x x x
Kata-kata
yang sungguh buruk keluar dari Chigusa ‘si normal yang sopan’. Wajahnya
terlihat pucat ketika mengatakan itu, sehingga aku sendiri menjadi bingung
dengan apa yang terjadi.
Menjadi
sampah adalah masalah harga diri. Ada suatu bagian dalam diriku yang tidak bisa
menerima kalau aku dipanggil sampah oleh siapapun.
Sebenarnya
bagus kalau kau menyebut dirimu sendiri kuzu,
bahasa Jepang dari sampah. Faktanya, aku terlihat sangat keren bisa mengakui
bagian kuzu diriku. Kuzu Ryu Sen adalah jenis Kuzu yang sangat keren, dan ada juga Kuzu yang romantis seperti Hoshikuzu
Loneliness.
[note: KuzuRyuSen adalah salah satu jurus Kenshin
Himura – Battosai di manga/ anime Samurai X. Hoshikuzu Loneliness adalah lirik pembuka di lagu Yoshimi Iwasaki
– Touch.]
“Aku tidak mengerti
apa yang kau katakan tadi.”
Aku tidak
paham mengapa dia membuang Kuriu-sensei dari daftar tersangka, dan dia sekarang
bersikeras menjadikan Suzaku Reiji sebagai pelakunya. Bukan masalah tentang
bisnis lintah darat, bukan pula masalah bagaimana dia memperlakukan orang lain
seperti anak buahnya, bukan juga tentang kata-kata dan tindakannya yang sesuai
logika. Tidak ada satupun hal tentang Chigusa Yuu yang bisa kupahami sebagai
seseorang, tidak ada satupun.
Yang bisa
kupahami hanyalah apa yang bisa kulihat dari luarnya saja: wajahnya terlihat
cantik. Itu saja.
Chigusa
tampak terkejuut mendengar kata-kataku. Diapun terlihat mengedip-ngedipkan
matanya berkali-kali, lalu bahunya terlihat menurun.
“Kau masih
belum mengerti setelah semua yang sudah kukatakan kepadamu? Ternyata begitu
ya.”
Dia mendesah
kesal dengan ekspresi yang jijik.
“Dengan kata
lain, kau ingin aku mendefinisikan kata sampah untukmu? Apa kamu mau diriku
menjelaskan padamu bukti kalau kau itu sampah, Haruma-san?”
Nada suara
Chigusa seperti beracun, disertai emosi yang lebih kuat dari biasanya.
“Hm? Hmm, ya
sudah kalau itu yang kau mau, silakan saja.”
Suasana
menjengkelkan yang biasa terjadi dengan Amane-chan mulai terasa. Dalam
kejadian-kejadian sejenis itu, aku biasanya mendengarkan apa yang
dikatakannya seperlunya dan membuat suara-suara yang terkesan simpati.
Sejujurnya, aku tidak perlu memahami apa yang terjadi. Yang harus kulakukan
adalah pura-pura mendengarkan. Maksudku, mustahil aku bisa melihat isi hati orang
lain. Ketika orang sudah menutup hatinya dengan dadanya, hanya sedikit lubang
kecil yang tersisa untuk dilewati sebuah kebenaran agar bisa menuju hatinya.
Ada suatu jalan untuk melihat kesana juga. ‘Suatu jalan’ itu berarti sesuatu
yang kecil, yang berarti dada dari Chigusa!
Semua hal
tersebut hilir-mudik di kepalaku, Chigusa lalu pura-pura terbatuk dan
mengatakan ahem.
“Sejak awal,
kau sendiri tidak punya satupun teman.”
“Hmmm.”
“Kau
diam-diam selalu memandang rendah semua hal di dunia ini!”
“Benar
sekali.”
“Kau tidak
pernah mengerti bagaimana cara orang memandang. Kau hanya ingin melihat sesuatu
sesuai dengan sudut pandangmu!”
“Apa itu
buruk?”
“Ketika kau
memberikan jawaban, kau hanya menjawab apa yang ingin kau katakan saja. Itu
adalah cara komunikasi yang cacat!”
Chigusa
terus membabi-buta dengan definisi sampahnya. Ini seperti sesuatu yang berasal
dari light novel. Kalau begini, maka respon terakhirnya akan seperti ini,
“Siapapun yang berpikir kalau kau ini sampah, adalah sampah juga,” dan pada
akhirnya dia tidak punya pilihan selain menenangkan diri.
[note: Itu ada di LN Oregairu vol 6 chapter 9.]
Dan
akhirnya, kosakata frase umum yang biasa kugunakan untuk menyenangkan gadis
yang mengoceh sudah habis, dan itu juga bersamaan dengan Chigusa yang tampak
sudah kehabisan bensin. Dia terlihat kelelahan.
“Kenapa kau
tidak mau mengerti?! Sikap sensei jelas-jelas tidak ada kemiripan dengan image
lintah darat yang terbuang dari kehidupan manusia. Kalau kau tidak bisa memahami
itu, Haruma-san, maka kau ini adalah psikopat! Mau kau panggil apalagi orang
yang seperti itu kecuali sampah?!”
“Memang,
cukup jelas. Seperti katamu tadi.”
Aku
mengatakannya dengan lemah, tanpa memasukkannya dalam hati.
Ehehehe. Aku menunjukkan senyum santai.
Semua pembicaraan tentang sampah ini membuatku lelah. Bahkan, akupun yang tidak
bermuka tebal, masih dibilang sampah dan sejenisnya. Meski begitu, aku berusaha
menghindari badai ini sebisa mungkin tanpa melibatkan hal fisik. Memaksa wajahku
untuk tersenyum saja sudah membuat ototku terasa sakit.
Kesabaranku
sepertinya terbayar, karena kulihat Chigusa terlihat tenang setelah mengatakan
apa yang dia ingin katakan. Dia mengembuskan napas kecilnya dan melihat ke
arahku.
“Tampaknya
kau sudah paham sekarang, Haruma-san. Aku berharap bisa membangun sebuah
‘partnership’ yang saling memuaskan kedua pihak di masa depan. Satu hal yang
baik tentang sampah adalah sedikit yang terluka ketika mereka dibuang, jadi kau
sangat berharga bagiku, Haruma-san. Begitulah.”
Dia
mengatakan itu sambil menepuk pundakku. Dia tersenyum seperti sudah mencapai
suatu pencapaian dan terasa puas.
...Dan itu berarti, jika aku ingin mengatakan
itu, maka inilah saatnya.
“Kaulah yang sampah
disini.”
Thwack. Kasar tapi ada benarnya, aku
lepaskan tangan yang menyentuhku itu. Meski begitu, ekspresiku tetap tersenyum
seperti tadi.
Gak usah banyak bacot, cepat kerjakan tujuan
kita datang kesini! Dasar lintah darat, gadis pelacur gila!
Keseimbangan
antara kesabaranku dan kepuasan Chigusa pecah. Tanpa melakukan hal yang
melanggar aturan dan langsung mencetak home-run, maka hasil pertandingan sudah
diputuskan.
“...”
Mulutnya
terbuka, Chigusa melihat ke arah wajahku dan tangannya, secara perlahan-lahan.
Bagus. Tidak
ada satupun yang kukatakan bisa menembus tulangnya yang tebal itu. Tidak ada
gunanya berdebat dengan orang yang sejak awal menolak untuk dialog, hanya saja
tidak ada gunanya memberitahu kesalahan mereka ataupun menasehatinya.
Memberitahukan seseorang sebagian yang ada di pikiranmu bukanlah hal yang
buruk; itu malah menusuk di bagian yang terluka. Lebih efektif dengan cara yang
seperti itu.
Memperoleh
kepercayaan dari seseorang lalu menghancurkannya adalah wajah dari manusia
sampah yang sesungguhnya di bumi ini. Itu adalah cara hidup mereka.
Aku akan
memberikanmu tempat duduk di barisan depan, Chigusa. Kalau ini berarti menjadi
sampah.
x x x
Tidak ada komentar:
Posting Komentar