Lagu jazz yang dimainkan di kafe ini terdengar lebih
keras dari biasanya. Aku tidak menyadari hal itu. Tapi sekarang aku mulai
mendengar “pam-pam-toosh” dimainkan di suatu tempat yang berada di kafe ini.
Suara-suara ini sangat berbeda dari yel-yel
tahun baru, akupun tidak bisa duduk dengan tenang disiinii.
Mataku terus
melihat-lihat suasana sekitar meja sebelum melihat orang-orang yang duduk di
meja kami ini. Yuigahama melihat mereka dengan bingung, dari matanya terlihat
jelas rasa kekhawatirannya. Alasan mengapa dia menjadi bingung berada di ujung
meja ini. Tidak seperti Yuigahama, Yukinoshita Haruno memasang senyum yang
ceria.
Setelah
tidak sengaja bertemu kami, dia mengucapkan selamat tahun baru, membuat
beberapa percakapan basa-basi dan pindah ke meja kami.
“Sudah lama
sekali ya sejak terakhir kalinya melihat Hikigaya-kun dan Gahama-chan
bersama-sama!”
“Yeah,
kebetulan sekali!”
“Benar kan?”
“Mhm!”
Aku
mendengarkan percakapan ceria mereka dan tidak bisa menghilangkan perasaanku
terhadap percakapan itu kalau itu semua hanya basa-basi. Akupun merasa kalau
keringat mulai mengalir ke punggungku. Aku bertanya-tanya mengapa mereka
berbasa-basi seperti itu dan melihat ke arah Haruno-san yang duduk di
seberangku. Dia menyadari kalau aku melihat ke arahnya, tersenyum, dan
menatapku dengan licik. Matanya seperti mata dari seekor predator yang melihat
mangsanya. Aku langsung merasa kedinginan, dari yang harusnya menjadi panas.
Memalingkan
mataku dari Yuigahama dan Haruno-san, aku melihat Hayama yang memasang ekspresi
aneh; dia mencoba tersenyum dengan hati-hati sambil merespon para gadis dan
menyelesaikan menu pesanan kami. Memang enak kalau bisa menjadi pria yang bisa
membaca suasananya...Ini berarti kalau aku juga harus menyibukkan diriku
sendiri untuk menghabiskan waktu, oh aku tahu! Superb, aku sangat terkesan! Aku
harusnya membuat mesin crane atau kelinci dari tissu disini. Ketika hendak
membuat itu, akupun mendengar pembicaraan yang mengkhawatirkanku.
“Jadi kalian
ini sedang berkencan, huh?...Kau ini memang ramah ke semua orang. Tidak ada
Yukino-chan kali ini?” Haruno-san bertanya dengan memasang senyum, sambil mencolek Yuigahama.
“Umm, kami
berdua kesini untuk membeli hadiah Yukinon.”
“Ooh, ulang
tahunnya sebentar lagi. Benar.” Haruno-san mengangguk, lalu mengambil HP-nya
dan menekan tombolnya. Hayama yang melihat hal itu hanya bisa tersenyum kecut.
“Dia mungkin
tidak akan mengangkatnya. Dia sudah bilang kalau dia tidak akan datang,” kata
Hayama, tampaknya dia menambahkan itu agar obrolannya tidak diam.
“Yep. Tapi
mungkin dia akan berubah pikiran?” Haruno-san menjawabnya sambil menaruh HP-nya
di telinganya. Matanya terlihat tajam dan akupun tidak tahu apa yang sedang
dia pikirkan, tapi jelas dia sedang bersenang-senang di situasi ini.
“Jika dia
mengangkat panggilannya, dia kemungkinan besar akan datang. Ayolah, angkat
teleponnya, kakakmu ini sangat sedih disini...” Haruno-san pura-pura menangis.
Dia lalu memanggil ulang sambil menatap ke HP-nya. Yuigahama terus melihat
Haruno-san dengan tatapan yang aneh. Hayama tampaknya paham apa yang sedang dia
pikirkan.
“Kami ada
tradisi untuk kumpul-kumpul keluarga untuk makan malam ketika tahun baru. Kami
sedang menunggu kedatangan orang tua kami saat ini.”
“Oh...Mengucapkan
selamat ke semua orang mungkin berat sekali...” Yuigahama menggumam, seperti
terkesan.
“Kurasa
tidak akan seberat itu jika kau sudah terbiasa,” jawab Hayama. Benar. Terutama
jika punya skill komunikasi sepertimu. Atau mungkin seperti ‘skill-agar-tidak
ada yang kecewa’. Tapi memang, hal-hal semacam itu adalah masalah kebiasaan
saja. Skill menangani orang milik Hayama memang sangat bagus, sering melewati
situasi semacam ini memang sangat banyak membantunya.
Dan juga
Hayama punya banyak sekali peluang untuk menghadiri event publik karena sekolah
dan status keluarganya yang kaya raya. Aku ini kebalikan darinya. Meskipun aku
sekolah di tempat yang sama, aku tidak bersosialisasi dengan orang-orang.
Keluargaku tidak lebih baik darinya: aku bahkan tidak bisa berkomunikasi dengan
baik dengan keluarga besarku. Mungkin karena itulah kata-kata Hayama ‘kami
sedang menunggu kedatangan orang tua kami’ menarik perhatianku.
“Hei...”
kataku, aku tidak tahu bagaimana caranya mengawali sebuah percakapan. Hayama
lalu menoleh ke arahku dan menunjukkan tanda kalau dia mendengarkanku.
“Kalau begitu,
kami ini hanya mengganggu kegiatan kalian. Mungkin kami akan pergi saja dari
sini?”
“Oh, benar,”
Yuigahama terlihat setuju. Tapi Hayama hanya mencondongkan kepalanya dan
tersenyum saja mendengarkan kata-kata kami.
“Jangan
khawatir. Aku sangat yakin kalau Haruno-san sangat senang karena dia punya
teman untuk menghabiskan waktu,” dia mengatakan itu dan melihat ke arah
Haruno-san. Dia masih duduk disitu sambil menaruh HP di telinganya, tapi
tampaknya dia mendengarkan percakapan kami karena dia mengangguk. Melihat hal
tersebut, Hayama lalu menatap kami berdua.
“Lihat kan? Kalian jangan khawatir soal itu,”
dia mengatakan itu dan berharap aku setuju dengannya. Aku tidak setuju.
“Suasananya
nanti akan terasa tidak nyaman ketika mengobrol dengan orang tua kalian.”
Kami hanya akan
mengganggu momennya saja. Bertemu orang tua mereka akan sangat akrab. Tolong tunda pertemuannya hingga tiba
waktunya kami sudah mengenal lebih dekat, aku mengatakan itu dengan gaya
Irohasu dan melihat ke arah Haruno-san, yang duduk dengan posisi diagonal dari
tempatku.
“Jangan
khawatir soal itu.”
“Meski kau
mengatakan begitu...” ketika hendak mengatakan itu, Haruno-san menatapku. Hei, aku ini tidak dekat dengan Hayama.
Ya Tuhan, kenapa aku harus mengalami ini?
“Hmm...”
Haruno-san mengatakannya dengan nada yang mengatakan kalau dia sedang bosan.
Lalu dia menegakkan kepalanya seperti punya sebuah ide, dia menekan kembali
tombol redial di HP-nya. Mungkin itu ide agar Yukinoshita mendengarkannya.
Suasana dalam kafe tidak begitu ramai sehingga aku bisa mendengar nada
panggilnya. Tapi Yukinoshita tidak mengangkatnya dan Haruno-san hanya mendengar
suara dari voice mailnya, jadi dia menutup panggilannya dan menekan tombol redial
lagi.
Apa, menekan redial lagi? Kamu ini apa sih,
Hiratsuka-sensei? Ya Tuhan. Dia mungkin memperoleh kebiasaan ini dari
gurunya. Kalau ada seseorang yang menelponku seperti itu, baterai HP-ku mungkin
sudah lama habis. Haruno menekan tombol redial itu dengan mata yang lesu,
kemudian menekan lagi, dan lagi, dan lagi.
“Oh?” dia
mengatakan keterkejutannya. Tampaknya dia memang benar-benar terkejut. Aku bisa
mendengar suara orang yang lelah dari orang yang mengangkat panggilan
teleponnya.
[Halo...]
Yukinoshita
mengatakan itu dengan nada yang sedih. Nada dari Haruno-san, kontras dengannya,
terlihat senang.
“Halo
Yukino-chan! Ini kakakmu! Bisa tidak datang kesini?”
[Aku akan
menutup teleponnya.]
Cepat sekali! Baik Yuigahama dan Hayama
hanya bisa tersenyum kecil. Tapi Haruno-san tampaknya sudah menduga reaksinya
yang seperti itu, jadi dia segera membalasnya dengan suara yang ceria.
“Yakin mau
menutup teleponnya?”
[...Memangnya ada apa?]
Haruno-san
tersenyum.
“Coba kau
bayangkan: Aku sekarang sedang bersama Hikigaya-kun!”
[Berhentilah
berbohong. Apa...]
“Hikigaya-kun,
ini!” Haruno-san mengatakan itu dan tiba-tiba menyodorkan HP-nya kepadaku.
“Hei, tunggu”
Akupun
melihat HP tersebut, lalu melihat ke arah Haruno-san, tapi setelah dia menaruh
HP tersebut di depanku, dia menyembunyikan kedua tangannya di belakang
punggungnya. Aku bisa mendengar suara Yukinoshita dari HP tersebut; dia sedang
memanggil-manggil Haruno-san. Oke, baiklah, aku akan menjawabnya.
“Umm...Hei,”
kataku, aku sendiri tidak tahu harus mengatakan apa. Melihat kesunyian yang kudengar
di seberang telepon, tampaknya dia juga tidak tahu harus mengatakan apa.
[Aku
terkejut sekali. Apa yang kau lakukan disana?]
Aku sendiri
juga ingin tahu mengapa. Sebenarnya aku hanya pergi belanja...
“Aku hanya
kebetulan bertemu dengan kakakmu,” aku mengatakan itu kepada Boss yang jahat
untuk menjelaskan diriku. Tapi Yukinoshita terdengar sedang mengembuskan
napasnya.
[Ya sudah,
aku akan kesana. Berikan HP-nya ke kakakku.]
“Oke,
maafkan aku,” entah mengapa aku malah meminta maaf. Setelah membersihkan HP-nya
dengan tissu, aku memberikannya ke Haruno-san. Dia lalu terlihat mengobrol
sebentar dengan Yukinoshita dan mengakhiri teleponnya.
“Yukino-chan
akan datang!” dia mengatakan itu dengan tersenyum puas. Entah mengapa,
Yuigahama dan diriku tidak merasakan hal yang sama. Dia memang suka sekali
membuat orang lain menuruti kemauannya. Well, sebenarnya aku tahu tentang
sifatnya yang seperti ini, tapi melihatnya secara langsung memang sangat
mengganggu.
Hayama
Hayato terlihat sedang mendesah kesal, seperti menyetujui reaksi kami. Dia
mungkin satu-satunya orang yang betah
dengan sifat Haruno. Atau mungkin dia sudah menyerah dengan itu. Senyumnya yang
terlihat lelah itu bukanlah sesuatu yang bisa dibuat dalam sehari.
“Jadi apa
yang kaubeli tadi?” tanya Haruno sambil menaruh HP-nya dan mendekati Yuigahama.
Setelah itu, Yuigahama menunjukkan isi kantong belanjaannya.
“Aku, umm,
membelikannya kaos kaki dalam ruangan...”
“Hmm...Oh,
benar, lantai apartemennya memang sangat dingin tahun ini.”
“Benar kan? Aku mengunjunginya beberapa hari
lalu lantainya benar-benar dingin.”
“Yeah,
dingin yang seperti itu memang tidak begitu disukai.”
Mereka
mengobrol seperti apa yang biasa kau lihat dari dua gadis yang sedang
mengobrol. Sedangkan diriku dan Hayama, tidak punya apapun untuk dibicarakan,
jadi kami hanya mendengarkan percakapan mereka saja.
“Sebuah
hadiah ulang tahun...” Hayama menggumamkan itu dan menoleh ke arahku.
“Kau
membelikannya apa?”
“Yah
beberapa barang.”
“Oh begitu,”
dia menjawabnya dan menoleh kembali ke arah Yuigahama dan Haruno-san untuk
mendengarkan apapun yang mereka bicarakan, membicarakan basa-basi dari tadi.
Aku hanya bisa melihat jarum jam yang berada di arloji tangannya. Bergerak
tanpa mengubah temponya. Setelah satu putaran penuh, dia kembali ke titik
asalnya. Tapi sudut yang dibentuk oleh jarum-jarum jam tersebut tidak akan
sama, meskipun ada jarum jam yang terlihat tidak bergerak sedikitpun.
“Mungkin
harusnya aku juga memberinya sesuatu. Sudah lama sekali aku tidak memberikan
dia sesuatu.” Haruno-san mengangguk sambil melihat ke arah bingkisan tersebut,
lalu dia menatap ke arah Hayama.
“Bagaimana
menurutmu, Hayato?”
“Yeah...”
Hayama lalu
menyandar ke kursinya dan melihat ke arah jendela. Entah mengapa, aku pikir dia
tidak sedang melihat ke arah lampu-lampu jalanan. Akupun melihat ke arahnya
dari image yang terlihat di jendela tersebut dan tiba-tiba aku memikirkan sesuatu:
Apa yang dia pernah berikan kepada
Yukinoshita di masa lalu?
x x x
Waktu
berlalu dengan lambat. Hampir setengah jam berlalu semenjak panggilan telepon
ke Yukinoshita. Memang, untuk sampai kesini dari apartemennya akan memakan
banyak waktu. Dan karena yang memanggilnya kesini adalah kami, sekarang kami
tidak bisa pergi begitu saja dari sini. Kopi yang kuminum sudah lama habis, dan
uap panas dari poci teh di meja ini sudah tidak ada lagi. Yuigahama seperti
duduk dengan gelisah, melihat ke arah pintu masuk kafe ini. Satu-satunya orang
yang terlihat tenang disini adalah Haruno-san. Dia melihat-lihat sesuatu di
HP-nya, lalu menekan layar HP-nya sambil menunjukkan itu ke Hayama.
“Coba lihat
yang ini.”
“Sangat
manis.” Hayama mengatakan itu dengan tersenyum. Haruno-san terlihat setuju
dengannya dan tersenyum.
“Jawaban yang
gampang kutebak akan keluar darimu, Hayato.” dia menjawabnya dan Hayama
membetulkan posisi duduknya. Aku tidak tahu apa yang dia tanyakan, tapi
jawabannya memang terkesan sangat sopan. Tapi yeah, jawaban seperti itu memang
tipe-tipe jawaban dari Hayama. Haruno-san tiba-tiba kehilangan rasa
antusiasmenya kepada Hayama, lalu dia berdiri, pindah ke sampingku dan
menunjukkan layar HP-nya. Di layar tersebut, ada semacam piyama. Berwarna
pastel yang tidak teratur, semacam warna-warna imut; secara keseluruhan itu memang manis. Yuigahama melihat ke
arah layar itu juga dan menggumamkan “manisnya”. Tampaknya Haruno-san sejak
tadi mencari-cari benda semacam ini di layar HP-nya. Kalau melihat dari
obrolannya tadi, tampaknya dia hendak menghadiahkan itu ke Yukinoshita.
“Kalau
menurut Hikigaya-kun, bagaimana?” tanya Haruno-san. Dia sekarang bersandar ke
meja, dengan bahunya menopang tubuhnya dan menunjukkan gambar itu dengan
tangannya. Aku tidak tahu harus melihat
yang mana: HP atau dirinya. Sementara itu, dia terus melihatku dengan kedua matanya.
Kenapa kau punya belahan dada yang tampak dalam seperti itu? Dan wajahmu itu
terlalu dekat! Kalau ini semacam permainan dimana aku harus menatap ke arah
layarnya, maka aku akan kalah seketika!
“Memang, cukup manis.”
Akupun memalingkan pandangan mataku dari Haruno-san.
“Jawaban
yang kurang jelas. Begitulah Hikigaya-kun,” Haruno-san dengan bangganya
tersenyum dan kembali ke kursinya, dan kembali bermain-main dengan HP-nya lagi.
Aku menjadi sangat lelah karena percakapan ini. Akupun merendahkan tubuhku dan
menutup mataku secara perlahan. Tiba-tiba Yuigahama seperti menyadari sesuatu
dan memanggil seseorang. Akupun menoleh ke arah suara itu ditujukan dan melihat
Yukinoshita berjalan ke arah kami.
“Yukinon,
kami disini!” Yuigahama mengatakan itu sambil melambaikan tangannya.
Yukinoshita menyadari kami dan mendekati meja kami.
“Yuigahama-san,
kau ada disini juga?” dia menanyakan itu dengan ekspresi terkejut. Ah, ya, aku
memang tidak mengatakan itu ketika mengobrol dengannya tadi.
“Yeah,
umm...Aku dan Hikki sedang berbelanja dan tidak sengaja bertemu dengan kakakmu,”
Yuigahama mengatakan itu sambil menyentuh sanggul rambutnya. Dia tampaknya
ragu-ragu apakah akan mengatakan tentang pergi berbelanja untuk hadiah ulang
tahunnya atau tidak, tapi kata-katanya tersebut malah terdengar memiliki makna
ganda.
“Berbelanja...Begitu
ya.” Yukinoshita menjawabnya sambil menatap curiga ke arahku dan Yuigahama.
Merasakan tekanan dari pertanyaan itu, Yuigahama mulai melihat ke arahku dan
Yukinoshita. Mereka tidak mengatakan apapun, hanya saling menatap satu sama
lain. Kesunyian kembali terjadi, meskipun terjadi tidak beberapa lama. Yang
kudengar hanyalah obrolan dari pengunjung lain kafe ini, suara cangkir, musik
latar, langkah kaki pelayan, dan suara tawa kecil dari Haruno-san. Banyak
sekali suara disini tapi entah mengapa kesunyian ini membuatku gugup sekali.
“Bagaimana
kalau duduk dulu?” Hayama memutuskan untuk memecah kesunyian ini. Yuigahama
lalu berpindah tempat duduk ke sofa di sebelahnya.
“Du-duduklah
disini,” Yuigahama menunjuk ke arah tempat kosong di sebelahnya.
“Oh, terima
kasih,” Yukinoshita mengatakan itu dan membuka mantelnya, melipatnya dan duduk.
Lalu dia menatap ke arah Yuigahama.
“Maaf kalau
sudah menyebabkanmu banyak masalah.”
“Oh tidak
apa-apa,” Yuigahama mengatakan itu sambil melambaikan tangannya. Yukinoshita
lalu mengembuskan napasnya, seperti berusaha menenangkan dirinya. Setelah itu dia
menoleh ke arahku, tapi tatapannya mengarah ke suatu tempat.
“Hikigaya-kun,
umm...”
“Tidak
masalah, lagipula aku tidak ada rencana apapun.”
Aku tidak
ada rencana apapun tentang kegiatan setelah berbelanja. Aku malah lega karena
kami tidak berduaan di tempat ini. Bukannya
aku mau mengatakan lega karena bertemu dua orang di depanku ini. Si penjahat
masih terlihat memasang senyum yang provokatif disini.
“Yukino-chan, kau telat
sekali.”
“Kau
memanggilku tiba-tiba dan masih berani mengucapkan pertanyaan itu?” Yukinoshita
menjawabnya dengan tatapan yang gelap. Haruno-san hanya melihatnya dengan
tatapan jahil. Yuigahama, yang berada diantara batu yang keras dan tempat
berbahaya, hanya bisa tersenyum. Tidak!
Berhentilah berselisih, Yukinoshita bersaudara!
“Tapi
Yukino-chan datang kesini secepat yang dia bisa...” kata-kata itu diucapkan
oleh suara yang lembut dan terlihat hendak mencairkan suasananya. Mendengarkan
seseorang memanggil Yukinoshita dengan nama seperti itu, akupun menoleh ke asal
suara itu, Hayama Hayato. Dia tampaknya menyadari kalau dia mengatakan terlalu
banyak dan tersenyum untuk mencairkannya.
Yukinoshita
lalu menatap tajam ke arahnya. Bahu Hayama terlihat merendah.
“Yukinoshita-san,
apa kau hendak memesan sesuatu?”
“Tolong teh
hitam satu...” dia akhirnya menjawabnya. Hayama secepatnya membuat pesanan
tersebut. Ketika tehnya sudah datang, Haruno-san mengembuskan napas yang panjang.
“Sudah lama
sekali ya kita tidak berkumpul
bersama dan minum teh seperti ini.”
“Yeah,”
Hayama terlihat setuju dengannya.
Yukinoshita
menutup kedua matanya, sambil memegangi cangkir teh di tangannya. Tiba-tiba
percakapannya berhenti, dan Yuigahama mencoba untuk mencairkannya.
“Ah,
umm...Apa Hayato-kun itu teman lamamu?”
“Benar! Dia tidak punya saudara sama sekali,
jadi orang tuanya sering meminta kami bermain dengannya. Benar tidak,
Yukino-chan?”
“Menurutku
tidak begitu...”
“Oh kurasa
tidak begitu. Tidak hanya orang tuaku saja, tapi orang tua yang lain juga
seperti itu.”
Baik
kata-kata Haruno-san dan Hayama tidak ada yang bisa mempengaruhi sikap
Yukinoshita. Meski Haruno-san tampaknya agak terganggu dengan ini, dia tetap
melanjutkan topiknya.
“Sudah lama sekali ya. Kau waktu itu masih
kecil, jadi karena kesibukan orang tuamu, mereka menitipkanmu kepadaku.”
Mendengarkan
itu, Yukinoshita menggerutu.
“Kau salah.
Faktanya kau hanya menyeret kami kemanapun kau mau. Itu sangat buruk sekali,”
Yukinoshita mengatakan itu sambil menaruh cangkir tehnya ke piring cawannya dan
melihat ke arah Haruno-san dengan dingin. Hayama-pun terlihat bereaksi terhadap
hal tersebut.
“Oh, benar.
Waktu itu di kebun binatang memang buruk sekali.”
“Dan di
taman pinggir pantai juga. Dia meninggalkan kita sendirian, dia juga
menggoyang-goyangkan kabin ferris wheel...”
Wajah mereka
berdua terlihat suram ketika mengingat kembali jaman kegelapan itu. Haruno-san
malah terlihat senang dan mengkonfirmasi cerita Yukinoshita.
“Yep, yep,
benar sekali. Yukino-chan memang cengeng waktu itu.”
“Aku tidak
seperti itu. Jangan mengada-ada.”
“Aku tidak
mengada-ada! Benar tidak, Hayato?”
“Hehe. Well,
aku tidak bisa mengatakan itu...”
Haruno-san
membahas sebuah kejadian, Hayama menambahkan, dan Yukinoshita hanya mengangguk
dan terdiam. Melihat mereka membicarakan masa lalu mereka, aku tiba-tiba
teringat akan sesuatu. Tidak peduli apa yang mereka katakan, mereka memang
telah bersama-sama sejak lama dan mengalami kejadian itu bersama-sama. Orang
luar sepertiku tidak punya tempat di memori mereka. Bahkan Yuigahama tidak ada
keinginan untuk ikut menimpali percakapan itu, apalagi diriku. Aku tidak tahu
hubungan semacam apa yang mereka miliki di masa lalu, dan meskipun aku tahu,
tidak akan ada yang berubah. Yang bisa kulakukan hanyalah meneguk kopi pahitku
ini sambil memikirkan hal yang lain. Membayangkan beberapa hal.
Dulu ada
yang pernah bertanya kepadaku: Apa yang
akan berubah jika aku juga satu sekolah dengan mereka? Apa jawabanku waktu itu?
Ketika aku sedang mengingat-ingat masa lalu, aku tiba-tiba mendengar ada
cangkir yang ditaruh di piring cawannya. Aku lalu melihat asal suara itu dan
melihat Haruno-san, yang sedang melihat ke arah Yukinoshita dan Hayama dengan
ekspresi wajah yang tidak bisa kubaca.
“Kalian
sangat manis waktu itu. Dan sekarang kalian sangat membosankan.” Haruno-san
mengatakan itu dengan senyum, bibirnya terlihat mengkilap, dan dengan nada yang
dingin. Semuanya terdiam. Yukinoshita terlihat mengepalkan tangannya di meja
sedangkan Hayama seperti menyegel bibirnya dalam-dalam dan memalingkan
wajahnya. Yuigahama melihatku dengan khawatir. Melihat kesunyian ini,
Haruno-san tersenyum.
“Tapi sekarang
aku punya Hikigaya-kun. Kalian bisa bermain-main dengannya, tahu tidak? Pasti
akan sangat menyenangkan.” Haruno-san mengatakan itu sambil menyelesaikan
kata-katanya. Aku merasakan dingin yang tiba-tiba merambah punggungku. Sekarang
dia menatap ke arahku, tatapannya seperti mempertanyakan sesuatu, tapi terlihat
sangat gelap.
“Well, asal
jangan bermain fisik...” kataku sambil memalingkan pandanganku dari tatapan
Haruno-san. Dia memasang senyum yang licik untuk meresponnya.
“Oleh karena
itu, aku ingin mencolekmu. Hachiman
yang manis dan lembut di tangan, datanglah kepadaku,” kata-kata itu keluar bersamaan
dengan tangannya yang menyentuh rambutku. Akupun berhasil menghindarinya.
“Oh, dia
kabur,” Haruno-san mengatakan itu dengan lembut, seperti berasal dari kakak
perempuan sendiri. Sangat langka bagiku bisa melihat seseorang yang lebih tua
dan tersenyum dengan cantik seperti ini, jadi aku tidak bisa mengatakan kalau
aku tidak menyukainya. Dan aku tidak peduli apakah ini wajah aslinya ataukah
hanya topeng semata. Tidak ada orang yang sengaja untuk bisa terlihat lebih
manis dari dirinya yang memang terlihat manis dari sananya, seperti Isshiki
Iroha. Kau tidak bisa menyalahkan orang-orang yang seperti itu.
Yang
benar-benar kutakutkan adalah kegelapan yang menyelimuti Haruno-san, sebuah hal
yang kutangkap dari kegelapannya. Sekarang ini, Haruno-san tidak mengatakan
apapun. Malahan, dia hanya tersenyum dan mengganti topiknya.
“Ngomong-ngomong
soal hal berbau fisik. Kalau tidak salah kalian ada Marathon dalam waktu dekat?”
“Yeah, akhir
bulan ini,” Yuigahama menjawab itu. Haruno-san lalu terlihat terkejut.
“Oh, bukan
di bulan Februari?”
“Ya. Wali
kelas kami mengatakan mereka sengaja mengubah jadwalnya untuk tahun ini,” jawab
Hayama. Wajah Yukinoshita terlihat lebih gelap. Oh iya, kau sendiri tidak punya stamina yang bagus. Dia mungkin
tidak suka hal-hal semacam ini.
Sekarang
suasana disini terlihat lebih hidup. Semuanya terlihat bagus dan baik-baik
saja, tapi grup yang terdiri dari 5 orang dan sedang mengobrol ini menarik
perhatian banyak orang. Tentunya, kita tidak terlihat sangat menarik, tapi kita
memang menarik perhatian. Well, merekalah yang menarik...Aku merasa banyak
sekali orang menatap ke arah sini di dekat pintu masuk. Mereka ini adalah orang-orang
yang cantik dan tampan. Kecantikan yang bisa membuat orang memalingkan
pandangannya ketika sedang berjalan di jalan. Karena itulah aku merasa diriku
ini seperti menjadi manusia yang tidak terlihat. Aku adalah bayangan...Tapi
semakin terang cahayanya, semakin pekat bayangannya. Aku tidak punya hal lain
yang bisa kulakukan, jadi aku akan jadi latar belakang mereka saja. Seperti
Tetsuko Kuroyanagi. Karena aku tidak ikut dalam obrolan mereka dan hanya
meminum kopiku, kopiku menjadi lebih cepat habis. Ah ini momen yang
tepat! Aku punya alasan untuk pergi.
“Maaf, aku
permisi sebentar,” akupun mengatakan itu dan pergi.
Sebenarnya tidak
ada hal lain yang akan kulakukan. Secara umum, ketika kau mengatakan “aku
permisi sebentar” di sebuah kafe atau restoran, semuanya pasti paham apa
maksudnya. Jadi tidak akan ada seorangpun yang akan menghentikanmu. Mungkin itu
alasannya orang-orang minum minuman yang merangsang pencernaan seperti teh,
kopi, atau alkohol ketika mereka berkumpul. Minuman-minuman itu juga membantu
mencairkan suasananya, atau lebih tepatnya, mereset suasananya. Misalnya kau
menghadiri sebuah undangan dan satu meja dengan orang yang tidak menyenangkan,
maka kau bisa beralasan pergi ke toilet, dan kembali lagi ke acaranya dengan
mengambil meja yang berbeda. Mungkin kita harusnya menjual teh, kopi dan
sejenis itu dengan menempeli slogan “Minuman untuk percakapan yang tradisional”,
penjualannya akan meningkat. Atau tidak. Memikirkan ini semua dalam perjalanan
ke pintu keluar, akupun mendengar percakapan yang berbahaya.
“Oh, aku
keluar sebentar, ada perlu,” sebuah nada suara yang ceria dan licik terdengar.
Saking cerianya, seperti memberitahukan kalau itu memang basa-basi. Aku
mendengar suara langkah kaki yang mengejarku dari belakang. Dia menepuk bahuku
dan akupun menoleh. Ternyata dia.
“Mau tidak
menemani kakakmu ini jalan-jalan? Sebentaaaar saja.” Haruno-san mengatakan itu
dengan senyum.
“Tapi aku,
well...” akupun berusaha menolaknya dengan senyum yang kaku dan mulai berjalan
ke pintu keluar, tapi tangannya masih memegangi bahuku. Hmm, aku masih bisa kabur! Tapi tiba-tiba tangannya turun ke bawah
dan menggandeng lenganku.
“Jangan
dingin begitu. Ayo kita kencan, Hachiman,” dia membisikiku hal itu, tiba-tiba
dia menempel kepadaku. Sial, mengucapkan
kata-kata ultimatenya. Aku tidak bisa menolaknya dan hanya bisa berjalan
mengikuti arahannya. Kamipun berjalan meninggalkan kafe tersebut.
x Chapter I | END x
Tidak ada komentar:
Posting Komentar