x x x
Ada sebuah
frase kurang lebih begini: memberi dan
menerima.
Memberi dan
menerima adalah bagian dasar dari baseball. Melempar dan menangkap menunjukkan
sebuah kesetaraan. Kau lempar bolanya maka itu akan membuat orang lain mudah
untuk menangkapnya dan kau memperhatikan pergerakan mereka. Implikasi dari
latihan tersebut membuatmu sadar akan hal-hal tersebut. Aku percaya begitu.
Dan
begitulah, bertindak berdasarkan kriteria itu, Chigusa Yuu adalah pitcher
terburuk yang pernah kubayangkan.
Pose
pitchernya tidaklah buruk. Dia tidak melempar seperti para gadis, dia memutar
bahu dan pinggangnya dengan benar. Kecepatan lemparannnya juga sangat bagus
untuk ukuran seorang gadis. Plus, sangat bagus melihatnya melempar dengan penuh
percaya diri, persis seperti seorang pitcher.
Hanya saja
kontrol dirinyalah yang buruk.
“Hyaa!”
Dengan suara
tangis yang tidak terfokus itu, dia melempar batu tersebut dan meleset. Ketika
itu pula, pembicaraanku dengan Chigusa seperti tidak pernah tepat sasaran juga.
Dimana dia
harusnya sadar kalau memecahkan jendela adalah salah, Chigusa punya, sebuah
alasan tertentu, untuk melempar batu ke rumah di sebelah sekolah.
“...Ahh!”
Ketika aku
berdiri hanya melihat aksinya itu, Chigusa seperti menyentuh kepalanya.
“Whoops- meleset,” dia tertawa, setelah itu dia mencari lagi batu yang seukuran
kepalan tangannya.
Kurasa sudah
cukup. Dengan malu-malu, aku memegangi bahu Chigusa dan menahannya. Banyak hal
yang ingin kukatakan, tapi karena terlalu banyak untukku, maka yang bisa
kulakukan hanyalah bernapas dengan berat.
Kalau dia
hendak melempar batu, apakah itu berarti dia adalah prajurit rendahan atau
semacam itu? Pada jaman dahulu kala, batu merupakan senjata. Bahkan dalam jaman
modern di Jepang, kekuatannya tidak berubah, sial.
Setelah
sukses menahannya, aku akhirnya bisa bernapas lega. Ketika menarik napasku,
aroma manis dan campuran dari parfum beserta shampo mulai membuat geli
penciumanku. Kulihat Chigusa ada di lenganku dan dia ternyata menggerutu dan
marah seperti berusaha melepaskanku. Tangan kananku, yang memegangi tubuhnya
dari belakang, sedang memegangi pinggangnya yang ramping. Sementara tangan
kiriku, menyilang di baju seragamnya, di suatu bagian dadanya. Setelah aku
sadar dengan situasi itu, tanganku seperti merasakan sesuatu.
...Ini sangat lembut sekali, meski entah
mengapa baju seragamnya terlihat kaku dan keras ketika disentuh. Salah satu
dari misteri di dunia ini!
Bukannya ini
akan berujung dengan ‘perburuan misteri bagi Super Hitoshi-kun’ di tempat
tidur.
“Ahh, er,
maaf salahku...”
Aku secara
spontan menjauhd ari Chigusa. Suaraku tampak lebih kecil dari biasanya, dan
Chigusa sepertinya tidak mendengarnya. Untung tanganku bereaksi cepat ketika
menyentuh benda elastis tadi, jika tidak maka aku akan kesulitan untuk menatap
mata Chigusa lagi.
Tunggu
sebentar, kenapa gadis ini sangat kurus...? Kenapa juga dia sangat lembut
meskipun kurus...? Apakah benar kalau para gadis itu lembut meskipun kurus?
Tolong beritahu aku Gyaruko-chan!
Tapi, ah
sudahlah, dia mungkin memang lembut disana-sini, dan bukannya dia punya titik
tertentu yang memang lembut. Sebenarnya, ujung jariku ini menyentuh salah satu
bagian seragamnya seperti merasakan ada sesuatu yang elastis. Ketika membahas
soal ukuran, dada Chigusa tampaknya tidak layak untuk ditulis. Ah bukan begitu!
Aku yakin kalau Chigusa punya dada yang besar, para laki-laki di kelasnya pasti
memanggilnya ‘Chibusa’.
Ketika
pikiran-pikiran itu melintas di kepalaku, aku berpikir mungkin ada bagusnya
kalau punyanya itu kecil. Itu adalah sebuah simbol status! Kelahiran dari John
si Baptis! Ya! Johannes!
Aku waktu
itu malu-malu dan terlalu lugu bagi seorang laki-laki yang memiliki mimpi untuk
menciptakan perdamaian dunia dan memikirkan banyak hal. Ngomong-ngomong soal
laki-laki yang lugu dan ‘innocent’ di kelas, menyentuh seorang gadis saja bisa
menyebabkan banyak reaksi di berbagai tempat!
Di lain
pihak, kau bisa katakan kalau Chigusa juga gadis yang lugu. Selugu iblis, itu
dia!
Tiba-tiba,
aku teringat Hell Screen karya Akutagawa. Ceritanya tentang seorang artis yangg
tidak bisa memilih jalan yang membuatnya menggapai cita-citanya, dan pada
akhirnya dia tidak terselamatkan. Dalam ‘The Spider’s Thread’, di lain pihak,
Budha mungkin sedang bermain-main denggan Kandata dengan memakai nama penebusan
dosa, tapi Chigusa Yuu, tanpa mengedipkan matanya beraksi seperti membuat dunia
ini neraka, dia sepertinya menerima ‘kartu bebas penjara’ dari ‘Budha murahan’.
“Haruma-san”.
Dia
menegurku dengan ucapannya.
Suaranya
pelan seperti dinginnya malam dan senyumannya terasa hangat seperti cahaya
matahari yang menembus dedaunan, tapi sikapnya itu seperti meneriakkan
ketidakpuasannya terhadap diriku.
“Aku sudah
paham. Aku paham. Tunggu disini sebentar.”
Aku
menggunakan tanganku untuk memberinya tanda agar tidak usah beranjak dari
tempatnya, lalu aku menatap ke arah gedung sekolah.
Ketika
kulihat ada lampu menyala dari ruang guru di gedung sekolah, aku pikir ada seseorang
disana. Dan itu berarti kalau alarm gerbang sekolah belum diaktifkan. Jadi
meski kami berusaha menerobos gerbang, bagian keamanan tidak akan mendengarkan
apapun. Atau begitulah seharusnya...
“Oke...”
Aku menaruh
tanganku di atas gerbang dan berusaha memanjatnya, memakai pose seperti yang
kau lihat di sampul album Ozaki. Memanjat gerbang setinggi ini bukanlah masalah
bagi anak laki-laki pada umumnya.
Masalahnya
adalah si gadis.
“Kesini,
berikan tanganmu.”
Akupun
memanggilnya. Tanganku memegang erat pergelangan tangannya yang kurus,
jari-jari yang lembut dan cat kuku berwarna pink seperti bercahaya ketika
disinari lampu jalanan.
Setelah
turun dari gerbang sekolah, aku masukkan kedua tanganku ke saku seragamku
seperti tidak pernah terjadi apapun. Sayangnya, kehangatan itu masih terasa di
tanganku; jadi aku berusaha sebisaku, agar kehangatan itu tidak cepat pergi
dengan memasukkannya ke kantong.
Kami mulai
berjalan menuju pintu masuk sekolah. Tapi tidak lama kemudian, pintu sekolah
terbuka. Aku bisa melihat seseorang berlari kecil menuju ke arah kami dari arah
pintu. Mungkin kami ketahuan memanjat gerbang, atau juga kami membuat suara
yang berisik, entah yang mana, kurasa wajar bagi seseorang untuk memeriksa
ketika melihat ada bayangan orang yang mencurigakan di malam hari.
“Hei,
tampaknya kita ketahuan. Bagaimana ini?”
Ketika aku
menoleh ke Chigusa, siap sedia untuk kabur kapanpun, dia malah bersembunyi di
belakangku sambil mengatakan sesuatu yang tidak ada hubungannya.
“Haruma-san.
Apa kamu tahu taktik melarikan diri yang disebut tsurinobuse?”
“Huh? Ohh,
itu ya, uh...Bagaimana ya? Itu sebuah taktik pengalihan perhatian. Klan Shimazu
sering menggunakannya atau semacam itu.”
Ingatanku
agak abu-abu, tapi mungkin itu sudah benar. Tunggu, tunggu dulu! Kenapa si
Johannes ini tiba-tiba membahas tentang strategi jaman Sengoku dulu? Juga,
mengapa dia bersembunyi di belakangku?
“Kau
memiliki pengetahuan yang sangat luas. Memang itu benar. Itu adalah taktik
level tinggi dengan menarik mundur pasukan utama dan menggunakan pasukan
belakang untuk bertarung dengan musuh sampai mati. Bukankah ini momen yang
bagus bagimu untuk memakai strategi tsurinobuse?”
“Yep.”
Lalu aku terdiam
sejenak.
“Tunggu
dulu, itu kan berarti kau akan menumbalkan seseorang.”
Menumbalkan
dan tsurinobuse adalah dua sisi dari
satu koin. Daimyo dari propinsi Satsuma, anggota keluarga Shimazu, menggunakan
taktik ini di pertempuran Kyushu. Sangat mudah untuk membuat bingung musuh
sehingga harus benar-benar fokus. Bukannya aku menyebutkan itu karena akan ada
di ujian nanti.
“...Kau
memang memiliki pengetahuan yang luas.”
Dari caranya
berbicara memang terdengar kagum kepadaku, tapi ekspresinya jelas kecewa. Umm?
Apa sih rencananya yang berhubungan denganku?
[note: Haruma bodoh apa bagaimana, jelas ini mirip
rencana Yuu di depan rumahnya tempo hari. Yuu akan mengatakan kalau Haruma
sebenarnya mengancamnya dan memaksanya masuk ke sekolah agar dirinya lolos.]
Ketika aku
hendak mengkonfirmasinya, waktu telah habis.
Orang yang
keluar dari pintu sekolah sudah berada di depan kita.
“A-Ada apa
ini ?”
Pemilik
suara tersebut adalah wali kelasku, Kuriu-sensei.
“Oh, maafkan
saya.”
Aku berusaha
menelan ludahku.
“Se-selamat
malam”.
“...O-Oh ya
ampun...Kusaoka...kun?”
Guruku ini
mengedip-ngedipkan matanya seperti terkejut. Weell, ada semacam jeda ketika dia
menyebut namaku, bukannya dia lupa siapa aku, benar tidak? Benar tidak?
“Apa yang
kau lakukan disini selarut ini?” kata Kuriu-sensei. Dia menaruh kedua tangannya
di pinggang dan memarahiku.
“Kami tidak
memperbolehkan siswa untuk keluyuran malam hari. Dan kau juga membawa seorang
gadis bersamamu.”
Dia
tampaknya menyadari kalau Chigusa bersembunyi di belakangku.
“Bukankah
sudah kuberitahu di kelas tentang kasus orang hilang belakangan ini? Beberapa
gadis muda di sekitar sini tiba-tiba menghilang.”
Pertama-tama, Kuriu-sensei yang lembut dan peduli sudah marah. Dan
tersangka sebenarnya disini adalah Chigusa, yang sudah memanfaatkanku sebagai
tongkat petirnya. Aku ini tidak melakukan sesuatu yang salah; bahkan, aku ini
korbannya.
Ini adalah
momen dimana aku harus mengkonfirmasi titik dimana aku berdiri saat ini. Aku
ingin membalikkan segala tuduhan guruku ini. Mwahaha! Ketika orang yakin kalau mereka adalah korban yang sedang
berada dalam sisi yang benar, mereka menjadi lebih sombong dari biasanya dan
akan melepaskan semua yang mereka punya ketika dikonfrontasi. Kalau mereka
ditantang, mereka akan mengatakan yang sebenarnya!
“Er, well,
menyebut itu menghilang menurut saya terlalu dibesar-besarkan.”
Aku
mengedip-ngedipkan mataku.
“Ohh, juga
bukankah sesuatu yang mistis itu adalah sesuatu yang kebenarannya patut
dipertanyakan?”
“Maksudmu
perempatan mistis itu? Ya, gosip itu sudah beredar dengan cepat.” Kuriu-sensei
mengatakannya sambil menaruh tangannya di dagu. “Entah siapa yang
menyebarkannya. Itu memang gosip yang sangat mengganggu.”
Dan sekarang
yang tersisa adalah untuk terus berjalan di pinggir masalah sebenarnya dan
semuanya akan lancar.
“Bukankah
mereka sebenarnya kabur dari rumah atau kabur ketika malam hari? Apa mereka
sudah menyelidikinya dengan sungguh-sungguh?”
Ketika
pikiran-pikiran itu keluar dari kepalaku, mata dari Kuriu-sensei terlihat
ketakutan.
“Mungkin
saja, mungkin...Tampaknya itu dugaan yang terpikirkan oleh para polisi, meski
penyelidikan mereka tidak ada perkembangan sama sekali. Mereka menerima gosip
tersebut terus-terusan, tapi, well, tahulah...”
“Tampaknya
memang ada sesuatu yang ditutup-tutupi.”
Aku
tersenyum licik seperti budak perusahaan yang baru diterima kerja.
Sekarang, saatnya pamit! Yang bisa
kupikirkan adalah mengalihkan perhatiannya, tapi Kuriu-sensei tiba-tiba sadar
aku ada disana.
“...Jadi,
kenapa kau datang ke sekolah jam segini?”
Dia
menanyakan itu secara langsung.
“Ah, well,
begini sensei...”
Pada
akhirnya, aku tidak bisa mengalihkan perhatiannya, huh...? Ketika aku sibuk
mencari alibi, Chigusa menggunakan kepalanya untuk menepuk punggungku dari
belakang.
“Tunggu
dulu. Mungkin Haruma-san memanglah orang jahat dengan wajah lusuh yang suka
memaksa gadis lemah untuk keluar pada malam hari, tapi saya percaya kalau
menuduhnya tanpa memberinya peluang untuk membela bukanlah hal yang bagus.
Mengapa kita tidak membicarakannya di sebuah ruangan yang hangat sebelum
memutuskan hukumannya!”
Benar juga!
Kalau aku akan mendapatkan hukuman cepat atau lambat, mungkin aku akan memilih
untuk diadili di pengadilan yang hangat! Dan lebih baik, langsung skip ke
bagian pembelaan! Ini bukan waktu yang tepat untuk bersekutu dengan Chigusa.
“...Chigusa,
diamlah. Kau malah memperburuk suasana.”
“Kenapa
begitu? Kupikir itu adalah rencana yang bagus bisa masuk ke dalam sekolah tanpa
ada seorangpun yang terluka.”
“Oke. Aku
bisa melihat dari kata-katamu kalau aku sendiri tidak dihitung sebagai manusia
disini. Baiklah, serahkan ini padaku. Oke? Tolong, diam dengan tenang disana.”
Aku
membisikkan itu kepada Chigusa, dan dia hanya membalasku dengan mengumpat
kecil.
“Terserah
kamu saja.”
Dia
mengatakan itu sambil mundur.
Ah leganya.
Aku tidak ingin membuat kekacauan yang lebih jauh lagi.
Kuriu-sensei
melihat percakapan kami dengan tatapan seperti elang, tapi ketika situasinya
menjadi seperti ini, aku punya kartu As yang bisa digunakan untuk melawan guru.
“Amane-chan,
er, maksudku, kakak perempuanku meminta tolong kepadaku...”
“Kusaoka-sensei?”
Kuriu-sensei
berhenti sejenak untuk berpikir.
“Oh begitu
ya.”
Dia lalu
mengangguk dan menunjuk ke arah gedung sekolah.
“Ayo kita
masuk ke dalam, oke?”
“Ah, ya.
Permisi.”
Chigusa dan
diriku berjalan menuju gedung sekolah, mengikuti langkah sensei.
Ketika kita
berjalan, Chigusa bersikap seperti anak anjing yang sudah jinak kepadaku. “Rencanaku
sangat sukses! Kita harusnya membuat janji seperti ini dari sekarang,”
Dia berbisik
di telingaku dengan senyum yang manis.
“Kalau kamu
terus begini, poinku akan terakumulasi
dan bertambah banyak seperti whoosh! Kau akan menjadi orang yang panjang umur
dan membuat Enten market malu, Haruma-san.”
“Kita tidak
membuat sebuah rencana ataupun janji, dan juga itu terdengar seperti sebuah
rencana penipuan...”
Apa-apaan sih yang gadis ini katakan...?
Entah mengapa, diluar
semua penjelasan tadi, Johannes poin tampaknya semakin naik selama-lamanya.
Amin dah. Bukankah namanya sendiri tidak masuk akal? Kalau dipikir-pikir, aku
tidak pernah dengar Johannes poin itu digunakan untuk apa. Terlalu menakutkan
untuk ditanyakan kepadanya.
Kalau
begini, aku sempat berpikir untuk membuat acara TV ‘bagaimana dirimu
dipermalukan setiap harinya’. Meski begitu, semua tindakan Chigusa sendiri
berisi hal-hal negatif, jadi aku tidak bisa menghitungnya lagi...
Yang
menumpuk dari kemarin-kemarin hanyalah stress dan lelah.
x x x
Tidak ada komentar:
Posting Komentar