x x x
Aku bukanlah
seorang gentleman ataupun seseorang yang menjunjung tinggi hak perempuan...
Hanya
saja begini ceritanya: Ketika dia menangis di depan rumahku, dia berhasil
mengambil fotoku dengan kamera. Jadi ini
wajar jika aku membantunya. Dia bahkan tidak menghapus air matanya itu; dia
langsung menyeretku untuk langsung ke pekerjaan kita hari itu. Apa dia ini sebenarnya seorang pengacara
atau bagaimana?
Karena aku
tidak begitu tahu tempat yang dituju, aku berjalan sambil memegangi lengan
Chigusa di keramaian ini.
...Lengan Chigusa sangat kecil dan kurus.
Sebenarnya, tidak bisa dikatakan kurus hanya tulang saja sih, aku masih
bisa merasakan kelembutan kulitnya dari balik bajunya. Jika begini terus,
tanganku yang berkeringat bisa-bisa menggambar peta Jepang secara otomatis di
seragamnya. Jadi, tidak lama kemudian aku melepas peganganku. Sekarang,
tercipta jarak diantara kita. Karena aku sendiri tidak paham untuk apa kita
kesini, jadi aku memilih untuk bertanya saja kepadanya.
“Ngomong-ngomong,
kita kemana?”
“Kita
akan ke Burger MOL, Haruma-san.”
Kenapa gadis ini memanggilku dengan nama depanku? Apa karena poin diriku
sudah naik? Kalau begitu, apakah aku seharusnya memanggil dia dengan
nicknamenya: Johannes? Meski begitu, tidak ada satupun bagian diriku yang
berkeinginan untuk memberikan Johannes poin...Kalau begitu, memanggilnya
Chigusa mungkin adalah pilihan terbaik, meskipun memanggil Chigusa dengan ‘Chibusa’
tampaknya lebih cocok, mungkin akan terdengar memalukan! Bukankah itu wajar
jika aku seorang pria yang beranjak dewasa?
[note: Chibusa bisa berarti payudara.]
Jadi, begitulah...Itulah mengapa aku berbicara
kepadanya tanpa memanggil Chigusa.
“Kalau
kau sedang membicarakan makanan, maka aku barusan saja makan di rumah.”
“Oh
bukan. Aku ingin mendengar cerita dari Anna-san.”
Memang, yang dikatakan Chigusa terdengar normal-normal saja, tapi aku
benar-benar tidak tahu siapa Anna-san itu. Apa itu semacam lagu yang lagi trend
dari Band Kai?
Ngomong-ngomong, bukankah ini tidak baik jika membuat janji dengan
Anna-san tanpa memeriksa apakah aku sibuk atau tidak? Tidak lupa Chigusa juga
bersikap seperti aku sejak tadi memang mau untuk membantunya.
Apa
ada seorang gadis yang bisa menyaingi kecantikan dan aura dari Chigusa? Gadis
seperti Chigusa pasti akan dibenci oleh komunitas sosial para gadis, jika
bersekolah pastinya di mejanya pasti banyak coretan kebencian. Mau bagaimana
lagi, resiko gadis berwajah cantik. Jadi sekarang, apakah Anna-chan yang akan
kita temui ini adalah salah seorang pembencinya?
Berjalan dengan beberapa langkah di belakang Chigusa, aku berjalan
menyusuri suasana malam kota yang sangat ramai. Mungkin karena ini adalah jam
pulang kantor. Meski memiliki tampilan seragam dari sekolah yang sama, kami
berdua tidak melakukan percakapan apapun, plus pikiranku dipenuhi
bermacam-macam perasaan yang aneh.
Karena tidak ada kegiatan apapun selain berjalan, aku melihat ke HP-ku.
Ketika aku menyentuh layar HP-ku, aku mencoba melihat lagi SMS dari Chigusa
untuk kedua kalinya.
Apa-apaan ini...Semakin kulihat, SMS ini
semakin menyeramkan. Wow, hanya membacanya sekilas, aku sudah merasa ketakutan
dan bulu kudukku berdiri, seperti membaca SMS yang memiliki genre horor.
Berdebar-debar, terkejut, dan ketakutan. Setiap aku membacanya, umurku seperti
berkurang beberapa bulan.
Dari SMS
menyeramkan itu, ada satu frase yang menarik perhatianku: “Persimpangan
Misterius”. Apakah ini semacam hal-hal dari film Twilight?
“Jadi
dia terperangkap di persimpangan misterius dan menghilang, begitu?” aku
menggumamkan itu.
Aku tidak begitu tahu tentang ‘persimpangan misterius’
ini. Sepertinya, ini semacam mitos
tentang suatu tempat. Bukannya tidak ada yang menceritakan mitos itu, tapi
tampaknya semua orang di dekatku belakangan ini bercerita tentang mitos ini.
Jadi sederhananya begini: Jika aku tidak menyelesaikan masalahnya, maka
aku tidak bisa pulang ke rumah. Jadi aku akan menyelesaikan masalah Chigusa
jika bisa, dan jika itu ternyata sulit, maka aku tinggal mencari alasan
sehingga dia bisa merasa maklum.
Aku
pura-pura batuk terlebih dahulu.
“Hei,
Chigusa!”
Aku
mencoba memanggilnya.
“Bisakah
aku bertanya tentang masalah yang kauhadapi secara spesifik?”
Mendengar itu, Chigusa menyilangkan lengannya ke belakang dan
membalikkan badannya. Roknya melambai-lambai, membuatku mengintip sebentar ke
stocking putih di pahanya.
“Spesifik,
ya?”
Chigusa lalu memiringkan kepalanya dan berkata.
“Hmm...Shia-san
adalah orang yang kukenal sejak lama. Dia punya anjing Schnauzer kecil dan
tinggal bersama kakak laki-lakinya, dan kedua orang tuanya. Mereka tinggal di
sebuah apartemen yang berjarak dua stasiun dari sekolah. Di sekolah, dia
belajar senam ritmik karena pengaruh Ibunya. Meski begitu, dia tidak bisa
memainkan kategori tongkat baton, bahkan tongkat baton Ibunya saja sulit dia
tangkap ketika belajar senam itu. Juga, nilai-nilai akademisnya tidak bisa
dikatakan bagus...mungkin lebih tepatnya sedikit di atas rata-rata. Lalu dia
mulai bermasalah, dia mulai bergaul dengan teman-teman sekelasnya yang buruk,
jadi nilai-nilainya akan mulai turun. Belakangan ini, dia sering ‘kelayapan’,
sehingga orang tuanya dan kakaknya khawatir apakah dia memang sudah mempersiapkan
dirinya untuk ujian atau semacamnya.”
[note: Ini cewek apa agen CIA?]
“O-Oke...”
Aku
semacam terpuaskan dengan penjelasan panjang lebar tersebut. Lagipula, siapa
Shia-chan? Semacam mentega? Apa...? (Hei kalau dia terbuat dari mentega, pasti
kulitnya lembut).
Ngomong-ngomong, aku tidak ingin tahu siapa Shia-chan. Yang ingin kutahu
adalah tentang persimpangan misterius itu...Serius nih, yang tadi itu
informasinya terlalu banyak!
Aku
terus menatap ke Chigusa, tapi dia terus melanjutkan kata-katanya.
“...Shia-san
adalah temanku yang paling kupercayai dan aku mempercayakan hal-hal berhargaku
kepadanya. Oleh karena itu, aku harus membawanya kembali.”
Chigusa mengatakannya dengan wajah serius. Matanya memang menggambarkan
sebuah kesedihan yang mendalam.
“Well,
memang sih, akan terdengar mengkhawatirkan sekali jika dia tidak kembali
lagi...”
“Memang.
Dia sudah membuatku khawatir seperti ini...Dia tidak ada ketika aku menekan
tombol rumahnya, dan dia tidak pernah menjawab telponku kemarin, meski aku
sudah mencoba menelponnya semalaman...”
Chigusa menceritakannya dengan sesenggukan dan hendak menangis lagi.
Ketika melihat hal semacam ini, bahasa tubuhnya itu sungguh cantik dan
membangkitkan perasaanku seolah-olah ingin melindunginya. Tapi jika mengingat
kembali SMS darinya dan melihat dirinya yang sekarang, malah terlihat lebih
menakutkan lagi...
Bahkan Chigusa menunjukkan kepeduliannya.
“Kalau
dia benar-benar tidak kembali, maka aku benar-benar kehilangan sesuatu yang
sangat berharga.”
Lalu dia mengatakan hal yang lebih jauh lagi.
“Membayangkan
dirinya menjadi korban insiden yang direncanakan oleh sebuah organisasi
tertentu membuat hatiku terasa sakit...”
Ketika
melihat Chigusa yang memegangi pita di dadanya itu, terlihat seperti kiamat
sudah dekat saja. Yang bisa kupikirkan adalah, dengan mengesampingkan motifnya
melakukan bahasa tubuh itu, kupikir aku sendiri tidak keberatan untuk membantu
menyelesaikan masalahnya.
“Hmm,
bagaimana ya...”
Aku
seperti kesulitan hendak mengucapkan apa.
“Ngomong-ngomong,
sebenarnya aku ingin bertanya apa sebenarnya ‘persimpangan misterius’ itu?”
Chigusa memiringkan kepalanya seperti kebingungan, ekspresinya seperti
sedang berkencan dengan Armadillo saja.
“Persimpangan
misterius?”
“Umm,
itu loh, yang kamu tulis di SMS.”
Hah? Jadi itu bukan persimpangan misterius? Atau mungkin yang kau bahas
adalah Gundam X-road?
“Ah,
itu ya?”
Chigusa mengatakannya dengan agak ragu, dia menyelipkan kata-kata “umm...”
dan “uhs...”. Err, bukankah dia yang mengajakku dengan alasan itu?
Persimpangan
misterius.
Kalau menurut yang kudengar, jika kamu datang ke sebuah persimpangan
jalan tengah malam sambil berpegangan tangan dengan pacarmu, maka jalan yang
keempat akan terbuka secara misterius. Kalau kamu memilih menuju ke jalan yang
misterius itu, kamu tidak akan bisa kembali lagi selamanya...atau semacam itu.
...Apa dia semacam idiot atau bagaimana? Ini semacam permainan yang
dilakukan oleh anak SMP saja. Jika memilih jalan yang salah, kamu tidak akan
bisa kembali...Apa-apaan itu?
Ataukah mitos itu sebenarnya hanyalah sebuah metafora kehidupan? Ketika
kamu memutuskan untuk melepas masa lajangmu, lalu kamu dihadapkan dengan
berbagai jalan hidup yang harus kau pilih?
Kalau begitu, pastinya banyak sekali orang yang memilih jalan yang salah
dan tidak bisa kembali lagi setelah menyesalinya.
Ya
seperti itulah. Tapi sekarang, aku benar-benar ingin pulang saja.
Menurut pendapatku, orang-orang yang punya skill sosialisasi yang bagus
tidak pernah merasa punya alasan kuat untuk pulang ke rumah. Kemampuan untuk
membaur dengan orang-orang mungkin adalah dasar dari komunikasi, jantung dari
hubungan antar manusia.
Bisa dikatakan juga, ini adalah sisi gelap dari hubungan antara manusia,
sosialitas, komunikasi, dan lain-lain. Dengan mengikat hubungan antar manusia,
maka akan ada manusia lain yang disisihkan.
Seperti apa yang dilakukan Chigusa Yuu.
“Haruma-san,
kesini...”
Bahkan sekarang, Chigusa berjalan di depanku terlihat memiliki kuasa
akan itu, dan ini memperkuat pendapatku tadi. Orang-orang di sekitarnya melirik
ke arahnya terus. Meski begitu, suasana itu tidak mempengaruhinya. Dia berjalan
begitu saja menembus keramaian orang-orang dan tiba di salah satu gedung.
Ketika berdiri di depan lift, Chigusa terlihat bernapas dengan lega. Setelah
menekan tombol untuk ke lantai dua, Chigusa mundur selangkah dan merapikan
posisi berdirinya seperti seorang wanita yang anggun, dan lurus menatap pintu
lift yang akan terbuka sebentar lagi.
Hanya Chigusa dan diriku di dalam kotak kecil itu nantinya. Seharusnya,
kami berdua akan terlihat lebih dekat dari biasanya.
...Ini sudah membuatku gugup.
Kalau dipikir-pikir, ini sudah lama sekali semenjak aku terakhir kalinya
berbicara kepada seorang gadis di sekolahku. Juga, jika kita bertemu dengan
sengaja di luar jam sekolah, apakah ini berarti kita sedang kencan? Jika aku
berada di tempat tertutup yang sama dengan seorang gadis, tanpa ragu lagi,
sesuai logika, berarti kita tinggal bersama...?
x x x
Whoa,
betapa hitamnya, itulah yang kupikirkan ketika menggosok-gosok lantainya.
Tentunya, kita tidak sedang membicarakan kopinya.
Johannes
tiba-tiba mengejutkanku. Dia menggebrak mejanya dan gelasnya terbalik, kopinya
jatuh membasahi lantainya.
Tisu yang kupakai untuk membersihkan lantainya kini berwarna kecoklatan,
bahkan aku masih bisa merasakan panas dari kopinya ini. Mungkin tanganku akan
langsung terbakar jika menyentuh kopinya langsung. Bukan hanya itu saja,
kopinya tadi juga membuat noda di blus putih yang dipakai Anna-chan.
Kamu mungkin akan berpikir normal-normal saja untuk marah jika hal
semacam itu terjadi padamu, tapi anehnya si Anna-chan ini seperti memelas dan
terus meminta maaf kepadanya. Ketika selesai mengelap lantainya, aku melihat ke
atas lagi, Anna-chan masih menunduk meminta maaf kepadanya.
“Aku
sekarang malah berpikir kalau Shia kabur karena dikejar hutang oleh tukang
kredit yang lain.”
“...Tukang
kredit yang lain, katamu?”
Tidak ada ekspresi terkejut satupun dari wajah Chigusa ketika mengulang
kata-kata tersebut. Sikapnya sangat tenang, tapi dari bawah meja, aku bisa
melihat jari-jarinya mengepal. Mungkin dia memang tidak punya otot yang kuat,
tapi aku bisa melihat jelas kalau lengannya bergetar hebat sambil berusaha
mempertahankan kepalan tangannya itu.
Dari pengalamanku selama ini, ini pertamakalinya aku mendengar kalau
siswi sekolahku terlibat transaksi pinjam meminjam dengan lintah darat. Tapi
dari mendengar kata ‘tukang kredit lainnya’, berarti lintah daratnya bisa lebih
dari satu. Itu yang bisa kusimpulkan untuk saat ini.
Meski aku jarang berbicara secara langsung dengan orang, aku ini punya
daya nalar yang cukup bagus dalam mengamati percakapan antara dua orang asing.
Jika kamu ingin tahu seberapa bagus diriku, aku sangat bagus hingga aku bisa
menyimpulkan kalau salah satu lintah darat tersebut: tidak lain adalah Chigusa
Yuu.
...Maksudku, coba lihat adegan saat ini, sikap dan minatnya terhadap
masalah ini mengatakan semuanya!
Itulah yang terjadi, Chigusa sendiri tampaknya tidak peduli hal itu,
jadi kupikir yang terbaik adalah aku pura-pura tidak dengar apapun...Jika aku
tidak begitu, maka aku bisa saja jadi korban kopi yang kedua untuk hari ini.
Kau
harusnya diam saja jika orang lain tidak ingin mendengar jawabanmu.
Ada
dua hal penting agar pembicaraan berjalan lancar. Pertama, jangan berbicara hal
yang tidak ditanyakan kepadamu. Kedua, jangan tanyakan hal yang tidak ingin
orang lain katakan. Jika kamu ikuti dua aturan itu, debat dan konflik akan bisa
dihindari. Bahkan, mungkin saja pembicaraan tersebut urung dilakukan.
Perasaan, sudut pandang, dan imajinasi terikat dalam ranah individu.
Menyentuh topik-topik tersebut berarti menginjak area orang lain. Dan ini bisa
berarti perang, serius ini!
Ini
adalah era dimana orang harusnya menerapkan kebijakan untuk mengisolasi dirinya
sendiri demi menghindari adanya konflik dengan orang lain. Ya, ini adalah
prinsip sebuah kedamaian? Tidak, kurasa ini adalah cara yang sudah kuno.
Meski begitu, gadis yang bernama Chigusa Yuu tampak tidak tertarik akan
hal itu. Dia lalu mencondongkan posisi badannya, seperti mengisolasi Anna-chan
demi sebuah jawaban. Tangannya memegang HP di meja.
“Anna-san!
Beritahu aku lebih jauh!”
“Be-beneran!
Aku tidak tahu lagi! Hentikan itu, aku serius ini...”
Anna-chan tampak lemas, tapi jari-jari Chigusa tetap memegang HP-nya.
Bahasa tubuhnya seperti mengatakan : Kamu
tahu apa yang akan terjadi kalau kamu tidak segera mengaku?
“Tidak
apa-apa. Tidak ada orang yang menakutkan disini.”
Chigusa berusaha membuatnya bicara, tapi bahu Anna-chan tampak
ketakutan. Yep, senyum si Johannes ini
tampak menakutkan sekali...
Lebih dari itu, ini sangat menakutkan melihat
orang bisa mengintimidasi orang lain dengan hanya sebuah senyuman kecil dan
kata-kata yang hangat. Aku pernah melihat senyuman yang berarti amarah di TV,
tapi senyuman yang berarti ancaman merupakan sebuah karya seni yang baru
pertama kali ini kulihat...
Sayangnya, karya seni Chigusa ini membuat Anna-chan ketakutan sehingga
pembicaraannya hanya berputar-putar saja.
“Memangnya
siapa tukang kredit lainnya yang kau katakan tadi? Apa kau kenal dia?”
Aku
mencoba membuat suasananya mengalir.
Anna-chan lalu melihat ke arahku, dia merasa lega dengan sikapku. Ini
pasti yang orang-orang sebut ‘Efek Suspensi Jembatan’. Eh, bukankah ini berarti
dia akan jatuh cinta kepadaku?
“Tolong
beritahu kami detailnya.”
Seketika, Chigusa mengatakan itu dan Anna-chan kembali lemas.
Kalau nadanya seperti itu, maka percakapan ini hanya akan
berputar-putar...Aku ingin cepat-cepat pulang ke rumah...
“Kau
tidak perlu memberitahu dengan detail.”
Aku
mencoba menengahi percakapan antara Chigusa dan Anna-chan. Lalu aku
melanjutkan.
“Apakah
ada sesuatu yang membuatmu ragu untuk menceritakannya?”
Anna-chan tampak mengumpulkan segenap ingatannya, lalu mulai berbicara
dengan gugup.
“Sekitar
dua minggu lalu, kamu tahu, Shia dan diriku membicarakan tentang bagaimana kita
bisa membeli baju renang musim panas kita. Meski dia mengatakan kalau dia tidak
punya uang dan tidak bisa membeli itu, dia tiba-tiba berubah pikiran sepulang
sekolah. Saat itu, dia sangat senang dan menunjukkan kepadaku uangnya, ketika
kutanya darimana, dia mengatakan kalau dia mendapatkannya dari sumber yang
spesial...”
Ya
ampun, jadi begitu ya. Masuk akal sih kalau dia menunjukkan uang itu dengan senang.
Pertanyaannya, dia dapat uang itu darimana? Disitu adalah hal yang terpenting
dan itu tidak ada dalam ceritanya.
“Cukup
aneh...”
Chigusa lalu mengatakan itu secara tiba-tiba setelah mendengarkannya
dari tadi. Atau dia masih diganjal sebuah pertanyaan seperti diriku barusan?
Dia masih tersenyum seperti biasanya, tapi matanya berkedip-kedip secara aneh.
Aku bisa tahu kalau dia marah, melihat suasana mejanya saja sudah mencerminkan
hal itu.
Seperti tahu apa yang dimaksud, Anna-chan tiba-tiba mengangguk setuju.
“Y-Yeah...Tidak
ada yang bisa meminjamkan uang ke Shia, tapi...”
Chigusa lalu memotongnya.
“Kupikir,
sebelum mentraktir orang lain, dia harus mengembalikan dulu uang yang dia
pinjam. Itu akan menunjukkan kalau dia adalah warga kota yang baik. Tapi,
Shia-san cukup aneh...Maksudku, dia mungkin sudah salah paham tentang banyak
hal. Sebagai seorang teman, aku ingin mengobrol dengannya langsung, obrolan
yang sangat panjang.”
Oh,
jadi itu maksudnya...
Tapi kau tahu, Johannes. Aku cukup yakin kalau kau tidak akan sekedar
mengobrol dengannya, melihat seberapa anehnya dirimu! Bukankah Chigusa bisa
memutarbalikkan cerita seperti para Yakuza atau Pebisnis dunia hitam?
“Jika
itu terjadi seusai jam sekolah, artinya dia dapat uang itu dari seseorang yang
berada di dalam sekolah,” kataku. “Itulah bagian anehnya.”
“...Lalu
bagian anehnya dimana?”
“Loh
ya...Apa kamu tidak tahu sekolah itu buat apa?”
“Itu
adalah tempat dimana kamu berhubungan dengan orang lain yang tidak akan bisa
terjadi tanpa persetujuan kedua belah pihak. Bila itu terjadi tanpa
persetujuan, maka itu sebuah kemunduran. Tapi, jika hubungan itu melibatkan
uang, maka kamu bisa menciptakan sistem keuangan tanpa melanggar aturan yang disepakati.”
Chigusa menjelaskan itu dengan menyertakan kebenaran-kebenarannya,
wajahnya cukup to the point ketika
mengatakannya.
“Umm,
oke. Benar...lanjutkan!”
Ini
sebaiknya dilanjutkan saja tanpa perlu diinterupsi. Tapi, sekolah harusnya
tidak difungsikan seperti bank. Itu adalah sebuah tempat yang seharusnya
dihormati, jadi aku tidak bisa membayangkan kalau seseorang bisa
memanfaatkannya untuk transaksi keuangan. Plus, kamu tidak akan berpikir kalau
akan ada orang-orang yang mengacaukan keuangan anak-anak sekolah ini dan
membuatnya menjadi ladang bisnis. Masalahnya, Chigusa bukanlah satu-satunya
orang yang melakukannya...Serius nih, aku
tidak tahu apa yang ada di pikiran para lintah darat ini.
Well, untuk tahu seseorang, maka kau butuh seseorang yang mirip untuk
mengatakannya. Debu untuk debu, abu untuk abu. Jika ingin menjadi Caesar maka
kau harus melakukan hal seperti Caesar. Mari kita dengarkan khotbah yang akan
dikatakan sang lintah darat, Johannes-kun.
Maksudku, tidak ada gunanya memikirkan tentang moral yang ada pada gadis
ini. Kalau aku saat ini tidak bisa memahami pemikiran orang yang normal, apa
aku bisa memahami pemikiran orang yang kurang normal?
Mungkin, aku bisa menikmati percakapan dengan Anna-chan, yang masih
terlihat memiliki beberapa tanda orang normal dari dirinya.
“Jadi,
apa kamu tahu Shia-chan ini sebelum bertemu denganmu sepulang sekolah, dia
habis darimana?”
“Seperti
yang Haruma-san katakan tadi. Apa kamu tahu Shia-san kemana saja hari itu?
Kalau bisa sekalian dengan berapa uang yang dia pinjam dan bunganya berapa
persen, aku ingin tahu soal itu juga.”
[note: Ampun gaaan...]
Chigusa berusaha berbicara seperti orang normal, tapi dia berbicara
dengan nada yang memaksa dan menekan.
Anna-chan ketakutan, seperti terpengaruh dengan tekanan dari Chigusa.
“Aku
tidak tahu dia pinjam berapa dan berapa bunganya. Tapi, kupikir dia berada di
ruang konseling, mungkin saja...Ketika kita bertemu sebelum berbelanja, dia
berjalan menemuiku dari arah ruangan itu...”
Ruang Konseling berada di lantai pertama gedung sekolah. Ruangan yang
kecil dan terletak tidak jauh dari pintu masuk sekolah. Itu adalah tempat yang
biasa digunakan untuk membimbing siswa yang memiliki masalah. Tapi, mayoritas
siswa disini punya nilai-nilai yang bagus, jadi cukup jarang melihat para siswa
keluar masuk ruangan itu.
Di
sebelah ruang konseling adalah ruang guru. Kedua ruangan ini punya pintu yang
saling menghubungkan. Jadi, ini memang sengaja dibuat begitu untuk memudahkan
guru untuk berpindah ruangan ketika memanggil siswa.
Ketika aku masih kelas satu, seorang guru berbadan besar memanggilku ke
ruang konseling dan berkata “Apa ada sesuatu yang menghambatmu? Kamu tidak kena
bully atau semacamnya?”. Kata-katanya yang menyejukkan, dan kehangatan ruang
konseling yang kurasakan dengannya meninggalkan kesan berarti bagiku. Tunggu,
bukankah guru itu sedang membujukku untuk diam agar kasus bully tidak menyebar?
Sial, ingatan yang buruk...
“Pintunya
memang tidak terkunci ketika jam sekolah?”
Kalau dipikir-pikir, guru itu seperti ada kegiatan lain ketika
memanggilku, jadi aku masih ingat kalau aku harus menunggu sekitar 20 menit di
lorong atau semacam itu.
“Kupikir
itu adalah ruangan yang terkunci...Tapi kupikir yang kulihat itu adalah Shia
terlihat keluar dari arah itu atau semacamnya...”
Anna-chan membalasnya dengan nada yang kurang meyakinkan. Ketika dia
terus berpikir, keterangannya mulai berubah-ubah. Memang, aku sering mendengar
kalau keterangan saksi mata tidak bisa 100% benar.
“Siswa
tidak bisa begitu saja kesana. Bisa jadi dia keluar menemuimu dari tempat lain.”
Aku
mengatakannya ke Anna-chan, kuharap dia bisa berpikir dari sudut pandang yang
lain.
Ketika itu, sebuah suara muncul dari sebelah kiriku.
“Tidak,
jika dia punya kunci ruangan itu, maka kondisi ruang tertutup menjadi tidak
valid.”
“Huh?”
Ketika aku melihat asal suara itu, Chigusa sedang menaruh jarinya di
bibirnya, terlihat seperti kebanyakan orang ketika berhasil memecahkan misteri.
“Coba
pikir. Selama punya kuncinya, siapapun bisa masuk kesana. Jika ada pintu,
kupikir kau tidak bisa mengatakan itu adalah ruang tertutup.”
Aku
lalu membenarkannya. “Kau benar.”
Cukup masuk akal.
Cara Chigusa menganalisis sesuatu membuatku berpikir kalau dia merupakan
spesies yang berbeda. Apa yang kau harapkan lagi dari seseorang yang tidak
normal?
Tapi, aku masih terganjal dengan apa yang Chigusa katakan: Selama kamu punya kunci ruangan itu.
Para guru
punya akses ke kunci ruangan itu, juga penjaga sekolah beserta Wakil Kepala
Sekolah. Mereka adalah orang-orang yang terlihat normal masuk ke dalam ruangan
itu. Well, bukannya ingin menyalahkan orang-orang yang punya kemampuan
menggunakan kunci palsu, ahli bongkar kunci, tapi jika ada maka itu memang
sebuah kejahatan jenis baru. Langkah pertama adalah memasukkan siapa saja yang
punya akses ke kunci tersebut dan memikirkannya. Kurasa, itu yang bisa kita
pikirkan saat ini.
Aku
sudah mengatakan apa yang ingin kukatakan, jadi aku melihat ke arah Chigusa,
mentransfer pikiranku yang mengatakan ingin segera pulang (“Apakah aku bisa
pulang sekarang”, “Bisakah kita pulang?”, “Aku lelah sekali, ingin menguap
rasanya”).
“Anna-san,
terima kasih sudah menceritakan itu kepada kami.”
Tiba-tiba, Chigusa membungkukkan badannya. Ini membuat Anna-chan tidak
tahu harus bersikap apa.
“Err,
umm, uh, tentu...”
Dari caranya berbicara, dia tampaknya sudah meyimpulkan sesuatu. Awwwyesss! Aku bisa pulang! Ketika aku
mulai kegirangan, Chigusa lalu menarik lengan jasku.
“Kita
ini baru saja mulai. Aku ingin tahu sejauh mana gosip ‘Black Market’ yang biasa
menggunakan ruang konseling sebagai tempat pertemuannya menyebar di kalangan
siswa. Kalau menurut informanku, info itu menyebar dari mulut ke mulut, kalau
begitu aku ingin tahu bagaimana bisnis itu berjalan. Apa mereka terus mencari
pelanggan baru atau hanya mengandalkan pelanggan lama mereka saja? Cara bisnis
mereka seperti apa?”
“A-aku
tidak tahu...”
“Aku
tidak suka info yang setengah-setengah! Anna-san, maukah kamu menjadi mata-mata
kami dengan meminjam uang ke mereka? Ingat, kamu juga punya tanggung jawab soal
masalah ini!”
Chigusa lalu berusaha menekan Anna-chan, membuat gadis itu menjadi
ketakutan lagi.
Caranya meminta tolong dengan meledak-ledak itu tidak akan menghasilkan
apapun. Ya ampun, kita akan mulai lagi
dengan ini...Bahkan membaca brosur-brosur yang menempel di nampan ini masih
jauh lebih berguna daripada itu.
“...Aku
akan memesan kopi lagi.” Aku mengatakannya sebelum pergi ke kasir, berusaha
membuat kakiku pergi menjauh dari tempat itu.
x x x
Dalam perjalanan pulang ke Stasiun, Chigusa berjalan di depanku menembus malam yang semakin gelap.
Dia
yang mengajakku keluar, setelah ini kita berpisah, dan kami sudah sepakat untuk
bertemu lagi besok. Semangatnya itu bisa terlihat dari rambut panjangnya yang
bergerak kesana-kemari seperti kelinci yang melompat.
Aku
melihat ke arah punggungnya, sambil menggumam. Aku melakukan pekerjaan buruk ini dengan sukarela, huh?
Aku merasa ada
sesuatu yang cukup ambigu, tapi itu bisa memicu konflik antara diriku dan
Chigusa. Kami berdua berasal dari dunia yang berbeda, seperti siang dan malam.
“Hei,
Chigusa.”
Aku
memanggilnya.
“Ya?”
Chigusa lalu membalikkan badannya tiba-tiba, membuat roknya
berkibar-kibar.
“Kupikir
ada semacam perbedaan yang cukup jelas tentang apa yang sudah kita katakan satu
sama lain.”
“Aku
setuju itu. Karena kita awalnya tidak begitu mengenal baik, kupikir hal-hal
semacam itu adalah hal yang lumrah. Tapi, jika pada akhirnya kita tidak
benar-benar sepakat akan suatu hal, kupikir tidak masalah jika hanya aku
sendiri yang memahamimu, Haruma-san!”
[note: Chigusa maunya apa yang dia katakan
soal Haruma harus Haruma akui benar, alias Chigusa maunya menang sendiri.]
Chigusa mengatakannya dengan mata yang berbinar-binar seperti hendak
menangis saja, tapi yang dia katakan tadi itu seperti kata-kata seorang
psikopat. Matanya seperti seorang anak kecil yang sudah terpatri dengan sebuah
agama baru yang radikal.
Oh,
dan tidak lupa seperti katanya tadi. Aku memang sudah menyerah untuk berusaha
memahaminya. Bahkan, aku secara sadar bahwa tidak ada satupun dari bagian
dirinya yang ingin kupahami...
Selain fakta bahwa aku memang tidak berminat untuk memahaminya dalam waktu
dekat, aku memang telah menyadari kalau ada sesuatu yang kita pahami
bersama...Untuk kali ini, aku setuju dengannya! Bahkan, ini tidak sekalipun
menyelesaikan masalah diantara kita.
Chigusa kemudian melanjutkan jalannya seperti seekor anak rusa, berjalan
ceria sambil menyanyikan sesuatu. Ketika dia diam, dia memang terlihat seperti
seorang model majalah yang wajahnya ada di sampul depan. Mustahil aku bisa
mengerti apa yang ada di kepala ataupun hatinya, tapi seberapa bagusnya
penampilannya, akan ada beberapa hal yang tidak bisa mengelabuhiku.
Ketika aku berjalan di belakangnya, gedung-gedung yang berdiri di
samping kami seperti memberikan cahaya lampunya kepadanya, dan orang-orang yang
lewat di sekitar kami terlihat membicarakannya seperti menjadi pusat perhatian
mereka. Pemandangan malam kota ini cukup familiar dan terasa lembut di mataku,
setidaknya mereka tidak pernah membuatku terganggu.
- Chapter IV | Haruma's Part | END -
Rentenir pro :v
BalasHapusDepkolektor kah...
BalasHapus