Kamis, 28 Juli 2016

[ TRANSLATE ] Oregairu Vol 4 Chapter 3 : Hayama Hayato yang peduli kepada semua orang -3

x x x








  Orientasi lingkungan adalah sebuah olahraga dimana terjadi sebuah kompetisi yang mengharuskan grup tersebut tiba di beberapa checkpoint dan mencapai garis finish dalam waktu tertentu. Melihat penjelasan itu, sepertinya masuk akal kalau disebut sebuah olahraga.

  Tapi kalau membicarakan olahraga yang sebenarnya, dimana melibatkan kegiatan lari dengan cepat dengan rute tertentu dan kompas, terdengar seperti sebuah pekerjaan yang serius. Tapi kali ini, para siswa SD melakukan versi rekreasi dari olahraga tersebut, tidak dalam versi seriusnya. Mereka berjalan di area sekitar pegunungan dalam grup-grup kecil, menjawab beberapa pertanyaan di checkpoint yang sudah ditulis di peta mereka, lalu berlomba-lomba dalam mencetak waktu beserta poin terbaik.

  Kalau diingat-ingat, aku dulu pernah melakukan hal yang serupa. Grupku kesulitan dengan pertanyaan di checkpointnya, ini gara-gara para badut di grupku itu. Aku ingat waktu itu, aku adalah satu-satunya orang yang tahu jawabannya dan tidak ada seorangpun yang mau menggunakan jawaban yang barusaja kubisikkan kepada mereka. Pada akhirnya, kita menjawabnya dengan salah dan semua orang berteriak, "Aww..."

  Cuaca di dataran ini tampak menyegarkan meski berada di tengah-tengah musim panas, dan setiap kali ada angin berembus, suara ranting-ranting pohon yang bergesekan membuat suara yang khas. Karena kita tidak berpartisipasi dalam kegiatan orientasi ini, kami langsung berjalan menuju tempat finishnya. Ketika kami mencari petunjuk jalan, kami sering bertemu dengan beberapa siswa SD yang menempelkan beberapa kertas kecil di kening teman-teman mereka untuk memecahkan pertanyaan di checkpointnya.

  Dengan kata lain, mereka tampak sedang bersenang-senang.

  Setiap kali Hayama dan Miura menemukan siswa SD, mereka menyapanya dengan "Semoga berhasil ya!" atau "Garis finishnya sudah dekat!" atau sejenisnya. Mereka tampak serius dalam menjalankan tugas mereka sebagai sukarelawan. Ketika Hayama melakukannya, jujur saja kulihat itu seperti hal yang biasa darinya, tapi ketika Miura yang melakukannya, aku serasa terkejut dibuatnya.

  "Hei, hei, Hayato. Aku ternyata benar-benar menyukai anak kecil, ini jauh diluar dugaanku. Bukankah anak kecil seperti mereka terlihat sangat manis?"

  ...Dia hanya berusaha memberikan kode "Bukankah aku manis karena aku menyukai sesuatu yang manis?". Aku juga punya pikiran untuk menyebarkan kode-kode kepada sekitarku yang menunjukkan kalau aku terlihat manis, tapi karena aku seorang pria, aku pasti akan diberi label sebagai lolicon, jadi aku mengurungkan niatku itu.

  Ketika Hayama dan Miura terlihat menyapa anak-anak itu, Tobe, Ebina-san, Totsuka, dan Yuigahama juga menyapa mereka. Mereka ini benar-benar pria dan gadis yang sangat suka bersosialisasi. Dan lebih dari itu, anak-anak ini langsung akrab dengan mereka setelah melihat kedatangan kami.

  Kami mampir dan menyapa beberapa grup, entah mengapa aku merasa kalau anak-anak yang kami temui adalah anak-anak yang itu-itu saja. Karena aku memang tidak berminat untuk mengobrol dengan mereka, aku tidak mengingat anak-anak itu dengan baik. Serius ini, aku saja sulit membedakan anak-anak SD ini. Yang kuingat hanyalah mereka ini berisik dan hiperaktif.

  Ketika tiba di persimpangan jalan, kami bertemu dengan sebuah grup yang terdiri dari lima orang siswi.

  Mereka terlihat ceria, tipikal bocah-bocah yang bahagia. Seperti gadis kebanyakan, mereka membicarakan fashion, dan mengobrol dengan sangat berisik. Aku merasa kalau gadis-gadis ini sudah masuk SMP, mereka mungkin menjadi kaum-kaum sosialita disana. Mereka ini seperti kaum riajuu yang siap menetas dari telurnya.

  Tampaknya, bagi gadis-gadis kecil ini, siswa SMA     sebenarnya yang terlihat tampan dan cantik seperti Hayama dan Miura     adalah orang yang mereka kagumi. Mereka tampak tidak berminat untuk mengobrol dengan kami. Para gadis melihat kami begitu saja seperti para pria yang sedang mengamati musuhnya. Setidaknya, tidak ada yang mendekati Yukinoshita ataupun diriku.

  Sambil mendengarkan obrolannya, mereka mulai menyapa kita yang hendak melewati mereka. Setelah itu, mereka melanjutkan obrolan mereka tentang fashion, olahraga, SMP, dan tetek-bengek lainnya. Mereka tampak berjalan mengikuti kita, sepertinya mereka juga hendak mencari checkpoint selanjutnya.

  "Checkpoint? Ya sudah, kami akan membantu kalian, tapi hanya kali ini saja ya. Tolong rahasiakan ini dari anak yang lain, oke?" kata Hayama, dan itu membuat para gadis itu terlihat antusias.

  Membagi rahasia. Aku merasa kalau ini adalah salah satu teknik untuk bisa membaur akrab dengan orang lain.

  Kau bisa bilang kalau para gadis ini terlihat sangat ceria dan terbuka, tapi ada satu hal yang menggangguku. Kebanyakan, grup-grup seperti terikat dengan rapi atau terhubung sebagai sebuah kesatuan, tapi aku bisa melihat kalau ada sesuatu yang tidak wajar di grup ini.

  Ini adalah grup yang terdiri dari lima orang, dan ada satu orang gadis yang mengikuti mereka dari belakang dengan menjaga jaraknya.

  Postur tubuhnya terlihat kuat, kurus, dan kaki yang bagus, juga rambut hitam yang diikat dengan pita berwarna ungu. Kalau dibandingkan dengan gadis yang lain, dia memberikan kesan seperti lebih dewasa dari yang lainnya. Pakaian yang dipakainya juga terlihat lebih pantas dilihat daripada yang lainnya. Jujur saja, gadis ini sudah terlihat manis. Dia terlihat mencolok daripada gadis lainnya.

  Meski begitu, tidak ada yang peduli mengapa dia berjalan di belakang mereka dengan menjaga jarak.

  Tidak, mereka pasti menyadari itu, aku yakin itu. Bahkan sesekali, aku menyadari kalau empat gadis lainnya melirik ke belakang dari balik bahunya.

  Jarak satu meter dari gadis lainnya tampak tidak menunjukkan tanda-tanda akan berkurang. Bagi orang awam, mereka terlihat seperti sebuah grup biasa, tidak ada yang aneh. Tapi bagi orang yang bisa melihat sesuatu yang tidak terlihat oleh mata biasa manusia, ada sebuah dinding tidak terlihat yang terbangun diantara mereka.

  Gadis kecil itu membawa sebuah kamera digital yang tergantung di lehernya, dari tadi dia hanya menatap kamera yang berada di tangannya itu dengan tatapan yang serius. Tapi anehnya, dia sendiri seperti tidak ada niatan untuk mengambil foto.

  Kamera, huh? Kamera digital memang belum menjadi benda yang umum ketika aku masih SD dulu. Jadi, waktu itu kau memakai kamera dengan negatif film di dalamnya, semacam Quicksnap atau sejenisnya. Setelah mencapai pengambilan gambar yang maksimal, maka kau harus mengganti kembali negatifnya dengan yang baru.

  Karena aku sendiri tidak punya teman, aku tidak bisa mengambil banyak foto, yang berarti aku sendiri tidak bisa menggunakan total 24 jatah klik di kameraku. Pada akhirnya yang kuambil adalah foto Komachi bersama anjing kami (peliharaan terdahulu). Kuambil fotonya daripada negatif filmnya tidak terpakai. Hal terbaik dari kamera digital adalah kebalikannya. Kau tidak memiliki kuota tentang berapa kali kau bisa mengambil foto.

  Gadis tersebut berjalan di belakang grupnya. Dia sedang melihat ke arah yang berlawanan dari yang lainnya. Seperti user Stand yang juga tertarik dengan sesamanya, para penyendiri juga punya skill spesial yang bisa mendeteksi penyendiri lainnya.

  Kesunyian tercipta.

  Yukinoshita mengembuskan napasnya. Tampaknya dia juga bisa menangkap abnormalitas situasinya.

  Well, sebenarnya ini bukanlah hal yang buruk, serius ini. Setiap orang pastinya pernah merasakan kesendirian dalam hidupnya, setidaknya sekali atau dua kali. Tidak, kau harus mengalaminya. Pola pikir untuk bisa memahami perasaan orang lain tanpa perlu terikat dengan orang itu, adalah pola pikir yang salah. Satu-satunya pilihan adalah mempelajari tentang mengapa dia menyendiri seperti itu. Aku yakin, akan ada sesuatu yang akan kau temukan tentang orang itu dibandingkan jika kau memilih untuk tidak mengalaminya sendiri.

  Jika ada sesuatu yang bisa kau pelajari bersama teman-temanmu, maka pasti akan ada sesuatu yang bisa kau pelajari ketika kau tidak sedang bersama teman-temanmu. Ini seperti sebuah persamaan, dua sisi dari sebuah uang logam.

  Jadi dalam situasi ini, gadis ini pasti mendapatkan sebuah pelajaran yang berarti dari kesendiriannya.

  Menurut keyakinanku, aku harusnya pura-pura tidak mengetahui itu. Ini bukanlah urusanku.

  Tapi, tahu tidak, banyak sekali orang-orang disini yang tidak memiliki pikiran yang sejalan denganku.

  "Apa adik sudah menemukan checkpointnya?" seseorang memanggil gadis itu.

  Ternyata itu Hayama.

  "...Tidak," dia menjawabnya dengan senyum yang dipaksakan.

  Hayama meresponnya dengan senyuman yang seperti biasanya.

  "Begitu ya. Kalau begitu ayo kita cari bersama-sama. Nama adik siapa?"

  "Tsurumi Rumi," dia menjawabnya dengan ragu-ragu.

  "Nama kakak Hayama Hayato; senang berkenalan denganmu. Apa kau pikir checkpointnya mungkin berada tersembunyi di sebelah sana?" Hayama menepuk punggung Rumi dan menunjukkan arahnya.

  ...HAYAMA, LOE EMANG COEG SEKALI!

  "Kau lihat barusan?" kataku. "Dia santai-santai saja melakukan itu. Dia malahan dengan enteng menanyakan namanya seperti itu."

  "Aku lihat itu. Memang, itu adalah sebuah pencapaian yang mustahil untuk dilakukan oleh dirimu," kata Yukinoshita, kata-katanya itu terdengar konyol bagiku.

  Lalu, ekspresi wajahnya tiba-tiba berubah menjadi serius.

  "Meski begitu, aku sendiri tidak mau menyebut itu sebagai cara yang tepat untuk menangani situasi itu."

  Setelah Rumi mengikuti Hayama, dia akhirnya kembali lagi berkumpul dengan grupnya. Tapi dia tampak tidak terlalu senang. Seperti sebelumnya, tatapannya diarahkan tidak ke siapapun, malahan terlihat bosan dan mengarah ke arah pepohonan dan bebatuan di jalan.

  Rumi bukanlah satu-satunya orang yang terlihat kurang senang.

  Di saat Rumi kembali ke grupnya, suasana ceria di grupnya tiba-tiba menghilang entah kemana. Kehadirannya tidak membuat suasananya semakin meriah, bagi mereka, dia hanya terlihat sebagai orang lain.

  Mereka tidak terlihat seperti tidak peduli kepadanya. Mereka tidak terlihat seperti kesal kepadanya, tidak juga mereka terlihat seperti berusaha menendang kerikil di tanah dekat mereka. Mereka tidak menunjukkan tanda-tanda kalau kehadirannya di grup membuat suasananya terasa aneh.

  Tapi aku tahu kebenarannya hanya dengan melihat suasana yang seperti itu.

  Perasaan tidak senang sudah terlihat dari mereka, bahkan ketika mereka tidak mengatakan apapun. Ini semacam agresi pasif non-verbal, non-fisik. Ini seperti berusaha memberinya sebuah tekanan.

  Yukinoshita mengembuskan napasnya yang terlihat seperti sudah menyerah akan situasi itu.

  "Kurasa ini bukan sesuatu yang membuatku terkejut..."

  "Jadi, hal-hal semacam ini ternyata terjadi juga di SD," kataku.

  Yukinoshita lalu melirik ke arahku.

  "Tidak ada bedanya apakah itu SD ataupun SMA. Mereka semua itu manusia."

  Mereka mungkin sengaja membiarkan dia masuk ke lingkaran grupnya, tapi tanpa kau ketahui, nanti grup itu akan membuang Rumi lagi. Tidak berbicara kepada siapapun dan tidak dibicarakan oleh siapapun hanya akan membuatmu dikucilkan. Dari kejauhan, aku mulai melihat Rumi kembali menatap ke arah kameranya lagi.

  Menurut peta milik kami, harusnya akan ada tanda di sekitar daerah ini. Kalau banyak orang dewasa yang membantu mereka, maka kami akan menemukan checkpoint itu secepatnya. Tidak lama kemudian, kami menemukan sebuah tanda yang tersembunyi oleh bayangan pohon. Tanda tersebut dulunya berwarna putih, tapi karena bertahun-tahun berada di alam yang seperti ini, sekarang sudah berwarna coklat seperti teh. Ada sebuah kertas berwarna putih ditempelkan di tanda tersebut.

  Yang tersisa selanjutnya adalah para siswi ini untuk menjawab pertanyaan yang tertulis di kertas itu.

  "Terima kasih yang sebanyak-banyaknya!" para gadis itu berterima kasih kepada kami sebelum berpisah.

  Tampaknya, para gadis ini harus mencari checkpoint selanjutnya. Kami lalu berjalan terus menuju garis finish yang berada di depan mereka.

  Ketika kulihat dari balik bahuku, Rumi menghilang ditutupi bayangan pepohonan disini, dimana itu berada selangkah di belakang grup mereka.








x x x







  Setelah kami keluar dari hutan, kami berada di sebuah tempat terbuka. Tampaknya, lokasi finishnya berada di sebuah tempat yang berada di tengah-tengah jalur pendakian.

  Jadi di lapangan ini, huh? Sekarang kita harus menyiapkan sesuatunya sebelum kedatangan para siswa itu.

  "Ya ampun, kalian telat sekali. Kalian harus cepat-cepat. Aku ingin kalian ambil ini dan menyiapkan mejanya." Hiratsuka-sensei turun dari minivannya. Jalur orientasi lingkungan dan jalur jalan mobil menuju puncak mungkin terhubung di tempat ini.

  Lalu kami membuka bagasinya. Disana, kami melihat banyak sekali kotak makan siang dan minuman yang berada di dalam kontainer. Udara yang dingin mulai berembus keluar dari mobil, menyapu tubuh kami yang dibalut keringat ini.

  Para prianya bertugas mengangkut kontainer makanan ini.

  "Oh, dan tolong kupas buah pirnya untuk makanan penutup," Hiratsuka-sensei mengatakan itu sambil memijiti bahunya sendiri.

  Kami bisa mendengar suara air yang mengalir dari aliran sungai di dekat sini. Di dekat sungai tersebut, menumpuk beberapa kotak yang berisi buah pir.

  "Ini ada beberapa pisau, jadi kuserahkan tugas untuk mengupas dan memotongnya kepada kalian."

  Hiratsuka-sensei menaruh sebuah keranjang. Di dalamnya, ada beberapa pisau buah yang ditaruh rapi di sebuah papan potong, bersama dengan beberapa piring kertas, tusuk gigi, dan beberapa pisau potong untuk buah.

  Memang lebih enak mengatakannya daripada melakukannya. Mengupas buah pir yang akan dimakan oleh seluruh rombongan siswa SD merupakan pekerjaan yang sangat banyak. Dan jangan lupa tugas menyiapkan kotak makan siang plus menyiapkan mejanya.

  "Sepertinya akan lebih bagus jika kita bagi tugasnya," Hayama mengatakan itu sambil menatap tumpukan pekerjaan di depannya.

  Miura yang sedari tadi menatap ke arah kukunya tiba-tiba mengatakan sesuatu.

  "Aku jangan dilibatkan dalam memasak."

  "Apalagi gue, gak ada harapan dalam memasak." kata Tobe.

  "Aku tidak masalah dimanapun," Ebina menimpali.

  Hayama berpikir sebentar.

  "Hmm, bagaimana ya? Kita tidak butuh orang banyak untuk menyiapkan mejanya, jadi...Oke, kami berempat yang akan melakukannya."

  "Oke, kalau begitu kami yang mengupas buahnya." kata Yuigahama.

  Grup dibagi menjadi dua.

  "...Bukannya kau lebih baik bantu-bantu mereka menyiapkan mejanya?" tanyaku ke Yuigahama ketika kita hendak mengambil buah pirnya.

  "Huh, kenapa?" tanya dia. Lalu dia berkata, "Oh, aku tahu. Kau ingin mengatakan kalau aku buruk dalam memasak! Aku sangat ahli dalam mengupas buah, tahu tidak!"

  "Nah, sebenarnya bukan begitu maksudku."

  Maksudku, karena dia berteman baik dengan Miura dan yang lain, mungkin ada baiknya dia bersama mereka atau sejenis itu.

  Ah persetan dengan itu.

  Setelah kami mengambil buah pirnya dan menyiapkan pisaunya, kami mulai melakukan pekerjaan kami. Totsuka, Komachi, dan diriku mulai mengatur piring-piring dan menusuk potongan buah pir itu dengan tusuk gigi, meninggalkan tugas mengupas buah kepada Yukinoshita dan Yuigahama.

  Yukinoshita mengupasnya dengan mudah. Di sampingnya, Yuigahama pura-pura menggulung lengannya, dan memasang ekspresi yang penuh percaya diri. Masalahnya, dia sejak awal memakai baju lengan pendek.

  "Heheh, aku sudah melatih skillku ini di beberapa kesempatan."

  "Begitu ya, kalau begitu aku tidak sabar untuk melihatnya. Maksudku, skillmu." Yukinoshita melihatnya dengan senyum yang lembut...Tapi setelah itu, wajahnya terlihat suram.

  Yuigahama mengupasnya hingga berbentuk sebuah figur tertentu. Apa-apaan dengan patung sejenis Budha yang dia buat itu? Kenapa bisa berakhir seperti ini...? Skill anti-memasaknya ternyata sudah maksimal selama ini...

  "Ke-Kenapa bisa begini? Aku melihat ibuku dengan teliti ketika melakukannya!"

  "Kau hanya melihatnya, huh..."

  Suasana putus asa mulai menyelimuti mereka, tapi setelah itu, Yukinoshita lalu mengambil pisau dan mengupasnya dengan mudah. Dia memperlihatkan caranya dengan mudah.

  "Yuigahama-san, pegang pisaunya seperti ini dan biarkan itu mengupas kulitnya."

  "Se-Seperti ini?"

  "Bukan. Mata pisaunya harus setara dengan permukaan kulitnya. Kalau terlalu dalam, daging buahnya juga akan ikut dikupas." Yukinoshita berhenti sejenak. "Kau ini lambat. Jika kau tidak melakukannya dengan cepat, panas yang berada di tanganmu itu akan berpindah ke pir tersebut dan akan membuatnya berkeringat."

  "A-Apa kau ini Ibu Mertuaku?! Memegang pisau benar-benar menakutkan, Yukinon!"

  "Maaf memotong obrolan kalian, tapi kita sudah tidak punya waktu lagi untuk ini. Tolong lakukan kursus memasakmu itu di lain waktu." Kuambil satu pir dengan tanganku, dan memberikannya ke Komachi.

  "Komachi."

  "Siap Pak Boss!" Setelah mengambil pir itu dari tanganku, Komachi mulai mengupas pir itu dengan mudahnya menggunakan pisau kupas.

  "Serahkan ini kepada kami," kataku. "Kau lakukan pekerjaanku menaruh tusuk gigi itu ke buah."

  "Aww..."

  Yuigahama tampak ragu-ragu, tapi akhirnya memberikan pisaunya kepadaku.

  Karena sekarang kita sudah bertukar posisi, aku benar-benar tidak ingin menunjukkan kelemahanku. Lakukan dengan lebih teliti daripada biasanya, aku mencoba meyakinkan diriku.

  Ketika satu-persatu lapisan kulit itu terkelupas seperti baju dari seorang gadis yang lugu, akhirnya buah pir ini menunjukkan dirinya sebagai buah yang lezat. Di kepalaku, aku terus meneriakkan, lakukan dengan gaya! lakukan dengan gaya!

  Bagus, kedua tanganku tidak menunjukkan tanda-tanda melambat. Aku tidak menggembar-gemborkan cita-citaku sebagai suami rumahan tanpa adanya skill yang mencukupi. Aku akan berusaha keras sehingga nantinya aku tidak perlu bekerja.

  Totsuka melihatku yang sedang mengupas kulit buah dengan mata yang berkaca-kaca.

  "Hachiman, kau luar biasa. Kau ternyata sangat ahli dalam hal ini."

  "Ugh! Dia benar!" Yuigahama terlihat menggerutu. "Hikki, kau terlalu jago dalam hal ini...Menjijikkan."

  "Ada apa dengan 'ugh' barusan...? Tunggu dulu, kenapa aku menjijikkan?" jujur saja, aku terkejut.

  "...Aku harus akui kalau kau cukup jago untuk level seorang anak laki-laki." Yukinoshita memujiku, dimana ini sangatlah tidak wajar.

  Tunggu dulu, bukankah ini pertamakalinya dia memujiku? Wajahku secara spontan menunjukkan rasa bangga.

  "...Tapi."

  Ketika kulihat, kupasan buah yang ada di depan Yukinoshita terlihat memiliki bentuk kelinci.

  "Kau tampaknya masih harus belajar banyak."

  Senyum kemenangannya itu menunjukkan aura yang memancar ke segala arah. Dia sengaja menunjukkan kemampuannya membuat dekorasi tersebut dalam waktu singkat. Ini jelas-jelas menunjukkan perbedaan level kami...Dia ini sangat sulit untuk dikalahkan...

  "Karena kulit pir sendiri memang keras, memang lebih mudah dimakan jika sudah dikupas...Aku sendiri harus mengakui. Aku kalah kalau soal mengupas ini."

  "Oh ya ampun, kenapa kau berpikir kalau aku ini hendak berkompetisi denganmu?"

  Kata-katanya itu setelah aku mengakui kekalahanku memang sesuatu banget. Dia mungkin berkata sebaliknya, tapi aku tahu dari nada suaranya kalau dia terlihat senang...

  Sebenarnya aku agak jengkel dibuatnya, tapi karena suasana hati Yukinoshita yang sedang baik, kami bisa mengerjakan semuanya dengan lancar. Jadi kuurungkan saja niatku untuk memperpanjang masalah itu.

  Yukinoshita lalu terlihat mengajak Komachi yang berada disampingnya untuk mengobrol, mungkin untuk mencairkan tekanan yang terjadi diantara kami berdua.

  "Komachi-san, kalau tidak salah kau ini akan menjalani ujian masuk SMA di tahun ajaran ini? Kalau begitu, aku punya pertanyaan untukmu. Propinsi mana yang memproduksi pir dengan jumlah paling banyak setiap tahunnya?"

  "Propinsi Yamanashi!"

  "Hei, jangan asal tebak saja kalau kau tidak tahu." Jawaban Komachi ini membuatku sedih. "Setidaknya kau pikir dahulu sebelum menjawabnya."

  Apa dia benar-benar akan menjalani ujiannya di akhir tahun ajaran? Sepertinya dia harus belajar dengan keras sesampainya di rumah nanti.

  Yukinoshita melihat Komachi dengan senyum yang kecut.

  "Well, kau harusnya belajar lebih baik lagi. Lagipula, ujiannya tidak lama lagi....Sekarang..." Dia lalu melihat ke arah Yuigahama.

  "Yuigahama-san, jawaban yang benar apa?"

  "Heh heh...Propinsi Tottori!" Yuigahama menjawabnya dengan penuh percaya diri, seperti sudah mengantisipasi kalau dia akan ditanya hal itu.

  "Salah," kata Yukinoshita. "Tolong ulangi lagi SMP-mu."

  "Responmu bahkan lebih kejam daripada ke Komachi-chan!"

  Itu karena dia adalah anak SMA dan Komachi adalah anak SMP...Cukup mudah dipahami kalau Yukinoshita bisa membedakan perbedaan itu. Meski begitu, Tottori sendiri bisa dikatakan jawaban yang hampir mengena. Mungkin itu daerah penghasil nomor satu untuk sepuluh tahun lalu. Kalau tidak salah, sekarang propinsi itu ada di urutan nomor tiga.

  Mendengarkan jawaban Yuigahama, Komachi tiba-tiba tertawa.

  "Heheheheh. Aku baru saja menemukan jawabannya. Kalau Tottori salah, berarti...Menggunakan proses eliminasi, jawabannya adalah Propinsi Torine!"

  "Salah. Aku tidak paham apa yang kau maksud dengan proses eliminasi..."

  "Well, bukankah itu terdengar mirip? Tottori dan Torine..."

  Warga Chiba memang memiliki pengetahuan geografi yang dangkal diluar dataran Kanto. Maksudku dengan geografi, yaitu mereka hanya tertarik dengan ranking Chiba di Kanto sendiri. Tokyo dan Kanagawa adalah dua peringkat teratas, sedang saingannya di peringkat ketiga adalah Saitama. Ini pertempuran yang sangat ketat.

  "Yukinoshita-san, memangnya jawaban yang benar apa?" tanya Totsuka.

  Yukinoshita memberikan jawaban yang benar. "Propinsi Chiba."

  "Itulah yang kau dapatkan dari Yukipedia-san. Atau untuk saat ini lebih tepat disebut Chibapedia-san?"

  "Nama asliku saja bahkan tidak terasa ada di nama yang terakhir tadi..." Yukinoshita mengatakan itu dengan jengkel.

  Aneh sekali. Maksudku, itu adalah pujian tertinggi dariku.

  "Ohhh, jadi Chiba yang pertama," Totsuka mengatakan itu dengan kagum. "Jadi buah pir dari Chiba memang terkenal ya?"

  Entah mengapa, sepertinya warga Chiba sendiri hanya punya pengetahuan sepihak mengenai Chiba sendiri.

  "Mungkin tidak bagi warga Chiba sendiri, tapi cukup terkenal diluar Chiba. Maksudku, saking terkenalnya sehingga kau bisa diskors dari sekolah jika ketahuan mengambil pir di pohon. Ngomong-ngomong, konon katanya kau akan dikeluarkan dari sekolah jika ketahuan memakannya."

  "Info Chiba barusan jelas-jelas tidak akan muncul di ujian..."

  Tampaknya Nona Chibapedia yang tersohor ini tidak tahu mengenai hal itu.

  Dan akhirnya, Sang Juara Yang Tidak Terkalahkan Tentang Hal-Hal Kecil di Chiba jatuh ke tanganku.

  Untung ada obrolan seperti tadi, akhirnya kami bisa menyelesaikan pekerjaan itu dengan lancar. Ketika kulihat, para siswa SD mulai berdatangan ke tempat ini.

  Tidak lama kemudian, kami akhirnya sukses menyediakan makan siang dan menyajikan buah pir tersebut ke anak-anak SD yang sedang kelaparan ini.









x Chapter III | END x




  Jangan tanya saya mengapa banyak momen Hachiman dan Yukino di volume 4. Ini memang sudah dari sananya.

  ...

  Situasi Rumi yang dikucilkan teman sekelasnya itu memang mirip situasi Yukino di kelas 6 SD setelah terjadi masalah coklat valentine. Seberapa besar efek situasi itu bagi Yukino? Tidak ada yang tahu pasti, tapi cukup untuk membuat Yukino memilih untuk menjadi siswi pertukaran pelajar ke luar negeri daripada menghabiskan SMP di Jepang.

  ...

  Well, kita mendapatkan salah satu kisah lagi dari masa lalu Hachiman. Yaitu Hachiman dulu pernah memanjat pohon pir di sekolahnya dan hendak memakannya. Ketahuan oleh pihak sekolah dan terancam diskors. Kenapa Hachiman bisa ndeso sekali ketika kecil? Hachiman bukan warga asli Kota Chiba, tapi memang warga asli Chiba. Hachiman baru pindah ke Kota Chiba sekitar kelas 3 SD, dari sebuah daerah dengan kultur pertanian. Jelas bukan di kota, semacam pedesaan. Jadi, kemungkinan besar itu adalah pengalaman Hachiman sendiri, ketika sekolah di SD yang berada di daerah pertanian di sebuah kota/desa Chiba.

  Jangan percaya mentah-mentah kalau itu adalah kisah dari teman Hachiman, Hachiman tidak punya teman!

  ...

  Buat yang belum tahu darimana Yukino tahu Komachi akan menjalani ujian masuk SMA, ada di vol 2 chapter 4.

  Komachi mengantar klien Klub Relawan, Kawasaki Taishi yang satu sekolah dan satu tingkat dengan Komachi, yaitu kelas 3 SMP.

  ...

  Sebenarnya, Yukipedia dan Chibapedia itu bukan nama yang disukai Yukino. Lucunya, Yukino mengatakan tidak tahu harus merespon apa jika Hachiman memanggil nama depannya langsung, vol 7.5 special.

  Ini sebenarnya unik, mengapa? Karena di vol 10 chapter 2, Hayama memanggil Yukino dengan nama Yukino-chan dan memperoleh respon dingin sebagai balasannya.

  Tapi Yukino break lebih dahulu tentang nama ini, Yukino memanggil nama Hachiman terlebih dahulu di vol 10 chapter 1.

  ...

  Sebenarnya juara tentang hal Chiba tersebut bukanlah mutlak milik Hachiman. Dalam vol 7.5 special, Hachiman kalah dua pertanyaan. Ekspor hasil laut Chiba dan Spot kencan populer bagi gadis SMA di Chiba.
  

1 komentar: