x x x
Ketika kita keluar dari kafe, matahari sudah benar-benar tenggelam. Kami berada di dalam jauh lebih lama dari yang kami rencanakan, dan suasana kafe sudah berubah menjadi suasana malam. Tiupan angin laut menjadi lebih dingin ketika malam tiba. Kamipun berjalan secara perlahan menuju stasiun, melewati banyak sekali orang-orang. Yuigahama melihat ke arah mereka dan berkata.
"Tahun ini akan segera berakhir..."
Yukinoshita yang berjalan di sampingnya, mengingat sesuatu dan mengatakannya.
"Memang. Tiba saatnya untuk bersih-bersih."
"Aku akan membantu!" Yuigahama menawarkan bantuannya, Yukinoshita-pun tersenyum dibuatnya.
"Oh? Terima kasih. Kita juga harus membersihkan ruangan klub juga."
"Itu benar." akupun mengangguk.
Kita sangat sibuk waktu Natal kemarin dan tidak sempat untuk membersihkannya. Tidak lupa beberapa barang yang sengaja ditinggalkan disana oleh Isshiki. Untuk saat ini, ruangan klub sedang berada dalam situasi paling kacau dalam sejarah berdirinya klub.
"Kalau begitu, ayo kita bersihkan ketika masuk sekolah nanti."
"Yeah."
Yuigahama tampaknya malas untuk segera membersihkannya; di lain pihak, Yukinoshita terlihat dingin seperti biasanya. Ngomong-ngomong, aku tidak pernah ingat kalau baik diriku ataupun Yuigahama pernah membersihkan ruangan klub. Itu artinya selama ini Yukinoshita-lah yang membersihkannya sendirian. Maaf dan terima kasih ya, namu namu, aku mengucapkan dalam diam beberapa doa untuknya.
Kami telah sampai di perempatan jalan dekat taman. Kalau belok kiri, maka akan menuju stasiun; kalau ke kanan maka akan menuju ke apartemen Yukinoshita. Dia menunjuk ke kanan dengan jarinya.
"Kalau begitu, sampai jumpa lagi Hikigaya-kun. Kami akan menuju jalan ini."
"Tentu, selamat tinggal. Aku akan mampir ke restoran ramen sebentar sebelum pulang ke rumah."
Dan para gadis berjalan menuju apartemen Yukinoshita.
Ketika aku mulai berjalan, Yuigahama memanggilku dari jauh. Ketika membalikkan badanku, aku melihatnya sedang melambaikan tangannya.
"Hikkiii! Selamat Tahun Baru!"
"Yup, sampai jumpa tahun depan."
Setelah membalasnya, akupun berjalan menuju stasiun. Angin yang dingin mulai membuat wajahku kedinginan. Karena itu, aku bisa merasakan kalau telingaku seperti sedang terbakar. Aku harus memasang syalku lebih ketat lagi.
x x x
Aku pernah mengatakan kalau aku punya ruang terpisah di perutku untuk ramen, begitu juga saat ini, bahkan setelah memakan makanan manis tadi, aku memakan seporsi penuh ramen tanpa meninggalkan sisa sedikitpun. Setelah itu, aku pergi ke halte bus untuk pulang ke rumah. Tidak banyak bus yang lewat dari Stasiun Kaihin Makuhari ke kompleks perumahanku; sebenarnya aku baru saja melewatkan bus yang berhenti di halte, bus selanjutnya akan datang dengan waktu yang agak lama. Tentunya, aku bisa jalan kaki ke rumah, tapi kalau melihat ada bus lewat ketika kau sedang berjalan kaki dalam cuaca dingin (haha), akan terlihat menyedihkan.
Meski sudah dekat dengan tahun baru, banyak sekali budak-budak perusahaan yang tetap bekerja. Bahkan untuk saat ini, ketika malam tiba, bayangan para budak perusahaan tersebut bisa terlihat di berbagai tempat. Termasuk, di halte bus ini.
Keramaian dari orang-orang di halte bus ini seperti bangunan yang bisa menghentikan tiupan angin, jadi aku berdiri di belakang mereka dan tidak merasa kedinginan. Tiba-tiba, ada suara bel berbunyi. Dari semua tempat yang sangat mungkin bisa kudengar suara seperti ini, malah terdengar di halte bus! Akupun menggerutu kesal, berharap suara bel tersebut akan berhenti. Heei, belly-belly, kau sangat mengganggu! Dengan emosi, aku melihat ke sumber suara tersebut dan melihat sosok yang familiar sedang melambaikan tangannya kepadaku.
"Dih gue dicuekin! Luar biasa!"
"Enggak, sebenarnya enggak gitu."
Orimoto Kaori secara perlahan mendekatiku, tetap berada di sepedanya sambil satu kaki turun ke jalan untuk menyeimbangkannya. Sepertinya, shift kerjanya sudah selesai dan dia hendak pulang ke rumah. Aku ternyata kebetulan sedang ada di pinggir jalan dimana dia biasa pulang, jadi dia menyapaku.
"Hikigaya, kau mau pulang ke rumah?"
"Yeah," Akupun membalasnya singkat.
Orimoto lalu menepuk-nepuk tempat duduk di belakang sepedanya.
"Yuk, bonceng saja sepedaku!"
"Enggak usah, itu kan sepeda. Lagipula, sekarang sangat dingin."
[note: Di Jepang, ada beberapa daerah yang melarang naik sepeda berboncengan, tampaknya Chiba termasuk di dalamnya.]
Orimoto dengan tenang membalasku.
"Kalau begitu, kamu yang di depan saja. Mengayuh sepeda akan membuatmu hangat."
Apaan? Dia mau gue yang mengayuh sepedanya? Dasar jahat! Dan mengatakan seperti itu seperti sebuah hal yang normal untuk dilakukan! Aku hendak memberitahunya soal itu, tapi ada seseorang yang melihat kami berdua dari tadi. Kulihat ke arah orang itu dan melihat seseorang yang kuduga berusia 28 tahun dan masih jomblo, melihat ke arah kami berdua dengan tatapan "TOLONG JANGAN BERMESRAAN DI DEPAN MUKA GUE, ATAU GUE BACOK LO!". Para budak perusahaan memang sangat mengerikan. Merasakan aura tekanan itu, aku memutuskan untuk meninggalkan keramaian di halte bus ini. Yeah, kalau disana terus aku hanya akan menjadi pengganggu mereka.
Akupun mendekati Orimoto.
"Ini..."
Dia mengatakan itu sambil memberiku kemudi dari sepedanya.
"Kan sudah kubilang kalau aku tidak hendak berboncengan denganmu."
Orimoto terlihat kecewa dan membalasku.
"Ya sudah kalau begitu. Kutemani jalan pulang ya."
Dia mulai berjalan sambil menuntun sepedanya.
Cepat sekali! Tidak membutuhkan jawabanku, eh? Aku sendiri tidak mempermasalahkan itu dan berjalan dengannya. Aku sendiri memang tidak punya pilihan. Kasarnya...Aku tidak mau menyebut ini adalah hal yang bagus darinya. Di lain pihak, ketika ada seseorang yang berbicara denganmu seperti itu kurasa bukanlah hal yang buruk. Aku mungkin bisa jatuh cinta kepadamu jika kamu begitu! Hentikan itu, aku bisa mati!
Tidak, aku tidak menyukai perlakuan ramah semacam itu.
Orimoto lalu terlihat seperti baru saja mengingat sesuatu dan mencari-cari sesuatu di kantongnya.
"Oh iya, apa nomor HP-mu berubah?"
"Aaah..."
Aku membalasnya tanpa sempat berpikir. Itu bukanlah jawaban yang tepat. Bukan sebuah jawaban "ya" atau "tidak". Faktanya, sebenarnya jawabannya "ya". Hal pertama yang harus kau lakukan untuk mengulang sebuah hubungan adalah membersihkan kontak telepon dan alat-alat komunikasi tentang itu. Ngomong-ngomong, ini bukan kali pertama aku berganti nomor. Bukan juga kedua kalinya. Meski sekarang aku berpikir kalau aku tidak perlu melakukannya lagi: orang-orang mungkin sudah melupakan itu. Tapi, berganti nomor memang sangat membantu untuk mendedikasikan diri menghapus "hubungan yang berujung harapan palsu" dan bisa disebut "level 6 dari mailer daemon". Ini terlalu kuat, kartu as semacam ini harusnya dilarang beredar!
Memangnya ada apa dengan obrolan nomor HP ini? Gadis yang berambut keriting ini tampaknya tidak menyadari keterkejutanku dan melanjutkannya.
"Kami sedang merencanakan acara reuni kelas tiga SMP setelah Natal, jadi kami memutuskan untuk berkumpul di suatu tempat dan makan-makan. Oleh karena itu, aku ingin memberitahumu lewat HP."
"Ah, begitu ya. Tapi, aku sendiri tidak akan hadir."
"Sudah kuduga."
Orimoto mengatakan itu sambil tertawa.
Dan begitulah kami mengobrol di sepanjang jalan menuju kompleks perumahan kami. Kadang ada dua hingga tiga kesunyian yang terjadi. Aku bahkan tidak menyebut itu sebuah obrolan: aku kebanyakan hanya mengangguk saja. Orimoto tampak tidak keberatan dengan itu. Caranya membaca suasana memang tidak berubah sejak SMP dulu.
Dekat sebuah dam besar yang berada di pinggir jalan raya, Orimoto menoleh ke arahku dan bertanya sebuah pertanyaan yang sangat mengejutkan.
"Ngomong-ngomong, apa kamu pacaran dengan salah satu dari mereka?"
Dia bertanya dengan gayanya yang biasa, wajahnya menunjukkan ekspresi yang sangat penasaran. Yeah, sebenarnya dulu dia pernah menanyakan hal yang serupa dengan itu.
[note: volume 9, seusai rapat kolaborasi SMA Kaihin-Sobu, Kaori bertanya apakah Yukino atau Yui pacar Hachiman.]
"Hmm..."
Dia lalu menoleh ke depan, seperti pertanyaan tadi kehilangan makna-maknanya...
Kami berdua lalu terdiam, suara yang terdengar hanyalah suara langkah kaki kami dan roda sepeda. Dia lalu bertanya sekali lagi, dengan suara yang lebih pelan tanpa menoleh ke arahku.
"Dan kau mencintai salah satu dari mereka?"
Pertanyaannya sama dengan yang sebelumnya, tapi entah mengapa kali ini aku tidak bisa menjawabnya. Aku bahkan tidak bisa menyangkalnya; semua kata-kata seperti terjebak dalam tenggorokanku. Kesunyian diantara kita seperti bertambah parah setelah pertanyaan tadi keluar. Orimoto, yang mengharapkan adanya jawaban dariku, terlihat terkejut. Dia melihat wajahku, lalu tersenyum, seperti hendak meminta maaf.
"Oh, lupakan saja pertanyaanku tadi."
Mungkin aku harusnya menjawab pertanyaannya tadi. Tapi, entah...Mengapa aku tidak melakukannya? Aku harusnya tahu apa jawaban dari pertanyaannya tadi.
Selanjutnya, aku hanya berjalan sambil mengangguk saja dengan kata-katanya, tidak mengatakan apapun yang berarti.
x Volume A | END x
Kasian kaoiri
BalasHapus