x x x
Aku tidak tahu bagaimana gaya hidup dari Hayama
Hayato, tapi aku bisa memastikan satu hal. Apa yang Isshiki Iroha khawatirkan
menjadi kenyataan. Dia mengatakan kalau gosip itu bisa mengubah lingkungan di
sekitar Hayama, dan tampaknya itu benar adanya. Semua orang seperti
menggosipkan hal tersebut baik di kelas ataupun di lorong, seperti tidak ada
habisnya. Hayama dan Yukinoshita menjadi obrolan utamanya, seperti artis utama
pertunjukan ini. Mereka boleh bangga kalau soal itu. Aku juga menyadari meski
masuk jam istirahat, teman-teman sekelasku masih saja melirik ke arah Hayama
dan Miura, bahkan Yuigahama yang ada di dekat mereka tidak sekalipun mereka
lirik. Saat ini, aku sedang menguping pembicaraan para gadis di belakang tempat
dudukku.
“Kira-kira
itu benar tidak ya?”
“Aku
penasaran juga. Mungkin memang benar kalau mereka pacaran.”
“Aku pernah
tanya ke gadis kelas E, katanya gosip itu tidak benar.”
“Yeah,
sebenarnya dia hanya tidak enak ikut menggosipkan mereka. Ya dia cuma ingin
bersikap baik saja.”
Mereka tidak
mengatakan sesuatu yang konkrit, menyebutkan nama Hayama atau gadis yang
digosipkan, tapi itu terdengar jelas bagiku. Gosip seperti ini tidak ada
habisnya, belum lagi banyaknya penggemar dan tukang stalker dari orang yang
digosipkan. Tapi mereka memang memberi bumbu dalam gosip ini. Oleh karena itu,
gosip ini sangat menyenangkan untuk dibicarakan. Gadis yang berusia 17 tahun
sangat suka mengobrol, bahkan bisa dibilang maniak, juga berbicara tentang
artis-artis yang mereka suka. Para gadis yang entah siapa namanya itu kemudian
melanjutkan obrolannya.
“Huh. Aku
tidak pernah menduga kalau ternyata si Yukinoshita itu doyan cowok cakep.”
“Pastinya
begitu. Maksudku, mereka kan tidak
begitu kenal baik, jadi yang bisa dinilai ya cuma wajah gantengnya saja, benar
tidak?”
“Tapi kalau
begitu, bukankah itu berarti Hayama-kun juga doyannya cewek cakep saja?”
“Bukannya
dia memang begitu?”
Para gadis
itu kemudian tertawa. Mereka membicarakannya dengan bisik-bisik, sehingga grup
Hayama dan Miura tidak mendengarkannya.
Jujur saja, aku benci ini. Seperti ada
sesuatu sedang menggerayangi tubuhku.
Ini tidak
seperti mendengarkan sesuatu yang kurang menyenangkan, ini seperti mendengarkan
suara gangguan serangga atau detik jarum jam di tengah malam. Tidak ada yang
bisa kau lakukan kecuali menggigit lidahmu sendiri. Bahkan diriku, yang tidak punya hubungan apapun dengan yang
digosipkan, tersinggung juga. Mungkin ini yang dirasakan orang-orang yang
menjadi korban gosip. Obrolan-obrolan sampah yang disebarluaskan, seperti
sebuah candaan yang buruk, semuanya hanya berdasarkan opini, asumsi, dan
fantasi yang dicampur dengan iri hati. Beberapa dari mereka memang tidak ada
niatan jahat. Kalau kau mencoba memarahi mereka, mereka akan mengatakan
kepadamu kalau kau tidak perlu menanggapinya dengan serius.
Aku tahu ini
karena aku bisa membayangkan hal-hal tersebut. Aku sadar akan hal ini karena
aku kenal gadis yang digosipkan itu. Selama ini, Hayama Hayato dan Yukinoshita
Yukino telah hidup di dunia dimana mereka menerima banyak sekali perhatian dan
ekspektasi dari sekitarnya, dan juga menjadi target iri hati dan kekecewaan
mereka yang disekitarnya. Institusi yang dibuat untuk mengawasi para remaja
yang disebut sekolah sebenarnya adalah penjara. Siswa-siswa yang populer
didorong menuju tempat yang bisa disinari cahaya lampu sorot, sedang yang lain
hanya bisa menontonnya tanpa sedikitpun merasa terpaksa, dari posisi yang
memang berniat baik sampai penasaran. Dan kadangkala, kerumunan massa itu
menghukum mereka. Ini seperti eksperimen penjara Stanford yang tiada habisnya.
Tidak ada satupun orang yang diminta untuk ikut campur, tapi akan tetap ada
yang ikut campur karena merasa itu kewajibannya. Dan di tengah-tengah keramaian
ini, selama ini, ada Yuigahama Yui.
Para sipir
penjara di belakangku ini masih saja mengobrol. Tapi kemudian terdengar suara,
suara sesuatu yang menghantam meja. Suasana kemudian menjadi diam. Akupun
melihat ke arah suara tersebut. Ternyata Miura: Dia menyilangkan kakinya dan
menghentak mejanya dengan kukunya. Wajahnya melihat ke arah Yuigahama, tapi
tatapannya diarahkan ke arahku.
Tampilannya memang sangat kuat kalau kau lihat dari ekspresi wajahnya,
tapi wajah menakutkannya terlihat lebih mengerikan jika kau lihat dari samping.
Tiga kali lebih menakutkan dari biasanya. Bukan diriku yang sedang dia lihat,
meski begitu aku tetap memalingkan pandanganku. Hayama, yang duduk di
seberangnya, hanya bisa tersenyum kecut. Mereka berdua mungkin tidak mendengar
pembicaraan para sipir di belakangku, tapi suasana di kelas ini sudah
mengatakan semuanya. Kau bisa merasakan apa yang terjadi tanpa perlu
mendengarkan atau melakukan apapun. Miura juga menggunakan metode komunikasi
yang sama untuk memberitahu mereka kalau dia tidak senang sama sekali. Para
gadis di belakangku tampaknya merasa tidak nyaman untuk tetap tinggal di kelas,
jadi mereka berdiri dari kursinya dan berjalan melewatiku untuk keluar dari
kelas. Memindahkan markas panitia festival gosip ke toilet, mungkin.
“Sial, tadi
menakutkan sekali! Apa dia mendengar obrolan kita?”
“Entahlah.
Kira-kira apa yang ada di pikirannya saat ini? Dia kan teman dari Yuigahama-san.”
“Yeah, aku
hanya tidak ingin melihat ini menjadi medan pertempuran.”
“Kamu
sendiri mengatakan itu sambil senyum-senyum. Keren sekali.”
Aku tetap
berbaring di mejaku, pura-pura tidak mendengar obrolan mereka. Kalau tidak, aku
bisa ditatap Miura lagi. Goresan yang berada di permukaan yang mulus tidak akan
hilang dengan mudah. Dan sekali lagi, ada juga teori Butterfly Effect. Dan
akupun mencoba bertahan menghadapi situasi ini sambil mendengarkan suara
embusan angin dingin yang menabrak jendela.
x x x
Angin masih
bertiup dengan kencang, bahkan setelah jam pelajaran berakhir. Angin tersebut
berasal dari dataran Kanto. Angin yang lembab dan berasal dari laut tertahan
oleh pegunungan di daerah Ou, jadi yang kita dapatkan disini adalah angin yang
kering. Dan angin kering ini mengetuk-ngetuk jendela ruangan dari luar sana.
Tapi di dalamnya, terasa hangat dan lembab. Dan sumber utamanya berasal dari
uap panas dari poci teh.
“Lu ngapain disini lagi?” tanyaku ke
Isshiki, yang sedang memegangi gelas kertas dengan kedua tangannya.
Mendengarkan pertanyaanku, dia menaruh gelas tersebut di meja. Lalu Isshiki
membetulkan kerahnya, merapikan rok dan rambutnya.
“Ada yang
ingin kubicarakan denganmu hari ini,” dia mengatakan itu dengan nada serius.
Tapi karena aktivitasnya ‘membetulkan kerah’, aku bisa melihat tulang
selangkanya. Caranya merapikan roknya membuat beberapa poin dimana harusnya
tidak dilirik pada akhirnya harus dilirik. Dan tampilan wajahnya itu
mengesankan seorang gadis yang lugu. Jadi tidak, tampaknya dia tidak akan
mengatakan sesuatu yang serius. Dia berhasil mencuri perhatianku, tapi mentalku
tetap kuat, jadi aku bisa memalingkan pandanganku dari Isshiki sambil menahan
perasaan itu di dadaku.
“Aku tidak
berminat membantu kegiatan OSIS lagi.”
“Begitu
ya...” kata Isshiki, seperti kecewa.
Tiba-tiba
Yukinoshita yang melihat sikap kami berdua ini pura-pura batuk.
“Kau tidak
berencana hendak meminta bantuan kita untuk pekerjaan OSIS, benar tidak?” tanya
Yukinoshita sambil tersenyum. Tapi aku
merasakan tekanan luar biasa dalam senyumnya itu. Kata-katanya sederhana tapi aku merasa kalau bulu kudukku ini berdiri. Isshiki
kemudian membetulkan kata-katanya tadi.
“Tentu, tadi
itu hanya becanda saja! Aku ini sudah benar-benar bekerja!”
“Jadi apa
keperluanmu kesini?” tanya Yukinoshita yang tampak lelah dengan sikap Isshiki
ini.
Dia lalu
menaruh tangannya di dagu dan mulai berbicara, seperti mengutarakan apa yang
dipikirkannya.
“Belakangan
ini banyak sekali gadis yang mendekati Hayama-senpai.”
“Apa maksudmu
dengan ‘mendekati’?”
“Well,
sederhananya, menembak dia. Atau bisa jadi hanya sekedar unjuk gigi atau
memastikan sesuatu,” Isshiki menjawab pertanyaan Yuigahama tadi dengan datar.
“Apa
maksudmu dengan ‘memastikan sesuatu’?” tanya Yukinoshita.
“Juga
bagaimana maksudmu dengan ‘unjuk gigi’?” tambah Yuigahama.
Mereka
berdua menatap Isshiki dengan penuh tanda tanya. Setelah pura-pura batuk,
Isshiki memindahkan kursinya dan menghadap ke arahku. Dia menarik napas
sebentar dan melihat ke arahku, matanya seperti berbinar-binar.
“Senpai...apa
kamu...punya pacar?” dia menanyakan itu dengan gugup dan wajah yang memerah.
Isshiki
secara tidak terduga menggunakan tangan putih kecilnya itu untuk melepas pita
seragamnya. Karena itu aku bisa melihat gerakan-gerakan di balik blusnya.
Matanya yang lembab berkedip-kedip kepadaku. Karena adegan yang tidak terduga
ini, jantungku berdetak kencang; aku bahkan menelan beberapa udara untuk
menenangkan diriku.
“Ti-tidak...”
aku menjawabnya dengan konyol.
Suasana di
ruangan klub ini begitu sunyi. Aku terdiam; begitu pula Yukinoshita dan
Yuigahama. Dalam kesunyian ini Isshiki akhirnya tersenyum.
“Ya sejenis
itu.”
“Lalu apa
bedanya? Hei, Hikki?”
Well...Aku
tidak bisa mengatakan itu. Yeah...Ayolah, apa aku becanda! Dia melakukannya
dengan sempurna! Bravo, Isshiki!
“Hikki?...”
Yuigahama memanggilku dan akupun menoleh ke arahnya.
“Dan kenapa
kau hanya diam saja?” Yukinoshita bertanya kepadaku dengan senyum yang lebar.
Hentikan
itu, senyummu itu menakutkanku...
“Well, umm...Aku
memahami situasi Hayama, ahem, yeah, betul-betul paham.”
Jadi para
gadis memastikan apakah gosip itu benar atau tidak, dan jika mereka beruntung,
mereka bisa menembaknya. Kalau tidak, setidaknya mereka bisa lebih dekat dengan
Hayama. Entah mengapa mengingatkanku dengan bonus disk permainan simulasi
dimana ada rute karakter baru. Mungkin tidak ada yang lain lagi.
Ngomong-ngomong, ini juga salah satu konsekuensi dari adanya gosip sialan ini.
“Jadi apa
yang ingin kau bicarakan?” tanyaku.
“Aku ingin
selangkah di depan dalam kompetisi ini.”
“Hmm...” aku
menggumamkan itu, kekaguman dan keterkejutanku meningkat 1.5x dari biasanya.
Dia cukup
keras kepala karena tidak menyerah sampai saat ini, gadis ini.
“Situasi ini
adalah peluang bagus untukku. Biasanya semua orang hanya ingin menembaknya dan
itu saja, benar tidak? Lagipula, Hayama-senpai mungkin lelah dengan semua
pernyataan perasaan dari para gadis itu. Jadi aku ingin terlihat beda dari
mereka dan akan menjadi keju di jebakan tiku...err, maksudku musik bagi
telinga.”
Nah, lu udah telat untuk mengkoreksi!
Musik bagi telinga? Apa bagimu musik itu untuk telinga? Well, Isshiki memang
punya semua hal-hal yang menarik dalam diri seorang gadis, tapi...Itu bukanlah
masalahnya. Aku tidak peduli ada apa dengannya dan Hayama, jadi aku tidak
merasa terganggu mendengarkannya. Akupun meyakinkan diriku dengan yang lain.
Hmm, tampaknya mereka sedang memasang wajah yang serius.
“Keju...”
“Jebakan
tikus...”
Setelah
meniru kata-katanya, Yukinoshita dan Yuigahama melihat ke arah Isshiki dengan
ekspresi yang serius. Mereka memang terlihat terlalu serius. Akupun merasa
kedinginan melihat sikap mereka. Udara disini sangat berbahaya, aku
merasakannya. Tapi Isshiki tidak mempedulikan ekspresi mereka...dia sedang
melihat ke arah jendela. Mungkin dia sedang melihat para member klub sepakbola
sedang latihan di lapangan.
“Jadi
kupikir kalau kami berdua bisa pergi entah kemana, yang menenangkan dan
sejenisnya.”
Satu sisi
dari wajah Isshiki tersinari matahari senja. Ekspresinya terlihat sedikit
mengkhawatirkan, tapi terlihat lembut. Dia mengatakan itu dengan nada yang
biasanya, seolah sedang becanda, tapi meski begitu, terlihat kalau dia
benar-benar peduli kepada Hayama. Taktik yang bagus, serius ini. Kupikir pria
manapun jantungnya akan berdetak kencang jika kau menunjukkan sisi lainmu yang
seperti ini kepada mereka.
“Kurasa itu
bukan ide yang buruk,” kataku sambil tersenyum; wajah Isshiku terlihat senang.
“Yeah! Hanya
saja aku tidak tahu harus pergi kemana.”
“Kupikir kau
lebih tahu soal ini.”
Kalau kau
hendak bertanya, maka kau bertanya ke orang yang salah, kuberitahu saja.
Yuigahama mungkin punya kesempatan untuk bertanya-tanya soal info tersebut ke
teman-temannya, tapi Yukinoshita dan diriku tidak punya ide tempat apa yang
bisa untuk jalan-jalan dan menenangkan. Setelah mendengarkanku, Isshiki tampak
menggerutu.
“Aku sudah
mencoba semua yang kutahu. Oleh karena itu aku membutuhkan ide yang baru.”
“Oh.”
Kau bergerak
dengan cepat sekali! Mungkin kau memang benar-benar member dari TOKIO. Aku
benar-benar terkejut. Yuigahama menaruh tangannya di dagu dan memiringkan
kepalanya.
“Jadi kau
ingin tahu tempat yang menenangkan dimana orang bisa melupakan semua masalah
mereka, seperti itu?”
“Sederhananya,
seperti itu,” Isshiki mengangguk. Yukinoshita akhirnya mengembuskan napasnya.
“Kalau
begitu, mengapa tidak?” dia mengatakan itu seperti kakaknya saja. Isshiki juga
tersenyum, karena Yukinoshita terlihat lebih terbuka di momen tersebut.
“Terima
kasih banyak! Kalau menurut Senpai, bagaimana?”
“Kau ini
bertanya ke orang yang salah.”
Aku tidak
punya satupun ide. Mungkin Disney Land bisa dijadikan pilihan, tapi kalau
dipikir-pikir orang yang pernah ditolak di lokasi itu tidak akan mau kembali
lagi kesana. Meski aku tidak begitu tahu Hayama, tapi dia akan pura-pura
menikmati kemanapun dia akan dibawa pergi. Bagaimana rasanya...aku tidak tahu.
Ketika aku sedang memikirkan itu, Yuigahama berpindah ke sebelahku bersama
kursinya.
“Hikki, kau
punya ide? Hanya sebagai referensi saja...”
“Aku bukan
Hayama,” kataku. Lalu Yukinoshita tersenyum.
“Memang.
Berbeda seperti siang dan malam.”
“Ya seperti
katanya.”
“Yeah.”
Meskipun
Yukinoshita sedang menertawakanku, aku tidak marah sedikitpun, karena itu
fakta. Kupikir fitur-fitur dalam tampilanku ini lumayan, tapi tidak bisa
dibandingkan dengan Hayama. Mungkin dasar perbedaannya adalah ‘si gorengan
kecil’ itu terus berpikir kalau dirinya itu populer. Sebenarnya tidak begitu,
aku memang gorengan kecil, jangan bayangkan yang lebih kecil lagi...Tapi para
gadis juga menyukai pria yang seperti itu! Karena itulah aku harus berpikir
positif!
Yukinoshita
pura-pura batuk, dan memalingkan wajahnya dariku.
“Tapi kalau
kebalikannya, pendapatmu harusnya ada hubungannya. Kalau kita ambil yang
berlawanan dengan pendapatmu, mungkin kita bisa mendapatkan sesuatu yang
berguna.”
“Itu tidak
jelas sama sekali.”
Logika yang
aneh. Mengingatkanku tentang Papa Bakabon. Aku ingin berdebat lebih jauh, tapi
Yukinoshita dan Yuigahama sedang melihat ke arahku. Jangan menatapku dengan serius, atau aku akan mengatakan hal-hal yang
aneh...
“Aku akan memikirkannya
dahulu,” aku mengatakan itu agar mereka berhenti menatapku.
Aku
mendengarkan desahan kesal, seperti campuran antara puas dan kecewa.
“Kalau
begitu, tolong pikirkan dahulu dengan baik,” Isshiki mengatakan itu dengan
senyum gembira.
Enak sekali mengatakan itu! Aku sendiri saja
jarang memikirkan tentang diriku, apalagi memikirkanmu? Aku ingin
menanyakan ini. Tapi, biar kupikirkan dulu.
Ngomong-ngomong, sikap Isshiki ke Hayama juga berubah karena gosip itu.
Lingkungan di sekitar Hayama juga berubah. Well, bagaimana dengan pihak yang
terlibat? Yuigahama sekelas denganku, jadi setidaknya aku sedikit paham tentang
dirinya. Kebetulan juga dia paham betul Miura dan Ebina-san, jadi kurasa tidak
masalah. Tapi bagaimana dengan orang yang lain? Aku tidak tahu.
“Ngomong-ngomong,
Yukinoshita, apa ada yang berubah gara-gara gosip itu?”
“Aku? Well,
orang-orang jarang mendekatiku ketika di kelas, jadi...”
Benar juga,
kelas 2J dimana Yukinoshita berada adalah kelas Budaya Internasional yang
berlokasi di ujung lorong, dengan populasi 90% gadis. Jadi suasana kelasnya
berbeda, dan kebanyakan siswa tidak mau mengganggunya. Mungkin karena itulah
Yukinoshita merasakan situasi yang lebih baik daripada Hayama. Meski, kupikir
itu tidak cukup kuat untuk melindunginya dari gosip itu. Yukinoshita lalu
mengambil napas yang cukup panjang.
“Diantara
mereka memang membicarakan diriku di belakang, tapi itulah yang terjadi selama
ini. Jadi, aku tidak bisa mengatakan kalau ada yang berubah di kelasku.”
“Ah, aku
paham betul itu! Orang-orang memang sering mengobrolkan mereka yang berprestasi!”
Tidak,
Isshiki, sebenarnya bukan itu...Yukinoshita mengangguk dan menggumam.
“Hanya saja
gosip kali ini tidak sejahat sebelumnya.”
Kata-kata
“sebelumnya” itu terus mengusikku. Masa lalunya yang tidak kuketahui. Atau,
masa lalu dirinya yang tidak pernah dia bicarakan. Masa lalu yang
membelenggunya. Tapi, apakah aku ini
berhak untuk bertanya kepadanya soal itu? Aku ini, hanyalah pengamat,
kurasa aku tidak bisa melakukannya. Apakah
aku berhak bertanya kepadanya tentang sesuatu yang dia tidak mau bicarakan?
Hatiku terus mendorongku untuk menanyakan itu kepadanya tapi tiba-tiba ada
seseorang yang mengetuk pintu klub dua sampai tiga kali. Semua orang
melihat ke arah pintu tersebut dan momen
untuk menanyakan itu sudah hilang. Pintu lalu terbuka tanpa seijin tuan
rumah.
“Kau ada
waktu?” tanya gadis itu, suaranya terkesan marah dan terganggu.
Si gadis
tersebut melihat ke dalam ruangan, dan rambut emasnya itu melambai dengan
gerakan yang aneh. Gadis itu adalah Miura Yumiko yang berdiri di depan pintu.
“Yumiko? Ada
apa?” tanya Yuigahama.
“Aku ingin
membicarakan sesuatu.”
“Oh. Ayo
masuk,” jawab Yuigahama.
Miura
mengangguk dan masuk ke ruangan ini tanpa menatap ke Isshiki dengan curiga.
“Aduh, aku kelupaan kalau ada kerjaan di sekretariat OSIS, aku pergi
dulu ya,” Isshiki langsung pamit dan pergi.
“Bye-bye!”
dia mengatakan itu dan menutup pintunya.
Yuigahama
melihat ke arahnya, lalu menawarkan kursi kepada Miura. Dia lalu duduk di
seberang meja.
“Jadi, kau
ingin membicarakan apa?”
“Yeah...well...itu...apa
ya?...” Miura mengatakan kata demi kata dengan hati-hati, seperti sulit untuk
mengucapkannya.
Lalu dia
mengembuskan napasnya dan melihat lurus ke Yukinoshita dengan tatapan yang tajam,
tanpa menunjukkan sedikitpun ekspresi yang ramah. Setelah itu, dia bertanya
tentang sesuatu.
“Apa ada
sesuatu antara dirimu dan Hayato?”
Kalau
melihat nada dan ekspresinya, dia kesini hendak membicarakan gosip itu. Gosip
kurang ajar itu memang tidak menyebar sebatas kelasku saja...seluruh sekolah
sepertinya tahu. Kapan hari Isshiki datang kesini dengan pertanyaan serupa pada
hari pertama masuk sekolah setelah liburan, aku harusnya sadar kalau dia
bukanlah orang terakhir yang akan mencari tahu kebenaran gosip itu. Miura
adalah orang paling dekat dengan Hayama Hayato. Dan dia tidak akan membiarkan
gosip itu lewat begitu saja.
x Volume T | END x
Tidak ada komentar:
Posting Komentar