Sabtu, 22 Agustus 2015

[ TRANSLATE ] Oregairu Vol.11 Chapter 2 : Dan begitulah, perang antar sesama wanita dimulai ( dan para prianya juga )



x Chapter II x








  Setelah mendengar pintu diketuk, mata kami tertuju ke arah pintu untuk beberapa saat.

  Isshiki yang hendak meninggalkan ruangan, setelah menatap ke arah kami dan pintu, dia tiba-tiba kembali ke kursinya. Well, aku tahu rasanya bagaimana aneh suasananya ketika bertemu mata dengan pengunjung yang hendak masuk di pintu keluar.

  Tidak lama kemudian, aku mendengar suara percakapan di balik pintu tersebut.

  "Ini bukannya kita butuh bantuan mereka..."

  "Tidak apa-apa, tidak apa-apa. Lagipula, aku sendiri juga tidak tahu banyak juga."

  Suara itu terdengar familiar dengan gaya terang-terangan, sementara satunya terkesan lembut dan kuat.

  Pintu kembali diketuk, tetapi kali ini ketukannya lebih teratur dari sebelumnya.

  "Silakan masuk," Yukinoshita menjawabnya dan pintu bergeser perlahan. Muncul dibaliknya, Ebina-san.

  "Hallo, hallo! Apa kalian punya waktu sebentar?"

  "Hina? Oh, tentu, masuk sini, ayo masuk kesini!" Yuigahama menggerakkan tangannya dan Ebina mengangguk. Tentunya, semakin cepat kamu masuk ruangan, semakin sedikit angin yang masuk ke dalam. Tempat dudukku paling dekat dengan pintu...

  "Maaf ya kalau mengganggu," Ebina-san tampaknya berusaha bersikap sopan ketika masuk. Mengikuti di belakangnya, dengan ekspresi gelap dan memalingkan matanya, Miura Yumiko.

  "Apa ada yang bisa kami bantu?" tanya Yukinoshita.

  Mulut Miura seperti terganggu ketika dia menatap Isshiki. "Dan kenapa dia ada disini?"

  "Oh, itu juga hal yang hendak aku tanyakan juga...atau semacamnya!" Isshiki menjawabnya dengan tersenyum sementara Miura memutar-mutar ujung rambutnya dengan tatapan kurang senang.

  Oh, suasana ini memang cukup janggal...Itu yang ada di pikiranku. Apa yang dipikirkan Miura mungkin sama seperti yang dipikirkan Yuigahama yang berusaha menengahi. "Ummm, apa kamu merasa kesulitan berbicara jika ada banyak orang disini?"

  "Tidak, tidak juga..." jawab Miura, sikapnya masih terlihat kaku. Ini sudah jelas kalau dia sepertinya tidak akan mampu untuk mengatakannya dengan mudah.

  "Kami bisa mengusirkan Isshiki untukmu jika kamu mau," aku menawarkan bantuan kepadanya.

  "Huh!? Kenapa!?"

  Bukannya kamu sendiri bukan anggota Klub ini...Tahu enggak, keberadaanmu disini itu sudah memberikan suasana abnormal di ruangan ini?

  Ebina-san menepuk pundak Miura untuk menenangkannya. "Sekarang, tenang dulu Yumiko. Pikirkan saja apa yang ingin kamu bicarakan. Jika tidak terlalu detail, kupikir tidak masalah, bukan?"

  "Itu benar...Aku membayangkan memang suasananya agak sulit untuk mendiskusikan sesuatu...Aku juga sebenarnya tidak keberatan." Yukinoshita menatap ke arahku, memberiku persetujuan untuk melakukannya.

  Aku mengangguk ke arahnya. "Well, kenapa kita tidak coba dengar dulu? Jika terlalu membingungkan setelahnya, kita bisa membuat percakapannya lebih personal."

  "Uh huh, itu terdengar bagus...Oh, tetapi, Iroha-chan mungkin punya ide yang bagus juga," Yuigahama menambahkan.

  Isshiki jelas tidak senang diperlakukan sebagai orang luar, aku langsung menatap tajam ke Yuigahama yang membalasku dengan senyuman lega. Aku sebenarnya juga kurang enak kepadanya karena dia mempertimbangkan perasaan kedua pihak.

  "Kalau begitu, kau bisa ceritakan dari awal." Yukino mengatakannya untuk memulai pembicaraan.

  Mata Miura menatap Isshiki cukup lama, tetapi dia memalingkan tatapannya setelah itu. Dia memegangi rambutnya seperti mencari ujung rambutnya, lalu dia membuka mulutnya untuk berbicara.

  "...Well, tahu kan? Aku sedang berpikir untuk membuat coklat...Um, kita akan sibuk dengan ujian atau semacamnya tahun depan...Jadi ini seperti saat terakhir kita atau semacam itu."

  Dia menutup kata-katanya dengan suara yang melemah diliputi rasa malu-malu. Pipinya memerah ketika dia berbicara tadi.

  Meski begitu, aku melihat sebuah kesendirian tergantung di kata-katanya, meskipun aku sadar ini cuma pendapatku saja.

  Tahun depan, di waktu yang sama, kita tidak diharuskan untuk hadir ke sekolah.

  Itu karena bersamaan dengan musim ujian masuk, ujian masuk Universitas Swasta juga digelar di saat yang bersamaan.

  Oleh karena itu, ini adalah Valentine Day terakhir di kehidupan SMA kita. Yang tentunya akan memberikan makna yang berbeda-beda bagi kita di masa depan nanti.

  Misalnya, jika kamu menjadi Mahasiswa ataupun bekerja, kamu mungkin akan melihat Valentine Day dengan warna yang berbeda. Sebagai orang dewasa, aku juga ragu kamu akan bisa menikmati kegembiraan dari menerima coklat itu. Hal yang sama juga terlihat di salju: saat masih kecil, melihat salju turun akan memberikan kegembiraan dan suasana yang menyenangkan. Sekarang ketika dewasa, melihatnya saja sudah membuatmu terganggu, entah itu sekolah bersalju, cuaca yang dingin, atau pakaian menjadi basah.

  "...Jadi, aku ingin mencoba membuatnya atau semacamnya," Miura melanjutkan kata-katanya sambil memutar-mutar rambutnya, mencoba menyembunyikan wajahnya yang tersipu malu.

  Kata-kata yang keluar dari mulutnya bersamaan dengan rambutnya yang berdansa di jemarinya mungkin adalah hal yang bisa dipahami oleh beberapa orang.

  Orang-orang yang bisa memahami itu, adalah orang-orang yang menjalani Valentine Day terakhir mereka di SMA.

  Seperti yang kukatakan, mungkin tidak banyak yang bisa merasakan hal yang sama dengannya. Isshiki masih memiliki satu tahun tersisa, yang artinya dia mungkin tidak begitu merasakan hal itu. Mulutnya dibiarkan terbuka seperti kesulitan untuk memahami kalau itu adalah hal besar sementara Yukinoshita seperti memikirkan sesuatu dengan tangannya menempel ke dagunya.

  Yuigahama lalu menatap tajam ke arah Miura.

  "...Yumiko, bukankah kamu tadi bilang tidak akan membuat coklat karena terlalu sulit?"

  "...W-Well---" Miura sepertinya kehilangan kata-kata, diam-diam memalingkan pandangannya. Tetapi Yuigahama mengikuti arah tatapannya sehingga terkesan tidak membiarkannya pergi menjauh.

  Ebina-san melihat Yuigahama yang menatap Miura dengan rasa kurang senang. "Sekarang, tenang dulu, apa masalahnya? Kupikir membuat coklat adalah hal yang bagus."

  "Huh? Jadi kamu akan membuatnya juga, Hina?" Yuigahama bertanya dengan rasa terkejut.

  "Yep, Well, itu lebih tepatnya aku hanya ingin menemani Yumiko atau semacamnya. Tidak ada ruginya bukan kalau belajar membuat coklat."

  "Oh, itu memang agak mengejutkan..."

  "Benarkah? Seperti, jika aku belajar membuatnya, itu akan menjadi barang dagangan yang bagus seperti di Comiket," Ebina-san mengatakannya dengan antusias.

  Melihat percakapan keduanya, aku merasa ada hal yang ganjil.

  "Oh ho...?"

  ...Barang jualan? Barang, huh? Hmmm? Aku melihat ke arah Ebina-san, melihat kata-katanya terdengar aneh, dan dia memalingkan wajahnya kepadaku. Sebuah tatapan yang berasal dari balik lensa kacamata seperti bertanya balik kepadaku apakah ada sesuatu yang salah. Aku agak mencondongkan kepalaku untuk meresponnya.

  Sering, barang buatan tangan, apakah itu sengaja dijual ataupun sebagai hadiah, biasanya digunakan untuk sebuah formalitas untuk menunjukkan sebuah hubungan yang lebih dari sekedar pertemanan biasa. Ebina-san harusnya tahu soal ini, meski begitu dia tetap ingin tahu bagaimana caranya membuat coklat untuk Valentine.



  Dengan kata lain, dia sepertinya berpikir untuk memberikannya ke seseorang, bahkan jika itu sedikit...


  ...Boleh juga kau, Tobe. Kamu tampaknya sudah membuat sebuah langkah maju. Sebenarnya, aku bahkan tidak tahu apakah Tobe yang hendak dia beri coklatnya karena jika orang itu Tobe, kurasa akan terlihat sedikit aneh. Maksudku, serius ini, siapa Tobe baginya?

  Ketika pikiran-pikiran itu sedang berlarian di kepalaku, aku merasakan sebuah kehangatan mengisi hatiku ketika aku melihat Ebina-san. Lalu, kedua alisnya seperti menyatu. Dia nampaknya sedang dalam mode 'busuk' dan kacamatanya tiba-tiba bersinar.

  "Yeah, kau harus memberinya coklat buatan tangan! Aku berpikir kalau kau harusnya memberi Hayato-kun sebuah bro-chocolate, Hikitani-kun!"

  "Yang benar saja, aku tidak akan melakukannya..."

  Begitu ya, Ebina-san nampaknya tidak akan berganti ke mode itu dalam waktu dekat...Ngomong-ngomong, apa-apaan yang barusan dia katakan? Bro-choco? Tomo-choco? Apa-apaan barusan itu? Kakek dari Chibi Maruko-chan?

  "Dia sepertinya tidak akan menerima coklat dari siapapun, bukan?"

  "Kecuali yang memberikannya seorang pria!"

  Sejak awal aku harusnya tidak memperpanjang diskusi ini...

  Mau tidak mau kita harus mendengarkan Ebina-san...Lagipula, orang yang biasanya menghentikan mode itu sekarang sedang sibuk bermain dengan rambutnya.

  Sementara itu, aku sebaiknya tidak memperhatikan Ebina-san yang mulai lagi berbicara tentang bro-chocho dan homo-choho.

  Duduk di sebelahnya, Isshiki menyilangkan tangannya dan menggerutu. "Benar juga. Sulit bagi kita karena dia sudah bilang kalau dia tidak menerima apapun."

  Yep--Tunggu, tidak, masalahnya bukan itu, tetapi karena kita berdua adalah sesama pria...Tunggu, setelah kupikir lagi, dia sepertinya senang menerima coklat dari pria karena tidak akan menyebabkan masalah baginya...Tetapi tahu tidak!? Itu justru akan menyebabkan masalah lainnya! Dan hal-hal semacam itu akan memberiku nilai nol!

  "Jadi apa yang harus kita lakukan...?"

  "Haa...Benar sekali."

  Ketika suara Isshiki dan Miura saling bersahutan, mereka lalu mengangkat wajahnya. Tatapan mereka bertabrakan seperti sebuah kembang api hendak disulut...

  Ya ampun, ini sungguh menakutkan...




*   *   *




  Aku pergi ke lantai satu menuju mesin penjual minuman untuk membeli sekaleng MAX COFFEE dengan sekali klik.

  Aku mengembuskan napas lega ketika mengambil sekaleng kopiku ini.

  Sebagai seorang pria, aku tidak tahan melihat pertempuran antara Isshiki dan Miura dan hanya bisa melihat mereka dengan posisi duduk yang tenggelam di kursiku. Aku menaikkan bahuku terlalu banyak dan mulai terlihat seperti Slenderman sang makhluk mitos di dunia barat.

  Setelah membersihkan tanganku, aku pergi kembali ke ruangan klub sambil meneguk sekaleng kopi untuk mengembalikan energiku yang telah hilang. Ketika aku sedang menaiki tangga, aku melihat ada seseorang sedang mengintip di depan pintu ruangan klub.

  Dia terus menatap ke arah ruangan klub, dengan sesekali rambut ponytailnya naik dan turun.

  "...Huh, apa yang kau lakukan disini?" akhinya aku memutuskan untuk memanggilnya, karena kupikir ini akan terlalu mencurigakan. Rambut ponytailnya terkesan melompat dan dia menatapku dengan agak ketakutan.

  Dia seperti sangat berhati-hati sehingga mirip dengan kucing gunung yang melompat kesana-kemari di gunung. Aku berusaha menahan lidahku ini dengan kopi yang ada di mulutku, tetapi ini bukannya waktu yang tepat untuk bersantai menghadapi seekor hewan liar.

  Apa yang harus kulakukan adalah memanggil namanya, tidak memintanya masuk! Umm, kita lihat... Kawa-sesuatu harusnya pas. Heeeey, Kawa-sesuatu-san. Aku mencoba memanggilnya dalam pikiranku, menanyakan apa keperluannya. "Apa kamu perlu sesuatu?"

  Setelah mendengar pertanyaanku, Kawa-sesuatu-san mengembuskan napas leganya. Lalu dia mengajakku ke ujung lorong dengan tangannya. Oh iya, namanya adalah Kawasaki Saki-san. Aku memang tahu itu.

  Sambil terus menatap ruangan klub, dia bertanya, "K-Kamu punya waktu?"

  "Uh, kenapa tidak masuk saja ke dalam? Di luar sini dingin sekali."

  Sepertinya, dia punya keperluan dengan Klub Relawan. Jujur saja aku ingin segera masuk ke ruangan yang hangat itu sesegera mungkin. Tetapi Kawasaki berhenti sejenak lalu mencondongkan tangannya.

  "Huh...? Tunggu, disini tidak apa-apa! Aku tidak masalah disini! Aku punya sesuatu yang ingin kutanyakan ke Yukinoshita, itu saja..."

  Kenapa kamu tidak masuk saja dan tanya langsung kepadanya...?

  "Yukinoshita ada di dalam jika kamu butuh sesuatu. Jadi masuk saja ke dalam. Disini dingin, dan bisa sakit kalau lama-lama disini."

  Lorong dari gedung khusus ini seperti dipenuhi dengan suasana dingin yang disebabkan oleh terbukanya jendela yang berasal dari ruangan kelas. Tubuhku mulai dirasuki hawa dingin ini, mulai dari kakiku. Jendela-jendela lorong terdengar berderit merespon angin yang masuk ke dalam, jendela-jendela tersebut seperti kedinginan juga ketika angin melewati mereka.

  "Aku...tidak begitu kedinginan..." kata Kawasaki, memalingkan wajahnya dariku.

  Kamu mungkin tidak apa-apa, tetapi aku tidak... Kalau aku sakit karena ini maka akan menimbulkan masalah. Menularkan flu ke Komachi, atau terbaring karena berusaha sembuh, dan aku akan mendapatkan beberapa masalah karena itu.

  Oh satu hal lagi, sebagai warga Chiba, cara terbaik untuk menyembuhkan flu adalah memakan bawang sebanyak mungkin, bersama dengan rempah-rempah. Setelah itu, sekaleng MAX COFFEE yang hangat disertai tidur yang cukup akan menyelesaikannya. Setelahnya, kamu akan tersadar di rumah sakit. Oleh karena itu kita harus tetap di rumah untuk menghindari terkena flu.

  Rumah Kawasaki juga terdapat siswa yang hendak mengikuti ujian. Jika adik Kawasaki, Taishi, kena flu dan menulari Komachi, aku sendiri tidak ragu untuk mengotori tanganku dengan dosa dan pertumpahan darah...

  "Masuk saja," aku mengatakannya dengan tegas. Nadaku terdengar tajam agar serangga beracun bernama Taishi yang berani sekali mendekati Komachi milikku tahu diri.

  Kawasaki akhirnya mengikuti saranku. "Ji-Jika itu maumu..."

  Baguslah kalau kamu mengerti. Aku ingin Komachi tidak berpeluang untuk sakit dan semacam itu.

  "Di dalam juga akan membuatmu terhindar dari sakit," kataku sambil membuka pintunya. Aku mengangguk kepadanya seperti memberinya simbol untuk masuk.

  Setelah menatap ke dalam, dia melihatku kembali.

  "...O-Oke," kata-katanya sangat kontras dengan penampilannya yang sangat mengintimidasi dan dia berjalan masuk ke dalam ruangan.

  Dia terlihat anggun ketika berjalan, tetapi dia sebenarnya mencoba jujur kepada dirinya, gadis yang sangat baik dan bisa kautemukan dimana saja. Itu yang terlintas di pikiranku ketika mengikutinya berjalan masuk ke ruangan.

  "Selamat datang, Hikki...Huh, Saki?"

  Yuigahama menatap ke arah kami dengan tatapan curiga.

  "Ah, yeah..."

  Dengan responnya yang aneh, sekarang Kawasaki menjadi pusat perhatian di ruangan itu.

  Yukinoshita mengedipkan matanya ke arahnya seperti penuh dengan tanda tanya sementara Isshiki terlihat menjaga jarak karena takut. Bukan, bukan, Kawa-sesuatu-san mungkin terlihat menakutkan, tetapi dia tidak, oke?

  Ebina-san, di lain pihak, secara spontan memanggilnya. "Oh, halo disana, Saki-saki. Hallo, Hallo!"

  "Jangan panggil aku Saki-Saki." Kawasaki membalasnya.

  Untuk menenangkan situasinya, Yuigahama memindahkan kursinya ke dekatnya. "Sangat jarang melihatmu berada disini, Saki...Mungkin saja, ini pertama kalinya kamu kesini, ya?"

  Mereka pasti berteman dengan akrab setelah Darmawisata karena memanggilnya Saki. Aku sepertinya hendak menangis saja ketika Kawa-sesuatu Saki-san akhirnya punya orang yang memanggil nama depannya, Saki.

  Ya, ya, melihat para gadis terlihat akrab adalah hal yang indah. Sangat. Itulah yang terpikirkan olehku sambil membuat tubuhku hangat. Sementara, Yukinoshita mempersiapkan beberapa teh di gelas kertas dan menyajikannya, "Jadi, apa yang kau perlukan dari kami?"

  "Te-Terima Kaasih...Um..."

  Meskipun Kawasaki terlihat membuka pembicaraannya, dia tidak mampu untuk melanjutkan. Ah, aku ingat kalau dia mengatakan ingin berbicara kepada Yukinoshita tentang sesuatu. Kawasaki menggumam, seperti tidak yakin bagaimana harus mengatakannya. Dia dipotong oleh suara kuku yang mengetuk meja di sebelahnya.

  Dari arah tersebut, Miura tampak tidak senang. Kawasaki, sepertinya juga tidak senang dengan sikapnya dan menatapnya tajam, Miura juga melakukan hal yang sama.

  "Maaf ya, mereka belum selesai dengan urusanku?"

  "Ha? Kamu dari tadi cuma diam dan minum teh saja, bukan?"

  Aku tarik kata-kataku soal anggun tadi. Kawasaki-san sangat menakutkan...

  Miura dan Kawasaki seperti menusukkan pisau ke satu sama lain, dan tidak ada satupun dari mereka yang bergerak. Kalian berdua memang punya hubungan yang buruk, ya...? Melihat itu, membuat Isshiki seperti menjadi beku.

  Dengan situasi yang seperti itu, Ebina-san berusaha mendinginkan suasana. "Oke, oke, tenang, Yumiko. Saki-Saki, kamu kesini ingin membicarakan sesuatu, bukan? Kalau kamu tidak keberatan, kami ingin juga mendengarnya."

  "Aku percaya kalau kamilah yang diminta tolong olehnya..."

  "Ngomong-ngomong, katakan saja, bagaimana?" Ebina-san bertanya lagi, nampaknya tidak mempedulikan keluhan Yukinoshita.

  Kawasaki menatap ke arah Yukinoshita, Yuigahama, dan kemudian diriku. Dia kemudian berbicara.

  "Sebenarnya, aku punya beberapa permintaan mengenai cara membuat coklat..."

  Ketika dia mengatakannya, Miura langsung memotong. "Apa, kamu juga ingin memberikan seseorang coklat? Itu sungguh ajaib."

  "Ah?"

  "Ha?"

  Mereka berdua, sekali lagi, saling menatap tajam.



  "...Jangan samakan aku denganmu. Kuberi tahu saja ya, aku tidak tertarik untuk menggunakan coklat seperti yang ingin kau lakukan."

  "Ha?"

  "Ah?"

  ....Hentikan itu! Tolong kalian yang akur ya!

  Melihat mereka berdebat, Yukinoshita mengembuskan napasnya dan mencondongkan kepalanya. Aku bisa membaca kalau dirimu tidak begitu suka terhadap mereka berdua...Oh, tetapi, belakangan ini 'Yukinon dengan pisau kebenaran yang merobek hati tiap orang' sudah jarang beraksi.

  Isshiki menggumam, melihat kedua gadis yang tidak mau mengalah tersebut. "Senpai, kenalanmu ternyata orang-orang aneh semua..."

  "Ha?"

  "Ah?"

  Merasa tidak nyaman oleh perang dingin mereka, Isshiki tiba-tiba menempel di belakangku dan berbisik. Ingat kata-kataku tentang ranjau darat...? Kamu seperti kucing yang pura-pura bodoh...Lagipula, aku juga takut denganmu seperti kedua gadis itu.

  Ngomong-ngomong, mari kita buat suasananya lebih baik dengan membuat jelas maksud kedatangan mereka, kurasa inilah satu-satunya cara keluar dari sistuasi yang mencekam ini.

  "Jadi, ada apa dengan coklatmu yang berbeda dengannya?"

  "Adikku yang paling muda mendengar tentang Valentine Day di sekolahnya, dan sekarang dia ingin membuatnya...Apakah kamu tahu cara membuat coklat yang mudah sehingga anak kecil bisa membuatnya?"

  "Yang bisa dibuat dengan mudah oleh anak kecil..." Yukinoshita mengangguk, mengulang kata-katanya tadi.

  Ebina-san memiringkan kepalanya. "Bukannya kamu pintar memasak masakan rumah, Saki-Saki?"

  Ah iya, Kawasaki memang mengurusi rumah tangga keluarganya karena kedua orang tuanya yang sibuk, dan juga dia memiliki banyak sekali saudara. Aku memang pernah melihatnya membawa tas dengan banyak sekali bawang berwarna hijau di dalamnya. Jadi bisa diartikan dia juga pintar memasak. Aku menatap ke arahnya dan dia memalingkan wajahnya dariku.

  "...Um, masakan yang biasanya kumasak sangat standar. Kupikir anak-anak juga tidak akan mau."

  "Jika kamu tidak keberatan, biasanya kamu membuat apa, Kawasaki-san?" Yukinoshita bertanya, dan diikuti oleh kesunyian yang melanda ruangan ini.

  Dengan gagap, Kawasaki menjawab, "M-Ma..."

  M...Manisan? Itu adalah makanan yang disukai anak-anak. Waktu aku masih kecil dulu, aku pernah bertengkar dengan Komachi mengenai manisan Sinterklas di atas kue Natal...Meskipun pada akhirnya, kita tahu kalau ternyata itu tidak begitu enak. Komachi dan aku berhenti memakannya dan membiarkan ayahku untuk membunganya.

  Tetapi tampaknya bukan itu yang hendak dia katakan. Semua orang melihat ke arahnya, untuk melihat jawabannya.

  "Masakan dengan bola-bola kentang yang direbus..."

  ...Standar sekali.

  Ruangan terasa sunyi mendengar jawabannya yang sangat datar. Respon semua orang disini terlalu terang-terangan sehingga membuatnya sedih, tampaknya itu cukup memalukan untuknya.

  Melihat itu, Yuigahama membuat ekspresi penuh determinasi untuk menyemangati Kawasaki dengan suara yang enerjik.

  "Itu terdengar hebat! Aku bahkan tidak bisa memasak! Kamu benar-benar luar biasa! Benar, Yukinon!?"

  Ketika ditanya, Yukinoshita menganggukkan kepalanya. "Benar sekali. Bola kentang mengingatkanku tentang Bola kucing, kupikir itu sangat menggemaskan sekali, benar tidak?"



  "Ini malah jawaban yang aneh!?" Yuigahama ternyata kecewa dengan jawabannya. Kamu benar sekali, kamu bahkan tidak bisa menyebutnya jawaban.

  Apa-apaan dengan cat ball? Apa kamu mungkin membayangkan bagaimana kucing melingkar membentuk bola ketika mereka tidur? Dan ketika kamu memaksa mereka untuk melingkar, mereka akan memberimu ekspresi kurang nyaman? Hmm, kupikir jika aku membayangkannya, aku juga beranggapan itu memang sedikit menggemaskan. Tetapi kucing yang berbulu lebat bisa menjadi semacam kain lap yang ditempeli banyak debu, jadi hati-hatilah!

  Ngomong-ngomong, mari kita pindahkan topik kucing itu dan fokus ke Kawasaki. Lagipula, jawaban Yukinoshita tadi membuatnya bertambah malu meskipun yang dimaksudnya adalah bayi kucing. Maafkan aku kalau dia tidak tahu bagaimana caranya membuat orang merasa lebih baik...

  Sebuah kompensasi, entah kau menyebutnya apa, aku pura-pura batuk dan menambahkan, "Jika kamu memang bisa memasak itu, kamu pastilah seorang yang bisa memasak."

  "Oh, itu ada benarnya juga. Meskipun agak standar..." Isshiki menambahkan kata-kata itu setelahku. Meski dia sendiri sedikit bingung, dia tidak berusaha untuk merendahkan ataupun memujinya.

  "Yep, itu adalah sesuatu yang Saki-Saki sangat ahli dalam membuatnya!" Ebina-san mengacungkan jari telunjuknya, menunjukkan senyum ala Ebi-Ebi.

  Kawasaki merasa tidak nyaman sekarang, seperti sadar kalau kata-kata mereka tidak benar-benar berniat memujinya. Dia sekarang menatap Miura, tampaknya sedang memikirkan apa respon darinya.

  Miura tampaknya menatap Kawasaki untuk sejenak dan memalingkan pandangannya seperti mengatakan tidak tertarik. Dengan suara yang pelan, dia seperti berbisik ke suatu tempat kosong, "Jadi kamu bisa masak?"

  "Huh? Oh, ya, aku bisa..."

  "Hmmm...."

  Dia mengatakannya sambil memutar-mutar ujung rambutnya dengan jemarinya, dia menjawabnya dengan sedikit nada hormat. Aku bisa membayangkan kalau Miura sendiri tidak bisa memasak...Sebagai seorang gadis, kupikir itu adalah sebuah skill yang harus dimiliki.

  "Jika Kawasaki-san bisa memasak, kupikir kita tinggal memberikan pilihan menu yang bisa dia pilih." Yukinoshita menaruh tangannya di dagu sambil menjawab itu.

  "Ja-Jangan lupakan aku! Aku juga ingin tahu! Jika anak-anak bisa, maka aku harusnya bisa!" Yuigahama secara enerjik menaikkan tangannya.

  Yukinoshita merendahkan pandangannya. "...Tampaknya aku sedikit ragu tentang hal itu."

  "Kamu terlalu jujur, Yukinon!"

  "Sebenarnya, dia tidak mengatakan itu mustahil. Jadi dia sudah berbaik hati kepadamu."

  "Kalian berdua berpikir seberapa hopeless diriku soal memasak ini?"

  Kamu hanya tidak sadar saja...Kalau berbicara soal Yuigahama, entah menunya, maka entah proses memasaknya yang jadi masalah. Dia perlu membuang kebiasaannya tentang menaruh ide-ide mengenai rasa-rasa aneh yang membuat masakannya menjadi buruk. Makanan yang dia buat di masa lalu dengan Yukinoshita telah menghasilkan sesuatu yang tidak bisa dilukiskan dengan indra pengecap. Well, bukannya ada masalah atau sesuatu dari teknik Yukinoshita mengajarinya memasak...

  "Bagaimana denganku?"

  "Benar, benar, biarkan kamu ikut juga!"

  Miura dan Ebina nampaknya sudah lelah mendengarkan cerita dari Kawasaki, mereka mengatakannya dengan kurang senang. Isshiki lalu menaikkan tangannya.

  "Oh, aku juga ingin berpartisipasi sebagai referensi."

  Melihatnya, Yukinoshita mengembuskan napasnya.

  "Aku tidak keberatan..." dia mengatakannya, sambil menatapku.

  "...Hmm, ya tidak apa-apa dan lihat hasilnya nanti. Bukankah mereka sendiri nanti yang akan mengerjakannya?"

  "Itu benar...kamu benar sekali. Aku akan menyiapkan sesuatunya. Jadi jika tidak keberatan, maka aku membutuhkan waktu luang kalian nantinya untuk kegiatan ini..."

  Yukinoshita melihat ke arah Kawasaki, Ebina-san, dan kemudian Miura. Lalu ketiganya mengangguk setuju.






*  *  *





 Tidak lama setelah mereka meninggalkan ruangan Klub, suasana ruangan Klub kembali damai dan Yukinoshita terlihat bisa bernapas lega kembali.

  "Entah mengapa, hari ini terasa melelahkan..."

  Ketika kita menikmati seduhan teh merah ini, kami akhirnya bisa bersantai kembali. Hari ini, Klub mendapatkan klien yang sangat banyak. Tiga orang dalam satu hari. Kalau kita masukkan Isshiki juga, maka itu berarti empat orang. Ini mungkin rekor klien terbanyak dalam satu hari semenjak Klub berdiri.

  Kalau dibandingkan ketika aku pertama kali kesini, kegiatan kami bisa dikatakan sudah berkembang pesat.

  Ruangan yang dulunya hanya sebagai gudang ini, kini menjadi sebuah pusat kesibukan. Kursi-kursi ini dulunya hanya ditaruh di pojokan, disusun bertingkat, dan mengarah entah kemana. Tapi semenjak saat itu, mereka membuat semacam pola melingkar menggunakan meja sebagai acuan, dan menjadikannya juga sebagai tempat untuk minum teh.

  Ruangan Klub ini telah berubah banyak sejak pertama kali aku kesini.

  Udara yang hangat, peralatan minum teh dan selimut, dan dokumen-dokumen kegiatan Klub yang pernah dicatat terlihat mulai menumpuk. Jumlah kursi dan beberapa perabotan juga berbeda. Juga kurasa cahaya matahari kali ini terasa lebih terang, tidak lupa ada beberapa mantel yang digantung di dinding pada saat ini.

  Ruangan yang sebelumnya terlihat berwarna dingin, telah berubah menjadi hangat, seperti mengikuti perubahan musim di sekitarnya.

  Tapi aku tidak yakin kalau hal-hal di atas terjadi karena perubahan musim, bisa jadi karena ada faktor-faktor lainnya.

  Udara di sekitar seperti berusaha membujuk kami untuk cepat-cepat tidur, membuat kami merasa gelisah, dan karena itulah aku sekarang sedang melihat ke arah luar jendela.

  Menurut prakiraan cuaca, akan ada banyak sekali angin dingin bertiup dalam beberapa hari ke depan, termasuk hari ini, dan anginnya mulai bertiup kencang.

  Suara kaca-kaca jendela yang berderit satu sama lain, terdengar jelas di telingaku.

  Tiba-tiba, pintu terbuka dengan agak kasar, membuat suara yang berisik. Lalu, terdengar sebuah teguran.

  "Isshiki!"

  "Eek!"

  Isshiki seperti hendak melompat karena kaget, lalu dia menatap ke arah pintu secara perlahan.

  Hiratsuka-sensei berdiri di pintu dan tidak bergerak sedikitpun, dia terlihat marah.

  "Sensei, tolong ketuk..."

  "Ah, maaf. Karena ini mendesak...Isshiki."

  Dia merespon kata-kata Yukinoshita dengan senyum kecilnya sambil memegangi keningnya, lalu dia berjalan ke dalam ruangan ini dengan langkah yang tegas.

  Dia lalu berada di samping Isshiki, menyilangkan lengannya sambil menatap ke arah Isshiki.

  "Oh jadi ini maksudmu sedang bekerja, ya?"

  "Eh..."

  Isshiki sepertinya kehilangna kata-katanya, dan dia melihat sekelilingnya dengan gugup. Lalu tatapannya bertemu denganku.

  "Bukannya kamu tadi bilang lagi tidak ada pekerjaan?"

  "....Pada dasarnya memang lagi tidak ada pekerjaan."

  Mendengarkan pertanyaanku barusan, Isshiki memalingkan wajahnya, dan membalasnya dengan jawaban yang mencurigakan.

  Mendengar itu, Hiratsuka-sensei berkata.

  "Meskipun Pengurus OSIS terlihat bekerja seperti biasa, kamu masih punya pekerjaan yang harus kamu lakukan. Bukankah aku sudah beritahu kamu untuk membuat naskah pidato di upacara kelulusan nanti dan memberikannya kepadaku?"

  Upacara kelulusan...Apa sudah saatnya? Bukankah itu digelar di minggu kedua bulan Maret? Kalau begitu, berarti memang masih banyak waktu...seperti yang Isshiki duga. [Ahaha, tidaaaaaak~✰], dia mulai menunjukkan senyumnya yang manis kepadaku.

  "Tapi, bukankah itu bulan depan..."

  "Terlalu naif! Jika kamu terus mengulur-ulur waktu, kamu akan menyesal!"

  Mendengar Sensei yang bersikeras, bahu Isshiki seperti bergetar.

  Memang. Satu bulan lagi, bukankah 'masih' ada satu bulan lagi.

  Entah ini adalah sebuah pekerjaan ataupun liburan musim panas, jika kamu kemudian berpikir berapa banyak waktu yang tersisa, maka, secara cepat, waktu yang terlabeli 'masih' itu akan berlalu begitu saja.

  Waktu dan gelombang pasang tidak menunggu si pria, begitu kata pepatah.

  "Kamu tidak bisa benar-benar menghitung Februari adalah sebuah 'bulan'. Tidak hanya karena jumlah harinya yang lebih sedikit, tetapi juga ada Ujian Masuk SMA. Oleh karena itu, akan ada banyak pekerjaan yang harus dilakukan. Sederhananya, Februari memang tidak menyediakan waktu yang banyak."

  Hiratsuka-sensei mengatakan kata-kata tersebut dengan nada yang tajam.

  "Ya! Aku akan melakukannya! Aku akan beri yang terbaik! Aku akan memikirkan sesuatu! Oleh karena itu aku kesini untuk meminta bantuan mereka! Aku kesini ingin menanyakan pendapat mereka tentang Upacara Kelulusan tahun lalu."

  Isshiki menjawabnya dengan berapi-api. Itu merupakan sisi manis dari dirinya. Tapi, bukankah itu berbeda dengan yang dikatakan sebelumnya? Aku cukup yakin kalau dia tadi ingin berdiskusi tentang coklat valentine...

  Meskipun aku tidak mempermasalahkannya, sebenarnya tidak ada yang lebih meyakinkan dari kata-kata "Aku akan lakukan yang terbaik!" dan "Aku akan melakukan sesuatu tentang itu"...

  Kamu jangan sampai mempercayai kata-kata itu jika keluar dari mulut seorang pegawai kantoran. Sumber: Ayahku. Ayahku suka mengatakan hal-hal manis ketika membicarakan pekerjaan melalui telepon rumah. Setelah telepon selesai, dia kemudian mengatakan "Mana bisa selesai, Goblok!"....

  Tentunya, Hiratsuka-sensei melihat respon Isshiki yang optimis tersebut sambil memindahkan rambutnya ke depan, lalu dia melihat Isshiki dengan ekspresi frustasi.

  "Aku cuma mengingatkan, kamu tidak bisa seperti ini terus. Tahun depan, kamu harus melakukannya sendiri. Kamu tidak bisa terus-terusan tergantung kepada seniormu, benar?"

  Mendengar kata-kata Hiratsuka-sensei, Yukinoshita mengambil cangkir tehnya sambil menganggukkan kepalanya.

  "Memang benar."

  "Umm. Meski itu terdengar seperti sebuah hal yang besar...tapi Isshiki-san adalah Ketua OSIS SMA ini..."

  Yuigahama-pun melihat ke arah Isshiki dengan senyum yang dipaksakan.

  Karena itulah, dia seperti sedang mencari kawan, lalu memindahkan kursinya secara perlahan. Akhirnya, dengan air mata yang hendak jatuh dari kedua matanya, dia memegang erat lengan jasku.

  Aku benar-benar lemah melawan orang yang menggunakan metode seperti ini untuk mencari pertolongan.

  Kurasa ini tidak bisa ditolong lagi. Waktunya untuk mengatakan sesuatu untuk meredakan situasi ini... Ketika aku hendak berbicara, aku diinterupsi oleh Yukinoshita.

  "Hikigaya-kun, jangan membelanya."

  "Aku bukannya hendak membelanya atau semacam itu, bukankah dia datang ke Klub ini untuk meminta pertolongan..."

  Mendengarku mengatakan itu, Isshiki mulai mencondongkan badannya ke depan.

  "Benar sekali! Bukankah kalian setidaknya mendengarkan apa yang ingin kubicarakan ketika aku datang kesini?"

  "Tapi, kasus Iroha-chan agak berbeda dari Yumiko dan Saki..."

  Ketika Yuigahama mengatakan hal itu, kedua mata dari Hiratsuka-sensei berkedip seakan-akan terkejut.

  "Apa, maksudmu mereka juga datang kesini hari ini?"

  "Ya! Seperti kata anda barusan! Banyak sekali orang yang datang kesini hari ini! Jadi, aku tadi berpikir untuk membantu mereka sejenak..."

  "Itu bukan pekerjaanmu."

  Hiratsuka-sensei langsung menolak alibinya. Isshiki hanya bisa gigit jari mendengar penolakan itu.

  Isshiki, kamu terlalu naif. Selogis apapun alasanmu, mustahil bagi Sensei untuk memaafkanmu. Seberapa keras usahamu, Sensei akan selalu memberikan alasan yang lebih logis darimu. Meski begitu, Isshiki sendiri memang tidak begitu sopan ketika mengatakannya. Mungkin lebih tepatnya dia harus mengatakannya dengan lebih datar...Well, tidak juga. Apa yang menjadi sifatnya, biarlah seperti itu. Datar mungkin lebih tepat untuk mendeskripsikan sesuatushita-san!

  Meski begitu, orang-orang hanya akan menggunakan kata-kata bijak ketika mengkritik seseorang. Kamu harusnya tidak mengait-ngaitkan kata-kata bijak ketika menerima kritik. Oleh karena itu, hal yang benar adalah tidak menghiraukan kata-katanya.

  Akan kutunjukkan bagaimana caranya kau keluar dari situasi ini...

  "Sebenarnya, mereka berdua tadi membicarakan sesuatu tentang kegiatan para gadis, jadi akan lebih baik jika kita punya gadis yang lain untuk membantu diskusi itu. Setidaknya, itulah yang kupikirkan karena aku sendiri tidak begitu paham topiknya. Lagipula, bukankah wajar kalau para gadis seperti itu, karena sebentar lagi Valentine Day?"

  Valentine Day. Ketika aku mengatakan kata-kata ajaib itu, Hiratsuka-sensei tidak bergerak dari tempatnya. Lalu, dia memalingkan pandangannya ke arah jendela, seolah-olah hendak menatap sesuatu di kejauhan.

  "Valentine Day, memang...cukup nostalgia..."

  Setelah dia mengatakan hal itu, Hiratsuka-sensei kembali menatap kami. Sambil menatap kami, dia mengatakan "Valentine day..." dengan suara yang kecil.

  Dari kedua matanya, terlihat seperti sehabis membayangkan sesuatu hal yang melankolis.

  "Karena ada request, kurasa masalah pidatonya bisa menunggu sejenak. Mungkin ada benarnya kau butuh Isshiki untuk menyelesaikan request itu."

  "Eh, tidak juga, aku tidak begitu butuh bantuan dari Isshiki..."

  "Kata-kata barusan terdengar kejam sekali!?"

  Isshiki menatapku dengan penuh kekecewaan. Tidak, serius nih! Kamu hanya akan membuat jalannya penyelesaian request menjadi lebih sulit...Ketika aku mulai membalas tatapan dinginnya, Yuigahama mulai ikut campur.

  "Baiklah...Sebenarnya itu bukan ide yang buruk. Jika dia memang bisa membantu, maka setidaknya masalah kita akan berkurang sedikit..."

  "Yakin nih?"

  "Senpai, kamu anggap diriku selama ini apa..."

  Tidak menggubris kata-kata Isshiki, aku melihat ke arah Yukinoshita.

  "Kalau Yuigahama mengatakan demikian, kurasa aku juga tidak keberatan."

  Setelah itu, Hiratsuka-sensei menepuk kedua tangannya bersamaan.

  "Kalau begitu, sudah diputuskan. Isshiki akan menyelesaikan pidatonya sendirian. Juga, karena banyak sekali siswa yang mengharapkan bantuan kalian dengan request-request itu, kupikir kalian semua pantas dipuji karena berhasil menjalankan Klub ini sampai sekarang."

  "Bukannya mereka cuma menganggap kita sebagai 'alat bantu' saja..."

  Memang benar kalau jumlah orang yang datang ke kita untuk mengatakan requestnya telah meningkat. Karena itu, jumlah pekerjaan juga meningkat. Masalahnya, kita tidak mendapatkan bayaran atau hadiah setelah mengerjakannya. Bahkan aku merasa levelku disini sudah pasti menjadi member yang tidak akan pernah dibayar.

  Apa-apaan ini? Membuat waktu senggang kita seolah-olah adalah waktu yang fleksibel untuk pekerjaan? Tolonglah...Aku sudah seperti bekerja dalam sebuah Bisnis Kriminal.

  Melihat mataku yang menganggap pekerjaan ini sebuah beban, Hiratsuka-sensei mengedipkan matanya ke arahku.

  "Meski begitu, kamu akan tetap membantu mereka. Sebuah titik dimana kamu secara tidak sadar mulai membantu, adalah hal yang penting. Juga, bukan hal yang buruk jika Isshiki mendapatkan contoh yang seperti itu dalam kegiatan ini."

  "Ya! Aku akan terus memberikan usahaku yang terbaik!"

  Meskipun Isshiki membalasnya dengan enerjik, tapi sangat jelas dari wajahnya, senyumnya seakan-akan mengatakan "Tidaaak, tolong perpanjang deadlinenya~~"

  "...Tujuan utamaku memang untuk memperbaiki sikapmu itu. Ngomong-ngomong, lakukan yang terbaik."

  Dengan senyum yang kecut, Hiratsuka-sensei menepuk kepala Isshiki. Sambil melambaikan tangannya, dia kemudian meninggalkan ruangan Klub.

  Melihatnya pergi, kami akhirnya bisa bernapas lega untuk sekali lagi.

  "Tapi, ini memang masalah yang cukup besar."

  Mendengarkan Yukinoshita yang sedang melipat lengannya; Isshiki yang secara spontan menyilangkan lengannya, terlihat serius.

  "Ya, Miura-senpai terlihat sangat serius tadi, ini memang masalah yang besar."

  "Maksudku tadi adalah jumlah requestnya..."

  Yuigahama yang tertawa melihat percakapan keduanya, mulai berbicara.

  "Meski begitu, aku mulai memahami bagaimana perasaan Hayato..."

  Perasaan Hayama...tidak, akupun tidak memahami dirinya...Aku menatap Yuigahama untuk memberiku penjelasan maksudnya.

  "Ah, begini...bagaimana ya, agak sulit untuk menjelaskannya, atau mungkin aku hanya terlalu menduga-duga..."

  Sifat yang suka mengkhawatirkan orang lain memang sifatnya. Mendengar hal itu, Isshiki menganggukkan kepalanya.

  "Ah, itu memang Yui-senpai. Sangat baik."

  "Begitu kah...seperti diriku, huh..."

  Yuigahama tertawa kecil mendengar kata-kata Isshiki. Mungkin karena itu. Atau tepatnya, dia mirip dengan Hayama Hayato. Karena keduanya adalah orang baik, mereka mungkin menderita karena terlalu memikirkan orang lain.

  Mengenai hal itu, Yuigahama memang cukup dekat dengan Hayama, Miura, juga Isshiki. Dirinya yang bimbang antara memilih bersama ketiganya sudah terlihat ketika kami pergi ke Destiny Land, dan kurasa cukup jelas untuk saat ini.

  'Ah, masalah yang besar...' aku bisa saja mengatakan hal itu. Tapi, aku tidak ingin mengatakannya.

  Aku tidak paham mengapa seseorang menjadi sangat khawatir tentang hubungannya dengan orang lain. Meski begitu, aku merasa kalau kami berdua punya keinginan yang sama. Yaitu menginginkan agar bisa memahami sesuatu.

  Mungkin, Yukinoshita memiliki keinginan yang sama. Aku bisa merasakannya jika melihat Yukinoshita yang cukup khawatir terhadap suasana hati Yuigahama yang agak galau untuk saat ini.

  Misalnya, jika aku memiliki sifat seperti Hayama, mungkin semua yang sudah kulakukan hingga saat ini adalah usaha yang sia-sia.

  Hayama Hayato, yang hidup dengan mengemban ekspektasi orang-orang, memutuskan untuk memenuhi ekspektasi itu dengan sempurna. Menyelesaikan segala kompromi tanpa kompromi. Mendedikasikan hidupnya hanya untuk cara hidup seperti itu.

  Tidak ada yang lebih tulus, setulus ketidaktulusannya.

  Untuk orang baik seperti dirinya, tidak banyak yang bisa dilakukan orang tidak baik sepertiku. Yang bisa kulakukan hanyalah menghabiskan waktu di monolog, atau mengulang-ulang hal yang sama.

  "...Bukankah kita tinggal mencari saja alasannya? Seperti sebuah alasan yang logis untuk meyakinkan Hayama."

  "Huh?"

  Isshiki sepertinya tidak ada ide tentang maksud perkataanku, terlihat dari dirinya yang memiringkan kepalanya merespon perkataanku. Meskipun sikapnya itu terlihat manis di mataku, tetapi jawabannya cukup menggangguku, Isshiki...

  "Selama kamu menempatkannya di posisi dimana dia mau tidak mau harus menerimanya, atau, dimana dia seharusnya menerimanya."

  Mendengarkan penjelasanku, Isshiki tampaknya mulai memahami maksudku. Lalu, Yukinoshita menaruh cangkir tehnya. Kedua mata Yukinoshita lalu menatap ke arahku, memberiku kode untuk tidak melanjutkan penjelasanku dan hendak menuntun pembicaraannya.

  "Ya begitulah, bukankah tidak masalah selama kau memberinya alasan, bukan?...Jika kamu memberinya sebuah ruangan yang tertutup, Hayama-kun tidak akan menyadarinya."

  "Benar juga, tertutup, itu ya."

  Poin terpentingnya adalah bagaimana agar Hayama tidak merasa khawatir tentang pendapat orang yang melihat kejadian itu, yang kita butuhkan adalah tidak merusak image dirinya.

  Meski kami berdua sudah mengatakan banyak petunjuk, Isshiki dan Yuigahama tampak tidak memahaminya.

  "Misalnya...Jangan sebut soal Valentine Day, bilang saja kau ingin minta bantuannya untuk mencicipinya. Sesuatu semacam itu, tapi aku tidak punya ide yang konkret itu seperti apa."

  "Jadi begitu ya...Apa tidak masalah jika semua orang membuat coklat bersama-sama?"

  Yuigahama bernapas lega ketika mengatakannya. Kupikir akan lebih baik baginya jika memahami maksudku tadi sejak awal.

  " Ya, semacam itulah. Apakah itu Isshiki atau Miura, selama kamu terlihat membuatnya bersama Hayama dan meminta tolong kepadanya untuk mencicipinya, dia pasti tidak punya alasan kuat untuk menolaknya."

  "Begitu ya...Aku paham sekakrang! Aku hanya perlu menyeretnya ke tempat dimana tidak ada seorangpun bisa mengganggu kita?"

  "Meskipun kata-katamu tidak salah, tetapi pemilihan kata-katanya perlu diperbaiki lagi..."

  Mendengarku menasehati Isshiki, Yukinoshita terlihat berusaha menyembunyikan suara tertawanya.

  "Meski begitu, maksudnya kurang lebih seperti itu. Seperti yang kuharapkan dari seorang jenius yang sangat ahli menghilang dari pandangan publik dan taktik-taktik yang curang."

  "Kamu juga perlu memperbaiki pemilihan kata-katanya juga..."

  Kadangkala, kamu tidak perlu memberiku pujian yang terlampau panjang seperti itu. Yuigahama lalu menepuk pahanya dan berdiri.

  "Kalau begitu, ayo kita lakukan. Kita bersama-sama, maksudku..."

  "...Memang. Jika kita bisa mengajarkan mereka di tempat yang sama, maka tidak perlu memberikan menu-menu yang spesifik ke setiap orang juga."

  "Ah, itu terdengar hebat! Melakukan hal-hal bersama mereka yang datang kesini dengan requestnya, belajar bersama. Juga, jika Yukinoshita-senpai mau mengajari kita, itu akan menjadi keren."

  Isshiki memindahkan kursinya dekat dengan Yukinoshita. Dia lalu memegangi tangan Yukinoshita, yang tampaknya sedang memikirkan sesuatu sambil memiringkan kepalanya. Dia melihat ke arah Yukinoshita seperti berusaha membujuknya. Sambil mengatakan "ehehe", dia tersenyum kepadanya.

  "E, eh eh...Aku sebenarnya tidak keberatan..."

  Seperti yang kuduga, Yukinoshita sangat lemah terhadap sentuhan kulit dan tubuh. Beri saja dia suara yang memelas, dan Yukinoshita akan terbujuk, terikat, dan tenggelam.

  Meskipun perbedaan bahasa tubuh miliknya dan Yuigahama seperti perbedaan sesuatu yang natural dan sangat terlatih untuk melakukannya, efektivitas kedua metode tersebut tampaknya sama saja ke Yukinoshita.

  Yukinoshita berusaha membersihkan tenggorokannya, dan kemudian menatap ke arahku.

  "Kalau memang dirasa sangat membantu, kurasa aku tidak masalah untuk membantu...Menurutmu bagaimana?"

  "Aku tidak tahu harus menjawabnya bagaimana, bahkan jika kau bertanya apa pendapatku...Yang akan mengajari mereka adalah kamu, tapi selama kamu tidak akan kelelahan dari kegiatan itu, maka itu tidak masalah."

  Juga, Yuigahama tampaknya akan mencoba merayunya meski aku menolakkan. Jadi, ini seperti sia-sia saja jika kukatakan tidak.

  "Begitu ya? Kalau begitu kita harus memikirkan cara kita untuk membuat kegiatan ini terlaksana..."

  Yukinoshita menaruh tangannya di dagunya dan mulai berpikir. Isshiki, yang duduk di sebelahnya, tiba-tiba mengambil HP-nya dan menelpon seseorang.

  "Ah, Wakil Ketua? Aku ingin kamu menuliskan sebuah proposal. Semacam kegiatan 'kelas memasak'. Ya, semacam itu...Huh? Tidak, buatlah sesuatu sehingga aku bisa menaruh sebuah surat resmi ke Community Center juga."

  Tanpa melihat lawan bicaranya yang tampaknya kesulitan mengikuti instruksinya, Isshiki langsung menghujaninya dengan berbagai instruksi.

  "Yukinon, bagaimana denganku?"

  Yuigahama, langsung memindahkan tempat duduknya mendekati Yukinoshita. Mendengarkan pertanyaannya, Yukinoshita lalu berpikir sejenak.

  "Untuk Yuigahama-san..."

  Lalu, dia menaruh tangannya ke bahu Yuigahama, dan mulai berbicara dengan suara yang lembut seperti berbicara dengan anak kecil.

  "Aku akan mendampingimu membuatnya."

  "Kamu tidak mempercayaiku? U u, kalau begitu...bagaimana dengan Hikki?"

  Aku tidak bisa membantu banyak jika ditanya seperti itu.

  "Aku tidak punya pengalaman memasak ataupun memanggang kue."

  Mendengarkan jawabanku, Yukinoshita tertawa kecil.

  "Tidak masalah. Kamu tinggal mencicipinya dan memberiku pendapatmu."

  Kurasa aku pernah mendengar kata-kata itu sebelumnya. Tetapi orang yang menjadi korban sebelumnya dan sekarang terlihat berbeda. Yuigahama, yang duduk di sebelahnya sepertinya mengingat sesuatu dan tertawa.

  "...Serahkan padaku. Aku sangat ahli kalau soal itu."

  Ketika aku menjawabnya, kami bertiga saling menatap satu sama lain, dan suara tawa pecah setelahnya.

  Isshiki, yang sedang menelpon, menatap kami bertiga.

  Dia menatap kami seperti apakah harus ikut tertawa atau tidak, aku menjawabnya dengan menggelenggkan kepalaku, seakan-akan memberitahunya kalau ini bukan apa-apa.

  Tidak ada penjelasan yang logis untuk kejadian ini.

  Isshiki kemudian menyelesaikan percakapannya dengan Wakil Ketua.

  "Oke, yes, maaf kalau sudah merepotkanmu.

  Si Wakil Ketua tampaknya seperti hendak menangis saja, tetapi Isshiki tidak mempedulikannya dan menutup telponnya. Merasa permintaannya sudah dipenuhi, dia lalu berdiri tegak, dan terlihat ceria.

  "Well, sudah kuatur. Masalah lokasi dan peralaltannya sudah diatur oleh Pengurus OSIS, jadi aku akan menyerahkan acaranya kepadamu~"

  Ketika dia mengatakan "maaf sudah mengganggu kalian" dengan suara kecil, dia membungkuk ke arah kita dan mulai mempersiapkan untuk meninggalkan ruangan Klub.

  Dia mungkin pergi untuk melakukan persiapan untuk ruangan memasaknya atau semacam itu.

  Sebuah label 'tidak bisa diandalkan' yang pernah dipegangnya sepertinya sudah tidak bisa kulihat lagi di dirinya.

  Meskipun cara dia melakukan sesuatunya terlihat seperti 'memerintah sana-sini', aku tidak berpikir kalau ini adalah sebuah perkembangan darinya. Tidak, terlalu dini menyebutnya berkembang. Juga, cara dia memberi instruksi ke Wakil Ketuanya tidak berbeda jauh dengan caranya memerintah Tobe.

  "Kalau begitu, maaf sudah membuatmu sibuk, Isshiki-san."

  "Umm! Lakukan yang terbaik! Iroha-chan!"

  Melihat Isshiki yang meninggalkan ruangan ini, Yukinoshita terlihat tersenyum hangat ke arahnya, sedangkan Yuigahama melambaikan tangannya dengan cerita. Aku menganggukkan kepalaku dan melihatnya pergi begitu saja.

  Melihatnya menutup pintu Klub, lalu ada sesuat melintas di pikiranku.

  ...Jadi begini ya, karena Isshiki sekarang terlihat serius ketika mengerjakan sesuatu, aku tidak memiliki hal yang bisa kukerjakan.

  Entah mengapa, aku merasa sedikit kesepian ketika aku tidak bisa membantunya lagi.






x Chapter II | END x
Menuju Chapter III





  Pasang taruhannya...Kawasaki Saki vs Yumiko Miura!

  ...

  Sebuah kehangatan di hati Hachiman ketika Ebina membicarakan coklat valentinenya. Jelas, ini sambungan dari vol 9 chapter 7, ketika Hachiman mempertanyakan kebenaran Ebina yang menembaknya di Kyoto.

  Apakah Hachiman akan menerimanya jika tahu kalau Ebina benar-benar menyukainya? Entahlah, tidak ada petunjuk ke arah itu...

  ...

  Alasan valentine terakhir di SMA mungkin merupakan motivasi Yukino untuk membuat coklat valentine untuk Hachiman di chapter 7 nanti.

  Meski, Hachiman sudah pernah memberitahunya kalau dia akan berpacaran waktu kuliah nanti (vol 10.5 chapter 1), dimana Yukino sudah pasti akan menemani Hachiman di perkuliahan nanti.

  ...

  Sedikit tricky, mari kita berpikir seperti ini : TK Macam apa yang menginspirasi siswinya untuk event Valentine?

  Jelas Saki ini hendak membuat coklat untuk seorang pria karena Valentine.

  Ini diperkuat pernyataan Keika di kursus memasak vol 11 chapter 5, Keika malah tidak menjawab soal coklatnya.

  Juga, di vol 11 chapter 6 Saki memberikan coklatnya ke Hachiman dengan menyamarkannya dengan satu paket coklat milik Keika.

  Yeah, Saki hendak memberikan coklat itu ke Hachiman. Fakta juga kalau Hachiman pernah menembaknya di vol 6 chapter 9.

  ...

  Sadar atau tidak, event kursus memasak ini bisa menjadi senjata makan tuan bagi Hachiman. Ini berarti jika Yui, Iroha, dan Kaori memberikan coklatnya ke Hachiman, maka Hachiman tidak bisa menolaknya.

  Bagaimana dengan Yukino? Belajar dari event kolaborasi Natal dimana Yukino ditempatkan di urusan dapur, bisa ditebak kalau Yukino akan sibuk menjadi pengajar dan tidak sempat mengurus coklat valentinenya untuk Hachiman.

  ...

  Dari vol 10.5 chapter 3, diketahui kalau pengurus OSIS sibuk dengan laporan tahunan. Tapi mengapa Wakil Ketua menyanggupi permintaan Iroha?

  Sederhana, Wakil Ketua dan Sekretaris OSIS berpacaran (vol 10.5 chapter 2). Jika pengurus OSIS juga merangkap peserta kursus memasak, maka itu artinya si Sekretaris akan membuat coklat. Karena mereka berdua berpacaran, bisa ditebak coklatnya untuk siapa...

  Kenapa Wakil Ketua harus setuju? Well, Wakil Ketua adalah siswa kelas 2, itu artinya valentine terakhirnya. Mau tidak mau, Wakil Ketua akan totalitas demi Coklat Valentine terakhirnya di SMA.

  Harus kita akui, Iroha membuat sebuah tawaran yang Wakil Ketuanya sendiri sulit untuk menolaknya.







3 komentar:

  1. Kak d kelas hachiman peringkat berapa .mksud ku tentang prestasi akademik

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hachiman hanya diceritakan buruk dalam pelajaran matematika, dan sangat baik dalam sastra Jepang. Namun, di volume 2 kita melihat Hachiman belajar tekun dalam Sejarah Jepang. Bisa dikatakan, selain matematika, nilai akademis Hachiman di atas rata-rata kelas.

      Hapus