Menghabiskan akhir pekan dengan bermalas-malasan bukanlah hal yang aneh
bagiku, tapi entah mengapa aku merasa akhir pekan ini adalah akhir pekan
terburuk dalam hidupku.
Aku
akan tidur sampai siang, makan siang, lalu bermalas-malasan di sofa. Setelah
itu tidur lagi jika mengantuk. Ketika terbangun, malam sudah menjelang. Setelah
itu aku akan makan malam dan menghabiskan waktu bermalas-malasan lagi sampai
tertidur.
Rutinitas ini berulang dalam dua hari, dan sekarang akhir pekanku sudah
berakhir.
Obat yang kuminum sejak kemarin masih terasa pahitnya di mulutku ini.
Itu
tidak berubah hingga Senin tiba. Kalau begini, aku akan terlihat lebih suram
dari biasanya.
Ketika sampai di sekolah, kaki sudah terasa berat dan angin dingin yang
tidak enak ini juga mulai menggangguku.
Tapi setidaknya, orang-orang yang ada di kelas ini membuat suasananya
menjadi hangat.
Meski begitu, apakah cuaca hari ini yang menyebabkan suasana ruangan
kelasku ini terlihat lebih suram dari biasanya? Meski terlihat tidak ada yang
berubah, hanya saja...aku tidak merasa kalau suasana kelas ini lebih hidup dari
sebelumnya.
Mungkin, jawabannya terdapat di kelompok terpopuler di kelas ini.
Di
barisan belakang terdengar percakapan yang suasananya berbeda dari biasanya.
Meski suara Tobe terdengar keras seperti biasanya, kurasa kita bisa buat
pengecualian buat manusia yang satu ini.
“Hayato, bagaimana dengan klub hari ini?”
“Hmm. Kurasa kita siap-siap untuk hadir lebih awal ke lapangan.”
Nada Hayama tidak berbeda dari biasanya. Nada suaranya itu bisa
menentukan suasana orang-orang sekitarnya.
“Oh
iya sih, kemarin kan Klub Sepakbola diliburkan ya?”
Ketika Ooka berbicara, Yamato meresponnya. Lapangannya memang harus
berbagi dengan klub olahraga lainnya. Keduanya tampak paham hal itu.
[note: Ooka adalah member Klub
Baseball SMA Sobu. Vol 2 chapter 3.]
Entah diantara percakapan mereka itu, Miura lalu mengulang-ulang sebuah
kata.
“...Jumat.”
[note: Jumat kemarin Klub Sepakbola
diliburkan karena lapangannya dipakai klub lain. Itu hari yang sama dimana
Miura melihat Hayama berkencan dengan Nakamachi di PARCO.]
Kata yang diucapkannya memang tidak berhubungan dengan topiknya. Karena
menyadari maksudnya, Ebina lalu berdiri dengan tiba-tiba dari kursinya.
“Yu-Yumiko! Oh bukan! Jumat dan Senin terdengar mirip ya? Mana ya yang atas dan yang bawah?”
[note: Kalau tidak salah itu semacam
kode-kode para gadis Fujoshi mengenai nama jumat dan senin.]
“Jumat kah?”
Yuigahama menjawabnya.
“O-Oke! Yui pikir hari Jumat! Bagaimana denganmu, Tobecchi!?”
Ketika Tobe ditanya, dia seperti orang bodoh saja.
“Eh, uh, Jumat...?”
Mereka membuat sebuah pembicaraan pura-pura yang tiada akhir. Tapi,
Hayama hanya terus tersenyum sementara Miura dan Yuigahama seperti menahan
sesuatu.
...Sampai segitunya agar tidak membahas
kejadian hari Jumat.
Tapi jika
mereka tidak seperti itu, akan ada masalah besar.
Mau bagaimana lagi, bukankah hubungan
pertemanan grup yang stagnan dan tidak berubah adalah keinginan mereka?
x x x
Waktu berjalan begitu cepat, dan tanpa terasa sekarang masuk ke jam
pelajaran keempat.
Setelah pertempuran ini usai, maka akan masuk ke jam makan siang.
Suasana kelas akan kembali lagi seperti pagi harinya. Tapi itu tidak
berpengaruh bagiku karena aku tidak makan siang di dalam kelas. Tapi, diantara semua
kelas di sekolah ini, suasana kelas ini memang yang paling hidup. Tapi jika
yang paling hidup itu menjadi suram, aku tidak bisa membayangkan bagaimana
pemandangan ini jadinya jika dilihat siswa kelas lain.
Tapi, kupikir siswa kelas lain tidak akan merasakannya. Bahkan guru yang
mengajar saat inipun tidak akan sadar hal itu.
Jam
pelajaran keempat adalah Sastra Jepang.
Ketika bel pelajaran keempat berbunyi, Hiratsuka-sensei memasuki kelas.
Setelah itu, dia melihat sejenak ke para siswa.
“...Hmm. Tumben kalian tidak seramai biasanya. Ya tidak masalah sih,
kalau begitu ayo kita mulai pelajarannya.”
Sesuai dugaanku, dia memiliki skill pengamatan yang bagus.
Sensei menyebutkan nomor halaman yang harus kami buka dan dia mulai
membacanya sambil menulis beberapa kalimat di papan tulis.
Aku
menopang daguku dengan tanganku dan membuka bukunya.
Aku
lalu melirik ke arah buku, papan tulis, dan buku tulis. Entah mengapa, aku
tidak bisa berkonsentrasi terhadap pelajaran ini.
Pelajaran terus berjalan dengan 0 ilmu yang kuserap.
Jujur saja, aku merasakan hal yang sama selama jam pelajaran pertama
hingga saat ini, dan bisa jadi akan terus begini hingga sekolah usai.
Lalu kepalaku dihantam pertanyaan-pertanyaan yang tidak terjawab, terus
berulang-ulang.
Koleksi-koleksi pertanyaan itu menghantuiku.
Ketika Orimoto menatap ke arah keduanya, apa yang ada di pikirannya?
Dia
nyaris saja ribut dengan Nakamachi.
[note: Miura yang hendak berdiri dan menuju
ke arah Hayama di PARCO. Vol 8 chapter 5.]
Apa
yang ingin Isshiki tanyakan? Juga, aku harus melakukan sesuatu soal request
pemilihan Ketua OSISnya.
[note: Terjawab di vol 8 chapter 8, Isshiki
bertanya siapa gadis yang bersama Hayama.]
Mengenai masalah Miura tadi, aku bisa menyerahkannya ke Ebina untuk
mengcovernya. Tobe juga bisa membantunya. Untungnya, itu sekaligus bisa membuat
Tobe dan Ebina semakin dekat.
Apakah aku harus memberi Komachi coklat croissant? Meski begitu, aku
juga tidak yakin dia memang menginginkannya.
Terakhir, apa yang Haruno rencanakan? Aku tidak mengerti status hubungan
diantara Yukinoshita bersaudara. Bahkan hingga sekarang, aku masih belum
memahaminya lebih dekat.
Hayama terlihat tidak seperti biasanya, tapi dia masih bisa tersenyum.
Pria yang luar biasa. Mungkin dia sebenarnya belum pernah tahu rasanya terluka?
Jika begitu, maka pria ini adalah pria terbaik yang pernah ada. Jika aku
satu-satunya orang disini yang mengkhawatirkan semua hal-hal kecil ini, maka
sikapku ini memang sangat janggal, bahkan bisa-bisa aku muntah melihatnya.
...Di atas itu, apa yang mereka berdua
pikirkan sekarang?
Entah mengapa, tiba-tiba Sensei berhenti menulis di papan.
Melihat hal tersebut, kedua mataku bertemu dengan kedua mata Sensei.
“Hikigaya.”
“Ya?”
Spontan aku menjawabnya karena mendengar
namaku dipanggil.
“Istirahat nanti temui saya di ruang guru.”
Dia
mengatakan kata-kata itu, merapikan barang bawaannya, dan meninggalkan kelas.
Eh, pelajaran anda bagaimana...?
Begitulah pikirku, tapi ketika kulihat sekitarku, semua orang sudah membereskan
buku-bukunya. Mereka lalu terlihat merapatkan mejanya dengan orang disampingnya
dan membuka kotak makan siangnya.
Ketika aku menatap mereka, bell ternyata sudah berbunyi.
Aku
taruh barang-barangku di kolong meja dan berdiri dari kursiku.
‘Temui saya di ruang guru’, artinya sekarang aku harus menemuinya. Jadi
aku lebih baik menemuinya dahulu, baru makan siang.
Aku
lalu keluar kelas dan terburu-buru berjalan ke ruang guru, namun tidak lama
kemudian aku melihat Hiratsuka-sensei masih berjalan di lorong. Aku
mengikutinya dari belakang menuju ruang guru.
Meski kami tidak begitu jauh, Sensei tidak mengatakan apapun. Dia
seperti mengatakan ‘jangan bicara dan ikuti saja aku ke ruang guru’.
Ketika kami berdua sudah masuk ke ruang guru, Sensei berbalik dan
berkata kepadaku.
“Ayo kita masuk ke ruang tamu.”
Kami akhirnya masuk lebih dalam di ruang guru dan sampai di ruangan yang
khusus digunakan untuk menerima tamu para guru.
Ruangan ini terasa agak privat dan di dalamnya ada meja kaca dan dua
sofa kulit. Aku pernah kesini sebelumnya.
“Duduklah disana!”
Dia
menunjuk ke arah sofa dan akupun duduk disana.
Sensei duduk di sofa seberangku.
Dia
lalu mengambil sebatang rokok dan menyalakannya.
Sensei mengambil asbak kaca yang berada disamping meja dan menaruhnya
tepat di depannya.
Dia
lalu menghisap rokoknya 3 kali secara perlahan, dan menaruh abunya di asbak.
“Tampaknya kamu tidak memperhatikan betul pelajaranku hari ini.”
“Haaa. Well, hari ini materinya tidak begitu banyak, jadi saya rasa
lebih mudah dipahami.”
Ketika aku mengatakannya, Sensei terlihat kurang senang.
“Kamu berani mengatakannya karena punya nilai bagus, itu masalahnya.”
Setelah meniup asap rokoknya kembali, Hiratsuka berhenti sejenak dan
mulai berbicara.
“...Aku dengar dari Yukinoshita sendiri pagi tadi.”
Dia
memanggilku kesini, maka ini pasti sesuatu yang penting. Aku lalu menegapkan
posisi dudukku dan memasang telingaku baik-baik.
Sensei lalu menaruh abu rokoknya di asbak.
“Tampaknya dia akan maju menjadi kandidat Ketua OSIS.”
“Siapa yang Sensei maksud dengan ‘dia’?”
“Ya
Yukinoshita sendiri.”
Jawaban itu keluar dengan cepat ketika aku menanyakannya.
Mendengar hal itu, hatiku mulai tidak karuan.
Yukinoshita akan maju menjadi calon Ketua OSIS.
‘Mengapa?’ adalah pertanyaan yang terus muncul di kepalaku saat ini.
Yukinoshita tidak suka ada di depan publik. Dia bahkan mengatakannya sendiri.
Tidak lupa ketika rapat perdana Panitia Festival Budaya dia diusulkan menjadi
Ketua, dan dia menolaknya dengan tegas. Dan yang terpenting, dia sudah menjadi
Ketua Klub.
Apa
provokasi Haruno-san tempo hari yang membuat Yukinoshita begitu? Apakah perang
diantara kedua saudari ini bisa diredakan secepatnya?
Ketika pikiranku penuh dengan tanda tanya, Hiratsuka-sensei menambahkan.
“Ketika kutanya persiapannya, dia mengatakan kalau Hayama akan berpidato
untuknya dalam kampanye nanti.”
“Begitu ya...”
Hayama, huh...
Memang benar, kalau kita berbicara tentang juru kampanye, Hayama adalah
orang paling tepat dari semuanya. Tapi itu terkesan wajar jika mereka berdua
punya hubungan dekat. Aku tidak tahu secara detail tentang hubungan keduanya di
masa lalu. Aku mengenalnya sampai saat ini tanpa tahu sedikitpun tentang
hubungan keduanya. Tapi, kalau melihat bagaimana Yukinoshita, tampaknya
tindakannya kali ini tidak sesuai dengan prinsipnya.
Jadi selama akhir pekan, Yukinoshita memutuskan untuk maju ke pemilihan,
menghubungi Hayama, dan memintanya menjadi juru kampanyenya? Aku tidak paham
maksud dan tujuannya, tapi kalau dari segi strategi, ini memang bagus. Kalau
dari faktor itu, strategi Yukinoshita cukup masuk akal.
Ketika Sensei mematikan rokoknya, dia berbicara.
“Hikigaya, apa yang akan kau lakukan?”
“Saya biarkan saja. Saya tidak mungkin intervensi apa yang mereka
rencanakan.”
Kalau dipikir-pikir, jika Yukinoshita menjadi Ketua OSIS, maka itu akan
menyelesaikan banyak hal. Tidak perlu cari kandidat lain. Dan tidak ada masalah
lain yang muncul.
Aku
baru saja menyadari hal itu.
“...Kalau
kita cuma ingin melihat kualifikasi kandidat, maka dia memang yang paling
cocok.”
Lagipula, mengapa kemungkinan itu tidak sekalipun terlintas dalam
pikiranku?
Sensei mengangguk saja mendengarkan kata-kataku.
“Memang
begitu...Tidak ada orang yang lebih mampu darinya. Akupun yakin kalau para guru
tahu itu, mereka mungkin akan senang mendengarnya.”
Jangankan guru, bahkan Meguri-senpai pasti akan senang mendengarnya.
“Apakah
anda belum memberitahu orang lain soal ini?”
“Ya.”
Sensei tersenyum dan menyalakan lagi rokok barunya. Setelah meniup
asapnya ke atas, dia lalu menatapku.
“Oke,
kita langsung ke intinya. Aku tanya lagi kepadamu. Hikigaya, apa yang akan kau
lakukan?”
Ketika dia bertanya kepadaku lagi, entah mengapa aku tidak bisa menolak
seperti sebelumnya.
Aku...tidak mau Yukinoshita mengajukan
dirinya sebagai Calon Ketua OSIS.
Karena...apapun alasan yang dia miliki, ini
bukanlah dirinya. Meskipun, dia hanya mencoba membuatnya terasa logis. Yang
Yukinoshita lakukan saat ini adalah salah.
Pada akhirnya, dia mencoba membawa semua
beban yang dipikulnya itu sendirian, seperti kejadian pada Festival Budaya
lalu.
[note: Vol 6 chapter 6, Yukinoshita jatuh
sakit karena kelelahan menghadapi banyak pekerjaan panitia. Hachiman ‘mengamuk’
di rapat Slogan esok harinya dan membalikkan keadaan.]
Dia harusnya tahu kalau aku tidak menyukai
dirinya melakukan hal-hal semacam itu lagi.
Kalau begini, maka aku akan mengambil
tindakan yang sama seperti kemarin.
[note: Disini sangat jelas, Hachiman
bertindak dengan membujuk Iroha maju pemilihan adalah demi Yukinoshita Yukino.
Bahkan Hachiman memutuskan itu sebelum mendengar Yui akan maju juga menjadi
calon ketua.]
“...Sensei,
apakah anda punya kunci ruangan Klub?”
Ketika aku mengatakannya, Sensei menunjukkan salah satu telapak
tangannya kepadaku.
“Seperti
biasanya, Yukinoshita selama ini memakai ruangan itu untuk menghabiskan jam
makan siangnya.”
Kalau begitu, Yukinoshita memakai ruangan itu untuk makan siang saat
ini.
Kalau dia memutuskannya hari ini, maka masih ada waktu untuk membatalkan
niatnya karena pendaftarannya dibuka senin depan. Apakah aku berhasil
meyakinkannya atau tidak, aku pikirkan nanti saja. Sekarang, aku harus berbicara
kepadanya.
Ketika aku berdiri, Sensei melihat ke arah jendela dan meniupkan asap
rokoknya.
“Meskipun
tidak ada aturan tentang jadwal aktivitas Klub, dia selalu datang kesini untuk
mengambil kunci ruangan itu setiap harinya.”
“...Begitu
ya. Kalau begitu saya permisi dulu.”
Aku
membungkuk kepadanya dan Sensei menaikkan tangannya tanpa melihat ke arahku.
Seperti biasa, dia mengepulkan asap rokoknya lagi.
Aku
meninggalkan ruang guru terburu-buru dan menuju ke ruangan Klub.
Aku
akhirnya menaruh tanganku di pintu ruangan Klub dan membukanya.
Di
ruangan tersebut, ada Yukinoshita dan
Yuigahama. Di depan keduanya ada kotak-kotak makan siang yang sudah
dibuka.
Yuigahama menatapku dengan tanda tanya karena aku terlihat buru-buru
kesini. Tapi Yukinoshita menatapku dengan tatapannya yang dingin, sama seperti
sebelumnya dan tidak mengatakan apapun.
“Yukinoshita,
kamu akan mencalonkan dirimu di pemilihan?”
“...Ya.”
Dia
menjawabnya dengan datar. Dia lalu hanya menundukkan kepalanya dan menatap ke
arah bawah.
“Eh?”
Hanya Yuigahama yang terlihat terkejut di ruangan ini.
“Apa
dia tidak memberitahumu?”
“Ti- Tidak...”
Melihat Yuigahama yang kecewa, Yukinoshita lalu berkata.
“...Aku
berencana untuk mendiskusikannya denganmu nanti.”
Meski Yukinoshita mengatakannya, dia memalingkan pandangannya dari
Yuigahama.
“Kamu
tidak bisa mengatakan itu diskusi jika kau sudah memutuskannya sebelum
berdiskusi.”
Mungkin ada benarnya dia hendak mendiskusikannya. Tidak, dia mungkin
memang sudah berencana untuk mendiskusikannya sedari tadi. Tapi, yang ingin
kutanyakan selanjutnya tidak terkait itu.
“Apa
ini...Apa ini karena kata-kata kakakmu kemarin?”
Tapi Yukinoshita menjawabnya tanpa menatap ke arahku.
“Nee-san
tidak ada hubungannya dengan ini. Aku tidak menganggap kata-katanya secara
serius. Ini murni keinginanku sendiri.”
Aku
benar-benar tidak paham. Semakin aku membahas hubungannya dengan kakaknya,
semakin sedikit yang bisa kumengerti. Tapi kuakui, membahas itu memang kecil
kemungkinannya Yukinoshita mengubah keputusannya.
Maka, aku harus mencari alasan lain.
“Bukannya
kamu pada awalnya hendak mendukung Hayama yang maju jadi calon?”
“Dia
punya klub untuk dipimpin, dan diluar sana tidak ada orang lain yang cocok
untuk jadi calon, benar tidak?”
Yukinoshita menjawabnya sambil melirik ke kedua tangannya yang berada di
atas meja. Mendengarkannya, Yuigahama lalu berbicara.
“Tapi,
Yukinon, kau juga punya klub...”
Kata-katanya itu membuat Yukinoshita menegakkan kepalanya dan melihat ke
arah Yuigahama.
“Aku
akan baik-baik saja. Klub ini tidak sesibuk Klub Sepakbola dan akupun sudah
mengerti tentang cara kerja Pengurus OSIS, jadi kupikir aku tidak akan
kesulitan sama sekali.”
Begitulah katanya, tapi...apakah itu yang sebenarnya?
Lihat apa yang terjadi dengan Klub dan dirinya ketika Festival Budaya
kemarin.
Aku
bisa paham mengapa Hayama tidak jadi mereka calonkan. Mungkin dari semua klub,
Klub Sepakbola adalah yang paling bagus di SMA ini. Sebagai ketua dan kapten
tim, dia tidak boleh melewatkan latihan rutinnya. Oleh karena itu, dia tidak
bisa berpartisipasi di OSIS. Oleh karena itu sejak awal, aku sudah mencoret
Hayama dari daftar calon potensial.
“Bagaimana
kalau mencari kandidat lain selain Hayama?”
“Bukannya
kamu sendiri yang menolak ide itu?”
Yukinoshita menjawabnya dengan dingin.
Sial, memang sih, kalau melihat waktu tersisa seminggu dan harus
membujuk orang, maka itu akan sulit. Dan orang yang mengatakan hal itu tidak
lain adalah aku sendiri.
Aku
tidak pernah berpikir kalau kata-kataku tempo hari akan dia ingat dan digunakan
untuk membalikkan kata-kataku. Aku lalu menggaruk-garuk kepalaku.
“Jadi
karena itu, kamu lalu berpikir untuk mencalonkan dirimu sendiri?”
Lalu, Yukinoshita dengan tenang, tidak...dengan sadis menjawabnya
menggunakan nada suaranya yang terkesan dingin.
“Kalau
kita berpikir secara logis, maka mencalonkan diriku adalah keputusan yang
terbaik. Aku percaya kalau diriku bisa memenangkan pemilihan melawan Isshiki.
Lagipula jika aku melakukannya sendirian, aku bisa dengan mudah memutuskannya
tanpa perlu meminta pendapat orang lain. Ini juga menjadi contoh motivasi yang
baik bagi Pengurus OSIS yang lain. Tidak seperti pemilihan sebelumnya, kini
kita bisa melangsungkan pemilihan dengan baik tanpa khawatir tentang
calonnya...Lagipula, aku sendiri tidak keberatan jika aku yang mencalonkan
diriku sendiri.”
Setelah itu, dia seperti bernapas lega.
Dia menatap ke arah bawah setelah mengatakan
itu. Ekspresinya seperti mengatakan dirinya sedang menanggung kesedihan yang
luar biasa dan bercampur dengan sebuah determinasi yang tragis.
‘Cara yang paling efektif’...kah?
Entah mengapa, kata-kata itu menusuk diriku.
Dia bukanlah satu-satunya orang yang bertindak demi efisiensi. Pria itu, juga
bertindak karena alasan yang sama, pria yang mirip dengannya.
[note: Pria itu bernama Hikitani ketika
insiden penembakan Ebina.]
Oleh karena itu, mungkin dikatakan paling
efektif, karena terbaik daripada beberapa pilihan yang ada.
“Itu
bisa jadi akan sukses, aku bahkan tahu itu. Tapi, bukankah masih ada cara lain
selain maju menjadi calon?”
Ketika aku mengatakan itu, dia menatapku.
“Apakah
kamu sedang membicarakan rencanamu yang kemarin?”
Dia
bertanya dengan tatapan matanya yang tajam. Mata
itu lagi...
Tapi aku tidak
berniat untuk kalah kali ini. Jadi aku juga ngotot menatapnya dan menjawab.
“Ya.”
Jujur saja, rencanaku tidak 100% jaminan sukses. Tapi aku tidak akan
mundur dan meyakinkan diriku kalau itu yang terbaik untuk saat ini.
Aku
bahkan sudah mengepalkan tanganku ketika mengatakannya.
Yukinoshita lalu memalingkan pandangannya dariku, menutup matanya
sejenak dan mengambil napas yang panjang.
Setelah itu, dia menatapku kembali. Kali ini, aku merasakan tekanan yang
luar biasa.
“Kamu
percaya diri sekali kalau kata-kata dan sikapmu itu sendiri akan bisa
meyakinkan seluruh siswa di sekolah ini untuk menuruti skenariomu. Kupikir itu
tidak akan menyelesaikan apapun.”
Dia
seperti menusukku di tempat dimana aku sedang terluka.
Seperti kata-katanya. Aku bukanlah orang yang memiliki pengaruh di
sekolah ini.
Meski aku dibenci di sekolah ini, aku juga ragu mereka masih mengingatku
sampai saat ini. Juga, aku tidak yakin kalau aku bisa membuat mereka
membenciku. Lagipula, Isshiki juga bisa dibenci oleh mereka karena diriku.
“Kalau
hanya itu masalahnya, aku tinggal memikirkan sesuatu untuk meyakinkan mereka
saja.”
Aku
tinggal berpidato dengan sikap lebih pengecut dan gombal, sehingga mereka
merasa tidak senang melihatku. Jika cuma untuk menimbulkan rasa jijik dan
benci, maka aku punya daftar tindakan yang mungkin untuk menimbulkan perasaan
itu.
Aku
berusaha mengatakannya dengan sedikit tersenyum. Melihatku seperti itu,
Yukinoshita lalu memalingkan pandangannya dariku.
“...Kamu
terlalu percaya diri jika kamu pikir kamu bisa membuat orang-orang mengingatmu
dan membencimu.”
Kata-katanya itu sangat melukaiku daripada alasan-alasan logis yang
lain.
Sebuah monster yang berasal dari kesadaran diriku sedang terjebak di
sebuah labirin yang dalam.
Tidak ada satupun yang bisa kukatakan untuk membalas Yukinoshita.
Ketika pembicaraan selesai, suara jendela yang diterpa angin mulai
mengisi suara ruangan ini. Angin dari utara mulai terasa bertiup ke ruangan
ini.
“...Caramu
melakukan sesuatu berbeda dengan bagaimana caraku melakukannya.”
Dia
mengatakannya sambil menatap ke arah bawah, dia terlihat sedang mengepalkan
tangannya. Kata-kata itu adalah kata-kata yang aku sendiri setuju akan
kebenarannya.
“Kurasa
begitu...”
Kurasa memang berbeda. Bukan masalah siapa benar dan salah, tapi yang
berbeda adalah motivasi kita melakukannya. Dan sayangnya, itulah yang membuat
jarak kita semakin menjauh.
Yuigahama sedari tadi hanya mendengarkan percakapan kami, dia seperti
memikirkan sesuatu.
“Begitu
ya...Jadi Yukinon akan maju menjadi calon ketua ya...”
Yuigahama lalu tidak mengatakan apapun.
Ketika aku merasa bahwa waktu sudah semakin membeku, Yukinoshita lalu
menatap ke arahku.
“Apa
ada yang lain lagi?”
“...Tidak,
aku cuma ingin mengkonfirmasinya denganmu saja, tidak ada yang lain lagi.”
Jujur saja, aku tidak tahu apa yang sedang ingin kukonfirmasi.
Keputusanku yang menolak tindakan Yukinoshita ternyata menghadapi situasi yang
lebih sulit. Kalau begitu, aku mundur dulu sekarang. Memang keputusanku ini
bukan yang terbaik, tapi katakan saja kalau ini plan B dariku.
“...Begitu
ya.”
Tidak jelas apakah dia hanya sekedar membalas atau bagaimana, tapi dia
mulai merapikan kotak makan siangnya.
Aku
membalikkan badanku dan meninggalkan ruangan itu.
Gema suara pintu yang barusan kututup seperti menjadi satu-satunya suara
yang kudengar dari ruangan itu.
Ketika aku berjalan meninggalkan Gedung Khusus, Hayama terlihat sedang
berjalan di lorong ini. Dia lalu melihatku dan melambaikan tangannya.
“Jadi
kamu kesini juga?”
Dia
tampaknya senang sekali berbicara tanpa melihat suasananya.
“...”
Aku
tidak berniat untuk membuka pembicaraan. Jadi aku memberikan isyarat saja
seperti menanyakan mengapa dia ada disini.
“Oh,
aku barusan dipanggil untuk bertemu dengan mereka.”
“Begitu
ya.”
Aku
membalasnya dan mulai berjalan meninggalkannya.
Ketika kami hampir melewati satu sama lain, Hayama berbicara.
“Aku
akan membantu Yukinoshita...Kamu sendiri, apa yang akan kamu lakukan?”
“...Aku
tidak akan melakukan apapun.”
Aku
mengatakan itu dan melanjutkan langkahku tanpa menoleh ke arahnya.
Sejujurnya, aku bukannya tidak mau melakukan
apapun, lebih tepatnya kalau aku tidak bisa melakukan apapun untuknya.
Akupun tidak punya kata-kata yang bisa
melawan Yukinoshita. Kata-katanya memang terdengar lebih logis dari punyaku.
Lagipula, mengapa aku dari tadi berusaha
membuatnya berubah pikiran?
Aku tidak punya alasan untuk melakukannya.
Harusnya kubiarkan Yukinoshita maju ke
pemilihan, tanpa ragu dia akan memenangkannya. Tidak hanya karena dia mampu,
tapi juga karena Hayama juga menjadi juru kampanyenya.
Aku lalu berjalan kembali ke kelasku, dan
baru saja sadar kalau aku lupa untuk makan siang.
x x x
Gara-gara kelaparan, aku tidak bisa fokus kepada pelajaran sampai jam
terakhir. Aku juga ragu kalau ada satupun ilmu yang masuk ke telingaku.
Aku
sedari tadi hanya menatap ke arah depan, karena jika aku memalingkan kepalaku,
Yuigahama dan Hayama akan terlihat. Setelah itu, hal-hal yang mengganggu akan
mulai mengisi kepalaku lagi.
Bagiku, hal terbaik hari ini adalah cepat pulang ke rumah.
Setelah jam pelajaran terakhir dari Wali Kelas, kami akhirnya
bersiap-siap untuk pulang.
Ketika aku keluar kelas dan menuju ke lorong, sebuah suara memanggilku
dari belakang.
“Tu-Tunggu
dulu!”
Ketika aku melihat ke belakang, Yuigahama berlari ke arahku. Dia tampak
malu-malu sambil berusaha mengatur napasnya.
“Emm...mau
pulang bersama?”
“Aku
bawa sepeda kesini. Juga, rumah kita berada di lokasi yang berbeda.”
Aku
mengatakan hal yang paling normal, tapi Yuigahama tidak menyerah disitu.
“Ya.
Oleh karena itu...cuma sampai disana saja.”
Ketika dia mengatakannya, Yuigahama menunjuk ke sebuah arah yang tidak
kuketahui.
Ah
sudahlah, menuju arah rumah Yuigahama anggap saja sebuah tur singkat. Aku masih
bisa pulang ke rumah setelah itu. Akupun tidak punya kegiatan lain selain
langsung pulang ke rumah.
Lagipula, aku sudah tahu apa yang hendak Yuigahama bicarakan denganku.
“...Aku
akan mengambil sepedaku dahulu. Tunggu saja disini.”
Aku
menunjuk ke arah gerbang samping sambil mulai berjalan.
“Ah,
aku juga kesana.”
Setelah mengatakannya, Yuigahama mengikutiku dari belakang.
“Nah,
tidak usah.”
Aku
menghentikannya dan menuju ke area parkir sepeda. Bagi kami berdua pergi ke
tempat parkir seusai sekolah adalah hal yang memalukan. Tidak lupa, Yuigahama
pasti terlihat ganjil. Dia jelas-jelas tidak naik sepeda ke sekolah, jadi dia
tidak punya alasan untuk berada di sana. Aku juga tahu kalau dia populer di
kalangan pria-pira. Melihatnya berada disini bersamaku bukanlah hal yang bagus.]
Aku
lalu membuka kunci sepedaku dan menuntunnya ke gerbang samping.
Yuigahama menunggu di gerbang samping dan ketika melihatku, dia
melambaikan tangannya. Seperti kataku,
jangan melakukan hal-hal yang membuat kita terlihat mencolok!
Kami akhirnya
berjalan bersama, dengan diriku menuntun sepedaku sedang Yuigahama berjalan di
sampingnya.
Memikirkan arah tujuan kami, akupun memikirkan sesuatu.
Kalau dari stasiun ke rumahnya, pasti memakan waktu beberapa menit.
Mungkin naik sepeda atau bus lebih cepat. Kupikir, Yuigahama akan ke sekolah
dengan naik bus.
Kami lalu melewati jalan yang berbatasan dengan taman dekat sekolah dan
stasiun.
[note: Ini rute yang sama ketika Hachiman
mengantar Haruno di vol 10 chapter 6.]
Pepohonan di taman tampaknya sudah tidak lagi menggugurkan daunnya dan
tidak ada tanda-tanda ada anak kecil bermain disana.
Jalan yang kami lalui ini kadang kala berpapasan dengan siswa-siswa yang
juga sedang pulang sekolah.
Aku
tetap terdiam sambil menuntun sepedaku dan Yuigahama juga hanya berjalan dengan
terdiam sedari tadi.
Tampaknya kami berdua sedang mencari timing yang tepat untuk berbicara.
Kesunyian terus berlanjut, dan sebentar lagi akan melewati belokan yang
menuju ke kompleks apartemen. Bayangan-bayangan dari kompleks tersebut mulai
mengisi sebagian besar area tersebut.
Ditemani cahaya matahari yang mulai memudar dan angin dari utara, dingin
mulai menjalar ke tubuh kami.
Tiba-tiba, Yuigahama berbicara.
“Jadi,
Yukinon akan maju sebagai calon di pemilihan nanti, ya?”
“Yeah.”
Untuk saat ini, itulah yang mengganggu pikiran kami. Bahkan Yuigahama
tidak diberi oleh Yukinoshita. Apa yang sebenarnya Yukinoshita pikirkan dan apa
yang sebenarnya ingin dia lakukan?
Kupikir kita akan membicarakan itu.
Tapi Yuigahama membicarakan sesuatu yang berbeda.
“...Aku
juga. Aku pikir aku akan mencobanya juga.”
“Hah?”
Aku
menatap ke arahnya dan berusaha mencari tahu maksudnya.
Tapi Yuigahama hanya terdiam dan melihat ke arah sepatunya dengan
ekspresi serius.
‘Aku
akan mencobanya juga’. Yang dia katakan tampak serius, dan jika melihat
kata-katanya sebelumnya, maka artinya dia akan mencalonkan diri menjadi calon
ketua seperti Yukinoshita.
“Kenapa
kau berpikir seperti itu...”
Aku
berpikir kalau Yuigahama bukanlah tipe gadis yang akan maju jadi calon ketua.
Sejujurnya, itu tidak cocok dengan image dirinya.
Ketika kutanya, Yuigahama menendang kerikil di dekat kakinya.
“Tahu
tidak, aku tidak punya apapun. Apa yang ingin kulakukan, apa yang bisa
kulakukan, aku tidak punya itu. Oleh karena itu, di lain pihak, mungkin diriku
ini bisa berguna untuk sesuatu.”
Ketika dia selesai, dia menegakkan kepalanya. Dia mencoba tetap tersenyum
meskipun dia merasa malu karena membicarakan hal yang sangat serius.
“Di
lain pihak katamu? Jangan secara egois mengambil keputusan untuk dirimu
sendiri.”
“Aku
tidak melakukannya untuk egoku.”
Yuigahama lalu berhenti berjalan. Karena dia menatap ke arah bawah, aku
tidak tahu ekspresinya seperti apa. Tapi kata-katanya cukup tajam. Ini pertama
kalinya aku mendengar dirinya mengatakan hal semacam itu.
“Yang
egois itu adalah kalian semua.”
Kata-katanya seperti penuh dengan emosi.
Memang, aku tidak berhak mengatakan apapun. Insiden waktu darmawisata
kemarin memang aku yang egois memutuskannya sendiri. Tentunya kali ini,
Yukinoshita menjadi calon ketua juga seperti itu. Kami hanya memutuskan sesuatu
berdasarkan ego kami.
Tapi alasan itu tidak cukup bagus baginya untuk mencalonkan diri.
“Apa
kamu sudah memikirkannya baik-baik?”
Ketika aku bertanya itu, Yuigahama mengangguk sambil ekspresi wajahnya
menghadap ke bawah.
“Sudah.
Aku sudah memikirkannya dan kupikir ini jalan satu-satunya.”
Dia
lalu berhenti sejenak, meremas pegangan tas punggunya.
“Kali
ini, kita semua lakukan yang terbaik. Kami sadar kalau selama ini menyerahkan
semuanya ke Hikki untuk melakukan sesuatu.”
“Aku
belum menyelesaikan sesuatu.”
“Benarkah?”
Dia
lalu tersenyum sambil memiringkan kepalanya.
“Benar
itu. Oleh karena itu kamu tidak perlu memaksakan dirimu.”
Itulah yang bisa kukatakan.
Jujur saja, tidak ada hal bagus yang pernah kuselesaikan. Yang kulakukan
hanyalah memuji atau mengevaluasi. Yang kulakukan adalah melemparkan teori
egoku ke orang lain, itu saja.
“Itu
bukanlah satu-satunya alasanku.”
Yuigahama menatap ke arah sekolah dari kejauhan.
“Jika
Yukinon menjadi Ketua OSIS, dia mungkin akan fokus ke tugasnya. Dia akan
berusaha menjadi Ketua OSIS terbaik yang pernah ada. Tapi, kita mungkin akan
kehilangan Klub kita, benar tidak?”
“Itu
belum tentu benar.”
Aku
tidak berbohong. Klub Relawan masih bisa ada.
Meskipun rambutnya tidak panjang, cahaya matahari senja mulai membayangi
rambutnya.
“Kita
akan kehilangan itu. Persis seperti Festival Budaya dan Festival Olahraga. Bagaimana
Yukinon fokus ke satu hal, bahkan Hikki tahu ini, benar tidak?”
“...”
Aku
tahu ini. Ketika kita mendapatkan request yang berkaitan dengan event besar,
maka kita akan memberikan totalitas kita disana.
Tapi Yukinoshita memiliki batasan. Pekerjaan yang bernama Ketua OSIS itu
punya pekerjaan sepanjang tahun, sehingga jelas akan sulit untuk terlibat di
aktivitas Klub Relawan.
Ketika aku memikirkannya, Yuigahama berjalan dan sekarang berada di
depanku.
“Kamu
tahu, masalahnya adalah...”
Roknya seakan-akan melambai-lambai. Dia memegang tangannya di belakang
dan berhenti.
Lalu dia menatapku.
“...Aku
suka Klub ini.”
‘Oleh
karena itu aku ingin melindunginya’. Mungkin itulah kata-katanya selanjutnya.
“...Aku benar-benar suka.”
Ketika dia mengulangi kata-kata yang terakhir, air matanya mulai
terlihat di ujung kedua matanya.
Aku
tidak tahu harus mengatakan apa.
Dalam situasi ini, apa yang bisa kukatakan?
Aku
berdiri disana tanpa mengatakan apapun, Yuigahama terlihat terkejut dan
menggosok-gosok kedua matanya dengan lengan bajunya.
Lalu, dia pura-pura tersenyum.
“Tahu
tidak, kalau aku jadi Ketua OSIS, kupikir aku bisa melakukan apapun dan membuat
Klub tetap berjalan atau semacam itu. Maksudku, itu adalah diriku. Bukannya aku
berharap orang-orang punya ekspektasi denganku atau semacamnya.”
“Tidak,
meski begitu.”
Yuigahama memotongku.
Yuigahama lalu mendekatiku dan menaruh tangannya di dadaku, dan
mengatakan kepadaku untuk tidak mengatakan apapun.
Di
depanku ada wajah Yuigahama yang menghadap ke bawah. Karena aku memegang sepeda
dan tidak bisa bergerak, aku diam saja disana.
Yuigahama lalu menegakkan posisi kepalanya.
“...Oleh
karena itu aku akan menang melawan Yukinon.”
Air
matanya sudah terhenti dan tatapannya memiliki sebuah determinasi tinggi.
Ketika aku hendak mengatakan sesuatu dan mengawalinya dengan menyebut
namanya, Yuigahama lalu melangkah mundur.
Dia
lalu melihat ke sekitarnya, membetulkan posisi tas punggungnya, dan berbicara
terburu-buru.
“Ah.
Kurasa cukup sampai disini saja...! Oke, sampai jumpa!”
“Ah,
benar...Sampai jumpa lagi.”
Aku
membalasnya begitu saja dan melihatnya pergi. Lalu tidak lama kemudian dia
membalikkan badannya.
“Sampai
jumpa Hikki.”
Ketika dia mengatakannya, dia sedang melambai-lambaikan tangannya.
Aku
berdiri disana ditemani matahari senja melihat Yuigahama tersenyum menuju
tempat dimana tanganku sendiri tidak bisa menggapainya, area dimana dia sendiri
menaruh semua rasa sakitnya disana.
Setelah itu, aku membalikkan sepedaku dan kembali ke jalan semula.
Setelah menuju jalan raya, aku kayuh sepedaku.
Lalu aku berpikir.
Yuigahama menjadi Ketua OSIS untuk melindungi Klub Relawan tempat dimana
dia berada.
Jika memang ada orang yang bisa menang dari Yukinoshita, bisa jadi orang
itu adalah Yuigahama.
Yuigahama adalah member dari grup kasta teratas di sekolah yang juga
punya banyak koneksi, lebih banyak dari Yukinoshita. Dia punya peluang dimana
bisa mencuri suara Hayama. Meskipun ada Hayama, tapi Yuigahama disupport Miura
dan yang lain.
Selain itu, Yuigahama adalah gadis yang luar biasa.
Jadi, kurasa tidak ada yang aneh jika melihatnya menjadi Ketua OSIS.
Yukinoshita Yukino dan Yuigahama Yui.
Tampaknya pertarungan nanti cuma berada diantara keduanya. Siapapun yang
kalah, Isshiki Iroha mungkin merasa kalah dengan wajar.
Ini
adalah metode yang paling baik kalau kita memikirkan hasilnya.
Request Isshiki terselesaikan.
Tapi itu kalau melihat hasilnya saja.
Juga kemungkinan besar, klub akan hilang.
Mengesampingkan kata-kata Yuigahama, dia mungkin berusaha mengerjakan
tugaasnya sebagai Ketua OSIS. Pertama, dia berusaha membagi waktunya, pada akhirnya
dia akan mencapai limit.
Dari tampilannya saja, dia terlihat sebagai orang yang rajin dan peduli
kepada sesamanya. Tidak ragu, dia bisa jadi Ketua OSIS yang ideal. Pada
akhirnya, dia akan sulit datang ke Klub.
Oleh karena itu Klub akan hilang.
Hanya nama dari klub itu sendiri yang masih ada, dan isinya berbeda dari
biasanya.
Ini
adalah sesuatu yang kusadari sebelumnya.
Tidak hanya diriku, juga bagi keduanya.
Kalau keputusan ini diambil bersama oleh mereka berdua, maka aku tidak
keberatan.
Hanya itu.
Hanya itulah. Meski begitu.
Terasa sangat meyakinkan jika kamu memilih sesuatu karena terpaksa oleh
kondisi.
Karena berusaha melindungi suatu hal yang kaurasa penting, maka kau
harus merelakan cita-citamu. Melihatnya seperti itu adalah sesuatu yang cukup
menyakitkan.
Tanpa adanya orang yang jadi korban, maka drama akan terus berlanjut.
Dan aku tahu hal itu.
Aku
bukanlah korban, jadi hal semacam kasihan dan simpati bukanlah hal yang
kubutuhkan. Meski begitu, aku sendirilah yang arogan mengatakan hal-hal
tersebut.
Sebuah kontradiksi...
Lucu jika melihat bagaimana Hachiman bingung dengan sikap Yukino yang memutuskan maju menjadi ketua, tapi terus mempermasalahkan misteri masa lalu antara Hayama dan Yukino.
Kadang saya berpikir, mengapa Hachiman terus membawa-bawa misteri masa lalu mereka berdua?
...
Hachiman memutuskan untuk menggagalkan pencalonan Yukino sejak di ruang guru. Tidak setelah Yui memutuskan untuk terlibat dalam kandidat Ketua OSIS.
...
Adegan Yui dan Hachiman ketika pulang sekolah...
Jelas kata "suka" kedua dari Yui belum tentu dialamatkan ke Klub. Kemungkinan besar ke Hachiman. Ini ada hubungannya dengan sikap Yui di vol 3 chapter 1 yang masuk ke Klub Relawan hanya sekedar untuk mendekati Hachiman.
...
Kalau kita jeli, harusnya Sensei memanggil Yui juga jika ingin mencegah Yukino. Tapi kenyataannya, Sensei hanya memanggil Hachiman saja. Artinya, Sensei tahu jika Hachiman bertindak, maka Yukino bisa membatalkan pencalonannya. Sensei tahu kalau Yukino maju menjadi kandidat untuk mencegah Hachiman menjadi juru kampanye hitam Iroha.
...
Kata-kata Hachiman tentang keputusan Yui untuk maju menjadi kandidat Ketua adalah untuk memuaskan ego Yui, memang ada benarnya. Itu karena Yui merasa dirinya membiarkan begitu saja Yukino dan Hachiman menjadi martir sosial, sedang dirinya bisa tenang-tenang saja. Ini terkesan seperti aksi solidaritas saja.
Padahal, inti masalahnya adalah sederhana : Hachiman tidak sadar kalau keputusannya menjadi jurkam hitam Iroha-lah pemicu terjadinya rentetan kejadian ini.
...
Ada hal yang mengganjal kepala Hachiman sejak berada di ruang guru.
Yaitu kenapa Yukino memutuskan untuk maju menjadi kandidat ketua?
Jika karena terprovokasi Haruno, maka Hachiman akan turun tangan, apapun yang diperlukan. Itu sesuai prinsipnya di vol 6 chapter 5, tentang jalan hidup seseorang yang diganggu.
Tapi jika karena Yukino sendiri berkeinginan menjadi ketua OSIS, maka Hachiman sebenarnya tidak berhak untuk menghalanginya.
Hal di atas-lah yang menjadi pertimbangan Hachiman mengenai Yukino. Disini, Hachiman benar-benar tidak tahu apa yang ada dalam pikiran Yukino, karena berpikir secara logis hanya menghasilkan dua kesimpulan di atas. Tapi, Hachiman tidak pernah mau berpikir secara perasaan.
Maksud berpikir secara perasaan adalah: Hachiman tidak berpikir kalau Yukino melakukannya untuk menyelamatkan dirinya agar tidak menjadi pembohong seluruh siswa di sekolah.
Hachiman tidak akan pernah berpikir ke arah sana karena itu sudah tertulis dalam keyakinannya di vol 3 chapter 4 : Tidak akan pernah ada satupun gadis yang akan mau berkorban untuknya. Kenyataannya, ada Yukino yang mau melakukannya. Dan Hachiman baru sadar akan hal ini di vol 9 chapter 9.
...
Sebenarnya, alasan Yui kalau dia melakukannya demi Klub yang dia cintai adalah bohong. Jika Yui benar-benar mencintai Klub Relawan, maka di vol 3 chapter 1 Yui tidak akan sengaja bolos dari kegiatan Klub, berbohong ke Yukino hanya demi menghindari Hachiman.
Yang Yui cintai sebenarnya adalah Hikigaya Hachiman. Yui masuk Klub Relawan untuk mendekati Hachiman. Yui maju menjadi calon Ketua OSIS agar Hachiman tidak mengorbankan dirinya lagi. Tapi Yui tahu kalau dia tidak akan bisa menang dari Yukino, juru kampanye Yukino juga Hayama.
Miura, juru kampanye Yui adalah musuh seluruh gadis di SMA Sobu, Yui sudah jelas-jelas kehilangan separuh suara. Juga, para pria takut dengan Miura. Bahkan Tobe yang dekat dengan Miura-pun merasa takut dibuatnya.
...
Sebenarnya, alasan Yui kalau dia melakukannya demi Klub yang dia cintai adalah bohong. Jika Yui benar-benar mencintai Klub Relawan, maka di vol 3 chapter 1 Yui tidak akan sengaja bolos dari kegiatan Klub, berbohong ke Yukino hanya demi menghindari Hachiman.
Yang Yui cintai sebenarnya adalah Hikigaya Hachiman. Yui masuk Klub Relawan untuk mendekati Hachiman. Yui maju menjadi calon Ketua OSIS agar Hachiman tidak mengorbankan dirinya lagi. Tapi Yui tahu kalau dia tidak akan bisa menang dari Yukino, juru kampanye Yukino juga Hayama.
Miura, juru kampanye Yui adalah musuh seluruh gadis di SMA Sobu, Yui sudah jelas-jelas kehilangan separuh suara. Juga, para pria takut dengan Miura. Bahkan Tobe yang dekat dengan Miura-pun merasa takut dibuatnya.
ya kalo menurut saya d lihat dari posisinya..
BalasHapusmenurut saya YUKINOSHITA x YUIGAHAMA WIN WIN gan, soalnya ada kekurangan & kelebihanya,
1. yukinoshita memang punya kelebihan secara intelektualnya tapi dia tidak memiliki teman, hal yg menguntungkannya adalah kampanye dari HAYAMA
2. yuigahama memang populer d sma sobu, tapi mempunyai kelemahan d MIURA sebagai juru kampanye