Senin, 31 Agustus 2015

[ TRANSLATE ] Qualidea of The Scum Chapter 2 : Chigusa Yuu 2


*   *   *






  "   Jadi, bisakah kamu tidak mengancamku...?" aku ingin komplain terhadap suasana yang tidak nyaman ini.

  Dua bayangan terlihat memanjang di atap ini. Udara berdebu di bulan Mei ini terlihat jelas di atap, menciptakan suasana seperti berada di dunia ilusi di sekelilingku. Bahkan di telingaku ini, suaraku terdengar seperti terbawa angin, lemah dan pelan. Kupikir ini hal yang wajar mengingat sedang berada di posisi yang jauh dari atas tanah, tetapi aku melihat kakiku gemetaran seperti jelly.

  "Sekarat, bunuh. Tolong jangan katakan kata-kata itu dengan mudahnya..."

  "Apa katamu?!"

  Gadis yang di depanku   Maria-san   menaikkan nada suaranya seperti hendak marah dan menatapku dengan tajam.

  Pemandangan yang sangat buruk.

  Dia menekan posisiku sehingga sekarang aku sedang membelakangi pagar dan dia membuka mulutnya lebar-lebar, seperti hendak memakanku saja. Dia terlihat mirip dengan Bullfrog, katak yang sangat besar.

  Aku menyesal tidak membawa peralatan yang bisa merekam. Jika aku punya rekaman ketika dia berusaha mengintimidasiku, beberapa saat lalu, jika mendengar beberapa kata terlarang yang dia ucapkan, aku bisa membayangkan menggunakan kesalahannya tadi untuk berbalik menekannya dengan cepat dan efektif.

  Tentu saja, aku tidak melakukannya. Bahkan, aku masih menganggapnya seperti teman sendiri. Menjual teman sendiri adalah hal yang tidak akan aku lakukan.

  "Tolong, tenang dulu..." aku mengatakannya untuk mendinginkan keadaan.

  Sayangnya, itu hanya menyiramkan minyak ke api.

  "Chigusa   lihat posisimu dulu sebelum mengatakannya?!"

  Maria-san meninju pagar di belakangku, sambil bernapas dengan pelan. Pukulan katak miliknya seperti membuat suara ledakan di belakang telingaku. Aku hampir saja menggulung badanku seperti armadillo ketika mendengarnya.

  Dia ada benarnya: jika melihat posisi kita sekarang, aku memang tidak berada dalam posisi untuk mengeluh. Tidak peduli sosial sekitar berubah seperti apa, yang lemah hanya bisa menurut kepada yang kuat.

  Meski begitu...

  "Aku hanya ingin tahu dimana Shia-san berada sekarang..."

  Aku mencoba langsung ke tujuan utamaku di tempat ini.

  Jika aku berbicara, maka kamu akan mengerti   itu adalah kata-kata yang sangat terkenal. Itu harusnya menjadi prinsip dasar di dunia manusia. Itu juga berlaku bagi semuanya: Perdana menteri dan para assassins, editor dan novelis ketika membicarakan kesepakatan cerita dan deadline, dan juga debt collector dengan para peminjam ketika dalam situasi hampir bangkrut.

  Lagipula, kita tidak punya alasan untuk tidak saling memahami setelah membicarakannya baik-baik.

  "Jika aku tidak bisa menghubunginya, aku bisa terkena masalah...Uangku..."

  "Hal yang selalu keluar dari mulutmu   uang, uang, dan uang! Apa kamu tidak punya hal lain yang penting bagimu?!" dia berteriak ke arahku, membuatku untuk menahan diriku lagi. Itu bukanlah suara yang seharusnya terdengar dari orang yang suka meminjam uang dari orang lain.

  Apa aku sudah melakukan kesalahan? Apa "sesuatu yang lebih penting" yang barusan dia sebutkan?

  Aku sepertinya harus memikirkan dahulu situasiku saat ini, aku berusaha melihat sekitarku. Tempat ini dikelilingi gedung-gedung perkotaan seperti sebuah hutan bambu, dan matahari terlihat sedang meleleh di cakrawala.

  Hari ini, dunia seperti diwarnai warna merah gelap yang bahkan lebih gelap daripada warna darah. Meski beberapa orang akan berpikir kalau warna ini lebih gelap dan terasa dingin, bagiku warna ini seperti bersinar cerah, seperti hendak memotong berlian. Meski bukanlah hal yang bisa kubanggakan, tetapi pemandangan dari atas atap sekolahku ini tidak diragukan lagi adalah hal-hal yang tidak bisa dibeli dengan uang.

  Aku menatap pemandangan matahari senja itu, lalu berpikir: di dunia dimana manusia tidak bisa hidup abadi ini, apa yang paling penting?

     Tentu saja, uang.

  Tidak ada yang tidak bisa dibeli dengan uang. Jika ada hal yang tidak ternilai dengan uang, maka itu tidak akan dipedulikan oleh komunitas kapitalis ini, atau setara dengan dianggap tidak pernah ada. Ini bukanlah hal yang perlu kupikirkan lebih jauh.

  Pemandangan tidak ternilai yang bisa memotong berlian? Komunitas sosial kita lebih percaya dengan uang daripada perhiasan, jadi hal-hal semacam itu menjadi agak meragukan bagiku.

  Ya, aku sangat yakin kalau aku tidak melakukan kesalahan apapun.

  Merasa mendapatkan sesuatu, aku berbalik ke Maria-san. "Jika kamu tidak bisa memberitahuku, aku akan mendapatkan kesulitan. Leherku dipertaruhkan kali ini. Membawa kabur uang pinjaman adalah hal tabu dalam dunia bisnisku."

  Belakangan ini, banyak sekali anak muda dikabarkan hilang ketika malam tiba. Orang-orang yang punya banyak sekali mimpi   atau, sederhananya, orang-orang yang menginginkan punya banyak rencana untuk kehidupan mereka   adalah target utamaku ketika meminjamkan uang, meskipun belakangan ini mereka mulai terlambat untuk membayar cicilannya. Aku hanya bisa berpikir kalau mereka seperti sepakat dengan peminjam yang lain tanpa kuketahui dan mulai mengacaukan keuanganku.

  Akupun hari ini agak berbeda. Ini adalah satu-satunya momen dimana gadis yang biasanya terlihat sopan dan cantik dari luar melakukan kegiatan tercelanya.

  "Se-Seperti kataku tadi, ini gara-gara mitos mistis perempatan jalan yang antah berantah!"

  "Uh-huh."

  "Aku yakin dia menghilang karena hal gaib itu!"

  "Aku sudah sering mendengar hal itu," aku menghela napasku sambil menggerakkan tanganku yang lemas.

  Maria-san memiliki hubungan pertemanan yang dekat dengan gadis yang hilang itu, dan sekarang dia menggunakan alasan semacam itu untuk mengacaukan keuanganku.

  Meski dia terlahir sebagai seekor katak, dia memiliki mimpi muluk untuk menjadi seekor angsa cantik, sehingga dia bergantung dengan uang pinjaman dari orang lain. Katak tetaplah katak, mau bagaimana juga. Ribbit ribbit ribbit. Mereka selalu menyanyikan lagu itu, sebuah jalan hidup yang seharusnya mereka tempuh.

  Orang-orang yang bukanlah diriku harus menjadi seekor katak. Seperti kataku tadi, kalau dunia ini tidak menjadi sebuah desa yang dihuni ratusan ekor katak, aku memang hendak meninggalkan desa itu dan mencari desa yang dihuni oleh manusia.

  Butuh orang sejenis untuk bisa mengenali yang sejenis: seekor katak untuk mengenali seekor katak lainnya, seseorang yang juga berhutang untuk mengetahui keberadaan orang yang terjebak hutang.

  Alhasil, aku memanggilnya kesini untuk menanyakan keberadaannya, dan yang kudapat hanyalah sebuah jawaban kalau dia menghilang karena sebuah alasan mistis.

  Alasan mistis tersebut adalah Perempatan jalan yang misterius.

  Mitosnya: ada sebuah belokan di jalan pemukiman warga, jika dilihat dari cermin lalu lintas yang biasa terpasang, maka pertigaan tersebut akan berwarna orange. Jika kamu berjalan ke pertigaan tersebut di tengah malam sambil bergandengan tangan dengan kekasihmu, maka tiba-tiba pertigaan tersebut akan berubah menjadi sebuah perempatan. Jika kamu memilih berjalan di jalan yang ganjil tersebut, kamu tidak akan pernah kembali.

  "Alasan yang tidak masuk akal..."

  Aku tahu kalau diriku tidak tertarik tentang hal-hal mistis dan masalah percintaan, tetapi aku lebih suka tetap berpegang ke logika, bahkan jika alasannya berbau mistis. Memang wajar kalau kita takut akan hal-hal mistis sewaktu sekolah. Juga wajar jika memikirkan percintaan sejak SMP. Itu memang baik, tetapi aku lebih memilih untuk meminta uangku kembali.

  "Maria-san, jika kamu tidak mau jujur kepadaku tentang keberadaannya, mungkin atau bisa jadi aku tidak meningkatkan bunga pinjaman hutangmu yang kemarin."

  "Sungguh tak bisa kupercaya...! Mati saja kamu! Sungguh menyebalkan!"

  Sekali lagi, dia menggunakan kosakata rendahan itu. Kedua kakiku semakin gemetaran.

  Aku tidak boleh mati begitu saja dan meninggalkan hal-hal ini tidak terurus, tidak sebelum aku mendapatkan 200% uang yang kupinjamkan itu kembali terlebih dahulu.

  "Lagipula, aku cuma pinjam 30,000Yen. Kenapa tiba-tiba bisa menjadi 50,000Yen, tidak, 100,000Yen?"

  "Sebenarnya kamu meminjam 40,000Yen dan harus membayar sebesar 500,000Yen, tepatnya."

  "Kenapa jumlahnya bisa menjadi gila-gilaan seperti itu!"

  "Aku sudah menjelaskan tentang bunganya ketika meminjamkannya padamu. Setelah kamu menandatangani perjanjiannya, berarti kesepakatan tidak bisa diubah lagi."

  "Mustahil...Maksudku, itu jumlahnya tiba-tiba membesar seperti itu..."

  Pasti seperti ini terus. Debitur selalu seperti ini. Ketika meminjam uang, mereka sangat gembira, tetapi ketika tiba saatnya untuk mengembalikan uangnya, mereka terus mengoceh hal-hal yang tidak penting. Sejujurnya, ini membuatku berpikir apakah seperti ini memperlakukan orang yang sudah meminjamkan uangnya dengan sepenuh hati.

  "Kamu bisa menceritakan masalahmu ke orang tuamu jika mau. Bagiku, aku hanya akan menyiapkan penjelasan tentang untuk apa kaugunakan uang-uang yang kaupinjam itu."

  Maria-san meminjam uang untuk berlibur semalam dengan pacar rahasianya. Aku berhasil menyimpan beberapa foto mereka berdua sedang bersenang-senang, foto yang bisa memberikan banyak arti. Menunjukkan foto mereka berdua sedang bermesraan adalah hal yang mudah bagiku.

  "Urk..."

  Maria-san berubah menjadi memerah, tetapi tangannya masih memegangi pagar di belakangku.

  Jelas sekali kalau posisi kita sedang berada jauh di atas tanah   bahkan monyet saja tahu soal ini. Jika ini adalah kasus armadillo melawan katak, maka armadillo tinggal menggelinding dan menabraknya   mengakhiri pertarungan itu. Bahkan bisa memenangi pertarungannya kurang dari tiga detik dengan mudah. Juga, meski orang lemah hanya bisa menurut ke yang kuat, aku masih berbaik hati mau berkompromi dengannya. Aku sangat menghargai jika Maria-san menawarkan bantuannya untuk mencari gadis itu.

  "Kamu hanya perlu memberitahuku dimana dia sekarang. Aku yakin itu bukanlah hal sulit untukmu, Maria-san. Aku akan menangani sisanya setelah itu."

  "Kenapa kamu ingin mencari Shia sebegitunya...? Kamu sudah punya banyak untung selama ini, kenapa kamu tidak tinggalkan saja dia sendirian...?"

  "Kenapa katamu? Apa kamu tidak melihat kalau kita ini teman?" aku mengatakannya sambil tersenyum.

  Debitur yang mengembalikan uangnya adalah teman yang baik. Setidaknya, aku akan mencatatnya di daftar teman-temanku.

  Sebagai tambahan, prinsip jangan biarkan mereka hidup, tetapi jangan biarkan mereka mati adalah konsep standar dari sebuah pekerjaan yang bernama Lintah Darat. Hanya orang bodoh yang meninggalkan temannya yang menghasilkan uang. Pertemanan hanya terlihat indah jika disupport oleh dingin dan kerasnya realitas, bukan diselingi ilusi-ilusi palsu.

  "Kamu ini..." aku membayangkan apakah Maria-san sudah sadar atau tidak. Pipinya terlihat memerah.

  Dia menatapku dengan mata penuh emosi dan berkata:

  "Kamu...Dasar jalang!"

  Tiba-tiba, suaranya terdengar sangat keras, nada yang sempurna dan sangat menyenangkan untuk didengar.

  Dia seperti menusukku tepat di wajahku. Dia menusukku.

  Ketika aku menyadarinya, wajahku seperti dipenuhi dengan rasa sakit.

  "Er, uh...ma   "

  Maria-san sepertinya sudah menyadari kesalahannya, baginya yang mengepalkan tangannya seperti hendak memukulku membuatku berpikir ulang tentang perilakunya. Aku cukup yakin kalau itu tadi sudah diluar kontrolnya.

  Dulu, dia mungkin adalah seorang gadis yang tenang. Aku paham kalau dia memang tidak berniat untuk berkelahi. Sangat jelas terlihat kalau dia sudah kehilangan peluang terbaiknya untuk bernegosiasi soal hutangnya, jadi sudah tidak ada lagi ruang baginya di hatiku untuk mempertimbangkan ulang dirinya.

  Karena aku sudah paham, mengucapkan amin sangat mudah untuk saat ini. Seseorang yang dengan mudahnya marah dan hendak berlaku kasar bukanlah orang yang baik, aku cukup yakin soal itu.

  "   Itu sungguh melukaiku."

  "...Eek!"

  Aku menatap matanya dan wajahnya terlihat pucat.

  Dia seperti habis melihat Iblis dari neraka. Sambil dipenuhi rasa takut, pinggangnya gemetaran seperti hendak terbang.

  Dia melangkah mundur, lalu mundur.

  "Mari kita berbicara secara baik-baik, oke?"

  "Aaaaaaargh!"

  Saat aku menjulurkan tanganku kepadanya, dia berteriak histeris dan lari meninggalkan atap.

  Apa-apaan itu?

  Tidak hanya diperlakukan dengan buruk, aku juga diintimidaasi. Tidak lupa dia sudah merendahkan harga diriku. Aku sudah menjadi seorang korban disini.

  Apa aku terlihat seperti penjahatnya disini?

  Aku mulai panik dengan apa yang ada di pikiranku barusan, lalu aku menatap ke arah langit yang berwarna merah darah di atasku ini, terlihat seperti berasal dari dunia lain.



*   *   *



Tidak ada komentar:

Posting Komentar