Kamis, 28 Januari 2016

[ TRANSLATE ] Qualidea of The Scum Chapter 6 : Kusaoka Haruma 2



x  x  x




  Sebenarnya, apa sich masalah gadis itu?

  Aku memikirkan itu dalam perjalanan pulang ke rumah, mengambil jalan yang sama dengan jalan yang kulalui ketika berangkat sekolah pagi tadi. Matahari sore sedang membumbung tinggi seperti sudah menungguku sejak pagi tadi, dan arus keramaian sudah berjalan ke arah sebaliknya. Aku seperti merasakan kalau yang kulakukan ini hanyalah meniru ulang apa yang sudah kulakukan sebelumnya, ini juga berarti kalau perasaan yang kurasakan tadi pagi akan menghantuiku lagi.

  Sebenarnya, apa sich masalah dia?

  Dia adalah gadis yang tidak ingin kau masukkan ke kategori orang yang aneh, tidak rasional, dan bajingan kejam yang tidak berperasaan. Gadis yang sesat, lintah darat, dengan kecantikan yang diselimuti pekatnya kegelapan. Entah mengapa, malah berujung dengan memujinya, sial betul...

  Kalau mau jujur, dia memang punya wajah yang cantik. Wajahnya sendiri sudah memberikan sertifikat kalau memang layak untuk dipuji. Aku bahkan dengan sukarela akan memberikan pujianku kepada penampilannya. Setelah itu, suaranya yang manis dan terkesan sopan akan kukategorikan bonus. Aroma manis dari parfum dan shampoo organik yang dia pakai juga patut ditambahkan, jadi aku akan memberikan ekstra poin disitu. Tubuhnya, well, kurasa lebih baik kita tidak membahas lebih dalam soal ukuran dadanya, tapi karena punya proporsi tubuh yang bagus, kakinya yang panjang dan pinggang yang ramping merupakan sebuah nilai tambah. Semua spesifikasinya tersebut   ketika memakai seragam sekolah, tangannya yang cantik, kemampuan make-upnya yang kurang, kulitnya yang halus   membuatku memberikannya skor yang bagus di bukuku.

  Meskipun dia punya kualitas-kualitas unggulan seperti itu, tidak bisa menyelimuti kekurangannya yang fatal: dia punya sifat yang keras kepala, idealis, dan sensitif seperti karakter psikopat di novel-novel latin tentang petualangan.

  Dia adalah seorang dewi jika dilihat dari luar, dan seorang malaikat kematian jika dari dalam. Jarak kedua figur dirinya tersebut dapat membuat orang berhalusinasi. Seandainya aku terlahir sebagai pohon ataupun rerumputan, aku tidak akan merasakan hal ini...Keyakinanku tentang "Penampilan akan selalu dihitung" seperti terguncang sampai ke dasar-dasarnya.

  Sambil memikirkan hal-hal tersebut di kepalaku, aku memasukkan tiketku di mesin tiket gerbang stasiun dan masuk ke halaman stasiun, menuju ke kereta yang akan mengantarku pulang.

  Ketika senja tiba, gelombang manusia seakan tidak ada habisnya hilir-mudik ke kota: para siswa pulang ke rumah, para ibu rumah tangga pulang belanja makan malam, para mahasiswa yang berisik mencari tempat mabuk-mabukan. Mereka semua berjalan bersama-sama seperti sebuah molekul yang bertabrakan satu sama lain.

  Matahari senja seperti mengecat tembok gedung kota menjadi berwarna merah pekat, seperti besi yang meleleh, dan bulan mulai terlihat berwarna coklat muda. Kadang ada sebuah faktor ketidakpastian tentang udara belakangan ini, dan akupun mencoba mencari apa itu dengan memandangi cahaya matahari yang mulai meredup di langit ini.

  "Harumaaa."

  Seseorang memanggilku dari belakang ketika aku sedang melihat ke arah langit. Ketika kubalikkan badanku, Amane-chan sedang melambaikan tangannya. Tampaknya, kami berdua akan berakhir dengan menumpangi kereta yang sama.

  Akupun melambatkan langkahku untuk mengimbangi langkah Amane-chan. "Kau pulang ke rumah lebih awal."

  "Aku ingin mampir ke suatu tempat terlebih dahulu," kata Amane-chan, sambil menunjukkan beberapa dokumen yang dia bawa di lengannya. Sepertinya itu semacam pamflet. Kata-kata seperti penginapan, villa, dan hakone terlihat di mataku. Tampaknya dia akan bertemu teman-temannya untuk merencanakan perjalanan wisata selama liburan.

  Amane-chan punya sifat yang menyenangkan terhadap orang luar, jadi dia punya banyak sekali teman. Dengan alasan yang sama, dia juga adalah tipe orang yang membuat banyak sekali musuh...Bahkan di ruang guru sekalipun, dia mungkin punya teman dan musuh yang sama banyaknya.

  "Oh, benar juga. Maaf ya, aku dulu memakai namamu sebagai alasan tanpa bertanya dulu kepadamu."

  Ketika aku memikirkan soal ruang guru, aku teringat tentang bagaimana minggu lalu aku menyebutkan nama Amane-chan di depan Kuriu-sensei. Waktu itu, aku tidak bisa menjelaskan alasanku ke sekolah ke Kuriu-sensei, tidak perlu berterima kasih ke Chigusa. Amane-chan mungkin kebingungan jika Kuriu-sensei membahas masalah barangnya yang hilang kepadanya.

  Dan begitulah yang kupikirkan, tapi Amane-chan malah terlihat kebingungan saat ini.

  "Huh? Apaan?"

  "Uh, apa kamu tidak dengar dari Kuriu-sensei?" tanyaku.

  Ekspresi Amane-chan mendadak menjadi lebih berawan dan suasana hatinya tampak berubah tajam.

  "Ahh. Aku sendiri tidak begitu dekat dengannya. Kurasa bisa dikatakan kalau kami berdua ini tidak cocok. Dia pernah mengatakan kalau dia tidak punya pacar, tapi dia tidak pernah mengajak ngobrol atau semacam itu..."

  Itu mungkin karena Amane-chan suka ganti-ganti pacar...Oh, dan jika dia itu berarti dia tidak menyukai seseorang hanya karena tidak cocok, maka sisi gelap dari komunitas sosial para gadis ternyata lebih buruk daripada yang aku bayangkan...Sial! Kenapa kita tidak bisa akrab dan bersikap baik satu sama lain?

  Ketika hal-hal itu terus bermunculan di kepalaku, Amane-chan menatapku dan membuat suara-suara yang tidak menyenangkan. Akupun membalas tatapan suramnya tersebut dengan berbalik menatapnya dengan tajam.

  "Ahh. Jadi itu alasannya mengapa kau terlihat sedih belakangan ini. Apa kamu ini habis ditolak Kuriu-san?"

  "Huh?"

  Apaan sich yang kamu ocehkan? Amane goblok!

  Ini membuat Amane-chan menganggukkan kepalanya beberapa kali.

  "Oh ternyata salah ya, huh...Well, itu tidak mengejutkan. Tipe pria idamannya tampak berbeda dari diriku. Dia tampaknya juga bukan tipemu, Haruma."

  "Oh, jadi sekarang kau sepakat denganku...Tunggu, ini aneh jika kau berpikir kalau gadis sepertimu adalah tipeku, Amane-chan," kataku.

  Langkah Amane-chan terhenti. Ketika aku menoleh ke arahnya, membayangkan mengapa dia terhenti, Amane-chan terlihat sedang tersenyum aneh kepadaku sambil melambaikan tangannya, Oh tolonglah.

  "Maksudku, kau kan sudah sejak dulu siscon."

  "Huh? Apa sich yang kamu katakan? Kau ini salah..."

  Meski begitu, sangat normal bagi kakakku ini bersikap seperti ini. Akupun melanjutkan langkahku, tidak mempedulikan ekspresinya yang terlihat jijik denganku. Meresponku, Amane-chan lalu mempercepat langkahnya untuk mengejarku.

  "Maksudku begini loch. Kau kan selalu membanding-bandingkan gadis lain denganku."

  "Itu benar jika kita membahas sisi buruknya."

  "Nah itu yang membuat kamu itu siscon...Aku tahu kalau kamu tidak bisa membenci gadis yang melihatmu dengan rendah."

  "Apa-apaan itu? Aku suka yang seperti Perfect Girl Evolution   "
[note: Manga tentang gadis hikikomori yang tinggal bersama dengan beberapa pria tamvan, akhirnya secara perlahan gadis tersebut berubah dan terlihat cantik.]

  Kata-kataku dipotong olehnya ketika dia memukul kepalaku.

  "Ya, pastinya begitu. Tapi kamu saja yang tidak menyadarinya. Aku tahu kalau kau menikmati hal itu ketika aku memperlakukanmu seperti itu."

  "Umm, apaan? Bisakah kau berhenti untuk mencocok-cocokkan semua hal sesuai dengan pandanganmu?"

  Tentu, aku mungkin seperti yang dikatakan Amane-chan, tapi, tidak dari sudut pandangku.

  Di dunia ini, tidak ada hal semacam subjektivitas dan objektivitas. Lawan dari subjektivitas bukanlah objektivitas, tapi subjektivitas orang lain. Karena tidak ada hal semacam objektivitas, kau bisa membuat penilaian sebanyak apapun yang kau mau tapi kau tidak akan bisa mengetahui kebenaran tentang hal itu. Yang bisa kau nilai hanyalah takdir itu sendiri.

  Lagipula, dunia ini tidak terbuat hanya dari satu penilaian subjektif saja; tabrakan-tabrakan dari penilaian subjektif yang berbeda itulah yang membuat dunia ini ada. Kalau kita kehilangan hal tersebut, maka dunia ini akan meledak.

  Oleh karena itu, duniaku akan meledak jika aku setuju dengan sudut pandang dari Amane-chan!

  Melepaskan tangan yang dia gunakan untuk memegangi kepalaku, akupun membelokkan langkahku.

  "Haruma, kau mau kemana? Ayo kita pulang bersama."

  "Aku ada keperluan. Kau pergilah dulu."

  "Aww...Oke kalau begitu, bagaimana kalau kita pergi bersama?"

  "Mustahil, aku tidak butuh dirimu untuk terus menempelku. Juga, sikapmu ini membuatmu menjadi brocon,"

  Aku mengatakan itu sambil mengibas-ngibaskan tanganku ke arah Amane-chan, sikapku itu membuat ekspresinya terlihat kecut.

  Sebenarnya, aku tidak punya hal lain yang akan kukerjakan.

  Hanya saja aku berpikir kalau aku disebut siscon oleh kakak perempuanku dan pulang bersamanya hanya akan membuatku diselimuti perasaan malu, jadi yang ingin kulakukan saat ini hanyalah pergi ke suatu tempat tanpa tujuan.





x  x  x

  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar