x x x
Musim ujian
telah selesai, dan diikuti oleh dimulainya musim penghujan.
Hujan yang
lebat telah berhenti, meski begitu, kelembapan udara yang tiba-tiba berubah ini
mulai terjadi lebih sering. Ini dikarenakan kelembapan udara ini mulai masuk ke
tubuhmu.
Terutama di
SMA Sobu yang berada di pinggir pantai, kelembapan yang dibawa oleh angin laut
mendominasi tempat ini. Bercampurnya garam dari laut dalam kelembapan itu membuat
warna cat sepeda dan dinding terlihat buram, juga membuat pagar-pagar mulai
berkarat.
Anehnya,
suasana yang lembab tersebut memberikan perasaan yang menyegarkan.
Ini
dikarenakan waktu yang ditunggu-tunggu, yaitu liburan musim panas, tidak hanya
membuat para orang normal menjadi
gembira, tapi juga para penyendiri akan mendapatkan kebebasan dari sebuah
neraka yang bernama sekolah.
Apakah tidak
apa-apa kalau kusebut fenomena ini dengan “Aura Musim Panas”?
Sayangnya,
cuaca yang panas akan membuat orang-orang menjadi gila.
Karena
itulah, bahkan sikapku ini seperti berlawanan dengan pemikiranku. Sikap yang
seperti itu bukanlah sikap diriku, tapi mau bagaimana lagi, aku hanya bisa
menyebut itu sebagai sebuah kejanggalan.
Area
diantara belakang gedung sekolah dan annex terasa lebih dingin dari tempat
manapun karena selalu berada dalam bayangan. Berbeda dengan gedung sekolah yang
berbentuk segi empat jika kau lihat dari atas, annex adalah gedung olahraga
tempat dimana siswa biasa tidak akan merasa familiar dengan tempat itu. Ada
sebuah tempat latihan bela diri di bawah ruangan gym, dimana hanya ramai dengan
siswa jika ada kegiatan klub beladiri, tapi saat jam makan siang, tidak ada
seorangpun yang kesini.
Karena
itulah, hanya ada diriku dan satu orang lagi yang ada disini.
Para siswa
yang berkeliaran dengan gembira ketika masuk musim panas di jam makan siang.
Bau dari
garam laut yang ditiup oleh angin.
Dan bagian
belakang sekolah yang tidak ada satupun manusia.
Itu adalah
momen rahasia yang hanya kita habiskan berdua.
Kalau
kuceritakan hal-hal semacam ini, seperti mendengarkan cerita masa muda dari
seseorang saja.
Tapi
kenyataannya tidak seperti itu.
“Ku, ku, ku,
kupuji dirimu karena sudah datang. Musuh bebuyutanku. Hachiman!”
Aksi
teaternya, sebenarnya konyol, dan cara berbicaranya sangat mengganggu ditambah
dengan nadanya yang tidak ada tanda-tanda motivasi di dalamnya.
“Aku
akhirnya memojokkanmuuu, Master Swordsman Shogun!”
Ketika aku
meresponnya dengan monoton, persis seperti akting yang akan dimarahi oleh para
sutradara film, menghadapku langsung,
Zaimokuza berdiri di depanku.
Realitanya
memang seperti ini.
Dalam
realita ini, hanya ada kita berdua, Zaimokuza dan diriku, mengungsi di bawah
bayangan gedung sekolah dimana tidak ada satu orangpun yang akan melihat kita.
Juga, aku yakin kalau bau garam yang tercium olehku ini sebenarnya bau dari
keringat. Sial, deskripsi yang barusan memang mengerikan!
Sebenarnya,
sebelum ini aku sedang makan siang di tempat biasa dimana aku bisa melihat
Totsuka sedang latihan siang, hingga Zaimokuza menemukanku.
Aku lalu
dipaksa membaca cerita dari novel Zaimokuza dan
tanpa kusadari, tubuhku menjadi menggelora dan mulai terlibat dalam
adegan chuunibyou dengannya.
Inilah
kenyataan tentang diriku dan musim panas keduaku di SMA. Musim panas di Jepang,
bukanlah musim panas di Kincho.
“Fumuu...Hachiman. Bolehkah aku mengatakan sesuatu yang janggal tentang
sikapmu yang kurang bersemangat!? Kenapa kau tidak mengambil kuda-kuda!? Kau
tidak akan bisa menampilkan sebuah image dengan pose seperti itu!”
Zaimokuza
mengatakan komplainnya sambil menghentakkan lantai dengan berisik.
Tidak,
bahkan jika kau memberitahuku...Ketika aku mengoceh tadi, aku sebenarnya tidak
mengerti jalan cerita yang kita mainkan saat ini, dan Zaimokuza begitu saja
memulai pertunjukan itu. Sebelum
kusadari, ternyata sudah menjadi seperti ini.
Meskipun aku
memberinya argumen, tampaknya tidak akan digubrisnya. Ini memang kualitas dari
Zaimokuza. Akan lebih menguntungkan jika aku konfrontasi dengan emosi daripada
logika.
Aku lalu
menampilkan sebuah senyuman yang memprovokasinya.
“...Kuda-kuda ini, huh...? Ini sebenarnya kuda-kuda yang sia-sia. Dengan
kekuatanku, aku bisa membalikkan semua jenis serangan.”
“Apa-apaan
itu? Keren sekali!”
Kalau
dipikir-pikir, aku ini hanya mengatakan pengetahuan tidak jelas yang kuperoleh
dari Ruro Ken, tapi jika itu bisa mempengaruhi Zaimokuza, kurasa sudah cukup
bagus. Seakan-akan menerima itu, dia mulai menekan-nekan layar HP-nya. Dia
tampaknya bingung apakah akan memasang kuda-kuda universal, atau sedang mencari
referensi dahulu.
“Nufu,
setelah menghindari sebuah serangan dan menangkalnya, kau lalu memukul balik
dengan pukulan sermon. Ini bisa menjadi sangat populer...”
Aku tidak
mempedulikan apa yang sedang diocehkan oleh Zaimokuza dan menyandarkan diriku
ke dinding. Karena tampaknya aku sudah menyelesaikan masalah dari Zaimokuza,
aku harusnya sudah bisa lepas darinya untuk saat ini.
Memaksaku
untuk bersikap konyol seperti ini membuat keringatku keluar. Angin yang meniup
wajahku yang kepanasan ini terasa sangat enak.
Aku
bermandikan angin yang bertiup di depanku dan menggerakkan tubuhku, seperti
berpura-pura menjadi TM Revolution, lalu sebuah pemandangan terlihat di depan
mataku.
Beberapa
siswa berpakaian judo berjalan lesu dengan bahu yang terlihat turun ke arah
sini. Pakaian judonya sendiri sudah memberikan alasan yang cukup mengapa
tampilan mereka seperti itu, tapi entah mengapa, aku merasa tampilan mereka
seperti orang yang putus asa.
Kupikir
hanya Malaikatku, Totsuka yang berlatih ketika jam makan siang, ternyata klub
Judo juga? Ah, malaikatku Totsuka. Aku ingin menjawab kuis ini dengan benar dan
menggendongnya.
Kalau dalam
kasus Totsuka, dia terlihat menyegarkan, terlebih lagi, dia juga manis,
tampaknya dia juga sedang bersenang-senang dalam latihan siang ini. Tapi, itu
bukan berarti kesan yang sama akan terlihat dari member klub judo ini...
Well, mau
bagaimana lagi. Totsuka memang spesial, sih.
Dengan kata
lain, yang sedang berjalan ke arah sini adalah non-spesial, non-manis, dan
tentunya bukan Totsuka, para member klub judo ini seperti zombie yang
kelelahan...Apa kalian ini semacam budak perusahaan atau semacam itu!?
Masih
bersandar ke tembok, aku menggeser punggungku hingga berada dalam posisi duduk
menyandar tembok.
Ketika aku
memperhatikan para member klub judo itu, Zaimokuza terlihat memiringkan
kepalanya dengan penuh tanda tanya sambil mengatakan “fumuu”.
“Mereka
terlihat seperti kumpulan orang-orang yang mencurigakan, benar tidak?”
“Uh, kalau
dibandingkan denganmu, kurasa tidak...”
Orang-orang
mesum yang memakai mantel di musim panas hanyalah orang-orang yang seperti
Black Jack-sensei, tahu tidak...
“Rufun.
Ketika kau sudah berada dalam level yang sama denganku, maka kau baru bisa
menyebut dirimu sebagai Master Swordsman...”
Dari
seharusnya menganggap kata-kataku sebagai komplain, Zaimokuza malah membalasnya
dengan bangga. Kalau kau menterjemahkan ‘pikiran positif’ ke bahasa Jepang,
bukankah itu berarti “tai lo, bajingan
yang tidak paham-paham”?
Tapi momen
dimana Zaimokuza salah paham tidak begitu penting saat ini. Mungkin karena yang
kita bahas disini adalah Zaimokuza dan maksudku hanya Zaimokuza saja.
Ketika aku
memalingkan pandanganku dari Zaimokuza dan melihat para member klub judo
berjalan ke pojokan, sebuah pikiran terlintas di kepalaku.
“Oh ya,
katanya kau memilih kendo untuk kelas beladiri nanti?”
Ketika kelas
2 SMA, ada kelas beladiri di gym yang wajib diikuti siswa. Kau harus memilih
antara kendo dan judo.
Tapi kau
harus membeli sendiri perlengkapan beladiri tersebut. Karena satu set peralatan
kendo sangat mahal, aku memilih judo.
Jadi aku memberitahu orangtuaku “Saya tidak tahu mau memilih beladiri
yang mana, tapi tolong beri saya uang untuk perlengkapan kendo”. Ini adalah taktik
dimana mereka menyebutnya Full Metal jacket, The Small Change Alchemist.
Aku memilih
judo dan karena Zaimokuza tidak ada disana, memakai proses eliminasi, artinya
Zaimokuza memilih kendo. Karena itulah, kemungkinan besar di judo kau tidak
akan menemui eksistensi manusia bernama Zaimokuza disana.
“Homu,
memang begitu. Aku pasti akan memilih kendo. Kurasa itu sangat natural. Apa ada
masalah dengan itu?”
“Tidak sih...Aku cuma kasihan dengan
orang-orang yang harus berpasangan denganmu di kendo nanti.”
Pada
kenyataannya, mendengar kata-kata kegiatan yang dilakukan dalam gym, itu saja
sudah membuatku tidak enak badan. Dengan dia ada di kendo, malah membuatnya
terdengar sangat mengganggu.
“Jangan
khawatir. Aku akan menahan diriku untuk tidak menggunakan kekuatanku yang
sebenarnya kepada para pemain pedang kelas bawah itu. Aku akan berusaha keras
untuk itu.”
“Aah, begitu
ya...”
Jadi kalau
kuterjemahkan ke percakapan modern, mungkin, “I-ini terlalu memalukan untuk
menunjukkan sikap seperti itu di depan orang-orang...Oleh karena itu, aku tidak
akan menunjukkannya. H-hachiman, kau adalah satu-satunya orang yang kutunjukkan
sifatku ini, oke!” atau semacam itu.
[note: Hachiman menyukai hal-hal tsundere.]
Apa-apaan tadi? Menjijikkan!
Kurasa tidak masalah
selama Zaimokuza tidak mengganggu orang lain. Alasan mengapa para penyendiri
diperbolehkan hidup karena mereka tidak menyakiti orang lain.
“Hachiman,
kau sendiri memutuskan memilih apa?”
Seperti
kurang senang dengan sikapku, Zaimokuza mengoceh dan bertanya. Tapi jawabanku
sederhana. Tidak ada keterkejutan soal itu.
“Aku memilih
judo karena di kelas itu bisa berguna bagi member klub judo yang butuh lawan
tanding. Sedang yang lainnya hanya latihan ukemi.”
“Homuu...Kau
sebenarnya hanya mengawasi mereka latihan, bukan menjadi partner mereka, benar
tidak...?”
Zaimokuza
mengatakan itu sambil menyeka keringat di alisnya.
Kurasa ini
bukanlah sesuatu yang mengejutkan. Ketika ada turnamen, akan ada member klub
yang mendapati takdir mendapatkan nomor lotre terburuk. Mereka diberitahu untuk
mempersiapkan sebuah atraksi plus membersihkan peralatan. Coba lihat member
klub judo di depanku, menjadi buruh kasar yang mempersiapkan peralatan adalah
sisi gelap dari dunia olahraga itu sendiri. Ada gosip yang mengatakan bahwa
masa depan dari member klub olahraga adalah menjadi budak perusahaan; sumbernya
berasal dari sisi lain diriku ini.
Oleh karena
itu, member klub judo seperti kurang senang ketika melatih diriku di kelas
beladiri...Apakah itu alasan ekspresi mereka terlihat suram ketika itu? Maaf
ya, oke?
Tapi
memikirkan ini dalam-dalam tidak akan mengubah fakta tersebut. Kalau saja
diperbolehkan bolos kelas beladiri, aku akan bolos demi mereka. Tapi sayangnya
tidak ada hal semacam itu, jadi aku harus menghadiri semua jadwal kelas
beladiri.
Maaf ya yang
melatihku judo, tapi untuk sekarang, aku akan menjadi beban bagi kalian semua.
Setelah
memperteguh tekadku, sebuah bel menandakan jam makan siang berakhir berbunyi.
Akupun berdiri dan membersihkan pasir yang menempel di punggungku.
“Oke, aku
kembali ke kelas.”
Setelah
mengatakan itu, aku membalikkan badanku dan suara langkah kaki terdengar
mengikutiku dari belakang seperti biasanya.
“Hamon. Oke,
mari kita pergi.”
Eh? Kita akan
pergi bersama? Aku sangat yakin kalau yang kumaksud adalah “Aku akan kembali
sendirian”. Aku menatapnya dengan curiga, tapi Zaimokuza tidak mempedulikanku
dan membuat suara tawa “fufun”.
“Apa yang
hendak kau katakan? Cepatlah, cepat! Dasar lambat! Aku akan pergi duluan!”
Dia lalu
terburu-buru pergi ke gedung sekolah. Kalau kata-kata Zaimokuza itu
diterjemahkan ke bahasa modern, “Ada apa? Ayo cepat kembali, oke...? Ah, tapi,
kalau ada gosip kita berdua berjalan bersama-sama menyebar...Itu akan terdengar
memalukan...”
Aku bahkan
tidak marah jika memikirkan itu. Hanya saja, itu membuatku jijik.
x x x
Setelah
kelas terakhir selesai, aku menuju ruangan klub.
Dalam musim
seperti ini, SMA kami dilengkapi dengan AC, membuat kami menjalani pelajaran di
kelas dengan nyaman ketika musim panas. Tapi ketika diluar kelas, ceritanya
berbeda. Hal yang sama terjadi ketika jam pelajaran sekolah berakhir.
Bahkan dalam
cuaca yang sepanas ini, ketika menuju ke ruangan klub yang berada di dalam
gedung khusus, aku bisa merasakan sensasi dingin. Bisa jadi itu karena posisi
gedung yang berada dalam bayangan gedung utama atau ventilasi udaranya yang
bagus. Atau bisa juga, karena ada aura dari pemilik ruangan itu. Aku cukup
yakin kalau sensasi dingin darinya yang menyebabkan bulu kudukku berdiri. Aaah,
juga, dadanya juga keren!
Ketika
diriku sibuk dengan pikiran-pikiran tidak berguna karena sensasi dingin dari
gedung khusus, aku membuka pintunya secara pelan, sehingga ada sebuah tatapan
dingin yang mengarah kepadaku.
“....Kerja
bagus.”
Setelah
menerima tatapan mata Yukinoshita Yukino, aku serasa lemas saja. Kenapa orang
ini terlihat emosi? Apa pikiran-pikiranku soal dirinya tadi bisa dia rasakan?
Dengan Yukinoshita menjadi esper, aku sebagai satorare, kontroversi kedua akan
terjadi tidak lama lagi.
“...Oh,
ternyata Hikigaya-kun. Ekspresimu sangat lembab sekali seperti ada amfibi yang
masuk ke ruangan ini.”
“Well, masa
remaja akan membuat wajahmu terasa lembab, mau bagaimana lagi. Tapi tolong
jangan beritahu Hiratsuka-sensei soal kata-kataku tadi. Karena dia pasti akan
merasa terganggu ketika mendengarnya.”
Setelah sapaan biasa kami selesai diucapkan, aku
duduk di kursiku yang biasanya, berseberangan dengan posisi kursi Yukinoshita.
Ketika
melihat dirinya yang terasa kurang nyaman, Yukinoshita tidak mengatakan apapun
setelahnya. Dia lalu menatap kembali buku yang di tangannya.
Aku bisa
dengan mudahnya melihat kalau suasana hatinya sedang tidak bagus, tampaknya itu
tidak berasal dari ketidaksukaan atau kebenciannya kepadaku. Buktinya, dia
tidak menambahkan beberapa kata sarkasme lanjutan dalam sapaan tadi, tapi hari
ini memang agak menusuk. Sekali lagi, dia biasanya akan mengatakan beberapa
kata lanjutan setelahnya.
Kalau bukan
gara-gara aku, lalu mengapa suasana hatinya sedang buruk? Kau hanya akan
membuat suasana ruangan ini menjadi buruk, jadi tolong hentikan.
Karena tidak
ada pekerjaan yang bisa kulakukan, aku mengambil buku dari tasku. Aku buka
sembarang halaman di bukuku, lalu menatap ke arah Yukinoshita.
“...Phew.”
Satu-satunya
hal yang dia lakukan adalah membaca, tapi dia mendesah kesal. Sementara itu,
tampaknya tumpukan stressnya mulai meninggi. Apa buku itu terasa sebegitu
membosankan? Tahu tidak, kau bisa berhenti membacanya...
Meninggalkan
dirinya dengan dunianya, aku menatap kembali buku di tanganku dan hendak
berkonsentrasi membaca, lalu suara berisik dari pintu yang digeser mengisi
ruangan ini.
“Yahallo!”
Masuk ke
ruangan membawa suasana musim panas, salam yang ceria itu berasal dari
Yuigahama Yui. Setelah berjalan masuk dengan suara yang berisik, dia duduk di
kursinya yang biasanya.
Menemani
keterlambatannya, rok dari Yuigahama terlihat lebih pendek dari biasanya.
Tambahan lagi, dia tidak lagi memakai kaos kaki yang berwarna biru muda, yang
biasanya selutut. Lengan bajunya juga terlihat digulung. Tampilan seperti itu memang menggambarkan musim panas. Kalau dilihat baik-baik, bisa dikatakan kalau bagian
yang bisa diintip dari lengan dan
kakinya bertambah banyak. Well, bukannya aku sering memperhatikannya dengan
detail atau semacam itu, itu adalah sesuatu yang biasanya kau sadari dengan
sekali lihat, orang yang biasa kau lihat sehari-hari. Kalaupun ada masalah,
maka itu adalah dirimu yang menyepelekan kemampuan observasi dari mata seorang
penyendiri.
[note: Di vol 9 chapter 1 juga Hachiman
memperhatikan detail seperti ini, hanya saja objeknya berbeda, jika kali ini
Yui, maka di volume 9 Miura. Tapi bahasannya sama, paha dan itu.]
“Panas
sekali ya!”
Setelah
duduk di kursinya, Yuigahama menggenggam ujung kerah lehernya dan
mengibas-ngibaskannya. Hentikan itu!
Jangan komplain jika aku menoleh ke kamu gara-gara itu, serius ini.
Ngomong-ngomong, meski dia mengomel tentang cuaca panas, dia tidak
memakai polo shirt ataupun membuat leher kemejanya terbuka, huh? Kurasa ini
agak mengejutkan. Mungkin dia terobsesi untuk selalu memakai pita seragam atau
semacamnya?
Berharap
bisa menghindari diriku untuk menatap Yuigahama, aku memfokuskan diriku untuk
membaca buku di tanganku ini. Setelah itu, aku berusaha menggunakan tenaga
ekstraku untuk membalikkan halaman yang sudah menempel keras gara-gara udara yang
lembab ini, dan ini menimbulkan suara yang sangat berisik.
Aah, kurasa
lebih baik jika aku menaruh penanda halaman nanti...Itu adalah hal tersedih
yang pernah kaulakukan ke sebuah buku yang kucintai. Itu juga bisa
dikategorikan satu dari sekian banyak hal yang tidak nyaman untuk dilakukan di
musim seperti ini.
Ini bukanlah
salah Yuigahama, bahkan, ini memang salahku. Tapi sebenarnya, umm, aku merasa
agak tidak enak melirik ke arahnya, tapi karena alasan dibalik ini adalah
Yuigahama, memang terdengar tidak adil, mau bagaimana lagi, aku secara perlahan
mencoba melirik ke arah Yuigahama. Jangan
salah paham ya, ini bukannya karena dia mengibas-ngibaskan jasnya ke arah
dadanya yang membuatku terganggu, atau bagaimana kakinya terlihat lebih panjang
dari biasanya; Itu hanya sebuah tatapan yang kebetulan saja. Entah apa itu,
itu terdengar seperti sebuah alasan yang menyedihkan.
[note: Banyak alibi, bilang saja ingin lihat dada
dan pahanya.]
Tapi yang
membuat Yuigahama tidak curiga terhadap tatapanku adalah dia sejak tadi bingung
melihat Yukinoshita.
“Yukinon,
ada sesuatu yang salah?”
Kalau ini
orang lain, mereka mungkin tidak akan bertanya ke Yukinoshita yang sedang
memiliki suasana hati yang buruk. Tidak
perlu bad mood, bahkan sikap
Yukinoshita yang normal sekalipun sudah merupakan hal yang buruk bagi mereka.
Meski
begitu, Yuigahama akan tetap melakukannya.
Kalau dia
yang seperti biasanya, dia tidak akan melewati garis-garis batas miliknya dan
bertanya hal-hal yang kurang menyenangkan. Tapi adegan barusan yang
menanyakannya langsung adalah bukti kalau jarak diantara mereka berdua sudah
memendek.
Setelah
kejadian ulang tahun Yuigahama, aku merasa kalau percakapan basa-basi diantara
mereka sudah berkurang.
Yukinoshita
terlihat menghentikan aktivitasnya, seperti berpikir apakah dia akan berbicara
atau tidak. Tapi karena kita berbicara tentang Yuigahama disini, dia akan
mencoba untuk menjawabnya.
“Udara yang
lembab ini sangat parah...”
“Aah, udara
yang lembab ya? Aku juga merasakan itu dan membuatku sulit untuk memperbaiki
rambutku. Ini sangat mengganggu.”
Kebalikan
dari Yukinoshita yang mendesah kesal sambil menggosok-gosok bukunya, Yuigahama
sedang menyisir rambutnya dengan tangannya.
“Memperbaiki? Aku malahan sebaliknya. Udara yang lembab membuat kertas
ini terasa lengket...Membuatku stress.”
“Eeh? Itu
tidak sepenuhnya benar.”
Ketika dia
mengatakannya, Yuigahama berdiri dan berjalan di belakang Yukinoshita. Tidak
mempedulikan tatapan Yukinoshita yang diisi dengan penuh tanda tanya, dia
secara perlahan menyentuh rambut Yukinoshita.
“Lembut
sekali seperti sutra. Aah, tapi ini terasa sedikit panas, huh?”
“...Yuigahama-san? Apa yang sedang kau lakukan?”
“Hmm. Oke
aku paham.”
Yuigahama
lalu mencari sesuatu di kantongnya, dan mengambil sesuatu. Dia lalu menaruhnay
di pergelangan tangannya. Itu tampaknya sebuah ikat rambut.
Setelah itu,
dia mengambil sesuatu di tasnya dan mengambil sebuah sisir, secara perlahan,
dia menyisir rambut Yukinoshita. Ketika dia membuat pola ikatan di rambut
hitam, lembut, dan panjang milik Yukinoshita, dia lalu menaikkan rambutnya dan
mengikatnya.
“Punya
rambut yang panjang ketika musim panas akan menyimpan panas di kepalamu, jadi
membuat rambutmu terikat seperti ini terlihat lebih baik, benar tidak?”
“Y-Ya. Itu
benar...”
Mendengar
kata-katanya, Yukinoshita seperti kebingungan harus menjawab apa. Dia terlihat
sedikit ragu-ragu, seperti tidak terbiasa ada orang yang merapikan rambutnya.
Ini adalah sebuah kejadian yang sangat jarang terlihat.
“Umm...Jadi,
Yuigahama-san? Kenapa harus rambutku...Umm, apa kamu mendengarkanku?”
Tentu saja,
Yuigahama pasti tidak akan mendengarkannya.
Sambil
merapikan rambut Yukinoshita sambil menyanyikan lagu-lagu ceria, dia sepertinya
memberikan beberapa sentuhan akhir. Meski begitu, rambut hitam panjangnya
terlihat akan segera menyembur keluar dan akan menjadi sebuah kekacauan. Ketika
dia mengikatnya dengan penjepit rambut yang dia ambil di saku dadanya, dia akhirnya
menyelesaikan proyek sanggul nya.
“Selesai...!
Kita mungkin terlihat serasi.”
Ketika dia
melihat sekali lagi karyanya itu, dia
tersenyum puas sambil berkata “heehee”. Kalau kau membandingkan model rambut
mereka, bisa dikatakan agak sedikit mirip.
“Mungkin
lebih tepatnya model rambut KW
daripada serasi.”
“Jaga
mulutmu! Awas kamu!”
Yuigahama
mengancamku. Dia tampaknya sangat bangga dengan hasil karyanya.
Kau boleh
memarahiku sesukamu. Tapi aku tidak bisa mengatakan yang lain lagi. Memangnya
ada lagi yang bisa kukatakan?
“...Bagaimana
kalau kujelaskan maksudnya?”
“Itu sama
saja!”
Sebagian
besar, aku memang sudah berbaik hati memilih kata-kata yang lebih sopan untuk
menjelaskan maksudku...Meski begitu, kenyataannya, aku sendiri tidak yakin apa
yang ingin kukatakan. Faktanya, bahkan itu terlihat tidak mirip sama sekali,
bahkan terlihat seperti jelas-jelas tiruan...
“Ngomong-ngomong, bukankah akan sangat mengganggumu jika ada gadis yang
punya gaya rambut sama denganmu?”
Kalau kita
membahas siswa SMA, mereka suka mengoceh tentang diri mereka, dan terutama lagi
ketika membahas fashion, sesuatu yang
para gadis wajib bahas, tapi apa seperti itu kenyataannya? Atau jika kamu hidup
dengan jalan hidup membaca suasana sekitarmu seperti Yuigahama, apa quote dari
Kaneko Misuzu Exceptional People: “Semua orang menjadi satu dan semuanya
terlihat indah” akan terjadi?
Yuigahama
menegakkan kepalanya dan mengatakan “hmm” sambil berpikir, tapi jawaban
sederhananya itu berbanding terbalik dengan banyaknya waktu yang dia gunakan
untuk memikirkannya.
“Well, kalau
itu bisa membuat suasananya terasa akrab, maka itu bukanlah masalah, benar
tidak?”
Aah, begitu
ya...Kalian berdua ternyata akrab ya...
Aku salah
paham sudah menganggap jawaban gembiranya sebagai sebuah racun. Aku tinggalkan
rasa terkejutku itu dan kembali ke bacaanku.
Ketika
kulakukan, Yukinoshita yang sedari tadi hanya diam dan mengamati membuka
mulutnya.
“Umm...Memangnya rambutku terlihat seperti apa?”
Orang yang
sedang bertanya, Yukinoshita, tampaknya tidak tahu sudah menjadi apa rambutnya
sedari tadi. Yuigahama lalu mengambil cermin lipat kecil dan memberikan itu
kepadanya.
“Ini, lihat
pakai ini!”
“Terima
kasih.”
Yukinoshita
menaruh bukunya di meja dan mengambil cermin tersebut.
Dia lalu
membuka cermin tersebut dan melihat tampilan rambutnya. Kedua matanya menajam
dengan ekspresi wajah penuh tanda tanya. Dia lalu menutup cermin tersebut dan
menatap Yuigahama dengan penuh keraguan.
“...Yuigahama-san, kenapa rambutku?”
Ketika
ditanya, Yuigahama mengedip-ngedipkan matanya seperti orang yang kebingungan.
“Eh?
Bukankah kau mengatakan kalau rambutmu terasa mengganggu?”
“Yang
kubicarakan itu maksudnya ini.”
Yukinoshita
menunjuk ke arah bukunya yang ditaruh di meja dan melanjutkan kata-katanya.
“Udara yang
lembab itu merusak bukuku dan membuat sulit diriku ketika membuka
halamannya...Begitulah.”
“Ah, jadi
ini yang kau bicarakan...Kupikir soal rambutmu...”
Yuigahama
tertawa “tahaha” sambil menggaruk-garuk kepalanya.
Rambut dan
kertas tidak terasa berbeda bagimu, huh? Aku paham...Ya Tuhan, mengapa kau memberiku pemikiran yang bodoh ini?
[note: Kertas dan rambut terdengar sama: kami]
Well,
Yuigahama tidak membaca buku, jadi kalau dia mendengar kami, maka hal yang terbayangkan pertama kali adalah gaya rambut.
Area ketertarikannya berbeda dengannya.
Di lain
pihak, Yukinoshita sebenarnya tidak berbeda dalam fashion, tapi dia menyukai buku lebih dari itu. Memang benar, bagi
pembaca, udara lembab di musim panas adalah sebuah penghalang yang besar. Juga,
keringat dari tangan. Pasti karena itu. Keringat dari tangan akan membuat
kertas halaman menjadi lengket.
Yuigahama
mencoba mencairkan suasananya dengan tertawa, lalu dia tiba-tiba berdiri dari
kursinya seperti menyadari sesuatu.
“Ah,
ma-maafkan aku! Aku akan memperbaiki rambutmu!”
“Tidak usah
segitunya.”
Yukinoshita
lalu memalingkan pandangannya. Meski dia mengatakan itu, dia tampaknya tertarik
dengan model rambutnya yang baru itu
sambil membuka lagi cermin lipat tersebut, memiringkan kepalanya ke kanan dan
ke kiri untuk memeriksanya, lalu memegangi sanggul rambutnya.
“...Kurasa
ini cukup menyegarkan.”
Meskipun dia
menambahkan itu, tampaknya bukan itu maksudnya karena pipinya terlihat memerah.
Tampaknya Yukinoshita menyukai model
rambut barunya itu, hmm...?
Melihat hal
itu, Yuigahama tersenyum gembira dan memeluk Yukinoshita.
“Benarkan,
benar tidak!?”
“Panas...”
Yukinoshita
berusaha terlihat sedih, tapi kurasa itu cuma alibinya untuk menyembunyikan
perasaan malunya. Meskipun di lain pihak, itu membuat hatiku bertambah
dingin...
[note: Hachiman menyukai gadis tsundere, vol 1
chapter 1.]
Karena
Yukinoshita tampak memiliki good mood,
aku akan menyerahkan sisanya kepada kedua gadis ini dan pulang saja, kurasa
begitu! Baiklah, mari kita pulang.
Ketika
kutaruh bukuku di tas, aku mencoba berdiri secara diam-diam agar mereka tidak
menyadarinya. Ketika aku mulai mengambil satu langkah menuju pintu, itu adalah
momen dimana terdengar suara pintu diketuk.
“Silakan
masuk.”
Mendengar
ketukan tersebut, Yukinoshita menjawabnya.
“Permisi.”
Suara-suara
tersebut berasal dari beberapa pria yang berwajah suram. Ada tiga pria yang
mirip kentang, kentang yang manis, dan taro.
Musim ini
sudah terasa cukup panas, dan mereka bertiga malah menambah kesulitanku. Ini
adalah momen dimana temperatur tubuhku naik tiga kali lipat.
x x x
Ketika pria
tersebut sekarang berada di depan kami, berpakaian sama, dan menciptakan
situasi yang sama. Meskipun sebenarnya wajah mereka bertiga berbeda, tapi kesan
yang diberikan terasa sama.
Diantara ketiganya, ada satu orang yang terlihat familiar. Tampilannya seperti kepala
kentang dan dia sepertinya mengenali diriku dan berbicara denganku.
“Ah. Err,
kalau tidak salah, kamu yang di kelas beladiri...”
“Yeah...”
Aku
menjawabnya singkat. Benar sekali. Dia adalah orang baik yang selalu melatihku
di judo dalam kelas beladiri. Dia mungkin bukan orang yang menyenangkan, tapi
dia orang yang baik. Tapi aku tidak mengingat namanya dengan baik.
Kalau
begitu, dua orang di sebelahnya ini juga dari klub judo? Ketika aku menatap
mereka dengan penasaran, Yuigahama dan Yukinoshita menatap ke arahku.
“Dia itu
temanmu?”
“Kenalanmu?”
Dua
pertanyaan tadi jelas substansinya berbeda. Tapi mengapa pertanyaan dari nona
Yukinoshita ini sudah mengasumsikan kalau aku ini sebenarnya tidak punya teman,
huh...? Bukannya aku mau mengatakan kalau dia itu salah atau sejenis itu.
“Tidak, aku
tidak tahu namanya. Tapi dia berpasangan denganku di judo dalam kelas
beladiri.”
“Kau sering
bersamanya, tapi kau tidak tahu namanya...”
Yuigahama
seperti terkesima. Tidak, sebenarnya ada orang-orang yang akan tiba-tiba sok
akrab ketika kau mengingat nama mereka...Lagipula, aku sendiri memang tidak
berniat untuk mengingat nama orang. Waktu SMP dulu, aku sering diolok-olok menakutkan karena aku mengingat nama
semua orang di kelasku. Itu adalah pertamakalinya dalam hidupku punya kemampuan
mengingat nama orang tapi malah menyakitiku. Setelah itu, aku tidak berniat
untuk mengingat nama orang. Seperti Kawasesuatu-san.
Sebenarnya,
aku sudah mencoba menjawabnya dengan suara yang pelan, tapi tampaknya terdengar
oleh mereka. Si kepala kentang tersenyum kecut. Tapi karena dia sendiri juga
tidak ingat namaku, maka kuanggap kita berdua impas.
Si kepala
kentang berbicara dengan nada yang jelas, lebih dalam dari yang pernah kau
bayangkan.
“Aku
Shiroyama dari klub judo. Mereka berdua ini adalah juniorku...”
“Yeah, aku
Tsukui.”
“Yeah, aku
Fujino.”
Kami sangat
berterimakasih atas keramahan dan kesediaan para trio untuk mengenalkan diri
mereka. Tapi karena kekurangan karakter unik yang berkesan dari mereka membuat
nama mereka sulit untuk diingat. Karena ini sangat menyakitkan, maka mari kita
permudah saja. Dia ini kentang, satunya kentang manis, dan terakhir itu taro;
kusebut mereka bertiga kentang
bersaudara.
“Aku ketua
klub ini, Yukinoshita. Gadis ini adalah member klub kami, Yuigahama-san.”
Yukinoshita
menggerakkan tangannya ke arah Yuigahama dan memperkenalkannya. Uh huh, aku percaya kalau masih ada satu
orang lagi yang perlu diperkenalkan.
Tapi dia
malah tidak membahas itu, Yukinoshita langsung ke topik pembicaraannya. Dia
mengatakan “Selanjutnya, mari...”, mengawali topik ini dengan sebuah pertanyaan
ke kentang bersaudara.
“Biasakah
kuanggap kalian tahu semacam apa klub ini?”
“Yeah. Aku
dengar dari Hiratsuka-sensei kalau kalian menangani masalah-masalah yang
mengganggu menyangkut kegiatan sekolah...”
Si kentang
Shiroyama, kentang-yama menjawab itu.
Hiratsuka-sensei lagi, huh...? Lagian, penjelasannya soal klub ini
sangat tidak jelas ke mereka. Entah mengapa, kami ini terlihat seperti perusahaan
kontraktor yang mencari masalah.
Jawaban
Kentang-yama membuat Yukinoshita menyentuh keningnya.
“Sebenarnya,
penjelasan sensei itu agak...”
“Kupikir
penjelasannya kurang lebih cukup akurat.”
Yuigahama
mengatakannya dengan tatapan kosong.
Well, kalau
kita membicarakan bagaimana Yuigahama memahami sesuatu, kurasa dia memang
melihatnya seperti itu. Yukinoshita memiliki idealisme yang tidak mainstream
sehingga kalau kau hanya melihat klub ini dari pinggir, maka hanya terlihat
sebagai sebuah tempat untuk mengkonsultasikan masalah dan memiliki orang-orang
yang bisa menyelesaikan masalah.
Kalau
begitu, para kentang bersaudara ini mengunjungi klub ini dengan membawa sebuah
permasalahan.
“Jadi, ada
keperluan apa kesini?”
Ketika
kutanya, si Kentang Manis dan Taro hendak membuka mulutnya, tapi Kentang-yama
menghentikannya. Tampaknya senpai mereka memutuskan akan menjelaskannya
sendiri. Dia seorang senpai yang baik, begitulah menurutku.
“Yeah, er,
ini agak sulit untuk dikatakan, tapi...Belakangan ini, banyak sekali anggota
klub kami mengatakan ingin berhenti. Aku sendiri sekarang membawa surat
pengunduran diri mereka disini.”
Kalau
mendengar nadanya berbicara, Kentang-yama pasti menjabat sebagai ketua klub.
Pasti enak
sekali bisa berhenti dari klub...Aku juga ingin berhenti dari klub ini, tapi
aku tidak diperbolehkan, begitulah. Bukankah ini berarti kalau klub ini adalah
Klub Jahat atau semacamnya?
Ketua dari
Klub Jahat itu sedang menaruh tangannya di dagu dan menggumamkan “fumu” seperti
hendak berpikir.
“Anggota
klubmu yang ingin berhenti itu...Apa kau mencurigai sesuatu?”
“Itu...”
Shiroyama
menghentikan kata-katanya. Tapi jujur saja, itu bukanlah sesuatu yang perlu
ditanyakan.
“Well,
bukankah klub judo memang seperti itu. Itu klub yang keras, menyakitkan, dan
bau keringat dimana-mana, mau bagaimana lagi, benar tidak?”
Ketika
kukatakan itu, si Kentang Manis dan Taro meresponnya.
“Ti-tidak
sebau itulah, yeah!”
“Tapi untuk
bagian keras dan menyakitkannya itu benar, yeah!”
Tsukui dan
Fujino. Aku sendiri tidak tahu mana yang A dan B dari mereka, tapi aku bisa
melihat kalau si Kentang Manis ini kurang sensitif terhadap bau dan Taro ini
orangnya pengecut.
“Kalian
berdua diamlah dulu!”
“Siap Pak
Ketua!”
Ketika
Kentang-yama memperingati mereka, keduanya menurut. Seperti yang kauharapkan
dari member klub olahraga, mereka sangat terlatih.
“Hikigaya-kun, kau juga diamlah dahulu untuk sejenak.”
“Siap Bu
Ketua...!”
Yukinoshita
menatapku dengan tatapan yang dingin dan aku menurutinya untuk diam. Aku
ternyata sudah sangat terlatih!
Menyadari
kalau pembicaraannya terputus sejenak, Shiroyama melanjutkannya.
“Jadi,
mencurigai sesuatu katamu?”
“Benar,
benar.”
Yuigahama
memberinya tanda untuk meneruskan kata-katanya.
“Ini tentang
senior klub kami yang lulus SMA tahun lalu...Dia sekarang mahasiswa, tapi
belakangan ini, dia sering datang ke klub untuk melihat latihan kami. Dan
masalahnya adalah, dia agak kelewatan, begitulah...”
Seperti
kesulitan untuk mengatakan kata-katanya, mereka berdua terlihat berbisik satu
sama lain. Tapi setelah itu, beberapa suara keras seperti mendukungnya.
“Itu buruk
sekali, yeah!”
“Itu
kelewatan, yeah!”
Kalau
membandingkan sikap mereka tadi, suara mereka seperti diselimuti semacam
tragedi, bahkan Shiroyama sendiri seperti tidak berniat untuk menegur mereka
untuk diam kali ini.
Melihat
situasi itu, keduanya terus melanjutkan kata-katanya.
“Mas alumni
itu terus menasehati kami tentang kejamnya dunia dan membuat kami menjalani
latihan-latihan yang sangat berat, yeah! Dia sepertinya ingin membuat kita
menderita!”
“Anggota
klub yang kalah ketika latih tanding disuruh belanja ke swalayan! Lalu dia
makan semacam bakso dengan sepuluh orang berbaris menonton itu di depannya, yeah!”
“Dia juga
terlihat tidak senang ketika kami memperagakan jurus kami, yeah!”
“Itu sangat
tidak adil, bahkan sudah menyerempet ke kategori buruk sekali!”
Mereka terus
menyahut satu sama lain. Dengan menggunakan suara yang nyaring seperti berusaha
berbicara dengan cepat, mereka dengan segera kehabisan napas dan mereka berdua
mendesah “haa,haa” karena kelelahan.
Ketika
mereka hendak melanjutkan kata-katanya, Yukinoshita menatap mereka dengan
dingin sehingga mereka kehabisan energi dan terdiam dengan sendirinya.
Yukinoshita menunggu mereka tenang lalu membuka mulutnya.
“Aku paham
situasinya. Sederhananya, kau ingin kami melakukan sesuatu terhadap si alumni
itu, benar?”
Seperti kata
Yukinoshita, kupikir sumber masalahnya adalah si senpai-alumni tadi.
Setidaknya, si Kentang Manis dan Taro tidak begitu senang kepadanya. Jadi,
kupikir mereka yang hendak berhenti dari klub itu merasakan hal yang sama.
Kalau
begitu, mengamputasi bagian yang tidak terobati lagi itu adalah solusi tercepat
mengenai masalah ini.
Tapi
Shiroyama membuka mulutnya secara perlahan.
“...Kurasa,
itu sangat mustahil.”
“Mustahil?
Memangnya kenapa?”
Yuigahama
memiringkan kepalanya karena kebingungan.
“Kalau dia
adalah orang yang mau mendengarkan orang yang mengatakan sesuatu kepadanya,
maka situasinya tidak akan berkembang menjadi seperti ini...Lagipula, orang
luar yang mengatakan sesuatu tidak akan dianggap, benar tidak?”
Tampaknya
Shiroyama sudah mencoba berbicara dengannya beberapa kali. Meski, aku bisa
membayangkan hasilnya seperti apa. Sejak awal, dia memberikan ekspresi bahwa
dia berusaha menghindari mengatakan sesuatu yang menyinggung si alumni itu, dia
memilih kata-katanya dengan hati-hati untuk menggambarkan si alumni. Entah apa
dia tidak nyaman atau mungkin karena dia ingin menghormati jasa si alumni
terhadap almamaternya dulu.
Klub
bukanlah satu-satunya tempat dimana orang luar kesulitan untuk mencari tahu apa
yang terjadi. Kupikir juga setiap orang harusnya menutup mulut mereka ketika
berusaha mengoceh tentang suatu hal yang mereka sendiri tidak paham betul, dan
itu yang disebut empati. Meskipun yang kudengar dari tadi hanyalah pendapat
pribadi, kurasa aku tidak boleh keras kepala dan mulai berpikir untuk
mendengarkan cerita mereka dahulu.
Kalau
begitu, kurasa akan lebih baik jika aku mendengarnya langsung dari orang-orang
yang terlibat dalam masalah ini dulu.
“Jadi,
masalahnya apa?”
Ketika
kutanya, Shiroyama terlihat menurunkan posisi bahunya.
“Pembina
klub kami adalah guru yang tidak punya pengalaman di judo. Oleh karena itu, dia
sangat senang ketika si alumni tadi menawarkan untuk mengajari kami.”
“Ah, begitu
ya. Kalau begitu, bagaimana dengan senpai yang duduk di kelas tiga?”
“Mereka
sudah berhenti dari aktivitas klub setelah turnamen yang terakhir.”
Shiroyama
langsung menjawab pertanyaan Yuigahama tadi. Tampaknya, Shiroyama sudah
mempertimbangkan itu dengan baik. Ketika dia sadar kalau itu mustahil, dia
menyerah.
Shiroyama akhirnya
sampai di kesimpulan itu.
“Kurasa si
alumni kami itu tidak akan mendengarkan siapapun, tidak peduli siapa yang
berbicara kepadanya. Dia adalah senpai yang kuat. Meski klub kami dulunya tidak
memenangkan turnamen apapun dalam kategori beregu, tapi dia memenangkan banyak
sekali turnamen kategori solo. Dia bahkan dapat rekomendasi kuliah gara-gara
prestasinya di judo.”
Secara tidak
sadar, Shiroyama menatap suatu titik di kejauhan. Seperti sedang mengingat masa
lalu.
“Oooh...Diterima
di universitas karena prestasi olahraga, huh? Itu memang sesuatu sekali.”
Begitu ya.
Dari perhitunganku, itu berarti ketika dia kelas tiga, Shiroyama waktu itu
kelas satu. Bahkan Shiroyama yang kenal senpai itu, dia merasa kesulitan untuk
membicarakan hal-hal buruk di belakangnya.
Tidak lupa
juga kalau kemampuan judonya juga luar biasa. Kalau begini, pastinya senior
klub judo yang duduk di kelas tiga tidak akan berani untuk menasehatinya, dan
yang tersisa hanyalah guru pembina yang amatir.
Begitu ya.
Jadi mereka tidak punya pilihan lain kecuali menyimpan masalah itu diam-diam.
Kalau membahas kemampuan dan pengabdian yang panjang bagi klub, sebuah hubungan
yang berdasarkan tangga kedudukan sosial organisasi bukanlah sesuatu yang bisa
dikhianati dengan mudah.
Tidak
memotong satupun kata yang muncul di percakapan tadi, Yukinoshita menurunkan
tangannya yang sedari tadi dia taruh di dagunya.
“Katakan
saja ini bukanlah masalah dengan senpai-alumni tadi, maka masalah yang kau
hadapi saat ini adalah mendapatkan anggota klub baru sebagai pengganti mereka
yang ingin berhenti?”
Ketika
ditanya Yukinoshita, Shiroyama menggerakkan kepalanya dan menjawab.
“Yeah. Aku
tidak khawatir soal klub akan bubar, tapi kalau melihat jumlah anggota yang
terus menyusut, kami tidak akan bisa
berpartisipasi dalam turnamen judo beregu selanjutnya.”
“Anggota
baru, ya...Kita ini tidak sedang berhadapan dengan handphone, jadi kupikir kita
tidak akan mampu mengajak bergabung orang-orang dengan mudahnya...”
Terutama,
jika yang mengajak bergabung adalah klub judo.
Orang-orang
yang menyukai judo; pada awalnya, jika mereka tidak punya ketertarikan kepada
hal lain, maka akan menganggap klub judo adalah sebuah kegiatan ekstrakurikuler
yang potensial bagi mereka. Mungkin agak janggal kau mendengar kata-kata itu
dariku, tapi bagi siswa SMA, klub judo bukanlah klub yang populer.
“Bagaimana
jika berusaha membuat anggota yang ingin berhenti tersebut kembali aktif di
kegiatan klub?”
Ketika
Yuigahama menyarankan itu, Yukinoshita mengangguk sambil menyilangkan lengannya
dengan “hmm”.
“Kurasa
begitu. Sejak awal, dibandingkan dengan siswa-siswa pada umumnya, peluangnya
sangat besar untuk mereka kembali lagi ke klub karena sejak awal mereka adalah
orang-orang yang tertarik kepada judo.”
Senang
karena Yukinoshita menyetujui pendapatnya, Yuigahama tiba-tiba memeluknya.
“Yeah, yeah!
Lagipula, seperti, jika mereka bisa melalui permasalahan ini, maka mereka akan
terasa lebih akrab dengan yang lain, atau semacam itu!”
Meskipun
agak mengganggunya, Yukinoshita tidak mendorongnya menjauh. Malahan, dia
seperti berusaha menciptakan sedikit jarak dengan menggerakkan tangannya.
Dengan melihat mereka berdua punya gaya rambut yang mirip, adegan itu akan
membuatmu berpikir sudah seberapa dekat mereka.
Well, aku
sendiri tidak berpikir kalau mereka sedekat itu. Setelah Yuigahama pergi dan
kembali ke klub, bisa dikatakan kalau hubungan mereka berdua berkembang.
Tapi itu
adalah sebuah insiden unik. Mungkin karena Klub Relawan adalah klub yang santai
atau juga karena sifat Yukinoshita dan Yuigahama yang bisa membuat itu terjadi.
Begitulah menurutku.
“Pada
dasarnya, orang-orang yang sudah pergi tidak akan kembali lagi.”
“Aku tidak
yakin begitu...”
Setelah dia
mengatakannya, Yuigahama melepaskan pelukannya dari Yukinoshita dan menepuk
pundaknya. Meski begitu, Yukinoshita terlihat kurang senang.
Mari kita hentikan adegan ini ketika ada
pelanggan duduk di depan kita, apakah kalian berdua tidak keberatan?
Untuk
mengalihkan perhatian para member klub judo ini, aku memulai sebuah pembicaraan
dengan Shiroyama.
“Jadi
bagaimana? Apa kau bisa berharap kalau yang pergi itu akan kembali lagi?”
“...Itu
mungkin agak sulit terjadi.”
Shiroyama
sempat terdiam untuk memikirkan kemungkinan itu.
Kupikir
begitu juga. Punya seseorang yang kembali lagi ke klub setelah berhenti kurasa
terdengar sulit. Kalau dibandingkan dengan klub santai seperti Klub Relawan,
klub lainnya bekerja dengan logika yang berbeda.
Mereka yang
disebut klub olahraga bekerja mengikuti idealisme mereka sendiri. Misalnya,
mempertimbangkan struktur organisasi dan hubungan teman seperjuangan. Mereka
semua punya bayangan masing-masing, tapi juga penerapan di lapangannya tidak
selalu seperti yang mereka bayangkan.
Sebuah
hubungan bisa juga diartikan sebagai sebuah hal yang mengikat seseorang.
Karena
mereka dulunya pernah berteman maka tekanan ketika mereka sudah tidak lagi
menjadi teman semakin kuat. Perasaan ketika mereka berpisah dan kembali lagi, setelah itu menganggap orang itu sebagai pengkhianat mungkin masih ada.
Dan jika
alasan mereka berhenti karena latihan yang diberikan Senpai alumni tadi tidak
bisa diterima, kecuali si alumni kita singkirkan, maka mengharapkan mereka yang
berhenti akan kembali lagi ke klub adalah hal yang sia-sia.
“...Kalau
begitu, kita tidak bisa melihat situasinya secara menyeluruh kecuali kita
melihatnya sendiri.”
“Kedengarannya begitu. Kesimpulan akan selalu bisa berbeda-beda jika
kita hanya mendengarkan pendapat orang. Ngomong-ngomong, mengapa kita tidak
pergi ke tempat latihan klubmu saat ini dan melihat kejadiannya langsung?”
Mungkin saja
ada kemungkinan kalau si alumni itu memberikan latihan yang ternyata tidak
seberat yang dikatakan orang, dan ternyata yang meninggalkan klub itu adalah
anggota yang cengeng. Kenyataannya, masih ada orang-orang yang seperti itu
sampai saat ini.
[note: Fakta bahwa Hachiman tidak punya teman, maka
ini adalah pengalamannya sendiri. Artinya, ini pengalaman Hachiman yang sampai
saat ini ingin berhenti klub relawan meski kegiatannya santai.]
Ketika aku
memindahkan pandanganku ke trio kentang yang terdiam sejak tadi, si Ketua trio,
Shiroyama, mengangguk.
“Baiklah.
Sayangnya Senpai alumni tidak datang hari ini, bagaimana kalau besok?”
Apapun
kasusnya, aku sendiri tidak punya rencana, jadi kuserahkan ke Yukinoshita dan
Yuigahama untuk memutuskan. Ketika kulihat mereka berdua tentang apa yang harus
kita lakukan, Yuigahama juga tidak menunjukkan adanya tanda-tanda penolakan,
dia melihat ke arah Yukinoshita seperti diriku.
Melihat
tatapan kami berdua, Yukinoshita menjawab.
“Ya. Kurasa
kami tidak keberatan.”
“Oke, kalau
begitu kita bertemu lagi besok.”
Yuigahama
membalasnya balik dengan mengatakan “Mohon kerjasamanya”.
“Terima kasih
atas bantuan kalian.”
Kentang-yama
secara sopan mengatakan rasa terima kasihnya diikuti oleh kedua kepala kentang
yang lain, lalu kentang bersaudara itu meninggalkan ruangan ini.
Setelah
melihat ketiganya pergi, aku memandang ke arah luar jendela.
Musim panas
baru saja dimulai, tapi matahari masih terlihat jelas seperti menunda datangnya
malam. Matahari yang bersinar cerah di langit ini membutku berpikir seberapa
panasnya suasana dojo judo saat ini.
x x x
Esok harinya
setelah kedatangan member klub judo, Shiroyama beserta dua orang yang kemarin,
datang lagi ke klub.
Kami bertiga
sepakat akan melihat kegiatan latihan klub judo.
Dojo judo
berada di lantai pertama gedung gymnasium. Ada jendela-jendela kecil dengan
tinggi setara kami, tampaknya untuk membantu melancarkan ventilasi gym. Kami
memposisikan diri kami berada diluar dojo dan melihat latihan mereka dari
jendela.
Ketika kau
berpikir tentang aktivitas siswa SMA, kau akan dipenuhi gambar-gambar yang
menyegarkan.
Keringat
berjatuhan. Teriakan gembira. Dan air mata yang emosional.
Kau akan
membayangkan semacam lukisan dinding dari sebuah masa muda.
Tapi
kenyataannya ternyata berbeda.
Keringat
dingin, teriakan suram, dan air mata kesedihan.
Beberapa
member klub judo seperti berusaha keras untuk memenuhi ekspektasi latihan klub
dimana aku sendiri serasa muntah ketika melihatnya.
Tidak terlihat menyenangkan sama sekali...
Alasan
utamanya karena Senpai-alumni yang disebutkan kemarin.
Ada seorang
pria dengan tampilan mencurigakan, memakai pakaian judo. Tampilan fisiknya
terlihat berbeda dari member klub disini.
Dia hanya
melihat latihan para member klub, berdiri begitu saja.
Meski aku
mengatakan ini latihan, yang mereka lakukan untuk yang dinamakan latihan
hanyalah berlari mengitari dojo.
Termasuk
Shiroyama dan dua juniornya kemarin, beberapa member klub juga berlarian
mengelilingi dojo. Apa ada sebuah gerakan di judo yang berhubungan dengan
berlarian di dalam dojo? Aku tidak tahu detail soal itu, tapi berlarian di
lantai dojo yang basah oleh keringat ditemani level panas yang seperti ini
terlihat sangat berat.
Setelah si
alumni atau entah siapa namanya melihat ke arah jam dinding, dia lalu terlihat
membenarkan posisinya seperti hendak mengatakan sesuatu yang serius.
“Cukup. Bagi
mereka yang telat maka harus berlari selama waktu yang mereka tinggalkan karena
telat. Sedangkan untuk kalian, kita akan mulai randori.”
[note: Randori adalah latihan pertarungan 1vs1 di
judo.]
“Uwah, itu
terdengar sulit sekali...”
Yuigahama
mengintip sedikit dari belakang dan mengatakan itu.
“Kurasa
begitu. Meski dari luar terlihat sulit, tapi mempertimbangkan kalau kegiatan
ini masih terlihat aman dan terkendali, aku tidak begitu yakin soal itu...”
Yukinoshita
menambahkan itu sambil mengintip dari belakang Yuigahama.
Memang
benar, seperti kata Yukinoshita. Meski ada beberapa yang perlu dikhawatirkan,
sejauh ini, latihannya terlihat normal-normal saja. Bukannya aku ingin menjadi
bagian dari itu. Hanya saja mendengar kata Klub
olahraga yang tanpa belas kasihan membuatku ingin berkemas dan meninggalkan
klub itu.
Kami
memutuskan untuk melihat lebih lama, sejauh ini latihannya ternyata berbeda
dari yang sedari tadi kita bayangkan. Tapi ketika mulai memasuki isi dari
latihan tersebut, suasananya berubah.
“Tidak
berguna! Kamu, lari sana sampai mati!”
Kata-kata
tersebut keluar dengan nada yang kasar.
“Hanya
karena pernah melakukannya sekali bukan berarti tubuh kalian akan mengingatnya
dengan baik, benar tidak? Akupun diajari begitu oleh seniorku di kampus. Jika
tubuh kalian tidak bisa mengingatnya, maka tubuh kalian tidak akan terbiasa
dengan itu.”
Ini seperti
demonstrasi kemampuan dirinya secara sepihak.
“Menangislah
karena sesuatu di level kalian ini tidak akan berguna sedikitpun di kehidupan
sosial kita. Hal-hal semacam klub di SMA adalah sesuatu yang gampang. Dunia ini
jauh lebih kejam dari itu!”
Ini seperti
ceramah saja.
Yukinoshita,
Yuigahama, dan diriku terdiam.
Sejujurnya,
ini seperti menyaksikan adegan dari dimensi lain. Akupun sangat yakin kalau
diluar sana tidak akan ada yang lebih keras dan menyakitkan lagi dari klub judo
di depanku.
Tapi yang
paling abnormal adalah para member klub yang sedang dikontrol senpai mereka ini
tidak menyuarakan satupun kata keberatan.
Melihat
keadaan mereka satu persatu memberiku perasaan yang tidak menyenangkan.
Aku percaya
sebagai manusia dan makhluk hidup, menghindari hal-hal yang tidak menyenangkan
adalah sebuah insting dasar dan tidak perlu dipertanyakan kebenarannya.
Oleh karena
itu, kau tidak bisa menyalahkan mereka yang kabur dari situasi ini. Kalau kau
tanya apa yang perlu dikritik, maka yang menyalahkan orang-orang yang kabur
dari situasi ini, orang yang perlu disalahkan.
Dengan
menyaksikan ini, rencana untuk memanggil kembali para anggota yang kabur sudah
hilang dari kepalaku.
“Kurasa ini
sudah cukup.”
Ketika aku
mengatakannya, aku meninggalkan jendela dojo tersebut setelah mengkonfirmasi itu
dengan keduanya. Setelah keduanya menganggukkan kepalanya, mereka membalikkan
badannya dan meninggalkan dojo tersebut.
Untuk
terakhir kalinya, aku membalikkan badanku sekali saja.
Dari jendela
tersebut, aku bisa melihat Shiroyama berlatih dan terdiam. Setelah merasa
yakin, aku membalikkan badanku dan berjalan menuju klubku.
Kami sudah
memahami situasi yang dihadapi oleh klub judo.
Dan yang
tersisa saat ini hanya memikirkan rencana untuk menyelesaikan request ini.
x
x x
Ketika kita sudah
kembali ke ruangan klub, kita akhirnya bisa bernapas lega. Karena kita dari
luar ruangan, masuk ke ruangan yang dingin ini membuatku merasa kalau ruangan
ini adalah ruangan yang nyaman.
Kapanpun si
karyawan yang bekerja diluar kembali ke kantornya, mereka mungkin merasa kalau
kantornya itu seperti surga. Kalau itu terjadi, maka itu adalah bukti kalau kau
sudah menjadi budak perusahaan tulen. Tolong sikapi serius kondisi itu dan
segera berkonsultasi dengan psikiatris terdekat!
Ketika
meminum MAX COFFEE dingin yang kubeli dalam perjalanan ke klub, menu utama
percakapan kami adalah menyimpulkan kesan setelah melihat kegiatan klub judo
tadi.
“Sejujurnya,
apa yang kalian pikirkan tadi?”
“Meski aku
tanya begitu...Aku belum pernah melihat kegiatan klub judo sebelumnya, jadi aku
tidak tahu harus membandingkannya seperti apa, tapi kalau mengesampingkan itu,
kurasa aku merasakan sesuatu yang tidak menyenangkan disana.”
Setelah
terdiam sejenak, dia melanjutkan itu dengan memilih kata-kata yang dia ucapkan.
Tentunya, sangat penting ketika membandingkan sesuatu, tapi dengan merasa
pernah melihat kegiatan klub sejenis bukan berarti itu sebuah teori yang
mutlak. Kurasa tidak masalah untuk mengatakan pendapat masing-masing secara
bebas.
Di lain
pihak, jawaban Yuigahama sangat sederhana.
“Hal-hal
semacam itu jelas mustahil bagiku...Bagaimana dengan pendapatmu, Hikki?”
“Aku tidak
bisa mengatakan kalau aku menyukai adegan itu.”
Jawabanku
kurang lebih sama dengan Yuigahama.
Pertama, aku
memutuskan kalau hidupku ini tidak ingin terhubung dengan olahraga. Maksudku,
olahraga itu butuh teamwork dan semacam itu, tahu tidak? Karena itulah,
pengalamanku di olahraga tidaklah banyak dan pemahamanku soal itu sangat
dangkal.
Oleh karena
itulah pendapatku tidak bisa dikatakan valid, tapi setidaknya, suasana klub
judo SMA Sobu saat ini menurutku tidak manusiawi.
“Jarang
sekali mendengar pendapat kita kali ini sangat mirip.”
Seperti kata
Yukinoshita, semua opini kita terdengar negatif.
Dengan begitu,
kita harusnya bisa bergerak ke tahap selanjutnya.
“Kupikir
requestnya adalah bagaimana agar bisa merekrut lebih banyak anggota, tapi...”
Yuigahama
mencoba mengkonfirmasi sekali lagi. Request sudah secara resmi diterima dan itu
berarti kita punya satu jenis misi, tidak lebih. Dengan kata lain, misi itu
yang harus menjadi prioritas.
“Well, kita
harus mencari cara agar orang-orang melihat klub judo sebagai sesuatu yang
menarik.”
“Kalau
begitu, kita harus memperbagus image mereka.”
Kita tidak
bisa mengajak orang bergabung hanya karena mengatakan kalau klub judo bagus
ataupun bisa mendapat rekomendasi, karena hal-hal tersebut juga bisa didapat
dari klub lainnya. Kalau begitu, akan menjadi sangat sulit untuk mencari
anggota baru.
Meskipun
kita melaksanakan proses mainstream
tadi dengan sering, kita masih memerlukan cara untuk membuat image klub judo
terlihat bagus.
Ketika kami
bertiga sedang berpikir, Yuigahama menepuk kedua tangannya.
“Ah,
bagaimana jika kita mengumumkan kalau klub judo bisa membuatmu terlihat populer
atau semacam itu?”
Sederhana
sekali...
Entah
mengapa, mata Yuigahama berbinar-binar ketika mengatakan itu, tapi itu terlalu
sederhana.
“Apa kamu
akan percaya begitu saja jika kamu adalah orang yang diberitahu soal itu?”
“...Pura-pura saja aku tidak mengatakan ide tadi.”
Seketika aku
menyanggah pendapatnya, Yuigahama menarik kembali pendapatnya dan membetulkan
posisi duduknya.
Keitka kau
memulai sesuatu, alasan pertama yang datang ke kepalamu adalah “Aku mungkin
akan terkenal!”. Tapi coba pikir secara logis. Menjadi terkenal karena
melakukan olahraga atau bermain band; hal-hal tersebut adalah bohong.
Mereka yang
terkenal akan tetap terkenal apapun yang mereka lakukan. Faktanya, mereka masih
tetap terkenal meski tidak melakukan apapun. Sejak para pria yang tidak populer
banyak melakukan ide itu, memakai itu sebagai alasan tidak akan memberikan efek
apapun.
Ketika aku
memikirkan beberapa ide, Yukinoshita terlihat mengambil beberapa tarikan napas.
“Bagaimana
jika para member klub melakukan diet atau semacamnya?”
“Mereka
semua itu bisa dibilang atlet yang bekerja keras, tahu tidak. Sesuatu seperti
makanan itu mereka anggap sebagai bagian dari latihan atau semacam itu...”
Tubuh adalah
aset terpenting dalam olahraga. Karena mereka harus memiliki tubuh yang ideal
dan menyesuaikan dengan kalori yang dibutuhkan, mereka memakan banyak sekali
makanan. Di dunia olahraga, bisa memakan banyak makanan harusnya bisa
dikategorikan sebagai bakat juga.
Sekali lagi,
Yuigahama membuat ekspresi suram sambil mengatakan “bleh”.
“Lagipula,
tampaknya terdengar sulit bagi ototmu...”
Dengan
reaksinya, kurasa otot tidak bisa dikatakan sesuatu yang atraktif...
Faktanya,
kalau mereka hanya sekedar ingin berotot kekar, bukankah mereka tinggal makan
sebanyak protein yang mereka butuhkan?
Ketika kami
terus menggerutu sambil menyilangkan lengan kami, tanpa bisa mengatakan ide
yang bagus, waktu terus berjalan.
Ketika jarum
panjang jam membentuk sudut 90 derajat, Yukinoshita melepas lengannya yang
sejak tadi menyilang dan sedikit merenggangkan tubuhnya. Itu adalah bahasa
tubuh seekor kucing yang kelelahan karena tidur seharian. Tampaknya, dia hanya
hendak mengganti topiknya.
“Daripada
kita fokus dengan meningkatkan image mereka, kurasa kurang bagus jika kita
melenceng dari request utama mereka.”
Dia
mengatakan alasannya. Dengan kata lain, dia menyerah. Ini memang tidak bisa
dihindari lagi. Kalau dipikir lagi, orang-orang di klub judo sudah melakukan
apapun yang mereka bisa selama ini dan yang akan kita lakukan adalah melakukan
usaha mereka dengan waktu yang lebih singkat, ini adalah hal yang mustahil.
Meski kita
punya sesuatu yang inovatif, tidak ada yang bisa mensupport kita dan dengan
sumber daya kita, akan sulit untuk melaksanakan ide itu juga.
“Membuat
image yang bagus bukanlah hal yang bisa berubah dalam waktu singkat.”
“Hmm...Kurasa kita harus mengajak orang bergabung dengan klub judo
secara langsung.”
Yuigahama
merespon kata-kataku.
Well,
mungkin itu adalah hal yang masuk akal. Tapi hanya karena terdengar masuk akal
bukan berarti itu adalah jawaban yang benar.
“Kita tidak
akan bisa mendapatkan satupun orang jika kita hanya mengajak bergabung secara
normal. Kalau sesederhana itu, maka saat ini sudah banyak orang yang mengantri
untuk bergabung.”
Kurasa, ini
bukan karena kurangnya minat siswa terhadap judo, tapi ketika kita pikir dengan
cermat, tidak adanya alasan yang membuat mereka mau ataupun lingkungan yang
mendukung mereka, itu yang membuat mereka masih berpikir ulang.
“Perlu
diingat juga, langsung bergabung dengan klub diluar jadwal event rekrutan resmi
sekolah juga memberikan keraguan yang
tinggi.”
“...Kurasa
begitu.”
Seperti
memahami maksudku, Yuigahama mengangguk dan terlihat membenarkan alasanku.
Dan
beginilah yang terjadi dengan semuanya.
Ini juga
berlaku di kerja paruh waktu. Tidak ada yang ditakuti kecuali bagaimana membuat
sebuah hubungan dengan komunitas yang sudah berjalan. Bisa saja mereka mau
melakukan sejauh itu seperti mengadakan pesta selamat datang untuk pekerja
baru, jika itu memang sesuatu yang diwajibkan bagi mereka. Maksudku, ini semua
tentang apa sih? “Tidak ada tempat duduk untukmu!”. Apa mereka ingin mengatakan
ini secara langsung atau bagaimana? Terima kasih karenanya, aku bisa membaca
suasana itu dan memutuskan untuk berhenti bekerja, sial!
Rasa takut
ketika bergabung di tengah jalan tidak terbatas untuk hubungan. Juga ke hal
lainnya.
“Juga, ada
juga faktor itu. Ketika berbicara olahraga, dan ternyata skillmu pas-pasan, ada
orang-orang yang ragu untuk memutuskan bergabung atau tidak.”
Ketika aku
mengatakan itu, Yukinoshita melipat lengannya lagi dan mengatakan “hmm”.
“Jadi dengan
kata lain, kau ingin menekankan poin dimana mereka butuh sesuatu yang bisa
meyakinkan mereka untuk bergabung meski klub judo sedang di tengah jalan.”
“Well tidak
begitu sih, tapi aku ingin meyakinkan
mereka kalau tidak ada hal yang memalukan jika bergabung dengan klub yang
tengah berjalan.”
“Ah, itu
bisa juga. Suasana orang-orang di sekitarnya juga malah membuatnya bertambah
depresi juga...”
Dibandingkan
dengannya, ketika Yukinoshita merespon, dia tampak kagum dengan poin-poin yang
kubicarakan tadi. Dan ini mungkin pertamakalinya aku melihatnya seperti ini.
“Begitu ya.
Itulah Hikigaya-kun. Ketika membahas motif kegagalan orang-orang, pendapatmu
memang tidak tertandingi. Cukup mengesankan.”
“Hei tolong?
Tolong kata-katanya diperhalus, oke? Karena aku ini memang sangat ahli dalam
bidang ini, tahu tidak?”
Aku sangat
ahli dalam sesuatu yang bisa menusukku kembali, seperti kerja sambilanku dulu
dimana aku mengingat bagaimana cara melakukan sesuatu dengan cepat sehingga
orang-orang di tempat kerjaku menggosipiku “Orang itu tidak ada manis-manisnya
sama sekali...”, oke?
Tapi tanpa
mempedulikan kata-kataku, Yukinoshita mulai memetakan semua permasalahan ini menjadi satu bagian.
“Kalau
begitu, tampaknya kita perlu memikirkan sebuah cara untuk menarik orang-orang,
terutama di waktu-waktu setelah ujian. Kita ingin membalikkan opini orang kalau
bergabung klub judo tidak ada yang bisa dibanggakan, mereka kurang terlatih,
dan mereka tidak disiplin.”
Sebagian
besar, dia seperti menyimpulkannya dengan baik, tapi cara mengatakannya memang
kasar.
Meski sudah
memegang masalah yang harus diselesaikan apa, tapi solusinya belum ditemukan.
Ketika kita menggali lebih jauh tentang tujuan utama kita, syarat dan kondisi
sukses request ini menjadi lebih kompleks lagi.
Agar semua
persyaratan terpenuhi, ini artinya kita harus melakukan sesuatu yang tidak
biasa. Apa lebih baik kita menyelesaikan problem tiap individu yang kabur dari
klub daripada menarik anggota baru?
Apapun itu,
requestnya adalah bagaimana bisa merekrut anggota baru. Meski begitu, aku
sendiri merasa diriku ini tidak terlatih dan tidak punya pesona yang bisa
menarik orang untuk bergabung.
Ketika
memikirkan berbagai hal di kepalaku, Yuigahama kemudian menaikkan tangannya.
“Sini! Sini,
sini, sini!”
“...Ya,
Yuigahama-san?”
Yukinoshita
menyebutkan namanya dengan nada yang terkesan, seperti melihat kegigihan dalam
usahanya.
Setelah itu,
Yuigahama berdiri dengan senyum mengembang di wajahnya.
“Bagaimana
jika kita melakukan sesuatu seperti mengadakan semacam event? Seperti, biasanya
mereka punya kegiatan in-col atau semacam itu, benar tidak? Jadi jika
mengadakan event semacam itu, bisa menarik perhatian banyak orang atau
semacamnya.”
Seperti
tidak mampu menahan antusiasmenya, Yuigahama mengatakan itu dengan cepat. Aku
sebenarnya tidak ada masalah untuk memahami apa maksudnya, tapi ada kata-kata
yang tidak normal menarik perhatianku.
Dan ini
tampaknya berlaku juga kepada Yukinoshita.
“In, col...?
Kare?”
Yukinoshita
memiringkan kepalanya seperti mengatakan “Apa sih maksudmu?”, kata-katanya tadi
juga sangat menggangguku.
“Apa itu
singkatan dari kare atau semacamnya?”
Coco-ichi,
in-col, cur-kichi. Menaruh kata-kata tersebut bersamaan tampaknya akan
terdengar normal. Hei, hei, ini memang benar-benar ada.
Yuigahama
mencondongkan kepalanya ketika melihat reaksi kami.
“Bukan itu!
Itu sebenarny singkatan dari...Inter? College! Kupikir begitu.”
Ketika dia
mengatakan itu dengan nada yang kurang percaya diri, Yukinoshita mengatakan
“aaah” dan mengatakan itu seperti memahami sesuatu.
“Intercollegiate; itu artinya antar kampus. Kurasa itu semacam
perlombaan antar universitas...”
Seperti yang
kuharapkan, nona Yukipedia. Kata tersebut mungkin sudah terekam dengan baik di
salah satu halamanmu, huh? Jadi kau menyingkat intercollegiate itu menjadi
in-col.
“Benar,
benar. Jadi, ini seperti para klub di tiap kampus bersama-sama mengadakan
kegiatan dengan klub-klub kampus lain. Tapi jika itu hanya terbatas untuk para mahasiswa saja, kurasa agak sulit untuk mengumpulkan siswa SMA dalam jumlah banyak. Jadi yang mereka lakukan adalah melakukan event yang berbeda. Aku
bahkan pernah dengar kalau event mereka sukses mendatangkan banyak siswa SMA
untuk datang menonton.”
Yuigahama
terus berbicara tanpa berhenti, tapi yang dia katakan dari tadi adalah hal-hal
yang menakutkan untukku...Seperti, apa mahasiswa memang melakukan hal-hal
semacam itu? Jauh dari kata fun, malah sampai repot-repot mengundang
siswa SMA. Ya ampun, itu sungguh mengerikan. Tampaknya para klub yang terlibat In-Col
ini dipenuhi oleh para pria-pria brengsek dan gadis-gadis jalang (menurutku). Apa
Yuigahama mengatakan itu karena dia pernah ikut dengan kegiatan mereka?
Sebuah tanda
menyerah, wajah yang jijik-pun terlihat dari wajahku. Sial, bahkan aku tanpa
sadar mengatakan “ugh”.
Ketika
menyadarinya, wajah Yuigahama memerah dan berusaha mencari alibi dengan panik.
“A-Aku belum
pernah ikut kegiatan semacam itu, oke! Aku cuma mendengarnya dari para gadis di
sekolah lain!”
[note: Biasanya kegiatan intercollegial bisa berupa
perkemahan, pekan atraksi, dll. Atau bisa kegiatan-kegiatan gila ala barat yang
sering dipertontonkan di film American Pie.]
Ketika aku
menatapnya dengan penuh keraguan, tidak mau percaya begitu saja dengan alibi
spontannya, Yuigahama memalingkan pandangannya. Lalu dia menambahkan beberapa
kata dengan suara yang kecil.
“Memang agak
menyeramkan, pergi ke tempat-tempat semacam itu...”
[note: Jelas Yui pernah ikutan kegiatan semacam
itu.]
Well, ini
bukannya kamu tidak harus ikut, serius ini. Mungkin disana ada juga orang-orang
yang merasa kurang nyaman jika mendengar hal-hal semacam itu. Untung aku sudah membuang kebencianku
terhadap kegiatan yang disebut klub In-Col ini sejak awal, suasana hatiku mulai
terlihat lebih baik. Well, kalau kita memandang ini dari segi mengumpulkan
orang-orang, maka kegiatan mereka bisa dikatakan referensi yang bagus.
“Memangnya,
apa yang mereka lakukan di event tersebut?”
Ketika
kutanya, Yuigahama mengatakan “umm”, berpikir dan berpikir hingga dia
menjawabnya.
“Misalnya,
jika klub tenis yang menggelar, mereka mengadakan turnamen tenis yang mudah
untuk menarik para pemula, atau turnamen bowling, bahkan mengadakan pesta
barbeque.”
“Bowling...Eh?
Bisa kau ulangi lagi itu klub apa yang menggelar?”
“Umm, klub
tenis seperti kataku tadi.”
Ngapain klub tenis ngadain turnamen
bowling...? Apa itu untuk melatih pinggang mereka sehingga bisa melakukan
pukulan ajaib atau semacamnya?
Seperti yang
kuduga, event In-Col ini sungguh menakutkan.
Tanpa
mempedulikan ekspresiku, Yuigahama melanjutkan penjelasannya.
“Jadi
begini, kita bisa menggelar turnamen judo for
fun saja. Kita juga bisa mengajak para member klub judo untuk berpartisipasi
juga, tapi dengan cara yang sangat mudah.”
Begitu ya, for fun kah?
Kalau
mengadakan turnamen judo hanya untuk senang-senang, bisa saja menarik perhatian
orang yang menaruh minat di judo. Lebih jauh lagi, dengan adanya member klub
judo yang tidak begitu serius, maka kita tidak akan melihat perbedaan kekuatan
yang mencolok antara peserta turnamen.
Mengejutkan,
ini bisa saja menjadi solusinya.
Ketika aku
merasa yakin, Yukinoshita tampak sedang mensimulasikan event itu di kepalanya.
Dia lalu terlihat mengangguk beberapa kali. Tapi gerakan kepalanya itu
tiba-tiba terhenti.
“Tapi apakah
sekolah akan mengijinkan kita...?”
Tampaknya
dia tidak keberatan dengan rencana itu. Malahan, dia mengkhawatirkan hal
teknisnya. Tapi kurasa itu bukanlah masalah.
“Kurasa itu
tidak masalah, benar tidak? Sekolah ini memberikan fleksibilitas bagi kegiatan
klub.”
Tentunya itu
juga berlaku ke Klub Relawan, bayangkan saja ada sebuah klub di SMA yang
terlibat dalam aktivitas rumit, misterius, dan seperti sebuah permainan yang
kompleks.
Lagipula,
klub-klub yang normal juga sering
diberi ijin untuk melakukan event diluar aktivitas harian mereka. Misalnya klub
teh diijinkan menggelar event upacara minum teh. Mereka sering mengadakan event
kecil-kecilan dimana mereka juga mengundang pihak luar untuk berpartisipasi.
Yukinoshita
tampaknya paham maksudku, tapi dia masih dalam ekspresi seperti memperhitungkan
sesuatu.
“Kalau
begini, aku cukup yakin untuk masalah menarik anggota baru bukanlah masalah
lagi...Hanya saja mereka yang bergabung karena berpikir judo menyenangkan tidak
lama kemudian akan berhenti , benar tidak?”
“...Kemungkinan
begitu.”
“Kemungkinan,
kah...?”
Yuigahama
terkejut mendengar jawabanku yang singkat itu.
Meski
begitu, ini mudah sekali untuk dijelaskan. Alasannya sudah terlihat jelas
dengan memikirkan apa yang terjadi dengan mereka setelah itu. Member klub yang
masuk pada event resmi perekrutan member klub judo saja memutuskan berhenti, apalagi
para anggota baru yang bergabung hanya karena event semacam ini, pasti akan
berhenti dengan mudahnya. Kita juga harus memikirkan rencana ke depannya untuk
mencegah hal semacam itu terjadi.
“Oleh karena
itu kita akan berusaha mengubah situasi lingkungan mereka juga.”
Tepat
seperti itulah kesimpulannya, tanpa menambahkan lebih jauh, Yukinoshita
mengangguk mengerti.
“Jadi kita
harus menghilangkan si alumni itu.”
Tepat
sekali. Aku meresponnya dengan ekspresi setuju.
Selama
sumber penyakitnya masih disana, masalah ini hanya akan berputar-putar tanpa
henti. Dan yang terburuk, jika gosip situasi klub ini menyebar ke seluruh
sekolah, tidak akan ada yang mau bergabung dengan klub judo.
Jawabannya
jelas. Tapi Yuigahama terlihat terganggu seperti ada beberapa masalah yang
masih mengganggunya.
“Tapi member
klub judo, lebih tepatnya, si ketua tidak terlihat mau kooperatif dalam hal
tersebut...”
“Jelas
sekali, dia malahan terlihat seperti seorang pengagumnya...”
“Itu
bukanlah sebuah kekaguman, tapi keyakinan yang buta.”
Bagi
Shiroyama, keyakinan yang membutakannya itu bukanlah karena si alumni itu
sebagai seorang individu. Sebenarnya itu karena konsep dari hubungan struktur
organisasi dan sebuah senioritas. Dia bahkan mengakui kalau ketidakadilan itu
sendiri adalah bagian dari siklus kehidupan.
“Jadi
mencari sebuah cara untuk menyingkirkan si senpai tanpa bantuan klub judo...”
Ketika aku
menggumamkan itu, Yukinoshita menutup kedua matanya.
Sebaliknya,
Yuigahama menyandarkan punggungnya ke kursi, menatap ke arah atap ruangan ini.
Tidak lama
kemudian, kepalanya kembali ke posisinya semula, menggerakkan jarinya dan
membuka mulutnya.
“Mungkin
jika kita bisa membicarakan ini dengan guru yang lain, atau bahkan dewan sekolah
yang berisi para wali murid!”
“Sekolah
mungkin tidak akan membiarkan masalah ini terdengar sampai wali murid.”
Setahuku,
sekolah kita adalah sekolah yang didesain untuk mempersiapkan siswanya untuk ke
jenjang universitas. Jika ada suatu masalah yang terkait dengan klub menyebar,
maka ini akan menjadi masalah serius. Meski sebenarnya masalah itu hanya
dilaporkan ke pimpinan tertinggi sekolah ini, mereka pastinya akan membuat
sebuah penyelidikan resmi. Tetapi selama mereka bersikeras kalau tidak ada
masalah di sekolah ini, maka mereka akan menganggap masalah semacam ini
merupakan masalah diluar sekolah dan masalah ini akan ditunda pembahasannya
hingga waktu yang tidak ditentukan.
Yukinoshita
tampaknya sulit untuk menyetujui usulan itu, tampak dari ekspresinya yang
terlihat kecut dari sebelumnya.
“Kurasa
begitu. Tampaknya yang bisa dilakukan mereka hanyalah menegur guru pembina
klubnya saja.”
“Kemungkinan
terburuknya, klub judo yang akan disalahkan dan semua aktivitas mereka akan
dibekukan.”
Juga, ada
kemungkinan kalau itu tidak akan mereka anggap sebagai masalah. Kalau mereka
menganggap itu adalah hal wajar untuk menumbuhkan jiwa kepemimpinan di klub,
maka ini bisa memberikan efek yang sebaliknya. Ini sangat buruk seperti mereka
memberikan lampu hijau atas tindakan si senpai.
Selama
mereka berpikir kalau ini adalah klub beladiri, maka sangat wajar jika ada
kegiatan yang agak berbahaya terlibat disini. Lagipula, selama mendidik jiwa
kepemimpinan itu terlihat aman-aman
saja, ada kalanya kejadian itu memberikan persepsi berbeda bagi para amatir dan
profesional di bidangnya.
Kalau
begini, kurasa akan lebih baik jika kita menghindari terlibat dalam sebuah
perjudian yang berbahaya.
“Kurasa,
satu-satunya hal yang bisa kita lakukan adalah membuat si senpai itu
meninggalkan klub judo dengan kemauannya sendiri, huh...”
Tanpa
mempertimbangkan faktor-faktor yang tidak tentu, kalau kau disuruh memilih
metode terbaik, maka tidak ada yang lain kecuali metode itu.
Tidak ada
lagi metode yang lain, tapi Yuigahama dan Yukinoshita terlihat memiliki banyak
tanda tanya dengan kata-kataku tadi.
“Tapi dia
tidak mau mendengar orang luar, benar tidak?”
“Peluang
kita adalah membawa seseorang yang punya posisi lebih tinggi dari si senpai dan
guru pembina klub. Itupun jika kita mampu.”
Yuigahama
tersenyum sedangkan Yukinoshita membuat ekspresi seperti menyerah saja.
Yukinoshita mungkin menyadari sebuah ironi ketika mengatakan itu, tapi
sebenarnya, itu memang satu-satunya hal yang bisa kita lakukan.
“Kalau
begitu, kurasa untuk menyukseskan eventnya kita butuh bantuan seseorang...”
“Huh?”
Mata
Yuigahama seperti terbuka lebar. Di lain pihak, Yukinoshita melihatku seperti
orang yang ragu.
“Bagi
seseorang yang jelas-jelas tidak punya teman ataupun kenalan, apa kau punya
seseorang yang bisa kau ajak?”
Jujur saja,
kau sebaiknya hanya perlu mengatakan bagian terakhirnya saja tadi. Mengapa
gadis ini selalu menambahkan awalan yang aneh seperti itu? Well, bukannya aku
mau mengatakan dia salah sih.
Aku
mengatakan kata-kata yang sudah kususun ketika mengumpulkan ide-ide itu di
kepalaku.
“Kalau kau
tanya apa aku punya seseorang yang ingin kuajak, aku bisa katakan aku punya.
Mungkin lebih tepatnya, aku hendak mengajaknya. Faktanya, agar itu bisa
terjadi, maka kita harus mengumumkan kalau eventnya akan dilakukan kapan.”
“Apa kau
berencana mengajak seseorang untuk ikut event tersebut? Kalau benar, siapa
orangnya?”
Yuigahama
bertanya kepadaku seperti sangat tertarik dengan hal itu. Senyum yang tidak
menyenangkan terlihat di wajahku, lalu aku memberikan jawaban finalku.
“Di dunia
ini, dia adalah orang diluar kita dan klub judo yang diakui sebagai orang yang
paling dikenal disini, orang yang menjadi pusat dari kumpulan massa yang
menamakan diri mereka komunitas sosial.”
Ketika aku
selesai mengatakannya, Yuigahama menjawab “hoee” dimana aku sendiri tidak tahu
apa dia paham atau tidak maksudku itu. Apa mungkin itu terlalu berat bagi
dirinya untuk memahami itu...?
Tapi
Yukinoshita terlihat tersenyum puas kepadaku.
“Jadi pada
akhirnya, dia bukanlah kenalanmu.”
...Itu benar
sekali. Sebenarnya ini hanya hubungan sepihak dimana pihak yang lain tidak tahu
sedikitpun tentang diriku.
x x x
Keesokan harinya, kami mulai mempersiapkan eventnya.
Pertama-tama, adalah menjelaskan ke Shiroyama dan yang lain tentang mengenai event ini dan efeknya ke klub judo. Untuk yang satu ini, bisa dikatakan cukup mudah. “Agar ada yang mau bergabung, kita akan menggelar sesuatu yang terlihat menarik dan bisa mengumpulkan massa”. Dengan mengatakan itu kepada mereka sebagai rencana kita, mereka langsung paham maksud kami.
Tapi rencana terpentingnya tidak dibahas kepada mereka. Akan menjadi rumit jika mereka menentang rencana tersebut. Dari semua rencana yang kami buat, fokus terpentingnya adalah membuat si senpai meninggalkan klub dengan sendirinya. Jadi kami tidak perlu menjelaskan itu kepada mereka.
Setelah menjelaskan ke klub judo, dilanjutkan negosiasi dengan pihak sekolah.
Mengenai turnamen judo tersebut, akan digelar di sekolah, dan partisipan turnamen tersebut berasal dari luar klub judo. Dengan begitu, kami sudah memprediksi kalau akhirnya kami akan ditanya satu atau dua hal mengenai itu. Adanya gangguan sekolah yang campur tangan dalam rencana kami akan terasa mengganggu, jadi akan lebih mudah jika mereka kita berikan sebuah skenario kegiatan yang bagus.
Negosiasi dimulai dengan berbicara ke guru pembina klub judo. Begitulah, tapi kita tidak terlibat dalam hal ini. Kami menyerahkan hal tersebut kepada Shiroyama untuk menjelaskan itu.
Meski dia adalah guru pembina yang sekedar titip nama, dia tampaknya tahu kalau belakangan ini klubnya kehilangan banyak anggota karena berhenti. Dia hanya berpesan agar turnamen nanti mengutamakan faktor keselamatan, tentunya klub judo akan terlibat sebagai panitia penyelenggaranya.
Kami sudah punya tempat dan dojonya, jadi untuk masalah lokasi bisa dikatakan beres.
Sejauh ini, sudah sesuai rencana.
Yang tersisa hanyalah mengumpulkan pesertanya.
Karena turnamen ini untuk beregu dan aku disuruh ikut, maka aku juga harus menemukan grup-grup yang bersedia untuk ikut, tapi yang terpenting, aku harus memastikan kalau turnamen ini punya cukup partisipan.
Saat ini, Yukinoshita membuat brosur iklan tentang turnamen tersebut dan mencetaknya. Dengan bantuan member klub judo, kami menempelnya di berbagai tempat.
Tapi hal tersebut untuk menyebarkan info turnamen bukanlah hal yang efektif. Bahkan klub orkestra atau klub teh yang menyebarkan infonya lewat pamflet ataupun poster, tidak banyak partisipan yang hadir dalam event mereka.
Event-event semacam ini sebenarnya bisa mengumpulkan orang banyak jika mereka merasa memiliki hubungan dengan apa yang terjadi di event tersebut.
Dan kalau membicarakan hubungan, Yukinoshita dan diriku tampaknya tidak perlu ditanyakan, apalagi klub judo yang belakangan sudah terlihat sepi. Ada juga Yuigahama, tapi daya tarik dirinya tidaklah cukup untuk mengumpulkan massa.
Kalau begitu, kita butuh sesuatu yang sangat efektif dan efisien untuk mengumpulkan orang.
Itu adalah sebuah komponen yang bisa menarik perhatian mayoritas siswa disini.
Jawabannya adalah: peserta turnamen.
Tentunya, sebenarnya banyak detail tentang turnamen ini yang patut dipertanyakan, tapi dalam kasus kita, massa tidak perlu berpikir panjang tentang tetek bengek turnamen judo, yang kita butuhkan adalah mereka akan tertarik untuk berpartisipasi karena melihat seseorang.
Untungnya, kita tahu kalau seseorang di sekolah ini punya kemampuan untuk menarik perhatian mayoritas siswa SMA Sobu.
Yuigahama dan diriku, maksudku, Yuigahama akan mengurus negosiasi masalah ini.
Seperti biasanya, kelas 2F pada jam istirahat siang sangat berisik. Itu karena liburan musim panas sudah dekat.
Bahkan aku memilih untuk tinggal di kelas, tidak repot-repot untuk pergi keluar kelas seperti biasanya.
Alasannya adalah agar kami bisa menarik seorang calon peserta turnamen, Hayama Hayato, yang akan membuat turnamen judo SMA Sobu menjadi sekelas S1 Grand Prix. Ngomong-ngomong, akulah yang mengusulkan orang itu.
Hayama adalah tipe orang yang akan menarik kerumunan massa seperti menampilkan sebuah galeri; contoh gampangnya ketika kita dulu pernah punya pertandingan tenis kecil-kecilan. Kalau kita membuat pengumuman besar-besaran kalau Hayama akan ikut, maka massa yang datang akan jauh lebih banyak. Dia adalah pemeran utama yang harus kita amankan.
Begitulah, tapi yang menangani tugas untuk mengajaknya adalah Yuigahama, bukan diriku.
“Mmkay, aku akan membicarakan itu kepadanya.”
Setelah membeli roti untuk makan siang dan mendiskusikan kesiapan rencana ini kepada Yuigahama, dia kembali ke grupnya dengan semangat yang menggebu-gebu.
Sambil melihatnya pergi, aku duduk di kursiku.
Sekarang, dari titik ini, aku hanya akan menonton mereka dari posisi paling nyaman sambil memakan makan siangku.
Aku harus memastikan kalau Yuigahama melakukan poin-poin pentingnya ketika menjelaskan itu. Meski sebenarnya, hal itu terlalu banyak untuk orang seperti dirinya.
Ketika aku mencoba menajamkan pendengaranku, Yuigahama langsung membahas topik itu di grupnya.
“Ah, aku ingat sesuatu. Kudengar klub judo mengadakan sebuah turnamen dalam waktu dekat.”
“Uh huuuh.”
Menjawabnya dengan ekspresi kurang tertarik dan sambil memakan makan siangnya, Miura. Meski dia tidak tertarik, dia masih memberinya respon, dia mungkin hanya mencoba bersikap baik.
Meski begitu, bagaimana dia bisa memegang roti di tangan satunya sementara tangan lainnya bermain HP, ini membuatku khawatir apakah dia akan membuat kesalahan dengan memakan HP-nya daripada rotinya. Mari kita hentikan bermain HP ketika sedang makan siang, oke? Jangan lupa kalau kau melakukan itu ketika kau makan bersama orang lain juga. Hanya penyendiri yang bermain dengan HP ketika makan siang, oke?
Tanpa memikirkan respon Miura, Yuigahama melanjutkannya.
“Seperti, seperti, ada penghargaan “Orang terkuat di kampus” dari klub judo bagi pemenangnya, atau sejenis itu?”
“Aah, ngomong-ngomong, aku juga membaca soal penghargaan itu di selebaran yang dibagikan.”
Hayama tiba-tiba ikut dalam pembicaraan tersebut. Seperti yang kau harapkan, Hayama memastikan dirinya untuk mendengarkan apa yang orang lain bicarakan dan bersikap seperti peduli kepada sekitarnya. Yuigahama mungkin mengincar momen ini. Dia lalu mengarahkan pembicaraan itu kepada Hayama.
“Hayato-kun, kau tampaknya tertarik, kenapa kau tidak ikut saja?”
Apa-apaan itu, caranya mengajak terlihat kurang bagus...Hayama tidak tampak tertarik sama sekali...
“Eh? A-Apa aku terlihat seperti itu?”
Oh, begitu ya. Aku tahu itu. Dia seperti kebingungan. Hayama terlihat seperti orang yang menyegarkan untuk dilihat, sedang image ‘judo’ sendiri sebaliknya. Jelas sekali, aku bukanlah satu-satunya orang yang berpikir seperti itu.
“Nggak cocok laaah Hayato-kun, seperti judo, mustahil ituuu!”
Tobe menertawakannya. Ikut tertawa bersamanya juga, Yamato dan Ooka.
Lalu, Yuigahama mulai bergerak.
“Ah, bagaimana dengan Tobecchi? Kau tampaknya kuat, bukannya aku mau meragukannya sih. Kenapa kau tidak ikut bersama-sama dengan Hayato-kun? Itu kan turnamen beregu dimana setiap tim terdiri dari 3 orang.”
“Eh...Naaah, judo itu agak...”
Fumu. Jadi itu adalah strategi untuk memindahkan penghalang di sekitar Hayama, huh? Tampaknya, Yuigahama memang tidak memulai pembicaraan seperti tidak ada rencana sama-sekali; malahan, dia seperti menantang Tobe dengan mengatakan hal-hal absurb sehingga membuat Tobe berpartisipasi...Mungkin begitu. Tidak, mungkin juga salah. Kurasa dia memang secara normal akan mengatakan hal-hal semacam itu.
Sampai sejauh mana dia merencanakan itu, akupun tidak yakin. Dia adalah orang yang tindakannya tidak bisa dikalkulasikan dengan normal.
“...Ikut turnamen, bersama-sama? Me-melakukan judo...? Kedengarannya keren!”
Ebina-san memberikan responnya, seperti memikirkan dahulu kata-kata yang didengarnya tadi.
“Ebina. Ini, tisunya.”
Miura melempar tisu ke Ebina yang hidungnya sedang mimisan. Sambil berterima kasih, Ebina menaruh tisu di hidungnya, namun itu tidak menghentikannya untuk menambahkan kata-katanya.
“Keren! Judo keren sekali!”
“Naaah, judo agak...Sebenarnya aku cuma agak sedikit kurang percaya diri saja, begitulah...”
Ketika Ebina mengacungkan jempolnya, entah mengapa, Tobe tiba-tiba tertarik untuk ikut judo. Kata-katanya terlihat berbeda dari sebelumnya...Bahasa Jepang memang agak sulit untuk dipahami...
“A-Apakah para pria akan saling memeluk satu sama lain ketika terjatuh? Siapa yang mau ya!? Apa Hikitani-kun yang akan terjatuh di pelukan!?”
Tolong hentikan menyebut namaku...Karena aku merasakan seseorang sedang menatapku dengan tajam, akupun memalingkan pandanganku karena panik. Ketika kedua mataku tidak lagi memandang mereka, negosiasinya tampak terus berjalan.
Ketika aku kembali menatap mereka dengan bulu kudukku yang berdiri, Tobe mulai mengarahkan pembicaraan dan menepuk punggung Hayama.
“Ayo kita ikutan, Hayato-kun!”
“Hmm. Well, kita memang tidak akan terlalu sering mendapatkan kesempatan seperti ini.”
Dengan Yuigahama dan Tobe membujuknya berpartisipasi, Hayama tidak mampu menolaknya.
Apakah ini juga takdir bagi mereka yang sudah dirasuki kekuatan The Zone? Kalau mereka diminta untuk menciptakan suasana, maka momen inilah, momen paling tepat untuk beraksi.
Dan sebagai penutup, dorongan terakhir ditambahkan.
“Kalau Hayato ikut, kurasa aku akan menontonnya nanti?”
Ketika Miura yang sejak tadi jelas tidak berminat dengan topiknya tiba-tiba berbicara seperti itu, Hayama akhirnya membuat sebuah keputusan.
“Oke, kurasa aku akan ikut.”
Hayama menjawab itu dengan senyuman yang menyegarkan.
Dengan begini, misi selesai. Setelah info Hayama akan berpartisipasi menyebar dari mulut ke mulut, maka galeri dari orang-orang yang akan menontonnya akan meningkat, dan ini juga berarti partisipan turnamen itu akan meningkat pula.
“Baiklah, kita harusnya ikut juga...”
“Oke deh.”
Efek domino mulai bekerja, Yamato dan Ooka memutuskan untuk ikut juga.
Sangat lumrah bagi anak laki-laki menyukai beladiri.
Tidak, bukan begitu, lebih tepatnya tertarik. Penghargaan ‘Yang terkuat di kampus’ jelas menarik perhatian para pria.
Oleh karena itu, selama kau punya alasan, maka tidak sulit untuk menarik perasaan-perasaan semacam itu.
Jadi dengan begini, grup Hayama yang terdiri dari Hayama, Tobe, Yamato, dan Ooka sudah mengkonfirmasi akan ikut turnamen. Ditambah lagi, karena Miura pasti akan hadir menonton, kalau menghitung juga kepopulerannya, ini pasti akan menjadi besar.
Di saat itulah Hayama tiba-tiba menyadari sesuatu.
“Tapi hanya boleh 3 orang dalam 1 grup...”
Ketika dia menggumamkannya, dia lalu berdiri. Dari sana, dia mulai berjalan. Entah mengapa, ketika aku mencoba memikirkan arah jalan Hayama dari tatapannya, cukup aneh, kedua mataku serasa berhenti. Huh, dia menuju ke arah sini, benarkah...?
Dalam beberapa detik ketika aku berpikir mungkin Hayama ada keperluan dengan orang-orang di sekitarku, tapi sikap Hayama menegaskan tidak.
Dia berhenti di depanku sambil tersenyum menunjukkan giginya yang berwarna putih.
“Hikitani-kun, apa kau mau ikut turnamen judo denganku?”
Orang ini, omong kosong apa yang barusan dia ucapkan...?
Aku bisa memahami kata-katanya, tapi hatiku tidak. Meski begitu, karena aku diundang, kurasa aku harus meresponnya.
“Eh, tidak, maksudku, kurasa aku tidak cocok untuk itu. Kurasa itu agak diluar kemampuanku.”
Kalau aku diundang, untuk saat ini, aku akan katakan tidak. Ini adalah respon yang tepat untuk basa-basi.
“Begitu ya. Well, karena Tobe dan yang lainnya sudah tepat 3 orang, aku merasa harus membuat grup sendiri.”
“Ah, benar juga. Kurasa begitu...”
Karena dia menatapku dengan tatapan yang langsung, aku membalasnya dengan kata-kata yang terdengar abu-abu.
“Jadi, bagaimana...? Bukankah kau dulu yang mengusulkan ini, benar tidak?”
[note: Vol 2, solusi kasus sms berantai.]
Haa, jadi ini toh permainanmu. Dia datang kesini sehingga bisa menjadikan alasan kejadian berpisah dari trio itu untuk kegiatan kunjungan tempat kerja tempo hari.
[note: Volume 2.]
Tapi dia ada benarnya. Akulah orang yang menyarankan agar Hayama keluar dari susunan grup tiga orang waktu itu dan membentuk grup sendiri diluar mereka. Kalau dia konsisten dengan itu, maka itu artinya dia tidak akan satu grup dengan mereka kali ini. Kalau begitu, seperti yang kemarin, kalau membahas hal yang masuk akal, maka normal jika aku yang harus membalas kali ini.
Aku tidak punya pilihan lain, kecuali menerima ajakannya. Di atas itu, kehilangan partisipasi dari Hayama bisa mengakibatkan kegagalan misi ini.
“...Tapi meski aku bergabung kita masih kekurangan satu orang.”
Aku mengatakan itu dan Hayama tiba-tiba tersenyum.
“Kalau begitu, bisakah kau undang satu orang lagi?”
“Tidak, aku tidak punya satupun teman untuk diundang.”
Sekeras apapun kau berpikir, akan lebih cepat jika Hayama mengundang orang lain. Aku melihat ke arahnya sambil berusaha mengatakan itu, tapi dia menghindari itu juga.
“Kau kan punya satu? Pria itu, maksudku.”
Pria itu...Siapa ya? Memangnya ada? Ketika kupikir lagi. Be-begitu ya. Totsuka, benar tidak!?
Setelah yakin, akupun berbicara.
“Aah...Dia, huh?”
“Benar, benar, Zaimokuza-kun. Dia tampaknya cukup kuat dan kupikir itu akan memperkuat grup kita.”
Owalah, maksudmu dia...
Kalau dia satu-satunya orang yang dinominasikan Hayama, maka aku harus membicarakan itu dengannya. Sekarang ini, Hayama adalah faktor terpenting. Aku harus mengikuti apapun permintaannya agar dia mau ikut turnamen ini. Aku tidak ada pilihan lain...
Hayama mengangguk seperti menganggap diriku sudah menyetujui usulannya itu.
“Oke, kuserahkan itu padamu.”
Dia mengatakan itu dan pergi kembali ke kursinya.
Satu tim dengan Zaimokuza adalah musibah, tapi karena ini kegiatan Klub Relawan, aku harus menikmatinya. Aku tidak menganggap Hayama hanya sebagai maskot penarik massa, tapi jika dia bisa menjadi kartu as kemenangan grup kami, maka kurasa itu lebih baikk.
Sejauh ini, masih sesuai skenario.
Yang menjadi masalah hanyalah bagaimana mengeksekusi turnamen itu dan apa hasil perjudian kita di turnamen itu nantinya.
x x x
Olahraga sederhana yang memberikan kesenangan.
Turnamen judo akan secara resmi dibuka dengan pembukaan yang sederhana, para peserta dan penonton mulai terlihat berkumpul di dojo.
Turnamen semacam ini bagusnya diadakan sebelum musim panas, tapi sebaliknya, diadakan di musim panas-lah yang justru menguntungkan untuk kita.
Setelah ini, kita akan menghabiskan dua bulan tanpa kehidupan sekolah.
Sebelum liburan itu terjadi, para siswa punya sebuah event kecil-kecilan dimana mereka bisa menuangkan pikiran liar mereka untuk terakhir kalinya.
Dojo judo bukanlah tempat yang besar. Karena itu, para penonton terlihat berdiri untuk menyaksikannya. Meski begitu, ini bisa dikatakan sangat sukses.
Shiroyama, berdiri di dekat kamiza, melihat ke arah seluruh penjuru ruangan. Dia tampaknya tipe orang yang tidak menunjukkan ekspresinya, tapi khusus kali ini, dia menunjukkan emosinya.
[note: Kamiza itu seperti bagian dojo yang dimuliakan, biasanya tempat untuk menaruh benda-benda pusaka, foto para leluhur aliran, penghargaan ataupun piala-piala, dll.]
“Aku terkejut dengan banyaknya orang yang datang kesini. Kalian benar-benar membantu kami, terima kasih.”
Dia mengucapkan rasa terima kasihnya, tapi kami belum menyelesaikan misi kami ataupun membantu orang lain.
Yang menjadi misi kami adalah momen setelah ini. Setelah kami selesai, aku merasa kalau dia tidak akan mau berterimakasih kepada kami lagi.
Oleh karena itu aku tidak mau membahasnya dan membicarakan sesuatu yang berbeda.
“Ngomong-ngomong, si senpai alumni itu akan mampir kesini kan?”
“Yeah. Sesuai permintaanmu, kami memastikan kalau dia akan hadir. Kupikir dia akan datang sebentar lagi.”
Ini akan bagus jika dia datang. Ini adalah satu-satunya hal yang bisa kami andalkan dari Shiroyama. Yaitu memastikan si senpai alumni datang, atau sederhananya, memastikan kedatangannya adalah misi utama kami.
Karena Shiroyama, senpai alumni itu akan hadir dan melihat seluruh turnamen dari atas. Kalau begitu, si sepai nantinya akan bereaksi seperti apa? Apa yang dia pikirkan ketika melihat judo dilakukan untuk senang-senang seperti ini? Entahlah.
“Apa kau menceritakan kepadanya soal turnamen ini?”
“...Tidak. Dia juga tidak terlihat marah ketika aku memintanya hadir hari ini.”
Shiroyama mengkonfirmasi itu setelah berpikir sejenak. Sejauh ini, sikap Shiroyama masih kooperatif terhadap event ini.
“Begitu ya. Kurasa itu sudah bagus. Kalian tinggal tunjukkan ke senpai itu seberapa keras usaha kalian dan seberapa menyenangkannya klub judo itu sendiri.”
“...Kupikir begitu.”
Shiroyama tampak terpukul mendengar itu. Tapi karena wajahnya mirip dengan kentang, kurasa agak sulit untuk melihatnya.
“Well, kurasa akan bagus sekali jika mereka bisa membuat pertandingannya menjadi menarik. Baiklah, sampai jumpa lagi nanti.”
Setelah berpamitan dengan Shiroyama dan meninggalkan kamiza, aku menuju ke pintu masuk.
Ada sebuah meja panjang yang ditaruh disana untuk menerima pendaftaran tim yang akan berpartisipasi. Yuigahama terlihat sedang duduk disana.
Di belakangnya, ada Yukinoshita yang sedang menuliskan bagan penyisihan grup di sebuah poster besar.
Total tim yang akan berpartisipasi adalah delapan.
Ada timku disana, yang berisi diriku, Hayama, dan Zaimokuza. Ada satu tim yang berasal dari klub judo. Dan sisanya adalah tim luar klub judo yang mendaftar pada hari ini.
Kalau timnya banyak, maka akan sulit mengontrol turnamen ini dan kemungkinan terburuknya, akan berjalan dengan membosankan.
Untuk waktu senang-senangnya, semakin pendek maka semakin berkesan untukmu. Kalau begitu, maka kita akan padatkan isinya, sehingga mereka akan merasa kalau mereka sedang bersenang-senang. Ini seperti sebuah permainan paradoks.
“Tampaknya sebentar lagi akan dimulai?”
Kubuka sebuah percakapan dengan Yuigahama yang sedang bermain dengan HP-nya seperti kebosanan.
“Uh huh. Kupikir setelah Hayato-kun datang, orang-orang akan mulai ramai kesini, benar tidak?”
Kalau tidak salah Hayama tadi pamit sebentar ke klub sepakbolanya.
Aku lalu menatap ke arah poster pertandingannya.
Yukinoshita mengisi skema tersebut dengan nama tim. Tim kami berada di ujung dengan ujung satunya diisi klub judo.
Dengan begini, kita tidak akan bertemu mereka sampai di final.
“Hikigaya-kun.”
Seperti menyadari aku sedang berdiri di belakangnya, Yukinoshita berbicara kepadaku tanpa memalingkan wajahnya.
“Hmm?”
“Saat ini, aku sengaja menaruh timmu dan tim klub judo di tempat yang berlawanan seperti permintaanmu, tapi jika kalian kalah sebelum final, bukankah ini tidak sesuai skenarionya?”
“...Well, kurasa begitu.”
“Lagi-lagi dengan rencana sembrono seperti itu...”
Yukinoshita mengatakan “haa” sambil mendesah kesal dicampur dengan perasaan kagum. Jujur saja, aku merencanakan ini bukan dengan pikiran sembrono.
“Kalau kita kalah, kita bisa meminta untuk diadakan pertandingan hiburan. Meski begitu, kita akan membuatnya sesukses mungkin. Hanya karena rencana kita berubah bukan berarti tujuan kita gagal.”
“Kurasa begitu...Tapi bagaimanapun juga, endingnya pasti buruk.”
Setelah selesai menulis nama tim terakhir, Yukinoshita membalikkan badannya dan menatapku. Lalu, dia tersenyum lembut kepadaku.
“Meski begitu, mungkin ini bukan hanya aku saja, kurasa aku tidak begitu senang jika tim kita kalah dengan mudah. Kalau kau akan kalah, aku ingin kau setidaknya kalah dengan kepala tegak.”
“Tolonglah berhenti mengasumsikan kalau timku akan kalah...”
Motivasiku sebelum bertanding langsung menguap begitu saja. Mengapa sih setiap dia hendak mengatakan sesuatu sejenis itu, dia akan tersenyum dahulu?
Sejujurnya, kalahpun tidak masalah.
Yang terpenting, si senpai alumni itu datang sudah 80% rencana ini akan sukses.
Sementara event ini berfungsi sebagai alat untuk menjaring anggota baru, bisa dikatakan itu hanya ‘bagian’ dari rencana.
Bagian lain dari rencana itu adalah melenyapkan si senpai.
Sangat penting untuk menghancurkan perasaan senpai yang seakan-akan dia memiliki kuasa disini. Jika kita bisa menghancurkan itu dimana dia akan merasa buruk jika muncul di sekolah, maka itu sudah cukup.
Banyak cara agar membuatnya seperti itu. Hanya saja, kami harus mempertimbangkan bahwa apapun yang kami lakukan, tidak akan ada keterlibatan klub judo dalam rencana itu.
Cara paling baik untuk situasi ini adalah membuat si senpai berpartisipasi di turnamen ini dan mengalahkannya dalam 1 lawan 1.
Tapi itu adalah pilihan yang tidak realistis.
Senpai alumni itu diterima universitas karena prestasinya di judo. Mungkin akan lebih baik jika kita asumsikan kalau seorang amatir tidak akan bisa menang melawannya. Kalau begitu, maka tinggal memilih rencana B saja.
“Tampaknya hampir waktunya...”
Yukinoshita melihat ke arah jam dan berbicara. Akupun melihat ke arah jam dan memang benar kalau ini sudah saatnya.
Seperti mengikuti momennya, pintu masuk mulai ramai.
Tampaknya gerombolan Hayama Cs sudah tiba.
“Aku sangat antusias saat ini!”
Aku bisa mendengar suara keras Tobe. Ketika kulihat, Miura dan Ebina disertai beberapa grup ada disana.
Tampaknya Hayama berlari kecil menuju ke arahku.
“Maaf ya. Sampai telat datang kesini.”
“Nah, kurasa kau tepat waktu.”
Aku menunjuk ke arah jam dan Hayama tampak lega.
“Begitu ya? Baguslah. Juga, dia tampak sudah datang disini.”
Di depan Hayama ada seseorang dengan tampilan mirip beruang yang baru turun dari gunung dan menuju kota.
“Nuun...Ada apa ini kok ramai sekali?”
Dengan tangannya menutupi mulutnya, dia melihat dengan curiga orang-orang di sekitar sini.
“Kau telat sekali.”
Ketika kupanggil Zaimokuza yang hendak menolak masuk ke dalam, dia terlihat kaget seperti reaksi binatang kecil yang takut. Tapi ketika dia sadar kalau suara itu berasal dariku, dia terlihat mulai tenang.
“Nu, Hachiman ya...Aku terburu-buru kesini ketika kau menelponku, ngomong-ngomong ini apaan?”
“Yeah, ini turnamen. Kamu sendiri, adalah member timku.”
“Eh? Tunggu dulu!? Mister Hachiman!?”
Dia berteriak seperti tidak tahu ada apa ini? Apa aku memang tidak pernah menjelaskan itu kepadanya? Well, masa bodo juga.
“Ngomong-ngomong, ayo kita masuk karena pertandingannya akan dimulai.”
“Hogh, pertandingan?”
Zaimokuza melihat ke kanan dan ke kiri sambil berkata “nuun, nuun” dan melihat ke arah poster jadwal pertandingan.
“Fumuu...Setidaknya, jika aku tahu ini pertandingan apa...Kalau ini ada hubungannya dengan duel, maka aku bisa melakukan sesuatu soal itu, tapi...”
“Ya sejenis itulah. Faktanya, ini adalah duel ala Jepang.”
“Tidak, kau tampaknya berbohong.”
Sambil menatapku curiga, aku mendorong Zaimokuza yang terlihat berkeringat dingin dari punggungnya, mendorongnya masuk ke dalam.
Dalam prosesnya, Hayama bergabung dengan kami, membantuku mendorong Zaimokuza masuk. Pria ini pasti pria baik. Hanya saja, pria baik yang normal harusnya tidak mau mendorong Zaimokuza.
“Kuharap kita bisa bekerja sama dengan baik, Zaimokuza-kun.”
Tidak lupa dia selalu menyegarkan suasananya, Hayama mendorong Zaimokuza sambil mengenalkan dirinya.
“Oh. Benar...”
Sebaliknya, Zaimokuza selalu menjadi beban, tipikal manusia yang hidup di hutan tropis. Tanpa menjawabnya dengan baik, Zaimokuza menggerutu “Sesuatu-gashi? Hayama Sesuatu-gashi ada disini...”
Well, kalau kita kesampingkan masalah tadi, tim kami sudah berkumpul disini.
Ketika kulihat ke arah meja resepsi, Yuigahama membentuk sebuah pola lingkaran dengan lengannya. Tampaknya seluruh tim yang berpartisipasi sudah hadir disini.
Dari sini, aku melihat poster pertandingan dan Yukinoshita menganggukkan kepalanya sambil melihat ke arah jam tangannya.
Meskipun ada sedikit paksaan, persiapan kami telah selesai.
Terakhir, aku melihat ke arah Kamiza dimana ada Shiroyama disana.
Shiroyama tidak menyadari kalau aku sedari tadi menatap ke arahnya. Kurasa, itu karena Shiroyama sedang menemani si senpai alumni dari tadi. Di dekatnya, ada duo junior kentang,Tsukui dan Fujino yang menyapa balik dengan sapaan “osu”.
Dengan begini, semua aktor untuk drama ini sudah hadir.
Akhirnya, kita bisa menentukan siapa yang terkuat di SMA Sobu, pembukaan dari S1 Grand Prix...
x x x
Pembawa acara event ini, Shiroyama, membukanya dengan sambutan singkat.
Dia berbicara dengan nada yang agak gugup, tapi dengan banyaknya penonton yang terlihat antusias, mereka bertepuk tangan dengan “Horaaays” dan “Cheeers”.
Lalu, momen dimana pertandingan pertama akan dimulai.
Pertandingan pertama antara klub judo melawan kumpulan pria-pria dengan penampilan yang meragukan.
Klub judo secara meyakinkan memperoleh kemenangan dengan dua kemenangan duel secara beruntun. Pertandingan kedua dan ketiga juga berlangsung dengan antusiasme tinggi.
Tim dari Tobe juga melaju dengan lancar untuk mengamankan posisi semifinal. Sekali lagi, disini hanya ada 8 tim, jadi pertandingan awal memang sudah menjadi perempat final.
Pertandingan akhirnya berjalan ke pertandingan keempat.
Pertandingan pertama kami.
Setelah kami berganti baju ke seragam judo, kami masuk ke arena pertarungan.
Sepanjang perjalanan, Zaimokuza menggerutu tanpa henti.
“Hachiman...Dengar tidak, ini sebenarnya pertandingan apa...?”
“Memaksa sekali. Ini pertandingan judo, kampret lo.”
Ketika kujawab, Zaimokuza memandangku dengan kecut.
“Kau bilang tadi ini adalah duel ala Jepang...”
“Ini kan kurang lebih sama. Well, coba pikir begini saja. Ini bisa menjadi referensi yang bagus untuk light novelmu.”
“Mu...Benar juga.”
Aku akhirnya mengocehkan kata-kata yang barusan terpikirkan di kepalaku, untungnya, Zaimokuza terlihat percaya, mengangguk sambil mengatakan “fununu”. Uh, orang-orang secara normal tidak akan membuat suara seperti itu ketika mengangguk, tahu tidak?
Tampaknya, Zaimokuza sekarang berubah menjadi mode chuunibyou. Biasanya, dia akan gugup karena terlalu banyak orang di ruangan ini. Tampaknya dia memantapkan dirinya, dia sudah masuk ke Master Swordsman Shogun mode. Kalau sudah begini, dia tidak akan mempedulikan tatapan publik. Sekali lagi, ini adalah sebuah halaman ekstra dalam sejarah hitam dirinya...
Kami berbaris di atas lantai tatami.
Wasit pertandingan ini adalah salah satu anggota dari kentang bersaudara, Tsukui? Atau Fujino? Kurasa diantara keduanya. Aku sendiri masih bingung soal itu, tapi itu mungkin bukan masalah terbesarnya.
Ketika kami membungkuk sesuai instruksi dari wasit, semua orang kecuali orang yang akan bertanding mundur ke posisi masing-masing. Tampaknya mereka sudah memutuskan siapa yang akan bertanding terlebih dahulu.
“Jadi, siapa yang akan maju duluan?”
Urutan ini harus berdasarkan strategi. Aturan turnamen ini bukanlah mengalahkan semua orang, tapi pemenangnya ditentukan oleh siapa yang memenangkan 2 pertandingan dari 3 pertandingan duel yang digelar.
Aku hendak menanyakan ini ke Hayama, tapi entah mengapa, Zaimokuza menjawab lebih dulu.
“Fumuu, aku harusnya menjadi pelindung kalian. Aku tidak akan menyerahkan kehormatan sebagai ujung tombak begitu saja.”
“Kurasa itu terdengar bagus.”
Sang Manusia, Hayama, menyetujui saran Zaimokuza.
“Oke, aku akan bertarung di duel kedua. Kami mempercayakan posisi penentu ke Hikitani-kun.”
“Kalian yakin?”
“Aku lebih cocok melakukan sesuatu di posisi yang nyaman. Lakukan yang terbaik, Zaimokuza-kun.”
Ketika Hayama tersenyum dan mengatakan itu, dia menepuk pundak Zaimokuza.
“Oh, baik, tentu.”
Dengan disentuh Hayama saja sudah cukup untuk membuat keyakinannya pudar. Keringat dingin mulai terlihat darinya. Apaan, kau gugup? Atau mungkinkah kau menyukai Hayama?
“Maaf ya, membuat kalian melakukan ini tiba-tiba. Kuserahkan pada kalian.”
“Apa ini, kau dingin sekali. Serahkan padaku.”
Aku meniru Hayama dan menepuk punggungnya. Ketika kulakukan, punggungnya terasa basah.
...Eh? Apa-apaan ini, apa pria ini seorang amfibi? Apa ini keringat? Kupikir dia memakai semacam pelembut kulit atau semacam itu. Kalau melihat hal ini dan dia tampak tidak jijik, membuatku sadar betapa luar biasa Hayama ini.
Dia berjalan menuju tatami, dan duel pertama dimulai.
Ketika kulihat, Zaimokuza bergerak sangat cepat. Meski begitu, musuhnya juga bergerak dengan cepat dan bisa memegangi kerah Zaimokuza.
Tapi seketika, wajah musuhnya terlihat ketakutan dan penuh penyesalan. Dia tiba-tiba melepas tangannya dari kerah Zaimokuza dan menatap serius ke arah kedua telapak tangannya dengan wajah yang ketakutan.
Tampaknya dia telah jatuh ke itu...’Rawa-rawa Zaimokuza’...
Momen itu tidak dilewatkan oleh Zaimokuza.
Dia memegangi kerah musuhnya dan membantingnya dengan segenap tenaga.
Karena perbedaan berat badan, musuhnya dengan mudah dibantingnya.
“P-Poin?”
Wasit mengumumkannya dengan nada yang penuh tanda tanya.
Para penonton langsung berteriak “o-oooh”, dengan suara yang cukup rendah. Tepuk tangannya juga terlihat sedikit sekali.
Meski begitu, menang tetaplah menang.
Zaimokuza lalu kembali ke tempat kami.
“Bagaimana pendapatmu, Hachiman?”
“Yeah, luar biasa.”
Keringatmu, itulah...Kalau begini terus, kau akan ditangkap karena memproduksi garam dengan ilegal. Lihat, seperti sekarang, member klub judo yang bertugas membersihkan lantai merasa kesulitan membersihkan keringatmu. Sekarang aku merasa tidak enak kepada mereka...
“Oke, sekarang giliranku, huh?”
Sambil mengatakan itu, Hayama berjalan ke arah tengah tatami.
Seketika, tepuk tangan membahana. Diikuti dengan yel-yel Hayama.
HA-YA-TO (FU!) HA-YA-TO (SOIYA!) Dan begitu terus berulang-ulang.
Entah siapa yang memulai ide itu, tapi mereka secara lancar memberikan jeda untuk yel-yel tersebut. Apa para penonton melatih ini secara diam-diam?
“Hayatooo!”
Berdiri di barisan penonton atas, adalah Miura. Dia melambai-lambaikan kipasnya sambil berteriak. Ternyata, dia satu jenis dengan para penonton ini, huh? Karena sebelumnya, dia tampak tidak tertarik dengan pertandingan lainnya, mengipas-ngipaskan kipasnya sambil menggerutu tentang panasnya...Juga, sebenarnya ini bukan masalah, cuma teriakan Tobe saja yang terdengar mengganggu.
Hayama tidak terlihat cuek mendengar teriakan-teriakan itu, dia meresponnya dengan menaikkan tangannya. Dia sangat sulit untuk dibenci. Di lain pihak, musuhnya merasa terintimidasi oleh suasana itu.
Hasil duel tersebut sudah diputuskan sebelum pertandingan dimulai.
Realitanya, duel berakhir dengan sesuatu yang diluar dugaan.
Segera setelah pertandingan dimulai, Hayama langsung menangkap tangan musuhnya dan melakukan bantingan bahu yang sangat keren.
Suara heboh bergemuruh ke seluruh penjuru dojo yang ditujukan ke Hayama.
“Dengan begini, tim kita menang.”
“Ku-kurasa begitu...”
Sejujurnya, aku merasa agak aneh terlibat hal ini karena aku sendiri tidak melakukan apapun, tapi untuk sementara ini, aku cukup senang karena kita menang.
Meski, spesifikasi kemampuan Hayama memang diluar nalar...Ngomong-ngomong, ada orang yang berasal dari antah berantah mengalahkannya di sebuah pertandingan tenis, tahu tidak? Well, mungkin kita memenangkan pertandingannya, tapi kita kalah dalam pertarungannya...Tunggu, tunggu dulu? Aku barusan mengatakan pertandingan, tapi waktu itu, aku sebenarnya tidak melakukan sesuatu. Aku bisa menang tanpa berusaha keras. Seperti yang kuduga, kurasa aku sebaiknya tidak perlu bekerja di masa depan.
Meski aku sudah berencana tidak bekerja di masa depan, saat ini, aku harus melakukan sesuatu.
“Ada jeda sebelum pertandingan selanjutnya. Coba beristirahat atau menghabiskan waktu.”
Setelah memberitahu Hayama dan Zaimokuza, aku meninggalkan area tersebut.
Dari situ, aku menuju kamiza.
Pertandingan lainnya sedang berlangsung saat ini. Sekarang, semifinal dengan grup tobe melawan grup klub judo sedang berlangsung. Hayama mungkin menonton pertandingan Tobe dengan Miura dan yang lain sementara Zaimokuza seperti tidak tahu harus pergi kemana, seperti menjadi Ksitigarbha.
Disana, ada seseorang di kamiza sedang menonton pertandingan. Hanya saja, ekspresi wajahnya tampak sedang bosan.
Dia adalah senpai alumni klub judo. Aku tidak tahu namanya siapa. Juga aku tidak tertarik untuk tahu namanya. Kita tidak punya hubungan apapun, juga aku tidak perlu memanggilnya senpai, tapi untuk kali ini saja, aku akan memanggilnya begitu.
“Senpai.”
Setelah sampai di kamiza, aku berdiri di sampingnya dan memulai pembicaraan.
Ketika kulakukan, si senpai menoleh ke arahku dengan ekspresi kurang senang. Karena wajah di depannya terlihat kurang familiar, dia terlihat sedikit kebingungan, tapi dia menutupi hal itu dan membalasnya dengan kata-kata yang agak kasar.
“Yo.”
Setelah mengkonfirmasi kalau dia meresponku, aku meneruskan obrolanku.
“Bagaimana pendapatmu? Usaha dari klub judo ini.”
“...Hmm bagaimana ya. Kurasa tidak buruk-buruk amat, eh? Bisa bersantai dan bersenang-senang seperti ini, lagipula ini kan cuma level SMA.”
Senpai itu berbicara sambil mengibas-ngibaskan kipasnya. Aku bisa merasakan kalau dia memikirkan dahulu kata-kata tersebut sebelum mengucapkannya.
Begitu ya, jadi dia tipe orang yang akan mengatakan seperti ini, huh? Ketika aku memastikan kalau sifatnya yang kulihat waktu latihan dulu dan sekarang masih sama, aku lalu melanjutkan pembicaraannya.
“Kurasa begitu...Kami mengkonsultasikan ini dengan Shiroyama, tapi kupikir bersenang-senang adalah hal penting, karena itulah kami mengadakan ini dan mengumpulkan banyak orang.”
Ketika kukatakan itu, si senpai menatapku sambil mengedipkan matanya dua sampai tiga kali.
“...Aah, jadi kau sampai segitunya mengumpulkan orang-orang ya? Tapi kalau cuma bersenang-senang, tidak ada gunanya bagi tubuhmu, jadi kau jangan ganggu latihan Shiroyama, dengar tidak? Itu karena dunia yang sebenarnya terlihat jauh lebih kejam daripada yang kalian tahu saat ini. Jika kalian tidak berlatih dan belajar dengan serius, kalian tidak akan jadi apa-apa.”
Kata-kata yang si senpai katakan itu ditutup dengan menutup kipasnya dan memukulnya ke tangan satunya, membuatku emosi saja, tapi aku bisa menahan sikapku. Malahan, aku mengatakan sesuatu untuk menambahkan itu.
“Ya. Ah, itu benar sekali. Senpai, apakah kau bersedia berduel denganku?”
“...Eh? Y-Yeah...Akan kupertimbangkan itu.”
“Kapanpun kau siap, aku siap untuk melawanmu.”
Aku meninggalkan kamiza dengan kata-kata itu. Aku bisa merasakan kalau ada sebuah tatapan penuh tanda tanya sedang menatapku seperti merasa terganggu dengan responku, tapi aku tidak mempedulikannya dan terus berjalan.
Pertandingan timku hampir tiba. Meski, kurasa ini tidak diperlukan karena mereka berdua akan memenangkannya.
“...Apa yang kau bicarakan dengan senpai tadi?”
Tampaknya, ada yang melihatku barusan. Karena dia berada di sekitar kamiza juga, Shiroyama tampaknya perhatian terhadap senpainya.
“Tidak ada. Aku hanya membuat sebuah rencana, itu saja.”
“Rencana?”
Wajah kentang Shiroyama terlihat berputar ke pinggir.
“Yeah, itu benar. Juga, aku akan memberitahumu soal itu. Tadi aku berbicara soal pertandingan final, tapi aku akan bertarung dengan senpai, jadi tolong jadi wasit pertandingan itu nanti.”
“Aku tidak keberatan, tapi...”
“Kalau begitu oke. Aku mengandalkanmu.”
“Hmm?”
Shiroyama masih diselimuti tanda tanya dan memiringkan kepalanya.
x x x
Pada akhirnya, aku tidak dapat giliran di semifinal. Kalaupun ada, itu adalah membantu panitia mengepel lantai judo setelah pertandingan karena keringat Zaimokuza.
Kami melaju ke final dengan Zaimokuza dan Hayama memastikan dua kemenangan beruntun di duel. Zaimokuza dengan pertahanan basahnya dan bantingan bahu Hayama memberikan kemenangan bagi tim. Dan ini membuatku melaju ke final tanpa perlu melakukan apapun.
Lawan kami di final adalah tim yang menghancurkan tim Tobe. Mengapa sih mereka bisa kalah?
Ngomong-ngomong, karena Shiroyama adalah ketua klub, sebagai orang yang diakui kemampuan judonya, diputuskan kalau dia tidak akan berpartisipasi di turnamen ini. Wakil klub judo yang tampil adalah Tsukui, Fujino, dan satu orang lagi yang aku sendiri tidak tahu namanya, jadi kupanggil saja dia Yam.
Ketika kulihat kentang bersaudara yang baru sedang melakukan pemanasan, kami mulai mempersiapkan diri untuk pertandingan finalnya.
Ketika sedang pemanasan, yang sebelumnya hanya melihat dari kejauhan, Yuigahama dan Yukinoshita berjalan ke arah kami.
“Apa kalian ada perlu? Biasanya kalian tidak akan berbicara sebelum pertandingan dimulai.”
Ketika aku mengatakannya, Yukinoshita berkata dengan suara yang dingin, seperti tidak terpengaruh oleh antusiasme dari klub judo.
“Kalau pertandingannya seperti ini terus, kau pasti senang bergabung dengan tim ini sepanjang tahun ya?”
“Kurang lebih begitu. Serius ini, ada apa?”
Aku meladeni sarkasme Yukinoshita dan tiba-tiba Yuigahama menaikkan tangannya.
“Kami pikir untuk menyemangatimu di pertandingan terakhir.”
“Aah. Terima kasih. Itupun kalau aku dapat giliran.”
Sambil mengatakan itu, aku melihat ke arah Zaimokuza dan Hayama. Kurasa, dengan keduanya ada disini, kita mungkin akan menang dengan mudah.
“Kau harus memastikannya. Kalau tidak, maka rencana ini tidak akan selesai.”
Seperti bisa melihat apa yang ada di pikiranku, Yukinoshita mengatakan itu. Sebenarnya, aku agak penasaran sampai sejauh mana Yukinoshita bisa membaca diriku, tapi ketika dia mengatakan sesuatu, kata-katanya sangat persuasif sehingga membuatku agak sulit untuk meresponnya. Memang benar katanya, ini saja tidak cukup untuk menyelesaikan rencana kita.
“...Kurasa begitu.”
“Benar, benar! Demi klub judo, berikan yang terbaik!”
Yuigahama mengatakannya dengan penuh optimisme. Aku sedang tidak ingin merespon suasana dirinya yang terlihat antusias.
“Aku bukannya melakukan ini demi mereka atau semacamnya.”
“Huh?”
Ekspresi terkejutnya seperti menanyakan “Lalu demi siapa kau melakukan ini?”, sebelum bisa kujawab, waktu untuk timku tampil sudah tiba.
x x x
Partai final sudah menunjukkan adanya badai menerpa sejak duel pertama.
Itu terjadi 5 detik setelah duel dinyatakan dimulai.
“Defuh.”
Bersamaan dengan suara tersebut adalah suara sebuah benda yang menghantam dinding di Dragon Quest.
Ketika aku mencoba melihat apa yang terjadi, seseorang yang mirip dengan singa laut terbanting ke lantai. Tampaknya Zaimokuza tergeletak disana. Dia tidak bergerak sedikitpun.
Poin diumumkan dengan sangat keras.
“Dengan begitu, Zaimokuza telah kalah...”
Sukar dipercaya. Bagi Zaimokuza yang bangga terhadap kekuatannya yang tidak tertandingi bisa kalah dengan mudahnya...Jadi dia selama ini adalah Yamcha.
“Aku pikir klub judo sudah terbiasa untuk mengikuti turnamen seperti ini.”
Ternyata, Yukinoshita sudah duduk bersila tepat di sebelahku dan menjelaskan hal itu.
“Kuh, tampaknya jurus basah dan lengketnya jadi senjata makan tuan, huh!?”
“Menjijikkan...”
Yuigahama yang memegangi lututnya sambil duduk tersebut menambahkan sebuah serangan mental. Kasihanilah, jangan pukul lagi orang yang sudah mati itu.
Zaimokuza, terkapar di lantai, secara kasar diseret ke pinggir. Ketika mereka menyeret Zaimokuza yang bermandikan keringat, adegannya mirip seperti siput yang sedang merayap. Dia sekarang berada di luar arena pertarungan.
Ketika itu, suasana dojo mulai ramai. Zaimokuza dikalahkan dengan mudahnya ternyata menjadi sesuatu yang sensasional. Tapi ketika pertarungan selanjutnya siap dimulai, suara riuh tersebut menjadi sunyi kembali.
Efek kekalahan pertandingan pertama tadi ternyata sudah ditutupi oleh kehadiran Hayama.
Pertarungan final ini juga berarti sebuah pertempuran dimana kita tidak boleh kalah. Jika kita kalah di pertandingan kedua maka pertarungan ini berakhir.
Juga, para penonton membuat suasana dojo menjadi hidup. Ebina dari tadi terlihat berteriak-teriak dengan suara yang keras.
“Hikitani-kun.”
Setelah dia berdiri, Hayama mengatakan itu dengan jelas meskipun ruangan ini terdengar sangat berisik.
“Ah?”
“Kau sebaiknya melakukan pemanasan.”
Setelah dia mengatakannya, dia berjalan ke depan. Dia tetap terlihat merendah meskipun dia sudah mendeklarasikan kemenangannya, memang benar-benar cocok dengan imagenya. Meski, aku sendiri agak terganggu karena dia akan menang, tapi tidak ada yang bisa kukatakan kepadanya.
Ketika Hayama masuk ke arena, penonton mulai heboh dan berteriak tak terkendali.
Selain itu, aku sempat berpikir mengapa tidak ada suara teriakan Ebina lagi, ternyata dia tertidur di paha Miura dengan wajahnya ditutupi saputangan yang basah. Apa sih yang barusan dia lihat? Sebenarnya apa yang terjadi...?
Akhirnya, Hayama dan lawannya saling bertatap muka.
Di momen tersebut, pintu dari dojo terbuka dengan keras.
“Aah~! Akhirnya kutemukaaan~. Hayama-senpaaai~, tolong datanglah ke klub~.”
Suara idiot tersebut mengganggu suasana di dojo ini. Ketika kulihat, itu berasal dari seorang gadis yang memakai seragam dengan cardigan pink, dan rambut lurus sebahu. Dia tidak mempedulikan situasinya dan berjalan ke arah Hayama.
Meskipun para penonton melihatnya dengan penuh tanda tanya, dia tetap tidak mempedulikannya.
Melihat gadis tersebut, Hayama memalingkan wajahnya.
“I-Iroha...”
“Karena Hayama-senpai tidak ada di klub, para anggota kelas satu kebingungan hendak melakukan apa, tahu tidak?”
“Ah, benar. Tidak, sekarang ini agak...”
Hayama mencoba memberinya alasan, tapi Iroha-chan atau entah siapa itu tidak mendengarkannya dan menarik-narik lengan Hayama.
Eh, siapa sih gadis ini...?
Dan begitulah pikirku hingga Tobe yang berada di barisan penonton berdiri dan memanggilnya.
“Aduh salahku, Irohasu. Aku akan kembali ke klub, jadi biarkan Hayato-kun disini, oke?”
“Ah, kalau kau sih tidak pengaruh banyak, Tobe-senpai.”
Dengan tersenyum, mengalami penolakan semacam itu, Tobe hanya bisa mengatakan “be-benar juga...” dan kembali duduk.
“Apa dia kenalan Hayama dan Tobe?”
Aku mencoba menanyakan itu ke Yukinoshita dan Yuigahama. Yukinoshita tampak tidak tahu harus menjawab apa, tapi Yuigahama tampak memiliki gambaran siapa gadis tersebut.
“Aah, dia Iroha-chan. Dia siswi kelas satu, manajer klub sepakbola.”
Hoh, Isshiki Iroha. Tsk, aku ingat dia. Memang makhluk yang berbahaya, itu saja.
...Ini buruk sekali. Gadis itu jelas pertanda buruk. Roh penjagaku seperti membisiku untuk hati-hati terhadap gadis yang cantik, ramah, dan menebar pesona seperti itu.
Ketika manajer berbahaya yang terlihat manis itu memegang tangan Hayama, dia berusaha mengajaknya pergi.
Dia seperti menganggap dirinya sebagai putri yang egois dan tidak ada satupun orang yang boleh mengganggunya.
“Bukankah akan lebih bagus jika kita berusaha menghentikannya?”
Diantara kami, satu-satunya orang yang sedang berpikir logis adalah Yukinoshita. Tapi dia memastikannya dulu kepadaku, seperti tidak yakin bagaimana harus melakukannya.
“Tidak, kurasa lebih baik kita meninggalkan mereka seperti itu.”
“Begitukah?”
Meskipun Yukinoshita terlihat ragu, tapi tahu tidak nona? Kau dari tadi tampak tidak ingin berdiri dari posisi bersilamu, benar tidak...?
Tapi, sebenarnya bukan masalah Si Ratu Kebekuan yang tidak mau berdiri. Itu karena ada seseorang yang sudah berjalan untuk menghentikannya.
“Hei, serius ini, kamu...”
Miura berdiri disana seperti uap panas di tengah musim panas.
“Hayato ini sekarang lagi sibuk, masa tidak bisa lihat?”
Nada suaranya seperti hendak membakar telinga yang mendengarkannya, tapi, bagi Si Putri Zephyr, hal itu tidak memiliki efek.
“Eeeh~? Tapi, situasi klub sekarang kacau loooh...”
“Haaa?”
Ketika Isshiki menanggapinya dengan santainya, membuat Miura bertambah panas.
“Be-begini, begini...”
Hayama merasa situasinya sangat buruk sehingga berusaha menenangkan Miura. Ketika dia melakukannya, Isshiki seperti memegang erat lipatan roknya sambil bersembunyi dibalik Hayama.
Bahasa tubuh si binatang kecil tersebut membuat Miura bertambah panas. Ketika dia melihatnya, dia melepaskan napas yang berat seperti meniup dua buah bantal angin.
“...Hayato, kau pergi saja ke klub. Aku ada perlu sebentar dengan gadis ini.”
“Eh?”
Hayama mengatakannya dengan gugup dan badannya terlihat mulai lemas.
Tatapannya tertuju kepada Miura, dan Miura-pun membalasnya.
“Berikan yang terbaik di klub, oke?♪”
Dia terlihat kesal sambil tersenyum, itu terlihat seperti senyum pertama dan terbaik yang bisa Miura buat.
Dari situ, Miura menarik Isshiki agar pergi bersamanya. Isshiki berteriak “Hayama-senpaaaai” yang menggambarkan sebuah keputusasaan dimana Miura sendiri tidak mempedulikannya dan terus menariknya pergi.
Hayama lalu mengejar mereka, seperti menyadari kalau itu adalah sesuatu yang tidak bisa dia tinggalkan.
“Maaf! Hikitani-kun! Aku akan kembali lagi nanti!”
Seperti katanya, dia menepuk kedua tangannya bersamaan dan lari keluar dojo.
Uh, ini jelas-jelas tidak akan sempat kembali ke sini...Adegan tadi mungkin sudah menarik perhatian para penonton...
Semua orang seperti sedang membayangkan apa yang sedang terjadi barusan.
Dia adalah pria yang tidak bisa diandalkan ketika kita benar-benar membutuhkannya...Tapi, sudahlah, katakan saja dia sudah membantu kita untuk sampai ke final.
Jadi masalahnya adalah bagaimana kita bisa melewati pertandingan kedua ini.
“A-Apa yang terjadi sekarang?”
Masih dalam posisi duduk, Yuigahama bertanya kepadaku.
“Kalah secara default? Er, kalau melihat urutannya, berarti aku yang harus menggantikannya...”
“Meski kau menang sekalipun, maka kita pasti kalah di pertandingan terakhir karena tidak ada orang ketiga yang bertarung.”
Tepat seperti yang Yuigahama katakan. Apa yang harus dilakukan dalam situasi ini? Aku memiringkan leherku dan suara yang tenang datang dari sebelahku.
“Kalah tanpa bertanding tidak akan terjadi disini.”
Oh, barusan suara nona Yukipedia. Dia tampaknya tahu betul aturan dalam pertandingan judo.
“Tidak akan ada masalah jika aku yang pergi menggantikannya.”
Setelah mengatakan itu, Yukinoshita berdiri. Tidak, yang kau lakukan ini sudah diluar batas...
“Tidak, hal itu tidak akan diperbolehkan.”
“Itu benar! Seorang gadis tidak akan boleh berpartisipasi.”
Kami berdua mencoba menghentikannya, tapi Yukinoshita tidak mendengarkan.
“Aku membaca aturannya, tapi tidak ada larangan tentang siapa yang boleh ikut serta. Lagipula ini kan bukan turnamen resmi. Tidak ada seorangpun yang akan keberatan, benar tidak?”
“Bukan masalah itu! Kau tidak boleh! Jelas tidak boleh!”
Sambil mengatakan alasan-alasan yang tidak logis, Yuigahama terlihat meluapkan emosinya ke Yukinoshita, yang seperti dugaanku, terlihat mulai ragu.
Well, kurasa Yukinoshita tidak perlu memaksakan dirinya untuk berpartisipasi.
Musuhnya memang member klub judo, tapi mereka mungkin masih kelas 1, entah si Chinese Yam atau Japanese Yam, bahkan diriku ini mungkin bisa melakukan sesuatu. Ketika aku menatap mereka, ketiga kepala kentang tersebut berbisik-bisik. Ketika mereka melihat ke arah Yukinoshita, wajah mereka terlihat memerah.
Hoho, dasar kentang mesum, eh?
“Aku akan maju dulu. Hayama mungkin akan kembali setelah ini.”
Kemungkinannya tidak besar, tapi kurasa itu rencana terbaik untuk saat ini.
Setelah mengatakan itu, ketika aku hendak berdiri, Yukinoshita menarik tanganku ke bawah sehingga aku duduk kembali. Leherku hampir berputar ketika hal itu terjadi.
“Fueh, ouch...A-Ada masalah apa?”
Ketika kutanya apa alasannya sambil melepaskan napasku yang tertarik dengan cepat, Yukinoshita melihatku dengan tatapan yang lembut, atau mungkin tepatnya, kedua matanya menatapku langsung.
“Apa kau melakukan hal tadi dengan maksud tertentu?”
“Haa?”
Sebaliknya, aku ingin bertanya apa maksudnya. Ketika aku hendak menanyakannya dengan ekspresi terganggu, Yukinoshita mencoba memberiku alasan yang masuk akal.
“Rencanamu ini mungkin banyak celahnya, tapi kamu belum mempersiapkan pancingan ke senpai agar mau turun bertanding setelah ini, bukan?”
“...”
Memang benar, dia sangat benar. Beberapa hari ini, event ini, tempat ini, adalah panggung yang sudah direncakan untuk membawa senpai itu turun kesini dan membuatnya terjatuh. Membuyarkan rencana yang sudah disusun berhari-hari merupakan keputusan yang bodoh.
Itu karena panggung terakhir inilah yang punya efek terbesar. Dari beberapa solusi yang tersedia saat ini, yang terbaik adalah membiarkan Yukinoshita berpartisipasi.
Ditambah lagi tatapannya yang dingin menyadarkanku, Yukinoshita pun menambahkan, seperti menyiramkan air dingin di atas kepalaku.
“Lagipula, kekhawatiranmu itu tidaklah perlu.”
Dia lalu melihat ke arah kubu lawan dan tersenyum.
“Sederhananya, yang harus kulakukan adalah tidak membiarkan mereka menyentuhku, benar?”
[note: Yukino tahu Hachiman tadi hendak maju karena kesal para kentang bersaudara merencanakan hal-hal mesum dengan memegangi Yukino ketika bertanding.]
“Ya itu masalahnya...!? Setidaknya, setidaknya tolong kau ganti baju yang lebih layak, oke?”
Aku menyerah saja ketika dibujuk Yukinoshita, sedang Yuigahama terlihat menggerutu sambil menangis. Yukinoshita mengangguk seperti ada sesuatu yang dia pikirkan.
“...Itu benar.”
“Oke, ayo pergi!”
Setelah diputuskan, Yuigahama langsung sigap. Dia lalu menarik tangan Yukinoshita, pergi keluar sebentar, dan kembali lagi 10 menit kemudian.
Napas Yuigahama terlihat tersengal-sengal dengan seragam yang terlihat acak-acakan. Di lain pihak, Yukinoshita terlihat gahar.
Yukinoshita memakai hakama berwarna biru. Rambutnya terlihat diikat dengan rapi. Selain itu, rambutnya ternyata diikat dengan model sanggul seperti tempo hari.
[note: Hakama adalah pakaian latihan yang bisa dipakai untuk kendo.]
“Ada apa ini...?”
“Kami meminjam baju ke bagian gadis dari klub kendo!”
Suara Yuigahama terdengar penuh energi meskipun napasnya tersengal-sengal.
Yukinoshita memutar-mutar tubuhnya, merenggangkan, dan merapikan kerahnya seperti memeriksa tampilannya.
“Sekarang, ayo kita mulai?”
Ketika dia mengatakannya, dia berjalan ke tengah arena.
Para penonton yang melihat perkembangan situasi ini langsung bertepuk tangan melihat penampilan Yukinoshita.
Wasitnya, Shiroyama, terlihat memiringkan kepalanya seperti tidak paham apa yang terjadi. Kami saling menatap sejenak hingga dia sadar apa yang terjadi dan menganggukkan kepalanya.
Tampaknya, dia menafsirkan ‘rencana’ yang kusampaikan tadi adalah penampilan Yukinoshita di final. Bukan, bukan, yang ini adalah hal lain...
Bersiap-siap, di pertandingan kedua, Yukinoshita melawan Yam ungu atau si Kentang manis? Keduanya tampak sama-sama berdiri lalu saling menatap satu sama lain. Yukinoshita sudah terlihat akan memenangkan ini dari tatapan matanya.
Lalu, bendera dan diiringi suara ‘dimulai’ menandakan pertandingan dimulai.
Seketika, musuhnya bergerak dengan cepat. Mungkin dia berpikir kalau lawannya ini hanyalah seorang gadis. Asalkan bisa ditangkap, maka tinggal dilempar saja dan menang. Mungkin itulah strategi yang hendak dia lakukan.
Tapi itu berlaku jika yang dia hadapi adalah gadis yang normal.
Coba kau pikir dahulu dengan siapa orang yang kau lawan itu? Dia adalah Yukinoshita Yukino. Kalau melihat spesifikasinya, maka dia pasti berada di ranking atas di propinsi ini. Dia sangat luar biasa dalam memanfaatkan kemampuannya, strategi, keberanian, dan semua fitur dalam dirinya dikumpulkan maka akan sangat timpang jika dibandingkan dengan musuhnya. Ditambahkan lagi, dia tidak tersentuh dan tidak ada bandingannya. Ketika kita membahas sebuah pertandingan, maka dia adalah yang terkuat.
Sang anak ikan yang kecil tidak akan diperbolehkan untuk menyentuhnya.
Seperti kenyataannya, Yukinoshita bahkan tidak memberinya kesempatan untuk menyentuh pakaian kendonya.
Dia bisa membaca pergerakan musuhnya, mengantisipasinya, dan menangkal pergerakan kakinya. Dia seperti bisa memprediksi gerakan musuhnya. Dengan sedikit gerakan dansa kaki dan kelincahan, dia mengontrol pergerakan musuhnya seperti seorang matador.
Dia memancing musuhnya ke sebuah area kosong.
Ketika kulihat dengan kedua mataku, hasil pertandingan sudah diputuskan.
Dan terdengar suara keras setelah itu, bahkan Yukinoshita mengembuskan napasnya dengan suara yang keras sehingga terdengar oleh kedua telingaku.
Tidak ada satupun penonton membuat suara. Sebuah situasi yang tidak normal.
Suara yang terdengar selanjutnya adalah suara yang mendeklarasikan pemenangnya disertai lambaian tanda bendera.
Para penonton yang menyaksikan sebuah penampilan skill yang langka langsung berteriak histeris dan bertepuk tangan. Suara penonton tersebut menemani langkah Yukinoshita yang berjalan ke tempat kami duduk semula.
Yuigahama lalu duduk di sampingnya.
“Wow, tadi luar biasa! Kau sangat keren!”
“Hei...Jangan menempel begitu.”
Meski dia komplain akan hal itu, dia tidak mau melepaskan pelukannya. Bahkan Yukinoshita sendiri tidak mampu melepaskan diri dari yang satu ini. Dia terlihat nyaman, tapi faktanya, dia berusaha untuk lepas darinya, benar tidak?
Dia lalu melepaskan pelukannya dengan sekali gerakan...Apa-apaan gerakan tadi? Apa dia Si Master Kenichi?
Dia benar-benar bertarung dan memenangkan itu tanpa membiarkan lawannya menyentuhnya sedikitpun.
“Kau benar-benar luar biasa.”
Ketika aku mengatakannya, Yukinoshita tersenyum.
“Ya, kurasa begitu. Bagi sebuah penampilan pembuka, mungkin aku terlalu kelewatan tadi?”
“Aku tidak berpikir kalau ‘kelewatan’ versimu itu sangat bagus, tahu tidak.”
Sebelum menuju ke arena, aku melakukan pemanasan terakhir.
“Baiklah, saatnya pergi.”
Kata-kata itu harusnya untuk diriku sendiri, tapi ada suara-suara yang meresponnya.
“Hajar dia!”
“Kuatkan dirimu.”
Apa kalian ini ibuku atau semacamnya?
x x x
Ini adalah pertandingan final yang ditunggu. Turnamen ini, ya bisa dikatakan S1 Grand Prix, akan berakhir setelah pertandingan ini.
Para penonton banyak yang sudah meninggalkan dojo.
Well, sejujurnya, mereka itu hanya menonton pemeran utamanya saja. Pertandinganku ini seperti semacam cerita ekstra yang ada di akhir film. Datang ke dojo dan menyaksikan aksi beladiri dari Hayama dan disertai aksi akrobatik dari Yukinoshita, para penonton tampaknya sudah puas dan meninggalkan dojo.
Dari sini, aku akan melakukan ini sesuai dengan caraku. Aku sudah mempersiapkan dengan matang adegan ini. Jadi mereka harusnya membiarkanku melakukan hal-hal egois ini.
Ketika aku berdiri di tengah arena, lawanku mulai berjalan ke arena. Aku lupa apa dia Tsukui atau Fujino, tapi ketika dia da di depanku, aku menjulurkan tanganku dan menghentikannya.
Lalu aku menatap ke arah kamiza dan memanggilnya.
“Senpai, bagaimana kalau sekarang?”
Dia terlihat kaget karena tidak menyangka akan dipanggil, si senpai melihatku dua kali. Aturan-aturan judo sudah dilanggar sejak pertandingan kedua tadi. Bisa dikatakan, aturan yang membelenggu sudah tidak ada lagi.
Oleh karena itu, satu-satunya hal yang menempel padanya jika menolakku adalah malu.
Turnamen ini adalah hiburan sekelas SMA, dimana si senpai seharusnya hanya tampil di turnamen elit yang berisikan para atlit judo. Dia harusnya merasa malu jika kalah.
Tapi kalau kau menjadi dirinya, maka dia sebenarnya sudah tidak punya pilihan lagi selain maju ke depan.
Di arena ini dan di depan penonton yang sedang berbaris untuk keluar dojo, meski dia dipanggil, dia seperti kehilangan keberaniannya untuk merespon. Dia harusnya merasa malu dengan tindakannya.
Apa yang menjadi beban pikirannya saat ini; hanya dirinyalah yang tahu.
Tapi aku sangat yakin. Si senpai pasti memilih situasi dimana dirinya tidak akan merasa malu.
Para penonton yang masih tinggal di dojo menunggu respon senpai, akhirnya si senpai berdiri. Dia lalu mengambil pakaian judonya dan mengganti bajunya.
Sikapnya itu membuat para penonton berteriak “ooh!” seperti antusias.
Di lain pihak, si wasit, Shiroyama, terlihat seperti tidak percaya.
“...Senpai itu kuat loh, aku cuma sekedar mau beri tahu.”
“Kujamin dia kuat. Oleh karena itu aku hendak membuat pertandingannya menjadi seru.”
Ketika melihat ikatan sabuk, kerah, dan lenganku, aku menjawabnya dan Shiroyama memiringkan kepalanya karena bingung.
Dia seperti kebingungan. Dia harusnya memikirkan dengan baik maksud dari kata-kataku. Kenyataannya, sebelum berkonsultasi dengan kita, dia sendiri sudah mencari berbagai kemungkinan dimana bisa menyelesaikan masalah dengan bijaksana dan tepat.
Oleh karena itu, aku tidak mau berharap banyak darinya.
Namun, jika dia bisa membaca maksud rencanaku ini, dia pasti tidak mau melanjutkan pertandingan ini.
Satu strategi telah disiapkan. Well, ini semacam asuransi. Jika aku bisa menyelesaikan ini tanpa menggunakan itu, maka ini sangat bagus.
Seperti yang kauduga, si senpai yang sudah memakai baju judo masuk ke arena. Dia memberi tanda kepada member kelas 1 klub judo untuk menjauh dan sekarang dia ada di depanku.
Si senpai menatapku dengan tatapan wajah penuh emosi dan rasa malu. Tapi ketika membahas perang tatapan, aku juga tidak mau kalah. Aku bisa melihat sesuatu yang gelap darinya, tidak peduli dia menyembunyikannya seperti apa.
Itu karena aku pernah melihatnya sendiri secara langsung, meski itu hanya sedikit bagian darinya.
“Kalian berdua, menghormat...Mulai!”
Shiroyama memberikan aba-abanya dengan suara yang berat.
Baik diriku dan senpai mengambil jarak, mencoba mendekat dan kembali menjauh. Dia tidak melakukan sesuatu seperti melompat dengan tergesa-gesa. Tentunya, aku juga tidak melakukannya. Ketika kau mengatakan judo, kau akan memikirkan ukemi. Bahkan ketika di kelas, aku berlatih ukemi sendirian selama ini.
[note: Ukemi adalah teknik jatuh dalam judo.]
Setiap hari, berlatih ukemi.
Aku sangat totalitas soal ukemi, bahkan hidupku sendiri adalah ukemi.
Meskipun aku menyerang senpai, sejujurnya aku sadar kalau aku tidak akan menang. Aku bukannya arogan. Oleh karena itulah aku berusaha untuk mempertahankan jarak ini, menunggu momen tersebut.
Meski begitu, menguasai sebuah teknik tidak serta merta menghilangkan tanda kalau kau adalah seorang amatir. Ketika senpai menyadari kalau aku tidak punya keinginan untuk menyerangnya, dia tiba-tiba melangkah ke depan dan menghancurkan jarak yang memisahkan kita.
Whoa. Ketika melihat itu, kuda-kudaku dihancurkan oleh tebasan kakinya.
Sensasi terjatuh itu disertai rasa sakit ketika punggungku menghantam lantai.
“...Ouch.”
Aku secara tidak sengaja mengeluarkan suara itu. Apa-apaan kecepatan tadi...? Itu bukanlah level dimana kau bisa mengatasinya dengan ukemi...
Merasa yakin dengan kemenangannya, si senpai kembali ke belakang garis.
Para penonton juga tampak kecewa, mereka terlihat berdiri dan pergi.
Oleh karena itulah, aku sudah menyiapkan itu disini.
“Ya ampun, tadi licin sekali. Keringat di lantai bisa membuatmu terpeleset, huh?”
Aku mengatakan kata-kata itu seperti orang yang tidak tahu malu.
Orang-orang melihatku dengan ekspresi, “apa sih yang dia katakan?”. Senpai, penonton, Yukinoshita, dan Yuigahama; mereka semua melihat ke arahku. Tidak, bahkan aku sendiri juga bersikap seperti itu. Alibi seperti itu tentunya tidak akan bisa dicerna dengan akal.
Tapi selama keputusan ada di tangan satu orang, maka kurasa itu tidak masalah.
Si wasit, Shiroyama, belum menaikkan benderanya ataupun meneriakkan poin.
Aku berusaha memastikan itu.
“Aku ingin tahu, apa terpeleset itu juga dihitung?”
Shiroyama terdiam. Dia lalu melihat ke wajahku dan mengangguk.
“Kedua petarung, kembali ke garis masing-masing.”
Itulah yang dia katakan. Lagipula, ini hanya sekedar akting.
Para penonton dan tentunya, si senpai, terlihat emosi. Dia berjalan ke Shiroyama dan mendekatinya.
“Hei, bagaimanapun kau melihatnya, itu adalah poin! Terpeleset, yang benar saja...?”
Ketika dia berbicara, si senpai melihat ke arah kakinya. Ketika itu, sisa-sisa keringat ketika Zaimokuza diangkut keluar masih tersisa disana. Adegan Hayama dan penampilan Yukinoshita membuat mereka lupa untuk membersihkannya. Padahal, di pertandingan-pertandingan sebelumnya tidak.
“Tapi tadi harusnya poin!”
Si senpai mulai ngotot dengan argumennya. Meski begitu, sebuah keputusan tidak bisa dicabut. Tidak, itu adalah sesuatu yang tidak bisa kau ubah begitu saja? Shiroyama sepertinya memegang teguh hal itu.
Itu adalah sesuatu yang kuketahui dari pengalamanku yang setengah-setengah dalam olahraga, tapi sangat jarang ada orang yang mau protes terhadap sebuah keputusan wasit. Itupun berlaku ke siswa, profesional, ataupun turnamen internasional.
Ada satu aturan umum soal itu.
“Kalau kau menentang keputusan wasit, maka kau akan dikenai pelanggaran.”
“Aah?”
Si senpai memindahkan pandangannya dari Shiroyama ke arahku. Tatapan matanya seperti mata hewan buas. Sejujurnya, dia sangat menakutkan. Aku sebenarnya hendak mengeluarkan suaraku yang sedang ketakutan, tapi aku berusaha menutupinya dengan menaikkan bahuku.
“Bukankah begitu cara dunia ini bekerja, benar tidak? Dunia ini memang jauh lebih kejam dari yang kau bayangkan.”
Mendengar hal itu, si senpai terlihat kesal. Tampaknya dia sadar kalau itu pernah keluar dari mulutnya sendiri. Aku tidak perlu mengatakan itu kepadanya, dia sudah sadar seutuhnya.
“Kedua petarung, silakan berdiri di belakang garis.”
Ketika Shiroyama hendak memulai, si senpai berjalan kembali ke posisinya. Berbeda dari sebelumnya, dia menatapku seperti hendak akan menghabisiku.
Ini buruk sekali. Ini super duper buruk.
Aksi tadi merupakan tindakan yang disengaja. Lebih dari ini sudah diluar skenario. Itu karena si senpai sudah pasti tidak akan mengulanginya lagi. Lebih jauh lagi, Shiroyama tampaknya tidak ingin mengulanginya lagi. Buktinya, wajah Shiroyama terlihat lebih pucat dari biasanya. Dia seperti sedang menghadapi stress yang luar biasa.
“Mulai!”
Suara Shiroyama terlihat tidak sekuat sebelumnya.
Selain itu, bahkan suara-suara dari penonton sudah tidak terdengar lagi. Ada pula yang terlihat berdiri dan pergi. Karena itu, suaraku dan teriakan senpai bisa terdengar dengan mudah di telingaku.
Karenanya, suaraku yang sedang berbicara dengan senpai harusnya bisa didengarnya dengan mudah.
“Ini sangat aneh, benar tidak?”
Seperti orang yang tidak punya pengalaman dengan musuh yang mengajaknya berbicara di tengah pertarungan, senpai melihatku dengan tatapan yang penuh tanda tanya. Para penonton harunya juga sadar kalau aku sedang berbicara dengannya. Aku bisa merasakan kalau perhatian semua orang tertuju ke arah kita.
“Senpai. Bagi orang yang masuk universitas karena prestasi judo, kau ternyata punya banyak sekali waktu luang untuk melihat klub judo sekolah kita, huh?”
Tiba-tiba gerakannya terhenti.
“...Tutup mulutmu, jangan banyak bacot!”
Kepalannya yang mencengkeram kerah leherku tampak terisi dengan kekuatan yang luar biasa.
Tapi tatapannya tidak ditujukan ke arahku.
Yang dia lihat adalah ke arah kanan, kiri dan belakangku. Dengan kata lain, dia melihat perhatian penonton.
Terdengar bisik-bisik diantara penonton. Tampaknya mereka curiga mengapa kami tiba-tiba seperti tidak bergerak. Atau mereka sedang mencurigai topik yang sedang kita bicarakan ini.
Meski begitu, dari sudut pandang si senpai, dia merasakan kalau pembicaraan ini sudah menjadi pembahasan orang di sekitar sini.
Oleh karena itu akan melanjutkan itu, untuk merespon gerakan senpai yang hanya terdiam ketika aku mengamatinya.
“Kalau dibandingkan klub judo di universitas, latihan mereka benar-benar serius, benar tidak? Hanya di klub judo SMA saja kau bisa latihan dengan santai, kupikir begitu.”
“Tutup mulutmu.”
Senpai lalu mengambil selangkah lebih dekat. Seperti hendak mengakhiri pertandingan ini secepatnya sehingga bisa membuatku terdiam.
Aku berusaha mengimbangi langkahnya dan mempertahankan posisi ini. Lalu akupun tertawa sinis.
“Memang benar katamu, dunia ini memang sangat kejam.”
Apa suaraku ini bisa mencapai telinga penonton?
Jumlah penonton di dojo ini jelas lebih sedikit dari pembukaan turnamen tadi. Tapi ini masih bisa dikatakan banyak.
Meski begitu, jujur saja, aku tidak mempermasalahkan apakah ini akan didengar penonton atau tidak. Tapi jika mereka merasa mencurigai sesuatu dari apa yang mereka dengar, maka kurasa itu akan sangat bagus.
“Benar sekali, itu persis seperti apa yang senpai katakan tadi. Bukankah itu alasan senpai kembali lagi ke klub judo SMA?”
“.....”
Senpai seperti menelan kata-katanya sendiri. Kata-kata yang pernah dia ucapkan.
Dengan begini, misiku selesai.
Menampilkan adegan ini di depan orang banyak. Kejatuhan harga diri dan kebanggaan sebagai senpai.
Membuat percaya senpai kalau banyak siswa disini mendengarkan itu. Sebenarnya, siapa yang mendengar dan tidak bukanlah masalahnya.
Selama kita bisa membuat senpai berpikir apakah dia akan menunjukkan takdirnya ke dunia ini atau tidak, maka kurasa itu sudah cukup.
Siapa yang menang atau kalah di pertandingan ini, bukanlah masalah.
Pada kenyataannya, kedua mata senpai seperti melihat ke segala penjuru. Yang ada di pikirannya saat ini hanyalah apa yang sedang dipikirkan para penonton tentang dirinya. Malahan, sudah ada tanda-tanda tentang itu sejak awal. Ketika aku menanyakan itu tadi, aku bisa merasakan itu.
Selalu mengagung-agungkan masa lalu adalah bukti kalau hatimu sudah menjadi lemah.
Selalu membanggakan pencapaian masa lalumu adalah bukti kalau hatimu sudah tua.
Ingin merasa lega dengan menaruh seseorang di bawahmu adalah tanda kalau kau ini sudah lemah.
Tampaknya senpai ketika berada di universitas, dia kehilangan rasa percaya diri, kebanggaan, dan semuanya. Oleh karena itu, dia mengungsi kesini.
Dia mungkin tidak menyadari aksinya itu. Dia awalnya hanya sekedar mampir dan ternyata merasa nyaman, lalu mulai kerasan disini.
Tidak kurang tidak lebih, itu bukannya mengatakan kalau tetap tinggal disini adalah hal yang bagus. Coba sekali-kali lihat dari sudut pandang orang yang dibawahmu, mereka yang ada di atas ternyata terlihat brengsek.
Dunia ini tidak cukup ramah untuk merawat orang yang kabur sambil menenteng ekor yang berada diantara kedua kakinya.
Oleh karena itu dia membuat mereka menjadi terhina. Menjadikan mereka korbannya. Mengucilkan mereka.
Aah, ini persis seperti kata-katamu; dunia ini memang kejam.
Si senpai seperti menggigit bibirnya sendiri. Lengannya yang memegang kerahku tampak mulai kehilangan kekuatannya.
Tampaknya dia tidak akan datang lagi kesini. Mereka yang kabur hanya akan terus melakukan itu.
Hanya saja, itu perlu dikonfirmasi.
Untuk itu, aku harus menang disini.
Kalah dari seorang amatir di depan para penonton adalah bentuk penghinaan terbaik, sesuatu yang perlu dilakukan untuk menghancurkan pikirannya.
Oleh karena itu, aku akan menghantamnya dengan satu kalimat final.
“Kau ini sebenarnya tidak kembali kesini, tapi kau hanya kabur kesini.”
Tampaknya itu sudah menarik pelatuknya.
Senpai terlihat seperti terhantam sesuatu.
Aku menarik kerahnya seperti mengundangnya ke arahku. Ketika kulakukan, dia terlihat pasrah begitu saja. Sampai saat ini, kekuatan yang sengaja kusimpan ternyata ada gunanya. Apa provokasiku mengenainya?
Kekuatanku datang.
Tanpa adanya perlawanan darinya.
Aku berterima kasih karena sering dibanting di kelas beladiri, jadi aku paham caranya. Tampaknya menjadi korban bantingan kadang ada gunanya.
Aku melancarkan teknik setengah matangku itu dengan seluruh kekuatan yang tersisa di lenganku.
Aku hanya perlu memposisikan dirinya di posisi dimana aku bisa melemparnya dengan mudah. Untuk melakukannya, aku hanya menggunakan kekuatan lenganku. Setelah itu, aku akan membiarkannya. Kuserahkan kepada gravitasi bumi, hukum gaya, dan insting petarungku.
Ketika hendak membantingnya, sebuah suara terdengar.
“Diamlah. Aku sudah sadar soal itu.”
Setelah itu, dia jatuh di lantai.
Seketika, bendera dinaikkan.
Lalu tepuk tangan terdengar dari penonton untuk sang pemenang. Dojo judo tiba-tiba menjadi ramai.
“Poin!”
Dari semua suara yang pernah diucapkan Shiroyama, ini adalah yang paling jelas nada suaranya.
Sebaliknya, orang yang terkapar di lantai, pakaian judonya terlihat lengket oleh sesuatu yang basah dan ekspresinya terlihat suram.
“...Ouch.”
x x x
Sudah beberapa hari berlalu setelah turnamen sebelum liburan musim panas yang menghebohkan itu. Aku akhirnya bisa menatap liburan musim panas di depanku dengan antusiasme tinggi.
Karena itulah aku bisa berjalan ke Klub Relawan dimana seharusnya aku malas kesana, dengan bernyanyi ceria.
Tinggal berapa malam lagi liburan musim panas tiba? Setiap harinya merupakan penantian yang sangat menggembirakan.
Ketika kubuka pintu ruangan klub, seperti biasanya, Yukinoshita sedang membaca buku di dekat jendela dan Yuigahama terbaring di meja seperti anjing yang malas, bermain dengan HP-nya. Aku tidak akan melihat pemandangan semacam ini untuk sementara waktu.
“Yo.”
Aku menyapa mereka seperti biasa dan duduk di kursi terjauh, berseberangan dengan Yukinoshita.
Ketika duduk, Yukinoshita menegakkan kepalanya yang sedari tadi membaca buku.
“Oh, apa pinggangmu yang cedera sudah baikan?”
“Tidak, masih sama. Tapi aku diperbolehkan tidak ikut pelajaran olahraga gara-gara itu.”
Setelah menjawabnya, kali ini Yuigahama menegakkan kepalanya.
“Judo, itu ya? Kurasa itu sangat mengesankan darimu, memegang janji dan semacam itu.”
“Tidak juga. Aku hanya beruntung waktu itu.”
Pada hari itu, setelah pertandingan berakhir, sambil menggosok-gosok pinggangku yang sakit sehabis membanting senpai, aku memaksanya untuk membuat janji sebagai orang yang kalah dalam pertarungan.
Janjinya yaitu tidak akan ikut campur lagi dalam klub judo SMA Sobu.
Sebenarnya, dengan pinggang seperti ini aku bisa meraih apapun yang kuinginkan, tapi itu tidak akan memberikan sesuatu yang bagus untukku. Itu sangat menyakitkanku sehingga aku terus mengeluh sepanjang malam, “Aduh pinggangku, pinggangku sakit, ow, sakit, sakit sekali”.
“Well, kau harusnya bersyukur karena situasinya tidak bertambah buruk. Kau harusnya berterimakasih ke Shiroyama-kun.”
“Benar, benar. Si senpai itu terlihat ingin membunuhmu dari caranya menatapmu, Hikki.”
Keduanya mengatakan itu dan aku memikirkan sesuatu.
“Hmm, Shiroyama, huh?”
Setelah kejadian itu, aku belum pernah bicara lagi ke Kentang-yama atau Shiroyama.
Itu adalah janji yang kupaksakan ke senpai, tapi, kami hanya menunjukkan kepedulian kami saja. Bagiku melakukan sesuatu dimana aku harusnya tidak melakukannya, ini bisa disebut sebuah insiden. Mau bagaimana lagi? Aku pasti merasa tidak enak karena membuatnya berperan seperti itu. Karena berakhir dengan seperti itu, aku setidaknya berusaha tidak membuat sebuah memori yang kelam dengan tidak berhubungan lagi dengannya. Itu adalah satu-satunya kebaikan yang bisa kutawarkan.
“Jadi, bagaimana situasi klub judo setelah itu?”
Tentunya, setelah aku mendapat perintah dari Geass untuk tidak melibatkan diriku lagi, mustahil aku bisa tahu situasinya.
Ketika kutanya, Yuigahama, seperti yang kauduga, dia tahu sesuatu karena koneksinya. Dia sepertinya mengirim seseorang SMS untuk menanyakan situasi setelah insiden itu.
“Umm, tidak ada anggota baru yang bergabung, tapi tampaknya anggota-anggota lama yang mengatakan berhenti mulai kembali ke klub.”
“Hooh.”
Well, kalau pertunjukan seperti itu dirasa cukup untuk menggaet member baru, maka klub harusnya tidak punya masalah sejak awal. Juga ada faktor dimana orang yang berpartisipasi adalah Hayama, Zaimokuza, dan Yukinoshita. Selain itu, tidak ada yang bisa dikagumi dari organisasi yang bernama klub judo.
“Tidak semuanya kembali, tapi bagi mereka yang kembali, tampaknya alasan utama mereka kembali karena si senpai sudah tidak kesana lagi.”
Yukinoshita menambahkan itu sambil membuka halaman bukunya.
“Ah, benar. Tapi itu mengejutkan, huh? Kamu yang memenangkan pertandingannya, aku awalnya berharap kau akan berteriak kencang ‘Akulah yang terkuat! Yeaaaaaaah!’.”
“Mustahil aku akan melakukannya.”
Gestur Yuigahama dan gerakan tangannya sangat bodoh sehingga aku membalasnya dengan nada yang mengganggu. Ketika aku melakukannya, Yukinoshita yang menganggap kata-kataku tadi janggal, menaruh penanda halaman di bukunya dan menutupnya.
“Kurasa tidak begitu, tapi bisa jadi dia kebingungan karena tidak menduga akhirnya akan menjadi seperti itu?”
“Tidak, aku sejak awal memang serius hendak mengalahkannya, tahu tidak...”
Faktanya, aku berpikir “ah, aku ternyata menang” di akhir pertandingan.
“...Sa-sangat menyedihkan.”
Nona Yuigahama, kau ini terlalu jujur, oke?
“Begitu kah...Yang kulihat adalah kau berusaha memprovokasinya. Aku cukup yakin kalau kau tidak keberatan membiarkannya menang dan melanjutkannya dengan provokasi lainnya.”
Jadi bagi nona Yukinoshita, dia tampaknya berpikir dengan keras mengenai itu. Tapi cara berpikirnya itu bisa kupahami.
“Well, sebenarnya tidak masalah, apa aku akan menang ataupun kalah. Hanya saja jika aku menang itu berarti si senpai besar kemungkinan tidak akan datang lagi ke sekolah.”
“Apa maksudmu?”
Alis Yuigahama membentuk huruf ‘V’, menggerutu sambil berpikir. Tapi dia tidak mampu menyimpulkannya.
“Tidak ada. ‘Tidak ada tempat untukmu disini!’. Asal itu tersampaikan kepadanya, maka itu sudah cukup bagus.”
Ketika kukatakan itu, alis Yuigahama terlihat semakin menyatu. Tampaknya dia masih belum paham maksudnya.
Tapi Yukinoshita tersenyum mendengarnya.
“...Begitu ya.”
Ketika dia mengatakan kedua kata itu seperti paham maksudku, dia melanjutkan kegiatan membacanya. Sikapnya seperti itu mengganggu Yuigahama yang mulai menggoyang-goyangkan tubuh Yukinoshita.
“Eh, apa itu? Apa itu maksudnya?”
Merasa digoyang-goyang, Yukinoshita terlihat sangat terganggu oleh itu, tapi dia terus membaca tanpa mempedulikannya. Keduanya melakukan adegan antik itu lagi seperti tidak akan selesai dalam waktu dekat.
Akupun meniru Yukinoshita dan mengambil sebuah buku, membuka halaman dimana ada penanda halamannya.
Meskipun aku membaca kata-kata dalam buku itu, isinya tidak masuk sama sekali dalam kepalaku, jadi aku putuskan untuk menutup kembali buku itu.
Bagi si senpai, sekolah ini merupakan “tempat dimana aku ingin pulang”. Sangat nostalgia, nyaman, dan menyenangkan. Sampai di suatu titik dimana dia rasa ingin mengungsi kesana tanpa dia sadari.
Meski begitu, fakta kalau kau sedang kabur akan semakin menyudutkanmu. Oleh karena itu, membuatmu semakin ingin kabur lebih jauh, untuk membuang semua stressmu. Itu adalah sebuah loop tanpa batas dari pelariannya.
Tapi ketika kau bercermin, selama kau berpikir kalau komunitas sosial dan Tuhan tidak sedang memperhatikanmu, maka kau tidak akan pernah melihat kebenarannya.
Dan pada akhirnya, yang kau hadapi adalah stress yang sudah bertumpuk sejak awal.
Apa dia memilih terus melarikan diri ataukah dia kembali ke klub kampusnya dan menghadapinya? Apa keputusan yang diambil si senpai?
Well, kurasa itu tidak masalah. Suara senpai di akhir pertandingan masih menggema di telingaku.
Aku melihat pemandangan di luar jendela.
Di kejauhan, terdapat formasi awan yang sedang bergerak. Teriakan-teriakan dari klub olahraga yang sedang berlatih, bercampur dengan suara brass band yang bermain di ruangan sebelah.
Itu membuatku berpikir tentang suatu hari nanti.
Apakah akan ada hari dimana aku mampu untuk membuat tempat semacam itu?
Sebuah tempat dimana aku akan menganggap itu adalah tempat dimana aku ingin pulang...
Itulah yang benar-benar terpikirkan di kepalaku saat ini.
- Volume 7.5 Side B | END -
- Hachiman menyukai hal-hal yang berbau tsundere, termasuk gadis tsundere.
- Hachiman jelas-jelas masih mengidap sindrom kelas delapan.
- Jika di volume 9 chapter 1, Hachiman sengaja melirik ke arah paha Miura, maka kali ini Hachiman sengaja melirik ke arah paha Yui. Jadi kita mendapatkan jawaban dari pertanyaan Yui soal mengapa Hachiman sering melirik ke arah grup mereka. Hachiman sama seperti laki-laki pada umumnya, paha gadis terlihat seperti...
- Yui jelas pernah ikut kegiatan In-Col itu. Memang masuk akal monolog Hachiman. Kegiatan fun-fun yang diadakan klub mahasiswa tapi ada siswi SMA ikut serta. Kesimpulannya, prianya brengsek-brengsek dan para gadisnya wanita jalang.
- Jika melihat Yui ketika kelas 1 berada dalam grup Sagami (vol 6 chapter 3), maka kegiatan nomor 4 menjadi masuk akal.
- Beberapa kali Watari menyerempet masalah Yui pergi-kembali ke klub gara-gara masalah kecelakaan dulu. Dan kode terakhir dikatakan Hachiman di akhir artikel ini. Shiroyama tidak melihat senpainya itu secara individu, tetapi melihat senpai sebagai senior di klubnya. Apa yang Watari berusaha katakan? Yui tidak pernah melihat Hachiman sebagai sebuah individu, Hikigaya Hachiman. Yui hanya melihat Hachiman sebagai pria baik yang menolong anjingnya.
- Mungkin karena itulah, Yui sering kesulitan untuk bisa memahami maksud Hachiman, Yui tidak pernah benar-benar belajar bagaimana Hachiman yang sebenarnya, bahkan dalam sebuah percakapan yang tidak melibatkan kemampuan berpikir dan pengetahuan tinggi sekalipun.
- Ini juga menjelaskan mengapa Yukino bisa memahami maksud Hachiman dimana Yui tidak. Yukino melihat Hachiman sebagai individu, Hikigaya Hachiman yang begini dan begitu. Hal ini terlihat jelas di akhir artikel ini, dimana yang dibahas tidak ada hubungannya dengan pengetahuan ataupun intelegensi. Yui tidak paham maksud Hachiman, sedang Yukino paham maksudnya.
- Tobe jelas ingin ikut turnamen judo karena ingin membuat Ebina terkesan. Volume 4 chapter 5, Tobe menyukai Ebina. Hayama yang menjadi teman Tobe sejak SMP, jelas akan membantu Tobe.
- Sedikit tricky, Yui hanya mengatakan bahwa nama gadis itu Iroha-chan. Iroha-chan adalah manajer klub sepakbola. Tapi darimana Hachiman tahu nama lengkapnya Isshiki Iroha? Sederhana, lapangan latihan klub sepakbola terlihat dari jendela klub relawan. Si manajer manis itu pasti terlihat oleh Hachiman. Karena Hachiman seorang stalker, Hachiman mencari tahu namanya, dan didapatlah Isshiki Iroha.
- Tugas Hachiman adalah bertarung dengan senpai di pertandingan terakhir, tapi mengapa dia bersikeras maju di pertandingan kedua? Sederhana, karena duo kepala kentang tersebut merencanakan sesuatu yang mesum terhadap Yukino. Hachiman sebagai mantan stalker mesum (meskipun sekarang masih beroperasi), bisa membaca itu sehingga kehilangan akal sehatnya dan hendak menghajar para kepala kentang tersebut.
- Yukino lagi-lagi bisa membaca isi kepala Hachiman dan meyakinkannya untuk tetap ke rencana semula. Ini sedikit tricky, karena Hachiman sebenarnya tahu kalau Yukino pasti bisa menghajar mereka. Mengapa Hachiman bersikeras maju di pertandingan kedua? Lompat ke vol 9 chapter 5 nasihat sensei : Karena orang itu sangat berarti bagimu sehingga kau tidak ingin melihatnya terluka.
- Saya harap si senpai tidak kenapa-kenapa setelah menyentuh cairan dari Zaimokuza...
- Sayangnya, tindakan Hachiman yang membuat senpai berjanji agar tidak datang lagi ke klub hanya bisa dibaca oleh Yukino. Rencana klub relawan hanyalah menyadarkan si senpai kalau tindakannya hanya kabur dari kenyataan.
- Chapter ini adalah chapter yang sangat bagus untuk membandingkan apa yang Yui dan Yukino lihat dari seorang Hachiman. Berkali-kali Yui tidak bisa membaca maksud Hachiman sedang Yukino bisa membacanya dengan baik. Mengapa perbedaannya sangat jauh? Apakah ini berkaitan dengan intelejensi? Tentu tidak. Jawabannya adalah, bagaimana kedua gadis ini melihat Hachiman.
- Yui selalu melihat Hachiman sebagai pria baik penyelamat anjingnya. Bahkan sampai vol 11 chapter 9 Yui bersikeras menegaskan kalau pria yang disukai Yui di volume 1 adalah Hachiman. Artinya cinta karena Hachiman adalah pria baik penyelamat anjingnya. Sama seperti kasus Hachiman dengan Kaori, Hachiman melihat Kaori sebagai gadis baik yang selalu menganggapnya.
- Yukino melihat Hachiman sebagai Hikigaya Hachiman. Oleh karena itu Yukino dengan mudah bisa membaca sikap Hachiman.
- Di chapter ini Hachiman mengintip paha dan dada Yui. Di volume 9 Hachiman mengintip paha dan celana dalam Miura. Tapi mengapa Hachiman langsung sigap ketika tahu kentang bersaudara berbisik-bisik mesum soal Yukino? Saya serahkan kepada anda untuk menanggapinya.
- Mampu membuat tempat untuk pulang, karena kita berbicara karya Watari, maka ini pasti tidak mengacu ke tempat dalam arti real. Bisa seseorang yang selalu ada di pikiran Hachiman dan membuat Hachiman nyaman ketika bersamanya.
- Masih nomor 19, jika mengacu ke mampu membuat, artinya Hachiman akan menjadi orang yang lebih dulu mengajak. Karena timeline berada di bulan Juni, maka kita coba geser ke depan dan cari momen dimana Hachiman punya inisiatif untuk mengajak seseorang yang berarti baginya untuk sebuah komitmen dimana komitmen tersebut bisa membuat Hachiman memiliki tempat untuk pulang. Ada dua momen setelah Juni dimana Hachiman yang bergerak. Pertama bulan Oktober dimana Hachiman mengajak Yukino berteman (Vol6). Kedua adalah bulan Januari dimana Hachiman bertanya tentang masa depan Yukino setelah lulus SMA nanti (Vol10).
Permisi. Maaf mengganggu. Saya mau bertanya, adegan perayaan ultah yui di restoran itu vol dan chapter berapa? Terimakasih.
BalasHapusvol 7.5 special
HapusGimana ya... saya penasaran ekspresi Ebina ketika melihat Hayama mengajak Hachiman masuk ke grup untuk bertanding Judo 😂
BalasHapusWih meninggalkan jejak
BalasHapuswah... chapter yg intens sekali tapi sayangnya di anime tidak di masukan.... udah kebayang adeganya kalo ada di anime pasti keren sekali
BalasHapusmungkin kalo di anime saat hachiman berbicara sambil berusaha menjatuhkan senpai judo musik dimulai hachiman terus melakukan monolognya terus cut to cut ke ekspresi hachiman,lawanya lalu penonton,setelah hachiman menyelesaikan monolognya dan hampir menjatuhkan lawanya hachimna berkata sambil close up ke muka hachiman"kau ini sebenarnya tidak kembali ke sini,tapi kau hanya "terus cut ke muka si senpai judo "kabur ke sini" dan memperlihatkan ekspersi si senpai judo terus dia berkata"diamlah,aku tau"
dan saat itu juga hachiman berhasil membanting lawanya di barengi dengan suara musik yg berhenti dan bendera di naikan lalu terdengar suara penonton bersorak wasit berkata Poin! lalu adegan close up ke muka hachiman yg kelelahan tengan nafas yang terengah-engah,lalu fokus berganti ke ekspresi kagum yui dan yukino ya kalian bisa bayangkan ekspresi mereka berdua yui yang tersenyum lebar sambil menyodongkan badanya sedikit kedepan dan yukino yang tersenyum halus.