santa yang menyedihkan itu
mulai berbicara kepadaku. Pria ini sangat
mengganggu. Ketika kulihat, ternyata itu adalah Tobe.
“Ooh, aku juga terkejut...Tobe,
kah...? Mengajakku mengobrol tiba-tiba, kupikir orang yang kukenal atau
semacamnya...”
Tobe bersikap sangat
familiar sehingga membuatku agak takut, tapi itu tidak mengganggunya sedikitpun.
“Beh, bukankah ini semacam
kebetulan, bisa bertemu di tempat semacam ini? Aku mencoba mempromosikan
beberapa cake disini, asli nih, gue udah mau mati kebosenan!”
“Aah, jadi itu alasannya
kau memakai baju Santa...Tunggu, bukankah itu sedikit janggal kau
bersantai-santai ketika bekerja...?”
“Belum ada satupun
pelanggan yang mampir. Beh, gue bosen nih.”
Tobe terlihat komplain
sambil membetulkan rambutnya yang panjang.
Meski begitu, mustahil aku
bisa menjadi obat bosannya. Jadi, kuputuskan untuk meresponnya dengan singkat.
“Begitu kah?”
“Yeah, begitulah.”
“Hooh...”
“Yeaah, begitulah bro...”
“Oh begitu...”
Melihat kalau percakapan
kami hanya akan berputar-putar, Tobe tiba-tiba bertanya.
“...Aah...Tapi ada apa
bro? Hikitani-kun, apa yang kau lakukan disini?”
Aku paham kalau
pertanyaannya barusan hanya sekedar mengusir rasa tidak nyaman percakapan tadi.
Merasa tidak nyaman denganku, maaf ya, oke?
“Nah, aku hanya berbelanja
saja.”
Karena dia mengganti
topiknya, meresponnya balik adalah sebuah bentuk tata krama.
Serasa gembira karena bisa
melanjutkan pembicaraan, Tobe lalu mendekatiku.
“Belanja, serius lo? Jadi
belanja yang dimaksud ini belanja semacam apa? Serius nih? Hikitani-kun
berbelanja? Ini pasti ada sesuatu!”
Tidak, bahkan akupun
sering berbelanja...Apa sih yang ada di pikiran orang ini tentangku?
Sial, ngapain gue? Aku harusnya tidak berbicara lebih jauh soal ini
dengannya, bukannya aku tidak mau berbicara dengan Tobe atau semacamnya...Ketika
aku tidak yakin mau menjawab apa, seseorang datang melihat kami berdua.
“Hikigaya-kun, apa ada
sesuatu?”
“Oh, Yukinoshita. Tidak
ada, aku hanya kebetulan bertemu Tobe.”
Tampaknya yang lainnya
akan segera kesini jika melihat Yukinoshita sudah ada disini. Ketika dia
mendengar kata ‘Tobe’, dia memiringkan kepalanya seperti penuh tanda tanya.
Tidak, Tobe yang kumaksud ya Tobe yang itu. Mengapa dia begitu misteriusnya
bagimu? Kau tidak kenal dia?
Sebelum itu, Tobe ternyata
juga sedang memiringkan kepalanya secara misterius. Dia bolak-balik melihat ke
arah kami berdua.
“Oh? Oh? Yukinoshita-san?
Kenapa kalian berdua belanja bersama-sama? Ah! Uh huuuh.”
“Hei, apa-apaan dengan
jedamu tadi? Kau pasti membayangkan yang aneh-aneh?”
Tapi Tobe tampaknya sudah
mengambil kesimpulan tersendiri karena mengatakan “uh huuh” ketika melihat ke
arahku dan Yukinoshita.
“...Tampaknya ada sebuah
kesalahpahaman, tapi kurasa bukan itu masalahnya...”
Pertama, Yukinoshita
menatap ke arah Tobe dengan tajam, pada akhirnya dia menghentikan kata-katanya
sehingga aku tidak tahu apa maksudnya.
Tobe, seperti biasanya,
tidak mendengarkan Yukinoshita dan memukul bahuku.
“Awww bro, jadi begini
toh! Kau harusnya bilang saja dari dulu, jadi kami bisa memberikan kalian waktu
buat berduaan di Disney Land kemarin.”
“Tidak, sebenarnya bukan
begitu...”
Aku mencoba membenarkan
apa yang salah disini, tapi dia tidak mendengarkan. Yukinoshita yang melihat
percakapan kami, entah mengapa terlihat kesal.
“...Kau keberatan kalau
aku pergi lebih dulu?”
“Eh, yeah. Well...”
Aku lalu mendekati
Yukinoshita untuk bertanya apakah dia butuh diriku untuk sesuatu.
Yukinoshita terlihat gugup
dan mengatakannya sambil memalingkan wajahnya.
“Oh, benar...Aku bukannya
bagaimana, hanya saja Tobe-kun sedang memakai baju Santa, aku tidak
menyadarinya, jadi aku..."
Dia mengatakannya tanpa
menatap ke mataku, dan suaranya tiba-tiba hilang di tengah pembicaraan.
[note: Yukino kesal karena Hachiman mengatakan hubungan mereka
bukan pacar di depan Tobe. Kalau melihat apa yang terjadi di Disney Land,
dimana Yukino menggenggam tangan Hachiman dan kemarin Yukino mengatakan masih
menjalankan permintaan Hachiman tentang gadis yang mau menerimanya, terang saja
Yukino marah.]
Ketika aku melihat arah
Yukinoshita memandang, Yuigahama ternyata sudah datang ke tempat ini. Melihat
kami berdua, dia melambaikan tangannya.
“Hikki, Yukinon. Eh ada
apa ini...? Huh ada Tobecchi?”
Tobe yang berdiri tidak
jauh dariku menjadi lebih terkejut melihatnya.
“Eh, eh? Yui ada disini
juga...? Ah! Uh huuuh.”
“Eh lagi-lagi, kali ini apa lagi yang ada di bayanganmu?”
Tobe merapikan rambutnya
lalu menyentuh keningnya.
“Wah ini cukup gila!
Berbelanja berasama dua gadis itu sudah gila! Serius nih Hikitani-kun, kamu ini
seperti normie man! Serinormietani-kun!”
“Tidak, aku tidak tahu apa
maksudmu. Juga, namaku bukan Hikitani.”
Meski aku mengatakan itu,
dia tidak mempedulikanku dan terus mengatakan “beh, beh”.
Yuigahama lalu berbicara
kepadanya.
“Tobecchi, apa kamu sedang
bekerja? Kami sebenarnya kesini untuk pesta Natal.”
“Ah begitu ya...”
Tampaknya penjelasannya
barusan sudah meyakinkannya. Ketika Tobe menganggukkan kepalanya, semua orang
sudah berkumpul disini. Totsuka dan Komachi juga sudah datang.
“Aah, Tobe-kun.”
“Waah, lama tidak ketemu.”
Seperti bertambah antusias
karena bertemu orang-orang yang dia kenal, Tobe lalu berjabat tangan dengannya.
“Ooh! Bukankah ini Totsuka
dan adik dari Hikitani! Weeey!”
“Sapaan macam apa itu?
Cukup mengganggu.”
“A-Ahaha...Maksudku, ini
Tobecchi, jadi...”
Yuigahama mengatakan itu
dan Yukinoshita menatap Tobe dengan tajam.
“Itu seperti semacam
sapaan sebuah suku...Aku tidak paham apa yang dia katakan...”
“Benar kan? Mencoba
memahami itu saja sudah bikin sakit kepala.”
Aku memandangi Tobe dengan
tatapan yang suram, tapi dia tampak tidak mempedulikannya.
“Selamat Natal, weey!”
“Sial, dia berteriak
lag...”
Tepat ketika aku hendak
mengatakannya, Komachi menyapanya balik.
“Weeey! Selamat Natal!”
Karena Komachi di
sebelahnya terlihat sangat antusias, Totsuka yang kebingungan juga mengatakan
hal yang sama.
“W-Weeey!”
“Weeey!”
“Huh!? Bahkan Hikki juga
ikut-ikutan mengatakan juga?”
Hah! Sial! Aku tidak
sengaja mengatakannya! Ta-tapi jika Totsuka dan Komachi melakukannya, entah
mengapa aku juga mengatakan itu, weeey.
Serasa gembira karena
semuanya menyapanya balik, Tobe bertanya kembali.
“Ada apa ini, ada apa?
Kalian tampaknya sedang antusias nih...? Uh, oh? Kalau kulihat lebih jauh,
bukankah itu Zaimokuzaki-kun? Zaimokuzaki-kun, weeey!”
Siapa Zaimokuzaki-kun? Tampaknya itu Zaimokuza. Sejak kapan dia
disini? Tobe, kau punya penglihatan yang baik...Zaimokuza tampaknya hendak
mengatakan sesuatu.
“Wey? Wey, wey!? Wey, weeeey!?”
“Tsk. Serius nih, dia
harusnya mati saja bersama weey-nya.”
“Onii-chan, kau terlalu
blak-blakan.”
Tidak, Komachi-chan, tahu
tidak? Mengganggu ya tetap mengganggu. Sumber dari hal yang mengganggu itu,
Zaimokuza, sedang mengatakan sesuatu.
“Wey, wei,
untukmu...Eightman!? Kalau di Jepang, namanya Hachiman!?”
[note: Hachi = delapan = eight .]
“Apaan lu?”
“Siapa dia? Orang seperti
apa dia?”
“Yeah, dia sekelas
denganku, Tobe. Dia sangat mengganggu tapi dia orang baik. Tapi jangan lupa ini, pada
dasarnya dia itu sangat mengganggu.”
Aku memberikannya
penjelasan singkat dan Zaimokuza terlihat mengangguk.
“Begitu ya, begitu.
Memang, itu sangat mengganggu. Rambut panjang dan suara yang berisik, dan lebih
penting, sok dekat...”
“Wow, kau melemparkan
boomerang yang luar biasa!”
Tapi kau harusnya berkaca
juga, yang kau katakan itu juga berlaku untuk dirimu...
“Tapi, kenapa dia bisa
tahu namaku...? Malahan, dia mengubah namaku menjadi semacam kode...Ha!?
Mungkinkah dia berasal dari Organisasi itu!?”
“Kupikir begitu. Tidak
sepertimu, dia itu anggota suatu grup, jadi kupikir dia adalah orang dari
organisasi yang lain.”
Tobe sepertinya sedang
memikirkan sesuatu.
“Ah, begini, Yui dan
semuanya, kalian sedang mengadakan Pesta Natal?”
“Uh huh, benar.”
“Oh, oh, jadi kau ingin
beli cake disini? Restoran ini milik Senpaiku. Dia meminta tolong kepadaku.
Kurasa akan cukup buruk jika tidak ada yang laku.”
“Mmm, cake ya? Bagaimana
ya?”
Ketika Yuigahama bingung
harus bagaimana, ada suara yang keras tiba-tiba terdengar oleh kami.
“Aku sudah dengar apa
masalahmu!”
“Huh? Hiratsuka-sensei?”
Hiratsuka-sensei datang
dengan mengibar-ngibarkan jas putihnya seperti seorang penyelamat bagi Tobe.
Suara highheelsnya sangat mengganggu.
“Tampaknya kau terpasung
oleh tugas yang diberikan untukmu.”
“Sensei benar sekali. Saya seperti terperangkap disini.”
Tobe mengatakan itu sambil
melihat tumpukan kotak cake yang ada di belakangnya.
Melihat hal tersebut,
Hiratsuka-sensei mengangguk.
“Aku paham...Kubeli
semuanya...Kalau tidak laku, kue-kue itu serasa kesepian.”
“Tunggu dulu? Jangan
memberikan cake-cake tersebut perasaan, oke?”
“Saya rasa kita akan
kesulitan memakannya jika kita membelinya.”
“Tapi meski kita beli
satu, kurasa itu tidak akan mengubah faktanya.”
Kata-kata Komachi dan
Yukinoshita membuat Tobe panik.
“Tapi serius nih, kalau
ini tidak terjual, Senpai akan memarahiku. Atau kusebut bagaimana ya? Kekerasan
verbal atau semacamnya? Jadi tolonglah aku keluar dari situasi ini?”
Totsuka lalu memiringkan
kepalanya.
“Jadi, kau ingin kita
memberitahukanmu cara untuk menjual cake-cake ini?”
Yuigahama lalu menaikkan
tangannya.
“Hoi, Yuigahama. Apa
pendapatmu?”
“Jual dengan harga lebih
murah!”
“Hmm, itu bisa saja.”
Tobe mengangguk merespon ide sederhana dari Yuigahama barusan.
Lalu, Zaimokuza seperti
memikirkan sesuatu.
“Hapon, kalau kita
memberikan bonus spesial, itu akan memberikan semacam nilai tambah! Aku bisa
menuliskan sesuatu untuk membuat penjualannya menarik dengan skill penulis
novelku...”
“Kurasa itu tidak akan
berhasil.”
Gaya kebarat-baratan dari
Tobe yang menaikkan kedua tangannya sangat mengganggu.
Totsuka sepertinya
menemukan sesuatu.
“Bagaimana kalau servis
tambahakan seperti menulis nama di cake, untuk ulang tahun atau semacam itu?”
“Itu bisa saja.”
Mendengarkan hal tersebut,
Yukinoshita menambahkan.
“Bagaimana kalau kita
tulis saja cake tersebut adalah ‘limited edition’?”
“Itu juga bisa” Tobe
meresponnya balik.
Orang ini tampaknya menerima
begitu saja kata-kata orang...? Tapi kalau melihat situasinya, menyerahkan
keputusan ke Tobe tidak akan membuat kita maju ke depan.
“Tidak, semua ide tersebut
sangat sulit, benar tidak? Kau sudah dibatasi oleh beberapa kebijakan restoran.
Kalau kamu tidak ingin dimarahi sama atasanmu, lebih baik kau kerja dengan
lebih serius lagi.”
“Kau sungguh kejam
Hikitani-kun, sangat suram. Tapi dimarahi atasanku memang sangat buruk sekali.”
Ketika kulihat ke tumpukan
kotak cake yang ada di bagian depan restoran, aku melihat sticker
keterangannya...Well, ternyata cake ini sebentar lagi akan lewat tanggal kadaluarsanya.
“Mmm...bagaimana kalau
begini? Cake itu akan dijual separuh harga karena sebentar lagi akan lewat
tanggal layak konsumsi? Jadi kenapa tidak menaruh pengumuman besar-besar kalau
harga cakenya 50%?”
Entah mengapa,
Hiratsuka-sensei bereaksi.
“Uuu, sudah
separuh...Benar kan...Ketika kau lewat 24, kau sudah separuh...Dan ketika kau
lewaat 25, kau sudah siap untuk dilempar keluar...”
“Ini tentang cake, bukan?
Kita sedang membicarakan tentang Kue Natal?
Aku mencoba
mengkonfirmasinya, tapi suaraku tidak bisa terdengar oleh Hiratsuka-sensei.
“Jadi kenapa mereka jual
mahal meskipun tahu kalau mereka sudah terdesak...?”
Hiratsuka-sensei
mengatakan itu sambil mengambil sticker diskon 50%.
“Oh sial, Sensei akan
menempelkan sticker itu ke dirinya! Cepatlah, siapapun cepat lamar dirinya!”
Yuigahama berusaha
menghentikan Sensei.
“Se-Sensei, tidak apa-apa!
Menjadi separuh itu bukanlah hal buruk! Maksudku, nilai pajak barang kan
semakin lama semakin mahal harganya!”
“Oi, itu malah memperburuk
suasananya...”
“Benar juga, kalau kita
membahas pajak konsumsi, maka pajak konsumsi hanya dikenakan ketika barang
tersebut laku saja. Kurasa ini agak berbeda dengan Hiratsuka-sensei.”
Tunggu dulu, Yukinoshita-san!
Tolonglah jangan menyudutkannya! Tolong
siapapun, belilah sensei! Siapapun, tolong lamar dia! Sensei juga punya cost
performance terbaik!
Aku ingin seseorang secepatnya lamar dia.
Jika tidak ada yang melakukannya, bisa –bisa aku yang tertimpa sial dan berakhir dengan melamarnya. Sebenarnya, pasti ada alasan serius kenapa orang ini tidak
menikah sejak dulu-dulu...? Kurasa itu termasuk dalam tiga misteri diantara
tujuh keajaiban dunia, serius ini.
“Well, kalau dilihat dari
situasinya, satu-satunya hal yang bisa kita lakukan adalah mempromosikannya
secara normal.”
“Memberitahu orang-orang
yang lewat ya...Memangnya kita punya sesuatu yang bisa menarik perhatian
orang-orang?”
Kata-kata Yukinoshita itu
memancing reaksi Tobe.
“Ah, kurasa itu bisa juga!
Kita punya beberapa baju Santa ekstra. Juga, ada tanduk rusa loh! Tobe
mengatakan itu lalu mengambil baju Santa di belakang meja kasir.
Yuigahama melihat itu dan
mengatakan sesuatu.
“Tapi ini tampak tidak
cocok untuk dipakai para gadis.”
“Itu berarti yang
memakainya adalah para pria.”
Yukinoshita mengatakan itu
dan Tobe melihat ke arah para pria.
“Naah, kurasa ukurannya
kurang pas jika dipakai Zaimokuzaki-kun...Jadi, Totsuka atau siapa?”
“Eh, k-kau ingin aku
memakainya?”
Totsuka tampak terkejut,
begitu pula diriku.
“Kenapa aku tidak
dianggap?”
“Kurasa akan menjadi ide
yang buruk jika Onii-chan berurusan langsung dengan pelanggan, mau bagaimana
lagi...Kalau begitu, Totsuka-san, silakaaaan!”
“O-Oke, kurasa aku akan
mencoba memakainya...”
Setelah mengambil kostum
Santa dari Tobe, dia masuk ke restoran dan berganti pakaian di belakang. Tidak
lama kemudian, dia kembali ke depan restoran.
“Ba-Bagaimana...?”
Melihat Totsuka yang
memakai baju Santa dengan malu-malu, aku secara spontan berkata “Oooh...”
Baju Santa tersebut
ternyata lebih besar dari ukurannya, seperti sedang memakai rok mini saja.
Caranya menarik-narik pakaian Santa tersebut agar agar terlihat normal memang
sangat manis. Ekspresinya yang malu-malu karena diperhatikan banyak
orang...Sangat manis.
Tobe, kerja bagus! Mungkin
benar adanya kalau Tobe adalah pria yang baik...Mungkin kalau begini terus, aku
tidak keberatan berteman denganmu. Meski, aku mungkin akan melupakannya dalam
seminggu. Tidak, tidak, bukan ‘mungkin’. Tapi aku pasti akan melupakan Tobe dalam
seminggu.
Tobe mengangguk seperti
merasa puas.
“Ooh, kurasa ini sangat
bagus? Baiklah, ayo kita panggil pelanggan bersama-sama. ‘met datang, cake
pak?’”
Tobe tampaknya mencoba
memberitahu Totsuka cara memanggil pelanggan, tapi apakah benar begitu...?
Bahkan Yukinoshita saja dibuat pusing melihatnya.
“Apa sih yang sebenarnya
dia katakan? Aku sendiri tidak mengerti apa yang dia katakan...”
“Kurasa akan sulit
mendengar secara utuh apa maksudnya...Kalau ada alat bantu terjemahan, mungkin
isinya ‘Selamat datang, apakah anda berminat untuk beli cake?’ kurasa seperti
itu.” Aku mencoba menjelaskan itu kepadanya.
Totsuka kemudian melihatku
dengan kagum.
“Hachiman, ternyata kau
memang mengerti...O-Oke, aku akan mencobanya juga. Se-Selamat datang.
C-Cake...Apakah anda berminat untuk membeli cake?”
Tiba-tiba ada sebuah
gerakan.
“Fumun, kalau begitu,
kutawar 7 trilyun termasuk si penjualnya! Aku akan merebutnya darimu!”
“Ah, maaf, bisakah
saya beli cakenya satu?”
Aku berbaris di belakang
Zaimokuza dan mengambil uangku dari dompet, menunggu giliranku.
Di sisi lain, Yukinoshita
tampak geleng-geleng kepala melihatku.
“Kenapa kau malah
membelinya...?”
“Whoa, oh sial. Pemandangan
yang tidak diduga inilah yang menghipnotisku...”
“Ah, tapi tampaknya
sebentar lagi akan ramai disini.”
Ketika kulihat, banyak
sekali orang yang melihat ke arah kami seperti tertarik dengan apa yang
terjadi. Tidak beberapa lama kemudian, sudah banyak orang yang mengantri. Kalau
begini, mungkin penjualannya tidak lama lagi akan selesai.
Seperti menyadari hal
tersebut, Tobe terlihat sangat percaya diri.
“Naah, ini tampaknya akan
sukses. Dengan adanya para gadis manis disini, tentunya akan menjadi penjualan
yang sukses!”
“Gadis manis!? Fu, fu,
fu...”
Hiratsuka bereaksi dengan
cepat, dia menunjukkan ekspresi yang gembira.
Melihat hal tersebut,
Komachi bersuara.
“Uu, air mataku mulai keluar...Benar
sekali, pada dasarnya sensei adalah seorang gadis. Ya, kurasa begitu. Semua
wanita pada dasarnya adalah seorang gadis.”
Setelah melihat ke arah
para pelanggan, Sensei berkata.
“Fumu, mungkinkah ini yang
mereka sebut dengan sebuah antrian kecil bisa menarik antrian yang lebih besar?
Seperti restoran ramen.”
“Bukankah mereka
menyebutnya ‘jebakan marketing’...?”
Well, jebakan atau tidak, kalau ini menyelesaikan masalah Tobe, kurasa
tidak masalah...Tobe meminta bantuan kami dan selama Tobe juga terlibat,
kurasa misi sudah terlaksana.
Dia lalu mengambil tiga kotak
cake di dekatnya dan berterimakasih kepadaku.
“Hikitani-kun dan semuanya
mau pesta sesudah ini, kan? Nih tolong terima cake ini sebagai rasa terimakasihku. Kalau
perlu, aku akan memberikanmu cande light service.”
“Kami tidak perlu lilin di kue Natal.”
Dia lalu mengedipkan
sebelah matanya. Mengganggu sekali...
Tapi jika dia
memberikannya kepada kami, maka kami akan dengan senang menerimanya.
Aku menerima cake darinya
dan Yuigahama berterima kasih.
“Tobecchi, terima kasih
ya!”
“Nah nah, kalian
membantuku, jadi kurasa ini tidak masalah. Oke, pesta! Yeah!”
Tobe lalu menunjukkan
jempol jarinya. Dia sangat mengganggu, tapi dia adalah pria yang baik. Tapi tetap,
dia itu sangat mengganggu sekali.
“Aku tidak paham yang kau
katakan, tapi terima kasih.”
Komachi lalu berterima
kasih kepadanya. Kami lalu mengatakan selamat tinggal dan meninggalkan tempat
itu. Kalau kami ada disana lebih lama, kurasa kami hanya akan mengganggu.
Tepat ketika kami hendak
pergi, Totsuka melambaikan tangannya. “Oke, sampai jumpa lagi, Tobe-kun.”
“Weey, sampai jumpa!”
Tobe melambaikan tangannya
kepada kami sambil melayani pelanggan. Suaranya sangat keras sekali.
“...Sial, aku cemburu nih.
Aku ingin menghabiskan tahun depan dengan ditemani Ebina-san juga...Huh? Tapi
tahun depan kan ujian kelulusan? Beeh. Ini buruk sekaliiii.”
Meninggalkan suara itu di
belakang, kami lalu berjalan menuju pintu keluar dari mall tersebut.
x x x
Setelah meninggalkan mall,
Yuigahama mengajak kami ke sebuah tempat karaoke di depan stasiun. Setelah
memasuki ruangan yang dipesan, semua orang tampak memegang crackers di tangan
masing-masing.
Setelah semuanya terlihat
siap, Yuigahama mengatakan “Ayo!”
“Selamat Natal!”
Mengikuti suara berisik
dari crackers tersebut, suara kaleng minuman dan tos mulai ramai. Semua orang
merayakan Natal.
Tapi, aku malah memandangi
ruangan ini.
“Jadi, kenapa memilih
karaoke?” tanyaku.
Yuigahama yang menyiapkan
piringnya menjawab.
“Kalau kita ke tempat
Yukinon, para tetangga akan komplain karena kita akan sangat berisik. Juga,
tempat karaoke ini memperbolehkan tamu membawa cake dari luar”
“Uh, ya sudahlah, bukannya
aku mau komplain...”
Ketika aku mencoba
berbicara, Yukinoshita berbicara.
“Cakenya sudah kupotong. Tapi,
aku tidak menyangka kalau kita dapat tiga kue cake darinya.”
Yukinoshita mengatakan itu
dan membagikan cakenya.
Komachi mengangguk.
“Tobe-san memang orang baik, benar tidak?”
“Tobe-san memang orang baik, benar tidak?”
“Apa cuma aku saja yang
merasa kata-katamu itu merujuk kalau dia orang yang nyaman?”
Memang benar kalau Tobe
itu orang baik, tapi tolong jangan lebih dari itu! Itu membuatku merasa buruk
kepadanya. Tidak lupa kalau Isshiki juga sering memanfaatkannya, dan itu bukanlah hal
yang patut ditertawakan...
“Ini, Hachiman. Ada ayam
juga.”
“Ooh, terima kasih”
kataku, sambil mengambil ayam tersebut.
Zaimokuza yang duduk di
sebelahku mengatakan itu sementara Sensei yang ada di seberangku sedang
menuangkan minumannya.
“Hachiman, daging itu
enak. Apalagi yang digoreng, benar-benar terasa sampai di hati...”
“Ayolah, minum, minum
lagi, ini kan cuma chanmery.”
[note: Chanmery adalah minuman bersoda 0% alkohol dan memiliki
rasa beragam. Botolnya mirip-mirip minuman keras, sering digunakan dalam acara
pesta, natal, dan tahun baru. Berminat? Kalau tidak salah 360ml sekitar
250Yen.]
Semua orang tampaknya
menikmati pesta Natal ini dengan caranya masing-masing. Kami memakan ayam,
cake, terlibat percakapan, dan saling tos minuman...
Tapi tunggu dulu. Tunggu
dulu!
Apakah ini yang disebut Natal...? Keraguan ini seperti tertinggal
di kepalaku.
Aku secara perlahan
menaruh gelasku kembali di meja.
“Hei, aku bisa tanya...?”
“Ada apa?” Yuigahama
melihatku sambil mengunyah cakenya.
“Kalau begitu, ini apa
bedanya dengan pesta ulang tahun?”
“Eh?”
Ketika kutanya itu,
Yuigahama terdiam.
“Maksudku, kita kan di
karaoke, memakan makanan, cake, dan tos minuman...Apakah ini adalah cara yang
benar untuk merayakan Natal? Aku tidak merasakan sesuatu yang berbeda dari
‘weey, weey’ dan sekarang aku mulai ketakutan dengan apa yang sedang kulakukan ini...”
“I-Itu, umm...” Yuigahama
tampak gagap ketika menjelaskannya, diapun langsung memalingkan wajahnya.
Komachi menatapku dengan
wajah yang kurang senang. “Uwaah, kau ini mengganggu saja, onii-chan.”
Aku bukanlah satu-satunya orang yang merasakan itu, karena Yukinoshita
yang sedang memakan cakenya juga terlihat memikirkan sesuatu.
“...Tampaknya begitu. Bagaimana
bisa pesta ini dikatakan berbeda dengan pesta ulang tahun...?”
“Ha! Ini buruk sekali.
Ketidaknyamanannya mulai menyebar!”
Komachi mengatakan itu dan
Sensei mulai tertawa.
“Hikigaya, kau ini seperti
Cheetah...Tepat ketika kaupikir kau sudah selangkah ke depan, kau tiba-tiba
mundur dua langkah...”
Sensei mengatakan itu
sambil tersenyum.
“Aah! Aku tidak tahu apa
yang terjadi tapi suasana yang suram terus meningkat!” Komachi mulai berteriak.
Totsuka tampaknya
menyadari sesuatu.
“Ah, tapi Hachiman, kita
masih ada kegiatan tukar hadiah. Mungkin itulah yang membuat pestanya serasa
menjadi pesta Natal!”
“Ooh, kurasa kau benar!”
Begitu ya, bertukar hadiah
memang sangat Natal-banget. Tidak seperti pesta ulang tahun dimana kita hanya
memberikan hadiah secara sepihak, Natal ada acara bertukar hadiah.
Komachi lalu mengepalkan tangannnya.
“Bagus! Bagus Totsuka-san!
Kalau begitu, saatnya tukar hadiaaaah! Oke, oke! Semuanya, tolong ambil hadiah
kalian masing-masing! Taruh hadiahnya di tengah meja!”
Komachi mulai memberikan
perintah untuk menghilangkan suasana kaku ini.
“Ini, kurasa begini, ya?”
Berawal dari Totsuka yang
mengikuti instruksi Komachi. Yang lainnya mulai menaruh hadiahnya di atas meja.
“Oke! Sekarang kita akan
mencampur aduk hadiahnya!”
“Saatnya bertukaaaar!”
Menggunakan teriakan
Zaimokuza sebagai sinyal, Komachi mulai menjelaskan aturan tukar hadiahnya.
“Jadi kita akan memberikan
hadiah ke setiap orang, dan orang itu akan memberikan hadiah ke sebelah kirinya.
Begitu seterusnya sampai musik berakhir. Ketika musik berhenti, hadiah apa yang
ada di tanganmu, maka itulah yang kauterima.”
“Well, lebih cepat lebih
baik. Sekarang, nyalakan musiknya!”
Hiratsuka-sensei
mengatakan itu sambil menekan tombol di remote control karaoke. Tampaknya
karaoke ini memang punya fitur untuk kegiatan semacam ini, karena ketika tombol
ditekan, ada musik khusus yang seperti dirancang untuk ini.
Ketika musik dimainkan, semua orang tampak
memberikan hadiah di tangannya ke sebelah kirinya dengan diam. Dan semua orang
tampak diam ketika melakukannya.
Melihat suasana yang agak
aneh ini, Yukinoshita berbicara.
“Mengapa mendadak
sunyi...?”
“Ini, terlihat jauh lebih normal dari
yang kuharapkan...Hei, Yuigahama, apakah seharusnya memang begini?”
“U-Ummm...Well,
kebanyakan, memang semacam ini, kupikir. Mungkin memang pada dasarnya pesta
Natal tidak seantusias pesta-pesta yang lain...”
“Kupikir hanya aku sendiri
yang mulai kurang puas...Oh, musiknya berhenti.”
“Okeeee. Sekarang
Onii-chan buka dulu hadiahnya!”
Merasa disebut oleh
Komachi, aku mengambil hadiah yang ada di tanganku dan membukanya.
“Aku duluan? Apa ini
ya....Oh, ini...USB!”
“Gefukon, gefukon,
okopoon. Ternyata kau menerima hadiahku.”
Zaimokuza mengatakan itu
setelah terbatuk-batuk dengan suara aneh. Apa itu benar-benar batuk?
“Ooh, Zaimokuza, huh? Ini
diluar kebiasaanmu...Ada apa dengan hadiahmu ini?”
Aku bertanya begitu karena
tidak biasanya dia memilih sesuatu yang berguna semacam ini.
Zaimokuza membetulkan
kacamatanya dan tersenyum.
“Ini tidak seperti
dugaanmu, Hachiman. Aku sudah memastikan kalau di dalam USB itu ada dokumen
yang berisi light novel milikku untuk kaubaca.”
“Apa-apaan ini? Aku tidak butuh
itu!”
“Fuhahaha! Ketika musim
dingin, lakukan sesuatu yang berguna seperti membaca itu! Sekarang, yang
kupegang ini hadiah dari siapa?”
Zaimokuza lalu membuka
hadiah di tangannya, dia tampak tidak mempedulikan komplainku.
“Oh, apa ini!? Bukankah
ini semacam sofa kecil!?”
Di tangan Zaimokuza ada
sebuah bantal kecil untuk kucing.
Melihat itu, Yuigahama
berkata. “Ah, bukankah itu mirip dengan sofa yang membuat orang berguna menjadi
tidak berguna tadi?”
“Kalau begitu, itu artinya
hadiah dari Hikigaya-kun?” tanya Yukinoshita.
“Yeah. Bantal duduk mini
tersebut kubeli karena sofa tadi terlalu besar dan mahal.” Jawabku.
Aku akhirnya tidak tahu
harus membeli apa dan kuputuskan untuk membeli apa yang direkomendasikan
Yukinoshita di toko tadi.
Zaimokuza lalu memegangi
bantal itu sekedar memastikan kualitasnya.
“Memang, kurasa ini cukup
bagus. Mungkin sejak nanti malam, aku akan memeluk bantal ini ketika tidur.”
‘Er, oi hentikan itu,
menjijikkan sekali!”
Dia tidak mendengarkan satupun yang kukatakan.
Zaimokuza lalu menaruh bantal tersebut di samping dan mencoba menaruh kepalanya
di bantal tersebut.
“Hmm, kucoba dulu...Oh?
Ununu...I-Ini!” Mata Zaimokuza seperti terkaget-kaget. “Kehangatan dan
kelembutan ini, dan bagaimana ini sangat pas sekali di leherku...Ah, aku, tidak
bisa laagi....Akuuuu ingin tiduuuuur...!”
Lalu Zaimokuza terdiam.
“...Ooh, Zaimokuza bisa
menjadi diam. Kurasa bantal ini memang sangat berguna!”
Tanpa mempedulikan
Zaimokuza yang tertidur, tukar hadiah dilanjutkan kembali.
“Um, oke. Selanjutnya
Hiratsuka-sensei?” Komachi menyebut namanya.
Hiratsuka-sensei
mengangguk dan membuka hadiahnya.
“Umu, ini dibungkus dengan
manis sekali...Mmm, oh, krim pelembab kulit ya?”
Ketika kulihat reaksi
orang sekitar, Totsuka bereaksi.
“Ah, ya. Musim ini banyak
sekali udara kering. Jadi ini bisa membuat kulit Sensei terasa lembut. Saya sering
memakai itu ketika ada kegiatan Klub.”
“S-Sai-chan...Kau luar
biasa...”
“Melebihi kekuatan dari para
gadis...”
Yuigahama dan Komachi
tampak terkagum-kagum. Tentunya, aku juga. Tapi Hiratsuka-sensei, tidak
begitu...
“Begitu ya, jadi ini
adalah kekuatan para gadis...Jadi kalau kugunakan ini, kekuatan gadis milikku
akan meningkat? Kurasa aku bisa menggunakan pelembab ini, karena aku juga
merasa kalau udara di Chiba belakangan ini cukup kering.”
Entah mengapa, mendengar
kata-katanya membuat suasana disini menjadi kering juga. Komachi yang merasakan
itu, mulai bereaksi.
“Ha! Sial! Suasananya
menjadi suram lagi! Ooke, selanjutnya Komachi! Oh, ini dibungkus dengan sangat
menarik...Dan isinya adalah...daun teh. Tampaknya ini dari Yukino-san!”
Itu adalah kaleng
berbentuk kotak kecil. Sesuatu yang pernah kulihat di klub.
Melihat tebakan Komachi,
Yukinoshita tersenyum.
“Ya. Aku memutuskan untuk
membeli sesuatu yang terkesan tidak terlalu kuat...”
Yukinoshita lalu
menambahkan. “Hanya saja...”
“Hanya saja?” Komachi
bertanya lebih jauh.
Yukinoshita lalu
menatapku. “Kupikir mungkin Komachi-san lebih suka meminum kopi.”
Aah, begitu ya. Sekarang dia mengatakan itu, memang aku sering terlihat
olehnya sedang meminum kopi. Bahkan di klub, sebelumnya aku selalu membawa MAX
COFFEE. Karena itulah, dia pikir Komachi, yang setiap hari bersamaku mungkin
meminum kopi. Apa yang Yukinoshita pikirkan adalah hal yang bisa kumaklumi.
“Tidak masalah. Aku sering
minum kopi karena sekedar hanya untuk bisa menemaninya minum. Tapi, dengan ini,
kurasa kakakku akan merasakan bagaimana enaknya minum teh!”
“Umu, menerima hadiah yang
bisa mengembangkan rasa ketertarikanmu memang bagus.” Hiratsuka-sensei
mengatakan itu sambil mengoleskan krim pelembab itu di tangannya.
Komachi lalu menganggukkan
kepalanya.
“Benar! Oke, oke,
Yukino-san, kenapa kau tidak buka hadiahmu?”
“Tentu.”
Yukinoshita lalu membuka
hadiah di depannya dan Yuigahama tersenyum.
“Ah, itu dariku!”
“Oh, ini garam untuk
berendam? Kemasannya juga manis...Ini memang Yuigahama-san sekali. Kupikir ini
bagus sekali.”
“Benar! Juga, kau bisa
menggunakan scrub untuk itu!”
“Tampaknya ini adalah
pembicaraan antar wanita...”
Aku menggumamkan itu
ketika melihat adegan manis di depanku ini.
Hiratsuka-sensei menepuk
lututnya.
“Aduh, garam berendam ya? Kupikir hadiahku tadi mirip dengan Yuigahama...”
“Aduh, garam berendam ya? Kupikir hadiahku tadi mirip dengan Yuigahama...”
“Eh, Sensei membeli
sesuatu yang seperti itu?” Aku mencoba bertanya kepadanya.
Dia lalu menepuk keningnya
sendiri. “Yeah, ternyata barang yang kubeli memang mirip-mirip dengan selera
gadis SMA jaman ini huh? Oh, mau bagaimana lagi?”
“Orang ini tiba-tiba
merasa senang tanpa ada alasan apapun...”
Kalau masalah hadiah yang
mirip dengan pikiran gadis SMA saat ini, kurasa hadiah dari Totsuka-lah yang
paling cocok.
Yuigahama lalu melirik ke
arah Totsuka.
“Eeh, kira-kira apa itu ya? Aku sangat penasaran nih. Sai-chan, coba buka itu.”
“Eeh, kira-kira apa itu ya? Aku sangat penasaran nih. Sai-chan, coba buka itu.”
“Oke. Kubuka ya...Ummm,
ini...”
Ketika dia membuka
bungkusnya, terlihat sebuah kotak kecil.
“Sebuah perlengkapan mandi
untuk pemandian air panas...”
“Kurasa itu ada
hubungannya dengan garam untuk berendam...Tapi pada dasarnya itu adalah hal
yang sangat berbeda...”
Yukinoshita mengatakannya
sambil memegangi keningnya.
Komachi lalu berkomentar.
“Mmm, itu memang pikiran para gadis, tapi...Gadis yang sudah tua...Gadis dewasa!”
“Mmm, itu memang pikiran para gadis, tapi...Gadis yang sudah tua...Gadis dewasa!”
“Uu, mau bagaimana lagi, tapi
tolong pertimbangkan perasaanku ketika mengatakannya...”
Sensei menyeka matanya
seperti hendak menangis.
Totsuka lalu tersenyum
seperti bunga yang habis mekar.
“Tapi aku suka pergi ke pemandian air panas, jadi aku sangat senang menerima ini.”
“Tapi aku suka pergi ke pemandian air panas, jadi aku sangat senang menerima ini.”
Be-begitu ya...Ya kalau
Totsuka senang, maka apapun oke. Sebenarnya, yang kubayangkan bukanlah itu,
tapi aku setuju dengan Totsuka. “Y-Yeah...Well, bagi kami para pria, mungkin
itu adalah hal yang bagus.”
[note: Itu sebenarnya impian Hachiman yang belum terwujud, yaitu
mandi di pemandian air panas Arashiyama berdua dengan Totsuka, volume 7.]
“Be-Benar kan? Mungkin ini
terlalu dini, tapi kuberitahu tips bagus, selesai mandi segeralah minum bir,
rasanya luar biasa sekali!”
Hiratsuka-sensei kembali
ceria dan mengatakan sesuatu yang terdengar maskulin.
“Kupikir aku mulai paham
kenapa sensei belum menikah. Dia terlihat jauh lebih maskulin dari para lelaki
disini.” Komachi mengatakan itu dengan nada yang sedih.
Oke, well, benar kalau
Sensei terlihat keren dibandingkan wanita yang lain, tapi aku juga sedih kalau
dia terlihat lebih maskulin daripada para pria disini...
“Oke, jadi terakhir
punyaku.”
Yuigahama melihat hadiah
di depannya dengan antusias.
“Oh, itu artinya hadiah
dariku!”
“Dari Komachi-chan? Huh,
itu malah membuatku semakin penasaran. Boleh kubuka?”
“Silakan, silakan!”
Yuigahama lalu membuka
hadiahnya.
“Ah, ini sabun! Terima
kasih! Ini kan sabun yang lagi ramai diperbincangkan belakangan ini!”
“Benar kan! Aku
menggunakan itu juga dan aromanya sangat enak!”
Hoh, jadi inikah tukar hadiah diantara para gadis? Tapi, kenapa aku
malah merasa kesal melihat itu?
“...Huh? Kau selama ini
memakai sabun itu? Aku tidak pernah melihat sabun itu ada di kamar mandi
kita...”
“Ah, yup. Aku membawanya
sendiri ketika mandi. Maksudku, aku tidak mau kalau onii-chan dan ayah juga
memakainya. Itu akan sangat menjijikkan.”
“Eeeh...? Bukankah itu
terdengar sangat kejam? Onii-chan merasa terkejut sekarang...”
‘Menjijikkan’, huh...?
A-Ayolah, ini kan cuma sabun...? Ini membuatku depresi.
Yuigahama lalu menepuk
kedua tangannya seperti menyadari sesuatu.
“Oh aku tahu! Yukinon, ayo
kita gunakan bersama hari ini. Oh, dengan garam berendam itu juga! Aku tidak
sabar untuk mencobanya!”
“Aku tidak keberatan,
tapi...Eh? Maksudmu tadi mandi bersama?”
“Eh? Tapi kalau tidak
begitu, kita tidak bisa memakainya bersama...”
Yukinoshita dan Yuigahama
mengatakan “eh?” dan “eh?”, sambil melihat satu sama lain. Akupun juga
ikut-ikutan “eh?” sambil membayangkan berbagai hal. Ma-Mandi bersama katamu?
Lagipula, mengapa membahas hal semacam itu di tempat seperti ini!? Kau membuat imajinasi
orang-orang disini mulai kemana-mana gara-gara mengatakan itu!
“Hei Yurigahama, eh
maksudku, Yuigahama. Kalau berbicara hal itu, sebaiknya setelah...Itu maksudku, karena...”
Meskipun aku berusaha
menjelaskan itu dengan kata-kata yang absurb, wajah Yuigahama terlihat memerah.
“...Ah, y-ya.”
“Yuigahama-san, kau konyol
sekali...” Yukinoshita mengatakan itu dengan pelan. Yukinoshita-san, kalau kau mengatakan itu dengan wajah memerah
seperti itu, maka wajahku-pun bisa ikut-ikutan memerah...Komachi mulai melihat
kami berdua dengan tatapan yang aneh.
“Gefun, gefun,
morosu...fuumu...Setelah membuka mataku, suasana disini malah terlihat agak
janggal, ada apa...?”
“Ah, Chuuni-san, kau baru
bangun? Tidurlah lagi lebih lama.”
Komachi mengatakan itu
sambil tersenyum “ufufu” dan mengarahkan itu ke Zaimokuza yang penasaran. Komachi, kau sangat menakutkan...
Dan begitulah, acara utama
hari ini, tukar hadiah, telah berakhir. Sekarang apa yang akan kita lakukan?
“Jadi setelah tukar hadiah
selesai...Aku masih belum merasakan ada nuansa Natal disini...”
Yuigahama dan Komachi
terlihat sedang berpikir. Lalu Komachi berkata. “Ha! Kalau bicara Natal,
pastinya bicara lagu Natal!”
“Nah, itu dia!” Yuigahama
terlihat setuju dan Komachi mengangguk.
Benarkah?
Tampaknya bukan aku saja
yang berpikir seperti itu. Yukinoshita lalu berkata.
“Kalau cuma bernyanyi saja
bisa merasakan Natal, apakah benar bisa begitu...?”
Ketika Yukinoshita
mengatakan rasa skeptisnya, Totsuka seperti memikirkan sesuatu.
“Lagu-lagu Natal memang
punya imajinasi yang bisa membuat pendengarnya merasakan suasana tersebut.”
“Tepat sekali. Sebuah lagu
yang menjadi tema suasana merupakan lagu yang sebenarnya!” Zaimokuza
menganggukkan kepalanya seperti memikirkan sesuatu yang bagus.
Tapi, tiba-tiba Sensei
yang duduk tenang terlihat aneh dan berteriak “Gahaha!”
“Oh, mau bernyanyi? Tampaknya
ide bagus, bernyanyilah! Kalau kalian tidak mau bernyanyi, maka akulah yang akan menyanyikan
Jingle Bell!”
“Apa Sensei mabuk? Harusnya
tidak ada minuman alkohol disini.”
Yukinoshita mengatakan
itu, dan tentunya disini tidak ada minuman beralkohol. Dia mungkin mabuk karena
suasananya.
Seperti terpengaruh dengan
suasananya, Yuigahama memegang mic dan berdiri.
“Oke! Yuigahama Yui akan
bernyanyi kali ini...! Ditemani...Yukinon!”
“Eh, tunggu, kenapa aku
juga...?”
Yukinoshita mencoba untuk
menolak mic yang diberi Yuigahama, tapi setelah beberapa kali dipaksa, akhirnya
dia tidak bisa menolaknya lagi.
“Weeey!”
Komachi menabuh tamborin
untuk memanaskan suasananya.
...Well, kalau bukan
karena peluang seperti ini, mungkin kita tidak akan pernah mendengar keduanya
bernyanyi. Oleh karena itu, well, mungkin kita bisa mempertimbangkan ini
sebagai even spesial Natal.
Kalau benar begitu, maka
kupikir ini bisa dikatakan pesta Natal ala kita.
x x x
Angin dingin bertiup di
sepanjang jalan menuju stasiun.
Setelah pesta selesai,
kami meninggalkan karaoke, dan matahari ternyata sudah tenggelam sejak lama.
Dibandingkan tadi sore, jalan di sekitar sini tampak sepi dari pejalan kaki.
Natal akan segera
berakhir. Ketika berjalan di jalan setapak ini, aku merasakan sebuah kesepian
yang ditiupkan oleh angin ini.
Yuigahama lalu berkata.
“Mmm, aku yakin kalau tadi
kita sudah bernyanyi dengan sepenuh hati...”
“Pada akhirnya, itu hanya
berakhir menjadi sebuah karaoke biasa...?” kataku.
Jadi, apa yang dimaksud
dengan pesta?
Yuigahama lalu mencoba
membela diri.
“La-Lalu apa masalahnya? Kurasa itu sangat menyenangkan.”
“La-Lalu apa masalahnya? Kurasa itu sangat menyenangkan.”
“Tapi, apakah hari ini
cukup sebagai perwujudan rasa terima kasih kepada Komachi-san dan yang lain?”
Yukinoshita menggumamkan
itu seperti khawatir akan sesuatu. Memang benar, pertama-tama, tujuan kita
adalah berterimakasih ke Komachi dan yang lainnya. Tapi, kalau dilihat dari
ekspresi mereka tadi, kurasa kita tidak perlu mengkhawatirkannya.
“Well, kupikir mereka tadi
terlihat gembira, kurasa itu harusnya cukup.”
“Uh huh, kuharap begitu.
Ah, tapi Hikki, kau tidak perlu menemani kita sampai sejauh ini? Meskipun
Komachi yang menyuruhmu tadi, tapi kau tidak harus melakukannya.”
“Memang benar. Apartemenku
sudah terlihat di depan.”
Yukinoshita melihat ke
ujung dari jalan ini. Apartemen Yukinoshita terlihat jelas dari sini. Jarak antara
stasiun dan apartemennya tampak tidak begitu jauh. Aku sebenarnya tidak berniat
mengantar mereka, tapi Komachi memaksaku, dan disinilah aku.
“...Well memang ada cake
dan barang-barang lainnya. Tapi kurasa ini tidak terlalu merepotkan.”
“Begitu ya. Kurasa itu
sangat membantu. Tadi memang menyisakan cake yang sangat banyak.”
“Tapi, tapi, terasa sangat
bagus jika punya banyak cake yang tersisa! Salah satu mimpiku! Memakan
semuanya!”
Yuigahama mengatakan itu
dengan ekspresi yang statis, Yukinoshita melihatnya dengan dingin.
“Kalau kau memang bisa
memakan semuanya, kurasa tidak masalah...Sebenarnya, itu sangat tidak
menyenangkan.”
“Jadi kau pernah
mencobanya...”
Ketika mengobrolkan ini
dan itu, kami akhirnya keluar dari area taman dan masuk ke trotoar utama.
Disini, kami bisa melihat dengan jelas apartemen Yukinoshita.
“Ah, apartemen Yukinon
terlihat jelas.”
“Ya. Hikigaya-kun, kurasa
kami bisa berjalan sendiri dari sini.”
Kami berhenti di samping
zebra cross, penyeberangan jalan di dekat jalan utama menuju apartemennya.
“Begitukah? Baiklah, ini,
cakenya.”
“Okeee.”
Aku memberikan cake yang
kupegang sejak tadi ke Yuigahama.
“...Juga, bisakah kalian
menerima ini?”
Aku mengambil dua buah
bungkusan kecil dari kantong belanjaanku.
Meski Yukinoshita dan
Yuigahama menerima itu, mereka menatapnya dengan penuh tanda tanya.
“Eh? Apa ini...Hadiah
Natal?”
“Untukku dan Yuigahama-san?
Sepertinya ada dua buah.”
Ekspresi mereka yang
menatap kedua benda itu dengan ekspresi tanda tanya itu membuatku merasa malu.
“...Well, ini sebagai
terima kasih karena gelas teh kemarin.”
Aku mengatakan itu tanpa
memandang langsung ke mereka karena ini adalah momen yang agak memalukan.
“...Oh oke, boleh kubuka?”
“Mm, tentu.”
Aku menjawab mereka sambil
kebingungan. Ketika aku memikirkan reaksi mereka seperti apa, tanganku mulai
berkeringat meskipun ini sudah masuk musim dingin.
Aku bisa mendengar suara
pita hadiah yang terbuka karena ditiup angin.
“Waaa...”
“Ini Scrunchie...”
Melihat ekspresi hangat
mereka, membuatku merasa lega.
“Punyaku dan Yukinon
terlihat ‘matching’!”
Yuigahama mengatakan itu
ketika melihat miliknya dan Yukinoshita.
“Yuigahama biru dan
punyaku berwarna pink...? Apa ini tidak tertukar?”
“Tidak, menurutku itu sudah benar, atau begitulah yang kupikirkan...”
[note: Hachiman menyukai warna pink, vol 9 chapter 7. Sedang Yui suka memakai
barang dengan warna-warna girly dan ceria seperti pink. Yukino pikir kalau yang
berwarna pink mungkin lebih tepat diberikan ke Yui.]
Entah mengapa, aku memutuskannya begitu. Akupun tidak tahu harus
menjelaskannya bagaimana. Bahkan kalau aku sendiri yang menanyakan itu kepada
diriku. Tapi, perasaanku mengatakan kalau ini sudah benar, karena ini sudah
kupikirkan dengan matang; Kurasa akhirnya, itulah kesimpulan yang kudapatkan. Bahkan jika seandainya aku sendiri tidak mengerti, kurasa tidak masalah. Kurasa, hadiah atau semacamnya memang seperti ini
[note: Hachiman menyukai pink, dan Hachiman sadar betul kalau dia
menginginkan Yukino memakai ikat rambut berwarna pink itu. Bahkan pembaca-pun
tahu ini ujungnya kemana...]
“Begitu ya...”
Yukinoshita mengatakannya
tanpa bertanya lebih jauh. Dia lalu memegang scrunchie di tangannya itu dan
tersenyum kepadaku.
“Kalau ini diberikan
kepadaku sebagai bentuk terima kasih, maka aku akan menerimanya dengan senang
hati.”
“Yeah, Hikki...Terima
kasih. Aku akan merawatnya.”
Yuigahama menatapku dan
menaruh scrunchie itu di pergelangan tangannya. Aku tidak mampu menatap mereka
berdua karena malu.
“Yeah, kupercayakan itu
kepada kalian...”
Setelah mengatakan itu,
lampu penyeberangan yang berwarna merah berubah menjadi hijau.
“Ba-Baiklah, sampai jumpa.”
Aku menggunakan itu
sebagai sinyal untuk berpisah.
“Yeah, sampai jumpa...!
Selamat malam!”
Setelah Yukinoshita dan
Yuigahama mengangguk, mereka mulai berjalan menyeberangi zebra cross.
Setelah melihat mereka
berjalan, aku membalikkan badanku.
“Baiklah...”
Aku lalu berjalan sambil
melihat ke angkasa.
Langit malam di musim
dingin terlihat cerah, dan aku bisa melihat bintang Orion di angkasa. Mungkin
ada bintang yang lain, tapi sayangnya, aku hanya tahu Orion.
Kupikir, ada banyak hal dimana kau tidak akan bisa mengenalinya dari
melihatnya saja. Apakah mungkin, akan
ada hari dimana aku bisa melihat hal yang dulu tidak terlihat olehku?
Dengan dipandu para bintang-bintang di langit, aku mulai
melangkahkan kakiku...
“Hikigaya-kun.”
“Ya?”
Aku membalikkan badanku ketika namaku
dipanggil, dan disana ada Yukinoshita berdiri di tengah zebra cross. Yuigahama sendiri terlihat berada di ujung jalan dan melihat Yukinoshita dengan penasaran.
Yukinoshita berdiri disana, dia terlihat sedang mengikat rambut panjangnya, dan ketika kedua pasang mata kami bertemu,
dia merapikan rambutnya itu dengan jari-jemarinya.
Scrunchie berwarna pink terlihat sedang
menghiasi rambutnya yang hitam dan mengkilap, terlihat bercahaya terang meskipun malam ini terasa gelap gulita.
Yukinoshita lalu berhenti merapikan
rambutnya, dia seperti agak ragu-ragu, tapi setelah melihat angka hitung mundur yang terdapat di lampu penyeberangan, dia menarik napas dalam-dalam. Dia lalu membuka tangannya
dan melambaikannya kepadaku.
“...Selamat Natal ya.”
“...Y-Ya...Selamat Natal juga untukmu.”
Aku
seperti terhipnotis melihat adegan ini, untungnya aku bisa menahan diriku.
Yukinoshita terlihat tertawa kecil dan dan tersenyum. Dia lalu bergegas ke arah
seberang jalan dimana ada Yuigahama yang sedang menunggunya.
Keduanya tampak berbincang sebentar. Lalu
Yuigahama melambaikan tangannya dengan pergelangan tangannya masih memegang
scrunchie berwarna biru tersebut.
Setelah itu, aku membalikkan badanku.
“Kurasa, waktunya pulang...”
Meski sudah berjalan seharian, entah mengapa
langkahku terasa ringan. Dan tanpa kusadari diriku sedang berjalan sambil
menggumamkan sebuah lagu.
Gorden yang menutupi malam ini
mulai diturunkan bersamaan dengan angin dingin yang meniup wajahku. Meski
begitu, cahaya dari lampu kota seperti sebuah lilin hangat, menandakan kalau
Natal akan segera berakhir.
Doa yang tidak didengar
dan harapan yang tidak dikabulkan, pasti akan selalu ada di dunia ini.
Tapi, bersamaan dengan desahan napasku ini, apa yang kuinginkan ternyata telah dikabulkan, setidaknya untuk
hari ini.
Ada sebuah cerita kalau keberadaan dari orang lain bisa menyalakan lilin yang sudah mati dari seseorang...Ternyata itu benar adanya.
Entah itu kau sedang merasa sendirian ataupun
bersama orang lain, Natal akan datang kepadamu.
Oleh karena itu, bagi semua yang ada di luar
sana, selamat Natal...
x Vol 6.5 Special/ 9 Chapter 11 | END x
Buat yang belum tahu Scrunchie itu apa, lihat apa yang dipakai oleh Yukino di rambutnya, pada gambar di atas. |
Mari kita tidak usah berputar-putar, rambut Yui pendek, Yui tidak akan memakai Scrunchie. Hachiman pernah melihat Yukino memakai scrunchie di vol 6 chapter 6, ketika membesuknya di apartemennya.
Hachiman memiliki maksud terselubung dengan memberi hadiah scrunchie, yaitu untuk Yukino. Fakta kalau Hachiman memaksa Yukino harus menerima yang berwarna pink, sedang warna pink adalah warna favorit Hachiman, artinya Hachiman ingin Yukino memakai scrunchie dengan warna kesukaannya.
...
Yukino sebenarnya hanya menyindir tentang Max Coffee membuat gigi bolong. Faktanya, Yukino mendengarkan betul kata-kata Hachiman soal Max Coffee bisa menghilangkan lelah. Buktinya? Vol 10.5 chapter 3, Yukino membawakan Hachiman Max Coffee ketika kelelahan mengerjakan deadline koran.
...
Kata-kata Yui di mall ketika bertemu Hachiman, tentang memikirkan betul siapa yang akan menerima hadiahnya, menjadi bumerang bagi Yui.
Hachiman benar-benar memikirkan hadiah scrunchie tersebut, dan itu untuk Yukino.
...
Kemungkinan besar Komachi ingin mengulangi kesuksesan perayaan ulang tahun Yui di tempat arcade, vol 7.5 special. Para peserta kegiatan kali ini sama dengan chapter tersebut, yaitu Yukino, Yui, Hachiman, Komachi, Zaimokuza, dan Totsuka. Lucunya, di kedua chapter, mereka sama-sama kebetulan bertemu Hiratsuka-sensei.
Dengan kata lain, kemungkinan besar yang mengajak Zaimokuza hadir adalah Komachi.
...
Soal kejadian sofa di mall, Komachi berharap istri (pacar) Hachiman kelak adalah gadis yang bisa membuat Hachiman yang tidak berguna, menjadi berguna.
Ini terjadi di vol 10.5 chapter 1, Hachiman memutuskan untuk siap bekerja setelah lulus kuliah, kontradiksi dengan cita-citanya yang hendak menjadi suami rumahan.
Dalam chapter tersebut, Yukino mempertimbangkan ulang cita-citanya yang awalnya hendak menjadi Ibu Rumah tangga. Melihat Yukino merubah cita-citanya karena tahu Hachiman tidak mau bekerja ketika berumah tangga, Hachiman berniat untuk bekerja, sehingga Yukino bisa bebas menentukan cita-citanya tanpa pengaruh dirinya.
Ini karena Hachiman mengatakan di depan Yukino, di chapter yang sama, kalau dia akan berpacaran ketika kuliah nanti. Sedang, mereka berdua sepakat untuk kuliah bersama-sama. Jelas ini akan mengarah kemana...
...
Jadi, Yukino yang memanggilnya, memakai hadiah Natal dari Hachiman, memakai warna kesukaan Hachiman...Adalah petunjuk yang diberikan oleh Hari Natal, dan merupakan harapan Hachiman.
Ini sekaligus menjawab apa harapan dari Hachiman di Natal ini, di ending vol 9 chapter 10.
...
Jujur saja, saya tidak menduga kalau endingnya akan se-romantis ini.
...
Wah. Ngena banget, ini klo cuma liat anime dan gak baca LN. Gak bakal kejawab tuh pertanyaan. Romantis bet, pasangan yg tau makna kata dan perbuatan
BalasHapusAlur percintaannya pelan tapi pasti. Bikin ngiri 😁
BalasHapusHohoho.... Yang baca ikut tersipu ga....???!!
BalasHapusKomentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusKasian si yui...cuma bisa ngeliatin di ujung jalan...pffft :v
BalasHapusseperti tak ada perbedaan kasta sosial diantara mereka,logis juga karna mereka orang2 dengan idealisme tinggi.
BalasHapusjika di indonesia,mungkin sulit terjadi momen seperti itu.😊
Sumpah itu part terakhirnya manis banget ditambah monolog Hachiman.
BalasHapusCeritanya seru tapi kok jadi SDH tau endingnya jad hampir gak seru karena hikigaya sebelumnya bilang tidak akan mau mempunyai pacar jadi cerita selanjutnya berfokus kepada romance story jadinya ahhhhhh
BalasHapusChapter favorit.... Romancenya bikin ngiri
BalasHapusYui mau gak sama saya saja? Mubazir
BalasHapuskagak nyangka langsung dipake cuy😆
BalasHapusSayang sekali di animenya sendiri gk ada adegan ini.....sialaaaann kau feel 😡
BalasHapusSelamat natal buat yang merayakan
BalasHapusDi buat OVA padahal seru anjir dari pada kencan sama irohasu
BalasHapus