x x x
“Suzaku-san.”
Akupun
memanggil Si Ketua OSIS Jahat dari belakang setelah dia selesai mengurus
dokumen dari Kuriu-sensei dan hendak pulang ke rumah.
“Hmm, ada
apa?”
“Apa ruangan
itu sering digunakan?”
“Ketika
guru-guru tidak menggunakannya...Hmm. Mereka sering meminjamkan kunci ruangan
itu juga. Itu karena kami sering mengerjakan pekerjaan administrasi festival
sekolah disana.”
“Apa semua
orang menggunakannya?”
“Kadang yang
bekerja disana cuma satu orang, kadang juga beberapa.”
“Apa ada
pengurus OSIS yang ditunjuk untuk menggunakan ruangan itu?”
“Well...Kadang
kuncinya itu dipinjamkan ke orang diluar pengurus OSIS. Kalau yang itu, aku
tidak tahu. Aku memang memilih orang-orang yang melakukan pekerjaan ke orang
kepercayaanku.” alis Suzaku-sa menunjukkan rasa tidak nyamannya. “Dan yang
terpenting, ada urusan apa kau sampai berada di sekolah selarut ini?”
Dia
menghindari topiknya. “Yang terpenting” adalah stok frase yang digunakan oleh
pikiran dengan perasaan bersalah.
“Ini dan itu
berbeda. Yang terpenting, percakapan apa yang kau lakukan dengan gadis yang
disana? Melihat belakangan ini ada semacam gosip persimpangan mistis atau
sejenisnya, pasti ada punya urusan yang sangat penting jika harus mengumpulkan
laki-laki dan seorang gadis di malam yang selarut ini!”
“Kau
berbicara terlalu banyak.”
Tatapan mata
Suzaku terlihat menakutkan. Ahh, tatapan yang tidak menyenangkan.
“Aku tidak
suka membicarakan gosip yang tidak jelas. Orang yang berpikir logis tidak akan
menebarkan hal-hal yang membuat orang lain tidak nyaman hanya karena itu
terdengar seru. Belakangan ini, malah menjadi topik bahasan di rapat guru.
Benar tidak, Kuriu-sensei?”
“Huh?”
Pembicaraan
tiba-tiba berubah haluan menuju Kuriu-sensei.
“O-Oh,
benar...Kurang bagus untuk menyebarkan rumor seperti itu...”
Dia
meresponnya sambil melihat ke arah kakinya.
“...Nah,
kamu dengar sendiri kan. Kau juga harus camkan itu juga, Chigusa-kun. Sekarang,
aku sudah membuatnya menunggu, jadi aku akan pergi lebih dulu. Saya permisi
dulu, Kuriu-sensei.”
Suzaku
langsung memotong pembicaraan dan berjalan keluar menuju pintu ruang guru. Hmm?
Aku berpikir kalau dia cukup sering mengubah topiknya, benar tidak?
Ketika aku
akan memanggilnya, dia tampaknya sudah memperkirakan hal itu. Dia lalu melirik
dari balik bahunya, dengan tatapan tajamnya kepadaku.
“Aku
belakangan ini mendengar beberapa gosip tentangmu, Chigusa-san. Aku sendiri tidak
percaya dengan gosip itu, tapi kau harusnya hati-hati.”
“Huh.”
Sebelum aku
mengkonfirmasi apa maksudnya, pintunya sudah ditutup olehnya.
Karena aku
adalah gadis sempurna yang selalu dikaitkan dengan batas-batas yang bisa
dicapai oleh manusia, maka aku menjadi subjek dari banyaknya gosip-gosip. Aku
tidak punya waktu untuk mengurusi gosip itu satu-persatu. Seekora angsa akan
menutup telinganya terhadap suara katak-katak di sekitarnya.
“...Huuuuh...”
Kuriu-sensei,
yang sedari tadi menahan napasnya, bernapas lega di depan meja tamu.
“Maaf,
Kuriu-sensei. Saya sudah menyita banyak waktu anda.”
Aku
merendahkan kepalaku.
“Oh,
tidak...”
Dia lalu
membalasnya secara spontan.
“Aku hanya
sedikit gugup di depan Suzaku-kun, meski sebagai guru aku harusnya tidak
begitu.”
Dia
merendahkan tatapannya karena malu. Aku sempat berpikir kalau Kuriu-sensei
punya masalah ketika berurusan dengan siswa laki-laki. Ataukah dia melihat
rendah ke arah Kusaoka-san, sebuah bentuk kehidupan yang memiliki ciri sejenis
dengan ketua OSIS, tapi ternyata hasilnya tidak seperti dirinya? Itu adalah
sebuah keputusan yang sulit.
“Hei, Haruma-san.”
Aku terdiam
sejenak.
“Haruma-san?
Dimana Haruma-san?!”
Sebelum
kusadari, Haruma-san sudah menghilang dari kursi sebelahku. Caranya menghilang
sangat mengejutkan, bahkan Mr Malic yang disebut tukang sulap terkenal-pun akan
terkejut. Aku bahkan tidak bisa menyadari kehadirannya membuatku berpikir
apakah ini lebih dari sihir. Semoga tidak!
“Baiklah
kalau begitu, Sensei, terima kasih atas waktu anda. Saya permisi dulu.”
“Oh, apa
tidak masalah jika kau belum menemukan benda hilang yang kaucari tadi.”
Jika begini,
aku harus mengikuti Suzaku, ketua OSIS dan reinkarnasi dari iblis. Setelah
berpamitan ke Kuriu-sensei, aku berjalan menuju pintu keluar ruang guru yang
menuju lorong sekolah, dimana aku bertemu dengan Kusaoka-san, yang menggunakan
sihirnya untuk menghilang. Setelah melihatnya, dia ternyata baik-baik saja dan
masih bersuara.
“Ya Tuhan,
ini sebuah kejutan! Kau ternyata masih hidup!”
“Apa sih
yang kau pikir terjadi padaku?”
Kusaoka-san
juga bergetar gembira karena bertemu lagi denganku. Tatapan matanya seperti
seorang anak laki-laki yang menatap sebuah etalase dimana ada benda yang dia
inginkan ada di depannya. Jadi dia memang kesepian ketika tidak ada aku. Orang yang jujur memang pantas menerima
penghargaan emas. Dan kali ini, pinjaman dengan jangka waktu 35 tahun terdengar
bagus!
“Kita harus
membuntuti si ketua OSIS sebelum dia pergi meninggalkan sekolah.”
“Huh? Kenapa
begitu?”
“Aku merasa
kalau dia menyembunyikan sesuatu.”
“Dan
kecurigaanmu ini berdasarkan apa?”
“Intuisi
wanita.”
Kusaoka-san
bersuara seperti ‘Uh huuh’. Meski aku mulai berjalan, dia tidak mengikutiku.
Mungkin penghargaan perak lebih yang memberikan pinjaman selama 20 tahun lebih
cocok untuknya?
“Kau jangan
teralihkan. Bukankah tugasmu adalah menginvestigasi tersangka utamanya tentang
identitas si lintah darat?”
“Ya ini, aku
sedang menginvestigasi tersangkanya.” Aku mengatakannya sambil menunjuk ke arah
pintu keluar. “Tunggu dulu. Haruma-san, mungkinkah kau mencurigai Kuriu-sensei?”
“Well, dia
termasuk tersangka juga.”
“Aku tidak
berpikir kalau Sensei adalah lintah daratnya.”
Aku
menyatakan itu dengan penuh perasaan.
“Mengapa
begitu?”
“Seseorang
yang punya bisnis lintah darat pastilah punya sifat yang busuk.”
Siapapun
yang mau sejauh itu meminjamkan uang dengan bunga tinggi ke orang lain yang
baru dia kenal, pasti di pikirannya hanya ada uang. Uang adalah segalanya bagi
mereka. Bahkan ketika salah satu atau ada beberapa klien mereka hilang, mereka
akan meresponnya dengan emosi, tidak pernah sekalipun peduli nasib kliennya.
Mereka adalah yang terendah dari yang terbawah dalam sosial manusia.
Tapi
Kuriu-sensei tidak seperti itu. Rasa kehilangan mendalam yang dia rasakan
karena murid-muridnya yang hilang bisa terasa olehku dan itu sangat jelas
sekali.
“Sikap
sensei selama bersama kita tadi bukanlah pura-pura.”
“Oh dan kau
sendiri yang berusaha membuatku yakin?”
“Hmm? Apa
maksudmu?”
“Kamu
sendiri sudah membuktikan maksudku.”
Kusaoka-san
menaikkan bahunya tanpa terlihat peduli denganku.
“Oke begini
saja. Mengapa kau mencurigainya?”
“Masalahnya
adalah tidak melepaskan status tersangka hanya karena kesan yang mereka
ciptakan. Jika alasanmu tidak logis, maka aku tidak akan percaya itu. Bukankah
itu dasar dari hubungan antara manusia?”
“Aku percaya
dengan opiniku. Apakah aku perlu alasan yang lebih dari itu?”
“Ya itu
benar. Tapi opinimu bukanlah opiniku.”
Kusaoka-san
secara keras kepala menolak untuk setuju denganku. Biasanya dia sangat
kooperatif, jadi mengapa hari ini sangat kontras? Apakah ada alasan psikologis
tertentu untuk itu? Ah, bukankah itu lebih cocok untukku?
Aku
menghentikan semua pikiranku itu, yang dipenuhi banyak sekali kalimat-kalimat
populer yang sedang populer di jalanan sana, dan akupun bernapas dengan pelan.
Tidak ada yang bagus dari sebuah konflik. Aku terlahir di sebuah negara yang
damai dan berniat menyelesaikan masalah-masalah dengan dialog.
“Haruma-san,
mari kita berbaikan. Kumohon. Seperti
sebelumnya. Bukankah kita seperti itu sebelum saat ini?”
“Aku ini
sama seperti sebelumnya. Aku hanya mengatakan apa yang ada di pikiranku saat
ini.”
Kusaoka-san
mengembuskan napasnya dan menatap ke mataku langsung.
“Aku ingin
pulang. Aku lebih putus asa untuk pergi pulang daripada semua budak perusahaan
di dunia ini. Dari sejak pertamakali kita bertemu, perasaanku belum berubah.
Kau mungkin punya banyak waktu luang, tapi aku tidak. Serius ini, aku tidak.”
“Bukankah
kau mengikutiku dengan bahagia sampai sekarang? Bukankah kau meminjamkan
kekuatanmu? Apa yang membuatmu berubah pikiran secara tiba-tiba?”
“Tunggu,
biar kuperjelas. Tidak ada satupun momen dimana aku bahagia. Dan bukankah itu
cuma idemu saja ‘meminjamkan kekuatan’ hanya sekedar agar seseorang melakukan
pekerjaan kotor untukmu?”
“Well, aku
tidak bisa membantah itu.”
“Kau sebenarnya
setuju denganku...”
Begitu ya.
Kusaoka-san mungkin tidak berubah sama sekali. Bahkan ketika di atap, di MOL
Burger dan investigasi kami, dia selalu seperti ini.
Kalau
begitu, jadi siapa yang sudah berubah?
Tentunya,
mustahil kalau aku, yang merupakan gadis sempurna, berubah, jadi pasti ada
orang ketiga yang tidak terlihat disini. Oh, Kusaoka-san baru saja mengatakan
sesuatu yang sangat menakutkan.
...Jadi
mengapa ada hal yang mengganjal di hatiku?
Ketika
kuingat-ingat lagi kata-kata Kusaoka-san, ada sesuatu yang terasa aneh muncul
di hatiku. Itu adalah sebuah keganjilan, yang disebabkan oleh rasa jengkel yang
tidak dapat kukontrol. Pertama, aku terdiam oleh emosi-emosi yang aku sendiri
tidak ingin diriku mengakui itu, dan kemudian diriku menjadi terluka karenanya.
“...Haruma-san.
Apakah kau tahu tentang doktrin organisasi yang dikatakan oleh Perwira Jerman
Hans von Seeckt?"
“Seeckt?
Bukankah dia orang yang mengatakan kalau siapapun yang malas dan pintar adalah
orang yang layak untuk jabatan pemimpin tertinggi, yang pintar dan rajin
harusnya ditempatkan di staff para pemimpin, yang bodoh dan malas cocok
ditempatkan di petugas harian, dan terakhir yang bodoh dan rajin harusnya mati?”
“Benar
sekali. Aku adalah orang yang malas dan pintar. Oleh karena itu, akulah yang
memegang tongkat komando disini.”
“Oke.”
“Aku juga
pintar dan rajin. Dengan kata lain, aku juga yang bertugas menuliskan rencana
pertempurannya.”
“Uh huh.”
“Dan itu
berarti menyisakan dua peran tersisa untukmu. Apakah kamu mengerti apa yang
ingin kukatakan?”
“Tidak, aku
tidak paham.”
Argumen kami
tampaknya sudah mencapai titik didih. Atau bisa disebut juga, debat sepihak.
Ketika
membahas tentang hubungan antara manusia, ada tiga hal yang penting : pujian,
rasa takut, dan tunduk. Sejauh ini, aku sudah memuji Kusaoka-san lebih dari
cukup. Meski aku ini adalah pemimpin tertinggi dan staff perencana, dimana aku
diberikan kuasa untuk menentukan rencana, mengapa dia tidak patuh terhadap
perintahku?
Pada
akhirnya, aku mengambil langkah ke depan dengan menunjukkan emosiku.
“Tolong
jangan komplain hal-hal yang remeh...Dasar sampah!”
Setelah itu,
pujian berubah menjadi rasa takut. Taktiknya adalah menggunakan kekerasan
verbal, singkat dan tepat sasaran. Ada sedikit rasa bersalah terlintas di
pikiranku ketika aku mengatakan kata-kata yang seharusnya tidak pernah
kukatakan, tapi aku tidak bisa menarik kembali kata-kata yang sudah kukatakan
setelah keluar dari mulutku. Memang begitu. Kusaoka-san adalah sampah yang
tidak bisa dibandingkan denganku.
Bukankah faktanya memang begitu, orang-orang yang berada di kasta rendah
mengikuti mereka yang ada di atasnya?
“Anak buah
hanya diperlukan kekuatan ototnya saja. Otak tidaklah diperlukan! Haruma-san,
kau adalah si sampah, jadi diam dan turuti apa yang kukatakan!”
x x x
Tidak ada komentar:
Posting Komentar