x x x
Aku sudah pernah kesini sebelumnya.
Dua menara kondominium disini sepertinya memang didesain dengan model menara kembar.
Di salah satu lantai atas menara inilah Yukinoshita tinggal.
Dulu aku pernah kesini waktu Festival Budaya, ketika Yukinoshita jatuh sakit dan tidak masuk sekolah.
Dia tinggal sendirian disini. Kalau tidak salah, waktu itu aku menjenguknya bersama Yuigahama.
Sejak saat itu pula, aku belum pernah datang kesini lagi.
Tapi, mungkin Yuigahama sudah datang kesini berkali-kali, baik sebelum dan sesudah Festival Budaya. Dia sepertinya sudah terbiasa datang kesini. Dia tampak tenang-tenang saja sejak berjalan bersama Yukinoshita, bahkan ketika melewati pintu otomatis di gerbang masuk menara kondominium.
Sebaliknya, aku sendiri tampak tidak tenang, dan terus melihat kesana-kemari tanpa henti. Begini, aku kan sedang berada di rumah seorang gadis, wajarlah kalau aku menjadi gugup...Err sebenarnya, aku masih terdiam di dekat pintu otomatis sedari tadi!
Tekanan yang tiba-tiba muncul ketika hendak memasuki rumah seorang gadis seperti sesuatu yang sangat buruk sekali. Bahkan aku sekarang mulai berpikir kalau masuk ke sebuah dungeon dan mendapatkan seorang gadis di sana adalah sebuah sebuah kesalahan.
[note: paling populer ketika anda menonton anime/ LN serupa]
Di pintu masuknya, kalau kita menyingkirkan adanya faktor manusia di tempat ini, sangatlah sunyi sekali. Kalau aku adalah Bashou, aku pasti akan berubah menjadi batu. Ada apa sih dengan dia, apa dia Angelo?
[note: dari Jojo]
Suara-suara yang terdengar oleh telingaku hanyalah suara napas, kurang lebih seperti suara embusan napas. Setelah pintu otomatis, terdapat lorong yang panjang dengan ujung sebuah pintu lift yang tertutup dengan rapat.
Pintu otomatis tersebut terbuat dari kaca buram yang berwarna kayu untuk menyesuaikan dengan warna gedung, karena itulah sangat sulit untuk melihat ada apa di baliknya. Untuk sejenak, Yukinoshita menatap ke arah pintu tersebut, lalu dia mengambil sebuah kunci dari tasnya.
Tapi, dia tidak menggunakan kunci itu untuk mengaktifkan interkom, tapi malah meremas-remas kunci tersebut.
Karena Yukinoshita adalah penghuni tempat ini, kurasa aku tidak perlu memempertanyakan apa yang sedang dia pertimbangkan tersebut.
Sepertinya sudah ada seseorang yang menunggunya disini.
Aku tidak tahu masalah apa yang membuat Yukinoshita tinggal sendirian disini, tapi kalau aku mendapatkan kesempatan untuk mengetahui alasannya, aku tidak mau terlibat dalam masalahnya itu.
Bahkan setelah inipun, aku sepertinya tidak mau menekannya untuk mendapatkan sebuah jawaban.
Bukannya aku tidak tertarik. Malahan bisa dibilang alasanku agak aneh. Sederhananya, itu karena aku tidak tahu bagaimana cara menanyakan itu kepadanya, dan juga aku tidak tahu bagaimana cara yang tepat dan benar untuk melakukannya.
Aku selalu takut ketika terlibat dalam masalah pribadi, tapi itu karena aku tidak tahu kapan aku akan menginjak ranjau darat disana.
Dari pengalamanku, aku tahu kalau ada orang-orang yang akan terluka jika ditanyakan pertanyaan basa-basi. Misalnya, ketika ditanya "apakah anda punya pacar?" dalam wawancara kerja, bahkan ketika yang tanya itu sekedar bertanya untuk menghilangkan kebosanan, tetap akan terasa menyakitkan gara-gara momen dan cara bertanyanya. Sial, apa aku mulai menceritakan tentang diriku lagi? Well, pastinya itu bukan aku, itu orang lain. Sederhananya, mencari tahu sesuatu yang seharusnya tidak diketahui akan menimbulkan resiko-resiko tertentu.
[note: simple, wawancara kerja waktu Hachiman mencari kerja paruh waktu liburan musim panas.]
Tapi, kali ini aku punya satu pertanyaan kepada Yukinoshita. Jika pertanyaan ini berdasarkan sesuatu yang kami berdua ketahui, kurasa aku bisa memulai pembicaraan tentang itu dengannya.
"Apa dia...Masih disini?"
"...Mungkin saja."
Bahkan tanpa menyebut nama, kita berdua tahu siapa orangnya. Orang itu adalah Yukinoshita Haruno, dia pasti sedang menunggu di apartemen ini.
Yukinoshita menjawabnya dengan senyum kecilnya. Kemudian dia memasukkan kunci tersebut ke interkom.
Tapi, sebelum dia menyalakan interkomnya, liftnya terbuka tanpa menimbukan suara apapun.
"Ya ampun! Yukino-chan ya."
Suara tersebut muncul bersamaan dengan suara langkah kaki.
Orang yang muncul dari pintu tersebut adalah Yukinoshita Haruno. Sosoknya yang diselimuti cahaya yang memantul dari langit-langit lift, terkesan seperti sebuah lampu sorot untuk dirinya.
"Nee-san..."
Mereka berdua hanya bisa menatap satu sama lain dengan ekspresi terkejut. Di momen itu pula, aku menyadari kalau mereka berdua sangat mirip sekali, benar-benar kakak-adik. Bukan begitu, memang wajah mereka berdua mirip. Bahkan kalau kukesampingkan faktor kesukaan dan penilaian subjektifku, kesimpulannya adalah dua saudari yang cantik. Hanya saja, kesan yang dimunculkan mereka berdua berbeda, dan itu membuatku kalau mereka berdua cantik di dua hal yang berbeda.
Meski begitu, di momen seperti ini aku fokus kepada kemiripan mereka berdua. Mereka berdua hanya terdiam dan tertegun, cara mereka mengedip-ngedipkan matanya seperti bayangan cermin saja.
Tapi, bayangan tersebut langsung hancur seketika.
"Selamat datang!"
Mungkin hanya perasaanku saja ya, ekspresi Haruno yang lebih lembut dari biasanya ketika menepuk bahu Yukinoshita tampak ada yang kurang beres.
Ketika kuamati lebih cermat, pakaiannya juga tidak mencerminkan seseorang yang cerdas, mungkin lebih tepat disebut tampilan orang yang akrab dan ceria. Mungkin, ini dikarenakan pakaian rumahan yang dia pakai. Dia memakai jubah yang memperlihatkan lengannya, dan sandal di kedua kakinya. Tampilan semacam ini memberiku kesan Oke, ini sudah hampir melewati batas.
Yang lebih penting lagi, rambutnya terlihat basah, dan pipinya memerah. Biasanya, kedua matanya memberikan kesan tajam, tapi kali ini tampak payah dan lelah.
"...Apa kau habis minum?"
"Ahh, kayaknya iya deh. Tapi sedikit sich."
Ketika menjawab, Haruno-san menunjukkan jari kelingking dan ibu jarinya yang menyatu. Sebaliknya, mulutnya yang sedari tadi tidak bisa menutup sepertinya memang sedang dalam keadaan mabuk. Secara tidak sadar, perhatian kami semua tertuju kepada Haruno-san.
Setelah itu, seperti sadar kalau situasi sekitarnya tampak kikuk, Haruno-san tiba-tiba pura-pura batuk.
"Ngomong-ngomong, kalau kau pulang artinya
"Ya. Aku ingin mengatakan sesuatu kepadamu."
Yukinoshita memotong kata-katanya dan menggiring topik pembicaraannya. Ekspresinya tidak terlihat tegang ataupun gugup. Melihat hal tersebut, Haruno hanya bisa mengembuskan napasnya.
"Begitu ya."
Dia menjawabnya dengan datar. Seperti menunjukkan ketidaktertarikan, dia lalu menatap ke arah pintu lift.
"...Kalau begitu, bukankah kita harusnya tidak membicarakan itu disini?"
"Ah, tentu saja, kami sendiri juga hendak pulang. Kami hanya mengantarnya pulang saja."
"Y-Ya...Kalau tidak salah, Yu-Yuigahama bilang ada perlu ke tempat lain setelah ini?"
Yuigahama dan diriku menjawabnya dengan kikuk karena tiba-tiba mendapatkan pertanyaan seperti itu. Lagipula, mereka akan membahas sesuatu yang super penting dan itu adalah urusan pribadi mereka, artinya kita harusnya tidak boleh ikut campur. Tapi, Haruno-san tampaknya tidak begitu peduli dengan jawaban kami dan mulai mendorong punggung Yuigahama.
"Enggak apa-apa, gapapa laaah. Tadi tuh ya, aku mau keluar sebentar ke minimarket dekat sini. Yuk semuanya masuk ke dalam dulu!"
"Ta-Tapi..."
Yuigahama, yang tampak kebingungan, tidak bisa melakukan apapun kecuali bergerak mengikuti arah dorongan tersebut. Lift-nya tidak akan bergerak lebih cepat kalau penumpangnya didorong-dorong...Tapi ada loh, lift yang akan membatalkan perintah ketika kau terlalu sering menekan tombolnya.
Sikap Haruno-san ini membuatnya tampak lebih muda dari biasanya. Mungkin dia memang kuat meminum minuman beralkohol, tapi sikapnya yang seperti ini memang sungguh diluar dugaan.
Akhirnya, lift tiba dan kami semua masuk ke dalam ruangannya. Ruangan yang sempit ini membuatku kurang nyaman. Selain haruno, yang sedang menikmati situasi ini, kami hanya bisa melirik satu sama lain. Dalam kesunyian ini, udara di sekitar bahuku mulai terasa berat sekali.
Mungkin karena suasana yang mulai terasa berat inilah, Yuigahama membuka pembicaraan dengan Haruno.
"Apa kau tadi minum-minum di apartemen?"
"Hmm? Bukan, bukan begitu. Aku tadi minum di luar. Setelah itu, aku pulang untuk mandi untuk mengurangi efek minuman tersebut...Bukankah wajar kalau orang-orang ingin makan yang manis-manis setelah minum-minum?"
Eh? Dia menatapku seperti mencari konfirmasi dariku.
"Entahlah, aku tidak tahu kalau soal itu..."
Meski ada yang memberitahuku kalau memakan yang manis-manis setelah minum-minum adalah hal yang wajar, kami masih belum cukup umur...Seperti sedang memikirkan hal yang sama denganku, dia memiringkan kepalanya dan mengucapkan "hmm."
"Begitu ya. Well, kau akan mengerti jika kau sudah mencoba untuk minum nanti."
"Eh...Apa barusan itu semacam pernyataan dari seorang mahasiswi yang menyedihkan...?"
"Dih, kamu kejam sekali."
Haruno-san menjewer telingaku ketika mengatakan itu, ini membuat telingaku terasa geli karena sebelumnya merasa kedinginan. Oh tidak! Telingaku ini sangat sensitif! Lagipula, napasnya juga bau alkohol, dan shampoonya harum sekali, jadi tolong hentikan, serius ini! Kenapa liftnya sekarang berbau wangi sekali?
"Ya kalau kamu mau minum-minum, maka kau pasti ingin makan-makan."
Kata-katanya tadi terdengar cukup keras seperti dia tidak peduli apakah ada orang lain yang mendengarnya atau tidak. Tanpa sempat berpikir apakah aku harus menjawabnya atau tidak, lift telah tiba di lantai apartemen Yukinoshita.
x x x
Kami mengikuti Yukinoshita masuk ke dalam setelah dia membuka pintunya. Yukinoshita mungkin tinggal di apartemen tipe 3LDK. Meski aku sendiri hanya berada di ruang keluarga waktu kunjungan yang lalu, yang kuingat ruangannya cukup besar, dan ada pintu di lorong yang terhubung ke kamar tidur utama.
[note: 3LDK adalah tipe apartemen. Angka "3" mewakili jumlah kamar tidur, LDK artinya Livingroom (ruang keluarga), Dining (ruang makan), dan Kitchen (dapur) merupakan ruangan yang terhubung dan tidak dibatasi oleh pintu. Yeah, di LN waktu vol 6 chapter 6 sudah menggambarkan dengan tepat hal tersebut.]
Entah mengapa, kunjungan kali ini memberikan sebuah kesan yang berbeda.
Dari pintu masuk, menyusuri lorong, hingga ke ruang keluarga, setiap tempat yang terlihat oleh mata tampak rapi dan bersih. Tampilan ruangannya masih belum berubah. Tapi, hanya Yukinoshita yang menyadari sumber ketidaknyamanan yang ada disini.
Yukinoshita memberikan petunjuk bagi kami untuk beristirahat di sofa. Kulihat juga disana ada semacam pasta kering dimana aku pernah melihat yang serupa dengan itu di ruangan Yuigahama. Kalau tidak salah, ini semacam pewangi atau sejenisnya.
[note: biasa disebut perfume stick, untuk pewangi ruangan. Yang populer, biasanya di ujung stick ada semacam minyak cair yang ditaruh dalam sebuah gelas/ vas khusus.]
Kulihat dengan cermat benda tersebut, ternyata itu semacam tongkat kayu. Di dasarnya adalah sebuah botol yang diisi semacam obat-obatan. Mungkin, inilah sumber dari wewangian ini. Tongkat pasta tersebut menyerap cairan tersebut, dan wanginya akan menyebar lewat udara. Kurang lebih begitu lah.
Wanginya terasa seperti aroma wangi bunga. Terasa manis, campuran berbagai aroma, dan terasa elegan.
Tapi, kurasa aroma tersebut efektif digunakan untuk membuat pikiran pemiliknya lebih ringan sehingga bisa beristirahat dengan tenang.
Sebuah perasaan antah-berantah yang tidak pernah kurasakan pada kunjungan sebelumnya mulai tercium oleh hidungku. Ternyata itu adalah aroma dari keberadaan seseorang yang sebelumnya tidak kulihat berada disini. Keberadaan Yukinoshita Haruno disini memang merubah kesanku terhadap tempat ini.
Ah, jadi inilah sumber ketidaknyamananku sedari tadi.
Aku mungkin menyadari ini karena aroma ini bukanlah tipe aroma dari Yukinoshita. Sepertinya, wewangian ini ditaruh oleh Haruno-san. Dari pendapat super subjektifku, tipikal wewangian yang mencerminkan perasaan bersih, atau sesuatu yang dingin, atau mint, atau juga lemon akan lebih mendekati tipikal Yukinoshita.
Juga, sepertinya Yukinoshita tidak menyukai wangi yang seperti ini. Ekspresi wajahnya tampak kesal sedari tadi. Persis seperti kucing yang wilayahnya sedang diserang, dia sedari tadi melirik ke arah sumber wewangian itu sambil berjalan ke arah dapur dan membuat air panas. Dia mungkin sedang menyiapkan teh hitam untuk menyambut tamu-tamunya.
Sebaliknya, berbeda dengan Yukinoshita yang tampak kurang senang, Haruno berbeda 180°. Dia tampak menggumamkan lagu sambil mengambil sebotol anggur di kulkas. Lalu dia mengambil gelas sampanye, sambil menari-nari, dia lalu menuju sofa dan berbaring disana.
Dia lalu menaruh botol dan gelas di samping sofa, dia lalu merenggangkan kakinya yang dibalut rok mini di sofa, dan berbaring dengan santainya.
Kuusahakan yang terbaik untuk tidak melirik ke arahnya, tapi mataku sesekali berusaha meliriknya. Haruno-san lalu melambai-lambaikan tangannya seperti berusaha mendapatkan perhatianku.
"Silakan duduk dimanapun kalian suka."
"Kenapa malah kakakku yang mengatur tamu-tamuku?"
Embusan napas disertai ekspresi terkejut menyertai Yukinoshita yang kembali dari dapur. Dia mulai menaruh teh hitam di meja kecil. Ada empat cangkir yang ditaruh di meja tersebut. Melihat posisi cangkirnya, kurang lebih sudah ditentukan siapa-siapa pemilik cangkirnya.
Haruno-san lalu mengambil cangkir teh hitam yang ada di depannya, lalu meminumnya seteguk dengan ekspresi puas. Setelah itu, dia menaruh anggur di gelas sampanyenya. Yuigahama tampak melihatnya dengan penuh penasaran.
"Apa itu anggur? Apa kau sering minum-minum?"
"Aku minum apa saja, apa itu bir, anggur, tuak china, whisky, atau sake."
"Heehh, itu keren sekali. Aku selalu berpikir kalau orang yang tahu banyak soal minuman beralkohol adalah keren."
Mendengar kata-kata Yuigahama, Haruno lalu tertawa.
"Aku sendiri tidak merasa tahu banyak loh. Setiap kali aku pergi sebuah toko, aku selalu merasa kalau apapun yang dijual disana adalah barang yang bagus, jadi aku hanya perlu memberitahu orang-orang tentang seperti apa barang yang ingin kubeli dan membiarkan mereka memilihkan itu untukku."
Whoa, apa-apaan ini? Itu terdengar keren sekali, cara dia mengutarakannya...
Ini pasti begini, kau awalnya sengaja berbicara sedikit, lalu setelahnya kau mulai bercerita banyak. Mahasiswi yang kenal alkohol dan berbicara banyak mengenai toko-toko sejenis Moriizou, Maou, atau Dassai benar-benar menjengkelkan.
[note: toko-toko minuman keras terkenal]
Tapi, cara Haruno-san memilih jenis-jenis alkohol memang cukup pintar.
Orang yang menceramahi orang lain tentang pengetahuan alkoholnya memang sangat menjengkelkan, terutama yang menjelek-jelekkan Bir Jepang dan menganggap Bir Belgia yang terbaik. Gejala semacam ini mulai muncul di tahun kedua orang dewasa yang sudah bekerja, biasanya dijuluki Shanibyou! Kenapa sih mereka suka menyombongkan diri tentang pengetahuannya ke anak kecil yang tidak meminta penjelasan soal itu...? Err, kurasa mau bagaimana lagi. Itulah cara untuk menunjukkan superioritas jabatannya ke orang di bawahnya.
[note: Ingat, ini ada hubungannya dengan alkohol dan atasan kerja, dimana bisa ada keduanya? Yeah, pesta tempat kerja. Saya lupa dimana, ada momen dimana Hachiman diundang pesta kantornya, pasti disana ada alkohol dan atasannya.]
Tapi, memang sangat menyedihkan jika seseorang tidak tahu satupun hal tentang alkohol. Misalnya...
"Sommelier! Itu adalah sommelier!"
[note: semacam penyaji minuman anggur khusus]
"Jangan asal ngomong kalau tidak tahu..."
Bocah dengan wawasan yang dangkal, seperti Yuigahama dengan matanya yang berkaca-kaca, membuatku bertanya-tanya ada apa sih dengan orang ini? Belakangan ini, wawasan anak muda jaman now sangatlah terbatas dan ini menjadi sesuatu yang serius dan parah. Serius ini, parah banget. Goblok yang tak terdefinisikan.
Tapi ya, efek dari alkohol itu tidak boleh dianggap remeh. Ada orang-orang di dunia ini yang menggunakan minum-minum sebagai media sosialisasi dan komunikasi, dari situlah efek dari alkohol bisa dimanfaatkan. Misalnya, setelah mengucapkan sesuatu yang kasar dan tidak bisa dimaafkan, ada kecenderungan orang akan menyalahkan "karena waktu itu berada di bawah pengaruh alkohol" untuk keluar dari situasi itu. Bukankah begitu? Meski dimaafkan, tapi tetap tidak akan dilupakan.
Karena itulah, Haruno-san sekarang lebih mudah didekati karena dia sedang mabuk.
Karena itu pula, Yuigahama berpikir akan lebih mudah menemukan topik untuk dibicarakan sehingga bisa menutup jarak yang selama ini ada pada mereka berdua.
Setelah menggoyang-goyang gelas dan mencium aromanya, haruno meminumnya.
Aksinya itu memang enak untuk dilihat. Yuigahama, yang melihat hal tersebut, berdecak kagum.
"Wow...Keren sekali..."
"...Keren?"
Sebenarnya, tidak juga, tapi Haruno-san yang biasanya-lah yang keren. Meski, aku sebenarnya bukan terang-terangan memujinya...Kalau hanya karena minum miras saja bisa menjadi keren, bukankah kumpulan dari om-om, yang gigi depannya banyak tanggal itu, dan biasanya berkumpul di pacuan kuda Nakayama, keren juga? Atau juga om-om yang minum-minum sejak siang hari di Koiwa dan Kasai juga keren?
Tapi, Yuigahama tidak punya gambaran tentang orang-orang dewasa yang giginya tanggal tersebut. Lebih tepatnya, gambarannya adalah Haruno-san.
"Aku merasakan itu, aku merasa kalau wanita yang sedang minum itu keren!"
"Kuberitahu saja ya, kau harusnya membuang jauh-jauh pikiran itu secepat mungkin..."
Serius! Kau ini sudah mulai mengkhawatirkan! Ketika kuliah nanti, pilihlah grup pertemananmu dengan bijak! Berjanjilah dengan orang-orang terdekatmu nanti!
Kurang lebih, aku mengerti apa yang Yuigahama maksud dengan keren. Kami kurang lebih merasa kalau minum miras itu membuat orang itu terlihat seperti orang dewasa.
Entah alkohol ataupun tembakau, ada hal-hal dimana komunitas sosial memberi aturan kalau hanya orang dewasa yang boleh menikmatinya. Karena itulah, mungkin yang dirasakan orang seumuranku hanyalah bentuk pengakuan rasa ingin tahu saja. Bukan karena kita benar-benar membutuhkannya.
Mengkonsumsi barang-barang itu dan bisa memperolehnya adalah bentuk bukti kalau kita, adalah orang dewasa dengan proses yang instant dan mudah.
Tapi, karena aku dekat dengan seseorang yang hidupnya kacau karena bir, aku tidak merasakan hal yang serupa...Misalnya, orangtuaku. Aku pernah mendengar ayahku marah-marah sendiri dan tidak jelas di depan pintu, atau pernah dengar kabar kalau dia menelanjangi dirinya sendiri ketika bersama klien dan hal-hal sejenisnya. Membuatku merasa seperti "APA...?" setiap kali mendengarkan kabar tentangnya.
Memikirkan hal itu, membuatku mengembuskan napasku yang berat ini.
Terdengar juga embusan napas Yukinoshita, dia lalu pergi ke dapur, tapi kali ini dia kembali dengan sebotol air mineral. Dia meminta Haruno-san untuk memberikan botol anggurnya dan menukarnya dengan air mineral.
"Minum miras sendiri itu tidaklah keren. Menjadi orang yang bisa menikmati hidup dengan kesederhanaan dan menghargai orang lain adalah sesuatu yang keren."
"Itu betul sekali. Persis sepertiku."
Haruno tampak tertawa sambil memegang erat botol anggurnya dan menolak untuk menukarnya. Dengan ekspresi yang kesal, Yukinoshita menaruh tangannya di pinggang.
"Masih berniat untuk minum lagi?"
"Ada hari dimana kau merasa kalau minum adalah momen yang tepat waktu itu. Lagipula, alkohol itu adalah oli dalam kehidupan."
"...Kupikir itu malah sumber masalah selama ini."
Benar sekali. Orang yang biasanya menyebut miras sebagai oli kehidupan adalah orang yang tidak berguna. Bahkan jika wawancara kerja, kalau orang itu menggambarkan dirinya sebagai oli, maka nasibnya sudah pasti akan ditolak, karena semua perusahaan akan mencari mesin penggerak, bukan pelumas.
Tapi, memang ada orang-orang yang seperti itu. Orang-orang yang licin seperti oli. Kau bisa menyebut mereka sebagai orang yang mementingkan dirinya sendiri dan tidak peduli terhadap di sekitarnya.
Jujur saja, Haruno menganggap kekesalan Yukinoshita seperti angin lalu. Sekali lagi, dia meminum anggurnya.
"Santai saja, aku akan mendengarkannya."
Kalau dari kata-katanya, dia tidak tampak mabuk. Jelas ada nada tenang dalam suaranya. Sepertinya Yukinoshita menyadari hal ini juga. Dia lalu menurunkan botol air mineral yang ditawarkannya dan sedikit tersneyum.
"...Well, kau bukanlah orang yang mau mendengarkan orang lain ketika mabuk."
"Betuuuul sekali!"
Haruno lalu melihat Yukinoshita dari balik gelasnya. Matanya tetap tampak tajam seperti biasanya.
"Jadi, apa yang hendak kau katakan?"
Jari-jari Haruno-san sedang menari-nari di dasar gelas sambil menanyakan itu. Meski kesannya seperti sebuah kesunyian yang indah, namun aku merasa kalau ini lebih tepat seperti sebuah transaksi perdagangan yang dilakukan di atas lapisan es yang tipis. Suara yang terdengar saat ini hanyalah suara ketukan jarinya yang serasa sedang berusaha berbisik ke orang -orang yang ada di ruangan ini.
Kami menunggu suara tersebut hilang. Waktu yang kami habiskan hanya untuk menunggu momen tersebut seperti membuat sebuah area dimana orang luar tidak diperbolehkan untuk ikut campur. Yuigahama dan diriku hanya terdiam saja sejak tadi. Bahkan, suara napas kami saja sudah tidak terdengar lagi.
Memang, dia tadi mengatakan kepada kami untuk melihat hal ini. Karena itulah, yang bisa kami lakukan hanyalah diam saja, dan menunggu gerakan darinya. Aku sendiri sedari tadi hanya bisa memandang kesana-kemari tanpa tentu arah. Ketika pandanganku bertemu dengan Yukinoshita, aku berusaha memalingkan pandanganku dengan tergesa-gesa, dan akhirnya kedua mataku terhenti pada bibir Yukinoshita.
Saat ini, Yukinoshita hanya terdiam melihat Haruno-san yang sedari tadi menatapnya. Secara perlahan, dia membuka mulutnya, seperti sedang berusaha memilih kata-kata yang tepat, lalu dia menutup kembali mulutnya.
Di momen yang kaku seperti ini, aku sendiri tidak tahu apakah barusan itu dia hanya sekedar menarik napas ataupun mengembuskan napasnya.
Tapi, keraguannya hanya bertahan sejenak.
Yukinoshita lalu tersenyum, mulutnya mulai membuka secara perlahan.
"Ini tentang kita...Tentang masa depan kita."
Meski kata-katanya terdengar dingin, namun nadanya sangat jelas. Suaranya tidaklah keras, namun kami merasa kalau suaranya itu menggema di ruangan ini. Atau, mungkin, tatapannya yang seperti itu yang membuat kami berpikir seperti itu. Sebuah tatapan yang menunjukkan determinasi, kalau dia akan menghadapi ini. Sebuah tatapan yang akan mengguncangkan para pendengarnya.
Tidak terkecuali, Haruno-san, dan dia tampak kagum dengan keberaniannya.
"Jadi, topik itukah yang ingin kau bahas denganku?"
"Ya...Ini tentang kau dan diriku, dan juga Ibu."
Seperti terpancing dengan kata-katanya abrusan, Haruno menajamkan kedua matanya dan memiringkan kepalanya. Setelah berpikir sejenak, dia sepertinya sudah mengambil kesimpulan, lalu menurunkan posisi bahunya seperti kecewa akan sesuatu.
"Oh...Itu ya? Kalau topik yang itu sepertinya aku tidak berminat untuk mendengarkannya."
Dia mengembuskan napasnya dan menatap ke arah lain.
"Benar tidak?"
Dia kemudian melemparkan pertanyaan tersebut ke Yuigahama seperti mencari sebuah pembenaran. Tatapannya itu membuat Yuigahama tampak panik. Seperti berusaha melindungi Yuigahama, Yukinoshita lalu berdiri di depannya.
"Meski begitu, aku ingin kau mendengarkan apa yang hendak kukatakan."
Kata-katanya penuh dengan determinasi. Nada bicaranya tidak banyak berubah. Seperti biasanya, lantang, dan terdengar tidak terburu-buru.
Karena momen seperti inilah, siapapun yang melihatnya pasti tahu kalau dia sedang dipenuhi oleh determinasi yang tinggi.
Dari yang sebelumnya hanya rebahan di sofa, Haruno-san perlahan-lahan menaruh gelas anggurnya ke samping sofa dan dia mulai membetulkan posisi duduknya. Sikapnya yang seperti ini sudah cukup untuk meyakinkan Yukinoshita agar melanjutkan kata-katanya.
"Karena itulah, aku akan pulang ke rumah. Kemudian, aku ingin membicarakan masa depanku dengan Ibu...Meski mungkin tidak akan terealisasi, aku tidak ingin melewati ini semua dengan sebuah penyesalan."
Setelah itu, Yukinoshita menghentikan kata-katanya.
Bulu matanya yang panjang itu tampak menurun dan desahan napasnya terdengar sedikit terguncang. Bahunya yang kurus tampak menurun, dan rambut hitam panjangnya itu tampak menutupi sebagian wajahnya. Dalam posisi yang seperti ini, tidak ada yang tahu seperti apa ekspresi wajahnya. Meski begitu, Yukinoshita melanjutkan kembali kata-katanya.
"Setidaknya...Aku ingin mengatakan secara jelas apa yang ingin kukatakan, sehingga aku bisa meyakinkan diriku sendiri atas pilihanku itu."
Setelah itu, dia mengibaskan rambutnya.
Sekarang, yang kulihat dari wajahnya adalah sebuah senyuman yang lembut.
Melihat senyuman yang semacam ini, membuatku berusaha menahan napasku. Mungkin aku bukanlah satu-satunya, Yuigahama mungkin juga seperti itu.
Sosok Yukinoshita saat ini sangatlah indah. Kedua matanya yang berwarna biru menunjukkan determinasinya, dan kedua pipi di wajahnya yang memerah menunjukkan kalau dia merasa malu sudah mengucapkan hal itu.
Sepertinya tidak ada seorangpun yang bisa merespon kata-katanya tadi, mungkin karena melihat sosoknya yang sekarang ini.
Hanya ada satu orang, hanya Haruno-san, yang mengembuskan napasnya lalu menarik napas dalam-dalam.
Mendengar itu, aku melihat ke arahnya, dan sekali lagi berusaha menahan napasku. Ekspresi wajahnya sangat mirip sekali dengan Yukinoshita.
Senyum yang lembut dan mempesona. Meski begitu, masih terkesan dingin bagiku.
"Begitu ya. Jadi seperti itu jawaban dari Yukino-chan."
Haruno mengatakan itu sambil tersenyum lembut.
Yukinoshita menjawabnya dengan anggukan. Tapi, Haruno menatapnya dengan tatapan yang dingin, seperti sedang mengevaluasi sesuatu. Meski begitu, dia mengembuskan napasnya setelah melihat Yukinoshita yang tampak tidak bergerak oleh tatapannya itu.
"Ya sudah. Setidaknya yang ini lebih baik dari sebelumnya."
Dia mengatakannya seolah-olah sedang berbicara dengan dirinya sendiri. Lalu dia mengambil kembali gelasnya.
Setelah meminum isi gelas tersebut, dia kemudian menatap gelas yang kosong tersebut.
Aku tidak tahu apa yang dia lihat dari hal tersebut. Yang kulihat hanyalah tetesan kecil anggur yang tersisa di dasar gelas tersebut.
Seperti menemukan sesuatu yang memuaskan, Haruno-san mengangguk.
"Aku paham kok. Karena Yukino-chan sekarang sedang serius, maka aku akan membantumu."
"...Membantu?"
Seperti merasakan sesuatu yang tidak seperti biasanya, Yukinoshita menatapnya dengan penuh tanda tanya. Haruno-san hanya membalasnya dengan senyuman.
"Ya."
Meski jawaban yang diterimanya singkat, Yukinoshita tampak kurang puas. Akupun begitu. Selama yang kita coba pahami adalah kata-kata dari Yukinoshita Haruno, maka kita tidak boleh menelan mentah-mentah kata-katanya tersebut.
Aku tahu kalau beberapa saat lagi seseorang pasti akan memotong dan menanyakan penjelasannya, karena itulah aku memilih untuk melakukannya.
"...Apa maksudmu?"
"Ibuku itu tidak mudah berubah pikiran, jadi membicarakan masalah ini kepadanya pasti akan membutuhkan waktu yang tidak sebentar. Karena itulah, kalau ada kesempatan aku akan sesekali membicarakan ini dengannya."
Melihatku mempertanyakan itu, Haruno-san menjawabnya dengan disertai kedipan sebelah matanya kepadaku. Seperti katanya, Ibunya bukanlah orang yang mudah berubah pikiran. Meski aku belum pernah berbicara langsung kepadanya, ataupun kenal dekat dengan orangnya, dari percakapannya dengan Yukinoshita tempo hari saja aku sudah bisa menebak karakternya seperti apa. Menurutku, dia itu bukanlah orang yang membutuhkan pendapat orang lain untuk melakukan penilaian.
[note: pertemuan itu di vol 10 chapter 2.]
Mungkin terlihat seperti seorang Ibu yang berbicara kepada putrinya, tapi sebenarnya, dia seperti berbicara kepada dirinya sendiri. Kurasa siapa saja yang melihat percakapan waktu itu akan memiliki kesan yang sama. Kalau yang berbicara kepadanya adalah Yukinoshita, mungkin percakapan yang terjadi tidaklah banyak.
Karakter yang keras kepala semacam itu mirip kesan pertamaku ketika bertemu Yukinoshita untuk pertama kali. Caranya tidak mempedulikan pendapat orang lain juga mirip dengan Haruno-san. Seperti yang kau harapkan dari Ibu dan putrinya.
Kalau memang benar begitu, maka Haruno-san, putri tertuanya, pasti menghabiskan waktu yang lebih banyak dengan Ibunya. Tawaran bantuannya tadi mungkin sedikit banyak ada gunanya.
Setelah memikirkan itu, tiba-tiba Haruno-san berkata.
"Meski beagitu, aku tidak menjamin kalau itu akan memberikan hasil."
Dia lalu tertawa sambil memutar-mutar gelasnya, lalu dia menuangkan anggur yang tersisa di botol ke gelasnya. Sekarang, aku benar-benar tidak yakin orang ini berguna atau tidak.
Sambil berusaha menahan tawanya, dia meminum anggur di gelasnya itu. Lalu, dia menatap Yukinoshita dengan ekspresi yang serius.
"Tapi, kau sebaiknya bersiap-siap dengan kemungkinan kalau kau tidak akan kembali ke tempat ini lagi dalam waktu dekat."
"...Memang."
"Eh?"
Setelah mendengarkan kata-kata spontan Yuigahama barusan, Haruno-san tiba-tiba tertawa.
"Aku kan disuruh kesini karena dia khawatir dengan Yukino. Kalau Yukino sudah kembali ke rumah, pastinya dia tidak akan dengan mudahnya kembali lagi kesini."
Sederhananya, saat ini dia sedang diawasi.
Ah tidak, mungkin hanya sekedar mendampingi saja. Lagipula, dia belum bisa dibilang dewasa. Katakanlah itu yang masuk akal untuk saat ini. Orangtuamu disebut orangtua karena tugas mereka adalah mengawasimu.
"Mulai kemas barang-barangmu ke koper. Juga, beritahu Ibu soal ini. Orang rumah juga perlu bersiap-siap karena kau pulang ke rumah secara mendadak."
Ah, itu mirip dengan kata-kata nenekku yang sering dikatakan ke Ayahku ketika mengajak kami untuk kunjungan mendadak ke rumahnya. Lalu, dia akan mempersiapkan berbagai makanan untuk kami. Untuk Nenekku tersayang, tidak peduli seberapa muda diriku, kau harus tahu kalau jumlah makanan yang bisa kumakan jumlahnya terbatas...
Ngomong-ngomong, ini bukanlah momen untuk nostalgia tentang Keluarga Hikigaya. Yang terpenting saat ini adalah situasi Keluarga Yukinoshita. Yukinoshita tampak berpikir sejenak lalu menganggukkan kepalanya.
"Ya, akan kuberitahu dia."
"Yaaa, karena Yukino-chan hendak pulang...Aku boleh kan tinggal disini sementara?"
"Silakan saja, lagipula tempat ini bukan milikku."
Yukinoshita menjawabnya dengan jelas. Haruno-san kemudian tampak gembira dan mengucapkan terima kasih kepadanya.
"Makasi yaa. Soalnya repot sekali kalau aku pulang ke rumah lebih dulu dan disuruh ini itu. Yukino, mulailah kemasi barang-barangmu."
Dari nadanya, sepertinya Yukinoshita akan pergi dalam waktu yang lama. Biasanya, dia akan membawa semua barang-barangnya sekaligus. Bagi pria sepertiku, ini membuatku berpikir, Apa memang perlu membawa barang sebanyak itu? Tapi ya, mungkin berbeda bagi perempuan. Misalnya pakaian, produk perawatan kecantikan, pengering rambut, dan barang-barang keperluan lainnya. Ketika Komachi hendak bepergian, dia juga membawa koper yang lumayan besar.
Meski aku tidak mengerti seperti apa repotnya, Yuigahama mungkin punya pandangan yang jelas mengenai hal ini. Dia lalu menaikkan tangannya.
"Ah! Aku akan membantumu!"
"Tidak apa-apa. Kau tidak perlu repot-repot..."
"Tidak apa-apalah, jangan merendah begitu! Malahan, aku memang ingin membantu! Aku benar-benar suka proses packing barang-barang!"
"Tapi..."
Yuigahama terus mengatakan "tidak apa-apalaaa...", sedang Yukinoshita terus menolaknya dengan "tidak perlu...". Situasi ini sepertinya tidak memiliki jalan keluar. Ketika aku mulai berpikir kalau ini akan terus berlangsung sampai aku meninggal, Yuigahama tiba-tiba terdiam, dan dia melihat ke arah lantai.
"Karena selain membantumu soal itu, tidak ada hal lain lagi yang bisa kubantu..."
Suaranya terdengar emosional. Yuigahama sepertinya menyadari hal itu dan mulai menegakkan kepalanya kembali. Lalu dia memasang senyum yang lemah di wajahnya.
Melihatnya yang seperti itu, Yukinoshita merasa bersalah dan kehilangan kata-katanya.
Entah mengapa, adegan yang semacam ini sulit sekali untuk kusaksikan. Berusaha memotong apa keputusan Yukino sama saja melawan kehendaknya. Meski begitu, sikap Yuigahama yang ingin membantunya juga hal yang baik. Jadi, apa yang seharusnya kulakukan?
Entah mengapa kata-kata ini keluar begitu saja dari mulutku, padahal aku belum memikirkannya baik-baik.
"Bukankah itu tidak masalah? Tenaga kerja gratis cukup langka saat ini. Bahkan perusahaan hitam saja bisa ditekan oleh undang-undang tenaga kerja."
Seperti biasanya, aku mengatakan sesuatu yang ambigu dalam situasi seperti ini, juga hal semacam ini adalah sesuatu yang sering kukatakan selama ini. Selama yang kulakukan itu ada akhirnya, maka prosesnya seperti apa tidaklah masalah. Sebenarnya itu adalah quotes yang cukup bagus. Eksploitasi, lembur yang tidak dibayar, dua hari libur tiap pekannya (bukan aku yang mengatakan kalau kau bisa libur dua hari tiap pekannya)...Ah, tiba-tiba ini membuatku merasa senang.
Satu-satunya orang yang menikmati hal ini sekarang adalah diriku. Hei, ini normal! Baik Yuigahama dan Yukinoshita melihatku dengan ekspresi yang kecut. Hanya ada satu orang di ruangan ini yang tersenyum, yaitu Haruno-san.
"Betul itu, harusnya tidak apa-apa kan? Kenapa tidak sekalian menginap malam ini? Yukino-chan tidak akan bisa dengan mudah kembali ke sini setelah pulang ke rumahnya."
Cara dia mengatakannya memang terdengar seperti kata-kata seorang kakak. Terdengar lebih lembut, dan entah mengapa, ada sebuah kesedihan dalam pernyataannya tersebut. Memang, setelah Yukinoshita pulang ke rumahnya, peluangnya sangat kecil dia bisa kembali lagi kesini.
Ini juga bisa dikatakan sebuah awal untuk perubahan. Yukinoshita, selama ini sangat keras kepala. Sedari tadi dia menolak bantuan Yuigahama, kini dia menatap kembali ke arah Yuigahama.
"...Apa kamu yakin tidak merasa repot?"
Kata-katanya memang terdengar formal, tapi aku bisa merasakan nada yang malu-malu dan disertai wajah yang sedikit memerah. Mendengar pertanyaan Yukinoshita tadi, Yuigahama tersenyum dan pura-pura menginjak kaki Yukinoshita.
"Tentu saja!"
"Terima kasih ya..."
Entah karena dia tidak suka orang mencandai kakinya seperti itu, atau gara-gara senyum Yuigahama, tapi Yukinoshita dengan cepat langsung memalingkan wajahnya. Kini, dia menatap ke arah Haruno-san.
"Kalau Yuigahama-san menginap disini, selimutnya tidak cukup."
Ketika mengatakan itu, Yukinoshita melirik ke arah Haruno-san. Melihat hal tersebut, Haruno-san menepuk-nepuk sofa tempatnya duduk.
"Kan hanya semalam saja, aku tidak masalah tidur disini. Lagipula aku sepertinya akan semalaman minum-minum disini."
Yukinoshita hanya bisa mengembuskan napasnya melihat jawaban Haruno-san, yang sedang menggoyang-goyangkan botol minumannya.
"Begitu ya...Ya sudah kalau begitu."
"Yup."
Haruno lalu berdiri, seperti berpikir kalau tidak ada yang perlu dibicarakan lagi.
"Aku mau ke minimarket. Ada yang pesan-pesan?"
Dua orang yang sedang ditanya tampak menggeleng-gelengkan kepalanya. Merespon hal itu, Haruno-san hanya mengangguk, lalu dia mengambil mantel yang ada di kursi, dan berjalan menuju pintu. Ketika melihatnya melakukan itu, aku melihat sebuah jam dinding disana. Ini momen yang tepat untuk pulang.
"Kalau begitu, aku juga pamit pulang."
Kalau aku tinggal lebih lama disini, maka aku harusnya membantu Yukinoshita untuk packing. Kalau itu terjadi, maka aku akan menyentuh benda-benda yang harusnya hanya boleh disentuh oleh perempuan saja, dan kalau meniru gaya protagonis manga dalam karya-karya Mitsuru Adachi, mungkin aku akan menangis disertai sfx "hiks". Malah mungkin akan terjadi semalaman jika aku kurang beruntung.
Yang terakhir tadi, adalah hal yang ingin kuhindari. Jika tidak, maka wajahku akan berubah seperti Kunimi atau Tatsuya. Kalau dipikir-pikir lagi, dalam situasi normal, ketika kau berada dalam kamar seorang gadis, kau akan merasa kalau kau seharusnya tidak berada di sana, dan inilah yang membuatku merasa kurang nyaman...
Sambil memikirkan itu, akupun mulai berdiri dan berjalan menuju Haruno-san. Melihatku yang seperti itu, Yukinoshita dan Yuigahama mulai mengikutiku dari belakang. Sepertinya, mereka akan mengantarku sampai pintu. Ketika aku sedang membungkuk dan memasang sepatuku di pintu masuk, Haruno-san telah memakai sandalnya dan pergi begitu saja. Bagus sekali...Bahkan dalam momen seperti ini, dia tidak peduli denganku, tanpa sepatah kata langsung pergi begitu saja.
Lagipula, aku juga tidak mau pergi bersama dengannya dan berakhir dengan situasi awkward di lift. Kupasang sepatuku dengan santai, agar aku punya jeda waktu dengannya.
Lalu, ada seseorang memberiku sendok sepatu.
"Ah, terima kasih ya."
Sambil berterimakasih, aku menjulurkan tanganku dan melihat Yukinoshita dengan ekspresi yang aneh. Dia tampak tidak memegang sendok sepatu itu dengan baik, seperti tidak tahu harus memberikan itu kepadaku dengan cara yang bagaimana, sendok sepatu itu tetap disana, di depannya, dan akhirnya diberikan kepadaku.
"Maaf ya. Membuatmu berada disini dan terlibat masalah kami..."
Akupun mengangguk setelah melihatnya mengatakan itu dengan kepala tertunduk. Memang, tapi bisa dibilang ini masih belum jelas. Sebenarnya, belum ada sebuah kejelasan tentang apa yang akan terjadi setelah ini. Jujur saja, Yukinoshita berniat melakukan sesuatu dengan kemampuannya sendiri adalah sesuatu yang sering kulihat.
"Sebenarnya tidak apa-apa. Lagipula, ini adalah sesuatu yang harus kau lakukan."
Yang kutakutkan, kata-kata itu tidak hanya berlaku untuknya, tapi juga untukku.
Akupun membetulkan posisi berdiriku, menepuk-nepuk sepatuku untuk memastikan semuanya sudah terpasang dengan baik. Kukembalikan lagi sendok sepatu yang sudah kupakai tadi.
Setelah kuucapkan terima kasih, Yukinoshita mengambil kembali sendok tersebut.
"Lagipula, aku sendiri tidak melakukan apapun. Kalau kau ingin berterimakasih, berterimakasihlah ke Yuigahama. Semoga sukses dengan packing-nya."
Senyumnya yang lembut ketika mengatakan terima kasih membuatku sedikit merasa aneh, jadi kuputuskan untuk memalingkan pandanganku. Kualihkan pembicaraannya dari Yukinoshita ke Yuigahama. Melihatku yang seperti itu, Yuigahama mengepalkan tangannya di depan.
"Serahkan kepadaku! Kalau soal packing, aku jagonya!"
Ini memberikan kesan kalau dia juga pintar mengurus rumah tangga...Ah. Tapi, kupikir dia tidak begitu bagus kalau soal packing sesuatu. Tapi, bisa jadi dia memang pintar dalam sesuatu sebagai kompensasi skill memasaknya yang buruk.
Mungkin sulit disadari, atau detail-detailnya juga kadang tidak diperhatikan, tapi kurang lebih kita semua sudah berubah, sedikit demi sediikit.
Kutaruh tanganku di gagang pintu, dan membalikkan badanku.
"Sampai jumpa."
Yuigahama melambaikan tangannya, dan Yukinoshita hanya melambaikan tangannya dengan perlahan.
"Oke! Sampai jumpa lagi, Hikki!"
"Hati-hati di jalan."
Meninggalkan sebuah tempat dengan sambutan semacam ini memang cukup memalukan. Setelah sedikit menunduk, akupun pergi keluar.
"Jadi, apa yang hendak kau katakan?"
Jari-jari Haruno-san sedang menari-nari di dasar gelas sambil menanyakan itu. Meski kesannya seperti sebuah kesunyian yang indah, namun aku merasa kalau ini lebih tepat seperti sebuah transaksi perdagangan yang dilakukan di atas lapisan es yang tipis. Suara yang terdengar saat ini hanyalah suara ketukan jarinya yang serasa sedang berusaha berbisik ke orang -orang yang ada di ruangan ini.
Kami menunggu suara tersebut hilang. Waktu yang kami habiskan hanya untuk menunggu momen tersebut seperti membuat sebuah area dimana orang luar tidak diperbolehkan untuk ikut campur. Yuigahama dan diriku hanya terdiam saja sejak tadi. Bahkan, suara napas kami saja sudah tidak terdengar lagi.
Memang, dia tadi mengatakan kepada kami untuk melihat hal ini. Karena itulah, yang bisa kami lakukan hanyalah diam saja, dan menunggu gerakan darinya. Aku sendiri sedari tadi hanya bisa memandang kesana-kemari tanpa tentu arah. Ketika pandanganku bertemu dengan Yukinoshita, aku berusaha memalingkan pandanganku dengan tergesa-gesa, dan akhirnya kedua mataku terhenti pada bibir Yukinoshita.
Saat ini, Yukinoshita hanya terdiam melihat Haruno-san yang sedari tadi menatapnya. Secara perlahan, dia membuka mulutnya, seperti sedang berusaha memilih kata-kata yang tepat, lalu dia menutup kembali mulutnya.
Di momen yang kaku seperti ini, aku sendiri tidak tahu apakah barusan itu dia hanya sekedar menarik napas ataupun mengembuskan napasnya.
Tapi, keraguannya hanya bertahan sejenak.
Yukinoshita lalu tersenyum, mulutnya mulai membuka secara perlahan.
"Ini tentang kita...Tentang masa depan kita."
Meski kata-katanya terdengar dingin, namun nadanya sangat jelas. Suaranya tidaklah keras, namun kami merasa kalau suaranya itu menggema di ruangan ini. Atau, mungkin, tatapannya yang seperti itu yang membuat kami berpikir seperti itu. Sebuah tatapan yang menunjukkan determinasi, kalau dia akan menghadapi ini. Sebuah tatapan yang akan mengguncangkan para pendengarnya.
Tidak terkecuali, Haruno-san, dan dia tampak kagum dengan keberaniannya.
"Jadi, topik itukah yang ingin kau bahas denganku?"
"Ya...Ini tentang kau dan diriku, dan juga Ibu."
Seperti terpancing dengan kata-katanya abrusan, Haruno menajamkan kedua matanya dan memiringkan kepalanya. Setelah berpikir sejenak, dia sepertinya sudah mengambil kesimpulan, lalu menurunkan posisi bahunya seperti kecewa akan sesuatu.
"Oh...Itu ya? Kalau topik yang itu sepertinya aku tidak berminat untuk mendengarkannya."
Dia mengembuskan napasnya dan menatap ke arah lain.
"Benar tidak?"
Dia kemudian melemparkan pertanyaan tersebut ke Yuigahama seperti mencari sebuah pembenaran. Tatapannya itu membuat Yuigahama tampak panik. Seperti berusaha melindungi Yuigahama, Yukinoshita lalu berdiri di depannya.
"Meski begitu, aku ingin kau mendengarkan apa yang hendak kukatakan."
Kata-katanya penuh dengan determinasi. Nada bicaranya tidak banyak berubah. Seperti biasanya, lantang, dan terdengar tidak terburu-buru.
Karena momen seperti inilah, siapapun yang melihatnya pasti tahu kalau dia sedang dipenuhi oleh determinasi yang tinggi.
Dari yang sebelumnya hanya rebahan di sofa, Haruno-san perlahan-lahan menaruh gelas anggurnya ke samping sofa dan dia mulai membetulkan posisi duduknya. Sikapnya yang seperti ini sudah cukup untuk meyakinkan Yukinoshita agar melanjutkan kata-katanya.
"Karena itulah, aku akan pulang ke rumah. Kemudian, aku ingin membicarakan masa depanku dengan Ibu...Meski mungkin tidak akan terealisasi, aku tidak ingin melewati ini semua dengan sebuah penyesalan."
Setelah itu, Yukinoshita menghentikan kata-katanya.
Bulu matanya yang panjang itu tampak menurun dan desahan napasnya terdengar sedikit terguncang. Bahunya yang kurus tampak menurun, dan rambut hitam panjangnya itu tampak menutupi sebagian wajahnya. Dalam posisi yang seperti ini, tidak ada yang tahu seperti apa ekspresi wajahnya. Meski begitu, Yukinoshita melanjutkan kembali kata-katanya.
"Setidaknya...Aku ingin mengatakan secara jelas apa yang ingin kukatakan, sehingga aku bisa meyakinkan diriku sendiri atas pilihanku itu."
Setelah itu, dia mengibaskan rambutnya.
Sekarang, yang kulihat dari wajahnya adalah sebuah senyuman yang lembut.
Melihat senyuman yang semacam ini, membuatku berusaha menahan napasku. Mungkin aku bukanlah satu-satunya, Yuigahama mungkin juga seperti itu.
Sosok Yukinoshita saat ini sangatlah indah. Kedua matanya yang berwarna biru menunjukkan determinasinya, dan kedua pipi di wajahnya yang memerah menunjukkan kalau dia merasa malu sudah mengucapkan hal itu.
Sepertinya tidak ada seorangpun yang bisa merespon kata-katanya tadi, mungkin karena melihat sosoknya yang sekarang ini.
Hanya ada satu orang, hanya Haruno-san, yang mengembuskan napasnya lalu menarik napas dalam-dalam.
Mendengar itu, aku melihat ke arahnya, dan sekali lagi berusaha menahan napasku. Ekspresi wajahnya sangat mirip sekali dengan Yukinoshita.
Senyum yang lembut dan mempesona. Meski begitu, masih terkesan dingin bagiku.
"Begitu ya. Jadi seperti itu jawaban dari Yukino-chan."
Haruno mengatakan itu sambil tersenyum lembut.
Yukinoshita menjawabnya dengan anggukan. Tapi, Haruno menatapnya dengan tatapan yang dingin, seperti sedang mengevaluasi sesuatu. Meski begitu, dia mengembuskan napasnya setelah melihat Yukinoshita yang tampak tidak bergerak oleh tatapannya itu.
"Ya sudah. Setidaknya yang ini lebih baik dari sebelumnya."
Dia mengatakannya seolah-olah sedang berbicara dengan dirinya sendiri. Lalu dia mengambil kembali gelasnya.
Setelah meminum isi gelas tersebut, dia kemudian menatap gelas yang kosong tersebut.
Aku tidak tahu apa yang dia lihat dari hal tersebut. Yang kulihat hanyalah tetesan kecil anggur yang tersisa di dasar gelas tersebut.
Seperti menemukan sesuatu yang memuaskan, Haruno-san mengangguk.
"Aku paham kok. Karena Yukino-chan sekarang sedang serius, maka aku akan membantumu."
"...Membantu?"
Seperti merasakan sesuatu yang tidak seperti biasanya, Yukinoshita menatapnya dengan penuh tanda tanya. Haruno-san hanya membalasnya dengan senyuman.
"Ya."
Meski jawaban yang diterimanya singkat, Yukinoshita tampak kurang puas. Akupun begitu. Selama yang kita coba pahami adalah kata-kata dari Yukinoshita Haruno, maka kita tidak boleh menelan mentah-mentah kata-katanya tersebut.
Aku tahu kalau beberapa saat lagi seseorang pasti akan memotong dan menanyakan penjelasannya, karena itulah aku memilih untuk melakukannya.
"...Apa maksudmu?"
"Ibuku itu tidak mudah berubah pikiran, jadi membicarakan masalah ini kepadanya pasti akan membutuhkan waktu yang tidak sebentar. Karena itulah, kalau ada kesempatan aku akan sesekali membicarakan ini dengannya."
Melihatku mempertanyakan itu, Haruno-san menjawabnya dengan disertai kedipan sebelah matanya kepadaku. Seperti katanya, Ibunya bukanlah orang yang mudah berubah pikiran. Meski aku belum pernah berbicara langsung kepadanya, ataupun kenal dekat dengan orangnya, dari percakapannya dengan Yukinoshita tempo hari saja aku sudah bisa menebak karakternya seperti apa. Menurutku, dia itu bukanlah orang yang membutuhkan pendapat orang lain untuk melakukan penilaian.
[note: pertemuan itu di vol 10 chapter 2.]
Mungkin terlihat seperti seorang Ibu yang berbicara kepada putrinya, tapi sebenarnya, dia seperti berbicara kepada dirinya sendiri. Kurasa siapa saja yang melihat percakapan waktu itu akan memiliki kesan yang sama. Kalau yang berbicara kepadanya adalah Yukinoshita, mungkin percakapan yang terjadi tidaklah banyak.
Karakter yang keras kepala semacam itu mirip kesan pertamaku ketika bertemu Yukinoshita untuk pertama kali. Caranya tidak mempedulikan pendapat orang lain juga mirip dengan Haruno-san. Seperti yang kau harapkan dari Ibu dan putrinya.
Kalau memang benar begitu, maka Haruno-san, putri tertuanya, pasti menghabiskan waktu yang lebih banyak dengan Ibunya. Tawaran bantuannya tadi mungkin sedikit banyak ada gunanya.
Setelah memikirkan itu, tiba-tiba Haruno-san berkata.
"Meski beagitu, aku tidak menjamin kalau itu akan memberikan hasil."
Dia lalu tertawa sambil memutar-mutar gelasnya, lalu dia menuangkan anggur yang tersisa di botol ke gelasnya. Sekarang, aku benar-benar tidak yakin orang ini berguna atau tidak.
Sambil berusaha menahan tawanya, dia meminum anggur di gelasnya itu. Lalu, dia menatap Yukinoshita dengan ekspresi yang serius.
"Tapi, kau sebaiknya bersiap-siap dengan kemungkinan kalau kau tidak akan kembali ke tempat ini lagi dalam waktu dekat."
"...Memang."
"Eh?"
Setelah mendengarkan kata-kata spontan Yuigahama barusan, Haruno-san tiba-tiba tertawa.
"Aku kan disuruh kesini karena dia khawatir dengan Yukino. Kalau Yukino sudah kembali ke rumah, pastinya dia tidak akan dengan mudahnya kembali lagi kesini."
Sederhananya, saat ini dia sedang diawasi.
Ah tidak, mungkin hanya sekedar mendampingi saja. Lagipula, dia belum bisa dibilang dewasa. Katakanlah itu yang masuk akal untuk saat ini. Orangtuamu disebut orangtua karena tugas mereka adalah mengawasimu.
"Mulai kemas barang-barangmu ke koper. Juga, beritahu Ibu soal ini. Orang rumah juga perlu bersiap-siap karena kau pulang ke rumah secara mendadak."
Ah, itu mirip dengan kata-kata nenekku yang sering dikatakan ke Ayahku ketika mengajak kami untuk kunjungan mendadak ke rumahnya. Lalu, dia akan mempersiapkan berbagai makanan untuk kami. Untuk Nenekku tersayang, tidak peduli seberapa muda diriku, kau harus tahu kalau jumlah makanan yang bisa kumakan jumlahnya terbatas...
Ngomong-ngomong, ini bukanlah momen untuk nostalgia tentang Keluarga Hikigaya. Yang terpenting saat ini adalah situasi Keluarga Yukinoshita. Yukinoshita tampak berpikir sejenak lalu menganggukkan kepalanya.
"Ya, akan kuberitahu dia."
"Yaaa, karena Yukino-chan hendak pulang...Aku boleh kan tinggal disini sementara?"
"Silakan saja, lagipula tempat ini bukan milikku."
Yukinoshita menjawabnya dengan jelas. Haruno-san kemudian tampak gembira dan mengucapkan terima kasih kepadanya.
"Makasi yaa. Soalnya repot sekali kalau aku pulang ke rumah lebih dulu dan disuruh ini itu. Yukino, mulailah kemasi barang-barangmu."
Dari nadanya, sepertinya Yukinoshita akan pergi dalam waktu yang lama. Biasanya, dia akan membawa semua barang-barangnya sekaligus. Bagi pria sepertiku, ini membuatku berpikir, Apa memang perlu membawa barang sebanyak itu? Tapi ya, mungkin berbeda bagi perempuan. Misalnya pakaian, produk perawatan kecantikan, pengering rambut, dan barang-barang keperluan lainnya. Ketika Komachi hendak bepergian, dia juga membawa koper yang lumayan besar.
Meski aku tidak mengerti seperti apa repotnya, Yuigahama mungkin punya pandangan yang jelas mengenai hal ini. Dia lalu menaikkan tangannya.
"Ah! Aku akan membantumu!"
"Tidak apa-apa. Kau tidak perlu repot-repot..."
"Tidak apa-apalah, jangan merendah begitu! Malahan, aku memang ingin membantu! Aku benar-benar suka proses packing barang-barang!"
"Tapi..."
Yuigahama terus mengatakan "tidak apa-apalaaa...", sedang Yukinoshita terus menolaknya dengan "tidak perlu...". Situasi ini sepertinya tidak memiliki jalan keluar. Ketika aku mulai berpikir kalau ini akan terus berlangsung sampai aku meninggal, Yuigahama tiba-tiba terdiam, dan dia melihat ke arah lantai.
"Karena selain membantumu soal itu, tidak ada hal lain lagi yang bisa kubantu..."
Suaranya terdengar emosional. Yuigahama sepertinya menyadari hal itu dan mulai menegakkan kepalanya kembali. Lalu dia memasang senyum yang lemah di wajahnya.
Melihatnya yang seperti itu, Yukinoshita merasa bersalah dan kehilangan kata-katanya.
Entah mengapa, adegan yang semacam ini sulit sekali untuk kusaksikan. Berusaha memotong apa keputusan Yukino sama saja melawan kehendaknya. Meski begitu, sikap Yuigahama yang ingin membantunya juga hal yang baik. Jadi, apa yang seharusnya kulakukan?
Entah mengapa kata-kata ini keluar begitu saja dari mulutku, padahal aku belum memikirkannya baik-baik.
"Bukankah itu tidak masalah? Tenaga kerja gratis cukup langka saat ini. Bahkan perusahaan hitam saja bisa ditekan oleh undang-undang tenaga kerja."
Seperti biasanya, aku mengatakan sesuatu yang ambigu dalam situasi seperti ini, juga hal semacam ini adalah sesuatu yang sering kukatakan selama ini. Selama yang kulakukan itu ada akhirnya, maka prosesnya seperti apa tidaklah masalah. Sebenarnya itu adalah quotes yang cukup bagus. Eksploitasi, lembur yang tidak dibayar, dua hari libur tiap pekannya (bukan aku yang mengatakan kalau kau bisa libur dua hari tiap pekannya)...Ah, tiba-tiba ini membuatku merasa senang.
Satu-satunya orang yang menikmati hal ini sekarang adalah diriku. Hei, ini normal! Baik Yuigahama dan Yukinoshita melihatku dengan ekspresi yang kecut. Hanya ada satu orang di ruangan ini yang tersenyum, yaitu Haruno-san.
"Betul itu, harusnya tidak apa-apa kan? Kenapa tidak sekalian menginap malam ini? Yukino-chan tidak akan bisa dengan mudah kembali ke sini setelah pulang ke rumahnya."
Cara dia mengatakannya memang terdengar seperti kata-kata seorang kakak. Terdengar lebih lembut, dan entah mengapa, ada sebuah kesedihan dalam pernyataannya tersebut. Memang, setelah Yukinoshita pulang ke rumahnya, peluangnya sangat kecil dia bisa kembali lagi kesini.
Ini juga bisa dikatakan sebuah awal untuk perubahan. Yukinoshita, selama ini sangat keras kepala. Sedari tadi dia menolak bantuan Yuigahama, kini dia menatap kembali ke arah Yuigahama.
"...Apa kamu yakin tidak merasa repot?"
Kata-katanya memang terdengar formal, tapi aku bisa merasakan nada yang malu-malu dan disertai wajah yang sedikit memerah. Mendengar pertanyaan Yukinoshita tadi, Yuigahama tersenyum dan pura-pura menginjak kaki Yukinoshita.
"Tentu saja!"
"Terima kasih ya..."
Entah karena dia tidak suka orang mencandai kakinya seperti itu, atau gara-gara senyum Yuigahama, tapi Yukinoshita dengan cepat langsung memalingkan wajahnya. Kini, dia menatap ke arah Haruno-san.
"Kalau Yuigahama-san menginap disini, selimutnya tidak cukup."
Ketika mengatakan itu, Yukinoshita melirik ke arah Haruno-san. Melihat hal tersebut, Haruno-san menepuk-nepuk sofa tempatnya duduk.
"Kan hanya semalam saja, aku tidak masalah tidur disini. Lagipula aku sepertinya akan semalaman minum-minum disini."
Yukinoshita hanya bisa mengembuskan napasnya melihat jawaban Haruno-san, yang sedang menggoyang-goyangkan botol minumannya.
"Begitu ya...Ya sudah kalau begitu."
"Yup."
Haruno lalu berdiri, seperti berpikir kalau tidak ada yang perlu dibicarakan lagi.
"Aku mau ke minimarket. Ada yang pesan-pesan?"
Dua orang yang sedang ditanya tampak menggeleng-gelengkan kepalanya. Merespon hal itu, Haruno-san hanya mengangguk, lalu dia mengambil mantel yang ada di kursi, dan berjalan menuju pintu. Ketika melihatnya melakukan itu, aku melihat sebuah jam dinding disana. Ini momen yang tepat untuk pulang.
"Kalau begitu, aku juga pamit pulang."
Kalau aku tinggal lebih lama disini, maka aku harusnya membantu Yukinoshita untuk packing. Kalau itu terjadi, maka aku akan menyentuh benda-benda yang harusnya hanya boleh disentuh oleh perempuan saja, dan kalau meniru gaya protagonis manga dalam karya-karya Mitsuru Adachi, mungkin aku akan menangis disertai sfx "hiks". Malah mungkin akan terjadi semalaman jika aku kurang beruntung.
Yang terakhir tadi, adalah hal yang ingin kuhindari. Jika tidak, maka wajahku akan berubah seperti Kunimi atau Tatsuya. Kalau dipikir-pikir lagi, dalam situasi normal, ketika kau berada dalam kamar seorang gadis, kau akan merasa kalau kau seharusnya tidak berada di sana, dan inilah yang membuatku merasa kurang nyaman...
Sambil memikirkan itu, akupun mulai berdiri dan berjalan menuju Haruno-san. Melihatku yang seperti itu, Yukinoshita dan Yuigahama mulai mengikutiku dari belakang. Sepertinya, mereka akan mengantarku sampai pintu. Ketika aku sedang membungkuk dan memasang sepatuku di pintu masuk, Haruno-san telah memakai sandalnya dan pergi begitu saja. Bagus sekali...Bahkan dalam momen seperti ini, dia tidak peduli denganku, tanpa sepatah kata langsung pergi begitu saja.
Lagipula, aku juga tidak mau pergi bersama dengannya dan berakhir dengan situasi awkward di lift. Kupasang sepatuku dengan santai, agar aku punya jeda waktu dengannya.
Lalu, ada seseorang memberiku sendok sepatu.
"Ah, terima kasih ya."
Sambil berterimakasih, aku menjulurkan tanganku dan melihat Yukinoshita dengan ekspresi yang aneh. Dia tampak tidak memegang sendok sepatu itu dengan baik, seperti tidak tahu harus memberikan itu kepadaku dengan cara yang bagaimana, sendok sepatu itu tetap disana, di depannya, dan akhirnya diberikan kepadaku.
"Maaf ya. Membuatmu berada disini dan terlibat masalah kami..."
Akupun mengangguk setelah melihatnya mengatakan itu dengan kepala tertunduk. Memang, tapi bisa dibilang ini masih belum jelas. Sebenarnya, belum ada sebuah kejelasan tentang apa yang akan terjadi setelah ini. Jujur saja, Yukinoshita berniat melakukan sesuatu dengan kemampuannya sendiri adalah sesuatu yang sering kulihat.
"Sebenarnya tidak apa-apa. Lagipula, ini adalah sesuatu yang harus kau lakukan."
Yang kutakutkan, kata-kata itu tidak hanya berlaku untuknya, tapi juga untukku.
Akupun membetulkan posisi berdiriku, menepuk-nepuk sepatuku untuk memastikan semuanya sudah terpasang dengan baik. Kukembalikan lagi sendok sepatu yang sudah kupakai tadi.
Setelah kuucapkan terima kasih, Yukinoshita mengambil kembali sendok tersebut.
"Lagipula, aku sendiri tidak melakukan apapun. Kalau kau ingin berterimakasih, berterimakasihlah ke Yuigahama. Semoga sukses dengan packing-nya."
Senyumnya yang lembut ketika mengatakan terima kasih membuatku sedikit merasa aneh, jadi kuputuskan untuk memalingkan pandanganku. Kualihkan pembicaraannya dari Yukinoshita ke Yuigahama. Melihatku yang seperti itu, Yuigahama mengepalkan tangannya di depan.
"Serahkan kepadaku! Kalau soal packing, aku jagonya!"
Ini memberikan kesan kalau dia juga pintar mengurus rumah tangga...Ah. Tapi, kupikir dia tidak begitu bagus kalau soal packing sesuatu. Tapi, bisa jadi dia memang pintar dalam sesuatu sebagai kompensasi skill memasaknya yang buruk.
Mungkin sulit disadari, atau detail-detailnya juga kadang tidak diperhatikan, tapi kurang lebih kita semua sudah berubah, sedikit demi sediikit.
Kutaruh tanganku di gagang pintu, dan membalikkan badanku.
"Sampai jumpa."
Yuigahama melambaikan tangannya, dan Yukinoshita hanya melambaikan tangannya dengan perlahan.
"Oke! Sampai jumpa lagi, Hikki!"
"Hati-hati di jalan."
Meninggalkan sebuah tempat dengan sambutan semacam ini memang cukup memalukan. Setelah sedikit menunduk, akupun pergi keluar.
x x x
Keluar dari lift, ternyata pintu masuk menara apartemen masih sunyi seperti biasanya.
Tentunya memang normalnya begini, belum lagi ini sudah larut malam. Tidak banyak orang yang keluar-masuk tempat ini.
Kompleks pemukiman disini memang tidak banyak penduduknya. Wajar kalau melihat ini adalah area apartemen yang harganya mahal-mahal. Karena itulah ketika malam tiba, hanya sedikit sekali terlihat orang yang lalu-lalang. Sambil melihat langsung hal ini, akupun mulai berjalan menyusuri lorong ini.
Lalu, aku melihat seseorang yang pakaiannya sangat tidak cocok dengan pemukiman elit disini. Dia adalah Yukinoshita Haruno yang pergi terlebih dahulu. Dia memakai mantel panjang bertudung yang berwarna merah muda cerah, dengan strip horizontal yang tampak hangat. Meski tampak tertutup, tapi area dadanya sedikit terbuka. Lebih jauh lagi, dua kaki yang indah muncul dari celana pendeknya. Mantelnya itu tampak kontras dengan desain interior lorong disini.
Warna-warna kontras tersebut dibawa oleh kecantikan yang membahayakan.
Melihat sosoknya saja sudah membuat orang lain tertarik. Apa dia sengaja berpakaian begitu? Licik sekali...
Meski dia bukan tipe orang yang harus kumulai dahulu pembicaraannya, pasti akan sangat kasar jika aku pura-pura tidak tahu dia sedang dia sendiri sedang berdiri di pintu. Lagipula, dia melambai ke arahku sambil tersenyum, jadi aku tidak punya pilihan lain selain mendekatinya.
"...Kupikir kau sudah pergi dari tadi."
Mendengar kata-kataku, Haruno-san tersenyum dan berbisik kepadaku.
"Kalau aku tidak pergi lebih dulu, kan tidak terasa seperti sebuah pertemuan dong?"
"...Mungkin lebih tepat kalau disebut penyergapan."
Meski sama-sama menunggu, tapi perbedaannya seperti Amin dan Yumin. Tidak, coba pikir lagi, apakah ini menunggu atau menyergap, meski artinya berbeda, ujung-ujungnya sama saja. Keduanya sama-sama mengerikan...
Tapi, bagian paling menakutkannya tentu Yukinoshita Haruno sendiri. Dia mulai berjalan, seperti yakin kalau aku akan mengikutinya. Lagipula, minimarket terdekat ada di Stasiun. Disitulah aku akan pergi, kurasa ini tidak masalah bagiku.
Akupun mengikutinya. Ketika mendekati jalan raya, angin dingin berembus. Sensasi dinginnya merambah ke wajahku, dan Haruno-san menyembunyikan wajah dan lehernya dengan mantelnya. Tiba-tiba, seperti menyadari sesuatu, dia mencium mantelnya.
Ketika sedang menerka-nerka apa yang sedang terjadi, tiba-tiba dia melambaikan tangannya kepadaku.
"Hmm?"
Dia tampak kurang sendang dan sekarang berdiri tepat di sebelahku. Dia seperti hendak memberitahu sesuatu kepadaku.
Eh...Dia mau apa?
Tenang, tenang dulu...Apa dia hendak memintaku untuk menggenggam tangannya? Eh? Kenapa? Apa dia hendak mendapatkan sidik jariku? Pasti itu. Untuk Kartu Spell Reasoning! Oh tidak, sepertinya aku akan membeli item in-game di Appstore! Hentikan itu! Jangan mundur sampai kau dapat kartu bintang lima!
Ketika imajinasiku kian liar, aku memalingkan pandanganku. Tiba-tiba, aku mencium bau rokok.
"Ah...Bau rokok ya?"
"Benar."
Meski menjawabku, perhatiannya tidak tertuju kepadaku, dia malah terus mencium mantelnya.
Mungkin bau tersebut melekat ketika dia pergi minum-minum. Aku pernah mengalami itu ketika kerja paruh waktu di Izakaya. Mungkin tadi dia mandi dan keramas untuk menghilangkan bau tersebut.
Meski para perokok sudah terbiasa dengan itu, dan tidak masalah dengan itu, bau itu masih terasa jelas bagi yang bukan perokok. Sepertinya, bau rokok yang semacam ini, yang membuat Haruno-san terdiam sedari tadi, memiliki kadar tar tinggi. Malahan, aroma yang kuat semacam ini seperti rokok era Showa. Mungkin baunya lebih baik jika ada kandungan mint, vanilla, atau buah-buahan; rokok yang semacam itu biasanya lebih mudah diterima oleh konsumen wanita.
...Dengan kata lain, dia mungkin minum-minum bersama pria.
Benarkah pria? Kalau pria, apakah itu pacarnya? Eh? Serius? Dia punya pacar? Ah, tapi dia kan gadis muda. Wajar kalau punya pacar. Tapi, ketika aku mendapat info semacam itu, terdapat semacam perasaan getir di dalam hatiku. Perasaan yang sama ketika aku mendengar berita kalau seorang Seiyuu dikabarkan menikah. Kuharap mereka berhenti menulis berita pernikahan itu di bagian Pengumuman Penting di blog mereka. Aku bisa-bisa benar-benar terluka. Bahkan mungkin aku akan pingsan seketika. Malahan, setelah berusaha berdiri lagi, aku akan ambruk, dan berakhir dengan berguling-guling di lantai.
Ngomong-ngomong, ini bukan sebuah pukulan maut bagiku. Jujur saja, aku tidak terkejut sama sekali coy!! Tahulah! Aku hanya terkejut mendengar sesuatu yang tidak terduga saja! Bu-Bukannya aku punya perasaan spesial ke kamu atau sejenisnya!
Ini bahaya sekali...Kalau gadis tersebut adalah orang yang dekat denganku, maka aku akan terkejut sekali. Misalnya, Komachi, atau Komachi, atau juga Komachi. Oh, aku lupa satu lagi. Kalau tidak salah namanya Komachi!
Setelah berhasil lolos dari realita, aku berusaha menenangkan diriku. Memang, Komachi ini memiliki efek menenangkan bagi jantung yang sedang panik. Jangan bilang kalau dia ini semacam obat-obatan untuk penyakit jantung!
Mengesampingkan hal barusan, fakta kalau baunya cukup kuat artinya dia minum-minum dalam waktu yang cukup lama. Meski kupikir dia sudah memakai semacam penghilang bau, baunya cukup kuat sehingga sulit hilang.
"Sepertinya kau tadi minum-minumnya cukup lama ya."
"Ya. Mereka tidak mau aku pulang begitu saja. Aku malah berpikir kalau kita akan minum-minum sampai pagi."
Haruno lalu mengembuskan napasnya.
"Ah, begitu ya."
Minum-minum sampai pagi benar-benar sesuatu yang tidak pantas. Dia bisa saja menggantii kegiatan itu dengan menonton acara TV Tayangan Langsung Sampai Pagi, dimana kurasa acara tersebut sering menyelipkan hal-hal erotis. Gara-gara acara itu, aku mulai berpikir kalau Selamat Pagi! Siaran Langsung Traveling Salad adalah program mesum.
Tapi kalau dipikir-pikir lagi, ini adalah sesuatu tentang Haruno-san yang tidak kuketahui...Apakah tembakan meriam perayaan selamat untuk Hachiman akan dinyalakan lagi? Eh, sebenarnya, kali ini, mungkin lebih tepat jika disebut tembakan salvo. Ada momen-momen dimana kita layak untuk merayakannya! Ngomong-ngomong, ini bukan momen untuk memikirkan sesuatu yang tidak ada hubungannya. Malahan, aku bersyukur kalau Haruno-san sudah minum-minum sehingga lebih mudah ditangani daripada biasanya. Harusnya aku tidak perlu terkejut dengan ini.
Malahan, jika Haruno yang biasanya, dia tidak akan membiarkanku bertanya sampai akar permasalahannya. Tapi hari ini, dia tampak happy-happy saja. Kulambatkan langkahku untuk melihat ekspresinya, dan Haruno tiba-tiba mengucapkan "Ahhh" sambil meluruskan punggungnya.
"Tapi, untungnya mereka membiarkanku pulang awal. Hasilnya, aku bisa mendengar apa yang Yukino-chan katakan tadi."
"..."
Yang bisa kulakukan hanyalah diam di depan Haruno-san, yang tampak sedang mengembuskan napasnya. Mungkin dia menyadari diriku yang diam, karena dia mengatakan "hmm?" seperti menanyakan penjelasanku lebih lanjut.
Kugelengkan kepalaku seperti berusaha mengatakan tidak ada apa-apa kepadanya.
"...Tidak ada, hanya saja itu agak diluar dugaan saja."
Mendengar hal itu, Haruno membalikkan badannya dan mengucapkannya dengan nada santai.
"Apaaa siich yang diluar dugaan?"
"Sederhananya...Aku tidak menduga kalau kau akan mendengarkannya dengan serius."
"Oh, itu ya. Bukankah itu normal? Kan aku kakaknya."
Dia lalu tersenyum dengan ekspresi pura-pura bodoh, ketika aku mulai berpikir kalau dia akan berjalan mundur, dia lalu membalikkan badannya lagi.
"Bahkan Hikigaya akan mendengarkan permintaan Komachi, benar tidak?"
"...Memang. Kalau kau katakan seperti itu alasannya, ya bisa kupahami maksudmu."
Memang, jika ini tentang diriku dan Komachi, maka alasannya masuk akal. Kalau itu keinginan Komachi, terutama keinginan dari dasar hatinya, aku akan setuju. Akupun mengangguk ketika memikirkan perbandingan tentang Komachi. Melihatku yang seperti itu, Haruno-san tertawa.
"Benar kan? Karena Yukino sudah mengambil keputusan, maka aku akan mendukungnya, entah itu benar atau salah."
"Kalau menurutmu dia salah, apa kau akan menghentikannya?"
"Dia tidak akan mendengarkanku. Yang terpenting itu tidak penting benar atau salahnya. Itu tidak ada bedanya, apakah nantinya dia memang bisa, atau berujung menyerah..."
AKu tidak bisa melihat ekspresinya setelah mengatakan itu dengan suara yang pelan. Aku penasaran seperti apa ekspresinya, jadi akupun berusaha mengejarnya.
Meski begitu, jarak diantara kita tetaplah sama. Dari posisiku, aku hanya bisa melihatnya dari samping. Pada akhirnya, setelah melewati jembatan, kita tiba di jalan kecil yang menuju ke taman.
Jalan panjang yang ditumbuhi rerumputan ini, ditemani oleh cahaya orange dari lampu taman.
Setiap langkah yang kami ambil, cahaya hangat dari lampu memunculkan bayangan dari sosok Haruno-san yang putih. Membuatku semakin sulit saja membaca ekspresinya, persis seperti kata-katanya yang ambigu dan kontradiktif.
Kami lalu melewati lapangan yang dikelilingi oleh pepohonan, tiba-tiba pemandangan yang jelas terlihat olehku. Kita sudah sampai di tengah-tengah taman.
Ketika mendekati air mancur taman, Haruno-san melambatkan langkahnya dan melihat ke arah langit.
Akupun mengikutinya memandang langit, dan kulihat sebuah bulan sabit. Melengkung seperti busur, bergantung di angkasa. Dibawahnya, ada dua menara kembar kondominium.
Seperti tahu kalau aku juga melakukan hal yang sama, Haruno menoleh ke arahku.
"Kau baru menjadi seorang yang dewasa ketika kau belajar untuk menyerah akan banyak hal."
"Ah, begitu ya..."
Mempersempit pandanganmu akan dunia juga berarti kalau kau sudah tumbuh dewasa. Itu mengurangi pilihan-pilihanmu, dan menyingkirkan berbagai kemungkinan, sehingga kau bisa memperoleh pilihan yang lebih akurat tentang masa depanmu. Aku bisa memahami asal pemikirannya tentang itu. Mungkin, dasar pemikiran Yukinoshita untuk mengambil keputusan juga berasal dari itu juga.
Hanya saja, ketika Haruno-san mengatakannya, kedua matanya tampak dihinggapi kesepian yang mendalam. Tampak berwarna gelap dan dipenuhi kesedihan, dan aku bisa melihatnya dengan jelas. Mungkin, ini dikarenakan nada bicaranya yang rendah, seperti yang dia bicarakan itu bukan tentang masalah adiknya.
"...Apa itu berdasarkan pengalamanmu sendiri?"
"Hmm, entahlah."
Haruno-san lalu tertawa.
"Aku tidak berbicara tentang diriku sendiri. Yang kubicarakan itu Yukino-chan...Ini mungkin pertamakalinya aku mendengar kata-katanya secara langsung. Hikigaya, kau harus melihatnya juga."
Entah mengapa aku merasa kalau maksud aslinya adalah memintaku untuk tidak ikut campur masalah ini. Cara bicaranya sama persis ketika mengatakan kalau aku baik sekali di telepon tempo hari.
Pertama-tama, aku tidak punya rencana untuk melakukan sesuatu kecuali menghormati keputusannya. Aku tidak punya niatan untuk ikut campur ataupun beropini tentang itu. Karena itulah aku mengangguk saja untuk menjawab kata-katanya.
Mungkin ini yang disebut sebuah harapan, dimana harapan tersebut juga adalah harapan orang lain. Karena Yukinoshita Haruno sudah mengkonfirmasi ini, kurasa tidak ada yang perlu dipermasalahkan lagi.
"...Kau benar."
Haruno-san mungkin puas dengan jawabanku, karenanya dia menaruh kedua tangannya di belakang, membusungkan dadanya, dan tertawa bahagia.
"Hehe, lagi-lagi aku menunjukkan sisi seorang kakak."
"Bagaimana jika kau selalu menjadi kakak yang baik untuknya?"
"Mustahil."
Dia menjawabku dengan setengah becanda, tapi dia melanjutkan lagi.
"Aku berbeda denganmu. Kalau kau, kau selalu menjadi kakak yang baik."
"...Tentulah. Aku kan kakaknya."
Kenapa dia mengatakan ini? Bukankah ini wajar? Sejak Komachi lahir, aku akan selalu menjadi kakaknya. Malahan aku mempertimbangkan untuk menyematkan gelar veteran kakak kepadaku. Bahkan secara tidak sadar aku selama ini hidup dan berperan sebagai seorang kakak. Malahan, aku sangat bangga dengan itu.
Haruno-san menatapku sejenak, kemudian tertawa.
"Begitu ya. Memang bagus sekali sih, menjadi seorang kakak. Aku ingin punya juga!"
Haruno mulai berbicara sambil tertawa. Memangnya lucu? Dia lalu menaruh tangannya di bajuku, mungkin karena dia sedang mabuk. Karena dia bersandar kepadaku untuk menopang tubuhnya, aku merasakan kulitnya yang lembut dan aroma wangi tubuhnya.
"Ya ampun...Orang mabuk memang menjengkelkan..."
"Aku enggak mabuk, gak mabuk."
Meski secara perlahan aku berusaha memindahkan tangannya dari bahuku, dia terus menempelku sambil berjalan, membuatku sulit untuk memisahkan diriku dengannya.
Kalau berjalan lurus terus, akan sampai di persimpangan yang menuju depan Stasiun.
Mall terdekat hanya dua tikungan dari sini. Meski sudah tutup, toko yang berada di depan Stasiun masih buka dan disinari oleh cahaya yang hangat. Kalau berjalan terus dengan posisi seperti ini, aku pasti mulai khawatir dengan pandangan orang yang akan melihat ke arah kita.
Kami akhirnya tiba depan Stasiun. Ke kiri sudah minimarket, dan kanan adalah Stasiun.
Akhirnya, dengan usaha yang gigih, aku berhasil lepas dari Haruno-san.
"Erm...Kau tidak masalah untuk kembali ke apartemen?"
"Ahhh, baik sekali. Luar biasa. Kamu memang gentleman! Gentleman!"
Dia menepuk-nepuk bahuku seperti hendak berkata , "kau ini benar-benar berteman dengan pria-pria yang berperilaku sopan ke wanita ya!"...Mengganggu sekali. Akupun menatapnya dengan tatapan kurang gembira.
"Bukannya aku ini gentleman atau apalah. Kalau begitu, aku pulang dulu."
Mendengar hal itu, Haruno lalu tertawa.
"Oke."
Setelah menahan tawanya, dia menjawabku dengan tenang. Kedua matanya, yang sedari tadi melirik kesana-kemari, menatapku dengan tajam.
"Bagaimana mungkin aku bisa mabuk karena itu saja?"
Meski itulah kata-katanya, aku sendiri tidak tahu seberapa banyak yang dia minum. Tapi, dari nada suaranya aku tahu kalau itu berbeda. Nada suaranya jelas dan intensif. Malahan, ini mirip Yukinoshita Haruno yang biasanya. Suaranya yang biasa. Suara yang cantik, membuat pendengarnya pingsan terlebih dahulu sebelum dibunuh olehnya.
Karena itulah, untuk menghindari itu, aku menjaga jarakku. Setelah memalingkan pandanganku, aku menjawabnya dengan santai dan disertai nada sarkasme.
"...Itulah yang dikatakan seluruh orang mabuk."
"Aku benar-benar tidak mabuk...Malahan, mustahil bagiku untuk mabuk."
Suaranya, pelan seperti berbisik, mulai menarik perhatianku, dan akupun menatapnya kembali. Tapi, dia melihat ke tempat lain. Tatapan matanya dingin. Bibirnya seperti tersenyum, tapi aku sendiri tidak yakin itu adalah sebuah senyuman.
"Mengesampingkan seperti apa yang diminum orang itu, ada orang normal yang melihat hal tersebut. Orang normal tersebut, bisa melihat dengan jelas kondisi orang yang sedang minum-minum tersebut. Tidak peduli tertawaku seperti apa, atau perilaku diriku seperti apa, secara spontan kau merasa kalau itu tidak ada hubungannya denganmu."
Aku merasa kalau Haruno-san sedang menceritakan sesuatu yang tidak ada hubungannya dengan dirinya, nada suaranya terdengar pelan. Meski dia seperti mengatakan itu terhadap dirinya sendiri, aku merasa itu terdengar objektif, dan membuatku berpikir tentang apa subjektif dari hal ini. Hal yang tiba-tiba ini membuatku merasa kalau ada semacam fakta dan sesuatu yang ditutup-tutupi dari kata-katanya tadi.
Menyadari kalau aku sedari tadi memperhatikannya, Haruno lalu memainkan lidahnya seperti membuatnya terdengar main-main. Sikapnya itu, membuatnya jelas kalau dia berusaha membuatnya terkesan sebagai sebuah candaan.
"...Setelah aku minum-minum, aku akan muntah-muntah dahulu, baru setelah itu tertidur."
"Kau memang pemabuk yang terburuk..."
"Betul itu, akulah yang terburuk."
Haruno menutup mulutnya ketika tertawa mengatakannya. Kemudian, dia berjalan beberapa langkah, menjauh dariku. Tepat ketika dia kupikir akan pergi ke minimarket, dia membalikkan badannya.
Dari jarak kami berdua, senyumnya itu seperti mengandung rasa iba bercampur kharisma. Itu adalah senyum terbaik yang kulihat untuk hari ini.
"Tapi, mungkin nanti kau akan seperti diriku. Biar kutebak...Kau nanti tidak akan pernah mabuk."
"Jangan menebakku seperti itu. Di masa depan, aku akan menjadi buruh kualitas super yang akan memberikan seluruh kemampuannya di pesta minum-minum, jika tidak begitu maka aku akan menjadi suami rumahan level elit yang menggunakan uang istrinya untuk minum-minum di siang bolong."
Dari yang seharusnya ucapan selamat tinggal, aku membalasnya dengan kata-kata yang memusingkan dan terdengar kurang menyenangkan, diselingi senyuman. Setelah itu akupun mulai berjalan.
Ketika kutolehkan kepalaku, kulihat Haruno-san masih berdiri disana, melihatku pergi dengan ekspresi polos. Dengan jarak kami yang terpisah sekitar tiga langkah, sesuatu yang tidak penting terselip keluar dari mulutku.
"...Tahu tidak, aku masih berpikir kalau kau ini mabuk."
Mendengar hal itu, dia tersenyum kepadaku seperti sedang benar-benar bahagia. Kupikir Yukinoshita Haruno yang sebenarnya sudah terungkap. Aku berpikir kaklau dia ini benar-benar mabuk.
Dengan tatapan yang penuh tanda tanya, dia menjawabku.
"Entah ya...Yah, kalau kau anggap begitu, boleh-boleh saja."
Meski dia berusaha menyembunyikan senyum itu dengan tangannya, dia lalu menggantinya dengan mengangguk.
Setelah mengucapkan selamat tinggal ke Haruno-san, yang sedang melambaikan tangannya, akupun membalikkan tubuhku.
Orang itu, di bawah pengaruh alkohol, memakai topeng yang berbeda. Di saat yang bersamaan, dia juga mengatakan kalau alkohol adalah pelumas kehidupan yang membuat orang mengatakan yang sebenarnya.
Meski dia tidak pernah menunjukkan sisi dirinya yang sebenarnya, pada akhirnya, dia sengaja menunjukkan kelemahannya. Meski begitu, aku belum benar-benar tahu dirinya yang sebenarnya.
Kalau aku menilai sikapnya yang kontradiktif, atau caranya menangani permasalahan di dunia, maka dia bisa dibilang sebagai seorang yang dewasa. Bisa pura-pura tidak mendengar bagian terakhir sesuatu yang pernah kukatakan dimana tidak seharusnya kukatakan, dia, setidaknya, memang lebih baik dariku.
Malam semakin larut, dan kota ini sudah mulai terlelap oleh kegelapan yang sunyi ini. Cahaya-cahaya yang kulihat saat ini berasal dari gedung-gedung, dan mobil taksi yang sedang menunggu. Ketika taksi tersebut meninggalkan Stasiun, suara deru mesinnya mulai terdengar lemah hingga menghilang.
Karena kesunyian ini, ada sebuah kalimat yang terus berputar di kepalaku.
Kau tidak akan pernah mabuk.
Aku merasa kalau tebakannya itu akan menjadi kenyataan.
x Chapter II | END x
Hikigaya Hachiman mengunjungi apartemen Yukino bersama Yui pada vol 6 chapter 6. Disana Yukino memakai scrunchie, dimana hal itu yang mendasari Hachiman untuk memilih hadiah Natal pada vol 6.5 spesial.
.....
Minum-minuman beralkohol sambil memakan makanan manis referensinya berdasarkan percakapan Hiratsuka-sensei - Haruno - Meguri - Hachiman, vol 11 chapter 5, dimana Hiratsuka-sensei mengatakan kalau minum-minum sambil memakan coklat yang manis sangatlah enak. Haruno mengatakan akan mencobanya nanti dan tidak lupa dia mengajak Hachiman untuk mencobanya juga.
.....
Yeah, kemungkinan besar Haruno ke minimarket untuk membeli coklat atau miras.
.....
Jawaban Yukino ini, secara tidak langsung menjawab alasan mengapa dia memilih tinggal sendiri di apartemen, yaitu untuk menghindari pengaruh Ibunya.
.....
Yeah, Haruno akan membantu dan mempengaruhi Ibunya? Ha Ha Ha...
Volume 6, Haruno malah yang mengompori Sagami agar menjadi gila.
Volume 8, Haruno-lah yang mengatur jebakan kencan ganda di kafe.
Volume 11, malah Haruno yang memberitahu Ibunya soal Yukino pulang larut.
Lalu Haruno berjanji akan membantu Yukino? Hahahaha...
.....
Awal mula Nyonya Yukinoshita mengirim Haruno untuk mengawasi Yukino adalah Nyonya Yukinoshita mendapati Yukino pulang malam, vol 11 chapter 6. Namun, inti kejadian tersebut adalah Nyonya Yukinoshita yang melihat Hachiman.
Bukankah lucu kalau alasannnya pulang larut malam sedangkan dirinya sendiri datang ke apartemen anaknya larut malam?
Yeah, sebenarnya inti kunjungannya karena mendapat info dari Haruno, dan itu soal Hachiman. Khawatir putrinya yang tinggal sendirian dekat dengan seorang pria, dia mengirim Haruno.
.....
Yang kutakutkan, kata-kata itu tidak hanya berlaku untuknya, tapi juga untukku.
Hachiman sudah tahu cepat atau lambat, akan ada momen dimana dia harus turun tangan.
Mengapa begitu?
Baca vol 1-11, setiapkali Yukino berkomitmen untuk menyelesaikan permasalahan ataupun request, pada akhirnya Hachiman yang turun tangan. Meski dianggap request pribadi sekalipun, ujung-ujungnya sama.
Mengapa Hachiman melakukan itu? Jawabannya ada di percakapan Hiratsuka-sensei dan Hachiman di jembatan Mihama, vol 9 chapter 5. Karena orang itu sungguh berarti bagimu sehingga kau tidak ingin melihatnya terluka.
.....
"Jangan menebakku seperti itu. Di masa depan, aku akan menjadi buruh kualitas super yang akan memberikan seluruh kemampuannya di pesta minum-minum, jika tidak begitu maka aku akan menjadi suami rumahan level elit yang menggunakan uang istrinya untuk minum-minum di siang bolong."
Ini mengkonfirmasi pernyataan Hachiman dalam monolognya di vol 10.5 chapter 1 kalau dia mengubah pendiriannya dari menjadi suami rumahan, kini menjadi orang yang bekerja. Dengan kata lain, ya, Hachiman berubah karena kata-kata Yukino sebelumnya.
Sekarang, cita-cita utama Hachiman adalah bekerja menjadi karyawan.
.....
"Kau baru menjadi seorang yang dewasa ketika kau belajar untuk menyerah akan banyak hal."
Alasan Haruno tidak menjawabnya dengan jelas apakah dari pengalaman sendiri atau...Karena sebetulnya Hachiman harusnya sudah tahu jawabannya. Tersedia dengan jelas di volume 5 chapter 6. Haruno mengatakan dia punya pilihan jurusan sendiri, namun Ibunya memaksanya untuk masuk fakultas MIPA universitas negeri. Semua sudah tahu endingnya, Haruno menerima itu. Yep, dari pengalamannya sendiri.
.....
"Benar kan? Karena Yukino sudah mengambil keputusan, maka aku akan mendukungnya, entah itu benar atau salah."
"Kalau menurutmu dia salah, apa kau akan menghentikannya?"
"Dia tidak akan mendengarkanku. Yang terpenting itu tidak penting benar atau salahnya. Itu tidak ada bedanya, apakah nantinya dia memang bisa, atau berujung menyerah..."
Kata-kata Haruno di atas mengandung kebohongan. Di vol 10 chapter 6, Yukino sudah mengambil keputusan kalau dia akan memilih jurusannya sendiri dan tidak mau ada campur tangan Ibunya. Kalau merunut penjelasannya, harusnya Haruno mendukung keputusan Yukino. Namun yang terjadi, Haruno mencari jalan belakang dengan meminta bantuan Hachiman untuk menanyakan itu ke Yukino.
Karena itulah, Haruno tidak menjawab pertanyaan Hachiman soal apakah Haruno akan menghentikan Yukino jika tahu salah. Karena jawabannya sudah tersaji di vol 10.
.....
"Mengesampingkan seperti apa yang diminum orang itu, ada orang normal yang melihat hal tersebut. Orang normal tersebut, bisa melihat dengan jelas kondisi orang yang sedang minum-minum tersebut. Tidak peduli tertawaku seperti apa, atau perilaku diriku seperti apa, secara spontan kau merasa kalau itu tidak ada hubungannya denganmu."
Ini adalah cara hidup Hachiman pada paruh pertama LN, sebagai observer. Apa hubungannya dengan masalah saat ini? Secara tidak langsung Haruno memberi peringatan dua kali kepada Hachiman untuk bertindak sebagai pengamat saja dalam masalah Yukino dan tidak ikut campur. Bukankah begitu cara hidup Hachiman selama ini? Setidaknya, itulah menurut Haruno.
.....
terimakasih admin.seberapa lamapun admin updatenya tetap saya tunggu. setiap orang punya kesibukan masing masing.LOL
BalasHapusTerima kasih min.semangat terus buat nerjemahin oregairu sampai akhir min
BalasHapusYang ditunggu2, matur tengkyu mas brooooo๐๐๐ semoga tetap diberi sehat semangat dan waktu longgar buat cepet update lagi ๐๐๐
BalasHapusLangsung komen dulu, bacanya mah abis komen ini, akhirnya update juga min, makasih lho wkwkwk
BalasHapusThanks udah lanjut min. Di chapter selanjutnya mungkin adalah bagian dari nyonya besar yukinoshita. Kalau bisa jangan berhenti ngeblog sampai oregairu tamat ya min hehehe
BalasHapusSemngat min, di tunggu klnjutanya
BalasHapusThanks min, sudah saya tunggu update nya.
BalasHapusSemoga d beri kesehatan, dan waktu luang utk kelanjutannya.
Yey, chapter 2 makasih dah terjemahin
BalasHapusane kira ni udh kgk lanjut ternyata masih, semangat gan!!!
BalasHapusThanks min๐
BalasHapustambahan dari ane min soal kata2nya haruno ke 8man "Kau tidak akan pernah mabuk"
BalasHapushachiman ngejelasin
"Orang itu, di bawah pengaruh alkohol, memakai topeng yang berbeda. Di saat yang bersamaan, dia juga mengatakan kalau alkohol adalah pelumas kehidupan yang membuat orang mengatakan yang sebenarnya. Meski dia tidak pernah menunjukkan sisi dirinya yang sebenarnya, pada akhirnya, dia sengaja menunjukkan kelemahannya. Meski begitu, aku belum benar-benar tahu dirinya yang sebenarnya. Kalau aku menilai sikapnya yang kontradiktif, atau caranya menangani permasalahan di dunia, maka dia bisa dibilang sebagai seorang yang dewasa. Bisa pura-pura tidak mendengar bagian terakhir sesuatu yang pernah kukatakan dimana tidak seharusnya kukatakan, dia, setidaknya, memang lebih baik dariku"
bisa disimpulin kalo orang yg ga mabuk itu orang yg make topeng, hachiman nyebut haruno mabuk gara2 dia hampir nger-reveal diri aslinya. hachiman juga nyebut "Aku merasa jika tebakannya kan menjadi kenyataan" maksudnya kalo dia bakal jadi kek haruno yaitu make topeng.
lebih tepatnya akan selalu make topeng
Hapuskita butuh komentar yang seperti ini!
Hapusbtw kok ada beda ya sama translate englisnya yaitu di bagian "Seriously! You are really making me worry! When you enter college, you should choose your clique wisely! Make that a promise with your older brother!"
BalasHapussecara ga langsung yui dianggap adik ma 8man.
ah tambahan analisis ane juga di bagian "Kalau kau, kau akan selalu menjadi kakak yang baik" sebenernya pernyataannya haruno ga nunjuk ke komachi tapi ke yukino, 8man selalu jadi kakak yg baik buat yukino.
ARIGATOU MIN, HONTO NI ARIGATOU
BalasHapusMOGA SEHAT SELALU YA MIN ������
thanks min
BalasHapussemangat terus
biblia juga lanjutkan
tempat download j-drama biblia susah nyarinya nih (minta bantuan)
Di kumpulbagi banyak
Hapussaya juga di share linknya lewat email ya kalau sudah nemu doramanya ^^
HapusTERIMA KASIH TELAH MENTRANSLATE LN OREGAIRU BRO WISH THE LUCK
BalasHapusMakasih banget min udah membantu para fans oregairu, ditunggu kelanjutan nya min
BalasHapusmakasih min, smga rizkinya lancar
BalasHapusDoa yang sangat saya tunggu-tunggu ^^
HapusPerasaan gue pernah baca chapter ini tapi entah di mana. Mungkin karna waktu itu gue ngantuk jadi salah neken link. Huh sama saja gue ngelompat bacanya. Sial
BalasHapusterimakasih banyak min
BalasHapusSuami rumahan akan saya jadikan pilihan pekerjaan berikutnya.
BalasHapusthanks translatenya, di tunggu kelanjutannya
BalasHapusSangkyu Min, Ditunggu kelanjutannya.
BalasHapusSemoga sehat selalu
Lengkap sama analisa dan opini, keliatan, bahasanya mudah dimengerti, keliatan translatenya serius, the best lah, lanjut min, thanks
BalasHapusSerius oregairu selalu bikin w ngeri nebak endingnya, meskipun bukan genre horor, terimakasih ZCAOI udah ngasih penjelasan di akhir. Itu bikin w tenang.
BalasHapusTengkyu min udah ngetranslate,
BalasHapuskelanjutannya selalu dinantikan ๐
Semoga aja hachiman bisa lebih agresif lagi ke yukino tentang perasaannya ya tapi gmn karna ada yuigahama jd nya yukino dan hachiman jd engga enak sama yuigahama
BalasHapusmimin mau na nya
BalasHapuskalo gak salah di anime nya season 1 saat hachiman pergi ke fetival hanabi sama Yui
trus ketemu sama kakak nya Yukino kalo gak salah kakak nya bilang gini " arti nya Yukino tidak terpilih lagi , ya ? "
maksud dari kata itu apakah Yukino pernah di tolak seseorang kah ?
makasih sebelum nya
Terimakasuh min, ditunggu berikutnya๐๐๐
BalasHapusstatus ni LN gmana min??
BalasHapus*Drop??
*OnProgress??
Chapter 3 kira" kapan min? udah ada raw nya blum, semangat yak translate nya.. ditunggu loh :')
BalasHapusThumb up
BalasHapushai admin saya punya banyak pertanyaan di kepala saya sekarang dan analisis saya sendiri tolong perbaiki saya jika saya salah
BalasHapus1. apa yuigahama inginkan?, sama seperti yukino ingin hachiman menjadi salah satu dari mereka pacar dan membuat mereka masih bersama?
2. apa pendapatmu tentang hubungan yukino hachiman? Apakah ada kemungkinan pada akhir jilid 14 mereka menjadi pasangan?
Menurut saya, Yui menginginkan Hachiman mengakui perasaannya (tidak harus menerima). Memang benar dulu dia mendekati Hachiman karena perasaan bersalah insiden kecelakaan itu, namun kini perasaan suka ke Hachiman benar-benar tulus.
HapusLalu, dulu dia memang mendekati Yukino karena ingin dekat dengan Hachiman. Kini dia merasa kalau Yukino benar-benar temannya, tidak perasaan palsu seperti dulu.
Menurut saya, Yui menginginkan perasaannya diakui Hachiman, sekaligus ingin Yukino tahu kalau dia benar-benar ingin menjadi temannya.
Lalu tentang hubungan Yukino dan Hachiman.
Hachiman berusaha "denial" perasaannya saat ini ke Yukino adalah sesuatu yang spesial, bahwa banyak hal dia lakukan selama ini berdasarkan perasaan spesial itu.
Sedang Yukino saat ini masih berusaha mendefinisikan perasaannya terhadap Hachiman. Dia tahu ada sesuatu antara dirinya dan Hachiman.
Jilid 14 mereka akan menjadi pasangan? Ya dan tidak.
Menurut saya, ada 2 ending "epic" yang mungkin terjadi. Pertama, yeah mereka berpasangan. Kedua, Hachiman kembali ke jalan penyendirinya. Dicintai oleh gadis terpopuler di sekolahmu mungkin idaman semua anak laki-laki, namun demi Konoha aku akan tetap di jalan ninjaku!
Ini pembahasan yang udah ada di Manga kan?
BalasHapus