Senin, 04 Januari 2016

[ TRANSLATE ] Qualidea of The Scum Chapter 5 : Kusaoka Haruma 4




x  x  x





  Kata-kata yang sungguh buruk keluar dari Chigusa ‘si normal yang sopan’. Wajahnya terlihat pucat ketika mengatakan itu, sehingga aku sendiri menjadi bingung dengan apa yang terjadi.

  Menjadi sampah adalah masalah harga diri. Ada suatu bagian dalam diriku yang tidak bisa menerima kalau aku dipanggil sampah oleh siapapun.

  Sebenarnya bagus kalau kau menyebut dirimu sendiri kuzu, bahasa Jepang dari sampah. Faktanya, aku terlihat sangat keren bisa mengakui bagian kuzu diriku. Kuzu Ryu Sen adalah jenis Kuzu yang sangat keren, dan ada juga Kuzu yang romantis seperti Hoshikuzu Loneliness.
[note: KuzuRyuSen adalah salah satu jurus Kenshin Himura – Battosai di manga/ anime Samurai X. Hoshikuzu Loneliness  adalah lirik pembuka di lagu Yoshimi Iwasaki – Touch.]

  “Aku tidak mengerti apa yang kau katakan tadi.”

  Aku tidak paham mengapa dia membuang Kuriu-sensei dari daftar tersangka, dan dia sekarang bersikeras menjadikan Suzaku Reiji sebagai pelakunya. Bukan masalah tentang bisnis lintah darat, bukan pula masalah bagaimana dia memperlakukan orang lain seperti anak buahnya, bukan juga tentang kata-kata dan tindakannya yang sesuai logika. Tidak ada satupun hal tentang Chigusa Yuu yang bisa kupahami sebagai seseorang, tidak ada satupun.

  Yang bisa kupahami hanyalah apa yang bisa kulihat dari luarnya saja: wajahnya terlihat cantik. Itu saja.

  Chigusa tampak terkejuut mendengar kata-kataku. Diapun terlihat mengedip-ngedipkan matanya berkali-kali, lalu bahunya terlihat menurun.

  “Kau masih belum mengerti setelah semua yang sudah kukatakan kepadamu? Ternyata begitu ya.”

  Dia mendesah kesal dengan ekspresi yang jijik.

  “Dengan kata lain, kau ingin aku mendefinisikan kata sampah untukmu? Apa kamu mau diriku menjelaskan padamu bukti kalau kau itu sampah, Haruma-san?”

  Nada suara Chigusa seperti beracun, disertai emosi yang lebih kuat dari biasanya.

  “Hm? Hmm, ya sudah kalau itu yang kau mau, silakan saja.”

  Suasana menjengkelkan yang biasa terjadi dengan Amane-chan mulai terasa. Dalam kejadian-kejadian sejenis itu, aku biasanya mendengarkan apa yang dikatakannya seperlunya dan membuat suara-suara yang terkesan simpati. Sejujurnya, aku tidak perlu memahami apa yang terjadi. Yang harus kulakukan adalah pura-pura mendengarkan. Maksudku, mustahil aku bisa melihat isi hati orang lain. Ketika orang sudah menutup hatinya dengan dadanya, hanya sedikit lubang kecil yang tersisa untuk dilewati sebuah kebenaran agar bisa menuju hatinya. Ada suatu jalan untuk melihat kesana juga. ‘Suatu jalan’ itu berarti sesuatu yang kecil, yang berarti dada dari Chigusa!

  Semua hal tersebut hilir-mudik di kepalaku, Chigusa lalu pura-pura terbatuk dan mengatakan ahem.

  “Sejak awal, kau sendiri tidak punya satupun teman.”

  “Hmmm.”

  “Kau diam-diam selalu memandang rendah semua hal di dunia ini!”

  “Benar sekali.”

  “Kau tidak pernah mengerti bagaimana cara orang memandang. Kau hanya ingin melihat sesuatu sesuai dengan sudut pandangmu!”

  “Apa itu buruk?”

  “Ketika kau memberikan jawaban, kau hanya menjawab apa yang ingin kau katakan saja. Itu adalah cara komunikasi yang cacat!”

  Chigusa terus membabi-buta dengan definisi sampahnya. Ini seperti sesuatu yang berasal dari light novel. Kalau begini, maka respon terakhirnya akan seperti ini, “Siapapun yang berpikir kalau kau ini sampah, adalah sampah juga,” dan pada akhirnya dia tidak punya pilihan selain menenangkan diri.
[note: Itu ada di LN Oregairu vol 6 chapter 9.]

  Dan akhirnya, kosakata frase umum yang biasa kugunakan untuk menyenangkan gadis yang mengoceh sudah habis, dan itu juga bersamaan dengan Chigusa yang tampak sudah kehabisan bensin. Dia terlihat kelelahan.

  “Kenapa kau tidak mau mengerti?! Sikap sensei jelas-jelas tidak ada kemiripan dengan image lintah darat yang terbuang dari kehidupan manusia. Kalau kau tidak bisa memahami itu, Haruma-san, maka kau ini adalah psikopat! Mau kau panggil apalagi orang yang seperti itu kecuali sampah?!”

  “Memang, cukup jelas. Seperti katamu tadi.”

  Aku mengatakannya dengan lemah, tanpa memasukkannya dalam hati.

  Ehehehe. Aku menunjukkan senyum santai. Semua pembicaraan tentang sampah ini membuatku lelah. Bahkan, akupun yang tidak bermuka tebal, masih dibilang sampah dan sejenisnya. Meski begitu, aku berusaha menghindari badai ini sebisa mungkin tanpa melibatkan hal fisik. Memaksa wajahku untuk tersenyum saja sudah membuat ototku terasa sakit.

  Kesabaranku sepertinya terbayar, karena kulihat Chigusa terlihat tenang setelah mengatakan apa yang dia ingin katakan. Dia mengembuskan napas kecilnya dan melihat ke arahku.

  “Tampaknya kau sudah paham sekarang, Haruma-san. Aku berharap bisa membangun sebuah ‘partnership’ yang saling memuaskan kedua pihak di masa depan. Satu hal yang baik tentang sampah adalah sedikit yang terluka ketika mereka dibuang, jadi kau sangat berharga bagiku, Haruma-san. Begitulah.”

  Dia mengatakan itu sambil menepuk pundakku. Dia tersenyum seperti sudah mencapai suatu pencapaian dan terasa puas.

  ...Dan itu berarti, jika aku ingin mengatakan itu, maka inilah saatnya.

  “Kaulah yang sampah disini.”

  Thwack. Kasar tapi ada benarnya, aku lepaskan tangan yang menyentuhku itu. Meski begitu, ekspresiku tetap tersenyum seperti tadi.

  Gak usah banyak bacot, cepat kerjakan tujuan kita datang kesini! Dasar lintah darat, gadis pelacur gila!

  Keseimbangan antara kesabaranku dan kepuasan Chigusa pecah. Tanpa melakukan hal yang melanggar aturan dan langsung mencetak home-run, maka hasil pertandingan sudah diputuskan.

  “...”

  Mulutnya terbuka, Chigusa melihat ke arah wajahku dan tangannya, secara perlahan-lahan.

  Bagus. Tidak ada satupun yang kukatakan bisa menembus tulangnya yang tebal itu. Tidak ada gunanya berdebat dengan orang yang sejak awal menolak untuk dialog, hanya saja tidak ada gunanya memberitahu kesalahan mereka ataupun menasehatinya. Memberitahukan seseorang sebagian yang ada di pikiranmu bukanlah hal yang buruk; itu malah menusuk di bagian yang terluka. Lebih efektif dengan cara yang seperti itu.

  Memperoleh kepercayaan dari seseorang lalu menghancurkannya adalah wajah dari manusia sampah yang sesungguhnya di bumi ini. Itu adalah cara hidup mereka.


  Aku akan memberikanmu tempat duduk di barisan depan, Chigusa. Kalau ini berarti menjadi sampah.






x  x  x






Tidak ada komentar:

Posting Komentar