x Chapter IV x
Udara yang super dingin ini membangunkanku.
“...Dinginnya...”
Aku
lalu membangunkan tubuhku, dan aku mendapati tubuhku diselimuti selimut.
Tampaknya aku tertidur di sofa semalam. Seingatku, Ibuku ketika pulang
kantor mengingatkanku sesuatu. Semacam “kamu bisa kena flu kalau tidur di sofa”.
Tapi itu sia-sia saja, dia tidak memaksaku untuk tidur di kamar dan
membiarkanku tidur di sofa. Ingatanku agak samar-samar, serasa aku juga
mengatakan sesuatu kepadanya, tapi bisa juga aku memang tidak ingat apapun
karena langsung tertidur begitu saja. Teman tidurku yang setia, Kamakura, tidak
terlihat dimanapun. Dia sepertinya meninggalkanku untuk tidur di tempat yang
lebih hangat.
Aku
mencoba meregangkan leher, bahu, pinggang, dan berdiri tegak. Ternyata di meja
sudah disiapkan sarapan.
Aku
melihat ke sekitar ruangan ketika memakan sarapanku, dan kedua orang tuaku
tampaknya sudah pergi meninggalkan rumah. Komachi juga tampaknya sudah pergi ke
sekolah. Dan yang tersisa disini tinggal aku sendiri.
Di
atas meja, masih terdapat beberapa donat yang kubeli tadi malam dan jumlahnya
lebih sedikit dari sebelumnya. Seseorang pasti memakan donat itu.
Ketika ganti baju, aku merasa kalau udara dingin ini sudah mulai semakin
dingin dari sebelumnya.
Apa
aku masuk angin...? Atau karena aku tidur dengan posisi yang aneh sehingga aku
masih merasa kurang tidur?
Aku
merasa sedikit sakit kepala juga. Kupikir disini ada semacam obat sakit kepala
atau semacamnya...Aku membuka-buka lemari dan mendapati obat sakit kepala
disana.
Aku
pergi meninggalkan rumah dan bersepeda menuju ke sekolah sambil mengulang-ulang
kata “dingin, dingin, dingin,...”
Kemarin adalah hari pertama masuk sekolah semenjak darmawisata, jadi
merasa kurang istirahat di hari ini memang serasa janggal. Tapi jika sudah
masuk ke kelas, entah mengapa itu akan hilang begitu saja.
Gerbang sekolah, tempat parkir, dan pintu masuk sekolah adalah
tempat-tempat yang sudah kusinggahi selama dua tahun ini. Tapi aku merasa masih
kurang familiar dengan tempat itu, entah mengapa.
Ketika melewati pintu masuk, aku tidak sengaja bertemu Yuigahama.
“Ah...Pagi.”
“Yeah.”
Aku
menyapanya dan langsung pergi lebih dulu ke kelas. Aku masih mendengar suara
langkah kakinya mengikutiku dari belakang.
Semakin sedikit siswa yang kutemui ketika mendekati tangga. Seakan-akan
mengetahui hal itu, Yuigahama lalu mengejarku dan berjalan menaiki tangga
bersamaku.
“Te-tentang
hari ini...apa kamu...akan pergi ke Klub?”
Dia
menanyakan itu dengan nada yang aneh. Tapi aku sudah punya jawabannya.
“Tidak,
aku tidak akan pergi kesana.”
Setelah mengatakannya, Yuigahama pura-pura tertawa seperti tahu apa yang
kukatakan.
“Be-benar...Umm...sebenarnya
kita hendak berbicara lebih jauh dengan Iroha, mungkin kita bisa mendapatkan
ide ataupun sesuatu.”
Kalau mendengar nadanya, Yuigahama tampaknya memilih untuk membantu
Yukinoshita. Mungkin mereka sepakat untuk bekerjasama setelah aku pulang duluan
pada kemarin sore.
Setelah menaiki beberapa anak tangga, Yuigahama melanjutkan
kata-katanya.
“Jadi,
aku pikir kalau Hikki tidak tahu maka Hikki akan...ya begitulah!”
Banyak kata yang bisa mengisi titik-titik setelah kata ‘akan’. Ketika
aku hendak bertanya apa maksudnya, Yuigahama masih mempunyai kata-kata yang
harus dia katakan.
Tangga yang kunaiki ini terasa lebih panjang dari biasanya.
“Apa
kamu pikir aku akan...”
Aku
mengatakannya begitu saja.
“Apa?”
“...Err,
tidak ada apa-apa.”
‘Apa
kamu pikir aku akan marah?’ itulah yang ingin kukatakan. Sangat memalukan jika
aku seperti itu.
Kenapa dia harus terus berpura-pura?
Yuigahama ingin menghabiskan waktunya seperti biasa; yaitu seperti
keadaan sebelumnya.
Bukankah itu sama dengan keinginanku yang ingin semuanya seperti semula?
Kamu simpan rahasia untukmu sendiri dan pura-pura tidak terjadi apapun.
Kamu terus begitu setiap harinya. Pada akhirnya, kamu melupakan itu. Ketika ada
masanya itu terasa salah, kamu tidak bisa mencari tahu mengapa ini terasa salah.
Pada akhirnya, itu hanya akan menjadi sebuah kenangan yang pahit.
“...Tidak
masalah, aku akan mendengarkannya juga nanti.”
Aku
mengatakan kata-kata tersebut ketika tiba di anak tangga terakhir. Aku langsung
berjalan lebih dulu dan tidak mendengarkan satupun responnya di belakangku.
x x x
Ketika
jam sekolah usai, teman-teman sekelasku terlihat pergi berpasangan ataupun
bertiga. Tentunya, ada pula yang masih tinggal di kelas dan mengobrol satu sama
lain. Orang-orang yang tetap di kelas sampai jam aktivitas klub dimulai juga
tetap tinggal di kelas.
Aku
lalu bersiap-siap pulang ke rumah.
Selama kegiatan Klub Relawan bukanlah hal wajib untuk dihadiri, maka aku
tidak perlu memaksakan diriku. Tapi mendengar kata-kata Yuigahama pagi ini, ini
berarti aku harus ke Klub Relawan untuk mendengar apa yang Isshiki katakan.
Sejujurnya, rencanaku untuk request Isshiki bisa dieksekusi tanpa perlu
mendengarkan keinginan Isshiki dan keadaannya seperti apa. Oleh karena itu,
tidak begitu penting bagiku untuk mendengar apa yang ingin dia katakan.
Tapi, memang ada kemungkinan apa yang akan dikatakan Isshiki itu
berpengaruh dalam rencana Yukinoshita dan Yuigahama.
Jadi intinya, aku nanti hanya akan mendengar apa yang Yukinoshita dan
Yuigahama tanyakan kepada Isshiki.
Kalau begitu, seberapa jauh aku bisa menghadapi Yukinoshita? Keadaan ini
mirip ketika kami pertama kali bertemu dan berdebat mengenai metode yang paling
benar di setiap kesempatan. Atau sebenarnya, entah mengapa aku merasa kalau
lebih dari separuh apa yang dia lakukan adalah mengkritisi metodeku.
Benar juga. Jika kupikir-pikir, ini tidak jauh berbeda dengan waktu itu.
Yukinoshita menolak metodeku juga kali ini. Kalau begitu, keadaan diantara kami
berdua memang tidak berubah.
Kalau tidak ada yang berubah, berarti tidak ada masalah.
Setelah kesimpulan itu kudapatkan, aku berdiri dari kursiku.
Ketika aku melihat sekitarku, orang-orang yang sedang mengobrol tadi
sudah pergi. Bahkan Yuigahama tidak terlihat lagi dan sudah pergi meninggalkan
ruangan ini.
Aku
pergi ke lorong menuju Gedung Khusus.
Biasanya, di lorong ini aku bisa mendengar aktivitas dari Klub Budaya,
tapi tumben sekali hari ini tidak begitu ramai dari biasanya.
Ngomong-ngomong, tahun lalu di bulan yang sama aku belum pernah
menyusuri lorong Gedung Khusus. Ternyata lorong ini sangat dingin ketika akhir
musim gugur. Aku ternyata baru tahu tentang hal ini.
Ketika aku tiba di depan ruangan, aku membuka pintu tersebut tanpa
ragu-ragu.
“Ah,
dia benar-benar datang...”
Pemilik suara tersebut adalah Yuigahama, dia melihatku dengan lega.
Ada
2 orang lainnya di ruangan ini.
Yukinoshita hanya menatapku sekilas, dia tampaknya sedang sibuk
memperhatikan kertas-kertas yang berada di tangannya sebelum aku masuk ruangan
ini. Dia lalu kembali membaca kertas-kertas tersebut setelah melihatku.
Orang yang terakhir adalah Isshiki Iroha yang duduk di depan Yukinoshita
dan Yuigahama. Dia membalikkan tubuhnya dan melihat ke arahku. Setelah
menatapku dengan penasaran, seperti mengatakan ‘apa-apaan dengan pria ini lagi?
aku sebaiknya pura-pura tersenyum manis’, dia lalu tersenyum dan menundukkan
kepalanya.
Well, bagi Isshiki, aku mungkin hanyalah sebuah makhluk yang tidak
begitu berguna, jadi aku bisa memakluminya. Biasanya kalau ada kasus seperti
ini menimpanya, orang-orang yang cocok untuk mensupportnya adalah orang seperti
Hayama, tanpa ragu kupikir gadis ini berada di kasta teratas dalam sosial
sekitarnya.
Meski begitu, entah mengapa dia tidak terang-terangan ‘tidak peduli’
denganku, malah dia memberikan aura selamat datang. Jujur saja, jika ini adalah
aku di masa lalu, ini sudah masuk ke persyaratan minimal bagiku untuk jatuh
cinta kepadanya. Atau sederhananya, ini adalah sikap yang kubenci dari para
gadis karena bisa menyebabkan insiden semacam itu bisa terjadi lagi.
Aku
mengangguk ke arah Isshiki dan duduk di kursiku. Ketika itu terjadi,
Yukinoshita lalu memulai pertemuan itu.
“Kalau
begitu, ayo kita mulai?”
Jadi mereka belum membicarakan sesuatu? Kalau melihat kepada jam
dinding, sudah banyak waktu berlalu semenjak pulang sekolah. Tampaknya
Yuigahama memberitahu Yukinoshita kalau aku juga akan ikut mendengar apa yang
dikatakan Isshiki sehingga mereka menungguku.
“...Maaf
sudah membuatmu menunggu.”
“...Tidak
apa-apa.”
Ketika aku mengatakannya, Yukinoshita meresponnya dengan menutup
matanya, tidak melihat ke arahku.
Lalu, Yuigahama berbicara ke Isshiki.
“Umm,
pertama-tama maaf sudah memintamu datang kesini. Apa tidak berbenturan dengan
kesibukan di klubmu?”
“Tidaaak,
tidak sama sekali! Lagipula, aku memberitahu Hayama-senpai kalau aku ada
sesuatu yang penting dan dia mengatakan ‘oke’ kepadaku.”
Dia
mengatakannya dengan enerjik, lalu dia menambahkan.
“Ngomong-ngomong,
Yui-senpai, kamu ini sekelas dengan Hayama-senpai ya? Apa mungkin kamu juga bercerita
tentangku kepada dia di kelas?”
“Eh...?
Tidak.”
Yuigahama seperti mencari sesuatu di ingatannya, tetapi tidak ada yang
muncul. Isshiki yang bertanya hal itu mulai terlihat kecewa.
“...Begitu
ya. Hayama-senpai tidak bertanya lebih jauh dan mengatakan ‘oke’ begitu saja,
kupikir dia sudah mendengar masalah ini dari seseorang.”
Haha, begitu ya. Dari nada suaranya, aku bisa tahu kalau Isshiki
menyukai Hayama.
Jadi ceritanya begini: ‘Alasan dia mengijinkanku pergi begitu saja
karena dia tahu tentang masalahku, bukan karena dia tidak butuh aku, benar
tidak?’.
Aku
sebaiknya berhenti membaca arti dibalik kata-kata seseorang. Mengetahui
kebenarannya juga bisa melukaiku.
Jika aku mengetahui pikiran Iroha dengan mudah, kujamin Yuigahama juga
akan mengerti itu.
Dia
kemudian membuat ekspresi seperti ‘sial!’ dan berusaha menutupinya.
“Ah,
tapi kita kan membicarakan Hayato, jika dia mengijinkanmu begitu saja, dia mungkin
punya gambaran tentang apa yang terjadi denganmu. Oleh karena itu, tidak perlu
khawatir...oke?”
“Ah...kau
benar!”
Yukinoshita melihat obrolan mereka dengan rasa yang kurang tertarik.
Ketika dia melihat obrolan itu terhenti, dia memanggil Yuigahama.
“Yuigahama-san,
ayo kita mulai.”
“Oke,
ide yang bagus. Jadi kami ingin mengetahui tujuan kita sehingga kami ingin
bertanya kepadamu tentang beberapa hal, oke?”
Yuigahama langsung ke topiknya dan Isshiki meresponnya dengan suara
idiot ‘ya!’.
“Untuk
saat ini, Iroha-chan, kami akan mencarikan kandidat lain untuk bertarung
denganmu di pemilihan. Dan kamu akan kalah di pemilihan tersebut. Kami pikir
itu adalah cara terbaik. Apa itu tidak masalah denganmu?”
“Begitu
yaa, memang itu akan memberikan perasaan ‘kalah dalam pertarungan’. Ah. Tapi
jika bisa, aku ingin kalah dari seseorang yang luar biasa. Itu mungkin
terdengar lebih baik bagiku!”
Dia
terlihat seperti mengatakannya tanpa berpikir, tapi Isshiki menjawabnya dengan
penuh perhitungan.
Meski Yuigahama yang menjelaskannya, otak di balik ide itu mungkin
Yukinoshita. Mereka sudah membicarakan ini sebelumnya sehingga Yuigahama tahu
tujuan mereka. Jadi, tujuan hari ini adalah mengetahui pikiran Isshiki tentang
itu. Dari sini, mereka akan melanjutkan ke rencana selanjutnya.
Itu
tidak masalah. Tapi, masalah terbesarnya belum dibahas.
“Apa
kamu sudah menemukan kandidatnya?”
“Belum...”
Yuigahama menjawabnya dengan memalingkan wajahnya. Memang, kalau mereka
merencanakan itu kemarin dan hari ini aku bertanya, maka mustahil mereka
menemukannya. Yang terpenting adalah mereka menemukan kandidatnya.
“Kapan
batas waktu bagi kandidat untuk mendaftarkan dirinya?”
“Senin,
dua minggu dari sekarang. Sebenarnya deadlinenya minggu lalu. Tapi, khusus di
hari senin dua minggu lagi itu, mereka akan membuka pendaftaran untuk satu hari
saja. Pemilihannya akan berlangsung di hari kamis pada minggu yang sama.”
Pertanyaanku diarahkan ke Yuigahama, tetapi yang menjawabnya adalah
Yukinoshita. Kedua matanya sedang fokus ke kertas-kertas di tangannya.
Informasi yang keluar dari mulutnya tidak terdeteksi adanya emosi sama sekali.
Aku
lalu menyilangkan lenganku dan mulai mengkalkulasi.
Sekarang Selasa. Tidak lupa juga kalau sekarang ini sudah jam pulang
sekolah. Jika mereka benar-benar mengeksekusi rencananya, maka mereka harus
mulai mencari kandidatnya besok. Jika kamu mempertimbangkan Sabtu dan Minggu
adalah hari dimana kamu tidak bisa mencari, maka waktu yang tersedia tidaklah
banyak.
Kalau memasukkan faktor mengisi formulir dan menandatangani dukungan,
maka waktunya makin sempit. Lalu, mereka juga harus mensupport kandidat itu dan
terlibat di kampanyenya.
“Berarti,
kamu harus menemukan kandidat itu, memotivasinya, dan menemukan 30 orang yang
mendukungnya. Setelah itu, terlibat di kampanyenya...”
“Kami
sangat sadar akan sedikitnya waktu yang kita punya.”
Yukinoshita berusaha membalikkan kata-kataku dengan nada yang dingin.
Lalu, dia berbicara ke Isshiki.
“Oleh
karena itu kami berencana melakukan hal yang tadi...Isshiki-san.”
“Y-Ya!”
Isshiki membalasnya dengan malu-malu. Yukinoshita mungkin adalah tipe
gadis dimana Isshiki tidak akan bisa menghadapinya. Dia lalu menegakkan posisi
duduknya.
Isshiki melihat ke arah Yukinoshita dengan sikap formal dan siap
mendengarkan.
“Setelah
mengetahui rencananya, kamu juga perlu menyiapkan pidatomu, Isshiki-san.”
“Haa,
kurasa itu bukan masalah besar...”
Dia
mengatakannya seperti sudah biasa melakukannya.
Tapi nada suaranya seperti dia tidak mengerti sama sekali. Akan menjadi
masalah bagiku jika dia bersikap seperti itu. Jika dia mengikuti saran
Yukinoshita maka semua rencanaku akan kacau balau. Akulah yang harusnya
berpidato untuknya dalam kampanye nanti.
“Dalam
pidato, kamu harus menaruh janji-janjimu dan membicarakannya. Meski begitu,
kupikir tidak ada seorangpun yang akan mendengarkannya dengan serius...”
Entah mengapa, kata-katanya barusan seperti menyindirku. Lalu, Yukinoshita
melanjutkan kata-katanya.
“Mungkin
lebih baik jika kandidat lainnya itu punya topik berbeda dengan isi pidato
Isshiki-san. Karena jika topik pidatonya sama, maka yang terjadi adalah mana yang
lebih populer. Karena itu, kita menginginkan pidato kedua kandidat akan
membahas topik yang berbeda.”
Isshiki dan Yuigahama mengangguk, entah mereka paham atau tidak
maksudnya itu.
Tanpa mempertanyakan reaksi mereka, Yukinoshita memberikan salinan
kertas kepadanya.
“Aku
sudah menyiapkan detail perencanaan kegiatan dan pidatonya, bisa tolong
dilihat? Akan lebih baik jika kamu bisa mengusulkan beberapa ide lain yang bisa
kaumasukkan dalam pidatomu, kalau ada maka tolong beritahu aku.”
Isshiki menerima kertas-kertas tersebut dan melihatnya sekilas.
“...Um,
sebanyak ini?”
Isshiki tampaknya terkejut. Memang, metode tulisan Yukinoshita Yukino
memang selalu berbeda dari yang lain. Juga, asal kau tahu saja ya, yang
diberikan kepadamu itu bisa dikatakan sedikit jika kau tahu aslinya seperti
apa.
Yuigahama melihat ke arah Isshiki dan mengelus-elus rambutnya.
“Tahu
tidak, aku pikir tidak akan sebanyak itu...”
“Jumlah
tidak begitu penting dalam situasi seperti ini. Memiliki perencanaan yang
lengkap adalah hal yang mutlak diperlukan.”
Yukinoshita mengatakan itu dengan tersenyum ke arah Yuigahama.
Ekspresinya tampak lebih lembut dan dewasa daripada sebelumnya.
Aku
paham maksud Yukinoshita. Pada kenyataannya, pidato kurang lebih adalah
pertanyaan-pertanyaan yang ingin kau katakan ke orang-orang. Meski kau
menyebutkan banyak hal, aku juga ragu mereka menyimaknya dengan baik. Yang
terpenting adalah mengatakan hal yang ingin mereka dengar.
Tapi, cukup aneh memang, karena Yukinoshita tampaknya sangat terbiasa
dengan ini. Entah mengapa, aku jadi teringat tentang keluarga Yukinoshita.
Kalau tidak salah, Ayahnya adalah anggota DPRD atau semacamnya. Jadi dia
sudah familiar dengan pemilihan dan pidato-pidato.
[note: Volume 2 chapter 4, Saki mengatakan kalau ayah Yukino adalah anggota DPRD Chiba.]
[note: Volume 2 chapter 4, Saki mengatakan kalau ayah Yukino adalah anggota DPRD Chiba.]
Oleh karena itu, Yukinoshita bisa membuat perencanaan kampanye yang
sangat baik.
Yang menggangguku adalah apa yang terjadi setelahnya.
“...Kalian
merencanakan kampanye untuk kandidat lainnya juga. Artinya kandidat tersebut
nantinya hanyalah kandidat boneka. Tapi, apa kalian benar-benar tidak masalah
dengan hal tersebut?”
“.....”
Senyum Yukinoshita tiba-tiba runtuh begitu saja. Tampaknya, barusan aku
melempar pertanyaan ke titik yang sangat menyakitkannya.
Yuigahama dan Isshiki melihat ke arahku seperti menunggu penjelasanku.
“Sebenarnya
tidak masalah jika semua rencana kalian berjalan lancar. Ya...itu jika
kenyataannya sesederhana itu...Katakanlah kandidat kalian memenangkan
pemilihannya, apa yang akan dia lakukan dengan Pengurus OSISnya? Apa kalian
akan terus membantunya? Mungkin ‘selamanya akan membantunya’?”
Aku
sebenarnya tidak ada maksud mengkritik Yukinoshita, tapi kata-kataku memang
tajam. Yuigahama lalu memotongku.
“O-oleh
karena itu kami ingin mencari seseorang yang memang mampu dahulu.”
“Kau
hanya membuatnya terdengar semakin sulit saja. Jika kamu memikirkan apa yang
terjadi di masa depan, maka kau akan tahu maksudku. Ini bukanlah ide yang
bagus.”
Yukinoshita menatap ke bawah meja dan aku tidak bisa melihat sedikitpun
ekspresi darinya. Dia tampak tidak bergerak sedikitpun. Baik jari-jemarinya
yang manis, ataupun bahunya yang kecil tidak ada gerakan sama sekali.
Tapi tidak lama kemudian, aku mendengar suaranya yang kecil dan
terbata-bata.
“...Kalau
begitu, bisa kau jelaskan makna dari metodemu sendiri?”
Ketika dia bertanya kepadaku, aku tidak bisa langsung menjawabnya.
Meskipun pertanyaan itu terasa normal, aku perlu waktu untuk memikirkannya.
Makna dari metodeku?
Memangnya, metodeku ada maknanya?
Jelas tidak ada makna di balik metodeku. Yang kulakukan hanyalah
mendorong Isshiki ke perapian yang panas, dan membiarkannya terbakar hingga
menjadi tak tersisa. Metodeku selama ini bukankah seperti itu? Aku tidak
masalah kalau pada akhirnya aku yang disalahkan semua orang. Aku bahkan sudah
siap untuk itu.
Tapi, metode itu hanyalah metode yang kupakai jika hanya itu
satu-satunya metode yang ada dan tidak ada metode yang lebih efektif lagi.
Itulah kebenarannya.
Kasus kali ini sama. Dan jika sama, maka metode yang akan kugunakan
sudah jelas.
“Kali
ini, aku ingin katakan kita bisa menghindari masalah yang tidak perlu. Setelah
Isshiki kalah di pemilihan calon tunggal, maka dia bisa mengundurkan diri dan
biarkan Panitia Pemilihan bekerja menurut cara mereka untuk mengatasinya.
Itulah jawabannya.”
“Kau
pikir kali ini saja? Tidak, itu salah!”
Suara Yukinoshita tidak semanis biasanya. Suaranya seperti mengkritikku.
Yukinoshita yang sedari tadi melihat ke bawah, kini menatapku.
Matanya yang berwarna biru terlihat membara. Cahaya matanya seakan-akan
tidak membiarkanku memalingkan pandanganku darinya.
Aku
mulai gugup.
Yukinoshita seperti menggigit bibirnya sendiri. Dia seperti berusaha
menelan kata-katanya kembali. Meski begitu, dia tidak bisa melakukannya dan
membiarkan kata-kata tersebut keluar.
“...Kamu
pernah melakukan hal yang sama sebelumnya. Dan yang kau lakukan hanyalah
berusaha membuatnya lari dari kenyataan.”
[note: Yang dimaksud adalah insiden penembakan Ebina di vol 7 chapter 9.]
[note: Yang dimaksud adalah insiden penembakan Ebina di vol 7 chapter 9.]
Suaranya sangat tenang dan datar. Saking tenangnya, kata-katanya itu terus
menggema di telingaku.
Menggetarkan tubuhku. Sampai-sampai isi kepalaku berdengung terus
tentang kata-katanya barusan.
Lalu sebuah gambar hutan bambu yang disinari cahaya biru muda dari
bulan, diselingi tiupan angin dingin yang menerbangkan dedaunan dan ranting
kecil mulai terlihat di kepalaku. Entah mengapa, tiba-tiba pikiranku teringat
dengan pemandangan tersebut.
[note: Hutan bambu dan cahaya biru dari bulan adalah latar ketika penembakan Ebina di darmawisata terjadi. Vol 7 chapter 9.]
[note: Hutan bambu dan cahaya biru dari bulan adalah latar ketika penembakan Ebina di darmawisata terjadi. Vol 7 chapter 9.]
Aku
berusaha menghapus pemandangan itu dari kepalaku, oleh karena itu aku
menggaruk-garuk kepalaku.
“Kalau
iya...memangnya itu masalah bagimu?”
Insiden waktu darmawisata kemarin memang belum terselesaikan sepenuhnya.
Sebenarnya, aku hanya menyembunyikan masalah di insiden itu di tempat
yang gelap dan terpencil. Hasilnya memang tidak begitu meyakinkan bagi semua
orang. Bisa dibilang, memang kenyataannya tidak meyakinkan semua orang.
Oleh karena itu, tidak ada seorangpun yang berani mengkritik aksiku
waktu itu.
Kecuali...Yukinoshita Yukino.
Yukinoshita tetap menatapku dan tidak berniat untuk melepaskan
tatapannya sejengkalpun dariku.
Bibirnya seperti sedang bergetar hebat.
“Bukankah...Kamu
dulu bilang kalau tidak ada artinya jika kita mempertahankan suatu hal yang
penuh kepalsuan?”
Entah mengapa, aku melihat sebuah perasaan kesepian diantara
kata-katanya yang dingin dan lembut itu. Aku tidak kuat lagi menatapnya, aku
lalu memalingkan pandanganku.
Kata-katanya yang menembus tubuhku barusan, adalah kata-kata yang tidak
mampu kutemukan jawabannya hingga saat ini.
Itu
mungkin adalah satu hal, tidak, satu-satunya hal yang pernah dipercayai bersama
oleh Hikigaya Hachiman dan Yukinoshita Yukino.
Ketika aku hanya bisa duduk disana tanpa mengatakan apapun, Yukinoshita
tampaknya tidak berhenti disitu saja.
“Kamu
masih tidak berniat mengubah metodemu itu?”
“...Yeah.”
Aku
menjawabnya tanpa ragu.
Aku
tidak akan berubah. Sebenarnya, aku terpaksa tidak bisa berubah.
“U-umm...”
Yuigahama mencoba mencairkan suasananya. Tetapi matanya tampak melihat
ke segala arah karena dia sendiri tidak tahu harus mengatakan apa. Kedua
matanya menatap ke arahku dan Yukinoshita secara bergantian.
Suasana yang berat, dan waktu yang beku ini terus berlanjut. Yukinoshita
dan diriku hanya bisa terdiam.
Isshiki melihat ke arah Yuigahama dengan rasa
kurang nyaman. Karena aku dan Yukinoshita memang tidak dekat ke Isshiki,
satu-satunya orang yang bisa diajak bicara olehnya adalah Yuigahama.
Sebelum Yuigahama menemukan kata-kata yang pas dan itu entah kapan, aku
berdiri dari kursiku.
“...Aku
akan pulang terlebih dahulu. Aku tampaknya sudah mengerti sebagian besar
informasinya.”
Tidak ada gunanya aku berada disini.
Lagipula tidak ada efek sama sekali kalau aku disini.
Sepatuku bergema ke seluruh ruangan ketika aku berjalan keluar.
Aku
menutup pintunya dan berjalan menuju lorong. Aku mendengar pintu terbuka di
belakangku.
Aku
membalikkan badanku dan Isshiki mengejarku sampai kesini. Saat ini, aku tidak
punya keberanian untuk berbicara dengan seorang gadis secara normal.
Isshiki kemudian berbicara dengan pelan sehingga tidak terdengar oleh
orang-orang di Klub.
“Ummm,
apa benar-benar tidak apa-apa jika aku menyerahkan masalah ini ke kalian...?”
Aku
cukup paham mengapa dia khawatir. Lalu dia mengatakan kepadaku.
“Jika
ada seseorang yang cakap berorganisasi maju menjadi kandidat, maka itu akan
memudahkan bagiku...bukan?”
“Kalau
begitu, mungkin Hayama atau yang selevel dengannya bisa...”
“Eeh,
jangan Hayama-senpai!”
Seperti yang kuduga...tapi, aku juga ragu dia akan melakukannya...
“...Ngomong-ngomong,
kalau memang sudah benar-benar terjepit, aku akan bertindak. Maksudku, aku akan
muncul dengan suatu ide pada hari pemilihannya nanti.”
“Haa,
tapi kalau kalah dari siapapun juga tidak masalah bagiku...”
Aku
katakan apa yang aku bisa, tapi responnya barusan memang cukup mencurigakan.
Meski begitu, dia tampaknya berusaha menutupi rasa penasarannya itu. Tapi,
setelah itu dia menepuk kedua tangannya dan tersenyum dengan manis.
“Tapi,
kalian berdua memang benar-benar membantuku. Sampai sekarang, tidak ada yang
datang dan mengatakan akan membantu situasiku ini. Aku hanya memilikimu, kakak
kelas yang bisa kuandalkan!”
Baik bahasa tubuh dan kalimatnya memang bagus. Jika kau tidak kenal
dekat dengan seorang gadis sampai saat ini, kau pasti akan langsung berteriak
dan siap untuk melindunginya dari apapun. Tapi jika kamu sadar kalau dia adalah
gadis yang sejenis itu, maka kau akan berpikir dua kali.
Tidak seperti Orimoto Kaori, sikapnya itu tergantung kepada siapa orang
asing yang dia ajak bicara, dengan sedikit menambahkan rasa tertarik kepada si
pria.
Tampilannya yang bersinar dan enak untuk dilihat...
Tapi tampilan luarnya dan sifat aslinya tidak ada hubungannya. Tapi jika
dia tidak berusaha menyamakan sifat dan tampilan luarnya, dia akan terlihat
sebagai gadis yang egois.
Oleh karena itu dia berusaha membuat sikapnya kepadaku sama selama ini.
Sebenarnya dia tidak perlu seperti itu karena aku tahu bagaimana sifat
aslinya seperti apa.
Bukti? Hmm, ini sebenarnya tidak bisa dibilang bukti, tapi sekarang dia
bilang “ah” seperti mengingat sesuatu. Lalu dia menepuk kedua tangannya dan
mengambil jarak dariku.
“Aku
harus datang ke Klubku, jadi aku pamit dulu yaaaaa~. Terima kasih atas
bantuannya.”
Isshiki melambaikan tangannya dan kemudian dia pergi meninggalkanku. Dia
merasa tidak tertarik kepadaku, tetapi menunjukkan bahasa tubuh yang berbeda.
Jika ini terjadi kepadaku di masa lalu, aku pasti sudah memikirkan yang
tidak-tidak tentang gadis itu.
Ya
ampun, ternyata aku sudah tumbuh menjadi pria yang tidak kuinginkan. Setelah
itu, aku mulai menertawakan diriku sendiri.
x Chapter IV | END x
Menuju Chapter V
Menuju Chapter V
Satu-satunya orang yang berani mengoreksi kesalahan Hikigaya Hachiman adalah Yukinoshita Yukino.
Ini menjelaskan apa maksud monolog akhir Hachiman tentang siapa pembohong terbesar di insiden itu, vol 7 chapter 9.
Kesalahan Hachiman adalah membantu mempertahankan grup yang harusnya sudah pecah karena member grupnya sendiri adalah kumpulan tukang tipu, yaitu Grup Miura dan Grup Hayama. Dimana, Hachiman sendiri mengatakan di vol 1 chapter 1 kalau dia tidak akan mau menjadi orang yang berpura-pura. Artinya, Hachiman sengaja berpura-pura, membohongi Tobe di penembakan Ebina, lalu melindungi kumpulan grup para penipu. Dimana, Hachiman yang dulu tidak akan mau melindungi orang-orang yang seperti itu.
...
Hachiman sendiri yang mengkonfirmasi kalau dirinya dan Yukino memiliki sebuah ikatan yang spesial.
Kadang, sedih juga orang-orang mengatakan 'berat ke gadis tertentu' sedang di LN sendiri, si Watari yang menulis itu...
...
Jelas kata-kata gombal Hachiman tentang akan melakukan sesuatu terhadap request Iroha berdampak sangat besar baginya.
Dalam vol 8 chapter 2, Iroha mengatakan dengan jelas kalau tidak ada satupun orang yang mau membantunya dengan tulus ketika Iroha terhimpit masalah seperti ini.
Iroha seperti mendapatkan pria yang akan menolongnya...
...
Selama baca LN ini sungguh saya tidak tahu.. sebenarnya kapan perasaan Yukino terhadap Hachiman tumbuh?
BalasHapusMulai terlihat jelas di vol 6 chapter 6, ketika Hachiman harusnya membenci Yukino karena Yukino tidak memberitahunya kalau dia penumpang mobil yang menabraknya. Hachiman tidak melakukannya, malah memilih membantu Yukino di rapat slogan.
HapusScene Yukino dan Hachiman seusai rapat Slogan adalah turnpoint, Yukino tidak pernah seperti itu sebelumnya.