Selasa, 20 Oktober 2015

[ TRANSLATE ] Oregairu Vol 9 Chapter 7 : Suatu hari nanti, Yuigahama Yui...

  







x Chapter VII x










  Aku melompat begitu saja ke sofa setelah sampai ke rumah.

  Setelah apa yang terjadi, kami kembali ke ruangan klub dengan terdiam. Kami mengucapkan selamat tinggal dengan diselimuti suasana aneh dan tidak mampu mengatakan apapun karena diliputi perasaan malu.

  Yukinoshita pergi begitu saja seperti memberitahuku kalau dia akan mengembalikan kunci ruangan, sedangkan aku terburu-buru ke tempat parkir sepeda, dan Yuigahama berlari kecil ke tempat pemberhentian bus. Aku merasa kita hanya akan bisa mengatakan beberapa kata saja jika terus bersama saat itu.

  Setelah tiduran di sofa, aku mulai memikirkan kembali apa yang terjadi hari ini.

  Kenapa aku mengatakan kata-kata yang memalukan itu?

  Uwaaah! Aku ingin mati saja! Aku ingin matiiiiiii! Aku tidak ingin pergi ke sekolah besokkkkk! Kamu idiot! Kamu idiot! Idioooot! Uooooooo!

  Aku serasa ingin berteriak dengan apa yang ada di pikiranku saat ini, aku kemudian berguling-guling kesana-kemari. Tentunya, sofanya sendiri bukanlah sofa yang besar, jadi butuh sekitar tiga putaran tubuhku untuk membuatku terjatuh ke lantai.

  Setelah jatuh ke lantai, Kamakura tiba-tiba terkejut dan melompat dari kotatsu ke bantal sofa. Dia mengelilingiku sekali sebelum berlari meninggalkan ruangan ini.

  Aku berbaring di sana dengan wajahku menghadap ke arah karpet.

  “…Aku ingin mati saja…”

  Aku menggumamkannya dengan pelan.

  Dikatakan, ada dua level dalam sebuah trauma masa lalu. Pertama, kamu akan dihantui oleh perasaan yang ingin menghancurkan sesuatu. Setelah itu, kamu akan diserang oleh perasaan melankolis.

  Setelah mengalami semua penderitaan ini, aku merasa lebih baik menyerah saja. Setelah membalikkan badanku, ternyata Komachi baru saja pulang dari sekolah dan melihat tingkah polahku dengan penuh tanda tanya.

  “…Ada apa Onii-chan?”

  Entah mengapa, saat ini aku tidak merasakan adanya kenyamanan ketika ditanya oleh adikku yang manis ini.

  “Tinggalkan aku. Onii-chan sedang berada dalam masa krisis identitas untuk saat ini.”

  “Identitas? Haa? Biasanya Onii-chan sehari-hari hanya mengatakan omong kosong mengenai individualitas dan berusaha untuk menjadi salah satu dari mereka. Lagipula, hanya sebuah perubahan kecil tidak berarti individualitas milik Onii-chan berubah semuanya.”

  Dia mengatakannya dengan ekspresi wajah yang aneh. Hei, serius ini? Seperti kata-katanya, aku mulai bisa mempercayai kata-katanya barusan. Tapi dari caranya berbicara memang sedikit menggangguku.

  “Komachi-chan, ada apa dengan kata-katamu tadi? Itu sedikit kasar loh? Juga, wajahmu terlihat aneh ketika mengatakannya.”

  Ketika aku mengatakannya, kening Komachi mengerut seperti hendak pecah ketika aku mengatakan ‘aneh’ barusan.

  “…Aku hanya meniru ekspresi dari Onii-chan.”

  “Itu tidak mirip dengan wajahku sama sekali…”

  Meski begitu, sejujurnya aku tidak pernah memperhatikan bagaimana ekspresiku ketika berbicara. Eh, apakah ekspresiku seperti seorang yang sangat menjijikkan?  Tapi memang, ini pertama kalinya aku mendengar sebuah kebenaran tentang diriku yang sangat mengejutkan. Bukankah harusnya diriku ini terlihat seperti orang pintar atau orang keren yang memiliki idealistis nihilistic? Tidak ya…?

  Huuuh? Masa aku terlihat aneh begini…Serius nih? Komachi lalu duduk di sofa sebelahku.

  “Aku tidak tahu apa yang terjadi denganmu hari ini, tapi ketika permainan sudah berjalan mendekati akhir, kau tidak bisa merubah sifatmu begitu saja.”

  Ketika dia mengatakannya, dia seperti hendak membuatku menggelinding menggunakan kakinya. Dia memperlakukanku seperti sampah! Lalu, dia berhenti dan mulai terdengar suara tawa kecil darinya.



  “Tapi itu memang Oni-chanku. Ah, itu pasti membuatku mendapat nilai sangat tinggi dalam Komachi Poin!”

  Dia mengakhiri kalimatnya dengan senyum yang super. Aah, caranya menyembunyikan dirinya yang malu-malu dan mengatakan satu dua kata mengingatkanku kepada seseorang.
[Note: Vol 7 chapt 6 part 3, Yukino yang menolak ajakan Hachiman untuk berjalan berdampingan seusai dari restoran Ramen. Meski, kenyataannya Yukino mau berjalan bergandengan dengan Hachiman.]

  “…Terima kasih untuk itu. Aku juga mencintai diriku yang seperti ini. Ini tampaknya memberikan poin yang super tinggi untuk Hachiman Poin.”

  “Apa-apaan barusan itu…?”

  Aku tidak mempedulikan Komachi yang tampak terkejut itu dan berdiri.

  Akhirnya, aku sudah memantapkan pikiranku. Besok, aku mungkin akan tetap mengingat apa yang terjadi hari ini dan terus dihantui rasa malu tersebut. Aku mungkin akan terus mengingat kejadian itu sebagai jejak kaki masa laluku.

  Tapi kupikir itu tidak masalah. Aku yang sekarang adalah hasil ciptaan apa yang terjadi di masa lalu, orang yang Komachi katakan sangat dia sukai. Jangan pernah menyebut masa lalu seseorang sebagai luka. Kupikir, quoteku barusan cukup keren dan bisa kau katakan sisi menarik dari diriku.

  Aku berpikir kalau aku memang memiliki sisi menarik seperti itu, pastinya sisi menarik dari diriku juga tidak sebatas itu saja.









*    *   *







  Pagi hari dimana aku mendapatkan keyakinan tentang diriku sendiri pada malam sebelumnya.

  Aku bangun seperti biasanya, sarapan, dan pergi ke sekolah menggunakan sepeda.

  Atau memang begitu seharusnya, tapi semakin dekat dengan sekolah, kakiku yang mengayuh pedal sepeda ini entah mengapa semakin lemah saja, untungnya aku bisa sampai ke kelasku tepat waktu.

  Aku duduk begitu saja di kursiku. Untuk saat ini, aku harus memastikan kalau aku harus hati-hati dan tidak membuat kontak dengan Yuigahama, karena akan terlalu memalukan.

  Meski begitu, Yuigahama juga berpikir hal yang sama denganku ketika secara tidak sengaja kedua mata kami bertemu di kelas maupun pelajaran.

  Ketika itu terjadi, aku langsung memalingkan mataku dan mengambil posisi tiduran di meja.

  Apa-apaan ini? Serius, apa –apaan ini…?

  Meski begitu, waktu yang kupikir berjalan lambat untuk hari ini, ternyata berlalu dengan begitu cepat.

  Tanpa sadar, jam pulang sekolah telah tiba.

  Tapi jika aku terlalu lama berada di kelas, Yuigahama yang sekarang sedang mengobrol dengan Miura dan kawan-kawan bisa saja datang ke sini dan mengajakku berjalan bersama ke Klub. Ini bisa menjadi suatu masalah besar, maksudku, akan menjadi hal yang memalukan.

  Sebelum itu terjadi, aku harus keluar secepatnya dari kelas ini.

  Aku langsung keluar dari kelas menuju lorong yang menghubungkan gedung sekolah dengan gedung khusus.

  Sejujurnya, kakiku terasa lebih berat dibandingkan waktu aku berangkat sekolah tadi.

  Tapi aku tetap tidak tahu harus merespon seperti apa jika bertemu mereka berdua nantinya.

  Sambil berpikir, tanpa kusadari kalau akhirnya aku tiba di depan ruangan Klub.  Kalau enggak salah aku tadi cuma berpikir sebentar saja, tapi kenapa bisa langsung tiba-tiba sampai disini?

  Kuberanikan diriku untuk menggeser pintunya dan terbukalah.

  Pintunya tidak terkunci, dan karena matahari masih bersinar cerah, ruangan Klub terisi dengan cahaya yang cukup terang. Gorden ruangan dibiarkan terbuka. Meja dan kursi yang tidak terpakai ditumpuk di pojokan, tapi ada 3 kursi dan meja panjang disana, tidak berbeda dari biasanya. Dan orang yang duduk di kursi tersebut adalah Yukinoshita.

  Yukinoshita menegakkan kepalanya yang sedari tadi sedang membaca buku. Dia mengatakan salam yang seperti biasanya.

  “Halo.”

  “Ah, yeah.”

  Reaksinya ternyata lebih normal dari yang kuduga akan antiklimaks. Jadi apa yang aku khawatirkan tidak menjalar ke orang di sekitarku. Ini adalah contoh yang baik dari sikap orang yang terlalu pede dengan sikapnya.

  Sambil bernapas lega, aku duduk di kursi yang biasanya dan mengambil buku dari tasku. Aku membuka halaman buku yang sudah kuberi penanda buku, tapi jujur saja, aku tidak ingat satupun apa yang sudah kubaca selama ini. Tapi setelah beberapa halaman, aku mulai mengingat isi dari buku yang kubaca ini.

  Tampaknya aku bisa membaca buku ini sampai selesai setelah sekian lama.

  Hari-hari penuh kedamaian dimana Yukinoshita dan diriku tidak mengatakan apapun terus berlanjut. Akupun, bisa mendengar suaranya yang membalik halaman buku yang sedang dia baca. Tapi suara batuknya barusan cukup menggangguku. Ketika aku melihatnya, Yukinoshita kemudian batuk sekali lagi dan berbicara.

  “Umm…”

  Yukinoshita terbatuk lagi untuk menghilangkan suaranya yang tertahan. Dia menatapku seperti hendak melihat diriku seperti apa, tapi ketika kedua mata kami bertemu, dia dengan cepat memalingkan pandangannya.

  “Emm…mengenai hari ini, bisakah kau katakan tentang tempat dan waktunya?”

  Ah benar juga. Aku lupa hingga masuk ke ruangan ini begitu saja, kalau requestku ke Klub ini adalah untuk membantuku di Event Natal. Aku harusnya menjelaskan kepadanya tentang situasinya. Tapi karena 1 orang belum hadir, kupikir kita harus menunggu dulu.

  “Ahh, benar…Kalau tidak keberatan, bisakah kita menunggu Yuigahama untuk tiba disini terlebih dahulu?”

  “…Kurasa begitu. Itu bisa membuatmu menjelaskan dua kali jika tidak begitu.”

  Yukinoshita kembali mengarahkan pandangannya ke bukunya. Sejak itu, Yukinoshita tidak mengatakan satu katapun. Begitu pula diriku, kupikir kesunyian ini akan berlangsung agak lama.

  Tapi kesunyian itu dibubarkan dengan suara pintu yang terbuka.

  “Yahallo!”

  Orang yang datang dengan penuh energi tersebut adalah Yuigahama.

  “…Yeah.”

  “Halo.”

  Ketika kami mengatakan salam, Yuigahama tersenyum dan duduk di kursinya. Tapi dia memindahkan kursinya dengan posisi sangat dekat dengan Yukinoshita.



  Setelah itu, Yuigahama duduk berdampingan dengannya dengan mengatakan “ehehe”.

  “…Terlalu dekat.”

  Ketika dia mengatakannya, dia memindahkan kursinya agak menjauhi Yuigahama. Setelah itu, Yuigahama memindahkan kursinya mendekati Yukinoshita. Tidak lama kemudian, Yukinoshita menggeser kursinya lagi.

  “…Emm, Yuigahama-san…Bisakah kau geser sedikit kesana kursimu?”

  “Ah…Oke, kupikir bisa…”

  “Emm, bukan itu maksudku…”

  Melihat sikap Yuigahama yang seperti itu, Yukinoshita yang tampak ingin mengatakan sesuatu lagi, menyerah untuk memberitahunya lagi.

  Memang ini terlihat tidak nyaman. Bahkan diriku sendiri merasa lelah melihatnya.

  Memang kita dulunya pernah bersikap pura-pura, dan terjadilah kekacauan pada kemarin sore. Mungkin akan butuh waktu agak lama bagi kita agar bisa kembali seperti dulu. Begitulah pendapatku, tapi aku sendiri-pun tidak tahu harus bersikap seperti apa.

  Aku tidak tahu jawaban yang benar untuk kondisi ini seperti apa, tapi aku ingin percaya kalau situasi yang sekarang masih lebih baik daripada situasi yang kemarin. Karena mereka berdua sudah ada disini, saatnya bagiku untuk melakukan tugasku.

  Ketika aku sedang mencari timing untuk berbicara, aku buka dengan berpura-pura batuk terlebih dahulu.








*   *   *







  Setelah beberapa penjelasan singkat tentang situasi Event Natal, kami berjalan bersama menuju Community Center.

  Dalam perjalanan, kami hanya membicarakan hal-hal seputar Event Natal. Kalau dihitung-hitung, aku merasa kalau pembicaraan basa-basi kami semakin…

  Aku menuntun sepedaku di depan, sedang mereka berdua mengikutiku dari belakang. Tidak lama kemudian, Isshiki mulai terlihat di depan pintu masuk Community Center. Tampaknya dia memang menunggu kedatanganku hari ini.

  Aku taruh sepedaku di tempat parkir. Lalu Isshiki menemuiku dengan wajah yang terkejut. Lalu dia menatap ke arahku, setelah itu dia memindahkan tatapannya ke arah mereka berdua di kejauhan.

  “Yui-senpai dan Yukinoshita-senpai…? Ada apa mereka datang kesini?”

  “Aah. Aku meminta bantuan mereka.”

  Setelah menjawabnya dengan singkat, aku berjalan ke pintu masuk Community Center bersama dengannya.

  “Haa, begitu ya…Ah, er, mungkin itu bisa membantu kita.”

  Isshiki tersenyum kecut ke arah Yuigahama dan Yukinoshita ketika bertemu dengan mereka di depan pintu masuk. Yuigahama menjawab “Yahallo” dengan senyumnya.

  “Iroha-chan, aku tidak sabar untuk membantumu mensukseskan eventnya!”

  Setelah Yuigahama mengatakannya, Yukinoshita tidak sabar untuk berkomentar juga.

  “Tampaknya situasi rapatnya tidak begitu bagus.”

  “Ya, itu benaaaar sekali!”

  Setelah dia mengatakannya, Isshiki memberiku tas belanjaannya. Seperti dugaanku, dia tampaknya sudah terbiasa membiarkanku membawakan belanjaannya, huh? Aku secara spontan menerima begitu saja dan mengambil tas belanjaannya dari tangannya.



  Ketika aku melakukannya, Yuigahama dan Yukinoshita yang mengikuti kami berdua menghentikan langkahnya.

  “…..”

  “…..”

  Ketika aku membalikkan badanku ke arah mereka, keduanya sedang menatap ke arah tas belanjaan yang kupegang ini. Yuigahama hanya terlihat terkejut, sedang Yukinoshita melihatnya dengan tatapan yang sangat dingin.

  “Ada apa?”

  “Tidak, tidak ada.”

  “Ah, uh huh. Benar, benar, tidak apa-apa.”

  Ketika kutanya, Yukinoshita langsung memalingkan pandangannya dan Yuigahama hanya melambai-lambaikan tangannya di depan dadanya sambil tertawa.

  Kemudian, kami masuk ke dalam Training Room dimana rapat tersebut diadakan.

  “Terima kasih atas kerja kerasnyaaaa!”

  Isshiki masuk ke dalam sambil mengatakan hal itu. Ketika kami masuk ke ruangan, perhatian peserta rapat tertuju ke Yukinoshita dan Yuigahama.

  Isshiki berlari kecil menuju Tamanawa seperti hendak membicarakan sesuatu. Dia mungkin memberitahunya kalau ada tambahan orang yang akan membantu event ini. Tamanawa menganggukkan kepalanya ke Isshiki.

  Sementara itu, aku menaruh tas belanjaan itu di meja depan kursiku yang biasanya. Yukinoshita dan Yuigahama hanya melihatnya begitu saja, dan para Pengurus OSIS membantuku membuka tas belanjaan tersebut dan membagikan minuman ke kami.

  Kemudian, Yuigahama yang sebelumnya sedang meminum minumannya, mengatakan “ah” sambil melihat ke salah satu sudut. Ketika aku mengikuti apa yang dilihatnya, Orimoto ada disana. Orimoto melihat ke arah kami bertiga dengan tatapan matanya yang tajam.

  Yeah, aku lupa kalau Orimoto juga ada disini…Ketika aku melihat ke arah Orimoto untuk melihat reaksinya, entah mengapa aku sedikit khawatir.

  Tapi Orimoto tidak berjalan ke arah kami dan hanya tersenyum menyapa kami. Ketika dia melakukannya, Yuigahama menundukkan kepalanya karena panik. Sedang Yukinoshita hanya menatapnya saja dengan diam.
[Note: Tampaknya Haruno memberitahu Yukino mengenai Kaori yang pernah ditembak Hachiman!]

  Mungkin mereka tidak memiliki hubungan yang baik satu sama lain? Tapi kita sendiri tidak tahu seberapa dekat diri kita, juga memikirkan seperti apa Orimoto, tampaknya mustahil juga.

  “Ngomong-ngomong, sebaiknya kita duduk…?”

  Aku mengatakannya ke Yuigahama dan Yukinoshita.

  “Ah, oke.”

  “Kupikir begitu.”

  Setelah mengangguk, aku duduk di kursi yang biasanya. Sementara itu Yuigahama duduk di sebelah kiriku dan Yukinoshita duduk di kursi Isshiki, sebelah kananku. Dia mengambil kursi kehormatan Ketua OSIS seperti tidak menyadari sesuatu, seperti yang kau harapkan dari Yukinoshita-san.

  Isshiki kemudian kembali kesini dan merasa bingung.

  “H-Huuuuh? Kursikuuuuuu….”

  Dia mengatakannya dengan suara yang kecil, dia mengatakannya di dekat Yukinoshita. Melihat hal itu, Yukinoshita lalu berdiri.

  “Ah, maafkan aku. Kursinya pasti sudah disusun sesuai jabatannya masing-masing.”

  “Ah, tidak, tidak, tidak apa-apa. Aku akan lebih santai jika duduk di sebelah sana.”

  Isshiki menghentikan Yukinoshita yang mencoba berdiri, lalu berjalan ke kursi kosong di sebelah Wakil Ketua OSIS SMA Sobu.

  Ketika semua sudah duduk, Tamanawa duduk di kursi moderator rapat. Dia lalu membuka MacBook Air miliknya dan melihat ke arah para peserta rapat.

  “Semua orang sudah hadir? Ayo kita mulai.”

  Setelah mengatakan itu, semuanya membungkuk sambil mengatakan “Mohon kerjasamanya” dan rapat dimulai.

  Hari ini, harusnya hari dimana kita menentukan hendak melakukan apa di Event Natal…sekali lagi, harusnya! Aku sudah memberitahu Tamanawa mengenai waktu yang sudah mepet, meski begitu dia meliburkan rapat yang harusnya kemarin dilaksanakan. Jika kita tidak memutuskan apapun hari ini, aku berani bertaruh kalau kita berada dalam kesulitan besar.

  Orang yang memulai rapat, tentunya adalah orang yang duduk di kursi moderator, Tamanawa. Ketika dia memanggil ke arah tempat duduk SMA Kaihin, mereka mulai membagikan sebuah salinan.

  “Setelah kemarin melakukan BRAINSTORMING, aku sempat memikirkan beberapa hal. Lalu aku membuat RESUME, jadi kalian bisa membacanya disana.”

  Tampaknya, dia sengaja meliburkan rapat kemarin hanya untuk membuat ini.

  Judul resumenya tertulis “Konser Natal”. Di bawahnya tertulis isi detail tentang rencananya. Ini mirip dengan sebuah proposal daripada sebuah resume. Ah sudahlah, sia-sia membahasnya, aku baca saja isinya.

  Sebuah CONCERT EVENT yang mempertunjukkan musik dari berbagai GENRE dengan CONCEPT “Musik Yang Saling Menghubungkan”. Sebuah CONCERT yang berisikan CLASSICAL MUSIC, ROCK BAND, JAZZ, HYMN, GOSPEL, dan diselingi CHRISTMAS SOUND, dan sebuah MUSICAL yang diaransemen ulang. Sebuah CHRISTMAS EVENT dengan menampilkan sinergi maksimal dari ALL GENRES musik.

  …Aku hanya membacanya sekali. Halaman selanjutnya, aku mencoba untuk membacanya secara perlahan dan mencermati isinya. Tapi isinya sama saja.

  Woi, woi, ini bukanlah sebuah proposal kegiatan, ini hanya kesimpulan ide-ide rapat kemarin. Tapi ini memang menggabungkan semua pendapat peserta rapat.

  Mereka bilang akan menampilkan orchestra, tapi disini ditulis musik klasik. Memang, yang pertama tadi butuh sumber daya manusia dengan skala besar. Juga, aku tidak begitu yakin ada perbedaan antara hymne dan gospel. Tapi, karena dia menulisnya terpisah, mungkin ada benarnya kalau keduanya berbeda…Yang lainnya tertulis persis seperti apa adanya dan menunjukkan seluruh isi proposalnya.

  Tapi menggabungkan opini dari orang-orang yang berbeda, ketebalan kertas resumenya yang dibagikan ini memang luar biasa. Tapi memang, ketebalan kertas tidak bisa dijadikan patokan apakah event bisa terlaksana atau tidak.

  “Bagaimana pendapat kalian?”

  Dia bertanya tanpa melihat spesifik ke satu orang, dan semuanya seperti meresponnya dengan “Hmm, terlihat bagus”, “Tampaknya menyenangkan”, “Tampaknya cukup menarik”. Kata-kata mereka terdengar positif, tetapi tidak menunjukkan sebuah persetujuan yang pasti.

  Alasan munculnya kata-kata yang tidak menolak dan menyetujui itupun karena dasar pembentukannya berasal dari brainstorm. Brainstrom memang tidak memperbolehkan kita untuk melarang ataupun menolak opini peserta rapat. Lagipula, buat apa dipikirkan terlalu serius, karena ini hanya opini saja.

  Tapi, dengan situasi ini, artinya kita tidak memutuskan apapun. Ini adalah titik dimana kita butuh sebuah keajaiban untuk memutuskan untuk membuat sebuah event yang realistis dengan sedikit manuver tanpa mengurangi isinya.

  “Skala kegiatan di resume ini terlalu besar. Lagipula, apa kita memang benar-benar punya orang yang bisa memainkan musik-musik di daftar ini?”

  “Yeahh, karena itu kita sedang mempertimbangkan untuk memakai jasa OUTSOURCING untuk itu.”

  Tamanawa tampaknya memang mengharapkan pertanyaan seperti itu keluar dan sudah mempersiapkan jawabannya.

  “Untuk CLASSICAL MUSIC dan JAZZ, ada sebuah grup musik yang menyediakan SERVICES untuk PRIVATE CONCERT musik jenis itu. Untuk BAND, siswa SMA kami bisa melakukannya. Jika kita bisa meminta Klub Teater untuk memainkan drama MUSICAL, kupikir itu bisa teratasi juga. Juga, untuk GOSPEL…kurasa kita bisa meminta bantuan gereja?”

  Semua jawabannya adalah SERAHKAN PENAMPILANNYA KEPADA ORANG BAYARAN. Lalu dimana ada kata ‘kita’ berpartisipasi dalam event itu?

  Aku bukannya menentang outsourcing. Aku setuju saja jika kita memakai jasa orang yang profesional dalam bidangnya, daripada menyuruh siswa amatiran untuk tampil. Jika kita bisa membayar orang untuk menyelesaikannya, maka itu bukanlah masalah.

  Masalahnya, apakah rencana dia itu realistis atau tidak. Lihat tanggal di kalender dan hitung berapa hari yang kita punya, kalau itu tidak masalah, maka akupun tidak masalah.

  “Jadi, kapan kita bisa memastikan grup musik yang menyewakan SERVICES itu pasti bisa tampil sesuai SCHEDDULE?”

  Aku tidak yakin mereka akan tergesa-gesa menerima tawaran kita begitu saja jika melihat waktu yang tersisa. Lagipula, kemungkinan besar mereka sudah dipesan untuk tampil di tempat lain.

  “Kami akan memastikan kesediaan mereka setelah rapat ini.”

  Tidak, kita harus melakukannya sekarang!

  Tamanawa lalu menambahkan kata-katanya seperti bisa membaca apa yang ada di pikiranku ini.

  “Aku menginginkan untuk mendapatkan CONSENSUS dari setiap peserta rapat terlebih dahulu. Lalu kita membuat GRAND DESIGN acaranya. Setelah itu, kita bisa berbicara tentang OMITTING untuk pertama kalinya.”

  “CON…OMIT?”

  Yuigahama memiringkan kepalanya. Aku akan menjelaskannya nanti, prioritasku sekarang adalah rapat ini dulu.

  Aku akan mencoba menyerangnya dari sudut yang berbeda.

  “Kenapa menjadi seperti ini? Bukankah event ini bertujuan untuk menunjukkan kepada undangan seperti apa anak SMA saat ini? Dan yang akan kita lakukan adalah membayar orang untuk IMPRINTED STEREOTYPE IMAGE dari siswa SMA.”
[Note: Maksud Hachiman, tujuan awal event adalah menunjukkan bagaimana generasi muda sekarang. Tetapi yang diusulkan Tamanawa adalah membayar orang untuk menunjukkan seperti apa anak SMA jaman ini.]

  "IMPRI...STEREO...IMAGE..."

  Yuigahama memiringkan kepalanya lagi. Ah sudahlah, nanti kujelaskan! Tidak, dia harusnya tahu arti dari IMAGE!

  Ngomong-ngomong, kita lupakan dulu Yuigahama, masalah utama sekarang adalah Tamanawa. Sejujurnya, aku menginginkan Tamanawa melihat ke arah realitas. Tapi mengatakan ke seseorang yang dari awal tidak mau melihat ke realitas adalah hal yang sia-sia.

  Jika ada yang bisa kulakukan, maka hal itu adalah membuatnya menyadari dinding yang bernama kenyataan dan timbunan batu seperti apa yang menunggunya di depan.

  Untuk itu, aku sudah menyiapkannya dengan baik.

  Hari-hari sebelumnya, aku sengaja menyerahkan data keuangan panitia ke Tamanawa. Dia harus sadar kalau menyewa sebuah grup musik untuk konser memerlukan biaya yang tinggi.

  “Jadi, katakanlah kita menyewa grup musik dari luar, sekarang kita dapat dananya dari mana?”

  Menurut perhitunganku kemarin, tarif grup musik seperti itu sekitar 30,000-40,000 yen per jamnya. Dan karena dia menyebutkan musik klasik dan jazz terpisah, artinya kita akan membayar double karena grup musiknya berbeda. Secara garis besar, semakin banyak pengisi acaranya, maka jumlah uang yang diperlukan untuk membayar semakin tinggi. Jika menuruti semua proposalnya, maka dana kita yang sekarang jelas sekali tidak cukup.

  “Oleh karena itu, kita mengadakan rapat hari ini untuk mencari jalan keluar permasalahan dana itu.”

  Ketika dia mengatakannya, maka aku tidak punya kata-kata lagi untuk kukatakan.

  Bukannya aku mau bilang rencana Tamanawa jelek. Kalau punya uang dan waktu, maka itu oke-oke saja. Itu adalah hal yang bisa diwujudkan.

  Tapi uang dan waktu adalah faktor yang kita tidak punyai untuk saat ini.

  Ketika aku diam, tidak ada seorangpun di ruangan ini yang berkeberatan dan rapat berlanjut untuk mendiskusikan bagaimana mencari dana dan mensiasati waktunya.

  Aku membayangkan mereka mencoret kegiatan-kegiatan yang tidak perlu dan mencocokkan dengan dana yang ada di kas. Tapi ketika mereka melakukannya, mereka akan sadar kalau mereka tidak punya waktu yang cukup.



  Aku bahkan bisa melihat itu akan terjadi di masa depan.








*   *   *







  Setelah rapat selesai, tubuhku terasa sangat lelah.

  Sayangnya, kita tidak bisa memutuskan apapun hari ini dan rapat dilanjutkan setelah libur sabtu-minggu. Natal akan tiba dalam seminggu dan besok sudah sabtu. Meliburkan rapat bukanlah keputusan yang tepat.

  Yukinoshita yang berada di sebelahku tampak merasakan hal yang sama. Dia menaruh tangannya di kening seperti hendak menekan sebuah sakit kepala yang luar biasa.

  “Itu lebih parah dari yang kubayangkan…Apa selama ini kamu selalu berdebat seperti itu dengan mereka?”

  “…Yeah.”

  Begitulah jawabanku, tapi sebenarnya, aku hendak menjawabnya dengan komentar yang lebih parah. Tapi melihat rapat hari ini, bisa dikatakan ‘sedikit’ mengalami kemajuan. Ketika aku mencoba mengingat rapat-rapat sebelumnya, aku mulai kesal membayangkannya.

  “Kata-kata asing yang digunakan banyak yang tidak tepat, jadi melihat adegan rapat tersebut sangat menggangguku…”

  “Yep…akupun merasa kalau mereka juga hanya pura-pura mendengarkan saja.”

  Ketika Yukinoshita mengatakan ketidaksukaannya, Yuigahama menganggukkan kepalanya. Tapi sebenarnya, Tamanawa tidak seperti itu. Setelah kuperhatikan baik-baik, aku mulai bisa memahami sikapnya.

  “Jika dia hanya pura-pura mendengarkan saja, maka kita seharusnya tidak ikut rapat sia-sia ini…Tapi dia membuktikan dirinya kalau dia sudah membuat resume yang menyatukan semua pendapat yang keluar di rapat hingga saat ini, meskipun kenyataannya kita tidak memutuskan apapun.”

  “Aah, ya. Itu benar…”

  Isshiki menyetujuinya.

  Dalam suasana yang berat itu, Yuigahama tiba-tiba mengumpulkan segenap energinya, lalu dia menatap ke arahku.

  “Jadi, apa yang akan kita lakukan selanjutnya?”

  “…Aku belum ada ide soal itu.”

  Aku menjawabnya dengan jujur. Sebenarnya, aku sebelumnya sangat percaya kalau hari ini kita akan memutuskan sesuatu, lalu kita mulai membagi-bagi tugas kita. Tapi semua harapanku sudah dirampas di rapat itu, dan inilah yang kita dapatkan.

  Ketika sedang memikirkan itu, Yukinoshita menatapku dan mengatakan dengan pelan.

  “…Jadi, ternyata ada hal dimana kamu sendiri tidak mengerti, ya?”

  “Apa kamu mengatakan sebuah sarkasme?  Tentu banyak hal yang aku sendiri tidak mengerti.”

  Ketika aku menjawabnya dengan spontan,  Yukinoshita terlihat gugup.

  “Aku tidak bermaksud seperti itu, umm…”

  Ketika Yukinoshita mengatakannya, dia memalingkan pandangannya dariku dan menggigit bibirnya. Lalu dia menatap ke arah lantai.

  Kalau ini kondisi kita berdua di masa lalu, biasanya ini hanyalah becandaan biasa yang kita lakukan, tapi entah mengapa kali ini suasananya terasa berbeda. Aku tidak paham mengapa merasa seperti itu…

  Karena tidak nyaman dengan situasi ini, aku pura-pura menggaruk kepalaku.

  “…Tidak, ini memang kesalahanku dari awal. Aku ingin melakukan sesuatu tentang event ini, tapi aku benar-benar tidak tahu harus berbuat apa.”

  “…Aku tidak sedang mengkritikmu.”

  Yukinoshita menjawabnya dengan suara yang kecil sambil menatap ke arah bawah.

  Yuigahama yang kebingungan melihat sikap kami, berusaha mencairkan keadaan.

  “Bagaimana kalau kita memikirkan dahulu hal-hal yang bisa kita lakukan?”

  “Kurasa itu ide yang bagus.”

  Ketika Yuigahama mengatakannya, Yukinoshita menegakkan posisi kepalanya. Dia lalu menyilangkan lengannya dan menaruh tangannya di dagunya. Setelah itu, dia hendak mengatakan sesuatu seperti hendak mengkonfirmasi.

  “Pertama, apakah kita bisa memperkecil skala eventnya? Misalnya mencoret kegiatan yang tidak sesuai dengan dana kita?”

  “Hmm. Sejujurnya, yang Yukinoshita-senpai lihat tadi di rapat adalah hal tersebut…”

  Isshiki mencoba mengingatkan kembali ke Yukinoshita. Lalu Yukinoshita mengangguk ke arah Isshiki.

  “Kalau begitu, sekarang kita harus memikirkan tentang dana ekstra yang harus kita dapatkan. Akan ada pengeluaran yang harus kita lakukan jika menyewa grup musik, bahkan jika kita hanya sekedar menyewa grup band di SMA kita. Kita membutuhkan jadwal yang terpadu dan lokasi untuk latihan. Soal lokasi, ruangan klub musik mungkin bisa, tapi itu terlalu sulit, pada akhirnya kita harus menyewa studio musik dan menambahkan biaya tambahan lagi ke kita.”

  Ketika dia mengatakannya, aku baru sadar. Kita harusnya tidak hanya mengkalkulasi biaya penyelenggaraan pada hari H, tetapi juga biaya persiapannya.

  “Jadi dengan kata lain, total biaya yang harus kita keluarkan sebenarnya akan bertambah…”

  Yukinoshita lalu menambahkan kata-katanya.

  “Sisanya, kurasa kita bisa meminta bantuan sekolah untuk menanggung sebagian biayanya. Kita juga bisa minta bantuan sponsor untuk penyelenggaraannya, tapi melihat waktu yang tersisa cuma seminggu, itu adalah hal yang sulit.”

  “Yeah, waktu kita cuma seminggu.”

  Waktu yang tersisa ini memang menekan kita. Meskipun kita sudah memutuskan akan melakukan apa, jadwal kita tampaknya sudah tidak memungkinkan lagi.

  “Secara realistis, mungkin bisa dilakukan jika Pengurus OSIS berani meminjam uang dari kas mereka sendiri. Tapi, dalam rencana pengeluaran mereka pasti tidak ada rencana tertulis untuk pengeluaran uang dalam kegiatan bersama sekolah lain.”

  Yukinoshita lalu melihat resume yang didistribusikan oleh Tamanawa dan dia menulis sesuatu dengan pena merah dan terdapat garis-garis berwarna merah di resume tersebut. Resume miliknya itu juga terdapat beberapa bagian yang ditempeli selotip merah dengan beberapa kertas memo bertuliskan sesuatu.

  Yuigahama yang melihat Yukinoshita melakukan hal tersebut mengatakan “whoaaah” seperti kagum akan dirinya sedangkan Isshiki yang melihat itu merasa ketakutan dan mulai secara perlahan-lahan menjauhi Yukinoshita.

  Sebenarnya, aku bisa memahaminya. Dalam waktu yang singkat, dia bisa mengorganisir permasalahan yang ada dan menjabarkan rencana-rencananya. Ini adalah Yukinoshita yang kutahu. Setahuku, tidak ada seorangpun yang bisa mengungguli Yukinoshita jika menghadapi masalah yang seperti ini.

  Meski begitu, bahkan dengan Yukinoshita ada disini, dia masih kesulitan menemukan solusinya. Lalu dia menulis huruf X besar di memonya. Lalu, Yukinoshita menghela napasnya dan mengatakan sesuatu.

  “Tapi, kupikir masalah terbesarnya bukan berada disini. Ada sesuatu yang sangat penting terlewatkan…”

  Tampaknya, Yukinoshita agak ragu-ragu untuk mengatakannya, tapi setidaknya ini sudah sebuah kemajuan. Setidaknya, kita ada sesuatu yang bisa dikerjakan.

  “Ngomong-ngomong, mari kita lakukan dahulu apa yang kau sarankan tadi. Sekarang, coba kita bicarakan soal dana tersebut dengan sekolah kita. Kita pastikan dulu apakah kita bisa mendapatkan bantuan dana atau tidak.”

  Aku mengatakannya, dan berdiri. Lalu Yukinoshita melihatku dengan tatapan yang penuh rasa pesimis. Melihat Yukinoshita yang tidak optimis, adalah hal yang sangat langka, ini membuatku penasaran.

  “…Ka-kau baik-baik saja?”

  Ketika aku bertanya kepadanya, Yukinoshita memalingkan wajahnya.

  “Tidak ada apa-apa…Aku hanya berpikir mungkinkah kamu juga sebenarnya punya pemikiran yang sama denganku tadi?”

  “Tidak, tidak sejauh dirimu.”

  “Begitu ya…Baiklah.”

  Setelah mengatakannya, Yukinoshita berdiri juga.

  Pertama-tama, kita akan cari uangnya dahulu…

  Ini adalah Event Natal, tapi hal yang kita bicarakan pertama kali adalah uang. Bukankah Natal ini tentang harapan dan impian, benar tidak?










*    *    *








  Pekerjaan mengawasi para siswa SD kami serahkan ke Pengurus OSIS. Kami bertiga, member Klub Relawan, bersama Isshiki pulang ke sekolah. Kami hendak berkonsultasi tentang berbagai hal dengan Guru Penanggung Jawab Event Kolaborasi, Hiratsuka-sensei.

  Kami masuk ke ruang guru dan bertemu dengan Sensei. Dia terlihat sedang mengerjakan sesuatu dengan berbagai dokumen di tangannya. Ini sangat langka. Setiap aku mengunjunginya, dia selalu entah sedang memakan sesuatu atau menonton anime.

  “Sensei.”

  Ketika aku memanggilnya, Sensei melihat ke arahku. Lalu dia melihat ke arah yukinoshita dan Yuigahama di belakangku.

  “Hikigaya. Tampaknya kamu sudah mengerjakan PR-mu, ya?”

  “PR?”

  “Kami tidak mendapatkan PR apapun soal Sastra Jepang.”

  Tolong ya Sensei, jangan membahas hal itu karena bisa menyebabkan banyak salah paham!  Yuigahama langsung bertanya-tanya tentang PR tersebut, untungnya aku sudah melakukan sesuatu.

  “Oh, aku tahu. Santai saja, tapi tadi hampir ya? Aku tadi hampir terkejut melihatmu.”

  Setelah dia tertawa, dia memutar kursinya ke arah kami.

  “Jadi…ada keperluan apa kesini?”

  “Ya…Isshiki-san, tolong jelaskan.”

  “Eh!? Aku!?”

  Isshiki tampaknya tidak siap untuk mengatakan apapun ketika Yukinoshita menunjuknya.

  “Bukankah kamu yang diserahi tanggung jawab mengenai event ini, benar tidak?”

  Dengan ditatap olehnya seperti itu, Isshiki hanya bisa menggerutu. Apakah dia akan baik-baik saja…? Mungkin ini sudah terlambat untuk dibahas, tapi aku memang khawatir mengenai hubungan Isshiki dan Yukinoshita. Apakah sebaiknya aku membantunya? Namun, Isshiki melangkah ke depan.

  “Ummm, Sensei, kami ada sesuatu yang ingin kami bicarakan.”

  “Fumu, mari kita dengar kalau begitu.”

  Setelah itu, Isshiki menjelaskan hal-hal yang terjadi dan rencana sementara yang kami miliki. Yukinoshita dan diriku sedikit menjelaskan ketika ada hal-hal yang dirasa kurang.

  Ketika kami selesai, Hiratsuka-sensei menyilangkan kakinya.

  “Jadi, pertama adalah masalah dana, begitu?”

  “Ya.”

  Ketika aku menjawabnya, Hiratsuka-sensei mengangguk dan berkata.

  “Tampaknya kalian tidak paham apa arti dari Natal itu sendiri.”

  “Hah?”

  Aku memiringkan kepalaku seperti hendak meminta penjelasan darinya, tapi Sensei sepertinya menemukan sebuah ide.

  “Daripada aku yang menjelaskan, lebih baik aku tunjukkan maksudku kepada kalian.”

  Setelah mengatakannya, Sensei mengambil sesuatu dari tas yang berada di samping mejanya. Dia menunjukkan sesuatu.

  “Inilah!”

  Dia mengatakannya sambil mengatakan “ Ta-daaaa!”. Sensei melambai-lambaikan kertas-kertas yang berbentuk aneh.  Setelah kulihat dengan baik, tampaknya itu sebuah tiket atau semacam itu.

  “Itu pasti tiket ke Disney Land…”

  Yukinoshita melihatnya sekilas dan mengatakan apa itu. Ketika dia mengatakannya, aku melihat sebuah ikon aneh secara sekilas di tiket itu, itu adalah gambar Pan-San.

  Itu mengingatkanku akan sesuatu. Ngomong-ngomong, Disney Land tidak pernah mengatakan kalau cara masuk ke sana menggunakan tiket, atau tepatnya mereka tidak menyebut kertas-kertas ini dengan nama tiket. Disney Land sering menyebut tempat mereka sebagai “Tanah dari semua impian”, jadi ‘tiket’ untuk kesana mereka menyebutnya dengan nama passport. Ternyata mereka sangat memperhatikan detail dengan tujuan tempat mereka.

  Yuigahama melihat tiket tersebut dan mengatakan “ohhh”.

  “Jadi itu maksudnya? Bahkan anda memiliki 4 tiket…”

  Ketika Yuigahama bertanya, Hiratsuka menurunkan tiket-tiket yang dia lambai-lambaikan sebelumnya dan tersenyum kecut.

  “Aah, aku semacam memenangkan undian di pesta pernikahan temanku…Dua kali memenangkan tiket berpasangan itu…Aku seperti disindir ‘kau bisa pergi sendirian berkali-kali kesana!’…”

  Dia mengatakannya sambil meneteskan air mata.

  Tunggu dulu! Jangan kau katakana seperti itu! Jika itu Hiratsuka-sensei, dia mungkin akan benar-benar menikmatinya hingga membeli tiket kelima dengan uangnya sendiri! Jika aku tidak hati-hati dengan masa mudaku, bisa jadi aku akan pergi bersamanya untuk keenam kalinya. Maksudku, tolong seseorang lamar dia secepatnya, atau akan banyak hal buruk terjadi di sekitar sini!

  “Aku akan memberikan ini semua kepada kalian agar bisa menjadikan referensi. Mereka menyelenggarakan Natal dengan luar biasa, jadi kalian bisa belajar banyak dari sana. Juga…untuk relaksasi di waktu luang kalian.”

  Dia lalu tersenyum kepada kami.

  Well, memang tidak ada yang bisa kami lakukan untuk saat ini. Karena ini adalah kegiatan mengumpulkan data dan relaksasi, jadi kurasa ini bukanlah kegiatan sia-sia.

  Tapi, kalau kita bicara tentang efektivitas, kita mungkin bisa saja menjual 4 tiket ini untuk mendapatkan uang…Tapi Isshiki dan Yuigahama memiliki ekspresi yang berbeda.

  “Eh, benar-benar tidak apa-apa? Terima kasih banyak!”

  Isshiki terlihat sangat senang, tapi tidak denganku. Aku mengatakan saja alasannya.

  “Waktunya tidak tepat, kita sedang diburu waktu untuk event…”

  “Itu benar, mungkin aku merasakan hal yang sama…”

  Yukinoshita mengangguk. Dia memang tampak tidak menyukai tempat yang bising dan ramai.
[Note: Yukinoshita tidak menyukai keramaian dari vol 3 chapter 4, kencan LalaPort.]

  Tapi akan ada orang-orang yang menyukai tempat dengan festival di dalamnya. Yuigahama melihat ke arah kami dengan tatapan tidak senang.

  “Eeeeh? Ayolah, ayo kita pergiiiiii.”

  “Kamu tampaknya meremehkan Disney Land ketika musim dingin. Anginnya sangat dingin dan dekat dengan bibir pantai.”

  “Juga, akan penuh sesak dan antrian yang panjang.”

  Setelah apa yang dikatakan diriku dan Yukinoshita, Yuigahama tampaknya tidak menyerah.

  “Eeeh…Ah! Tapi, tapi, Pan-san! Mereka ada atraksi “Pan-san Bamboo Fight” disana! Tahu tidak, kamu sendiri merasa tidak keberatan kalau kita kesana setelah melihat DVDnya kapan hari!”

  Yukinoshita bereaksi terhadap kata ‘Pan-san”. Dia memalingkan wajahnya secara spontan.

  “…Kita bisa pergi ke tempat manapun, jadi kita tidak perlu memilih ke tempat yang sangat ramai.”

  Melihat sikap konyol Yukinoshita tersebut, Yuigahama terus menekannya.

  “Ayolah, ayo! Ini Natal, maka kita harus melihat bagaimana Natal di tempat terbaik, benar tidak?”

  “Kurasa tidak begitu. Untuk tahun ini, atraksi ‘Bamboo Fight’ hanya akan dilakukan secara normal. Meski begitu, dulunya belum pernah ditampilkan ketika Natal. Aslinya, itu adalah atraksi yang ditampilkan di waktu-waktu special saja di seluruh dunia.”

  Dengan secepat kilat, Yukinoshita meredakan serangan Yuigahama. Dia mengatakannya dengan tegas. Apa-apaan itu? Dia tidak berniat untuk memaafkan sedikitpun salah informasi mengenai Pan-san?

  Yuigahama gugup melihat respon Yukinoshita yang serius, Isshiki yang berada di sebelahnya terlihat menjaga jarak, dan Sensei melihatnya dengan tatapan yang tertarik. Meskipun aku sendiri tahu kalau Yukinoshita menyukai Pan-san, akupun agak sedikit takut jika melihatnya begitu. Tapi suaraku keluar begitu saja.

  “Kamu sangat detail sekali…”

  “Kurasa yang kukatakan barusan adalah pengetahuan yang sangat umum…”

  Ketika dia mengatakannya, Yukinoshita memalingkan pandangannya secara tiba-tiba. Pipinya terlihat memerah. Itu pengetahuan umum di Negara mana? Negara Mimpi?

  Meski argumennya ditolak Yukinoshita, Yuigahama tidak menyerah dan terus menarik-narik lengan baju Yukinoshita.

  “Ayolaaaah, ayo kita pergi.”

  “Jelas tidak.”

  Tampaknya mengajaknya dengan bermodalkan ‘ada Pan-san disana’ menghasilkan hal yang sebaliknya. Tapi, tangannya yang menarik-narik lengan Yukinoshita malah meremasnya lebih kuat dari biasanya.

  “…Aku ingin pergi bersama Yukinon. Maksudku, belakangan ini kita kan jarang bersama dan sayang sekali kalau peluang ini dilewatkan, jadi…”

  Ketika dia mengatakannya, Yukinoshita hanya bisa menatap lantai. Jika seperti skenario yang ‘sudah-sudah’, maka Yukinoshita tidak lama lagi akan menyerah terhadap keinginan Yuigahama. Tapi, Yukinoshita terlihat malu-malu. Dia tampaknya tidak tahu lagi harus berbuat apa.

  …Seperti yang kuduga, ini tidak akan berakhir dengan mudah, huh?

  Hal-hal yang pernah hilang darimu tidak akan pernah kembali. Itu membuatku sadar.

  Yukinoshita, Yuigahama, dan diriku juga memiliki jarak diantara kita.

  Uwaa, pria ini sangat mengganggu! Tapi inilah kenyataannya, pria yang mengganggu itu adalah aku. Akulah yang menyebabkan kejadian tidak menyenangkan belakangan ini. Setidaknya, aku harus bertanggung jawab.

  Aku menggaruk-garuk kepalaku dan berusaha mengingat-ingat sesuatu mengenai Disney Land.

  Aku tidak bisa membiarkanmu meremehkanku tentang seberapa besar pengetahuanku tentang Chiba. Jika membahas hal yang berhubungan dengan Chiba, aku adalah pria yang tahu segalanya. Itu berlaku ke Disney Land yang dikatakan masuk di area Tokyo juga. Jika aku sedang diajak berdebat dengan warga Kota Chiba dan ditanya “Disney Land itu termasuk Tokyo? Atau Chiba?”, maka aku akan menjawabnya dengan nada tinggi, “Itu adalah Tanah tempat segala impian berada. Haha!” Ngomong-ngomong, jawaban pertanyaan itu adalah Chiba.

    Aku mulai menggali informasi mengenai Chiba dan Disney, lalu muncullah ide dari kepalaku.

  “Baguslah.”

  “Eh?”

  Yukinoshita memiringkan kepalanya merespon kataku tadi.

  “Bukankah mereka memiliki versi Natal dari Pan-san disana? Bisakah kau nanti membantuku memilihkan hadiah Natal untuk Komachi?”

  Ada kemungkinan kalau Yukinoshita harusnya tahu maksudku ini. Tapi jika kita sudah diminta tolong untuk membantu memilih hadiah yang hanya ada di saat tertentu, seperti Natal, maka mau tidak mau dia harus menyingkirkan alasannya tadi.

  Yuigahama tampak senang mendengarnya, seperti bisa membaca maksud dibaliknya.

  “Ah, ini terdengar bagus! Kita harus pergi dan membantu memilihkannya!”

  Yuigahama memegangi tangan Yukinoshita dengan kedua tangannya. Ketika dia melakukannya, Yukinoshita menyerah untuk menolak.

  “…Kalau begitu tujuannya, mau bagaimana lagi.”

  “Yeah!”

  Yukinoshita melihat ke arah Yuigahama yang tersenyum gembira. Lalu dia menatapku dengan ekspresi yang lugu.

  “Jadi Komachi-san menyukai Pan-san?”

  “Eh…? Aah, kurang lebih begitu.”

  “Begitu ya. Aku baru tahu itu. Kalau begitu, memilih hadiah yang tepat bagi penyuka Pan-san memang agak sulit…”

  Dia mengatakannya dengan raut wajah bahagia. Dia mungkin sedang berpikir kalau akhirnya dia punya teman yang juga menyukai Pan-san.

  …Oh sial. Itu sebenarnya cuma alasan saja, mungkin ada baiknya nanti kalau aku memberitahu Komachi untuk segera belajar mengenai apapun yang berhubungan dengan Pan-san…Tapi, aku sangat percaya kalau Komachi akan mampu meladeni obrolan Yukinoshita mengenai Pan-san! Aku mempercayainya! Aku yakin Yukinoshita akan sangat marah jika Komachi menjawab ‘Quiz Pan-san’ darinya dan salah. Tapi, kita sedang membicarakan Komachi disini, harusnya tidak masalah. Dia akan baik-baik saja! Oni-chan sangat mempercayaimu!

  Setelah aku berusaha meminta maaf ke Komachi di kepalaku, bisa mendengar suara orang sedang menggerutu. Ketika aku melihat asal suara itu, mulut Isshiki seperti menirukan paruh bebek dan kedua matanya hanya terbuka separuh.

  “Ada apa denganmu?”

  “Tidaaaak ada apa-apa. Aku hanya memikirkaaan sesuatu.”

  Meski aku sudah bertanya kepadanya, dia memalingkan wajahnya. Lalu dia mengatakan sesuatu.

  “Ngomong-ngomong, kita hanya pergi berempat?”

  Sekarang dia mengatakannya, aku ingat sesuatu. Karena ada 4 tiket, maka kita berempat yang pergi. Tapi, menjadi satu-satunya pria di rombongan akan terasa sangat berat…Aku melihat ke arah Hiratsuka-sensei untuk meminta pertolongannya jika aku seandainya bisa menghindari ini.

  “Tapi, karena tujuan utama kalian adalah mengumpulkan data, maka itu bukan masalah.”

  “Bukan begitu, masalahnya adalah…”

  Ketika aku hendak memprotesnya, Yukinoshita tiba-tiba mengatakan sesuatu dengan menyilangkan tangannya.

  “Aku punya passport tahunan ke Disney Land, jadi aku tidak membutuhkan tiket itu.”

  Passport satu tahun? Serius ini? Seberapa serius kamu menanggapi Disney Land…?

  Mendengarkan tentang passport tahunan milik Yukinoshita, Isshiki lalu tersenyum ceria.

  “Ah, kalau begitu, bolehkah aku memanggil satu orang lagi untuk ikut? Dengan begitu maka rombongannya akan berimbang.”

  Isshiki tersenyum. Melihat senyum seperti itu, membuatku memiliki firasat yang cukup buruk.

  “Siapa yang ingin kau undang?”

  “Itu adalah rahasia…”

  Isshiki mengacungkan jari telunjuknya sambil berkedip. Dengan sikapnya yang cukup menganggu itu, Isshiki tidak berniat untuk menjawabnya.

  Tapi itu cukup untuk membuatku bisa menebak siapa yang hendak dia undang.









*   *   *







  Hari Sabtu tiba, dan aku harus pergi sejak pagi.

  Aku pergi karena bertugas mengumpulan data di Disney Land. Butuh sekitar 20 menit untuk menuju Stasiun Maihama, tempat yang kita sepakati sebagai titik untuk berkumpul. Ini adalah waktu dimana kamu akan iri kepada warga Chiba. Orang-orang akan selalu mengatakan “Bukankah semua warga Chiba setidaknya pernah ke Disney Land?”. Sejujurnya, tidak semua warga Chiba begitu.

  Ketika memikirkan hal-hal tersebut, aku mulai melihat pemandangan Disney Land dari luar jendela kereta.

  Aku secara spontan mengatakan “…ooh”. Aku bisa melihat White Castle dan Volcano yang mengeluarkan asap. Jujur saja, meskipun kamu tidak berniat kesana atau semacamnya, kau pasti tetap akan terpukau oleh pemandangan ini.

  Setelah tiba di Stasiun Maihama, langsung terlihat beberapa orang berkostum karakter Disney di Stasiun ini ketika keluar dari kereta. Bahkan jam dinding di Stasiun ini-pun memiliki bentuk aneh seperti suatu karakter di cerita Disney. Melihat semua pemandangan ini, memang membuatmu ingin bersenang-senang di Disney Land.

  Setelah keluar dari gerbang tiket, aku bisa melihat tempat pertemuan yang disepakati. Aku mulai melihat ke sekitarku untuk mencari mereka, dan terdengar ada suara yang memanggilku.

  “Hikki, yahallo!”

  Jangan pernah memberi salam ke orang dengan cara seperti itu!

  Aku tidak perlu berpikir lama siapa yang menyapaku itu. Ketika melihat asal suara itu, aku melihat Yuigahama yang memakai topi rajutan sedang melambaikan tangannya kepadaku.

  Dia memakai mantel beige, sweater rajutan berlengan panjang, syal panjang yang melilit lehernya, dan tangannya diselimuti sarung tangan. Mungkin dia memang sedang berjuang melawan dinginnya cuaca ini. Dia juga memakai legging dengan rok mini, dan sepatu boots pendek beraksesoris bulu untuk menyeimbangkan tampilannya.

  Di sebelahnya, terlihat Yukinoshita. Dia memakai mantel putih dengan posisi kerah yang berdiri. Sarung tangan hitamnya memiliki aksesoris bulu dan syal yang menghangatkan tubuhnya. Yukinoshita memakai rok terusan yang bermotif datar dipadukan dengan celana panjang ketat. Dengan memakai sepatu boots panjang, dia tampaknya tidak akan kedinginan di sini.

  “Oh, kalian datang lebih awal.”

  Aku berjalan menuju arah mereka dan memberi salam.

  “Datang 5 menit sebelum waktu perjanjian adalah aturan standar tidak tertulis dalam komunitas sosial kita.”

  Yukinoshita mengatakannya dengan datar. Sedang Yuigahama hanya mengangguk.

  “Benar, benar, Yukinon ternyata datang lebih awal dariku. Tadi kupikir kalau akulah yang datang paling awal, tapi ternyata sudah ada Yukinon.”

  “…Aku hanya ingin menghindari keramaian saja.”

  Yukinoshita memalingkan wajahnya ketika menjawabnya. Ketika dia melakukannya, rambut hitamnya melambai-lambai karena ditiup angin.

  Yukinoshita pasti sedang bersemangat untuk datang ke Disney Land, benar tidak? Dia tidak bisa membohongiku…

  Lebih dari itu, berarti dengan begitu, baru kami bertiga yang berkumpul disini.

  “Berarti, tinggal menunggu Isshiki?”

  “Ah, kalau kamu mencari Iroha-chan, dia ada disana.”

  Ketika aku melihat ke arah yang ditunjuk Yuigahama, Isshiki baru keluar dari minimarket dekat Stasiun. Dan di belakangnya ada seseorang yang kukenal, Hayama Hayato.

  …Tapi itu sudah kuduga. Kita ini sedang membicarakan Isshiki. Dia sepertinya memintanya untuk datang dengan menangis dan bersikap manja agar dituruti.

  Jadi, tampaknya lima orang yang sudah ditunggu sudah datang semua.

  Tapi perkiraanku salah. Ada Miura muncul dari belakang Hayama. Setelah itu ada Tobe dan Ebina-san.

  Aku mengedip-ngedipkan mataku berkali-kali untuk mengkonfirmasi adegan di depanku ini nyata atau tidak.

  Yuigahama dan Yukinoshita….masuk akal.

  Isshiki dan Hayama…masuk akal.

  Miura, Tobe, dan Ebina-san…tidak masuk akal.

  Kenapa bisa begini?

  “Hei, apa-apaan ini? Kenapa mereka bisa ada disini?”

  Aku melihat ke arah mereka berdua untuk meminta penjelasan atas pemandangan yang tidak biasa ini. Ketika aku mengatakannya, Yukinoshita menggerak-gerakkan matanya ke arah Yuigahama yang sejak tadi sangat gugup.

  “U-Ummm…”

  Yuigahama meremas-remas topinya sambil menatap ke arah sekitarnya. Tampaknya topi itu menjadi pengganti rambut ala sanggulnya yang biasa dia sentuh ketika gugup.

  “Ma-maksudku, kami sebelumnya punya rencana untuk pergi keluar bersama…La-lagipula, kan aku kurang nyaman kalau hanya diriku yang menjadi teman Iroha-chan disini! Jadi aku sebenarnya terjebak di dua kubu besar, tahu tidak?”
[Note: Vol 9 chapter 1, Grup Miura berencana jalan-jalan bersama ketika Natal, tapi tidak spesifik ke Disney Land. Hanya Ebina yang mengatakan kalau dia biasa ke Disney Land bersama keluarganya ketika Natal.]

  Yuigahama mengatakannya sambil memegangi kepalanya. Setelah itu, Yukinoshita mengembuskan napas beratnya.

  Aku sendiri sebenarnya ingin komplain juga, tapi ada hal yang ingin kukatakan. Lalu aku menatap ke Yuigahama.

  “Tadi, kamu bilang mengajak mereka karena kamu kebetulan sedang keluar juga. Pastikan juga kamu memperhatikan mereka disana.”

  “Aku akan melakukannya, oke?!”

  Yukinoshita yang melihat percakapan kami, ikut berbicara.

  “Kalau begitu harusnya tidak masalah. Kurasa mereka juga tidak akan mengganggu kita.”

  “Yukinon…”

  Yuigahama tampaknya sangat senang dengan perkataan Yukinoshita.

  “Meski begitu…”

  Ketika aku mengatakannya, ada sesuatu yang mengganjal di kepalaku. Selagi ingat, aku mengatakannya saja.

  “Yuigahama…tidak perlu sengaja menemani mereka karena diminta olehku. Lupakan saja kata-kataku tadi.”

  “Ah, oke…Kupikir begitu.”

  Setelah mengatakannya, Yuigahama terlihat kecewa.

  Saat ini, kita belum cukup dewasa untuk bisa ikut campur dalam permasalahan orang lain. Oleh kareha itu kita selalu salah paham akan banyak hal.

  Yuigahama memegangi topinya seperti hendak memikirkan sesuatu. Tapi aku yakin, dia paham maksudku sebenarnya.

  “…Tapi mau bagaimana lagi, mereka sudah diundang kesini. Mari kita ambil positifnya saja, dengan bantuan mereka, mungkin saja data-data yang kita cari hari ini bisa lebih banyak.”

  Jujur, aku tidak punya harapan seperti itu ke mereka, tapi aku tetap mengatakannya. Ketika aku mengatakannya, Yuigahama terlihat ceria kembali.

  “Yeah, benar sekali…”

  Yuigahama terlihat tersenyum dengan senyum yang dipaksakan. Yukinoshita yang melirik ke arahnya juga tersenyum kecil ke Yuigahama.

  “Kalau kita hendak mengumpulkan data, mungkin ada baiknya kalau kita memutuskan dahulu akan pergi kemana saja.”

  Yuigahama terlihat senang sekali.

  “Ah, itu ide yang bagus! Jadi, kita pergi ke atraksi yang mana dulu?”

  “Mungkin yang itu…”

  Aku menunjuk ke arah Stasiun Kereta.

  “Kereta? Kamu sudah ingin pulang!?”

  Ketika kita membicarakan itu, Isshiki dan yang lainnya bertemu dengan kita.

  “Senpai, selamat pagi!”

  “Yeah.”

  Aku membalas sapaan Isshiki. Di sebelahnya, Hayama mencoba berbicara kepadaku dengan senyum khasnya.

  “…Hei.”

  “Yo…”

  Kata-kata kami memang singkat. Tapi tatapan kami sudah lebih dari cukup untuk mengatakannya. Aku penasaran dengan apa yang tersembunyi dibalik senyumnya tadi, aku merasa Hayama hendak membaca sesuatu dariku.

  Ketika memikirkannya, bulu kudukku berdiri.

  Huh!? Apa ini semacam diperhatikan secara intens oleh orang yang bernafsu membunuhku? Tidak, ini tatapan intens Homo! Mencari orang yang dicurigai, akhirnya aku melihat ke samping dan Ebina-san sudah tersenyum dengan ala Fujoshi. Ketika kedua mata kami bertemu, dia langsung merubah senyumnya dan ekspresinya berubah menjadi ceria.

  “Halo halo!”

  “Huuuuh? Hikio ada disini juga?”

  Dari belakang Ebina-san, ada Miura yang menunjukkan wajahnya seolah-olah hendak mengintip saja dari balik Ebina. Disana juga ada Tobe yang tertawa mendengarnya.

  “Nah, nah, Yumiko, memanggilnya Hikio itu terlalu kebangetan! Nama dia itu Hikitani.”

  Kalian berdua salah!

  “Karena semuanya ada disini, ayo kita pergi?”

  Setelah Isshiki melihat ke arah kami semua, kami akhirnya mulai berjalan.

  Kami berbaris di antrian pintu masuk, menyerahkan tiket dan menggantinya dengan passport, lalu masuk lewat gerbang.

  Ketika kita sudah masuk ke sebuah tempat bernama plaza atau semacamnya, aku kehilangan kata-kata.

  Ketika aku mengintip dari arah gerbang masuk, aku bisa melihat sebuah pohon Natal raksasa. Lalu ada gedung-gedung ala jaman Koboi berdiri di sepanjang jalan dengan latar utama White Wall Castle.

  Tapi sayangnya, kami punya tugas untuk mengumpulkan data, jadi aku ambil kamera digitalku dan mulai mengambil gambar.

  Di saat yang bersamaan, para gadis tampak antusias sedang berbaris untuk mengantri mendapatkan giliran difoto dengan latar pohon Natal raksasa tersebut. Yukinoshita yang berada di samping Yuigahama tampak tidak terbiasa dengan posisi yang berada diantara orang-orang. Tampaknya dia memang tidak biasa berada dalam keramaian. Tentunya, karena Hayama juga ikut mengantri di belakang mereka, Tobe dan aku tidak punya opsi lain selain ikut mengantri juga.

  Dan disana, Tobe ternyata bersuara lebih nyaring daripada para gadis. Dia berbaris di belakang para gadis, melihat ke arah pohon, dan berteriak.

  “Uooooh! Pohonnya luar biasa! Aku sangat antusias!”

  Hayama hanya tersenyum kecut saja melihat sikap Tobe yang seperti itu.

  Tidak lama kemudian, tiba saatnya bagi rombongan kita mendapat giliran untuk mengambil gambar. Tampaknya ada staff Disney Land yang membantu untuk mengambilkan gambar, pekerjaanku sudah diambil alih olehnya.

  Setelah kami semua selesai dipotret, kami mengambil foto dengan formasi yang berbeda. Ada foto yang Cuma berisi para gadis, Hayama saja, Miura saja, Isshiki saja, lalu Yukinoshita dan Yuigahama.

  Akhirnya, mereka selesai mengambil gambar. Yuigahama lalu mendekatiku dengan HP di tangannya.

  “Hikki, terima kasih sudah menunggu.”

  Di sebelahnya, ada Yukinoshita yang mengeluhkan sesuatu. Tampaknya mengambil foto merupakan kegiatan yang melelahkan baginya. Apakah benar begitu? Apakah jiwanya juga disedot ke foto?
[Note: Ada tahayul di Jepun kalau dirimu diambil fotonya, sebenarnya ada sebagian jiwa kamu juga yang tersedot masuk ke foto itu.]

  Dia menarik tangan Yukinoshita untuk mendekat. Setelah itu, dia menarik syalku. Ketika dia menarik tiba-tiba syalku, aku terdorong maju. Wajah Yuigahama cukup dekat. Dan di sebelahnya lagi adalah Yukinoshita dengan wajahnya yang terkejut.

  Lalu, terdengar suara beberapa lensa kamera berbunyi. Satu dari HP Yuigahama, dan satunya lagi dari Ebina-san yang berdiri cukup jauh dari kami.



  “Yuiii, aku ambil gambarnya.”

  “Ah, terima kasiiiih!”

  Ketika Yuigahama melihat ke kamera Ebina-san, dia sepertinya mengecek hasil gambar barusan.

  “…Yuigahama-san.”

  “Jangan ambil foto dengan cara seperti tadi lagi…”

  Baik Yukinoshita dan diriku saling menambahkan kata-kata kami. Alis Yukinoshita naik dan terlihat sedih. Tapi, Yuigahama berbicara dengan ekspresi yang datar.

  “Maksudku, kalau aku meminta kepada kalian, maka kalian berdua kemungkinan besar tidak mau.”

  “Tidak, tidak juga.”

  Setidaknya, memberitahu dahulu memang lebih baik. Aku sudah menyiapkan mentalku, sehingga fotonya terlihat lebih baik. Punya wajah yang terlihat merah di foto, sangat menggangguku.

  “…Meski begitu, itu bukanlah alasan yang bagus untuk bisa mengambil gambar orang seenaknya.”

  Yukinoshita mengatakan keberatannya. Yuigahama akhirnya merasa bersalah.

  “Ma-maafkan aku. Lain kali aku akan bertanya dahulu.”

  “…Tidak akan ada lain kali.”

  Meski mengatakan keberatannya, Yukinoshita mengatakannya dengan tersenyum. Yukinoshita kemudian melanjutkan jalannya.

  “Ma-maafkan aku! Yukinon, tunggu akuuuu!”

  Yuigahama mengejar Yukinoshita dengan panik. Langkah Yukinoshita semakin lambat dan akhirnya mereka berdua berjalan berdampingan.

  Aku melihat mereka sambil berjalan dengan jarak sekitar dua langkah di belakang mereka.

  Aku merasa kalau jarak diantara mereka berdua sudah kembali seperti biasanya.








*   *   *








  Space Universal Mountain. Kita sebut saja Space Mountain.

  Kami sedang mengantre untuk masuk atraksi Space Mountain, atraksi kereta terpopuler disini.

  Yukinoshita menyilangkan lengannya dan  melihat ke samping arah antrian.

  “Ini tidak membantu banyak dalam referensi kita, kupikir kita tidak merasakan suasana Natal disini, benar tidak…?”

  Seperti yang kau harapkan dari Yukinoshita, sang pekerja keras, yang mengingatkan alasan kita pergi kesini.

  Tapi disampingnya, Yuigahama tampaknya tidak ambil pusing terhadap masalah itu dan dia menunjuk ke arah samping.

  “Ah, lihat, di atraksi sebelah sana ada beberapa ornamen Natal…Bisakah kita nanti mencoba atraksi itu?”

  “Itu terlihat seperti ornamen yang biasa kamu lihat di mana saja, benar tidak?”

  Memang benar, Yuigahama menunjuk ke arah ornamen yang bisa kita lihat di setiap sudut Disney Land. Tapi memang janggal jika hanya karena kita bisa melihat ornamen seperti itu, menjadikan alasan yang logis untuk antri di atraksi itu.

  Tidak, Hiratsuka-sensei juga mengatakan kalau kegiatan ini juga untuk relaksasi, berarti antrean ini tidak bisa kita katakan ide yang buruk atau semacamnya…

  Yuigahama melihat ke arah Yukinoshita dengan tatapan mata ‘anak anjing’ dan akhirnya Yukinoshita menyerah.

  “…Baiklah, hanya untuk kali ini saja.”

  Setelah itu, Isshiki yang antre di depan kita membalikkan badannya.

  “Well, atraksi apapun itu, kupikir kita hanya bisa mencobanya sekali, jadi kenapa tidak?”

  “Eh, benarkah?”

  “Ya, kalau melihat waktu, kupikir kita punya cukup waktu untuk mencoba beberapa atraksi yang berbeda.”

  Aah, jadi itu yang dia inginkan. Dia cukup meyakinkanku.

  Jadi, rute kegiatan kita hari ini sudah diperhitungkan dengan matang oleh Isshiki.

  Setelah kegiatan pemotretan tadi, kami tiba di atraksi Raja Bajak Laut Karibia. Dari sana, kita lalu pergi ke atraksi Gunung Petir Hitam, dan akhirnya kami tiba di atraksi Tomorrow Never. Setelah itu, tampaknya kita harus memilih dengan baik atraksi selanjutnya karena rute jalannya mulai bercabang.

  Sering, orang dari Chiba berpikir terlalu banyak tentang apa atraksi Disney Land yang akan mereka datangi. Mereka memilih rute yang paling efisien. Tidak hanya mengandalkan pengalaman mereka disini, tapi itu adalah pola pikir masyarakat Chiba yang menyukai efisiensi.

  Karena Yukinoshita menyerah, kami akhirnya ikut mengantre di Space Mountain.

  Hayama dan yang lainnya sudah mengantre lebih dulu di depan, sedang Yukinoshita dan Yuigahama di belakang. Atraksi di Space Mountain didesain untuk 2 penumpang per kereta. Jadi, secara tidak langsung kami harus berpasangan.

  “Yukinon, kita naik bersama yuk!”

  “Y-Ya…Apa ini memang berguna bagi referensi kita?”

  Tampaknya Yukinoshita dan Yuigahama sudah memutuskan untuk naik bersama.

  Hmm, aku tidak begitu yakin kalau mereka sudah kembali seperti biasanya, tapi hubungan mereka tampaknya sedikit renggang.

  Di saat yang bersamaan, di depanku ada adegan yang bisa kaukatakan menggambarkan neraka seperti apa.

  Antrean ini harusnya diisi per dua orang, tapi disana ada spot yang diisi tiga orang.

  Itu adalah Hayama, dengan sebelah kiri ada Miura, dan sebelah kanannya ada Isshiki. Keduanya sedang berusaha merebut perhatian Hayama sambil menatap tajam ke arah saingan masing-masing.

  Karena aku di belakang mereka, aku tidak bisa melihat ekspresi Hayama, tapi aku yakin dia meladeni mereka dengan senyum yang dipaksakan.

  Miura yang mencoba dekat dengan Hayama terlihat normal disini, mungkin ini efek Disney Land.

  Tapi, tepat dibelakang mereka ada seorang pria yang menggerutu.

  “Apa yang harus kulakukan…Apa yang harus kulakukan?”

  Tobe tampaknya sedang kebingungan. Dia lalu muncul dari belakang Hayama sambil bersandar ke bahunya.

  “Haaayato-kun! Ayo kita naik bersama!”

  Ketika dia secara enerjik ikut campur dalam situasi itu, Miura dan Isshiki menatap Tobe dengan tajam.

  “Tobe, jaga omonganmu…”

  “Tobe-senpai, kamu mengganggu!”

  Alis Miura terlihat bersatu dan menunjukkan wajah penuh emosi, sedang Isshiki pura-pura tersenyum dengan ekspresi yang sadis.

  Uwaah, tempat ini akan menjadi beku dalam beberapa detik lagi…Melihat mereka saja sudah membuatku merinding.

  “Eh, tahulah, atraksi ini agak menakutkanku? Serius nih, Space Mountain sangat menakutkan, serius niiiiih, aku memohon kepadamu!”

  “Ha?”

  Aku hanya ingin mengatakan “Ide berpasangan yang bagus!”. Tapi, tampaknya Hayama sudah turun tangan menyelamatkan dirinya.

  “Oh, tidak masalah bagiku. Tobe, ayo kita naik bersama-sama!”

  “Hayato-kuuun…”

  Aku tampaknya mendengar sekilas “Oh penyelamatku” dari Tobe yang memeluknya dari belakang.

  Kalau kau memperhatikan baik-baik, kamu akan melihat Hayama adalah pria yang baik. Tapi jika melihat seluruh situasinya, sebenarnya yang terjadi bukan seperti itu. Orang yang sudah dibantu adalah Hayama, untuk keluar dari situasi Isshiki dan Miura.

  Tobe, dia adalah pria yang baik...Jika adegan ini difilmkan, dia akan disukai penonton sebagai pria yang baik.

  Ketika aku melihatnya dengan kagum, Ebina-san muncul disampingku dan melihat adegan itu. Lalu, dia tersenyum.



  “Tobecchi tampaknya sangat takut naik atraksi ini.”

  Meskipun dia tidak mengatakan kalau itu bukan masalahnya, kata-kata itu tampaknya menunjukkan kalau dirinya sudah ‘move on’ dari kejadian itu. Apakah dia masih Ebina-san yang sama ketika Darmawisata? Apakah dia masih memiliki perasaan itu pada saat ini?
[Note: Buat yang belum tahu, Darmawisata kemarin Tobe hendak menembak Ebina. Tapi Ebina membuat request pribadi ke Hachiman untuk mencegahnya. Akhirnya Hachiman pura-pura menembak Ebina di depan Tobe dan ditolak. Tapi, kejadian yang terpenting hadir setelahnya. Di atap Stasiun Kyoto Ebina menembak Hachiman. ]

  Aku ingin meyakinkan hal itu terlebih dahulu dengan menanyakan dia sebuah pertanyaan.

  “Kupikir begitu…Kenapa kamu tidak menolongnya dengan mengajaknya naik kereta bersamamu?”

  Ebina-san khawatir untuk sejenak, lalu dia menatap ke arah kakinya.

  Tapi, tidak lama kemudian dia menegakkan kepalanya, dan kacamatanya bersinar cerah.

  “Fufufu, ini adalah adegan dimana Hikitani-kun harusnya membantu Tobecchi, benar? Aah, jika kau melakukannya segera, aku mungkin masih punya waktu untuk membuat Manga Homo untuk Comiket Musim Dingin!”

  “Tolong ampuni aku…”

  “Itu karena Hikitani-kun mengatakan hal yang aneh.”

  Kata-katanya cukup dingin. Bahkan setelah aku melihat wajahnya, aku tidak bisa melihat matanya karena dihalangi lensa kacamata.

  “Hikitani-kun, bukankah kau seharusnya mengkhawatirkan yang lain selain kami?”

  “....”

  Aku bahkan tidak perlu bertanya apa maksudnya. Aku berdiri disana, diam tanpa menjawabnya. Setelah itu, Ebina-san tampaknya bisa membaca perasaanku dan menyelipkan humor.

  “Seperti Hayato-kun, misalnya!”

  “Tidak, tidak.”

  Aku menjawabnya begitu saja, meski dia mengatakannya dengan penuh tawa. Lalu dia berhenti tersenyum dan mengatakan dengan pelan.

  “...Soal waktu itu, aku minta maaf.”

    “Ha?”

  Ketika aku hendak menanyakan maksudnya, dia lalu menjawabnya dengan suara yang sangat pelan sehingga tidak bisa didengar oleh orang di belakangku.

  “Apakah itu karena kejadian waktu itu, sehingga hubungan kalian bertiga tampak renggang?”

  “...Itu tidak ada hubungannya dengan kejadian itu.”

  Darmawisata itu hanyalah satu dari sekian banyak kejadian yang memicu situasi itu. Itu bukanlah salah Ebina-san, itu adalah murni keputusanku.

  “Oh, syukurlah kalau begitu.”

  “Tampaknya perasaan bersalah akan kejadian itu menghantuimu belakangan ini?”

  “...Uh huh, terima kasih kalau begitu.”

  Ebina-san membetulkan posisi kacamatanya dengan jarinya. Tampaknya memang tidak hendak jatuh, tapi dia seperti hendak membetulkan sesuatu.

  Setelah itu, kami tidak membicarakan sesuatu lagi dan berbaris bersama dengan suasana sunyi.

  Kadangkala, orang tidak ingin mendengarkan sebuah kebenaran.

  Itu adalah pelajaran berharga yang kudapat dari requestnya.

  Dan meskipun kaupikir kau sudah tahu semuanya, kamu tetap akan bertanya lagi tentang hal itu untuk memastikannya. Aku baru saja mendapatkan pelajaran itu.

  Pastinya, Ebina Hina mungkin baru saja berbohong.








*   *   *








  Ketika kami keluar dari Space Mountain, aku seperti kehilangan keseimbanganku. Aku tidak merasakan apapun ketika kami bergerak dengan kecepatan tinggi, tapi badanku serasa tidak seimbang dan terganggu gravitasi.

  Tentunya, aku bukanlah satu-satunya orang yang merasa begitu. Dan diantaranya, adalah Isshiki yang seperti hendak ‘uweeeaak...” seperti hendak muntah saja.

  Seseorang memegangi tangan Isshiki.

  “Te-terima kasih banyak...”

  Isshiki tersenyum dan membalasnya dengan terima kasih, dan orang tersebut serasa kecewa melihatnya.

  “Serius ini, kamu baik-baik saja?”

  “Ah, ternyata Miura-senpai...?”

  Senyum Isshiki mendadak hilang. Setelah itu, Miura memberinya botol air dengan panik.

  “Eh, wajahmu berwarna kebiruan! Kamu mau air?”

  “Aku akan...baik-baik saja, tapi...terima kasih banyak...”

  Isshiki berterima kasih dan meminum air di botol tersebut.

  ...Miura adalah gadis yang baik.

  Meski sebenarnya Isshiki berharap Hayama yang akan memperhatikannya...Tapi di depan Miura yang memiliki sifat keibuan yang kuat, kurasa itu tidak akan bekerja...

  Miura berjalan memegangi Isshiki, dan kamipun mulai berjalan kembali.

  Atraksi Space Mountain adalah atraksi populer, sehingga sangat disesaki orang. Dan orang yang tidak terbiasa dengan keramaian sedang berjuang untuk berjalan, Yuigahama yang melihatnya lalu bertanya kepadanya.

  “Yukinon, kamu baik-baik saja?”

  “Aku baik-baik saja...Hanya saja suasana yang penuh orang membuatku kurang nyaman...”

  Apa maksudnya dengan ‘baik-baik saja’...? Aku cukup paham apa yang dia rasakan. Aku juga merasa lelah dengan keramaian yang seperti ini.

  Meski aku sangat khawatir apakah dia akan baik-baik saja atau tidak, Yukinoshita tiba-tiba merasa bersemangat ketika kita menuju atraksi selanjutnya.

  Ah, aku tahu! Atraksi selanjutnya adalah “Pan-san’s Bamboo Fight”!

  Atraksi ini yang dikatakan oleh Yukinoshita tidak ada hubungannya dengan Natal. Anehnya, dia tidak komplain sedikitpun dan langsung mengantre begitu saja.

  Antreannya memang agak panjang, tapi aku punya teknik special ‘menatap sudut kosong dan berpikir’, maka menunggu bukanlah masalah bagiku.

  Setelah itu, kami berhasil masuk ke atraksinya.

  “Oke, jadi kita harus bagaimana?”

  Ketika Yuigahama mengatakannya, Isshiki dan Miura sudah bersiap memegangi Hayama. Meskipun Isshiki berhutang kepadanya, tampaknya dia belum mau menyerah. Tobe juga menyiapkan dirinya sendiri.

  Tapi tidak ada gunanya mengkhawatirkan Tobe.

  Jika melihat bentuk keretanya, tampaknya ini cukup untuk membawa 3-4 orang penumpang.

  Jika begitu, maka 3 orang pertama yang naik pastinya Hayama, Miura, dan Isshiki. Setelah mereka bertiga naik, kereta selanjutnya akan segera tiba.

  Yukinoshita memanggil Yuigahama.

  “Ayo kita pergi.”

  “Oke.”

  Ketika dia menjawabnya, Yuigahama lalu berdiri di samping Yukinoshita.

  Oh, benar juga. Yukinoshita memang seharian berada dekat Yuigahama. Jadi normal-normal saja mereka berdua naik kereta ini.

  Eh, TUNGGU DULU! Ini artinya aku akan satu kereta dengan Tobe dan Ebina-san jika aku membiarkan Yukinoshita dan Yuigahama naik berdua saja. Tolong aku...ini akan sangat aneh. Meskipun kejadian dulu itu hanya pura-pura menembaknya, tapi di mata Tobe, kereta kami akan berisi pria yang menembak cewek incarannya, dan cewek yang diincarnya. Siaaal! Aku malah berpikir “Apakah aku boleh naik kereta ini sendirian? Tolong katakan padaku, Yukipedia-san”. Yukinoshita ternyata sudah naik ke keretanya.

  Yuigahama mengikutinya dan hendak duduk. Tapi dia membalikkan badannya, dan menarik lenganku.

  “Hi-Hikki, cepatlah!”

  “Eh, tunggu, aku akan pergi dengan Tobe dan...”

  Kampret! Aku bahkan tidak berminat untuk satu kereta dengan Tobe, tapi itu keluar begitu saja dari mulutku.

  “Sudahlah. Cepat naik! Ada banyak orang mengantri di belakangmu!”

  Tampaknya aku sudah tidak ada pilihan lain kecuali naik ke kereta itu. Pintu ditutup dan gadis yang menjaga atraksi tersebut melambaikan tangannya sambil melihat kita pergi dengan ucapan “Selamat datang di Dunia Bamboo Fight.”

  Kereta mulai berjalan maju dan kegelapan mulai mengisi perjalanan ini. Cahaya berwarna merah dan orange mulai bermunculan. Dan sekilas cahaya itu menerangi wajah Yuigahama yang memerah. Dia tampaknya sedang fokus melihat atraksi tersebut. Tampaknya, posisi duduk seperti ini juga membuatku ikut bersikap malu-malu.

  Posisi duduk kami adalah Yukinoshita, Yuigahama, dan diriku. Aku dari tadi berusaha menciptakan jarak dan duduk agak ke pojok, dan Yuigahama juga berusaha menjaga jarak denganku. Karena itu, Yukinoshita merasa posisi duduknya ditekan dan menyempit.

  “...Tolong, aku agak sesak disini.”

  Yukinoshita mengatakannya.

  “Ah, maaf.”

  Yuigahama lalu mencoba bergerak ke sisiku. Aku mencoba geser ke pinggir lagi, sehingga jarak kami tidak begitu berbeda dengan tadi.

  Dan akhirnya kita tiba di sebuah layar yang sangat lebar.

  Di layar itu ada Pan-san berlarian kesana-kemari. Lalu ada boneka-boneka Pan-san berterbangan kesana-kemari.



  Gerakan kereta kami mengikuti gerakan Pan-san.

  “Ooh, ini ternyata sangat menakjubkan...”

  “Tolong tetap diam.”

  Ketika aku berkomentar tentang bagaimana aku mengagumi atraksi ini, Yukinoshita memotongku.

  Kalau berbisik boleh tidak...? Serius ini, kamu jangan serius-serius amat!

  Meski begitu, aku duduk dan melihat saja dengan diam. Gerakan kereta yang bergerak kesana-kemari membuat lengan dan siku kami bersentuhan. Tahu tidak, ini sudah tidak menyehatkan kondisi jantungku!

  Separuh atraksi sudah dilalui, tapi tidak ada satupun atraksi yang benar-benar berkesan dan teringat di kepalaku.









*   *   *









  Setelah keluar dari “Pan-san’s Bamboo Fight”, ada toko cinderamata tentang Pan-san yang mudah terlihat oleh mata.

  Hayama dan yang lainnya ternyata menunggu di depan toko tersebut. Mengikuti dari belakang kita, adalah Ebina-san dan Tobe.

  “Pan-san memang menjadi bintang acara hari ini!”

  Tobe mengatakannya dengan tersenyum, mungkin karena dia punya kesempatan untuk berduaan dengan Ebina-san. Tapi, ada satu orang lagi yang terlihat memiliki senyum yang lebih lebar darinya.

  Itu adalah Yukinoshita.

  Dia tampaknya sangat puas. Dia pastinya sedang terpuaskan atas sesuatu yang sudah lama dia tunggu...

  “Hei, Hikki. Ada toko Pan-san di sebelah sana!”

  Yuigahama menepuk punggungku dan bertanya. Aku menatap ke arah toko Pan-san tanpa menoleh ke arahnya.

  “Hmm, sebentar...”

  Karena aku sudah mengatakan hal itu ke Yukinoshita, jadi aku setidaknya harus mencari hadiah untuk Komachi disini.

  “Maaf, aku akan mampir ke toko ini dulu untuk berbelanja sesuatu.”

  Aku mengatakannya ke Hayama dan yang lainnya, sedang Isshiki tampak penuh tanda tanya.

  “Eh, Senpai, apa kamu ingin membeli sesuatu disini?”

  “...Aku mencari hadiah untuk kuberikan ke adik perempuanku.”

  Kenapa kau membuat ekspresi kecewa seperti itu, Irohasu...? Kamu tidak perlu mengatakannya dua kali! Aku tahu kalau Pan-san memang tidak cocok jika terlihat bersamaku.

  “Begitu ya. Lalu, kita sementara itu mau kemana?”

  Hayama bertanya ke yang lainnya. Ketika dia melakukannya, Miura lalu melihat toko Pan-san tersebut.

  “Aku enggak ikut deh.”

  Ebina-san tampaknya penasaran dan hendak menanyakan sesuatu.

  “Kamu yakin, Yumiko?”

  “Maksudku, bukankah Pan-san terlihat kurang manis? Kupikir Sassy Cat Marie-chan lebih imut darinya.”

  Sassy Cat Marie adalah salah satu karakter populer juga di Disney Land. Dia seperti kucing yang berwarna pink.

  Baginya yang sengaja mengatakan menyukai karakter yang terlihat Girly daripada Pan-san, ‘nona betul sekali’ tampaknya cukup naif! Tapi, bisa jadi dia hanya menyukai warnanya saja yang pink. Akupun, juga menyukai warna pink.

  Tapi, di sebelahku ada seseorang yang memancarkan aura dingin. Tanpa perlu kulihat siapa itu, itu pasti Yukinoshita. Matanya yang dingin sedang menatap ke Miura. Ini buruk sekali, Yukinoshita akan marah! Kalau begini, yang bisa kulihat adalah ‘Nona Betul Sekali’ akan menangis karena kalah debat dalam kurang dari 30 menit.
[Note: Ini mengacu ke vol 4 chapter 5 dimana Yukino mengatakan hanya berdebat dengannya kurang dari 30 menit, Miura sudah menangis di kabinnya.]

  “Ini akan berakhir dengan buruk...” seperti yang kupikirkan. Tapi Isshiki berjalan mendekati boneka Pan-san yang dipajang di depan toko, dan memegangnya.

  “Ah benarkah begitu?  Kurasa ini terlihat imut juga. Benar tidak, Hayama-senpai?”

  Yang ditanya adalah Hayama, tapi yang mengangguk dengan menutup kedua matanya adalah Yukinoshita. Tapi, kupikir yang ingin dia tunjukkan adalah ‘manis’ dirinya, bukan ‘imut’ Pan-sannya.

  Tapi setidaknya aku harus berterima kasih kepada Isshiki, Yukinoshita tampaknya sangat lega. Aura dinginnya menghilang begitu saja.

  “Kalau begitu, bagaimana kalau begini...Yang tidak mau beli sesuatu di toko ini, maka kita antre membelikan makan siang. Itu lebih baik daripada menunggu disini, kulihat ramai sekali disana.”

  Sangat mengganggu melihat Tobe mengatakan itu sambil menjentikkan kedua jarinya. Tapi, usulannya adalah hal yang bagus. Dia memang orang yang baik. Tapi, dia tetap mengganggu.

  Oleh karena itu, ide mereka yang bersedia mengantre sekalian membelikan kita makan siang membuatku sedikit lega. Agar lebih lega, aku memastikannya sekali lagi.

  “...Kamu tidak masalah dengan itu?”

  “Aah, tidak masalah. Hikitani-kun, kamu kan lagi banyak tugas, benar? Seperti memilihkan hadiah untuk adik perempuanmu? Santai saja, pilih saja yang bagus!”

  “Maaf ya.”

  Aku menundukkan kepalaku dan Tobe melambaikan tangannya dengan mengatakan ‘jangan khawatir’.

  “Tidak masalah, tidak masalah. Hayato-kuuun, ayo pergi!”

  “Yeah.”

  Hayama menjawabnya sambil berjalan menemani Tobe. Jika Hayama pergi, maka Miura dan Isshiki juga. Dan Ebina-san yang memang tidak tertarik dengan Pan-san mengikuti mereka dengan berkata “Oke, ketemu lagi nanti!”

  Yukinoshita, Yuigahama, dan diriku adalah orang yang tersisa dan mulai masuk ke toko Pan-san.

  “Kalau begitu, ayo kita pilih hadiah untuk Komachi-san?”

  “Yeah. Itu akan sangat membantuku. Tolong beritahu aku jika ada sesuatu yang kau rekomendasikan.”

  “Ya. Aku akan cari dulu.”

  Ketika dia mengatakannya, Yukinoshita langsung pergi begitu saja menjelajahi berbagai rak seperti sudah sangat familiar. Dia tampaknya berharap bisa diandalkan dalam hal ini, tapi sejujurnya, dia tidak perlu sampai seperti itu hanya untuk membantuku...Tapi, mau bagaimana lagi, aku sudah memintanya dan dia menyetujuinya.

  Tapi menyerahkan semuanya ke Yukinoshita akan membuatku terlihat konyol jika tidak mencoba mencari Pan-san juga. Pertama-tama, aku memeriksa rak Pan-san di sebelah sini, Yuigahama yang melihatku sedang memperhatikan Pan-san dengan baju Santa berkata.

  “Aku akan membantumu juga.”

  “Maaf. Sejujurnya, aku juga tidak yakin bisa memilihkan sesuatu untuk orang lain berdasarkan seleraku.”

  “Kalau untuk Komachi-chan, kupikir apapun pilihanmu dia pasti akan suka.”

  “Tidak, kami agak berbeda. Dia adalah tipe gadis yang akan mengatakan apa yang dia suka dan tidak dia suka dengan terang-terangan.”

  “Begitu ya. Kalau begitu kita beri yang terbaik!”

  Setelah itu, mata Yuigahama mulai melirik ke arah mainan, selimut, gantungan kunci, dan yang lain. Hmm, tampaknya sangat banyak sekali aksesoris Pan-san disini...? Bahkan variasi boneka dan mainannya pun banyak.

  “Hadiah untuk Komachi-chan, huh? Apa kau pernah bertanya kepadanya apa yang dia mau?”

  Yuigahama bertanya begitu sambil melihat ke arah boneka Pan-san.

  “Aku pernah mendengar dia mengatakannya, tapi hal-hal semacam kartu ucapan selamat disertai amplop uang...”

  “Ah, aaah...Ahaha...”

  Yuigahama tampaknya terkejut. Ini adalah reaksi dari mendengar tentang amplop uang. Kurasa aku sudah tepat tidak memberitahunya tentang keinginan Komachi selanjutnya yang menginginkanku membelikannya rumah...

  Yuigahama mengambil boneka yang menarik perhatiannya. Dengan boneka itu, dia bisa memasukkan tangannya dan menggerakkan mulut boneka tersebut, dia lalu mengatakan “ey!” sambil menggigit tanganku, dan itu sangat menggangguku. Eey, itu sangat mengganggu, sangat imut, dan memalukan sehingga aku tidak nyaman! Ini sangat memalukan, jadi tolong hentikan!

  Aku melepaskan tanganku dari gigitan boneka Pan-san itu, Yuigahama lalu berkata dengan suara yang aneh.

  “...Apa yang sebenarnya Hikki-kun inginkan untuk Natal yaaa?”

  Dia tampaknya berusaha menirukan Pan-san. Dia bahkan tidak mirip sama sekali, serius ini. Lagipula, apa-apaan Hikki-kun? Aku sangat terganggu dengan itu sehingga menjawabnya dengan setengah tersenyum.

  “Tidak, aku...”

  Ketika aku hendak mengatakannya, kejadian tempo hari tiba-tiba muncul di kepalaku. Oleh karena itu, aku menghentikan kata-kataku.

  Yuigahama memiringkan kepalanya untuk berpikir tentang kesunyian yang tiba-tiba ini dan melihat ke arahku. Ketika kedua mata kami bertemu, dia menyadari sesuatu dan menaikkan suaranya.

  “...Ah.”

  Wajah Yuigahama tiba-tiba mendadak memerah.

  Dia tampaknya mengingat hal yang sama. Kata-kata yang kukatakan waktu itu.

  Aku mencoba mencairkannya dan menatap ke arah lain untuk menghilangkan rasa malu ini.

  “Aku tidak begitu...”

  “Be-begitu ya...”

  Yuigahama lalu pergi menaruh kembali boneka tersebut.

  Kami berdua mencari-cari di rak tanpa mengatakan sesuatu. Tanpa kami sadari, pengunjung toko ini mulai membludak. Tampaknya ada rombongan wisatawan. Melihat hal tersebut, Yuigahama berkata.

  “Tampaknya sangat ramai sekali, ya?”

  “Well, ini kan hari Sabtu. Lagipula tidak akan ada yang terkejut karena ini sudah dekat dengan Natal. Mungkin kalau diajak kesini lagi akupun akan mempertimbangkannya ulang...”

  Aku melihat ke arah toko yang mulai dipadati orang. Seperti yang kau duga, dimana-mana kau bisa melihat rombongan orang, lagipula ini sudah dekat dengan Natal. Melihat orang-orang ini saja sudah membuatku lelah.

  “Tapi, aku ingin...datang lagi.”

  Ketika aku menoleh ke asal suara itu, Yuigahama sedang memegangi boneka yang besar.

  “Kamu kan bisa pergi kemanapun kau inginkan, bukan? Lagipula tempat ini tidak terlalu jauh dari rumahmu.”

  “Bukan itu maksudku...”

  Yuigahama menatap ke arahku seperti hendak memberitahuku tentang sesuatu. Aku teringat akan janjiku yang kubuat waktu Festival Budaya lalu. Festival Olahraga, Darmawisata, dan hingga pemilihan Ketua OSIS sudah berlalu, tampaknya janji itu belum bisa kupenuhi.
[Note: Vol 6 chapter 7, Hachiman diberi kue panggang madu dan bersikeras harus membalas budi. Akhirnya Yui meminta Hachiman mengajaknya kencan sebagai balas budi. Hachiman mengatakannya akan memikirkannya dahulu.]

  Tapi butuh seberapa banyak langkah yang diperlukan untuk melangkahi garisku?

  Aku memegang kepala boneka besar yang Yuigahama tunjukkan itu, sambil berbicara.

  “...Well, Disney Land di musim ini cukup ramai, tapi tampaknya tidak dengan yang disebelahnya.”
[Note: Satu stasiun lagi setelah Disney Land, ada Akuarium Raksasa dan Giant Ferris Wheel. Di musim dingin, pengunjung di tempat tersebut tidak sebanyak Disney Land.]

  “Eh?”

  Yuigahama memiringkan kepalanya dan melihat ke arahku.

  “Disney Land tidak masalah, selama tidak ramai.”

  Mungkin dengan dikatakan seperti itu, akan memudahkan baginya untuk memahami itu.

  Meski begitu, Yuigahama menjawabnya dengan suara yang kecil.

  “...Disana, mungkin, agak sedikit sepi.”

  “...Begitu ya.”

  “Uh huh...”

  Yuigahama melihat ke bawah dan mengangguk.

  Setelah melirik sebentar ke arahnya, aku pura-pura memukul kepala boneka besar itu dan pergi ke rak sebelahnya.

  “...Yah, kalau sempat.”

  “Yeah, kalau sempat saja.”

  Dia membalasnya dengan tersenyum dan mengikutiku dari belakang.

  “Well, kita akan memilih yang mana?”

  Aku mengatakannya untuk merubah topik. Dengan begini, topik tadi selesai. Aku akan memenuhi janjiku lain kali. Setelah itu, Yuigahama memanggilku dengan suara yang enerjik.

  “Ah, Hikki, bagaimana dengan ini?”

  Ketika aku membalikkan badanku, Yuigahama memakai bandana dengan hiasan telinga anjing. Tampaknya itu adalah aksesoris untuk karakter anjing yang muncul di cerita Pan-san.

  Dia menatap ke arah cermin dan berkata “waah” tanpa mempedulikan apa aku akan menjawab bagaimana.

  “Ah, yang ini mungkin cocok dengan Yukinon. Yukinooon.”

  Ketika dipanggil, Yukinoshita muncul dengan kedua tangannya penuh Pan-san.

  “Yang mana yang disukai Komachi, ya?”

  Yukinoshita melihat penasaran ke arah boneka Pan-san yang ada di tangannya. Umm...kamu jangan terlalu serius ya, oke?

  Yuigahama yang menyembunyikan bandana di balik tangannya berdiri di depan Yukinoshita.

  “Hei Yukinon!”

  “Ada apa?”

  Yuigahama langsung menaruh bandana tersebut di kepala Yukinoshita. Bandana dengan telinga kucing tersebut tampaknya berasal dari salah satu karakter di Pan-san. Dia hanya terdiam saja melihat sikap Yuigahama tersebut.

  Lalu, Yuigahama berdiri di samping Yukinoshita.

  “Hikki, tolong potret kami!”

  “Eh, aah.”




  Kita tidak harus membeli itu semua, benar tidak? Well, kupikir ini seperti mencoba baju di swalayan atau semacamnya. Meski begitu, aku mempersiapkan kameraku dan mengambil gambarnya.







x Chapter VII | END x
Menuju Chapter VIII






  Kekhawatiran Yukino tentang Iroha di pertemuannya dengan Hachiman, Mall Marinpia, Vol 9 chapter 5, terbukti. Iroha memang terlihat terlalu nyaman dengan Hachiman. Setidaknya, adegan memberikan plastik belanjaan membuktikannya.

  ...

  Ini menjawab pernyataan Kaori di vol 9 chapter 3 tentang gadis yang Kaori duga sebagai pacar Hachiman.

  Perang dingin terjadi antara Kaori dan Yukino di ruang rapat ini.

  Kemungkinan besar, Haruno memberitahu Yukino kalau gadis berambut keriting yang bersama Hachiman dan Hayama di kafe tempo hari, adalah gadis yang pernah Hachiman tembak di SMP-nya. 

  Dalam vol 5 chapter 8, Yukino sendiri mengakui kalau Haruno yang memberitahunya soal Hachiman yang tahu insiden kecelakaan setahun lalu. Juga, di vol 10 chapter 2, Yukino mengatakan "lagi-lagi dengan candaan itu" ketika Haruno bercerita tentang Hachiman di telepon. Artinya, Haruno memang sering menggoda Yukino dengan membawa topik Hachiman. Tidak heran jika suatu ketika, Kaori yang dijadikan bahan candaannya.

  Sikap Yukino yang kesal ke Kaori ini juga ditunjukkan dengan cara Yukino memilih kursi untuk duduk. Yukino ini bukanlah orang bodoh, juga Yukino tahu betul bersikap dalam rapat resmi. Meja dengan bentuk C, dan kursi di tengah untuk moderator/ pimpinan rapat. Jelas kursi paling dekat dengan moderator adalah kursi untuk orang yang memiliki jabatan tertinggi di ruangan itu. Dengan kata lain, Ketua OSIS.

  Disini, artinya Yukino tahu kalau kursi di sebelah Hachiman adalah milik Iroha. Tapi karena ada kepentingan dengan Kaori dan menunjukkan kuasa atas Hachiman, Yukino menduduki kursi tersebut.

  ...

  Jelas Hachiman kaget dengan Yukino yang tidak seperti biasanya, seusai rapat Kaihin-Sobu. Dalam keadaan normal, Yukino pasti akan terus sarkasme dan menyindir Hachiman. Tapi, kali ini Yukino menegaskan kalau itu bukan sarkasme...

  Ini dijelaskan sendiri di vol 9 chapter 10 oleh Yukino. Karena Yukino sedang menjalankan request Hachiman tentang seseorang yang ingin Hachiman pahami, maka Yukino akan langsung menjelaskannya.

  ...

  PR yang dimaksud Hiratsuka-sensei ya sarannya di jembatan Mihama, vol 9 chapter 5, untuk mendesak Hachiman segera melakukan sesuatu terhadap Yukino.

  ...

  Mari kita telaah lagi antrian di atraksi Space Mountain...

  Tobe dengan Hayama. Yui dengan Yukino. Sedang Miura sendiri ada di depan dengan Iroha. Ebina dan Hachiman di belakang mereka.

  Ada kemungkinan kalau Ebina naik atraksi bersama Hachiman. Meski, ada juga peluang Miura memilih naik bersama Ebina, dan Iroha memilih bersama Hachiman.

  ...

  Hachiman masih mempertanyakan kesungguhan Ebina yang menembaknya tempo hari, di atap Stasiun Kyoto, vol 7 chapter 9.

  Ini lucu, karena Hachiman waktu itu sudah memutuskan kalau apapun yang terjadi, Ebina akan dia tolak, karena Ebina adalah Nice Girl. Lalu mengapa Hachiman kembali mempertanyakan kebenaran adegan tersebut?

  Bisa jadi, ada peluang kalau Hachiman akan memikirkan ulang jawabannya jika Ebina waktu itu benar-benar menembaknya karena menyukai dirinya.

  ...

  Hachiman menyukai warna pink...

  ...

  Judul chapter ini, mengacu ke permintaan Yui ke Hachiman tentang pembayaran hutang kencan mereka. Dengan Yui menyarankan kencan di Disney Land sebagai tempat membayar hutang Hachiman, diharapkan Hachiman mengiyakannya.

  Ini sedikit tricky, karena di vol 7.5 special, Yui menjawab Quiz dari Hiratsuka-sensei tentang tempat standar para gadis Chiba untuk berkencan, yaitu Disney Land. Artinya, Yui benar-benar berniat untuk kencan dengan Hachiman.

  Di chapter special tersebut juga, Hachiman juga sadar kalau Yui bisa saja memanfaatkan momen itu untuk mendekatinya. Dimana, di vol 3 chapter 6 sendiri, Hachiman sudah mengatakan menolak perasaan Yui kepadanya.

 ...

  Membantu mencari hadiah boneka Pan-san untuk Komachi jelas-jela alasan yang dibuat-buat...

  Yukino pasti tidak akan tahan untuk tidak mampir ke Toko Pan-san Disney Land. Karena ada Pan-san spesial Natal disana. Dimana, di vol 3 chapter 5 Yukino memberi tanda kepada Hachiman agar tidak ada satupun orang selain Hachiman yang tahu kalau Yukino maniak Pan-san.

  ...

  Harusnya Yui menyadari, kalau ada sesuatu di dalam diri Hachiman, yang membuat hutang kencannya tidak segera dibayar. Dua kali mengulur-ulur janji kencan, pasti ada apa-apanya.

  Sayangnya, Yui baru menyadari apa itu di vol 10 chapter 7, adegan UKS.

  ...


4 komentar:

  1. Aku rasa Hachiman suka warna pink itu sarkasme dari Watari, dimana Hachiman pernah melihat CD miura berwarna pink dan ditambah Hachiman selalu fokus ke rok Miura saat di kelas di vol 9 chap 1, Mungkin saja Hachiman menyukai CD pink Miura

    Ini cuma pengamatan ku kok hehe

    BalasHapus
    Balasan
    1. inti nya dia pengen liat lagi😂

      Hapus
    2. intinya dia pengen liat lagi😂

      Hapus
    3. Miura no Patsu o Mite Hosi22 April 2021 pukul 05.20

      Oalah keduluan njir padahal ane mau kome gitu :v

      Hapus