Kamis, 12 November 2015

[ TRANSLATE ] Oregairu Vol 9 Chapter 1 : Isshiki Iroha mengetuk pintu itu lagi.



x Chapter I x










  ...Apa dia semacam idiot?

  Sebelum pelajaran pertama dimulai, aku menggumamkan itu.

  Ada sebuah kertas yang ditulis tangan dan bercampur dengan buku-buku yang ada dalam tasku. Tampaknya, ini dari adik kecilku, Komachi.

  Surat yang manis ini bertemakan natal dan bertuliskan tentang hadiah-hadiah yang diinginkannya.



  Hmm, sebenarnya yang ingin dia beritahukan adalah tulisan di pojok kanan bawah untuk membeli deterjen ketika pulang nanti. Apakah ini disebut guyonan Komachi...? Kalau dia serius, ini berarti daftar hadiah yang sangat mahal, benar tidak? Ya ampun, adikku ini mengerikan sekali.

  Untuk saat ini, aku menganggap tiga hal pertama tadi tidak pernah ada dan memastikan diriku untuk membeli deterjen sepulang sekolah nanti.

  Tapi jika ketiga hal pertama sudah kueliminasi dan hal terakhir kupastikan akan kulakukan, maka tersisa satu hal lagi...


  ...Kebahagiaanku.


  Sebenarnya, kebahagiaan itu apa?

  Tapi, memikirkan Komachi sampai segitunya menuliskanku surat, pastinya dia memiliki rencana tertentu.

  Beberapa kegiatan yang terjadi untuk menyelesaikan Pemilihan Ketua OSIS tempo hari tampaknya menjadi perhatian Komachi. Dalam hal itu, akulah yang meminta pertolongan Komachi.

  Apakah hasil setelah itu berjalan baik atau tidak, akupun tidak begitu yakin.

  Komachi tidak menanyakan kepadaku bagaimana hasilnya, tampaknya dia juga mempertimbangkan perasaanku. Meski dia memaksaku untuk menjawab itu, aku tidak berpikir kalau aku mampu menjelaskan kepadanya, bahkan bisa saja aku akan merasa terganggu dengan sikapnya itu.

  Mungkin karena Komachi sadar akan hal ini sehingga dia tidak mempertanyakan hal itu. Sesuai dugaanku, dia memang adik perempuan yang terbaik.

  Kebahagiaan dari Hikigaya Hachiman, impian dari Hikigaya Hachiman, dan keinginan dari Hikigaya Hachiman.

  Sampai hari ini, aku belum pernah memikirkan hal itu.

  Jadi, apa yang yang bisa membuatku bahagia dan apa yang kuinginkan? Aku tidak tahu itu, dan itu bertahan hingga saat ini.

  Jika aku punya sesuatu yang kuharapkan seperti Komachi yang mengharapkanku untuk bahagia...Jika keinginanku ini memang akan didengar dan jika aku memang diperbolehkan untuk mengucapkan keinginanku.

  Jika orang itu adalah aku, aku harus menjawab apa...?

  ...Jika itu aku, maka aku menginginkan Komachi agar bahagia!

  Meski begitu, aku harus memastikan kalau adik kecilku yang manis itu tidak merasa terganggu sedikitpun di musim ini. Dia sekarang sedang mempersiapkan ujian masuknya ke SMA ini.

  Aku tidak ingin membuatnya khawatir dan menghabiskan waktu sia-sia di periode waktu ini.

  Jadi sekarang, aku kesampingkan dulu pertanyaan tentang kebahagiaanku itu, aku lipat kertasnya dan memasukkan itu ke kantong seragamku. Aku merasa hangat di area tertentu. Apa-apaan ini? Apa cintamu ke adikmu ini sudah diluar batas? Tidak apa-apa, dia adikku, jadi ini normal-normal saja. Tapi, tadi tampaknya bisa berarti beda, benar tidak?

  Membuat wajahku terlihat lesu dengan melihat surat dari adikku adalah sebuah pertanda buruk, jadi aku duduk dengan tegak dan memperbaiki posisi kerahku.

  Hanya saja, aku harus menjaga image diriku yang keren. Ngomong-ngomong, banyak kejadian ketika kau kira dirimu keren, tapi orang-orang di sekitarmu bilang kamu orang yang suram. Jadi, tolong hati-hati (pengalaman pribadi).

  Karena jam pertama yang diisi oleh Wali Kelas akan dimulai, teman-teman sekelasku terlihat berlarian ke kursinya.

  Dari gerombolan orang-orang tersebut, ada seorang gadis yang berjalan dengan santainya, tidak terbawa oleh suasana tersebut. Rambut biru gelapnya seperti berkibar-kibar di setiap langkahnya.

  Kawasesuatu...Bukan, Yamasesuatu? Oh atau Yutakasesuatu? Eh, kenapa kita tidak memanggilanya Kawaiiyutakasesuatu-san? Kawasesuatu-san tampak berjalan ke tempat duduknya, berbeda dengan siswa lainnya yang terburu-buru. Dalam perjalanan, tatapan matanya yang dingin bertemu dengan kedua mataku.

  Ketika kami saling menatap satu sama lain, kami berdua terdiam. Entah kenapa, kami seperti menatap dengan beku.

  Kami mungkin orang asing, tapi setidaknya aku menyapanya. Bukannya aku kenal atau tahu namanya. Aku sebenarnya berhutang pertolongan kepadanya dalam masalah Pemilihan Ketua OSIS yang lalu. Aku tidak pernah mengucapkan terima kasih kepadanya. Tapi untuk saat ini, aku tidak tahu harus mengatakan apa.

  “Aah...well, tahu tidak...”

  Entah mengapa, aku seperti mengucapkan kata-kata yang tidak jelas. Ketika itu, dia tampaknya juga sedang menduga apa yang hendak kukatakan itu. Bibirnya lalu bergerak dan mengatakan sesuatu dengan nada yang pelan.

  “...Pagi.”

  “Y-yeah.”

  Dia menyapaku dengan ekspresi dinginnya dan aku hanya membalasnya dengan kata yang tanggung.

  Pembicaraan tidak berjalan kemanapun dan dia terburu-buru menuju mejanya yang berada di dekat jendela belakang.

  Memang, situasi itu agak aneh untuk dilihat. Pilihan terbaiknya adalah kabur secepatnya. Karena aku sudah berada dalam tempat dudukku, maka opsi yang tersisa adalah pergi secepatnya ke tempat duduknya.

  Entah karena kurang tidur atau kurang motivasi, setelah duduk di mejanya, dia langsung mengambil posisi tiduran. Melihatnya begitu, aku hanya bisa mengingat-ingat kejadian tadi.

  ...Hei, hei, serius nih? Kawasesuatu menyapaku! Karena kita berdua tidak kenal nama masing-masing, bukankah ini sebuah kemajuan?

  Meski begitu, anak-anak ketika SD diajari cara untuk menyapa seseorang. Bahkan, mereka diajari juga caranya menyapa orang yang tidak dikenal dan mencurigakan. Kalau begitu, bukankah artinya kalau orang menyapaku lebih dulu berarti mereka menganggap aku orang yang mencurigakan?

  Well, tapi orang yang mencurigakan itu memang terlihat mencurigakan semenjak membaca surat dari adik perempuannya, jadi ini memang bisa dimaklumi. Eh tapi tunggu dulu, kalau tidak salah dia juga bersikap aneh ketika menerima SMS dari adik laki-lakinya, Kawasaki Taishi! Ah benar, namanya adalah Kawasaki.
[note: Volume 5 chapter 2, Saki dan Hachiman sekelas di bimbingan belajar musim panas selama sebulan. Pada awal musim panas Hachiman melihat Saki sedang melirik ke HP-nya dan tersenyum. Belakangan diketahui kalau itu SMS dari Taishi.]

  ...Oh ya ampun, kenapa gadis itu ya? Dia waktu itu sangat mencurigakan! Lain kali aku yang akan menyapanya lebih dulu dan memastikan siapa yang benar-benar mencurigakan!

  Menyapa adalah hal yang penting, apa benar begitu?

  Harusnya dunia ini menjadi dunia dimana menyapa adalah hal yang lumrah, tapi kenyataannya jika disapa terlebih dahulu akan menimbulkan kesalahpahaman kalau orang itu ingin lebih dekat denganmu.

  Setelah melihat Kawasaki, aku menyandarkan daguku di tangan dan melihat pemandangan sekitarku.

  Tidak ada yang berubah dari teman-teman sekelasku, kalaupun ada itu pasti sangat kecil.

  Loker pribadi di belakang kelas dipenuhi mantel dan syal yang dilipat. Bahkan aku melihat poci teh ada disana. Para gadis di kelas ini membawa semacam selimut kecil untuk ditaruh di paha dan kaki mereka, sayangnya itu juga menutupi bagian kaki mereka yang seharusnya enak untuk dilihat.

  Dan diantara para gadis itu ada gadis yang tetap menunjukkan kaki panjangnya. Gadis itu adalah Miura Yumiko.

  Dia memainkan rambut pirangnya, lalu menyilangkan kakinya yang diselimuti oleh rok pendeknya. Ketika dia melakukannya,roknya seperti sedikit berkibar.

  Aku secara spontan menggunakan seluruh energiku untuk tidak fokus ke hal tersebut, tapi ini usaha yang sia-sia. Mustahil aku bisa menolak adegan ini, kah? Tapi, kalau dipikir-pikir aku sudah pernah melihat celana dalamnya kapan hari. Begitulah yang kupikirkan, tapi entah mengapa ada asap-asap putih kecil berterbangan di sekitar Miura. Tunggu dulu, apakah ini sebuah sensor? Apakah versi Blue Ray adegan ini akan menghilangkan asap putihnya?
[note: Volume 8 chapter 5, Hachiman melihat celana dalam pink yang dipakai  Miura. Miura waktu itu tidak sengaja terjatuh ketika mencoba sepatu dan melihat Hayama dengan Nakamachi di PARCO.]

  Mataku terlihat setengah terbuka, mencari sebuah objek yang berwarna pink yang harusnya terlihat. Ketika aku mencoba menatap ke asap putih tersebut, ternyata itu berasal dari sebuah alat yang bisa menyemprotkan asap putih. Aah, itu pasti pelembab yang Yuigahama katakan tempo hari.

  Miura bersikap seperti seorang Ratu yang dikelilingi oleh dua pelayannya, Yuigahama dan Ebina-san.

  “Yumiko, kamu tidak kedinginan?”

  Ebina-san berbicara seperti memikirkan kondisi Miura, tetapi dia hanya bermain-main dengan rambut pirangnya dan tersenyum dengan percaya diri.

  “Tidak juga ah. Bukankah ini terasa normal-normal saja?”

  Meskipun mengatakan itu, Miura terlihat bersin-bersin tidak lama kemudian. Yuigahama dan Ebina-san melihat Miura yang diselimuti ekspresi wajah malu-malu itu dengan tatapan yang hangat.

  Kontras dengan Miura yang sengaja memamerkan kakinya ke publik, Ebina-san dan Yuigahama memakai celana olahraga dibalik roknya. Woi, tolong pertimbangkan perasaan orang-orang yang melihat kalian dalam tampilan seperti itu! Ini benar-benar meruntuhkan semangat para pria, tolong hentikan itu!

  ...Eh, tapi tunggu dulu. Kalau dipikir-pikir, ini juga ada bagusnya. Celana olahraga dipadu dengan rok seragam akan menampilkan tampilan yang misterius. Bukankah dengan begitu kamu akan mencoba memainkan imajinasimu untuk melihat ada apa dibaliknya?

  Tapi para pria yang berdiri di dekat mereka tidak terlihat sedang melirik ke arah tersebut seperti tidak tertarik sama sekali. Anak muda jaman sekarang, memang tidak punya imajinasi yang bagus! Well, tapi mereka sendiri memang tidak diminta untuk melihatnya, jadi kupikir masih bisa dibilang wajar.

  Ketika aku mencoba mengamati mereka lebih jauh, tampaknya ini bukan masalah imajinasi yang kurang.

  Entah ini bukti atau bagaimana, tapi Tobe terlihat menggoyang-goyangkan tubuhnya sejak tadi sambil menggosok-gosok rambutnya yang berada di belakang lehernya. Ketika dia melakukannya, dia melihat-lihat ke arah member grup itu seperti kurang nyaman.

  Dia melihat ke Hayama, lalu ke Miura dan yang lain, setelah itu dia memalingkan wajahnya ke Ooka dan Yamato.

  “Tapi memang benar sih, ini benar-benar dingin.”

  “Yeah.”

  Ooka menjawab itu sambil menggangguk, sedang Yamato hanya diam dan mengembuskan napasnya saja.

  “Punya aktivitas klub ketika cuacanya seperti ini...ampun dah!”

  “Ah. Itu juga!”

  Tobe mengatakannya sambil tersenyum sambil melihat ke Hayama, Miura, dan yang lainnya sambil berharap mereka mengatakan “benar juga”.

  Ketika itu, Hayama hanya tersenyum dan tidak menjawabnya.

  Ketika obrolan itu terjadi, Miura hanya melirik ke arah wajah Hayama, tapi dia tidak mengatakan apapun.

  Dari kejauhan, kamu mungkin akan berpikir kalau tidak ada yang berubah dari grup Hayama. Bahkan tanpa adanya adegan tadi sekalipun, kupikir tidak akan ada yang akan menyimpulkan kalau ada yang aneh diantara mereka.

  Meski begitu, ada sebuah jurang diantara mereka, entah dimana tapi aku yakin itu ada.

  Meski para pria dan gadis berada di tempat yang sama, aku tidak merasakan adanya interaksi diantara mereka.

  Aku akhirnya sadar kalau ini bukan karena Tobe dan yang lainnya mengkhawatirkan kondisi Miura yang bersin, tapi aku sadar betul telah terjadi sesuatu karena mereka dari tadi pura-pura seperti tidak pernah terjadi apapun diantara mereka.

  Mungkin sandiwara mereka berhasil, tapi ini jelas-jelas terlihat palsu.

  Kemungkinan besar, ini terjadi karena ada sebuah jarak dan perasaan tidak nyaman diantara dua pemimpin besar mereka, yaitu Hayama dan Miura. Mereka berdua adalah tokoh sentral dalam grup itu. Jika mereka berdua terlihat memiliki jarak, maka grup mereka akan terkena dampaknya.

  Tidak ada seorangpun yang mau membicarakannya.

  Tapi memilih tidak untuk berbicara menunjukkan betapa jauh jarak mereka sekarang dan hanya membuat jarak mereka semakin jauh.

  Apa terjadi sesuatu diantara mereka? Tobe tidak dihiraukan karena Miura membencinya, benar tidak? Oh teman yang menyedihkan! Mengingatkanku akan diriku sendiri.

  Masalahnya mungkin tidak berada di Tobe, tapi pada Miura yang galau dengan kejadian kencan double Hayama tempo hari. Kalau dipikir baik-baik, maka ini menyangkut Hayama. Harusnya ini bukanlah hal besar jika dia hanya sekedar jalan bersama beberapa gadis dari sekolah lain. Tapi, kalau dipikir-pikir bagaimana dia selama ini, memang melihatnya berkencan dengan gadis lain terasa agak janggal.

  Memang benar, Hayama bukanlah tipe orang yang mau menjadi pusat gosip apalagi terlihat sebagai playboy. Bahkan, dia selalu menjaga jarak dengan gadis-gadis yang tidak dia kenal baik.

  Mungkin karena itulah Miura merasa aneh melihat Hayama yang seperti itu di tempat yang seperti itu pula.

  Hayama yang kulihat dengan Hayama yang Miura lihat mungkin memiliki perbedaan persepsi. Sederhananya, Miura melihat Hayama adalah orang yang tidak akan melakukan hal semacam itu.

  ...Ah, kalau begini aku yang malah merasa bersalah. Hayama melakukan itu juga gara-gara diriku. Tapi biang kerok terjadinya kejadian itu juga harusnya disalahkan juga. Jadi, aku bukanlah satu-satunya orang yang disalahkan disini. Bukannya aku melakukan hal yang buruk ke Miura...Aku memang pernah melihat celana dalam pinknya tempo hari, jadi perasaan bersalahku ke Miura ini semakin menjadi-jadi.

  Seperti yang kuduga, jika Miura tidak bersemangat, maka seluruh grup terlihat suram. Tapi Miura bukanlah satu-satunya orang yang tidak seperti biasanya.

  Yuigahama juga tidak terlihat seperti biasanya.

  Senyumnya yang sedih terus menemaninya mendengarkan percakapan antara Tobe dan yang lain, lalu dia mendengarkan Miura dan Ebina-san juga.

  Yuigahama terlihat berbeda ketika di Klub.

  Dia ketika di Klub seperti orang yang membuat percakapan terus mengalir. Disini, dia seperti hanya sebagai pengamat pembicaraan yang ada di grupnya.

  Jika mungkin kondisi grup Miura menjadi membaik dan memberinya ketenangan seperti biasanya, maka aku cukup yakin sikapnya di Klub tidak akan seperti itu lagi.

  Tapi jika itu benar, tubuhku seperti terbakar emosi saja.

  Percakapan di grup Hayama terhenti, tapi Tobe langsung berkata “aaah”. Lalu dia melanjutkan kata-katanya.

  “...Tahu tidak? Belakangan ini memang dingin sekali. Benar-benar dingin!”

  Tobe! Kamu ini cuma mengulang lagi topiknya! Itu sama seperti yang kau katakan sebelumnya! Memang topik cuaca adalah topik yang paling mudah untuk mengalirkan pembicaraan, tapi bukan berarti kau bisa spam itu terus!

  Ooka dan Yamato merespon Tobe dengan sikap yang sama.

  “Well, ini kan musim dingin.”

  “Benar kan?”

  Tobe dan yang lain melanjutkan pembicaraan seperti terjebak dalam dunia yang berputar memakai semacam loop.

  “Ngomong-ngomong, kalian punya rencana apa untuk Natal nanti?”

  Meski Tobe terlihat bertanya ke Hayama, tapi telinganya terlihat sedang diarahkan ke Ebina-san.

  Seperti menyadari hal itu, Ebina-san membuka pembicaraan.

  “Mungkin, aku akan sibuk menyiapkan rencana kegiatanku untuk tahun depan.”

  Ah, aku bisa membayangkannya. Festival Musim Dingin juga akan dilaksanakan subuh. Meski dia mengangguk, tapi Miura terlihat hanya memutar-mutar ujung rambutnya dan terlihat tidak tertarik dengan apapun. Lalu dia menghentikan tangannya.

  “Natal ya? Ebina ternyata, well, ah sudahlah...Tapi yang lainnya bagaimana?”

  Meski dia mengatakan ‘yang lainnya’, tapi dia melirik ke arah Hayama, tapi tiba-tiba dia memalingkan pandangannya ke tempat lain. Pipinya terlihat memerah ketika mengatakannya.

  Oooh, kau ini! Lakukan yang terbaik, Miura...! Eh, kenapa aku malah menjadi pendukung Sang Ratu? Ah, tapi aku bukan pendukung Tobe-kun juga loh!

  Tapi Hayama menyandarkan kepalanya ke tembok dan membuat dukunganku tadi sia-sia.

  “Aku ada kegiatan yang harus kulakukan...”

  “Eh?”

  Seperti terkejut mendengar kata-katanya, Miura lalu bertanya kepadanya.

  “Ha-Hayato...A-apa kamu sudah ada rencana?”

  “Hmm gimana yah...? Cuma urusan keluarga saja di rumah.”

  Hayama meresponnya dengan senyum yang tiada henti, terasa sebuah kehangatan dari senyumnya itu.

  “H-Hmm...”

  Miura lalu memalingkan wajahnya dari Hayama dan mulai memainkan rambutnya lagi. Dia tampak hendak menanyakan sesuatu tetapi dia tidak jadi melakukannya.

  Ketika pembicaraannya terhenti, grup para pria dan gadis terpisah. Topik yang berbeda mulai dibahas keduanya; para pria membahas tentang aktivitas klub ketika liburan musim dingin dan para gadis berdiskusi tentang apa yang mereka beli sebagai hadiah natal.

  Tapi, Tobe tampaknya kembali berusaha untuk mengembalikan topik ‘bersama’ yang tadi hilang. Aku tidak yakin kalau Hayama mengatakan Tobe sebagai pencipta suasana, tapi jika benar begitu maka aku setuju dengannya...Meskipun dia terlihat tidak memikirkan apapun ketika mengatakannya, tapi orang-orang di sekitarnya terlihat senang berada di dekatnya. Ataukah dia sebenarnya sadar kalau jarak diantara mereka terus tercipta maka akan berujung kepada hal-hal yang kurang bagus?

  “Oh, bagaimana kalau begini! Mengunjungi kuil atau semacamnya.”

  “Mmm, kupikir aku ingin menghabiskan tahun baruku dengan keluargaku...”

  Tobe tampaknya masih ‘berusaha’, dan Ebina-san sekali lagi bisa menghindari ajakannya.

  Meski begitu, Ebina-san menaruh jarinya di dagu dan mengatakan sesuatu.

  “Tapi tidak harus hari itu...Akan sangat bagus sekali kalau kita semua bisa pergi bersama-sama.”

  Ebina-san menekankan kata ‘kita semua’ dan Miura tiba-tiba menegakkan posisi kepalanya.

  “Ah, itu terdengar bagus?”

  “Yep, tampaknya begitu.”

  Ketika Yuigahama setuju, Yamato dan Ooka juga setuju. Ketika mereka begitu, Tobe lalu melihat ke wajah setiap orang disana dan berkata “benar tidak?”. Setelah melihat itu, Hayama lalu tersenyum.

  “...Tentu.”

  “Be-benar!? Lalu, lalu, lalu kapan kita pergi? Ah, Hayato-kun, apa kamu adalah tipe yang bisa pergi kapan saja? Ngomong-ngomong, aku bisa pergi kapan saja.”

  “Kita ada aktivitas klub loh...”

  Mendengarkan mereka dari samping, Miura lalu berkata dengan nada yang kurang tertarik.

  “Jadi, kapan kita maunya...? Aku tidak masalah kapanpun itu.”

  Miura jelas-jelas sangat tertarik untuk itu.

  Ebina-san melihat Miura dengan tatapan yang lembut.

  Akhirnya mereka punya percakapan yang hangat lagi. Yuigahama terlihat lega melihat sikap mereka.

  “Ah, maaf.”

  Yuigahama lalu pamit ke Miura dan yang lain, setelah itu dia pergi meninggalkan mereka. Oh, apakah dia akan pergi ke kebun dan memetik bunga seperti dongeng jaman dulu? Eh, kalau begitu berarti kalau para pria permisi maka alasannya adalah ‘aku akan pergi berburu rusa sebentar’. Aneh tapi nyata, itu terdengar keren!

  Meskipun aku berpikir seperti itu, tampaknya itu bukanlah masalahnya. Yuigahama pergi ke loker di belakang kelas seperti mencari sesuatu. Setelah itu dia tidak kembali ke Miura, entah mengapa malah berjalan menuju ke arahku.

  “Hikki.”

  Ketika dia memanggilku, aku menatap ke arahnya.

  “Kamu terlalu sering melihat ke arah kami...”

  “Eh, err, bukannya aku sedang melihat sesuatu atau semacamnya...”

  Aku mengatakan alasanku begitu saja. Tapi, jelas aku melihat sesuatu, tapi mengatakannya langsung memang akan terlihat aneh. Ketika aku mulai memikirkan alasanku, Yuigahama memotongku.

  “Tidak, tidak, kamu jelas-jelas sedang melihat kami. Itu karena Hikki memandang kami dengan tatapan yang aneh. Jujur saja, itu membuatku merasa ‘UGH!’.”

  Apa-apaan “UGH!”...? Apakah itu semacam hinaan yang kejam?

  “Lagian, kamulah yang harusnya berhenti untuk melihat ke arah sini...”

  “Eh! Err, itu seperti, seperti begini loh! Aku semacam tahu kalau ada yang memperhatikan kami! Seperti merasakan tekanan atau dingin yang semacam itu...”

  Kedua hal itu adalah hal yang berbeda, tapi terserah kamulah...Ketika dia terlihat panik, Yuigahama lalu menambahkan.

  “Ngomong-ngomong, kenapa kamu melihat ke arah kami? Apa kamu butuh sesuatu?”

  Meskipun sebenarnya tidak ada alasan mengapa aku melihat ke arah mereka, tapi entah mengapa grup mereka menarik perhatianku. Jadi mengapa aku melihat ke mereka?

  “...Tidak, tidak ada apa-apa...Well, kalian berdua berkumpul dan ramai, mau bagaimana lagi.”

  “Uh huh.”

  Responnya seperti mengatakan cukup yakin dan tidak cukup yakin pada saat yang bersamaan. Tapi, bukannya aku mau bohong, grup Hayama memang menarik perhatian. Hal-hal yang mencolok pasti menarik mata untuk melihatnya. Oleh karena itu melihat ke arah mereka bukanlah hal yang aneh.

  Tapi, alasan sebenarnya aku melihat mereka bukanlah itu.

  ...Aku ingin tahu bagaimana caranya untuk mengembalikan sesuatu yang sudah terbelit sesuatu yang rumit dan sudah jatuh dalam lubang yang dalam?

  Aku mengharapkan untuk menemukan jawaban itu dari grup Hayama.

  Hal terpenting dari mengamati perilaku manusia bukanlah itu. Aku mencari apakah ada hal-hal dari mereka yang mirip dengan jalan cerita hidupmu.

  Alasan utama aku melihat grup Hayama mungkin karena aku sadar betul kalau hubungan grup mereka berdasarkan kepalsuan, dan aku melihat hal itu juga terjadi pada diriku saat ini.

  Tobe mungkin sadar dengan situasi yang tidak nyaman itu, tapi Ebina-san juga tahu dan berusaha membuatnya tidak terjadi apa-apa.

  Dengan menyadari adanya perbedaan pendapat dan ketidaknyamanan antara Miura, Hayama, Tobe, dan Ebina-san, mereka mencoba berkompromi sehingga tidak ada yang terlihat terluka.

  Hubungan semacam itu memang ada.

  Mereka juga, sebenarnya sadar dengan komunikasi yang terjadi diantara mereka, mereka juga khawatir, dan memikirkan perasaan satu sama lain.

  ...Kalau begitu, kenapa aku terus mengatakan kalau mereka itu penuh kepalsuan?

  “Hikki?”

  Ketika aku terperangkap dengan semua pikiran-pikiran itu, suara Yuigahama membuatku kembali. Aku melihat ke arahnya dan dia terlihat memiliki ekspresi yang khawatir terhadapku. Sebelum sadar, ternyata posisi wajah kita cukup dekat seperti aku bisa merasakan napasnya yang hangat dan matanya yang berembun.

  Aku lalu memundurkan posisiku untuk menjaga jarak. Aku mencoba membuat sikap yang tidak membuatnya curiga. Mungkin juga, dia merasakan kehilangan terhadap suasana Klub Relawan belakangan ini. Akulah biang keroknya, jadi aku juga harus bersikap sewajarnya juga.

  Aku mencoba berhenti memikirkan itu. Kupikir masalah itu biar kupikirkan lagi ketika aku sendirian.

  Aku lalu mengubah topiknya.

  “Ngomong-ngomong, kalian harusnya lebih pelan suaranya jika tidak ingin seorangpun melihat ke arah kalian. Aku bahkan berani bertaruh 40% tatapan mata yang mengarah ke kalian mengatakan kalau grup kalian berisik sekali.”

  “Uu, memang begitu ya? Tapi Tobecchi ada disana, jadi mau bagaimana lagi.”

  Aku yakin dia baru saja mengatakan sesuatu yang kejam kepada Tobe.

  Tapi, kedua mataku malah tertarik kepada orang yang masuk ke kelas dari pintu depan ini.

  Orang itu masuk ke kelas memakai pakaian olahraga, Totsuka Saika.

  Ketika Totsuka melihat Yuigahama dan diriku, dia lalu berjalan ke arah kami.

  “Selamat Pagi.”

  Dia mengucapkannya disertai senyum semanis bunga yang baru mekar. Seperti dugaanku, menyapa orang adalah hal yang penting! Aku malah berpikir kalau menyapa dengan cara seperti dirinya bisa mencegah kejahatan terjadi, tentu!

  “Pagi, Sai-chan.”

  “Yo, pagi.”

  Ketika Yuigahama dan diriku menyapanya balik, dia seperti mengedip-ngedipkan matanya. Ah, dia manis sekali...Ah bukan itu!

  “Apa ada sesuatu, Totsuka?”

  “Eh, bukan begitu. Kupikir cukup langka melihat kalian berdua di kelas seperti ini.”

  “Be-benarkah?”

  Yuigahama menjawabnya dengan terkejut.

  “Ah, itu cuma image yang tidak pernah kubayangkan sebelumnya.”

  Benar juga, ini memang aneh. Sangat langka melihat Yuigahama datang kepadaku untuk berbicara di kelas.

  Ah, aku jadi ingat tadi. Meski dia berjalan ke loker belakang terlebih dahulu, dia ternyata tidak mengambil apapun, benar tidak? Jika dia tiba-tiba datang dan berbicara padaku tanpa ke loker dahulu, itu akan membuat orang-orang berpikir apa yang sedang terjadi. Jadi, dia pura-pura ke loker dahulu sehingga orang-orang mengira dia ada urusan denganku. Mau bagaimana lagi, kurasa itu hal yang wajar baginya melakukan itu...

  Meski sudah berusaha agar tidak ada orang-orang yang berpikiran seperti itu, jika orang-orang disini melihat baik-baik, mereka akan sadar juga kalau ini memang tidak wajar.

  “...Apa terjadi sesuatu?”

  Totsuka melihat ke arahku dan Yuigahama dengan nada yang khawatir.

  “Tidak, tidak ada apa-apa...! Ka-kami hanya mendiskusikan tentang request yang masuk ke Klub.”

  “Aah, pekerjaan di klub ya?”

  Yuigahama mengatakannya dengan panik dan Totsuka terlihat percaya karena dia mengatakannya sambil menepuk kedua tangannya.

  “Tapi jika kalian sudah bisa melakukan aktivitas klub seperti biasanya, maka aku juga cukup senang.”

  Totsuka tersenyum dengan lugu. Totsuka juga terlibat di kegiatan yang lalu. Jika dia melihat diriku dan Yuigahama membicarakan tentang kegiatan klub berarti itu adalah bukti kalau situasi kami sudah baik.

  Meski begitu, ekspresi Yuigahama terlihat lemas.

  “Y-ya...Ah, aku tahu! Kalau ada masalah apapun, kau harus datang ke klub lagi, Sai-chan!”

  “...Yeah.”

  Yuigahama tiba-tiba mengatakan itu dan mencairkan suasananya.

  Aku tidak cukup yakin kalau suasana klub ‘baik-baik saja’. Memang, kita bisa mengobrol dengan Yukinoshita. Tidak ada seorangpun yang tidak dihiraukan dan tidak ada silang pendapat.

  Tidak terjadi apapun.

  Tidak, sebelumnya-lah yang tidak ada apapun. Memang tidak ada apapun sebelumnya.

  Melihat Totsuka yang masih diliputi rasa ragu, aku kemudian mencoba membuat suasananya lebih baik dengan mengarahkan pembicaraannya.

  “Tidak, bukankah memang seperti itu. Bahkan jika tidak ada apapun kami akan menyambutmu dengan terbuka! Datang saja kapanpun, yeah!”

  “Tumben kamu terlihat bersemangat berbeda dari biasanya?”

  Mata Yuigahama terbuka seperti terkejut. Eh, tunggu, apa itu berarti biasanya aku memang tidak termotivasi?

  “Ahaha. Oke, jika aku ada sesuatu aku akan pergi kesana.”

  Totsuka tersenyum dan melihat ke arah jam. Ini sudah waktunya bagi Wali Kelas untuk masuk ke kelas.

  “Tampaknya Wali Kelas akan segera muncul.”

  “Oh, benar juga. Oke, tampaknya kita sudahi dulu.”

  Setelah itu, Yuigahama dan Totsuka pergi dari kursiku. Dan setelah itu...

  “...Ah, benar juga, Hikki.”

  Yuigahama membalikkan badanku dan berbisik di telingaku.

  Aroma bunga disertai napas yang lembut menerpa telingaku. Ketika adegan ini terjadi, kehangatan yang kurasakan ini sama persis dengan kejadian di sore hari sepulang sekolah ketika aku berhasil menyelesaikan sesuatu.
[note: vol 8 chapter 8, Yui memeluk kepala Hachiman.]

  Hatiku terkejut bukan main ketika dia membisikkan kata-kata itu.

  “...Ayo kita pergi ke klub bersama-sama, oke?”

  Setelah mengatakan kata-kata itu, Yuigahama lalu terburu-buru kembali ke kursinya tanpa menunggu responku. Ketika melihatnya pergi, aku tanpa sadar sedang meremas dadaku.



  Hatiku tidak kaget lagi.

  Alasan utama Yuigahama melakukan tindakan di luar dugaan itu karena dia merasa sangat berat datang ke klub sendirian.

  Aku juga merasa begitu. Hanya saja, aku merasa kalau lebih baik aku tidak pergi dan bertemu dengannya.

  Meski kami bertiga tiap hari bertemu, aku merasa seperti tidak tega kepadanya. Mungkin saja, kami bertiga memang tidak ingin pergi ke tempat itu.

  Meski begitu, kami tidak mengakuinya dan tetap hadir. Mungkin kami tidak bisa mengakui seberapa banyak kami telah kehilangan di tempat itu.

  Agar kami merasa wajar dengan sesuatu yang terasa hilang itu, kami bersikap diluar kewajaran daripada yang seharusnya kami lakukan pada hari-hari biasanya.

  Ini jelas sebuah kepalsuan.

  Tapi, akulah yang menyebabkan hal itu terjadi.

  Itu karena aku tidak punya pilihan lagi. Waktu tidak bisa terulang lagi dan banyak hal yang tidak bisa dikembalikan. Jika aku bersedih, maka aku telah mengkhianati masa laluku.

  Jika aku merasa menyesal, maka itu membuktikan kalau sesuatu yang telah hilang dariku adalah sesuatu yang sangat besar. Oleh karena itu, aku tidak akan bersedih. Pada kenyataannya, aku telah berhasil mendapatkan sesuatu yang biasanya tidak aku dapatkan. Itu saja sudah cukup untuk memuaskanku.

  Kalau mempertimbangkan tentang keberuntungan dan kebahagiaan, maka itu ternyata hanyalah hal-hal yang harusnya terjadi setiap harinya, hal-hal wajar setiap hari. Ketika itu selesai, maka yang tersisa adalah perasaan tidak bahagia.

  Kalau begitu, maka jika aku menganggap kalau kehidupanku disini hanyalah untuk mendapatkan hal yang sia-sia, adalah hal yang wajar. Aku hanya menganggap ini sekedar menulis di kolom kegiatan yang bernama ‘kehidupan’.

  Aku putuskan untuk menghabiskan hari-hariku dengan cara hidup seperti itu sejak saat ini.










x   x  x








  Seperti kata-kataku sebelumnya, bel pulang sekolah berbunyi dan aku tidak punya satupun hal yang kulakukan di kelas. Aku selesaikan persiapanku dan keluar kelas secepatnya. Tepat sebelum aku geser pintu keluarnya, aku melihat ke arah Yuigahama. Dia tampak sedang mengobrol dengan Miura dan yang lain.

  Kalau dipikir-pikir, dia mengatakan kepadaku untuk pergi bersamanya ke klub, itu artinya aku harus menunggunya. Meski begitu, itu tidak perlu dilakukan di tempat yang ramai.

  Aku berjalan menyusuri lorong dan setelah beberapa saat, aku menyandar di tembok.

  Beberapa menit berlalu dan Yuigahama terlihat keluar dari kelas. Ketika dia melihat ke sekitarnya, dia lalu melihatku. Dia mendekatiku dengan wajah yang kecewa.

  “Kenapa kau meninggalkanku!?”

  “Aku tidak meninggalkanmu, aku menunggu disini.”

  “Jelas bukan begitu...! Huh? Okelah, tidak apa-apa.”

  Setelah dia terlihat yakin, dia kemudian menarik napas panjang dan membetulkan tas punggungnya.

  “...Ayo kita pergi?”

  “Yeah.”

  Setelah itu kami mulai berjalan menuju Gedung Khusus.

  Banyak hal terpikirkan olehku ketika ketika kami hanya terdiam dan menatap satu sama lain.

  Aku berusaha menjaga langkahku agar lebih pelan dari biasanya. Kalau aku melangkah seperti biasanya, aku sangat yakin dia akan ketinggalan di belakang.

  Tidak seperti ruangan kelas, lorong ini terasa dingin sekali.

  Tidak ada seorangpun yang berjalan di lorong ini dan suara langkah kaki kami saja yang terdengar menggema disini. Kami berjalan dengan diam.

  Yuigahama terlihat ceria di kelas, tetapi dia menjadi pendiam untuk saat ini. Dia seperti sudah kehabisan tenaga karena mengobrol dengan mereka.

  Ruangan klub berada tepat di depan kami, dan Yuigahama berbicara.

  “Hei...”

  “Hmm?”

  Ketika aku menanyakan apa itu, Yuigahama menjawab.

  “...Lupakan saja.”

  “Baiklah.”

  Kesunyian kembali tercipta. Sebentar lagi, kami akan tiba di klub. Bagiku, klub hanyalah bagian dari hari-hariku saja, tapi entah bagi Yuigahama. Yuigahama harusnya makan siang bersama Yukinoshita sampai sekarang. Entah mengapa aku tertarik untuk menanyakannya.

  “Oh ya, biasanya kamu makan siang kemana?”

  “Eh? Mmm, ya seperti biasanya.”

  Yuigahama berpikir sejenak dan membuat senyum yang dibuat-buat ketika mengatakannya.

  “...Begitu ya.”

  Mendengar hal itu, aku cukup yakin. Aku yakin mereka akan membicarakan hal-hal yang tidak berguna bersama-sama. Yuigahama mengatakan sesuatu dan Yukinoshita menjawabnya. Percakapan mereka selama itu memang seperti itu.

  Orang yang sama menghabiskan waktu bersama-sama di tempat yang sama, oleh karena itu aku menyimpulkan mereka masih tetap sama.

  Bahkan sejak saat itu, aku masih mencari tahu dimana aku melakukan kesalahan. Tapi, aku tidak bisa menemukan jawabannya.

  Ketika aku menaruh tanganku di pintu, pintunya ternyata tidak terkunci.

  Meski kami meninggalkan kelas setelah Wali Kelas selesai memberikan pengarahan di jam terakhir, tapi kunci ruangan ini telah datang ke tempat ini lebih dulu daripada kami.

  Aku membuka pintunya dan melangkah masuk, dan ruangan ini masih sama seperti biasanya. Apakah ada klub selain ini yang isinya tidak ada apapun? Hanya berisi meja dan kursi, tidak lupa peralatan teh yang sudah lama tidak digunakan masih berada disana.

  Dan Yukinoshita berada disana, tidak bergeser dari tempat duduknya.

  “Selamat sore.”

  “Yahallo! Yukinon!”

  Yuigahama menyapanya dengan enerjik dan duduk di kursinya. Aku mengangguk saja dan duduk.

  Yukinoshita duduk di kursinya dan membaca buku, Yuigahama lalu membuka tasnya dan mengambil HP-nya.

  Kegiatan ini menjadi semacam ritual bagi kami disini. Aku berharap kita bisa kembali seperti biasanya. Tapi, itu terasa menjadi hal yang mustahil. Jika kita hanya terus mencoba pura-pura tidak terjadi apapun, maka ini tinggal menunggu waktu saja akan menjadi lebih parah dari ini.

  Lalu pembicaraan dibuka.

  “Tahu tidak, hari ini, Sai-chan...”

  Yuigahama memulai pembicaraannya. Caranya berbicara seperti seorang anak kecil berusaha memberikan yang terbaik untuk berbicara dengan Ibunya. Tapi, tidak itu saja. Yang Yuigahama lakukan adalah melemparkan kata-kata agar suasana tidak stagnan.

  Yuigahama seperti sedang membaca kertas skenario, tapi tidak mampu mengatakan hal yang ingin dia katakan.

  Melihat hal itu, aku memutuskan untuk sesekali ikut dalam pembicaraannya.

  Pembicaraan yang sia-sia. Sampai kapan akan terus begini? Sampai berapa lama akan terus begini? Kalau ini tidak dilakukan, lalu apa yang terjadi?

  Aku cukup yakin kalau hari ini, sama seperti kemarin, tidak ada yang berubah.

  Dan ini akan berlangsung sama untuk besok dan hari-hari sesudahnya.

  Ketika Yuigahama kehabisan topik, pembicaraan terhenti. Kesunyian meliputi seluruh ruangan.

  Dan pada saat itu pula, pintu diketuk seperti menghancurkan kesunyian di ruangan ini.







x   x   x









  Pintu diketuk lagi.

  Kami saling melihat satu sama lain karena sudah lama tidak ada tamu.

  “Silakan masuk.”

  Yukinoshita menatap ke arah pintu dan memanggil tamu itu masuk. Orang itu kemudian membuka pintunya.

  “Senpaaaaai...”

  Seorang gadis sedang menggosok-gosok matanya dengan lengan cardigannya sedang rambutnya melambai-lambai ketika masuk ke ruangan.

  Dia adalah Ketua OSIS SMA Sobu, Isshiki Iroha. Meski sudah menjabat Ketua OSIS, cara berpakaiannya masih tetap sama.

  Selain penampilannya itu, Yuigahama terlihat terkejut sedang Yukinoshita hanya menatapnya tajam. Aku juga mungkin akan melihatnya dengan jijik. Bukankah dia baru saja menjabat sebagai Ketua OSIS? Berarti dia kesini harusnya tidak untuk bermain-main...

  Isshiki mendekatiku dengan suara yang manis dan menggoda, mungkin terdengar menyedihkan jika dilihat baik-baik. Dia lalu menangis sambil mengatakan “fueee...”

  “Senpaaai, ini buruk sekali, ini buruk sekali...”



  Licik seperti biasanya...Kamu ini sedang memancing diriku untuk bersikap melindungimu, jadi tolong hentikan...? Aku sekarang malah jadi ingin menolongmu, sial. Bisa saja aku langsung lari dan menyelamatkannya jika dia bukan Isshiki.

  “Iroha-chan, ada apa? Ngomong-ngomong, silakan duduk.”

  “Ah, Yui-senpai, terima kasih banyak."

  Ketika Isshiki duduk, dia memiliki ekspresi seperti tangisan dan rengekannya tadi tidak pernah terjadi.

  Melihat hal itu, Yukinoshita memanggilnya.

  “Sekarang, ceritakan apa yang terjadi?”

  Suara Yukinoshita tidak berbeda dari biasanya, tapi juga tidak terdapat sebuah emosi dalam nadanya. Aku sangat lega dia memiliki inisiatif untuk menanganinya. Tapi entah mengapa, aku merasa tidak nyaman ketika aku merasa lega tadi.

  Kalau begitu, aku merasa lega untuk apa?

  Sebelum aku cari tahu ada apa sebenarnya dibalik ketidaknyamanan ini, Isshiki berbicara.

  “Masalahnya adalah...Pekerjaan pertama Pengurus OSIS dimulai minggu lalu.”

  “Ah, sudah mulai bekerja ya? Itu lumayan cepat!”

  Isshiki lalu melanjutkan.

  “Dan masalahnya, pekerjaan ini sangaaaaat buruk...”

  “Memangnya apa yang buruk?”

  Ketika aku bertanya, Isshiki lalu membetulkan posisi duduknya.

  “Ini kan hampir Natal, tahu tidaaaak.”

  “Aah, benar...Eh? Tidak, kamu ini menyebutkan dua hal yang berbeda barusan!”

  Memang, ini hampir Natal. Ketika aku mengatakannya, Isshiki lalu bersikap seperti gadis yang licik.

  “Aku tidak membahas dua hal yang berbeda. Tolong dengarkan dulu sampai habis.”

  “Itu benar, Hikki.”

  Entah mengapa, Yuigahama merasa tersinggung denganku dan mendukung Isshiki. Eeeh? Apa aku yang bersalah? Cara kalian, para gadis ketika berbicara memang terlalu spesial, tahu tidak? Bagaimana aku bisa mengerti?

  “Jadi, karena ini mau Natal, maka pekerjaan kali ini adalah mengadakan Event Natal dan bekerjasama dengan SMA terdekat. Ini seperti event untuk kakek-nenek atau anak kecil...”

  “Memangnya kalian bekerjasama dengan SMA mana?”

  “SMA Kaihin Sogo.”

  Haa, sekolah itu, ya? Dulu, itu hanyalah sekolah yang menyediakan bimbingan belajar yang bisa dibilang dekat dengan sekolah kita. Lalu, pemerintah menggabungkan tiga SMA di dekatnya dan sekolah bimbingan belajar itu kini menjadi SMA Kaihin Sogo. Dengan populasi yang sebenarnya berasal dari 3 SMA, maka SMA Kaihin bisa dibilang SMA yang besar, punya fasilitas mewah, dan gedungnya sangat bagus. Mereka bahkan punya fasilitas extra seperti lift dan tanda pengenal elektronik. Aku tidak cukup yakin mengenai sistem pendidikan disana, tapi mereka kalau tidak salah punya sistem penilaian perilaku siswa yang memberikan nilai plus kepada siswa-siswa yang memiliki jiwa kepemimpinan. Sederhananya, itu adalah SMA yang cukup bagus.

  Meski begitu, aku merasa sekolah itu tidak punya kemiripan dengan sekolah kami. Membuatku merasa janggal dengan event gabungan ini.

  “...Memangnya, siapa yang mengusulkan itu?”

  “Ya mereka laaaaaaaah. Mustahil aku yang mengusulkan itu.”

  “Ya itu memang ada benarnya sih...”

  Gadis ini tampak meremehkan pekerjaannya. Aku berani bertaruh dia merasa pekerjaan ini mengganggunya, benar tidak? Ada yang berkata “satu kesalahan manusia akan menjadikan pelajaran bagi yang lainnya”. Oleh karena itu aku bermimpi untuk tidak bekerja agar tidak menjadi penganggu bagi manusia yang lain.

  Tapi, kalau dia tidak mau, kan tinggal menolak proposal kegiatannya...? Aku melihat ke arah Isshiki yang terus berusaha mempertahankan image “aku manis”.

  “Jika mereka mengajukan proposal semacam itu lagi, tentu aku menolak, tahu tidaaaaak? Akupun punya rencana loooh untuk Natal.”

  “Tentu kamu tolak, kah...”

  “Alasanmu terlalu egois loh...”

  Yuigahama dan diriku merespon kata-kata Isshiki. Tapi kalau dipikir-pikir, sifatnya itu sangat busuk dan bisa dikatakan terbusuk kedua dari diriku? Mempertimbangkan adanya persamaan sifat yang mungkin muncul lebih jauh dari ini, bisa saja aku lambat laun akan jatuh cinta kepadanya, jadi tolong hentikan ini!

  “Masalahnya, Hiratsuka-sensei memintaku untuk menerimanya, jadi...”

  Oh, begitu ya. Jadi orang itu juga terlibat disini. Eh, kalau begitu Isshiki ini juga lemah kepada Hiratsuka-sensei. INI BERARTI KEMIRIPAN KITA SEMAKIN TINGGI LAGI!

  “Jadi akhirnya kita menerima proposal itu, tapi bagaimana ya? Kami tidak bisa begitu saja berdiri dan bolanya tiba-tiba jalan sendiri...”

  Dia sepertinya tidak khawatir tentang bagaimana bekerja keras dan meremehkan pekerjaan Ketua OSIS, tapi tampaknya dia khawatir karena tidak tahu apa yang harus dilakukan. Aku harusnya memotivasinya agar dia tidak meninggalkan tugasnya dan mencari bantuan kesini. Lagipula, Isshiki tidak menjadi Ketua OSIS karena sukarela. Akulah yang membujuknya untuk menerima itu. Oleh karena itu, aku punya perasaan bersalah kepadanya.

  “Well, ini kan kegiatan bersama dengan sekolah lain, jadi mereka juga akan membantumu. Oleh karena itu kamu tidak perlu khawatir.”

  “Eh, begitu kah?”

  Begini saja, mari kita simpulkan dulu detailnya dari pembicaraan kita.

  Tampaknya pekerjaan pertama bagi pengurus OSIS yang baru adalah membuat event Natal sebagai kontribusi kepada daerah. Dan ini tidak hanya bagi SMA Sobu, tapi juga bekerjasama dengan SMA Kaihin.

  Ini memang lebih sulit daripada kegiatan yang hanya melibatkan pengurus OSIS satu sekolah saja. Tentunya, bekerjasama dengan sekolah lain akan menimbulkan masalah lain selain soliditas kerjasama antara pengurus OSIS SMA Sobu yang baru belum begitu padu. Sederhananya, kegiatan ini memang terlalu berat bagi pengurus OSIS yang baru.

  Kalau melihat timingnya, ini bisa jadi sesuatu yang pernah diputuskan sebelum Isshiki menjadi Ketua OSIS? Jadi ini bisa jadi sebuah event yang pernah disepakati oleh pengurus OSIS sebelumnya.

  Jadi, ini bisa jadi masalah Isshiki dengan ketua sebelumnya.

  “Apakah kamu sudah mendiskusikan ini dengan Meguri-senpai sebelum kesini?”

  Meguri-senpai, pemilik dari kekuatan Megu Megu Megurin ♪Megurin Power ✰. Shiromeguri Meguri-senpai adalah Ketua OSIS sebelum Isshiki. Dia hangat dan manis. Apa-apaan deskripsiku tadi tentangnya?

  Oleh karena itu, logis bila dia mendiskusikannya dengan Meguri-senpai terlebih dahulu sebelum kesini.

  “Memang benar...Tapi mustahil aku mengganggunya dimana kelas tiga sendiri sedang sibuk dengan ujian akhirnya, benar tidak?”

  Meguri-senpai harusnya tidak begitu sibuk karena dia sudah diterima lewat jalur rekomendasi. Apakah mungkin dia tidak mau begitu karena dia tidak begitu kenal baik dengan Meguri-senpai? Bagi Isshikki yang berusaha menciptakan pesonanya sendiri, mungkin pesona dari Megurin sendiri bisa menghancurkan dirinya. Hmm, kalau dari sudut pandang itu, maka aku bisa mengerti kenapa dia tidak melakukannya.

  “Aku cuma punya kalian, para Senpaiku untuk kumintai tolong!”

  Setelah mendengarkan penjelasannya, Yuigahama mengembuskan napas beratnya.

  Ketika kami semua terdiam, suasana damai terus berlanjut lagi.

  Kesunyian ini, bukan karena kami.

  Ini karena Yukinoshita, yang hingga saat ini selalu tertarik dengan detail masalah, tidak mengatakan apapun.

  Menyadari hal itu, aku lalu melihat ke arah Yukinoshita.

  Rambut panjangnya terlihat merendah dan dia melihat ke arah Isshiki, tidak ke arah kita, dengan mata sebening permukaan danau.

  Entah mengapa aku menyadari perasaan tidak nyaman apa ini.

  Aku merasa tidak nyaman ketika Isshiki datang ke ruangan ini. Dan ini karena tidak terjadi apapun antara Isshiki dan Yukinoshita.

  Bagaimana jika Yukinoshita memang benar-benar ingin jadi Ketua OSIS?

  Dan orang yang mencegah itu terjadi adalah Isshiki, dan orang di balik layarnya adalah aku.

  Kalau begitu, bukankah request ini terdengar kejam?

  Apakah ini benar-benar ide yang bagus untuk menerima request Isshiki?

  “Jadi, apa yang harus kulakukaaan?”

  Seperti menyadari itu, Yukinoshita menaruh tangannya di dagu dan berpikir.

  “Begitu ya...Aku mulai paham apa yang terjadi, tapi...”

  Meski dia mengambil cukup banyak waktu untuk berbicara, Yukinoshita tidak memberikan satupun kesimpulan.

  Dia lalu menatap ke arah Yuigahama dan diriku.

  “Jadi apa keputusan kita?”

  Apa ini pertama kalinya? Yukinoshita bertanya kepada kita apakah akan menerima requestnya atau tidak. Sampai hari ini, dia tidak menanyakan orang lain dahulu untuk memutuskan sesuatu.

  Kalau dipikir-pikir, dia menanyakan pendapat adalah sebuah kemajuan. Tapi, aku tidak merasa begitu.

  Namun, Yuigahama menjawabnya dengan jelas.

  “Kenapa tidak? Ayo kita lakukan.”

  Yukinoshita terus menatap ke Yuigahama seperti bertanya mengapa begitu.

  “Maksudku, bukankah kita sudah lama tidak mendapatkan request, benar? Maksudku, kita tidak mendapatkan request dalam beberapa hari ini. Dan kita juga sedang menganggur, jadi...”

  Dengan ditatap oleh Yukinoshita, kata-kata Yuigahama perlahan-lahan makin aneh.

  “Oleh karena itu kupikir kita harus mencoba membantunya sebisa kita, seperti sebelumnya, atau semacamnya...”

  Kata-kata ‘seperti sebelumnya’ seperti membuatku teringat akan sesuatu.

  Yuigahama mungkin ingin menggunakan momen ini sebagai pemicu. Pemicu agar suasana dimana kita menangani request kembali seperti dulu.

  “Begitu ya? Kalau begitu, ya itu bisa saja.”




  Entah mengapa, suara Yukinoshita itu terasa seperti ingin menolak kemungkinan itu.



  Senyumnya yang lemah itu ketika menanyakan pendapat ke kami bukanlah sikap yang ingin berkompromi.



 Dia menyerahkan kesimpulan ini ke orang lain adalah sebuah kemunduran. Dia yang kutahu tidak akan menyerahkan sebuah penilaian dan keputusan ke orang lain.




  “...Tidak, kupikir kita harusnya tolak saja.”

  Entah mengapa, kata-kataku ini keluar begitu saja.

  Coba pikir bagaimana situasi Klub Relawan saat ini, aku tidak berpikir kalau klub ini bisa melakukan sesuatu. Lagipula, kalau sampai kesini lalu buat apa jabatan Ketua OSIS itu? Aku tidak tahu apa yang diinginkan oleh Yukinoshita dengan bertanya dahulu tadi. Meski begitu, kurasa tidak jauh-jauh dari yang kupikirkan tadi.

  Aku tidak mau ini semakin memburuk. Aku tidak boleh mengambil resiko.

  Seperti berusaha melindungi itu, maka aku harus membiarkan ini stagnan sampai berakhir. Meskipun, aku tidak tahu kapan situasi ini berakhir dan akhirnya seperti apa.

  Yukinoshita tidak mengatakan apapun tentang pendapatku dan hanya melihatku begitu saja. Sedang Yuigahama bertanya kepadaku.

  “Eh, kenapa?”

  “Ini adalah masalah milik pengurus OSIS. Lagipula, ini tidak akan memberikan pelajaran yang bagus bagi Isshiki jika dia mengandalkan orang lain terus.”

  “Memang, tapi kan...”

  Yuigahama terus menggaruk-garuk sanggul rambutnya. Mungkin ini aneh, tapi alasanku tadi cukup logis. Alasan yang cukup untuk membuatnya pergi.

  Tapi, ada satu orang yang tidak yakin dengan kata-kataku.

  “Eeh? Apa-apaan ituuu?”

  Isshiki mulai komplain. Aku sudah menduga hal itu.

  “Kami bukanlah ‘klub yang melakukan apapun’. Kami hanya sekedar membantu saja. Kami bukanlah sub-kontraktor yang mengambil pekerjaan secara penuh. Menjadi sub-kontraktor saja sudah menganggu juga. Tahu sub-kontraktor tidak? Bukannya aku tahu detail. Ngomong-ngomong, kaulah yang harusnya melakukannya Isshiki. Paham tidak? Ayo!”

  Aku memaksanya untuk berdiri. Dari situ, aku mendorongnya menuju pintu keluar dan mengirimnya kembali ke tempat dimana dia berasal.

  Sambil didorong olehku, dia tidak lupa mengatakan ‘kata-kata ajaibnya’.

  “Bukankah karena kata-kata Senpai itu aku menjadi Ketua OSIS, ingat tidaaaak? Makanya, aku ingin Senpai menolongku.”

  Dia mengatakan tepat di titik terlemahku.

  Sangat wajar jika aku bertanggung jawab terhadap Isshiki. Dia menjadi Ketua OSIS karena ulahku. Kalau begitu, maka akulah yang harus bertanggung jawab ke Isshiki pada saat ini.

  Oleh karena itu, yang kulakukan sebentar lagi sudah diputuskan.

  Aku menarik Isshiki keluar ruangan, dan akupun mengikutinya keluar.

  Aku tutup pintunya, lalu mengajaknya pergi agak menjauh dari pintu.

  “...Memang benar apa yang kau katakan tadi. Jadi, tidak masalah kalau aku sendiri yang membantumu?”

  “Ya?”

  Dia tampak tidak paham maksudku.  Memang, kalau melihat bagaimana aku menolaknya tadi, dia sangat wajar jika tidak paham.

  “Aku akan membantumu secara pribadi, dan bukan bagian dari Klub. Jadi ini tanpa adanya bantuan dari Yukinoshita dan Yuigahama. Kupikir aku sendiri sudah cukup.”

  Ketika mendengarkan penjelasanku, mata Isshiki seperti menangkap sesuatu, lalu dia mengangguk.

  “...Itu juga tidak apa-apa. Sebenarnya, jika hanya Senpai yang bantu, maka itu akan sangat mudaaa...Eh maksudku aku sangat lega karena kamu bisa diandalkan.”

  Tidak, kau tidak perlu membetulkan kata-katamu, oke?

  “Oke, kalau begitu kita sepakat, benar?”

  “Ya!”

  Ketika kutanya lagi, dia menjawabnya dengan penuh enerjik daripada jawabannya yang sebelumnya.

  Kalau begitu, aku akan melakukan apa yang kubisa. Tentunya, aku sendiri ragu kalau diriku akan berguna, tapi, kalau cuma melakukan apa yang diminta Isshiki kurasa bisa.

  Isshiki mungkin terlihat seperti gadis bodoh kalau kita hanya melihatnya sekilas, tapi dia tidaklah bodoh.

  Kalau dipikir-pikir, aku pernah memberitahu ke Isshiki tentang sebuah hak spesial ketika dia menjadi Ketua OSIS. Entah mengapa dia tidak menggunakannya dalam situasi ini. Sebelum masuk ke inti pekerjaan ini, kurasa aku ada baiknya bertanya tentang hal ini.

  “Sebenarnya, ada apa dengan Hayama? Bukankah ini momen yang tepat untuk meminta bantuannya, benar tidak?”

  Ketika aku tanya, Isshiki terlihat malu-malu dan memalingkan wajahnya dariku.

  “...Kupikir akan sangat mengganggu Hayama-senpai jika aku minta tolong kepadanya.”

  Jadi kamu merasa tidak masalah jika menggangguku, begitu?

  Meski begitu, mendengar dirinya mengatakan hal luar biasa seperti tidak ingin mengganggu orang lain, Isshiki Iroha memang terlihat sebagai seorang gadis muda yang sedang jatuh cinta, kah? Tampaknya aku mulai kagum kepadanya.

  Tapi setelah aku terlihat kagum kepadanya, Isshiki kemudian tersenyum seperti Iblis.

  “Lagipula, bukankah aku akan terlihat manis jika meminta tolong Hayama-senpai hal-hal yang mudah? Jika aku meminta tolong kepadanya untuk melakukan hal-hal yang berat, orang-orang akan menilaimu negatif looh?”

  “Aah, begitu ya...”

  Hmmm, gadis ini memang punya kepribadian yang luar biasa. Woi, kembalikan penilaianku tadi! Daripada dibilang Iblis, dia lebih mirip Ogre Jahat! Setan! Editor!
[note: Ogre di beberapa mitos terkenal memiliki 2 kepala dengan 2 kepribadian berbeda. ]

  Little Devil Iroha tampaknya tidak menaruh perhatian terhadap bagaimana perasaanku saat ini dan langsung ke pokok masalahnya.

  “Oke, Senpai, kita bertemu di gerbang depan sesudah ini ya. Aku tunggu disana.”

  “Eh, kita langsung mulai hari ini...?”

  Ketika aku mengatakannya, Isshiki terlihat ingin meminta maaf.

  “Maafkan aku, waktunya sudah mepet...”

  Kalau begitu, ini artinya dia sebelumnya sudah berusaha keras sendirian. Pada akhirnya, dia terpaksa meminta tolong kepadaku. Tapi jelas, dia memang sudah berusaha keras sendirian. Aku tidak mungkin mengkritisinya lagi.

  “...Tidak, tidak apa-apa. Tapi bisakah kita ganti tempat kita ketemuan nanti?  Aku merasa tidak enak jika nanti ada gosip tentang kita jalan bersama ketika pulang sekolah diantara teman-temanmu...”

  “Hah?”

  Ekspresi Isshiki terlihat serius. Hmm, apakah karena dia berada di generasi yang berbeda denganku? Dia bahkan tidak mengatakan “Senpai, mustahil kan kalau kau punya temaaaan?”, malahan dia pasang muka serius.

  “Ya sudah kalau begitu. Apa Senpai tahu Community Center di Stasiun? Disitu tempat rapatnya. Kita bisa bertemu disana.”

  “Aah, disana ya?”

  Aku sudah sering ke Stasiun. Biasanya disana dipakai sebagai tempat pertemuan ataupun menggelar acara publik. Jadi begitu ya, maksudnya berkontribusi ke daerah ya mengadakan acara dengan mengumpulkan warga yang tua dan anak kecil disana. Tampaknya, lokasi eventnya akan digelar disana.

  Biar kutanya lebih detail disana saja. Untuk saat ini, pekerjaan utamaku adalah pergi dari sekolah ini.

  “Oke. Aku akan bersiap-siap dahulu dan pergi kesana setelahnya.”

  “Oke, kalau begitu, mohon bantuannya.”

  Isshiki mengatakan itu sambil membungkuk. Inilah yang kau sebut licik. Ya ampun!









x   x   x








  Aku menemani Isshiki sampai di ujung lorong dan kembali ke ruangan klub. Sekarang, aku harus bersiap-siap ke tempat pertemuan.

  Ketika aku masuk ke ruangan, Yuigahama dan Yukinoshita melihat ke arahku.

  “Apa yang terjadi dengan Iroha-chan?”

  Yuigahama bertanya dan aku sudah menyiapkan jawabannya sejak tadi.

  “Dia mengomel dari tadi, tapi pada akhirnya dia bisa menerimanya.”

  “Begitu ya...”

  Yuigahama tampak kecewa. Lalu, Yukinoshita menambahkan dengan nada yang pelan.

  “Hanya saja...Kupikir akan bagus jika kita melakukan sebuah kegiatan setelah sekian lama...”

  “Mau bagaimana lagi, tapi nanti pasti ada yang akan kesini memberi request.”

  Kalau memang ada yang datang lagi dan memberi request, lalu aku mau alibi apa lagi?

  “...Mungkin memang ada baiknya kita tidak mendapatkan request. Mungkin memang lebih baik kita menghabiskan waktu dengan damai.”

  Yukinoshita memalingkan pandangannya ke arah jendela. Langit yang berwarna merah kegelapan terlihat dari matanya.

  “...Mungkin.”

  Aku menjawabnya begitu saja. Agar tidak meruncing kemana-mana, aku lalu menambahkan lagi.

  “Tampaknya tidak ada orang lagi yang datang kesini hari ini.”

  “Kupikir begitu...”

  Yukinoshita menjawab dan menutup bukunya. Kupikir dia mengatakan itu sebagai tanda berakhirnya aktivitas klub pada hari ini. Setelah itu, aku mengambil tasku.

  “Aku pulang duluan kalau begitu.”

  “Ah, kupikir aku juga.”

  Setelah itu, aku membalikkan badanku dan meninggalkan ruangan tersebut.





  Ini adalah sesuatu yang kusadari sejak lama. Aku tidak perlu menanyakan diriku apakah ini benar atau tidak. Akan selalu ada masanya ketika kamu sudah melakukan yang terbaik dan ternyata yang kau dapatkan adalah hasil terburuknya. Ada beberapa hal, dari waktu ke waktu, dimana kamu tidak bisa mengambil kembali ataupun membuatnya kembali apa yang telah hilang.

  Jika sudah begitu, mungkinkah aku...

  Kalau begitu, lalu apa yang sudah kita lakukan selama ini?










x Chapter I | END x





  Hachiman jelas tertarik dengan grup Hayama dan Miura karena itu merefleksikan situasi Klub Relawan sendiri, sedang Hachiman di dalamnya hanya ingin situasi dalam Klub juga menjadi stagnan. Sayangnya, Hachiman baru sadar kalau dia telah melakukan kesalahan.

  ...

  Menarik, karena di versi anime Zoku, Hachiman seolah-olah melihat ke arah grup Miura karena ada Yuigahama. Tapi di light novel, Hachiman melihat ke arah Miura karena Miura tidak memakai celana pendek dibalik roknya seperti gadis-gadis lainnya di musim dingin dan malah memamerkan pahanya ke Hayama. Dengan kata lain, sebenarnya Hachiman ini mesum dan ingin melihat lagi celana dalam pink Miura yang pernah dilihatnya di PARCO, vol 8 chapter 5.

  ...

  Menarik pula, karena anime versi Zoku tidak menunjukkan bagaimana Yui berpura-pura mengambil barang di loker belakang untuk berbicara ke Hachiman, seolah-olah ada keperluan tentang sekolah. Sedang versi LN, Yui pura-pura mengambil sesuatu di locker sehingga terlihat ada perlu dengan Hachiman.

  ...

  Kita harus teliti dalam adegan Iroha yang masuk ke Klub Relawan, dia memanggil Senpai. Kita tahu kalau Hachiman adalah satu-satunya orang yang dipanggil Senpai oleh Iroha. Artinya, sejak awal Iroha memang berniat meminta tolong ke Hachiman.

  Ini didukung kuat oleh sikap Iroha yang harusnya memanfaatkan jabatan Ketua OSIS untuk mendekati Hayama di momen seperti itu, malahan Iroha memilih untuk mengajak Hachiman.

  Dalam volume 10.5 chapter 2, diketahui Iroha juga memanfaatkan jabatannya lagi untuk menjebak Hachiman dengan mengatakan masalah OSIS. Padahal, masalah tersebut adalah tentang latihan kencan. Uniknya, di kencan tersebut, Iroha membiarkan Hachiman memberitahunya tentang apa yang dia sukai.

  Kemungkinan besar, Iroha memanfaatkan jabatannya untuk mengenal lebih jauh Hachiman. Karena, untuk mengenal lebih jauh Hayama, Iroha sendiri sudah tahu banyak dari menjadi manajer Klub Sepakbola, sedang untuk Hachiman, ini peluang langka. Ingat di vol 8 chapter 5, Hayama mengatakan kalau Iroha ini adalah gadis yang sedang mencari cintanya.

  ...

  Hachiman terpaksa menolak request Iroha demi Yukino...

  ...

  Hachiman kembali berbohong kepada Yukino dan Yui tentang Iroha, mengatakan kalau Iroha akan melakukannya sendiri.

  ...

  Monolog terakhir Hachiman, tentang ada masanya dimana ada sesuatu hal yang hilang tidak bisa didapatkan lagi.

  Itu adalah kata-kata yang pernah Hayama ucapkan ke Hachiman di Kafe, vol 8 chapter 5 tentang masa lalunya.



1 komentar: