Jumat, 07 Agustus 2015

[ TRANSLATE ] Oregairu Vol 6 Chapter 8 : Di depan sana, adalah orang yang diikuti oleh Yukinoshita Yukino

  



x  x  x











  Festival Budaya memasuki hari keduanya.

  Di hari kedua, yaitu hari ini, adalah hari dimana Festival terbuka untuk umum yang berarti akan ada pengunjung dalam jumlah besar; warga sekitar sekolah, teman di sekolah lain, dan siswa-siswa SMP yang ingin mengikuti ujian masuk sekolah ini tahun depan. Banyak juga orang yang libur di hari sabtu ini, jadi event ini menjadi sebuah daya tarik tersendiri.

  Dibandingkan hari pertama, masalah yang muncul tidak jauh berbeda. Begitu pula suasana dan semangat festivalnya.

  Tetapi di hari kedua adalah dimana seluruh panitia festival bekerja penuh seharian dan memberikan suatu efek ke pengunjung yang berasal dari luar, yaitu rasa aman dan nyaman.

  Dengan adanya jadwal itu, maka pekerjaan panitia festival akan membuatku sibuk seharian penuh.

  Di festival ini aku melihat berbagai macam pengunjung termasuk dari beberapa SMP terdekat yang terkenal, rombongan keluarga, para tetua warga sekitar, dan anak-anak kecil "aku tidak tahu ada keramaian apa disini, jadi aku kesini".

  Oleh karena itu, kami sebagai panitia festival juga perlu mendata pengunjung-pengunjungnya, tetapi dari yang kulihat, ini adalah usaha yang sia-sia.

  Bagian keamanan yang bertugas bersama Guru Olahraga mengurus bagian resepsionis di depan gerbang dan menaruh meja panjang disana. Jadi seharusnya tidak ada orang-orang mencurigakan yang datang ke area sekolah.

  Dengan semua kesibukan ini, sebagian besar pekerjaanku hari ini adalah mengambil gambar festival.

  Tugas utamaku hari ini adalah mengambil gambar pameran tiap kelas dan bagaimana para pengunjung menikmatinya, foto yang menggambarkan kegembiraan Festival Budaya tahun ini.

  Fotografi. Kupikir awalnya aku bisa menyelesaikan pekerjaan ini dengan asal mengambil gambar disana dan disini, tetapi entah mengapa, nampaknya pekerjaan ini tidak selesai-selesai.

  Alasannya? Ketika aku sudah siap untuk mengambil gambar, orang-orang memberitahuku, "Um...bisakah kamu, seperti, tidak mengambil gambar?" dan aku sangat tersinggung sekali...

  Dan setiap kali kejadian seperti itu, selalu berakhir dengan aku menunjukkan tanda di lengan seragam bertuliskan "Panitia Festival Budaya - Bagian Arsip", dan setelah itu, mereka baru meminta maaf.

  Setelah aku berhasil mengambil beberapa gambar, punggungku seperti dipukul sesuatu.

  "Onii-chan!"

  "Ohh, Komachi."

  Ketika aku aku membalikkan badanku, Komachi memelukku. Baginya yang merasa kalau diriku adalah hal yang berharga, ini bukanlah perasaan yang buruk-buruk amat. Uwaaah, adik perempuan sangat manis~.

  "Pelukan setelah lama tidak bertemu...Ini mungkin memberiku banyak Komachi poin."

  "Apa-apaan itu? Apa kita sekarang berada di bandara Heatrow atau bagaimana?"

  Kupikir orang asing di bandara itu memberikan terlalu banyak pelukan.

  Komachi terlihat manja sekali, jadi aku mencoba lepas darinya secara perlahan. Lalu dia mengeluarkan suara "yeow" dengan agak licik.

  Ini seharusnya hari libur Komachi, tetapi dia memakai seragam kesini. Ngomong-ngomong soal itu, kenapa gadis SMA kebanyakan memakai seragam mereka? Misalnya, hari ini adalah akhir pekan, tetapi festival ini malah penuh dengan orang-orang yang memakai seragam sekolah. Kupikir, mungkin lebih mudah untuk tidak memikirkan akan memakai apa dan memutuskan untuk memakai seragam sekolah saja.

  Komachi membetulkan lipatan kerah seragamnya yang agak acak-acakan setelah melompat ke arahku. Aku merasa dia tidak nyaman melakukannya.

  Benar saja. Aku melihat setiap orang disana datang bersama temannya sedang dia sendiri datang kesini sendirian, aku merasa ada yang salah disini.

  "Apa kamu datang sendirian kesini?"

  "Yep. Aku kesini hanya untuk melihatmu, onii-chan. Dan barusan itu akan memberiku banyak sekali Komachi poin," Tetapi setelah aku memberikan tatapan dinginku, lalu Komachi menjelaskan lagi. "Well, sebenarnya, mengundang teman-temanku kesini ketika mereka sedang gugup menghadapi ujian masuk kesini kurasa akan memberikan suasana yang aneh."

  Ngomong-ngomong, aku baru saja sadar kalau kita membicarakan Komachi disini; sekarang, dia ingin mengikuti ujian masuk SMA. SMA Sobu adalah pilihan utamanya.

  Well, jika kamu datang ke SMA yang kamu ingin masuki, maka Festival Budaya akan memberimu semangat lebih. Tetapi di saat yang bersamaan, itu akan memberikan tekanan batin untukmu. Tetapi meski begitu, dia tetap kesini.

  Komachi melihat sekitarnya seperti sedang mencari sesuatu. "Dimana Yui-san dan Yukino-san?"

  "Kupikir Yuigahama kembali ke kelasnya. Kalau soal Yukinoshita, aku tidak tahu."

  "Kenapa onii-chan tidak ke kelas? Apa kamu tidak diterima disana?"

  Dia baru saja mengatakan sesuatu yang kejam. Kasar sekali. Akupun, juga punya tempat. Dan tempat itu adalah meja dan kursi yang menjadi tempat dudukku di kelas. Tetapi karena kelas vakum selama Festival Budaya, aku menjadi seorang pengelana. Sang Pengembara.







  "...Seorang pengembara tidak membutuhkan tempat dimana dia sendiri tidak membutuhkannya."

  "Wow, keren sekali," dan dia menjawabnya dengan suara yang datar. "Jadi, apa yang kamu kerjakan ini?"

  "Mengerjakan tugasku." jawabku.

  Komachi mengedipkan matanya dua sampai tiga kali. "Jadi, apa yang kamu kerjakan?"

  "Kubilang kerja."

  Apa-apaan dia sengaja mengulang pertanyaannya?

  "Jadi sedang apa?"

  "Apa kamu semacam CD yang error? Jangan membuatku membersihkanmu dengan cairan pembersih. Aku ini sedang bekerja, serius."

  "Onii-chan sedang bekerja..." Komachi menggumam tanpa emosi, dan akhirnya memahami apa yang kukatakan setelah kujawab sampai tiga kali.

  "Onii-chan tidak biasa bekerja part-time cukup lama, biasanya berhenti, dan membuat alasan konyol seperti "ah, kan masih ada orang tuaku" dan langsung berhenti. Untuk onii-chan yang seperti itu, mendengarnya bekerja seperti..." Sebuah cahaya terlihat di kedua matanya. "Kamu tidak tahu betapa bahagianya diriku...Tetapi, tunggu, itu kan aneh. Seperti onii-chanku sedang pergi entah kemana, jadi aku tidak tahu bagaimana menjelaskan perasaan kompleks ini."

  Hey, berhentilah melihatku dengan mata seperti orang tua itu? Itu cukup memalukan. Dalam hal ini, onii-chan seperti akan berubah 180 derajat dalam kehidupannya dan hidup bertanggung jawab demi kebahagiaan keluarga.

  Untuk memecah tatapan hangat ini, aku membetulkan kesalahpahaman yang terjadi dengan situasi yang sebenarnya. "Well, sebenarnya, ketika aku mengatakan sedang bekerja, tetapi ini sebenarnya pekerjaan rendahan yang dimana cocok untukku. Pada dasarnya, ini adalah pekerjaan dimana orang merasa tidak ingin melakukannya."

  "Oh, cukup masuk akal."

  Anak sialan, dia malah mengangguk. Lalu dia tersenyum.

  "Aku tahu itu. Cukup masuk akal bagiku menerimanya."

  Komachi dan diriku berjalan menyusuri lorong kelas.

  Dalam sebuah keramaian, Komachi berjalan beberapa langkah di depanku untuk melihat dekorasi kelas dan seragam siswa-siswanya. Dia nampak terkejut melihat atmosfer di dalamnya.

  Lalu dia berkata. "...SMA memang berbeda, ya?"

  "Well, mungkin karena ketika SMP tidak ada Festival Budaya."

  "Benar itu. Kita cuma punya lomba paduan suara."

   Kata-kata tersebut mengingatkanku tentang sesuatu yang buruk.

   Kenapa sih pria itu bilang kalau aku tidak bernyanyi? Aku jelas-jelas bernyanyi, sial. Atau bisa jadi karena dia tidak pernah mendengarkan suaraku karena aku tidak pernah berbicara dengannya? Ataukah dia menganggap suaraku seperti hantu setelah mendengarkan rekamannya?

  Langkah Komachi terhenti.

  Dia menyilangkan lengannya dan berpikir.

  "Aku akan berjalan-jalan di Festival dulu. Sampai jumpa nanti, onii-chan." Sebelum dia menyelesaikan kata-katanya, dia berlari ke ujung lorong dan naik ke tangga.

  "O-Oke..."

  Tiba-tiba, aku seperti ditinggal sendirian. Aku membalasnya dengan jawaban aneh karena aku tahu dia tidak akan mendengarnya. Gadis-gadis dari sekolah lain yang berjalan di sebelahku melompat kaget sekitar setengah meter mendengar kata-kataku.

  Harus kuakui ini. Adik perempuanku kadang memang sangat aneh.

  Komachi adalah tipe gadis yang ingin berkumpul dengan komunitas sekitarnya, tetapi dia juga kadang melakukan sesuatu sendirian. Dia seperti campuran dari penyendiri generasi baru. Komachi nampaknya belajar sesuatu dari kesalahan-kesalahan orang sebelumnya. Tumbuh dengan mengamati orang yang terisolasi sepertiku, dia nampaknya paham kelebihan dan kekurangannya.

  Well, setidaknya kakak dan adik bisa berbagi pengalamannya.

  Jika kakaknya, sepertiku, merupakan sebuah kegagalan, maka adik perempuannya ternyata bisa melaluinya dengan cukup mudah.

  Dia tidak akan terlalu tersiksa dibanding kakaknya.

  Tapi bagaimana jika aku berubah menjadi pribadi yang sempurna, lalu nanti Komachi akan menjadi seperti apa?

  Pertanyaan di atas muncul karena orang yang sedang berjalan di depanku, karena aku melihatnya datang.

  Bahkan dalam keramaian ini, aku bisa tahu.

  Yukinoshita Yukino pergi ke kelas satu dan lainnya, berhenti sejenak sekedar mengawasi mereka.

  Tatapannya terlihat lebih lembut dari biasanya.

  Melihat apa yang telah terjadi dibalik pelaksanaan Festival Budaya, Yukinoshita Yukino adalah orang yang membuat semuanya berjalan dengan lancar. Lebih tepatnya, dia tahu akan hal itu, dan sekarang dia bangga bisa melihatnya berjalan dengan baik. Fakta bahwa kamu sudah bekerja keras untuk mewujudkannya dan hasilnya mulai terlihat pastinya akan membuat tatapanmu terlihat lebih lembut.

  Yukinoshita berpindah tempat dan mengamati kelas lainnya.

  Lalu kemudian, nampaknya dia melihatku sedang berdiri disini.

  Dia nampak terkejut, tetapi tatapannya berubah menjadi dingin. Loh kenapa ini? Dengan tatapan agak curiga, dia berjalan ke arahku.

  "Nampaknya kamu sendirian hari ini."

  "Kurasa wajar, bukan? Oh, Komachi juga tadi disini bersamaku."

  "Oh begitu, jadi Komachi datang kesini juga. Kenapa kalian tidak bersama-sama?"

  "Dia pergi entah kemana. Mungkin dia merasa menggangguku karena aku sedang bekerja?"

  "...Bekerja?" Yukinoshita memiringkan kepalanya dengan penuh tanda tanya.

  "Masa sekali lihat tidak tahu...?"

  "Kalau aku tahu, aku tidak akan bertanya," kata Yukinoshita datar.

  Jadi kamu tidak bisa melihat kalau aku ini sedang bekerja huh...? Akupun, Hachiman, juga terkejut. Tetapi, benar juga kalau aku sekarang tidak mengerjakan apapun...

  "Ngomong-ngomong, kamu sendiri lagi bekerja?"

  "Ya, aku sedang memeriksa tiap kelas."

  "Kamu tidak melakukannya kemarin? Bagaimana dengan kelasmu sendiri?"

  "...Aku lebih baik melakukan pekerjaan ini daripada berpartisipasi dalam hal itu di kelasku," Yukinoshita menjawabnya dengan kecut.

  Oh benar, kupikir dia pernah mengatakan kalau kelas 2J akan mengadakan fashion show. Kelas 2J, kelas Budaya Internasional, terdiri dari 90% perempuan. Jika mereka ingin menarik pengunjung dengan cepat, yang mereka butuhkan adalah sebuah pertunjukan yang menampilkan kecantikan mereka. Dalam kasus ini, sangat normal jika mereka akan meminta Yukinoshita untuk tampil. Wow, kujamin dia tidak akan mau. Tapi akan terlihat munafik bila aku berkata 'aku tidak ingin melihat Yukinoshita memakai pakaian cantik itu'.


  Yukinoshita sedang dalam tugas patrolinya, jadi dia secara konsisten mengawasi kelas-kelas tersebut.







  Tatapannya berhenti di suatu kelas.

  "...Kelas itu. Apa yang mereka tampilkan terlihat berbeda dengan apa yang mereka ajukan ke panitia."

  Di tembok kelas 3B ada papan tulis berdesain seperti sebuah ornamen goa, dan tertulis Indiana Jones - dan diikuti tulisan kereta petualangan.

  "Apa yang harusnya mereka tampilkan?"

  "Kau setidaknya punya gambaran apa yang tiap kelas ingin tampilkan."

  Oh, gadis ini nampaknya mengatakan hal yang luar biasa...

  Yukinoshita mengambil pamflet kecil tentang Festival Budaya dari kantong di dada kirinya dan memberikannya kepadaku.

  Aku mengambilnya dan dan membuka lembaran-lembaran pamflet kecil itu. Sebenarnya sih, lembaran pamflet kecil yang dia beri kepadaku terasa agak hangat, jadi aku sebenarnya ingin memberitahunya tentang kebiasaan buruknya menyimpan pamflet ini, namun nampaknya itu ide yang buruk.

  Aku mencari pamflet kelas 3B untuk memenuhi rasa ingin tahuku. Uhhh, 3B, 3B....

  Ahh, ini dia. "Menampilkan diorama dengan ornamen menggunakan trolly yang berjalan perlahan-lahan", atau semacam itu.

  Tetapi yang terdengar dari dalam kelas adalah suara orang-orang berteriak.

  Lalu, suara click-clak.

  Ini seperti sebuah roller coster...Sepertinya mereka mengubah konsep mereka setelah mendengar berita tentang roller coster kelas 2E. Mereka nampaknya cukup oportunis.

  Tetapi Ibu Wakil Ketua yang berdiri di sampingku tidak akan membiarkannya dan dengan cepat meminta perwakilan kelas 3B untuk menemuinya. "Apa perwakilan kelas ada disini? Ini tidak seperti yang tertulis di pamflet."

  Ketika dia mengatakannya, ekspresi gadis-gadis kelas 3B berubah.

  "Aduh sial!", "Kita kayaknya ketahuan ini!", "N-Ngomong-ngomong, bawa saja dia kesana! Mari kita biarkan dia mengalaminya!"

  Suara-suara tersebut berubah menjadi sekumpulan lebah dan para senpai memegangi lengan Yukinoshita dan memaksanya untuk naik trolly.

  "H-Hey!" Yukinoshita memandangiku ketika menolaknya. Sepertinya dia hendak meminta pertolonganku.

  Selama ini, aku seperti menyamar dan menjadi bagian dari kelas 3B hingga akhirnya mereka menyadarinya dan mulai menatapku.

  "...Apa dia juga panitia festival?", "Iya kayaknya, itu di lengannya ada tulisannya!", "Paksa dia naik juga!"

  Para senpai pria yang tidak sedang berbudaya memegangiku. Hey! Kenapa tidak senpai perempuan yang memegangiku!? Ini sungguh tidak adil!?

  Aku dipaksa masuk ke kelas mereka. Hey! Siapa itu? Siapa yang barusan menyentuh pantatku!? Ruangan kelas sepertinya didesain mirip dengan interior sebuah goa. Seperti terdapat mineral-mineral di dinding goa yang belakangan ternyata adalah lampu-lampu LED, tengkorak kristal, batu dari styrofoam, dan jaring laba-laba yang dikerumuni kalelawar di atap goa.

  Sejenak aku memang terkesan, lalu aku didorong masuk ke troli yang dibuat dari kereta barang, didekorasi dengan ornamen. Tetapi siapa ini, serius! Siapa yang dari tadi menggosok-gosok pantatku!?

  Lalu kita didorong begitu saja. Aku dan Yukinoshita dipaksa masuk ke troli, dan kita hampir saling tumpang tindih.

  Aku sudah berusaha untuk menjaga keseimbanganku, dan ternyata bisa menghindari bertabrakan dengannya. Namun posisi kita seperti sedang tumpang tindih.






  ...Dia sangat dekat, dia sangat dekat. Yukinoshita dan diriku saling melihat ke arah lain.

  "Umm, terima kasih telah memilih kereta troli kami hari ini. Silakan nikmati petualangan bawah tanah misterius yang mengagumkan ini."

  Troli mulai bergerak ketika kalimat pembuka selesai dikatakan. Empat siswa pria dengan pakaian hitam mulai menjalankan troli tersebut. Setelah kulihat lebih dekat, ternyata hanya dua orang saja yang terlihat bekerja.

  Lintasannya dibuat dari meja, meja panjang, berbagai besi dan papan kayu. Kita bergerak cukup cepat. Tubuh kita merasakan goyangan kereta seperti ke atas dan ke bawah dengan cepat.

  Ini cukup menakutkanku...Selain itu, perasaan aneh ketika tahu kalau ternyata orang-orang tadi yang menimbulkan gerakan tersebut bukanlah sebuah guyonan...

  Tiba-tiba, aku merasakan sesuatu di blazer yang kupakai. Ketika aku melihatnya, Yukinoshita sedang berpegangan ke pergelangan tanganku.

  Dengan gerakan troli yang agak kasar, ke atas dan ke bawah, aku merasa mengerti bagaimana rasanya berada di dalam mesin cuci.

  Troli berhenti, dan mencapai garis finish.

  Yukinoshita lalu menyandarkan dirinya ke dinding troli, seperti merasa lega.

  "Apakah anda menikmati perjalanan tadi? Silakan datang lagi~"

  Ketika senpai dari 3B mengakhiri kata-katanya, Yukinoshita dan diriku mulai berjalan keluar. Kita berdua saling melihat satu sama lain. Lalu Yukinoshita dengan cepat memindahkan tangannya dari lengan blazerku.

  Kami kemudian meninggalkan ruang kelas seperti sedang dikejar sesuatu. Karena di dalam begitu gelap, cahaya matahari tampak begitu terang.

  "Bagaimana menurut anda tentang atraksi kami!?" Seseorang, yang nampaknya tadi berada di garis start, dan tampak seperti perwakilan 3B muncul dan mengatakannya.

  Seperti sedang tidak tertarik, Yukinoshita menatapnya dingin.

  "Tidak ada yang perlu kupikirkan, ini tidak sama seperti pamflet milik kelasmu..."

  "Ini kan cuma sedikit berbeda! Kami cuma sedikit berkreasi!"

  Ini namanya sedang berusaha mencari alasan...Menghadapi orang seperti ini, bahkan jika kamu berusaha menghadapinya dengan logis, mereka tidak akan mendengarkan. Perwakilan kelas tadi tidak salah, cuma ini memang kebiasaan mereka seperti itu. Ketika mereka sudah memutuskan akan membuat apa, mereka tidak akan mendengarkan apa yang orang lain katakan. Dalam kasus ini, kita hanya menyesuaikan aturannya dengan apa yang mereka inginkan.

  "Hmm, kalau orang-orang menyukainya, bukankah itu bukan masalah besar. Selama itu aman," kataku.

  Yukinoshita tampak sedang berpikir. "Kupikir begitu...Kalau begitu tolong kirimkan tambahan spesifikasi atraksinya dan segera kirimkan ke panitia. Lalu juga, berikan penjelasan yang memadai ke pengunjungnya. Dan penjelasan itu diberikan sebelum memulai atraksi."

  "Ehh...Apa cuma itu saja?"

  "Terima kasih," Yukinoshita menunduk dan meninggalkan tempat itu. Ketika dia hendak pergi, dia menatapku dibalik punggungnya. Dengan ekspresi agak sedih, dia memandangiku. Seperti sedang disinari cahaya matahari, pipinya nampak memerah. "...Tukang Arsip, lakukan pekerjaanmu. Ataukah...Kamu butuh seseorang untuk melihatmu bekerja?"

  "Tidak, tidak perlu..."


  Jangan melihatku rendah begitu. Kamu bisa melihatku kapanpun kau mau, tetapi ketika ada peluang untuk bermalas-malasan, aku akan melakukannya. Itu yang membuat diriku, diriku.








x  x  x






  Pada akhirnya, aku seperti menemaninya menjalankan tugasnya dan dengan instruksinya, aku mengambil foto-foto tersebut.

  Tugasnya adalah berpatroli dan tugasku adalah mengambil gambar, keduanya dikerjakan bersamaan.

  Yukinoshita berhenti di kelas 3E, yang lokasinya tidak jauh dari ruang olahraga.

  [Aneka Hewan Peliharaan Meoow Wooof]

  Sepertinya semua siswa disana membawa hewan peliharaannya ke kelas.

  Foto-foto hewan peliharaan terpajang di tembok dan kelas tampak seperti sebuah kafe hewan peliharaan. Anjing, kucing, kelinci, hamster adalah hewan standar yang bisa kaulihat disini, tetapi ada juga musang, cerpelai, berang-berang, ular, kura-kura...Mereka nampaknya punya banyak jenis hewan peliharaan dengan tubuh yang besar.

  Dari semua foto, Yukinoshita hanya terpaku ke satu foto.

  Oh? Ragdoll? Ragdoll adalah tipe kucing peranakan. Mereka berukuran agak besar dan memiliki bulu-bulu lebat yang halus. Sesuai nama mereka, Ragdoll. Mereka juga ada yang berukuran kecil seperti peranakan dari kucing Singapura dan Munchkin.

  Yukinoshita melihat suasana kelas tersebut lalu kembali menatap gambar itu lagi, dan lagi.

  ...Ah. Ini sudah tidak bisa diobati lagi. Ini adalah pola yang sama dan akan terus berulang. Aku bisa melihat kemana ini akan berujung.

  "Kamu bisa masuk ke dalamnya hanya untuk sekedar melihat-lihat," aku mengatakannya untuk membuatnya terdengar mudah.

  Diluar dugaanku, Yukinoshita mencondongkan kepalanya dengan nada kecewa. "...Tapi ada anjing juga disana."

  "Juga...orang-orang disana nantinya melihatku..." kata Yukinoshita, dan nampaknya dia seperti sedang malu-malu. Wajahnya memerah dan menatap lantai.

  Hmm, kurasa cukup masuk akal. Maksudku, melihat bagaimana sikapnya yang sangat menyukai kucing menurutku cukup menakutkan. Daripada mengatakan "imutnya!" dia seperti sedang kerasukan dan menginginkan mereka. Dan untuk seorang wakil ketua panitia yang terlihat dengan ekspresi seperti itu, mungkin para siswa akan kehilangan rasa hormat kepadanya.

  "Kalau begitu, kenapa tidak pergi ke Carrefour lain kali. Aku merekomendasikan toko hewan peliharaan disana."

  "Oh, aku tahu kalau itu, aku sering pergi kesana."

  Begitukah...? Jadi kamu sudah kesana ya...

  "Jadi, ini akhir dari pekerjaanmu?"

  Yukinoshita, nampaknya, tidak mendengarkanku. Malahan, dia menunjuk ke arah pintu kelas 3E. "Tukang Arsip, pekerjaanmu."

  Apa kamu Mister Popo atau semacamnya? Berhentilah menyebutku dengan sebutan aneh itu.

  Nampaknya, tekad baja Yukinoshita dengan kucing membuatnya tidak bergerak dari posisinya.

  Aku masuk dan mengambil foto. Bagus, bagus! Oke naikkan kakimu sedikit.

  Beberapa menit kemudian, akhirnya pekerjaan tukang arsip hari ini selesai.

  "Hey, kenapa kamu tadi mengambil banyak sekali gambar kucing?"

  Sebenarnya...ini bukan masalah besar sih...

  Yukinoshita mengambil kameraku dan melihatnya. Dia melihat berbagai "meow,meow" foto yang kuambil, lalu tersenyum puas.

  Aku melihat dirinya, berpikir betapa berbahayanya berjalan sambil melihat ke kamera, tetapi karena semua orang menuju ke arah yang sama dengan dirinya, aku tidak perlu khawatir kalau dia akan menabrak orang.

  Di depan sana adalah ruangan olahraga. Pintunya terbuka, dan di dalamnya terdapat banyak sekali orang berkerumun.

  Mendengar banyak sekali suara orang yang sedang berkumpul di depannya, Yukinoshita mengembalikan kameranya kepadaku.

  "...Ini hampir waktunya."

  "Untuk?" aku bertanya kepadanya, tetapi Yukinoshita tidak menjawabku.

  Yukinoshita tetap diam dan berjalan menuju ke ruang olahraga dan kupikir di dalam sana aku akan menemukan jawabannya.

  Tanpa menoleh, dia memanggil namaku, "Hikigaya-kun. Ayo kita kesana."

  "Ah, yeah."

  Sebenarnya, aku tidak mempermasalahkan kemana kita akan pergi karena tugasku sebagai asisten arsip sudah selesai, jadi aku tidak bisa menolaknya.

  Aku masuk ke ruang olahraga sekolah mengikuti Yukinoshita.

  Kursi-kursi yang disediakan sudah terisi penuh.

  Di belakang, banyak orang sedang berdiri dan melihat. Pastinya ada sesuatu disini karena banyak sekali orang berkumpul di hall olahraga ini.

  "Ah, Yukinoshita-san. Kebetulan sekali," Sukarelawan bagian ruang olahraga mendekati kita. "Kita membiarkan orang-orang untuk berdiri karena kursi yang disediakan ternyata terisi penuh, apa kita perlu meminta mereka untuk berdiri membentuk barisan?"

  "Kupikir itu ide yang baik."

  "Apa suasana ini tidak terlalu ramai?"

  "...Mereka akan tenang sebentar lagi."

  Benar saja, suasana berisik langsung tenang seperti kata Yukinoshita. Mungkin karena semua orang merasa kalau pertunjukannya akan segera dimulai atau bisa juga karena semua orang tertegun melihat peralatan musik klasik yang mulai ditaruh di atas panggung?

  Sebelum dimulai, kita berjalan menuju barisan paling belakang dari kelompok penonton yang berdiri. Tepat ketika kita mencapai posisi itu, aku menangkap sesuatu.

  Aku melihat ke arah panggung dan ada seorang wanita dengan gaun yang cantik memegang alat-alat musik yang berbeda bermunculan di panggung. Penonton lalu memberikan tepuk tangan meriah kepada mereka.

  Orang yang muncul terakhir, datang dengan langkah kaki yang anggun, adalah Yukinoshita Haruno.

  Di bawah sinar lampu sorot, memakai gaun panjang lurus yang menunjukkan lekuk tubuhnya, setiap langkah yang dia ambil, gaunnya yang berwarna gelap seperti bergerak tertiup angin kecil, membuat orang-orang yang melihatnya terhipnotis. Hiasan bunga mawar hitam yang menempel di dadanya dan rambutnya yang diikat memberikan aura glamor dari kejauhan. Kalung mutiara yang terlihat berkelap-kelip membuat auranya menebar kemana-mana.

  Haruno-san memegangi ujung gaunnya dan membungkuk menghormati penonton.

  Dia lalu berjalan menuju mimbar dengan sepatu hak tingginya dan memegang tongkat dirigen.

  Dia lalu menaikkan tangannya ke udara dan berhenti. Gerakan elegan tadi membuat semua orang yang melihatnya terdiam dan menahan diri.

  Seperti memegang senjata rapier, dia mengayunkan tongkat dirigennya.

  Seketika, sebuah nada mengisi hall ruangan olahraga ini.

  Terdengar suara instrumen bass yang disorot oleh lampu sorot memberikan sebuah atmosfir tekanan yang berasal dari suara petikan senar, terdengar jelas dan tajam. Sebaliknya, getaran dari instrumen yang terbuat dari kayu itu bergetar seperti angin di malam hari.

  Haruno-san seperti sedang merobek-robek ruangan di depannya.

  Lalu, para pemain biola berdiri dan memainkan biolanya.

  Selanjutnya, para pemain musik memainkan flute, piccolos, oboe, menemani melodi yang ringan tersebut ke level selanjutnya. Selanjutnya, para pemain klarinet dan fagotto berdiri dan memainkan nadanya. Lalu lampu sorot berpindah ke barisan terompet dan trombone, nada dari mereka memperkuat penampilannya. Ketika kontrabass terdengar, para pemain timpani menyesuaikan permainannya dan membuat sebuah gerakan yang sempurna.

  Ini adalah sebuah musik yang memberikan semangat dan mungkin agak kontras dengan penampilan mereka yang klasik.








  Para penonton terkejut dan dari wajahnya terlihat kalau mereka sedang terkagum-kagum.

  Tetapi ritme dan melodi yang tampak familiar ini mempengaruhi penonton dan membuat mereka condong ke depan dan mendengarkannya dengan cermat. Dan pada akhirnya, kaki penonton berhentak seperti mengikuti ritme musiknya.

  Lagu apa ini? Aku sepertinya pernah mendengarnya, dan kupikir ini adalah lagu yang Klub Wind Orkestra sering mainkan.

  Ketika pikiranku seperti tertahan di tenggorokanku, Haruno-san menggerakkan tangannya di udara ke arah kiri dan kanan.

  Dalam sebuah orkestra yang harmonis, gerakan tersebut seperti tidak normal. Perhatian seluruh penonton terfokus ke gerakan tangan tersebut. Tangan yang kecil dan jari-jemari yang panjang tersebut mulai menghitung mundur.

  Itu adalah momen dimana ada frase yang sangat familiar di telingaku. Setiap orang yang ada di arena olahraga ini, tampaknya tahu apa ini.

  Haruno-san seperti menggerakkan separuh dari tubuhnya. Sambil memegangi tongkat dirigennya, tangan satunya mengarah ke penonton. Dia dengan enerjik melambaikan tangannya.

  Sinyal barusan membuat panggung dan penonton seperti melompat dari kakinya dan berteriak bersama-sama.

  "Mambo!"

  Dengan antusiasme yang meledak seperti itu, pertunjukan terus mengalir.

  Dan sekali lagi, "Mambo!" terdengar seperti sebuah gelombang massa.

  Bahkan barisan yang terdiri dari penonton-penonton pria dan wanita dewasa seumuran Haruno-san mengikuti instruksinya dan berteriak juga.

  Suasana ini mirip sebuah klub musik yang menyediakan pertunjukan langsung.

  Orang-orang yang hadir tidak akan mampu menolak untuk tidak bergabung. Dan inilah suasana yang memang sengaja diciptakan. Dan satu-satunya orang yang membuat itu terjadi, memimpin orkestra yang berkompeten tersebut adalah Yukinoshita Haruno.

  Ini karena aku berdiri di barisan paling belakang, maka aku bisa menyimpulkannya seperti itu. Mungkin kalau aku berada di tengah kerumunan penonton, aku akan berubah menjadi sesuatu yang menakutkan. Biasanya, aku akan duduk saja membiarkan suasana itu berlalu dan menguap.

  Musik dari orkestra tersebut terus berlanjut, menuju bagian akhir penampilannya.

  "...Seperti biasanya."

  Aku bisa mendengarkan suara orang di sebelahku, suaranya begitu pelan sehingga bisa tenggelam oleh intensitas suara orkestra yang sedang tampil.

  "Huh?" aku tidak bisa mendengarkan dengan jelas apa yang ingin dia katakan, aku memiringkan kepalaku dan berusaha memfokuskan pendengaranku.

  Yukinoshita lalu mendekatkan tubuhnya kepadaku dan mulutnya mendekati telingaku, "Kataku, luar biasa seperti biasanya."

  Suara yang berbisik di telingaku yang mencoba melawan gelombang suara orkestra ini sudah memberitahuku seberapa dekat posisi kita berdua dalam kegelapan ini. Bau wangi yang lembut dan menyegarkan ini membuatku spontan untuk memiringkan tubuhku agak menjauh.

  Tetapi aku berubah pikiran dan tidak menjaga jarak dengannya, membiarkan jarak kita hanya kurang dari setengah langkah. Tidak masalah sih, selama wajah kita tidak begitu dekat, kupikir aku tidak perlu gugup.

  "Ini sebuah kejutan bagiku. Mendengarmu memuji seseorang."

  "...Benarkah? Mungkin tidak sepenuhnya memuji, tetapi aku memang menganggap nee-san luar biasa." Semakin dekat posisi kita, semakin jelas suara yang kudengar darinya. Tetapi kata-kata yang Yukinoshita katakan berikutnya, cukup membuatmu terdiam. "Kupikir aku ingin seperti dirinya juga."

  Dia menatap ke arah panggung. Dan disana, mengayunkan tongkat, dengan bebas, seperti sedang menari dengan pedangnya, adalah Haruno-san.






  Di panggung tersebut, berdiri lebih tinggi dari mimbar. Bermandikan cahaya lampu sorot adalah hal yang cocok untuknya.

  "...Kau tidak perlu menjadi seperti dirinya. Tetaplah menjadi dirimu sendiri."

  Setelah aku berbisik kepadanya, penonton mulai bertepuk tangan, Yukinoshita tidak membalas kata-kataku.










x Chapter VIII | END x





  Miris sekali melihat animenya tidak menggambarkan chapter ini dengan benar, terutama jarak antara Yukino dan Hachiman di ending chapter. Di animenya, jarak mereka berdua cukup jauh, di LN jarak mereka berdua berdekatan.

  ...

  Cukup annoying...Siapa Senpai 3B yang mencolek pantat Hachiman? Lucunya di review Watari pada afterwords seri [A] membahas pantat Hachiman yang bagus di episode 9 zoku. Mencurigakan...

  ...

  Keluar dari kelas 3B dengan posisi tangan Yukino merangkul Hachiman jelas menimbulkan gosip...

  ...

  Hachiman, jangan kau beritahu mengenai kebiasaan Yukino menyimpan pamflet itu...

  ...

  Karena dalam keterangannya, mereka ini berkeliling satu-persatu ke tiap kelas, ini artinya mereka mampir ke kelas 2J dimana sedang ramai gosip Yukino dan Hachiman.

  ...

  Kata-kata Hachiman di kelas 3B : Selama atraksi aman dan pengunjung senang, kurasa tidak masalah...

  Dicurigai, alasan itu pula yang membuat Yukino melunak terhadap kelas 3B. Mereka berdua menikmati atraksi tersebut. Entah atraksi yang mana, atraksi atau 'atraksi memegang tangan'.

  ...

  Kejadian serupa dimana Yukino merangkul lengan Hachiman terjadi lagi di volume selanjutnya, tepatnya di vol 7 chapter 6. Bedanya, keduanya merasa tidak keberatan dan berjalan berdua menuju hotel mereka.

  Bisa jadi karena mereka berada di Kyoto, tidak ada yang mengenali mereka. Tapi melihat volume 9 chapter 8 Yukino memegangi tangan Hachiman. Lalu di vol 10 chapter 1 Yukino memegangi tangan Hachiman selama di kereta, saya rasa ini bukan kebetulan, tapi mereka berdua memang menginginkannya.

  ...

  Jawaban mengapa Hachiman mengulur hutang kencannya dengan Yui terjawab di chapter ini, Hachiman menyukai Yukino.

  Ini adalah satu-satunya momen dimana Hachiman tidak menolak kontak tubuh dengan seorang gadis, malah Hachiman secara sadar memilih untuk berdekatan dengan Yukino. Sebenarnya banyak momen serupa di volume lainnya, hanya saja terhadap gadis yang sama, Yukinoshita Yukino.

  ...

  Yukino diam dan tidak bisa menjawab kata-kata Hachiman tentang saran Hachiman untuk menjadi diri sendiri dan berhenti mengejar bayang-bayang Haruno.

  Sebenarnya, Yukino belum bisa memberikan jawabannya dan dia mendengarnya. Yukino baru membalasnya di vol 9 chapter 8, dia sudah tidak lagi mengejar bayang-bayang Haruno. Lalu Hayama sendiri mengkonfirmasi itu di vol 10 chapter 8.

  Alasan perubahan Yukino itu sudah dikatakan Hayama sendiri di vol 10 chapter 8, dimana itu merujuk ke adegan vol 2 chapter 4 ketika Yui mengatakan sesuatu di depan Yukino, Zaimokuza, Totsuka, Hachiman, dan Hayama:

  "Satu-satunya hal yang membuat seorang gadis berubah adalah cinta..."

  ...

    

  

3 komentar:

  1. Sial, mestinya adegan di chapter ini bisa lebih di maksimalkan di animenya, tapi justru adegan atap sagami yg di tonjolkan. Kayaknya memang s1 oregairu itu fokus ke sifat menyimpannya hachiman aja. Makanya pas masuk s2 jadinya kaget kok yukino jadi dere-dere begitu

    BalasHapus