Rabu, 11 November 2015

[ TRANSLATE ] Qualidea of The Scum Chapter 4 : Chigusa Yuu


x   x   x











-  Permohonan Maaf Kepada Para Pelanggan –

PEMBERITAHUAN DARI MANAGEMENT ‘BURGER MOL’

Kami memohon maaf yang sebesar-besarnya kepada para pelanggan setia kami. Karena ada masalah pasokan bahan dari Selat Malaka, pengiriman stok bahan burger kami hari ini telat selama satu jam. Produksi burger hari ini akan disesuaikan dengan stok bahan yang ada di gudang kami.
Mohon maaf sebesar-besarnya atas ketidaknyamanannya dan diharap maklum.

-         Management Burger MOL    -






  Apa yang membuat sosial sekitar kita menjadi bergairah?

  Ketika ada yang bertanya seperti itu, maka jawabannya jelas.

  Hubungan sosial antar manusia dikenal dengan nama kerjasama yang saling menguntungkan.

  Semua hal di dunia ini, entah sistem asuransi, infrastruktur ataupun penanganan bencana alam, dibangun berdasarkan sebuah kerjasama yang saling menguntungkan. Jika tiap orang diperbolehkan mengambil apapun yang terlihat oleh mereka, maka kelangsungan spesies mereka akan terancam. Oleh karena itu, orang-orang mulai membangun sebuah komunitas sosial dengan saling menyandarkan bahu mereka satu sama lain.

  Kalau begitu, bagaimana dengan Kusaoka-san dan diriku? Sambil menunggu lampu penyeberangan berwarna hijau, aku mempertanyakan hal itu.

  Cahaya matahari senja seperti menempel pada kereta-kereta transportasi yang lewat di sekitarku. Di jantung kota ini, ada sebuah stasiun yang sangat besar, dimana stasiun tersebut memiliki delapan rel. Ini termasuk rel kereta non-publik, kereta bawah tanah, dan JR. Stasiun ini dikelilingi oleh Pertokoan di salah satu sisi dan disisi lain ada kantor pusat sebuah perusahaan elektronik yang besar. Bisa kau katakan, kalau stasiun tersebut menjadi titik tengah sentra bisnis di kota ini dan membagi sentra bisnis tersebut menjadi area timur dan barat. Tanpa mengenal waktu, area ini merupakan area padat aktivitas sejak matahari terbit hingga terbenam.

  Ini adalah sebuah dunia yang dijalankan oleh logika para kapitalis yang tamak, mereka memakai konsep yang berbeda dari sebuah ‘kerjasama yang saling menguntungkan’.

  Dari semua masalah itu, aku lalu menatap ke orang yang berada di sebelahku. Pria yang mengikuti diriku, merespon tangisanku yang meminta bantuan dengan kata-kata yang seadanya.

  “Kusaoka-san, bisakah kau anggap bahwa yang terjadi diantara kita saat ini adalah sebuah hubungan kerjasama yang saling menguntungkan?”

  “Mauku sih begitu, tapi melihat apa yang terjadi hingga aku berada disini, satu-satunya hal yang menghubungkan kita adalah sebuah skenario yang jahat...”

  “Hmm?”

  “Oh, lupakan saja kata-kataku tadi.”

  “...Begitu ya. Aku merasa sedikit khawatir. Aku merasa tidak nyaman meminta bantuan orang tanpa membalas jasanya.”

  “Jangan khawatir. Aku biasanya tidak akan pernah bisa merasa lebih buruk daripada yang kurasakan saat ini.”

  “...Jadi kamu memang merasa ini mengganggumu, ya?”

  Dia tidak meresponnya. Dengan senyum tipis di wajahnya, Kusaoka-san berjalan saja dengan diam. Apa suaraku barusan tidak dia dengar? Tidak, pasti bukan itu. Kami dalam posisi yang cukup dekat sehingga dia bisa mendengarku dengan jelas.

  Aku sempat berpikir kalau dia tidak menyukaiku. Jika gadis yang dia hadapi bukanlah diriku, aku bisa saja berpikir tentang kemungkinan itu. Meski begitu, ketika aku bertanya sesuatu tentang perasaannya dan dia pura-pura tidak mempedulikanku, ini berarti satu hal.

  Dia tampaknya sudah terperangkap dalam pesonaku. Seperti para pria pada umumnya, dia diam karena takut mendengarkan kata-kata penolakan dariku. Ya, begitulah pria. Mereka boleh muncul dengan wajah dan tubuh yang berbeda, tapi mereka sama saja.

  Sejak pertama kali dia mengajakku berbicara, aku sudah tahu ini. Ekspresi wajahnya adalah ekspresi wajah pria yang sedang jatuh cinta pada pandangan pertama. Selain itu, kupikir wajahnya juga harusnya tidak tertulis dalam sejarah manusia.

  Sebagai seorang wanita yang diberkati dengan intelektualitas dan kecantikan yang langka, aku jelas telah berpengalaman terhadap hal-hal yang semacam ini. Jumlah pria yang berusaha mengajakku kencan sudah melampaui jumlah bintang-bintang di langit. Sayangnya, aku belum mengiyakan satupun ajakan mereka.

  Menjadi gadis yang sangat cantik juga punya kerugian.

  Jika aku mengandalkan wajah cantikku untuk mendekati pria, maka itu sama saja dengan membeli kebencian dari para wanita yang lain. Pasar situasi tersebut bahkan terjadi di sebuah sistem tertutup seperti sekolah. Dengan kata lain, cinta juga bisa dikapitalisasi.

  Meski begitu...

  “Aku tidak tahu pandanganmu terhadapku itu seperti apa, Kusaoka-san. Tapi aku ini juga manusia biasa. Jika aku membuat seseorang merasa dirugikan, maka aku juga merasa begitu.”

  Aku mencoba membuatnya paham maksudku.

 Kusaoka-san lalu menatapku, tapi dia tidak mengatakan apapun.

  Memang, jika pertama kali melihat Chigusa Yuu, mungkin dia akan terlihat seperti anak nakal, super cantik, tapi dia juga punya hati seperti gadis yang normal. Meskipun aku sendiri tidak tahu apa yang ada di pikirannya, akupun sudah baik dengan menanyakan dahulu apa masalahnya. Aku memang sangat peduli dengan perasaan manusia.

  Satu kebaikan yang kuberikan pastinya akan membuatku menerima sebuah kebaikan di kemudian hari. Itu adalah aturan main yang pasti.

  Menurut kata-kata adikku, para pria biasanya lemah ketika dimintai tolong oleh gadis yang manis. Kalau begitu, Kusaoka-san pastinya senang bukan main dimintai tolong olehku. Memang, aku melakukan kegiatan investigasi ini demi tujuanku sendiri, tapi dia memang orang luar dalam masalah ini. Dia selama ini hidup dengan bergelimang kebahagiaan, atau dengan istilah lainnya ‘sebuah pecahan kecil dari gaya hidup hedonis’.

  “Kusaoka-san, bukankah sudah kukatakan untuk mengatakan saja apapun yang ingin kaukatakan?”

  “Huh?”

  Kusaoka-san mengatakan itu seperti tidak menyangka aku akan mengatakannya.

  “Ngomong-ngomong, kamu tidak perlu khawatir seperti itu. Aku bukanlah orang yang perlu kau khawatirkan jika kita ingin mengobrolkan hal-hal yang tidak berbau uang.”

  “...Cukup mengagumkan. Aku dari tadi sudah mengobrol sendiri di pikiranku, jadi kita memang tidak ada yang bisa diobrolkan.”

  Tampaknya, Kusaoka-san yang diam mulai berbicara ketika kami berjalan melewati penyeberangan. Lalu dia melanjutkan lagi kata-katanya.

  “Jadi, apa yang harus kulakukan agar bisa pulang secepatnya?”

  “Informanku mengatakan sudah mendapatkan informasi dan mengajakku bertemu. Kami akan bertemu di Burger MOL di ujung...oof!”

  Seseorang yang sedang terburu-buru menyenggolku dengan tasnya. Bam! Aku merasakan punggungku sedang didorong, menyebabkan lututku menekuk secara spontan.

  Secara perlahan, sakit mulai menjalar ke seluruh tubuhku.

  “Ouch...”

  Semuanya terlihat memudar di mataku. Air mataku seperti mau jatuh saja. Aku memang gadis yang cengeng. Di saat yang seperti ini, aku sangat menyadari bagaimana lemahnya diriku ini.

  Tidak ada yang bisa aku lakukan, jika saja aku bisa melihat siapa yang sudah melakukannya...

  Karena kejadiannya masih baru, aku lalu mencoba menengok ke sekitarku untuk mencari orang tersebut.

  “...Tidak apa-apa, ayo berdiri.”

  “Huh?”

  “Ayo, cepat kita selesaikan urusan kita dan pulang ke rumah secepatnya.”

  Wow!

  Seseorang menarik lenganku dan membantuku berdiri. Aku merasa terkejut...dia bahkan terasa lebih kuat dari siapapun yang tadi sudah menyenggolku.

  Pria yang membantuku berdiri ini mungkin berada dalam fantasi umum para wanita. Tentunya, aku, yang berada dalam tahap awal menjadi seorang wanita, tidak terkecuali terhadap fantasi semacam itu.

  Secara tidak sengaja, aku berusaha menggosok ujung mataku ini dengan tanganku.

  “...Err, umm...Terima kasih banyak.”

  “Kau tidak perlu membungkuk seperti itu. Aku ingin secepatnya pulang dari sini.”

  Ketika aku melihat ke arahnya, Kusaoka-san melihat ke arah lain seperti tidak terjadi apapun. Cukup aneh, sikapnya itu seperti sebuah neon yang bersinar bagiku.

  “Poinmu baru saja naik, Haruma-san?”

  “Poin apa...?”

  “Oh tidak, jangan membuat seorang gadis mengatakan itu.”

  Aku mengatakannya sambil menunjukkan ujung jariku.

  Bagi pria seumuran dirinya, dia tergolong pria yang pemalu. Dia tampak malu-malu. Perbedaan antara tampilan wajahnya dan sikapnya membuat poinnya semain naik!

  Ketika poin Johannesnya penuh, aku akan memberikan orang ini kesempatan untuk makan malam denganku. Kusaoka-san harusnya merasa beruntung karena aku memberinya kesempatan untuk berkencan dengan gadis yang luar biasa. Tapi karena aku juga akan mendapatkan makan malam gratis juga, maka aku juga ikut berbahagia. Ini seperti melempar satu batu dan kena dua burung.

  Aku selalu memegang kebijakan untuk membuat semua orang gembira, mungkin lama-lama aku ini semakin mirip dengan para politisi. Jika aku bertujuan untuk menyelamatkan uangku, maka terjun ke dunia politik bisa jadi salah satu opsi yang menarik. Aku mau melakukan apapun untuk merubah Jepang, tanah yang kucintai, menjadi tempat yang lebih baik.







x  x  x








  Di lantai dua Burger MOL, ada sebuah meja di pojokan yang disinari cahaya remang-remang.

  Di tempat itu, ada seorang gadis kurus duduk disana.

  “Maaf ya, apa aku sudah membuatmu menunggu?”

  Aku mengatakannya sambil berjalan ke mejanya.

  Dia hanya menggeleng-gelengkan kepalanya dua atau tiga kali untuk merespon pertanyaanku tadi. Lalu dia menatap ke arahku dan pria di sebelahku ini.

  “Umm, ini Haruma-san, dia akan membantuku dalam investigasi ini. Dan ini, adalah temanku, Anna-san.”

  “...hmm.”

  Dia meresponnya seperti kura-kura yang pemalu, Kusaoka-san lalu mengambil kursi dan duduk.

  Dan disini ada Anna-san.

  Seorang teman yang berasal dari kelas satu, dia adalah anak yang termuda dari tiga bersaudara yang semuanya terdiri dari para gadis. Dia adalah seorang Gemini dan memiliki golongan darah B, kalau menurut primbon itu adalah orang yang kurang ahli dalam kerajinan tangan. Dia tinggal bersama kedua orang tuanya, yang sering memakai jasa rental mobil. Keluarganya tidak memiliki satupun masalah dengan pembayaran pajak. Hutang-hutangnya juga tidak besar. Meski begitu, orang tuanya sangat ketat kepadanya. Dia berhutang ¥36,400 kepadaku. Lesung pipi di wajahnya adalah fitur yang paling mempesona dalam dirinya.

  Tapi entah mengapa hari ini, lesung pipinya itu hilang kemana, dan digantikan oleh keringat dingin.

“Err, Umm, Yuu-chan...ada apa memanggilku kemari?”

  “Ada yang ingin kutanyakan kepadamu, jika kamu tidak keberatan.”

  Anna-san tampaknya sangat perhatian denganku, karena di jam yang sibuk ini masih mau menyempatkan diri bertemu denganku. Akupun tidak ragu untuk memanggilnya saudara sejiwa.

  “Kamu tahu kan kalau banyak teman-temanku menghilang belakangan ini? Anna-san, bukankah kamu berteman baik dengan Shia-san? Jadi, apakah ada info yang bisa kau berikan kepadaku? Apapun itu tidak masalah.”

  “...Umm, kau tahu, kami bertiga...Shia, Maria, dan aku biasanya...minggu lalu kami punya rencana untuk pergi keluar bersama-sama...”

  Setelah duduk di sebelahku, Anna-san hanya menatap ke arah jari-jemarinya yang gemetaran sejak tadi. Seperti terkena listrik atau semacamnya. Tubuh-tubuh semacam ini yang bisa menghasilkan uang untukku.

  “Oleh karena itu, aku coba menghubungi Maria untuk bertanya kabar Shia di telepon.”

  “Terus...?”

  “Tapi tampaknya terjadi sesuatu yang buruk ke Maria, karena suaranya terdengar tergetar hebat dan shock ketika kutelepon.”

  “Ah, kasihan. Ngomong-ngomong, kenapa baru cerita sekarang?”

  “Oh, tidak ada apa-apa...itu saja!”

  Dia seperti malu-malu untuk mengatakannya. Oh, dia sangat manis, seperti seekor kelinci kecil.

  “Anna-san, kamu terlihat manis sekali. Ayolah katakan ada apa, kamu pasti bisa!”

  Salah satu alasan aku membawa Kusaoka-san kesini adalah untuk memberikan tekanan ke orang yang sedang kuinterograsi ini jika dia menolak untuk memberitahuku. Tapi, tampaknya dia akan memberitahuku sebentar lagi. Oh, kalau begitu ini artinya aku tidak butuh dirinya disini? Berarti, ini cuma terhitung sebagai membagi sedikit ruangku untuk seorang pria tidak berguna dan aku bisa menganggap ini gratis, benar tidak?

  “...Bukankah ini bukan masalah serius, jadi tolong beritahu kami apa yang kau ketahui, oke?”

  Kusaoka-san yang duduk di seberangku mengatakan itu, dia tampaknya ingin momen ini berjalan secara efektif.

  Gadis yang ideal, adalah gadis yang cantik dan baik. Dia pasti sedang berusaha keras untuk membuat kesan mendalam kepada wanita cantik sepertiku. Memang ada benarnya, aku tidak bisa begitu saja lupa kepada seseorang yang berusaha membantuku.

  “A-aku tidak terlibat apapun disini, tapi aku pernah dengar sekali dari Shia kalau dia sangat menderita karena berusaha membayar bunga pinjaman milikmu...”

  “Ah, yang benar?”

  Aku tidak sengaja mengatakan itu dan menumpahkan gelas kopiku yang berada di meja.

  Kopi yang panas, berwarna hitam yang melambangkan keputusasaan, tumpah dan menyebar di lantai.

  “Aku minta maaf soal ini! Tapi aku senang kamu tidak main-main denganku, Anna-san. Itu hampir saja menjadi sebuah kebakaran yang hebat.”

  “Be-benar.”

  “Jadi sekarang, apa yang sebenarnya terjadi? Aku ini orang yang sangat tidak sabaran jika mendengar namaku disebut-sebut, tanganku sering melakukan yang aneh-aneh ketika terkejut.”

  Aku lalu menatap ke arah Kusaoka-san.

  “La-lantainya terlihat kotor kena kopi...”

  Ada sebuah kesan “Oh, kamu memang manis sekali!” ketika melihatnya tiba-tiba secara spontan sukarela membersihkan lantainya. Tampaknya dia tidak mendengarkan percakapanku dengan Anna-san tadi. Aku sungguh lega. Aku hanya memberitahu tentang bisnisku ini kepada orang-orang tertentu. Aku yang punya kontrol tentang informasi-informasi klienku ini merupakan bukti kalau aku sangat ahli dalam bisnis ini.

  “...Ma-maafkan aku! Aku benar-benar minta maaf!”

  Anna-san terus mengangguk ke atas dan ke bawah seperti sebuah boneka. Dia lalu melanjutkan.

  “Err, umm...Shia tampaknya ketakutan kepada seseorang! Seseorang di luar sana! Dia berhutang ke orang itu dan sekarang sedang dalam bahaya!”

  “Oh, itu terdengar seperti sebuah dilema.”

  Aku mencoba tersenyum ketika mengatakannya. Aku memang berharap kalau manusia ini tidak lupa akan aturan emas dalam kemanusiaan: Mengembalikan uang yang dipinjam.

“Aku sekarang malah berpikir kalau Shia kabur karena dikejar hutang oleh tukang kredit yang lain.”

  “...Tukang kredit yang lain, katamu?”

  Aku tidak sengaja mengatakan itu ketika mendengarnya, lalu aku berusaha menenangkan diriku. Secara tidak sengaja, aku mengepalkan tanganku yang berada di bawah meja.

  Aku memang sudah memprediksi kalau suatu hari nanti ini akan terjadi. Maksudku, saingan bisnis.

  Besar kemungkinan klienku yang menghilang itu diambil dan dipengaruhi oleh saingan bisnisku.

  Aku harus tahu secara detail tentang mereka untuk memutuskan langkah-langkah yang akan kuambil selanjutnya.

  “Anna-san! Beritahu aku lebih jauh!”

  “Be-beneran! Aku tidak tahu lagi! Hentikan itu, aku serius ini...”

   “Tidak apa-apa. Tidak ada orang yang menakutkan disini.”

  “Oooooh...”

  Semakin aku berusaha membuatnya bicara, Anna-san tampak akan menangis. Dia seperti seorang gadis yang sedang disiksa oleh Iblis dari Neraka.

  Biasanya, dalam situasi ini orang-orang biasanya berkata “Adukan saja ke orang tuamu” atau “Panggil saja polisi” seperti tahu apa yang sebenarnya terjadi disini. Di lain pihak, mereka mengatakan “Ini sudah terjadi. Apa yang tidak membunuhmu maka membuatmu semakin kuat.”

  Itu adalah hal-hal yang buruk untuk dikatakan, menurutku.

  Apa yang tidak membunuhmu akan membuatmu kuat. Sudah berapa banyak korban yang jatuh hanya karena melakukan kata-kata itu?

  Mereka seperti dicengkeram oleh ketakutan; keinginan mereka dikontrol oleh orang lain. Hatinya penuh dengan keputusasaan.  Siapa yang bisa membantunya? Mereka sadar kalau mereka sendiri tidak akan mampu mengatasi masalah itu. Oleh karena itu mereka mencari bantuan orang luar.

  Ketika memikirkan itu, aku menyadari: Anna-san masih bisa menjadi lebih kuat lagi.

  Karena dia adalah temanku yang sangat berharga, kata-kata ketakutan dan disetir tidak akan pernah ada diantara kita. Hal-hal dinamis semacam itu tidak pernah ada dalam kamus ‘hubungan pertemanan’.








x   x   x








  Satu jam kuhabiskan hanya untuk meyakinkannya, dan pada akhirnya Anna-san tidak banyak memberiku informasi. Untuk sementara, kuputuskan untuk memotong hutangnya menjadi  ¥36,000. Mendengar itu, Anna-san seperti menangis dengan gembira.

  Kusaoka-san dan diriku meninggalkan Burger MOL. Ketika aku melihat ke langit, banyak sekali cahaya lampu neon meneranginya; warna dan bentuknya bervariasi, sebuah tanda akan ketamakan manusia.

  Di kota ini, tidak ada hal semacam kegelapan. Bahkan hari ini, kota yang bersinar terang ini membuat hatiku sakit.

  “Cerita yang luar biasa, benar tidak?”

  Ketika aku menyeberangi penyeberangan jalan, aku menatap ke arah Kusaoka-kun. Aku melangkah garis-garis berwarna putih sedang dia melangkah di garis-garis berwarna hitam di zebra cross ini. Kami berdua seperti melambangkan malaikat dan iblis.

  Kami belajar satu hal dari cerita Anna-san.

  “Jadi transaksi uangnya dilakukan di ruang konseling yang bersebelahan dengan ruang guru...”

  “...Aku tidak bisa membayangkan kalau tempat seperti itu digunakan untuk hal-hal semacam itu.”

  “Memang.”

  Aku juga tidak menduga kalau ruangan itu dipakai untuk kegiatan semacam itu. Aku hanya bisa memendam emosiku.

  Kalau begitu, hanya para guru yang bisa menggunakannya tanpa dicurigai. Penggunaan ruang itu untuk sebuah transaksi bisnis hitam adalah tanda-tanda kiamat sudah dekat. Mereka berusaha bermain api.

  Adegan di Burger MOL ternyata menghabiskan banyak sekali waktu. Ketika aku melihat ke bawah, cahaya lampu neon menunjukkan sebuah pencahayaannya yang luar biasa.

  Sebuah cahaya biasanya datang dari sebuah kegelapan yang pekat.

  Swalayan yang besar, merupakan sebuah simbol era, tidak lupa bahwa gedung Swalayan itu seperti sebuah cangkang yang besar. Ketika cangkang itu runtuh, keramaian di dalamnya akan menjadi korban jiwa. Ada juga pekerjaan renovasi jalan raya, yang menyelimuti kota seperti sebuah selimut. Juga ada gelanggang olahraga di sudut kota, tapi rumornya operasi tempat tersebut terhenti karena ada masalah politik.

  Jika kamu mau melihat ke sudut-sudut gang, ada sebuah fenomena unik dan eksentrik: Gelandangan yang duduk dan tiduran seperti sedang meminum obat, para orang-orang beragama radikal yang berteriak “Tobat” dan “Kiamat sudah dekat”, wanita tua yang memeluk mainan seperti memeluk anaknya sendiri. Mereka korban jiwa dari sebuah program manusia yang bernama ‘demi hidup yang lebih baik’. Pada kenyataannya, tidak ada satupun hari dimana aku tidak mendengar ambulan berhenti berbunyi.

  Meski begitu.

  Aku bukannya ingin menyebut kota ini sedang sakit. Aku kadang membayangkan kalau kota semacam inilah yang dipilih orang-orang yang saling mencintai sebagai tempat tinggalnya. Semakin dalam mereka tenggelam dalam kepalsuan kota ini, semakin terbakar hangus cinta yang mereka miliki.

  Aku secara tidak sengaja menggumamkan lagu-lagu.

  “Kau tampaknya sedang senang.”

  Kusaoka-san sedang berusaha bercanda. Tampaknya, dia juga sedang dalam suasana hati yang gembira.

  “Sekarang, ketika kita sudah tahu dimana Shia-san berada dan identitas asli si lintah darat, masih banyak yang perlu kita selidiki lagi. Oleh karena itu, kita bisa menghabiskan waktu bersama lagi, Haruma-san!”

  “Um, apakah itu artinya kau akan ke rumahku?”

  “Huh?”

  “Huh?”

  Aku terkejut dengan responnya yang tidak terduga itu.

  Ambil napas yang dalam, dan keluarkan. Masuk dan keluarkan. Dengan begitu, aku bisa menenangkan hatiku yang berdetak kencang.

  “Kata-katamu tadi sungguh di luar dugaan...Kita berdua ini masih SMA, tahu tidak?”

  “Apaan?”

  “Ketika aku diundang seorang pria untuk ke tempat pribadinya, aku ingin kenal lebih dalam dahulu dengan orangnya.”

  “Huh? Kenapa kamu malah yang ingin ke rumahku?”

  “Eh? Jangan katakan kalau kau ingin meninggalkanku setelah ini dan pulang begitu saja?”

  “Eh, bukannya begitu...?”

  “Huuuuh?”

  Aku hanya bisa katakan kalau komunikasi diantara kita berdua seperti sudah mati saja. Apa yang dipikirkan pria ini?

  Di sebelahmu ini adalah seorang gadis yang sempurna dan kau jatuh cinta kepadanya pada pandangan pertama. Tidak lupa juga bahwa gadis ini punya wajah yang sangat cantik dan kepribadian yang baik. Dan yang terpenting, kamu diberitahu olehnya kalau dia punya banyak waktu luang yang bisa dia habiskan bersamamu.

  Kau harusnya bisa mengambil peluang itu sebagai kesempatan emas untukmu sebelum hilang! Aku seperti tidak tahu harus bilang apa kepadamu.

  “...Oke! Aku sudah putuskan!”

  “Err, umm, apa? Sial, aku hampir saja mati ketakutan.”

  “Urusan kita selesai untuk hari ini!”

  “Huh, serius nih? Sekarang aku malah bertambah takut untuk mendengar rencana kamu yang baru saja kau putuskan itu.”

  “Dan besok kita bertemu lagi! Haruma-san, kau tidak bisa menolaknya!”

  “Huh? Dan sekarang aku benar-benar ketakutan.”

  Aku punya moto favorit: Bekerja sukarela untuk kegiatan yang tidak populer.

  Kusaoka-san tampaknya adalah tipe orang yang memiliki sedikit teman. Percaya tidak percaya, dia memang punya momen dimana dia berbicara dengan aneh ketika berkomunikasi. Bahkan manusia goa sekalipun yang memakai rok dari rumbai dan palu batu akan belajar bekerjasama untuk berburu.

  Dalam sosial sekitar yang sudah mirip hutan rimba ini, aku membayangkan ada seorang anak kecil yang dikirim dari surga untuk hidup di hutan rimba itu. Dia akan disebut sebuah keanehan yang menjijikkan, bahkan dianggap musuh dari sosial sekitarnya. Dengan alasan tertentu, aku mengajaknya untuk berada di sisiku. Dan akhirnya dia akan menjadi musuh bagi sosial sekitarnya. Mau bagaimana lagi, itu sudah resiko orang yang jatuh cinta pada pandangan pertama. Bahkan jika aku jadi dirinya, aku akan melakukan apapun meskipun itu berarti dunia ini menolaknya.

  “Serahkan saja padaku! Aku akan membuatmu menjadi pria yang berbeda, Haruma-san! Dipaksa melakukan sesuatu yang kau benci adalah apa yang dilakukan Ibumu.”

  “Uh, soal itu...”

  Kusaoka-san mengangguk begitu saja.



  Aku sempat bertanya apakah kebaikan dan ketulusan hatiku ini sudah menyentuhnya. Setelah mengatakan itu, dia tidak menunjukkan adanya tanda-tanda menolakku.










- Chapter IV | Yuu's Part | END -





Tidak ada komentar:

Posting Komentar