x x x
Hari yang cerah di musim dingin, sehari setelah
kedatangan Miura ke klub.
Aku berjalan
ke lapangan untuk pelajaran olahraga, dan langit terlihat sangat cerah. Kalau
melihat cuacanya, tampaknya malam ini akan menjadi malam yang sangat dingin.
Aku sangat berterimakasih dengan langit yang cerah ini karena sebentar lagi
akan berlatih untuk marathon. Meski begitu, aku mungkin akan bermalas-malasan
di rumah ketika malam tiba, jadi suhu yang dingin tidak akan begitu berpengaruh
kepadaku.
Siswa-siswa
dari beberapa kelas keluar ke lapangan sekolah. Seperti rutinitas biasa dalam
pelajaran olahraga, latihan marathon ini dibagi menjadi grup anak laki-laki dan
perempuan. Yang harus kami lakukan hanyalah berlari, meski lintasan antara anak
laki-laki dan perempuan dipisah.
Kami
berkumpul di lapangan dan aku melihat Miura berada di gerombolan grup para
gadis.
Sejak pagi
ini, Miura tampaknya berusaha untuk tidak melihat ke arahku. Entah ketika kelas
ataupun istirahat, dia selalu berusaha untuk tidak melihat ke arahku dengan
menopang pipinya menggunakan dagunya. Dan ketika jam istirahat, Yuigahama dan
Ebina-san akan ke sampingnya dan mengobrolkan berbagai hal.
Meski aku
merasa tidak enak karena melihatnya dari dekat, tapi kali ini dia tampak lebih
tenang dari kemarin, meski aku tidak tahu mengapa.
Melihat
gadis muda sepertinya menangis memang mengejutkanku. Sebenarnya, tidak juga.
Aku tahu kalau dia sangat lemah kalau ditekan...Lagipula, bukankah dia menangis
ketika Yukinoshita memenangkan debat dengannya waktu musim panas lalu?
Dia mungkin
terlihat lemah, tapi kupikir dia juga punya hati yang kuat.
Air mata
adalah senjata para gadis. Maksudku, bahkan perdana menteri yang rambutnya
mirip singa itu mengatakan air mata adalah senjata utama para gadis.
Kebanyakan
gadis juga akan luluh melihat hal itu. Tentunya, ada gadis yang mendapatkan
pengecualian soal itu juga.
Ketika aku
berbaris, aku mencoba melihat barisan terdepan.
Ada Hayama
Hayato disana.
Hayama
sedang mengobrol dengan Tobe dan yang lain, tidak sadar kalau aku melihat ke
arahnya.
Atau mungkin
dia sadar, tapi pura-pura tidak tahu, seperti yang biasa dia lakukan dengan
yang lain.
Ketika aku
berdiri dan memikirkan itu, guru olahraga kami, Pak Atsugi, tampak selesai
mengabsen para siswa.
“Oke. Kalian
lakukan pemanasan dulu secara berpasangan dengan siapapun yang kalian suka,”
kata Pak Atsugi dengan lantang.
Semua orang
mulai terlihat berpasangan dan mulai melakukan pemanasan.
Momen ini,
artinya orang yang tidak dikenal punya peluang untuk berkomunikasi dengan
Hayama. Jika aku hendak membicarakan rencana ini dengannya, aku harus mencari
cara untuk mendekatinya.
Kalau
begitu, saatnya untuk bergegas dan melakukan pemanasan dengan Hayama! Meski
begitu, aku mulai gugup kalau membayangkan melakukan pemanasan dengan
Hayama-kun! Jika Ebina-san melihat kita melakukan pemanasan bersama-sama, aku
akan merasa malu dengan gosip yang akan dia sebarkan setelah itu!
Meski begitu, jika Ebina-san melihat ‘pemanasan’
kita, menyebarkan gosip tentang Hayama dan diriku, mungkin, akan ada
kemungkinan kalau gosip yang lama akan hilang...
Meski begitu.
Setelah
mengatakan itu.
Mustahil
samurai sepertiku akan melakukan itu dan bertahan dengan gosip hubungan seperti
itu, Kaoru-dono...
Lagipula,
tidak ada yang akan menanggapi serius obrolan gay dari Ebina-san. Yang mereka
percayai dari cerita Ebina-san adalah ada dua pria sedang becanda ketika
melakukan pemanasan.
Atau
mungkin, gosipnya tidak dianggap karena aku terlihat seperti pria sampah,
rendahan, dan tidak jelas seperti kyorojuu?
Rencana ini
tampaknya tidak akan berjalan dengan baik.
Ketika aku
memikirkan masalah ini, tampaknya Hayama sudah berpasangan dengan Tobe. Meski
begitu, dari sudut pandang orang yang tidak mengenal Tobe, aku bisa melihat
Tobe yang bersamanya seperti seorang bajingan dan sampah masyarakat.
Well, siapa peduli dengan Tobe. Juga, mari
kita tidak memikirkan Hayama dulu untuk saat ini.
Sekarang,
mari pergi pemanasan dengan Totsuka. Akupun memasang ekspresi licik hingga
seseorang memanggil namaku.
“Hachimann!”
Tanpa
memikirkan apapun, aku membalikkan badanku. Dan, akupun melihatnya.
Sedang
berlari kecil ke arahku dan melambai-lambaikan tangannya, Zaimokuza. Kenapa dia
terlihat gembira sekali?
“Hachimaan,
ayo kita lakukan pemanasan bersama-sama!”
“Benar...Suaramu
itu seperti kita akan melakukan permainan baseball saja...Juga, aku ini sedang
berpasangan dengan orang lain, jadi...”
Kupikir
kata-kataku tadi akan diprotes Zaimokuza, tapi dia tidak mendengarkanku sama
sekali. Bahkan, dia mulai memberikan argumen.
“Tunggu
dulu. Pak Guru bilang kita harus berpasangan dengan siapapun yang kita suka,
tapi jangan anggap itu sebuah petunjuk kalau aku menyukaimu...Ja-jadi, jangan
salah paham, dengar tidak?”
“Sial, kau
jangan memasang ekspresi malu-malu dan memalingkan wajahmu seperti itu, barusan
itu menakutkan sekali...”
Akupun
memindahkan pandanganku dari Zaimokuza dan melihat sekitarku. Hayama, Tobe,
Ooka, dan Yamato sudah berpasangan dan mulai melakukan pemanasan. Siaaaal! Bahkan
Totsuka sudah ada pasangannya! Aku tadi berpikir kalau bisa menggunakan ini
untuk pemanasan bersama dengannya.
“Ya sudah,
kurasa aku sudah tidak ada pilihan lagi...”
Aku menyerah
saja dan mulai melakukan pemanasan dengan Zaimokuza. Aku bentangkan tubuhku,
atau tepatnya, merelaksasikannya. Setelah itu, aku suruh Zaimokuza duduk dan
menekan punggungnya.
Akupun
menekan punggungnya sekuatku, meski begitu, perut Zaimokuza menahan tekananku
sehingga aku tidak bisa menekannya lebih jauh. Karena itu, jarak wajahku dengan
Zaimokuza mulai mendekat, aku bahkan bisa mendengar suara napasnya.
“Hachiman,
anime untuk winter season sudah mulai, kau merekomendasikan anime apa?”
“Aku belum
menonton semua anime musim gugur ini...Kupikir aku akan menonton itu dulu.”
Belakangan
ini, aku sibuk dengan berbagai hal, juga mempertimbangkan situasi Komachi yang
sibuk dengan ujiannya. Karena itulah, aku tidak bisa menonton anime di ruang
keluarga karena sering dipakai untuk kegiatan lain, jadi kegiatanku nonton
anime bisa dibilang sedang vakum. Hasilnya, rekaman-rekaman anime yang tayang
musim lalu menumpuk seperti hendak meledak saja.
Meski
begitu, Zaimokuza bisa melihat anime sesuka hatinya, dan entah mengapa, dia
terlihat memasang ekspresi wajah penuh kemenangan di wajahnya.
“UFUFU!
Hachimaan, kau ini ketinggalan jauh! Kau masih terjebak dengan musim gugur? Itu
sudah lama sekali, bahkan aku sendiri sudah lupa! Kau ini berasal dari jaman
apa sih, Hachiman-dono? Primata?”
Ah sial, dia
memang mengganggu...
Jadi aku
mulai menekan dengan keras punggung Zaimokuza.
“Ouch ouch
ouch ouch!”
“Kau berisik
sekali. Ayolah. Entah itu game atau anime, aku hanya ingin menikmati itu
sendiri, jadi aku tidak peduli apa yang orang lain pikirkan. Maksudku, bukankah
kau sendiri terlihat sangat antusias dan berisik soal anime musim gugur tempo
hari?”
“Fuuu, waktu
terus berjalan...Kita tidak bisa
terus-terusan tersesat dengan masa lalu, tahu tidak...”
Meski
kata-katanya terdengar bagus, tapi tidak semudah itu terus mengikuti tren
terbaru.
Meski
begitu, kuakui kata-katanya tadi
mengandung kebenaran. Orang-orang memang dengan mudahnya mengganti apa yang
disukainya.
Seperti
bagaimana waifu berganti tiap musim anime, tren-nya juga berganti. Ketika itu
sudah menjadi sekedar bahan basa-basi pembicaraan, maka orang sudah melupakan
itu.
“Well, yang
kau katakan tidak sepenuhnya salah.”
Gosip hanya
bertahan 49 hari...Dilupakan juga berarti sama dengan mati...mungkin itu
kata-kata orang terkenal.
Kami
kemudian menyelesaikan pemanasannya, berdiri, dan berjalan ke arah start
latihan marathon. Siswa-siswa lainnya sudah berkumpul di sana dan berbaris
dengan rapi.
Zaimokuza
menaikkan jari telunjuknya dan menunjuk ke arahku.
“Hachiman...ayo
lari denganku!”
“Ogah.”
Kau bahkan
bukan gadis. Jadi kenapa aku harus lari denganmu?
Pak Atsugi
meniup peluitnya dengan stopwatch di tangan. Barisan terdepan mulai berlari.
Akupun
melihat ke depan dan sekitar, tapi semua orang terlihat berlari dengan pelan
dan santai. Lagipula ini cuma latihan, tidak ada alasan orang menyikapi ini
dengan serius.
Pelajaran
olahraga ini ada di jam keempat, dimana setelah itu adalah jam istirahat siang.
Jika aku habiskan energi disini, aku pasti akan tertidur ketika masuk jam
kelima dan seterusnya. Semua orang pasti akan tertidur di kelas yang hangat
dengan perut penuh dan kelelahan. Aku sendiri sudah tidur dengan cukup di kelas
meski aku tidak sedang kelelahan.
Kami mulai
berlari mengikuti barisan dan setelah beberapa menit, Zaimokuza mulai melambat.
Berkebalikan dengan kondisinya beberapa waktu lalu, dia seperti hantu saat ini
dan terlihat sekarat.
“Nu,
nuuuu...Hidupku, sedang terbakar habis...”
“Ambil sisi
positifnya, lemakmu akan terbakar juga.”
Sambil
mengatakan itu kepadanya, aku mulai meninggalkannya, dan terus berlari. Jika
ada orang yang bilang kepadamu untuk lari bersama, sebenarnya orang itu hendak
mengkhianatimu di tengah jalan. Oleh karena itu, anak kecil harusnya belajar
untuk tidak mempercayai orang lain dengan mudahnya.
x x x
Akupun melanjutkan lariku sendirian, tampaknya aku
sudah mencapai separuh dari rute latihan. Heke! Err, yang tadi itu Hamtaro,
benar tidak?
Panjang rute
latihan ini adalah empat kilometer. Kami berlari mengelilingi lingkungan
sekitar sekolah. Blehh...Kalau aku terus berlari seperti ini, lama-lama aku
akan menjadi mentega.
Pikiran-pikiran tidak jelas itu mengisi kepalaku hingga aku hendak
menyalip grup yang berada di posisi tengah. Tampaknya kebiasaan naik sepeda ke
sekolah sangat membantuku karena aku merasa staminaku masih tersisa separuh.
Meski, grup “papan
tengah” ini berisi orang-orang yang tidak punya motivasi dengan marathon,
berbeda dengan orang-orang yang dikategorikan grup elit yang ingin
menyelesaikan ini secepatnya sehingga mereka bisa beristirahat.
Di grup
inilah aku melihat Tobe dan yang lain.
Latihan
marathon ini mungkin tidak seberapa bagi siswa yang ikut klub olahraga. Aku
bahkan tidak perlu melihat mereka berlari di grup ini.
Mereka
mengobrol dengan santai dan mencolek bahu masing-masing, menjitak kepala mereka, dan tiba-tiba mengadakan lomba lari cepat
konyol-konyolan, seperti membuat latihan marathon ini bahan becandaan. Jika aku
ketua kelas yang punya rambut pigtail, aku akan berteriak ke para pria “Hei
kalian, larilah dengan serius!”. Mereka lalu akan membalasku, “Diem lo, jelek!” dan akupun akan menangis
setelahnya, membuatku ingin memaki mereka ketika pelajaran berakhir. Sial, aku
ingin mereka berterimakasih karena aku seorang ketua kelas berambut pigtail
yang tidak cantik.
Tapi
orang-orang yang sedang membuat keributan dengan grup “papan tengah” ini
hanyalah trio idiot Tobe, Ooka, dan Yamato. Aku tidak bisa melihat Hayama
dimanapun.
Momen yang
bagus.
Sebelum aku
bertanya ke Hayama, aku ingin bertanya ke mereka dulu. Sebelum aku meminta
Hayama untuk bekerjasama, akan sangat menguntungkan jika aku memperoleh
beberapa informasi tentang situasi terkini dan apa yang dipikirkannya.
Ketika aku mengintai ketiga makhluk dari
karnaval samba ini, mereka masih terlihat sedang menjahili rombongan ‘kelas
menengah’ ini, akupun menjaga jarak dengan berlari di belakang rombongan. Tapi
agak sulit untuk menemukan momen yang tepat karena mereka sedang berlari. Itu bohong! Hachiman, kau membohongi
dirimu sendiri! Kau bahkan tidak mampu mencari momen untuk berbicara dengan
mereka meskipun tidak sedang berlari!
Ini agak
berat karena tidak ada tanda-tanda mereka akan berhenti...Ketika aku melihat
mereka seperti melihat rockbomb, Tobe tiba-tibe berhenti berlari.
“Kalian lari
duluan saja.”
Tobe lalu
mengambil posisi jongkok setelah berteriak ke Ooka dan Yamato. Tampaknya dia
sedang membetulkan tali sepatunya.
Ini bagus
sekali, orang paling mudah untuk diajak berbicara tertinggal di belakang.
“Hei.”
“Whoa!”
Aku berdiri
di belakang Tobe dan menyapanya. Tobe terjatuh seperti mempertunjukkan skill
terjatuhnya dan menatapku.
“Ya ampun,
Hikitani-kun toh. Kasih tahu dulu dong sebelum melompat
seperti itu. Lu ngagetin gue aja.”
Uh, kau ini
terlalu berlebihan soal keterkejutanmu...Well, mari kita tidak pedulikan apa
yang Tobe keluhkan dan langsung menanyakan kepadanya apa yang ingin kutanyakan.
“Hayama
dimana?”
“Ahh. Hayato-kun
larinya serius banget. Semua orang
memang mengharapkannya untuk memenangkan lombanya tahun ini karena dia juara
bertahannya.”
“Kalau itu
aku juga tahu..”
Jadi begitu
ya. Marathon kali ini hanya dipisahkan antara laki-laki dan perempuan, artinya
Hayama mengalahkan kakak kelasnya ketika perlombaan tahun lalu. Itu menjelaskan
mengapa dia menjadi favorit untuk tahun ini. Ngomong-ngomong, aku sendiri tidak
mendapatkan apapun karena aku sampai garis finish bersamaan dengan rombongan
paling akhir.
Well,
sebenarnya itu bukanlah masalahnya.
Aku
menggerakkan daguku untuk memberitahu Tobe agar berlari bersamaku. Akan terasa
janggal jika terlihat berada berduaan disini dimana kita tidak tahu kapan Pak
Atsugi akan memeriksa jalur ini. Menuruti ajakanku, Tobe lalu berdiri di
sampingku dan mulai berlari.
Tidak lama kemudian, Tobe memiringkan kepalanya seperti dipenuhi tanda
tanya. Dia mungkin merasa aneh mengapa aku berlari bersamanya. Akupun juga
ingin kita langsung ke masalah bisnis kita hari ini.
Sebelum aku
mengatakan sesuatu, Tobe seperti membuka mulutnya. Dia seperti mengembuskan
napas yang berat dan memasang senyum yang aneh.
“Yo, serius nih, waktu gue denger tuh gosip, gue
beneran kaget. Gue rasa kita gak boleh
beritahu itu ke orang lain, benar tidak?”
“Apaan?”
tanyaku dengan mata setengah terbuka dan membayangkan apa maksudnya.
Tobe
kemudian menyeka keringat di alisnya.
“Masa lu gak inget? Tuh waktu Hayato
bilang ‘inisial Y’ tempo hari. Kan gak banyak
yang tahu soal itu.”
“.....”
Yang dia
katakan barusan membuatku bereaksi dengan lambat. Tapi setelah menyadarkan
diriku, akupun terbayang akan sesuatu.
Suatu malam
di musim panas.
Di kabin
yang gelap itu, inisial nama gadis yang dia ucapkan, akupun tidak tahan dengan
suara berisik di kabin itu dan mulai mempertanyakan yang mereka katakan
sebelumnya di kepalaku.
Waktu itu
ada sebuah event dimana Hayama beserta yang lainnya berada di Desa Chiba. Dan
pastinya, waktu itu, Hayama mengatakan kalau inisial gadis yang disukainya
adalah “Y”.
Saat ini,
kakiku seperti berlari dengan otomatis dengan pikiranku berlayar entah kemana.
Tobe lalu melirik ke arahku.
“Kayaknya saat ini bukan momen yang
bagus untuk membicarakan itu, benar tidak?”
“Be-Benar...”
Bukannya lo sendiri yang bahas duluan? Apa
kamu sejenis pria itu? Tukang pangkas rambut pribadi kerajaan atau sejenisnya?
Gue ini bukan sejenis orang yang bermulut ember, tahu tidak...
“Maksud gue, kau pasti berpikir kalau itu
mustahil, tapi ketika kau mendengarnya sendiri secara langsung, kau pasti akan
serasa ingin berteriak, benar tidak?”
Aku
tampaknya paham apa yang ingin Tobe katakan.
“...Well,
memang kupikir mustahil.”
Meski aku setuju dengan kata-kata Tobe, Aku mulai khawatir kalau yang kukatakan
barusan ternyata berbeda dengan yang dibahasnya.
Karena membahas
pokok permasalahannya secara tiba-tiba, akupun juga terkejut, tapi ini memang
tujuanku melakukan ini.
Gosip
tentang Hayama, apa yang Hayama pikirkan, dan apa tindakan yang akan dia
lakukan. Sekarang ini aku punya peluang untuk mengetahui hal ini dari Tobe.
“Kalau...Hayama
sendiri, bagaimana sikapnya semenjak
gosip itu menyebar?”
“Gimana ya gue bilangnya...kayaknya dia gak berubah sedikitpun, gitu loh?”
Diantara
tarikan napasnya, dia mencondongkan kepalanya sambil menjawab pertanyaanku.
Meski kita berlari dengan sempoyongan,
Tobe terlihat menggoyang-goyangkan kepalanya dengan kuat. Dia terlihat seperti
hendak terkapar dalam waktu dekat.
Meski, tidak
lama kemudian, dia seperti menyadari sesuatu, lalu dia mengepalkan tangannya
dan memukul tangan satunya.
“Well, entah
apapun itu, bukankah cuma itu, bener gak?
Daripada bilang dia berubah, gue pikir
orang-orang yang disekitarnya-lah yang berubah, benar tidak?”
“Ah?”
Well, Tobe
baru saja mengatakan sesuatu yang mengagumkan, dimana ini tidak seperti
dirinya, yang membuat diriku ingin memintanya mengulang kata-katanya tadi.
Dan Tobe,
yang berusaha menjadi Tobe, kalau melihat dirinya yang langsung berbicara to the point, meski rasanya terdengar
janggal karena tahu itu berasal dari Tobe. Well, kurasa aku harus membiasakan
diri kalau Tobe akan selalu menjadi Tobe.
Bahkan
sampai saat ini, aku merasa sangat aneh jika Tobe tidak menyebutkan kata-kata
campuran semacam “weeyyy”, “suteeyy”, “hausuuu”, dengan cara berbicara yang
mengganggu karena orang tidak akan bisa mengenali Tobe tanpa mendengar Bahasa
ala Tobe yang unik.
Meski
begitu, doaku tampaknya terjawab. Tobe bahkan memberikan jawaban yang jelas
daripada sebelumnya. Jauh dari itu, sebelum aku mengatakan kepadanya untuk
mengulangi kata-katanya lagi, dia bahkan menjelaskan itu dengan lebih detail
dari sebelumnya. Meskipun aku masih merasa aneh untuk mendengarkan itu darinya,
tapi setidaknya itu membuatnya terlihat seperti pria yang normal...
“Well,
maksudku, Hayama-kun kan memang
seperti ini, lalu Miura dan yang lainnya mengkhawatirkannya, bukankah begitu? Jadi
apa yang sebenarnya orang-orang ini khawatirkan? Hayama sendiri tahu
situasinya, benar tidak? Dia itu orang yang bisa membaca situasi, yeah? Oleh karena itu, mengapa bisa
seperti ini, yea. Serius nih, ini
seperti DEFLATIONARY SPIRAL.”
“Ah ah,
well, tampaknya begitu.”
Dia
mengatakan hal-hal bagus seperti orang normal pada awalnya, tapi ditutup dengan
sebuah hal yang patut disesalkan...
Dia tidak
bisa memperoleh full combo...
Kata ‘deflating’
yang dia ucapkan tadi mungkin merujuk ke DEFLATIONARY SPIRAL, sebuah situasi
yang berada dalam lingkaran tanpa ujung. Sekali lagi, Tobe-kun, DEFLATIONARY
SPIRAL dalam bahasa Inggris adalah kata-kata dalam dunia ekonomi. Tidak
memiliki makna yang sama dengan lingkaran tanpa ujung, tahu tidak?
Meski begitu,
perputaran gosip tanpa ujung ini hanya berputar-putar di sekitar Hayama, dan
putaran negatif ini akan terus berputar.
Ah, tentunya
ini buruk sekali, bagi teman dekatnya.
Tobe, yang
tampaknya sedang memikirkan hal lain, mengeluarkan napas yang berat. Bagiku,
itu hanya terlihat seperti masalah orang lain, tapi baginya, adalah sesuatu
yang serius. Dan juga, harusnya dia membicarakan ini tidak dengan orang luar.
Meski, aku sebenarnya tidak secara langsung terlibat dalam komunitas Hayama,
tapi karena aku terlihat ada kaitannya dengan ini, dia merasa kalau aku adalah
orang yang tepat untuk diajak berbicara mengenai hal ini.
Tampaknya
Tobe sengaja menumpuk semua kekhawatiran itu selama ini, seperti burung
kakaktua yang kebotakan karena stress, dia lalu menggaruk-garuk rambutnya
dengan ekspresi yang suram.
“Juga,
disana ada Yui.”
“Well,
Yuigahama juga orang yang sensitif terhadap suasananya.”
“Bukan,
bukan, gue enggak ngomongin soal itu.”
Lalu apa
yang kau maksud? Akupun melihat ke arah Tobe, yang berada di sampingku dan
merapikan rambutnya.
“Yui itu,
dia cukup populer di kalangan siswa laki-laki. Ada beberapa gosip yang beredar
soal dirinya juga.”
“...Begitu
ya.”
Tiba-tiba
aku seperti tersedak.
Meski
begitu, itu bukan karena aku terkejut. Karena aku tahu sejak lama kalau
Yuigahama memang populer di kalangan para pria. Juga, ketika mempersiapkan
festival olahraga tempo hari, aku ingat kalau beberapa siswa laki-laki juga
berusaha mendekatinya.
Oleh karena
itu, alasanku mengapa napasku itu tersendat di tenggorokan bukan karena masalah
Yuigahama populer dengan para pria. Sejak
awal, bukan itu masalahnya. Sebenarnya,
ini adalah masalah yang berbeda.
Yang
kutakutkan adalah mungkin perasaan yang sama ketika aku pendengar gosip tidak
jelas itu. Rasa tidak nyaman seperti ada monster
bermata hijau berusaha memberontak di dalam tubuhku. Setiap monster itu
mengamuk di perutku, membuatku merasa
buruk. Dan yang paling penting, monster ini sangat keras kepala.
Dengan waktu yang tersisa ini, aku hanya
ingin lari saja sekuat tenagaku. Dengan endorphin yang meluap-luap, setelah
aku melewati garis finis, aku akan membiarkan lidahku menjulur keluar dengan
sexy ditambah dengan gestur dua tangan membentuk tanda peace, kupikir aku akan
terlihat lebih baik.
Sampai saat
itu tiba, kurasa ini adalah momen yang tepat untuk mempercepat langkahku. Oleh
karena itu, seperti mendapatkan sebuah sinyal, Tobe juga mempercepat laju
larinya.
“Hei,
tunggu, Hikitani-kun!”
Dia
memanggilku ketika mengejarku. Apa-apaan, jangan bilang kalau kau juga
mengeluarkan endorphin sepertiku?
Jangan
berteriak seperti itu kepadaku, atau orang-orang akan berpikir kalau kau ini
temanku.
“Hmm,
bagaimana ya? Kalau menurut Hikitani-kun, apa pendapatmu?”
“Apaan? Aku
tidak paham satupun pertanyaanmu.”
Akupun memberikannya
jawaban yang kasar karena pertanyaan yang tiba-tiba tersebut, dan Tobe
memandangiku dengan ekspresi aneh, hangat, dan senyum yang lembut.
Lalu dia
memukul bahuku....Ah, serius, kamu ini mengganggu!
“Ayolah,
tidak apa-apa. Aku paham kok. Tidak
apa-apa. Well, kau ini berada di klub yang sama, bukan? Apakah ada alasan
lain...Hmm? Yukinoshita-san juga satu klub denganmu, benar tidak?...Hmm? Yui?
Ah, well, Yukinoshita-san? Hmm...”
Tobe
memiringkan kepalanya; tampaknya Tobe-san ‘sang pemburu misteri’ telah terjebak
dalam sebuah misteri! Baiklah! Sekarang giliran si pemburu!
“Ya, itu
benar, kami ada di klub yang sama, tidak
kurang tidak lebih.”
Aku putuskan
untuk memakai kata-kata yang Tobe tanyakan tadi agar aku tidak menjawab hal-hal yang tidak perlu. Tobe hanya
melihatku dengan tatapan kosong.
“Huh? Hanya
itu saja? Serius lo?”
“Hei, kau
sendiri kan satu klub dengan Isshiki,
tapi tidak ada hubungan khusus diantara kalian berdua, benar tidak?”
Mendengarku
mengatakan itu, Tobe memukul tangannya dan menunjukku dengan jari telunjuknya.
...Serius
ini, kau ini mengganggu sekali.
“Benar juga!
Kurasa itu! Aku benar-benar yakin
sekarang. Hikitani-kun, kau ini benar-benar seorang negotiesuto ulung,
benar tidak?”
Kupikir kata
yang benar adalah negosiator...
Ada apa
dengan pria ini? Bahasa Inggrisnya sama buruknya dengan bahasa Jepangnya...
“Meski
begitu, tapi...kadang ada situasi dimana Irohasu sendiri terlihat sangat
menarik daripada yang lain.”
“Ah...”
Diluar
dugaan, aku teringat dengan event Natal tempo hari.
Atau
mungkin, usaha dari Isshiki Iroha agar memperpendek jarak diantara dirinya dan
Hayama memberikan efek terhadap sikap Hayama belakangan ini. Ketika memikirkan
hal-hal itu, Tobe, yang biasanya terlihat berisik, tiba-tiba terdiam.
“Ah, tidak,
maaf. Tadi memang salahku. Itu adalah hal konyol dariku yang berusaha
membesar-besarkan gosipnya.”
“...Itu agak
mengejutkanku.”
Wajah Tobe
sedikit pucat, mungkin dia jijik dengan dirinya sendiri, dan memalingkan
wajahnya dariku. Kata-kata itu bukanlah diarahkan kepadaku, seperti meminta
maaf kepada orang yang sedang tidak ada disini.
Rasa simpati
yang ditunjukkannya barusan tidak seperti dirinya yang terlihat urakan.
Tobe
berusaha membuatku lupa dengan komentar anehnya tadi dan mulai menggaruk-garuk
lehernya dengan malu-malu.
“Irohasu,
dia kayaknya serius...Kupikir
Hayato-kun sudah memikirkannya dengan matang sebelum memberinya jawaban?”
“Sudah
memikirkannya dengan matang, ya?”
Sebenarnya,
mungkin saja Hayama benar-benar memikirkan dengan matang jawabannya.
Tentunya,
ini tidak sekedar tentang Hayama, juga bukan sekedar tentang Isshiki, mungkin
juga mempertimbangkan hal-hal lainnya. Dia memang belum berubah sejak
darmawisata lalu, tidak, mungkin jauh sebelum itu. Oleh karena itu, dia mungkin
selama ini memikul banyak sekali beban, dan kali ini terseret dengan masalah
semacam ini juga.
Dan dari
sekian banyak beban yang berada di pundak Hayama, saat ini, pria di sampingku
yang sedang berbicara dengan bangganya tentang temannya mungkin termasuk salah
satu bebannya.
“Well,
begitulah. Maksudku, kita kan sedang
membicarakan Hayato-kun? Dia memang ditakdirkan untuk melakukan hal yang benar
seperti tidak meninggalkan memori yang tidak menyenangkan bagi yang lain, benar
tidak?”
“...Kau
sangat mempercayainya, huh?” kataku.
Tobe menatapku
dengan penuh kekaguman.
“Nah, gini, gue pikir enggak gitu? Gini ya, Hayato-kun itu seperti kawan yang bisa
diandalkan atau semacam itu?”
Dia tampak
malu-malu mendengar kata “percaya” tadi, wajah Tobe berubah menjadi merah
ketika mencoba mengatakan kata-kata tadi. Hei, jangan bersikap seperti itu!
Akulah yang harusnya merasa malu karena aku yang membahas itu!
Tobe
memukul-mukul dadanya seperti hendak menghilangkan rasa malunya dan
melanjutkan.
“Nah,
serius, Hayato-kun sering membantuku. Gue
yakin banget soal itu.”
“Itu
bukanlah sesuatu yang bisa dibanggakan...” kataku.
Meski
begitu, Tobe tidak terlihat malu. Dia mengatakan itu sambil merapikan
rambutnya.
“Beeh,
serius nih, gue hutang banyak sama dia. Seperti, serius nih.”
“Kalau
begitu pastikan kau membalasnya dengan benar ketika ada kesempatan.”
“Jelas banget! Yeah...Well, aku sendiri kurang
yakin soal itu.”
Awalnya
terdengar meyakinkan, tapi energinya tiba-tiba hilang mendekati akhir kalimat.
Karena penasaran, akupun memberinya kode untuk melanjutkan kalimatnya dengan
tatapanku. Tobe kemudian terlihat menggaruk-garuk pipinya.
“Aku sering
bercerita kepadanya tentang banyak hal...Tapi Hayato-kun tidak pernah
membicarakan apapun tentang dirinya, dan kalaupun pernah, aku mungkin tidak
paham maksudnya,” kata Tobe dengan nada yang bergetar.
Getarannya
itu mirip dengan getaran angin kering dan dingin yang baru saja berembus.
Suaranya terdengar kering dan, penuh rasa kesepian.
Karena
kesunyian ini terasa aneh, aku berusaha mencari-cari kata yang tepat sehingga
aku bisa mengatakan sesuatu dan memberinya ide.
“...Yeah,
tapi coba kalau kita pikir seperti ini: dia tidak punya masalah apapun, oleh
karena itulah dia tidak membicarakan apapun denganmu.”
“Pasti itu!
Hayato-kun memang keren!”
“Itu tidak
ada hubungannya...Lagipula, kau benar-benar membantunya di Disney Land, benar
tidak? Aku yakin kalau kau sangat membantunya waktu itu, bukannya aku mau sok tahu atau semacamnya.”
“Benar itu!
Hayato-kun memang keren!”
Tampaknya
ekspresinya mulai berubah...Obrolan ini berhasil membuat semangat Tobe kembali
dan langkahnya terlihat lebih cepat. Dia menggumamkan “dingin, dingin” kepada
dirinya sendiri ketika angin dingin menerpa kita.
Tidak lama
kemudian, kita bisa melihat Ooka dan Yamato di depan. Sepertinya, mereka
sengaja mengurangi kecepatan lari mereka karena merasa aneh Tobe tidak terlihat
mengejar mereka.
“Oke kalau
begitu, aku akan mengejar mereka, jadi aku akan berangkat duluan.”
“Yeah,” aku
membalasnya singkat.
Tobe membuat
gestur memotong dengan tangannya dan setelah itu dia berlari dengan cepat. Dia
berteriak ke Ooka dan Yamato yang sedang melambai ke arahnya. Ketika mereka
berdua melihatnya datang, mereka berdua malah berlari dengan kencang sambil
bereteriak “Sial, dia datang!”, “Ayo kabur!”.
Selama Tobe
terlihat menikmati kegiatan kejar-kejaran itu, kurasa tidak ada masalah...
Tapi
harusnya, ada satu orang lagi di dalam grup itu. Jika seandainya dia tidak
membawa beban ekspektasi orang-orang, kupikir dia akan terlihat sedang tertawa
bersama mereka.
Setelah
kupikir ulang, aku tiba-tiba menyesali kata-kata yang kuucapkan barusan.
Karena dia tidak membicarakan itu kepada
siapapun, maka dia tidak punya masalah: mustahil itu adalah hal yang benar.
x x x
Setelah
ditinggalkan Tobe, aku berlari dengan santai.
Rute untuk
anak laki-laki adalah mengelilingi area diluar sekolah. Keluar lewat gerbang
utama dan berputar di lingkungan sekitar, lalu kembali lewat gerbang samping ke
sekolah. Sedangkan rute untuk para gadis mengelilingi area di dalam sekolah.
Hasilnya, dua rute tersebut akan bertemu di dua tempat: Gerbang utama dan
gerbang samping sekolah.
Karena jarak
tempuh rute para gadis adalah separuh dari rute para anak laki-laki, ketika
para pria mencapai area tersebut, kebanyakan para gadis sudah melewati titik
itu dan menghilang dari pandangan. Tentunya, kecepatan lari tiap individu
berbeda-beda. Juga, motivasi tiap orang berbeda-beda menanggapi latihan ini.
Oleh karena
itu, kadang ada kasus dimana anak laki-laki menyalip para gadis yang berlari
dengan sangat lambat, seperti sedang berjalan kaki.
Misalnya,
seperti, yang terjadi saat ini, grup yang terdiri dari 3 gadis di depanku ini
yang menunjukkan kemampuan lari mereka yang menyedihkan.
“Maksudku,
bukankah kita terlihat seperti grup yang menyedihkan? Kita ini kayak, super sloooow.”
“Yea, aku tahu.
Maksudku, bukankah marathon sendiri juga hal yang buruk?”
“Aku tahu
maksudmu.”
“Jelas-jelas
buruk. Aku tidak kuat untuk ikut menjalani ini~.”
Gerombolan
ini tampak tidak terganggu dengan apapun yang mereka bicarakan karena di
depannya tidak terlihat ada seorangpun yang tampak.
Dari tadi,
grup ini mengoceh tentang aku, dia,
kita, dan lainnya. Dari mana sih asal
keceriaan trio ini? Apakah mereka ini menirukan trio manzai dengan gitar dan
shamisen yang pergi ke Jakajaka?
Ya ampun,
untunglah kalian bertiga terlihat akrab. Memang, meski begitu, jika kalian
bertiga adalah teman baik, tapi kalian tidak harus jalan bertiga berdampingan!
Tahu tidak, ketika kalian melakukan itu, aku tidak bisa lewat...Jika aku
mencoba untuk melewati kalian, maka ada yang merasakan jijik dan takut terhadap
diriku, dimana itu adalah sesuatu yang kutakutkan sejak tadi. Oleh karena itu,
aku dari tadi menjaga jarak dengan mereka. Ufufufu...
Maksudku, jalan
ini tidak begitu lebar! Argh, ini sangat mengganggu. Terutama gadis yang di
tengah. Gadis yang rambutnya berwarna merah. Pasti kamu...
Akupun
menatap ke arah belakang gadis berambut merah tersebut, dan muncullah beberapa
memori di pikiranku.
Kayaknya gue kenal deh...Well, pastinya bukan Kawasesuatu-san.
Memang, aku mulai sedikit demi sedikit ingat...Shikuda? Bukan, Segasami...Nah,
bukan yang itu...Sagami?
Ah, benar,
itu dia, Sagami.
Dia sekelas
denganku, dia dulunya ketua panitia festival budaya dan olahraga. Satu-satunya
orang yang pernah menjabat dua posisi tersebut di sekolah ini, Sagamin, atau
tepatnya, Sagami Minami.
Aku tidak
ingat apapun tentang dua gadis lainnya. Pelajaran Olahraga ini dicampur dengan
beberapa kelas. Ah, ya sudah, mungkin mereka berasal dari grup lain di kelasku.
Tampaknya Sagami dekat dengan kedua pemeran pembantu ini ( sebut saja mob ).
Tampilan
mereka tidak mencolok seperti Miura atau Kawasaki, tapi daripada membandingkan
dengan mereka, wajah mereka juga tidak terlihat manis, si Mob Ko ini mungkin
kalau diranking akan masuk peringkat 8 atau 9 dalam gadis termanis di kelasku.
Baiklah, dari sekarang, Mob Ko, kau mendapatkan gelar peringkat 8 dalam wajah
manis! Sekarang sisa satu orang lagi, Mob Mi, yang wajahnya...blehhh.
Mob Ko yang
dari tadi mengatakan menyerah soal berlari kini berjalan di samping, dengan
tangan yang terbuka.
“Dengar
tidak? Kayaknya mereka bertengkar tuh.”
“Ah, antara
Miura-san dan Yuigahama-san!”
Seperti yang
kuharapkan dari gadis-gadis kelasku ini! Hanya menyebutkan kata kunci “bertengkar”
saja, sudah cukup untuk membuat mereka menebak siapa yang dimaksud.
“Yeah, aku
tahu soal itu. Apa menurutmu itu benar-benar terjadi?”
Seperti
dugaanku, Mob Ko terlihat senang tentang ini dan menunjukkan ketertarikannya.
Sekarang, dia sedang berusaha menyiramkan bensin ke apinya.
Oleh karena
itu, Mob Mi yang terlihat punya ekspresi wajah ‘tahu akan sesuatu’ melihat ke
arahnya dan berbicara.
“Tahulah,
kupikir dia adalah gadis yang baik, tapi tipe-tipe
gadis seperti itu adalah yang paling sulit dipahami. Bukankah dia adalah
tipe gadis yang bakalan mengirim SMS ucapan Selamat Tahun Baru ke semua orang?”
“Poi! Itu
memang Yuigahama-san banget~poi!”
Mob Ko
menghentakkan sepatunya ke tanah dan tertawa. Apaan sih poi poi?
Apa kau
sedang memberiku pertunjukan tentang Nightmare
of Solomon?
Melihat
reaksi Mob Ko, Mob Mi yang terlihat senang seperti bernapas lega. Setelah itu,
dia berpura-pura seperti wanita dewasa, menggeser rambutnya ke samping dan
tersenyum sinis.
“Mengatakan
dia itu gadis baik...seperti...”
“Aku tahu
itu, benar tidak? Menurutmu gimana,
Sagamin?”
“A, aku
setuju!”
Sambil menganggukkan kepalanya, Mob Ko melihat
ke Sagami. Lalu Sagami menepuk kedua tangannya seperti menirukan boneka monyet
dengan simbal, lalu dia tertawa.
Dasar jahat. Sagami atau Okamoto, atau
entah siapa, aku tidak ingat yang mana. Apa
sih yang kamu katakan? Yang kau katakan itu berbeda nadanya ketika kau meminta
tolong Yuigahama untuk membantumu di festival olahraga.
Dasar manusia rendahan, benar-benar
rendah...
Akupun
berusaha meremas tanganku sendiri untuk menenangkan diriku.
Ah, sekarang
aku paham. Aku akhirnya paham.
Sampai detik
tadi, aku benar-benar lupa tentang apa yang Yukinoshita katakan. Apa yang
Yukinoshita khawatirkan. Ternyata seperti ini yang dia khawatirkan.
Tidak ada
seorangpun yang bisa menangani dengan sempurna hubungan antar manusia. Dan ini
berlaku juga ke Yuigahama. Hanya saja, Yuigahama, menjadi gadis baik seperti
biasanya, terbayangkan melakukan hal seburuk itu sehingga orang lain
memandanganya seperti itu. Jelas, ini seperti menghancurkan apa yang dia bangun.
Oleh karena itu, dari seharusnya dia terlihat peduli dan baik, akan tiba
masanya dia akan mengambil langkah berani dan berusaha memperbaiki itu.
Meski
begitu, entah itu gosip tidak jelas, gosip karena salah paham, mereka semua
akan menghancurkan reputasi yang dibangun dalam sekejap. Tidak peduli seperti
apa usaha yang dilakukan untuk mengobati luka itu, akan selalu menyisakan bekas
luka yang menghancurkan dirinya.
Aku yakin
kalau si Mob Ko dan Mob Mi tidak berniat untuk mengkasari ataupun berniat
buruk. Jika Yuigahama ada disini, mereka mungkin tidak akan mengatakan hal
semacam itu.
Tapi, saat
ini, mereka hanyalah gerombolan teman yang sedang mengobrol dan menikmati
kebersamaan mereka. Ini seperti melihat tayangan infotainment di TV dimana
mereka mengobrolkan berbagai hal yang sedang ramai. Ini hanya sekedar topik
obrolan yang kelewat batas.
Buktinya,
nada Mob Ko terdengar penuh dengan simpati.
“Grup
Miura-san tampaknya sedang mengalami masa sulit ya? Saling NTR ke member yang
lain. Ujung-ujungnya akan berakhir dengan pertengkaran, bukankah begitu?”
Mob Ko
mengatakan itu dengan lembut, dia seperti menebak-nebak kalau akhir dari cerita
grup Miura akan seperti cerita novel atau sinetron.
Mob Mi
setuju, mengangguk dan tersenyum.
Meski
begitu, yang mengejutkanku adalah sikap orang yang terakhir.
Orang
terakhir yang tidak menganggukkan kepalanya.
“Ah, ah,
...Hmm.”
Sagami
tampaknya kesulitan untuk mengatakan pendapatnya dan berusaha keras untuk
meresponnya.
“Tapi,
Yui-chan kurasa bukan orang yang seperti itu.”
“Huh?!!”
Mob Ko
mengatakan itu karena dia mendengar jawaban yang tidak diduga. Mob Mi juga, dia
terlihat seperti orang yang baru saja disiram air dingin. Sagami lalu
menjelaskan. Seperti merasakan reaksi keduanya.
“Ah, tahu
tidak, di saat seperti ini, dia akan hati-hati dalam bersikap. Ini seperti
permainan politik diantara para gadis, tahu tidak?”
Setelah
mengatakan itu, Mob Ko dan Mob Mi menterjemahkan itu dengan mengatakan “ahhhhh”.
Tampaknya mereka mencapai sebuah kesepahaman. Suara yang aneh sekali...
“Well, jadi
seperti itulah. Tapi tahu tidak, Miura-san itu sangat menakutkan!”
“Aku tahu
maksudmu! Jika dia berakhir sebagai pacar Hayama-kun, maka pilihan terbaik
adalah keluar dari kompetisi ini. Resiko dan keuntungan yang diperoleh tidak
akan sebanding dengan level gosipnya.”
Respon dari
Mob Ko tampaknya terdengar bodoh, tapi Mob Mi terlihat sedikit ketakutan...
Kata Sagami
tentang ‘ini hanyalah permainan politik
antar para gadis’ mulai diresapi oleh mereka berdua. Hasil akhirnya, setidaknya
obrolan tentang Yuigahama yang menjadi pengisi waktu mereka sudah berakhir.
Oi oi, kau luar biasa sekali, Sagami. Meski
aku tidak bisa benar-benar merasakan kalau ini sudah terlihat berkembang
menjadi dewasa, tapi pastinya aku merasakan kalau kekuatan ‘kegelapan’ milikmu
telah meningkat.
Kemudian,
yang kutakutkan, kekuatan kegelapan para gadis ini berlanjut dengan menggoreng
lagi topik sebelumnya.
“Maksudku, apa
kalian tidak curiga kalau tiba-tiba ada gosip Hayama-kun berpacaran dengan
seorang gadis?”
Tepat ketika
topiknya hendak berubah, Sagami menggunakan peluang itu untuk melemparkan topik
baru.
Oleh karena
itu, Mob Ko dan Mob Mi bisa menerima hal itu.
“Ah, ya.”
“Benar
sekali.”
Keduanya
menganggukkan kepalanya. Kemudian, Mob Ko mengatakan sesuatu dengan nada ragu
seperti menggigit lidahnya sendiri.
“Pasti dia
carinya yang wajahnya cantik...”
“Nah, pasti
cari yang dadanya gede...”
Entah
mengapa Mob Mi terlihat memasang ekspresi kecut.
“Sial, kita
tidak punya keduanya...”
Kata-kata
masochistic yang keluar dari Sagami barusan membuat Mob Ko dan Mob Mi tertawa,
tampaknya dia memang sengaja memancing tawa mereka. Well, tampaknya di depan
sana adalah rute yang memisahkan antara anak laki-laki dan para gadis, aku akan
berpisah dan menghilang dari kalian, para grup yang alay dan berisik.
Karena
sampai di pojokan, aku akhirnya terbebas dari rintangan yang menghalangiku dan
mulai berlari lagi secara normal.
Ketika angin
dingin mulai menerpa wajahku, aku mulai memikirkan kembali kata-kata yang
dikatakan Sagami tadi.
Obrolan
semacam itu, pastinya tidak hanya dilakukan oleh grup Sagami saja. Semua orang
yang sedang memikirkan Hayama mungkin mengobrolkan hal yang sama. Hanya saja,
jika waktu itu di grup Hayama, waktu Ooka dan Yamato menanyakan soal gosip itu
dengan ekspresi santai dan becanda, aku yakin itu hanya akan dianggap obrolan
ringan saja.
Entah itu
orang yang populer, orang yang disukai banyak orang, mereka akan selalu menjadi
topik pembicaraan jika orang yang dibicarakan sedang tidak ada di dekat mereka.
Dan itulah
proses yang terjadi hingga gosipnya terus menyebar dan membesar.
Bahkan jika
kita anggap trio grup tadi tidak ada sagami, masih ada dua orang lagi, yang
mengobrolkan topik itu, menjelek-jelekkan Yuigahama tanpa mempertimbangkan
perasaan orang yang digosipkan.
Saat ini,
gosip itu hanyalah topik obrolan untuk mengusir kebosanan saja.
Tapi,
banyaknya orang yang terlibat dalam situasi ini adalah hal yang buruk. Cepat
atau lambat, selain karena tekanan, orang akan meluapkan emosi yang tidak
tertahankan akibat ulah gerombolan massa ini. Ini sebenarnya adalah hal yang
bodoh. Merasa tersinggung ataupun terganggu hanyalah efek sampingnya. Yang
pasti, akan selalu ada kemungkinan kalau ini akan berkembang menjadi sebuah
situasi dimana tidak akan pernah ada solusi untuk menyelesaikannya.
Kalau bisa,
secepatnya, aku ingin mengakhiri ini.
Angin yang
bertiup dari balik gedung sangat dingin dan garis finishnya masih jauh. Tidak
lupa fakta kalau aku sudah lari dari tadi dengan ditemani angin dingin ini,
tanganku sudah mulai mati rasa. Agar tetap hangat, akupun meremas-remas
tanganku yang sedang menggigil ini.
x Chapter II | END x
Tidak ada komentar:
Posting Komentar