Minggu, 02 Agustus 2015

[ TRANSLATE ] Oregairu Vol 6 Chapter 6 : Tidak seperti biasanya, Yuigahama Yui menjadi sangat geram




x  x  x






  Kau sebut apa pekerjaan yang sudah benar-benar kau kerjakan dengan serius, tetapi malah menjadi lebih sulit?

  Hidupku.

  Bahkan penyair seperti Ishikawa Takuboku akan menyetujuinya. Untuk orang sepertiku, itu seperti pemberian sejak lahir. Aku hentikan semua pekerjaan yang sedang dikerjakan tanganku dan aku menatap tangan tersebut dengan tatapan serius. Hasilnya, tanganku benar-benar berhenti bekerja dan setelahnya menjadi lebih sulit ketika aku menyuruh mereka bekerja lagi. Apa-apaan pikiranku yang barusan?

  Bagaimana dan mengapa kita bisa menjadi sesibuk ini? Aku melihat ke sekelilingku dan berhasil memecahkan pertanyaan tadi. Pertama, kita kekurangan orang.

  Para pimpinan panitia festival seperti sibuk dengan urusan kelasnya masing-masing dan Haruno-san juga sedang tidak berada disini. Hayama juga berada disini mengerjakan pekerjaannya, menyelesaikan masalah yang berhubungan dengan pekerjaan sukarelawan festival sendirian. Namun ekspresi senyumnya sendiri memberi tanda kalau dia sedang kelelahan.

  Hari-hari sebelumnya, jumlah dari panitia dan sukarelawan yang hadir sebenarnya cukup untuk mengerjakan pekerjaan harian kami.

  Tetapi tidak seperti hari-hari biasanya, Yukinoshita tidak terlihat hari ini. Dia biasanya hadir di ruang konferensi ini sebelum yang lain datang dan pulang paling akhir setiap harinya.

  Aku tidak melihat dirinya dimanapun hari ini.

  "Ada apa dengan Yukinoshita-san hari ini?"












  "Entahlah...?" aku tidak mampu memberikan jawaban dari pertanyaan Meguri-senpai tadi. Tetapi tidak hanya diriku, tidak ada satupun orang di ruangan ini yang tahu apa jawabannya.

  Pintu ruang konferensi dibuka dengan bunyi 'creaaaak'. Memasuki ruangan tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu adalah kebiasaan buruk Hiratsuka-sensei.

  "Hikigaya."

  "Ya?" Jawabku.

  Hiratsuka-sensei berjalan ke arahku. Ekspresinya terlihat kurang senang. "Ini tentang Yukinoshita. Dia merasa tidak enak badan dan meminta ijin tidak masuk sekolah hari ini. Dia sudah memberi tahu sekolah, tetapi aku pikir info tersebut belum masuk ke panitia festival..."

  Dia benar sekali.

  Lagipula, tidak ada seorangpun disini yang tahu bagaimana menghubunginya.

  Tetapi, merasa tidak enak badan, huh? Meskipun aku tahu dia bukan tipe orang yang aktif, tetapi kupikir dia adalah tipe orang yang memperhatikan kesehatannya. Well, melihat bagaimana dia tenggelam dalam kesibukannya belakangan ini dan beberapa kesalahan perhitungan panitia festival sebelumnya, dia pasti sangat kelelahan.

  ...Apakah dia baik-baik saja? Bukankah dia tinggal sendirian , pikirku.

  Hayama baru menyadarinya. "Yukinoshita-san tinggal sendirian, kupikir seseorang harus mengunjunginya."

  "Oh, begitu...Baiklah. Kupikir ada seseorang yang mau mengunjunginya dan memastikan dia baik-baik saja. Aku dan pimpinan panitia bisa menangani kesibukan ini untuk sementara," Meguri-senpai melihat ke arahku dan Hayama.

  "Kalau senpai sendiri yang kesana, tidak masalah?" tanya Hayama.

  Meguri-senpai menggerutu. Tetapi dia segera menunjukkan senyum lembutnya. "Hmm...Tidak masalah. Selama aku paham orangnya, kupikir aku bisa melakukan sesuatu, kupikir." Suaranya tidak terdengar percaya diri, tetapi senyumnya nampak meyakinkan.

  Jika dia sendiri tidak yakin Yukinoshita mau menemuinya, kupikir lebih baik jika Hayama dan diriku yang menangani masalah ini dan menyerahkan masalah pekerjaan ini sementara ke pimpinan panitia festival. Kurasa lebih produktif jika mereka berada disini dariapda Hayama dan aku yang disini, seorang sukarelawan dan asisten arsip.

  Meguri-senpai adalah satu-satunya orang yang bisa melihat persoalan lebih tajam. Meguri-senpai mengakhirinya dengan "Terima kasih, ya." dan kembali ke pekerjaannya.

  "Ibu Ketua OSIS!"

  Bam! Pintu ruangan konferensi terbuka dan beberapa pengurus OSIS lari mendatanginya.

  "Ada masalah apa!?"

  "Nampaknya, ada banyak yang komplain tentang slogan..."

  "Ugh! Timingnya buruk sekali!" Nampaknya ada masalah serius terjadi dan Meguri-senpai segera berlari keluar dari ruang konferensi untuk mengatasinya.

  Tanpa menjelaskan apa yang terjadi, kami ditinggalkan olehnya.

  "...Jadi, apa yang harus kita lakukan?" Tanya Hayama. "Aku sendiri sih, tidak masalah kalau pergi."

  Kata-kata tersebut terdengar agak provokatif di kepalaku.

  Jika aku, tidak, bahkan jika aku pergi menemui Yukinoshita, aku tidak yakin kalau aku bisa membuka pembicaraan diantara kita.

  Jika Hayama mengatakan dia yang pergi, maka aku tetap disini. Sebaliknya, jika dia mengatakan dia tidak akan pergi, maka aku yang akan pergi.

  "Well...akan lebih baik jika kau yang pergi, bukan? Dalam kasus ini, seseorang yang tangguh dan berguna mungkin akan lebih baik," Kataku.

  Hayama berkedip. "...Itu cukup mengejutkan. Aku tidak berpikir akan mendengarkan kata-kata itu darimu."

  "Bukannya kamu bilang tadi akan pergi? Setidaknya aku barusan untuk menegaskannya."

  Hayama tersenyum kecil dan menatapku. "Oh begitu. Tetapi dengan alasan yang sama, bukankah lebih baik jika seseorang yang tangguh dan berguna yang tetap disini?"

  Cukup masuk akal. Mengingat kita sedang kekurangan tenaga, maka kalau satu orang pergi akan meninggalkan tugas bagi yang tinggal disini, terutama orang yang cukup mampu mengerjakannya. Kalau tempat ini kekurangan orang, maka akan lebih efisien jika mencari bantuan orang dengan kualifikasi manusia super.

  "Ahh, jika kau mengatakannya seperti itu, itu masuk akal," aku meresponnya sambil menggaruk kepalaku.

  Tatapan mata Hayama bertemu dengan tatapan mataku. "Aku cuma mau mengatakan ini sekali, kupikir kamu bukanlah beban disini. Kamu berhasil mengerjakan pekerjaan dari semua bidang panitia festival sebagai asisten, jadi tidak ada seorangpun yang pantas mengatakan kalau dirimu tidak berguna."

  ...Kali ini akulah yang terkejut. Aku tidak pernah berpikir kalau aku akan mendengar hal ini darimu.

  "Jadi, bagaimana keputusanmu?" Hayama mencoba memastikan.

  Hikigaya Hachiman tidak bisa menang dari Hayama Hayato. Itu adalah pemikiran dari setiap orang disini. Kupikir kalau itu memang benar. Dalam kenyataannya, mungkin tidak ada satupun bagian dari diriku yang bisa menang dari dirinya.

  Ada sebuah cerita lucu. Semakin tinggi derajat orang itu, semakin kecil dia bisa hidup dengan cara yang dia inginkan sendiri. Selalu menjadi andalan setiap orang artinya setiap orang harus melihat dirinya seperti yang mereka harapkan. Sayangnya, itu sudah tertanam di hidup mereka. Bahkan mereka sekarang berusaha memperpanjang pengaruhnya sampai ke diriku yang berdiri di pojokan.

  "...Aku saja yang pergi. Entah apapun pikiran orang, kupikir akan lebih baik kalau kau yang berada disini. Kamu cukup mampu dan orang-orang memerlukanmu."

  "Aku tidak merasa terlalu buruk jika kau mengatakannya seperti itu, jika yang kau katakan itu benar adanya," Hayama menunjukkan senyum seorang penyendiri yang aneh. Hayama adalah pria yang baik, tetapi karena dia terlalu baik itulah dia tidak bisa memilih apapun. Baginya, semuanya penting. Aku baru saja menyadari bagian kejamnya.

  "...Baiklah kalau begitu. Aku akan pergi dulu," Kataku, dan mengatakannya ke Hiratsuka-sensei.

  Lalu dia tersenyum. "Oh begitu...Baiklah, kamu yang pergi. Tetapi aku tidak punya alamatnya..."

  "Ahh, kalau itu, tidak masalah."

  Mungkin aku tidak tahu, tetapi aku tahu siapa yang tahu dimana dia tinggal. Dia adalah gadis yang akan lompat kegirangan ketika aku mengatakan beberapa kata tentang mengajaknya mengunjunginya.

  Aku segera memasukkan barang-barangku ke tas dan berdiri. Kedua mataku bertemu dengan kedua mata Hayama dan kami saling menatap tajam.

  "Oke, terima kasih. Aku akan memberitahu Haruno-san juga setelah ini."

  "...Yeah, itu cukup membantu. Terima kasih." Aku berterima kasih kepadanya secara singkat, dan menaruh tas di punggungku sambil meninggalkan ruangan konferensi.

  Aku mengambil handphoneku sambil berjalan menuju gerbang sekolah. Aku menelpon seseorang sambil berjalan.

  Dering pertama, kedua, ketiga...sampai ketujuh dan ketika aku hendak membatalkannya, aku mendengar teleponnya diangkat.

  ["A-Ada apa? Memanggilku mendadak begini..."]

  "Kamu tahu tidak, Yukinoshita ijin tidak masuk sekolah hari ini."

  ["...Eh, Aku...tidak tahu itu."]

  "Dia sepertinya sedang sakit."

  Aku bisa mendengar seseorang seperti menelan ludah di telepon satunya. Sakit sebenarnya bukanlah masalah besar. Tetapi mempertimbangkan sikap Yukinoshita belakangan ini dan dia tinggal sendiri, tidak mungkin kamu tidak merasa khawatir.

  Dia menghembuskan napas dengan mengambil keputusan. ["Aku akan mengunjunginya sebentar lagi."]

  Tepat seperti perkiraanku.

  "Aku hendak mengunjunginya juga. Bisakah kita bertemu di gerbang sekolah?"

  ["Oke."]

  Kita menutup teleponnya dan aku menaruh handphoneku di saku.


  Meskipun diluar terlihat masih terang, namun matahari secara perlahan mulai tenggelam. Ketika kita sudah sampai di tempatnya, hari sudah berganti menjadi malam.










x  x  x










  Dalam perjalanan kesana, Yuigahama dan diriku kebanyakan terdiam.

  Ketika bertemu, Yuigahama menghujaniku dengan banyak pertanyaan mengenai kondisi Yukinoshita, tetapi aku tidak tahu harus menjawab apa.

  Apartemen tempat Yukinoshita tinggal adalah apartemen yang terkenal, termasuk ke dalam high-class oleh lingkungan sekitarnya.

  Karena termasuk high-class, keamanannya juga ketat. Masuk kesana bukanlah hal yang gampang.

  Kita membuat panggilan ke kamar Yukinoshita dari pintu masuk. Yuigahama membunyikan belnya.

  Yuigahama menelponnya dan mengirimkan pesan sebelumnya, tetapi dia tidak mengangkat ataupun membalasnya. Jadi, aku tidak mengharapkan dia akan bertemu kita meskipun kita sengaja menemuinya.

  Meski begitu, dia tetap membunyikan belnya dua kali, bahkan tiga kali.

  "Apa dia pura-pura sedang pergi keluar?"

  "Tidak masalah kalau dia begitu. Tetapi bagaimana kalau dia sakit parah bahkan untuk berdiripun tidak bisa...?"

  Pikiranmu barusan sudah agak extreme, pikirku, tetapi aku juga sudah sangat malas untuk tertawa.

  Dia berhenti menekan belnya untuk sejenak, lalu menekan belnya lagi.

  Lalu ada suara muncul.

  ["...Ya?"] Bel barusan dijawab dengan suara yang cukup lemah.

  Yuigahama meresponn, "Yukinon!? Ini aku, Yui. Kamu baik-baik saja?"

  ["...Ya, aku baik-baik saja, jadi..."]

  'Jadi'. Apa yang dia maksud dengan 'jadi'? 'Jadi, kamu pulang saja ke rumah'? Apakah itu yang ingin dia katakan?

  "Sudah buka saja pintunya."

  ["...Kenapa kamu bisa ada disini?"] Dia pasti berpikir kalau Yuigahama datang sendirian kesini. Dia nampak sedikit terkejut mendengarkan suaraku.

  "Kami ingin membicarakan sesuatu."

  ["...Bisakah, kau menungguku 10 menit?"]

  "Tidak masalah."

  Kita lalu duduk di sofa pintu masuk dan menunggu selama sepuluh menit. Kupikir hanya apartemen yang bagus saja yang punya sofa di pintu masuknya, huh?

  Yuigahama menatap handphonenya dari tadi. Karena jari-jarinya tidak bergerak sedikitpun, aku mengira dia sedang menatap ke arah jam di handphonenya.

  Ketika aku hanya duduk termenung, Yuigahama tiba-tiba berdiri.

  Dia membunyikan bel dan memanggil Yukinoshita.

  ["Ya..."]

  "Ini sudah sepuluh menit."

  ["...Silakan masuk."] Ketika Yukinoshita mengatakannya, pintu otomatisnya terbuka.

  Yuigahama melangkahkan kakinya tanpa ragu. Aku mengikutinya tepat di belakangnya menuju lift dan dia menekan tombol ke lantai 15.

  Lift bergerak lebih cepat dari yang aku bayangkan. Tampilan layar di lift berkedip dari lantai satu ke lantai lainnya dan secara cepat kita tiba di lantai 15.

  Kita melihat banyak sekali pintu dengan nomor ketika keluar dari lift, tetapi di depan pintu tempat kita berdiri sekarang tidak memiliki papan nama.

  Yuigahama mengepalkan tangannya dengan kuat seperti hendak mengkonfirmasi sesuatu dan dia menekan interkom dengan jarinya.

  Aku tidak bisa mengatakan apapun tentang kualitas belnya, tetapi suara yang terdengar seperti bukan suara mekanik, tetapi seperti suara yang kau dengar dari alat musik. Bel berbunyi sekali dan kita menunggu sebentar. Sepertinya tidak ada tanda-tanda orang di gedung ini, mungkin karena gedungnya yang kedap suara. Beberapa saat kemudian kita bisa mendengar beberapa suara kunci pintu yang dibuka. Butuh beberapa saat hingga pintu benar-benar tidak terkunci.

  Ketika menunggu di depan pintu, pintu tersebut terbuka tanpa menimbulkan suara. Yukinoshita muncul di balik pintu.

  "Silakan masuk."

  Ketika masuk, aku bisa mencium bau wangi dari sabun.

  Penampilan Yukinoshita berbanding terbalik dengan dirinya yang biasanya. Dia memakai sweater rajutan yang terlihat berukuran besar bagi tubuh kurusnya dan memanjang hingga ujung tangannya. Tulang bahunya juga terlihat menonjol dan rambut hitamnya diikat sehingga menggantung hingga ke ujung tangannya seperti menyembunyikan garis lehernya. Dia juga memakai rok panjang selutut.

 



  Dari pintu masuk, aku bisa melihat beberapa pintu. Pintu yang terlihat seperti ruang tidur setidaknya ada tiga. Pintu lainnya sepertinya kamar mandi dan toilet. Di ujung lorong apartemennya terlihat ruang keluarga dan ruang makan.

  Di aparteman yang lapang ini, Yukinoshita tinggal sendirian disini.

  Dipandu Yukinoshita, kita berjalan menuju ruang keluarga.

  Dari luar ruang keluarga kita bisa melihat balkon. Dari jendela, kita bisa melihat langit malam dari pusat kota Chiba. Dari langit sebelah barat, warna langit tampak hendak berganti menjadi gelap.

  Laptop berada di atas meja kaca. Di sebelahnya terdapat dokumen-dokumen yang ditumpuk. Nampaknya dia habis bekerja semalaman.

  Desain dari ruang keluarganya cukup sederhana, sepertinya dia memang tidak mengharapkan banyak tamu yang datang. Menggambarkan interior dari hotel, memaksimalkan furnitur yang sederhana, tetapi efektif mengisi ruangan. Diantaranya, terdapat sofa yang terasa hangat, dilapisi sarung kursi berwarna krem.

  Di depan sofa terdapat televisi. Aku sebenarnya agak kaget melihat dia memiliki televisi yang cukup besar, namun ketika aku melihatnya lebih dekat, di bawah televisi tersebut banyak terdapat pernak-pernik Destinyland seperti "Panda Pan-san". Aku berharap dia tidak membeli televisi besar ini dengan tujuan untuk melihat video-video ini...

  "Silakan duduk." Seperti yang dikatakannya, Yuigahama dan aku duduk di sofa tersebut.

  Aku membayangkan apa yang akan Yukinoshita lakukan sekarang, tetapi dia sedang bersandar di tembok. Ketika Yuigahama bertanya kepadanya, "Kenapa kamu tidak ikut duduk juga?"

  "Jadi, apa yang perlu kita bicarakan?" Meski wajahnya menghadap ke arah kita, tatapannya seperti melihat ke bawah.

  Aku duduk terdiam dan tidak menjawab pertanyaannya sementara Yuigahama seperti hendak mencari kata-kata untuk membalasnya. "Ah, um...Aku dengar kamu minta ijin ke sekolah hari ini, Yukinon. Jadi, aku ingin tahu apa kamu baik-baik saja?"

  "Ya. Tidak perlu melebih-lebihkan karena aku tidak masuk sehari saja. Aku sudah memastikan kalau aku sudah memberitahu sekolah akan hal ini."

  "Kamu kan tinggal sendirian, tentu saja akan membuat orang-orang khawatir. Kamu terlihat kelelahan, wajahmu sepertinya agak pucat," kata Yuigahama.

  Yukinoshita sepertinya berusaha memperlihatkan wajahnya yang sedari tadi menatap ke bawah. "Aku memang agak kelelahan, tetapi hanya itu saja. Bukan masalah serius."

  "...Bukankah memang itu masalahnya?" Kata Yuigahama.

  Yukinoshita terdiam. Yeah, dia mengatakannya tepat ke sasaran. Dia tidak akan beristirahat di rumah jika semuanya berjalan lancar.

  Yukinoshita tampak semakin melemah dari sebelumnya.

  "Yukinon, kamu tidak perlu melakukan semuanya sendirian. Ada orang lain yang bersamamu juga."

  "Aku paham itu. Itulah mengapa aku mengambil banyak pekerjaan sekaligus sehingga pekerjaan orang lain tidak terasa berat---"

  "Meski kenyataannya tidak seperti itu?" dia memotong kata-kata Yukinoshita.

  Suara dari Yuigahama sangat tenang, meski begitu terdengar penuh semangat dan spontanitas. Kata-katanya membuat suara di sekitarnya tenggelam, dan yang terdengar dari tadi hanyalah kata-katanya.

  "Aku sekarang agak marah kepadamu, oke?" kata Yuigahama, dan bahu Yukinoshita terlihat bergetar.

  Cukup masuk akal jika Yuigahama sedih melihatnya. Dia menjadi seperti itu menolak semua pertolongan dan melakukannya sendirian, dan berakhir dengan sakit.

  Aku menghembuskan nafasku dengan perlahan dan Yuigahama menatapku. "Aku juga marah kepadamu, Hikki. Aku kan sudah bilang kepadamu untuk membantunya ketika dia mendapatkan masalah..."

  Jadi ini kenapa dia waktu berjalan ke apartemen ini hanya diam saja. Meski begitu, aku juga tidak punya alasan untuk menyangkalnya. Memang benar aku tidak benar-benar membantunya. Akupun menurunkan bahuku seperti sedang merasa malu.

  "...Aku tidak mengharapkan kalau asisten arsip bekerja diluar pekerjaannya. Dia sudah melakukan pekerjaannya cukup baik."

  "Tetapi---"

  "Itu bukan masalah. Kita masih memiliki cukup waktu. Aku juga mengerjakan pekerjaanku di rumah, jadi kita tidak benar-benar dikejar deadline. Ini bukanlah sesuatu yang perlu kamu khawatirkan, Yuigahama-san."

  "Tetapi ini cukup aneh."

  "Apakah....begitu?" Pandangan Yukinoshita tidak bergerak dari lantai. "...Jadi apa pendapatmu?"

  Aku baru sadar kalau pertanyaannya tadi diarahkan kepadaku. Dinding dimana Yukinoshita bersandar mengarah ke arah dapur, aku tidak bisa membaca satupun ekspresinya.

  Aku ingin memberitahunya kalau cara dia menyelesaikan masalah ini salah.

  Aku bukan Hayama yang punya percaya diri tinggi. Ini aku yang diriku sendiri tidak mampu untuk mengatakan apapun kepadanya.

  Aku bukan Yuigahama yang baik. Aku tidak punya kebaikan itu di diriku.

  Tetapi aku tahu kalau dia sudah membuat kesalahan.

  "Bergantung kepada seseorang, semuanya saling membantu satu sama lain. Kamu tidak akan menemukan hal yang lebih benar daripada itu. Itu adalah solusi yang sempurna."

  "Oh begitu..." Dia membalasnya dengan berbeda dan kurang bersimpati, lengannya yang menyilang baru saja terbuka.

  "Tetapi itu hanya idealisme. Dunia ini tidak akan berjalan hanya dengan idealisme seperti itu. Akan ada orang yang mendapat tongkat undian paling pendek dan akan ada orang yang memaksa seseorang mengambilnya. Seseorang harus menjadi kambing hitam. Itu faktanya. Itulah mengapa aku tidak berencana memberitahumu untuk bergantung dan bekerjasama dengan yang lain."

  Aku bisa mendengar Yukinoshita bernafas dengan perlahan. Aku sendiri tidak begitu yakin apa maksud ekspresinya tersebut.

  "Tetapi cara kamu menangani sesuatu kali ini salah."

  "...Lalu...Kamu tahu cara yang benar?" Suaranya seperti bergetar.

  "Aku tidak tahu. Tetapi yang kamu lakukan sekarang ini tidak seperti kamu yang kukenal."

  "..."

  Sampai detik ini, gaya Yukinoshita tetap sama. Dia akan menjadi orang pertama yang akan membantu orang-orang yang mencari bantuan. Kebanyakan, dia akan bertindak sebagai asisten mereka, dan menyerahkan jawaban finalnya ke orang yang meminta bantuan.

  Tetapi kali ini berbeda. Yukinoshita melakukan semua pekerjaan dari 1 sampai 10, karena orang yang meminta bantuannya mengatakan demikian, dan dia pada akhirnya melakukannya sampai saat ini. Itu sangat kontras dengan tujuan Festival Budaya; dimana semua orang bergembira.

  Itu sangat berbeda dari idealisme yang Yukinoshita percayai.

  Yukinoshita tidak menjawab kata-kataku.

  Sejak saat itu, ruangan terasa sunyi.

  "......"

  "......"

  Ruangan ini cukup dingin. Temperatur ruangannya mungkin lebih dingin daripada temperatur di luar ruangan.

  Yuigahama lalu bersin. Dia seperti hendak menangis saja ketika melakukannya.

  Sadar kalau ruangan tersebut agak dingin, Yukinoshita tidak bersandar ke tembok.

  "Maafkan aku. Aku bahkan tidak membuatkan kalian teh..."

  "Oh itu tidak apa-apa, kamu tidak perlu melakukannya...Biarkan aku yang membuatkannya."

  "Kamu tidak perlu khawatir akan kesehatanku. Aku merasa jauh lebih baik setelah beristirahat hari ini."

  "Kesehatanmu, huh?"

  Kali ini kata-kata tersebut mencuri perhatianku.

  Yuigahama terbata-bata, seperti sedang kesulitan untuk mengatakan sesuatu. Dia seperti hendak mengumpulkan nafasnya dan kata-katanya tidak keluar sama sekali. Dia diam sejenak dan berkata secara pelan. "Kau tahu...Seperti, aku sudah lama memikirkannya, Yukinon. Kamu harus bergantung kepadaku dan Hikki. Tidak perlu ke orang lain ataupun semuanya... tetapi kau bisa bergantung kepada kami berdua. Aku, umm...ini tidak seperti aku tidak bisa melakukan sesuatu, tetapi Hikki bisa---"

  "...Apa teh hitam tidak apa-apa?" Yukinoshita membalikkan badannya tanpa mendengarkannya sampai habis dan menghilang ke arah dapur. Suara kecil Yuigahama tidak mampu menjangkau sudut dimana dapur berada.

  Mereka seperti berada di dunia yang berbeda.

  Ketinggian ini, tower tinggi apartemen seperti melambangkan Menara Babel dimana kata-kata mereka tidak akan didengar satu sama lain.

  Yukinoshita membawa satu set perlengkapan minum teh hitam.

  Waktu minum teh dilalui tanpa adanya pembicaraan.

  Yuigahama memegangi cangkirnya dengan kedua tangannya dan mendinginkan tehnya dengan meniupnya.

  Yukinoshita, tetap berdiri, memegang mug teh di tangannya dan melihat ke luar jendela.

  Tanpa suara, aku menaruh cangkir teh tersebut di mulutku dan meminumnya sampai habis.

  Tidak ada yang perlu dibicarakan lagi.

  Aku menaruh cangkir tersebut di meja dan berdiri. "Baiklah, kalau begitu aku pulang dulu."

  "Eh, a-aku juga..."

  Yuigahama berdiri setelahnya dan kita berjalan menuju pintu apartemennya. Yukinoshita tidak berusaha menghentikan kita.

  Meski begitu, dia mengikuti kita sampai pintu dengan langkah pelan seperti hendak mengawal kita keluar.

  Ketika Yuigahama memasang kembali sepatunya, Yukinoshita secara lembut menyentuh lehernya dengan tangannya. "Yuigahama-san."

  "Y-Ya!?" Yuigahama nampak terkejut ketika lehernya disentuh. Dia lalu membalikkan badannya.

  "Um...Memang terasa sulit bagiku. Tetapi aku akan bergantung kepadamu suatu hari nanti. Jadi, terima kasih..."

  "Yukinon..."

  Senyum Yukinoshita ke Yuigahama nampak tulus. Pipinya, terlihat memerah.

  "Tetapi, tolong berikan waktu untukku untuk memikirkannya dahulu..."

  "Oke..." Yuigahama menaruh tangannya di atas tangan Yukinoshita yang menyentuh lehernya.

  "Tolong urus sisanya, Yuigahama."

  "Eh, tung--"

  Yuigahama sudah melakukan apa yang harus dia lakukan; dan apa yang dapat dia lakukan.

  Tetapi itu tidak akan menyelesaikan masalahnya.

  Maka kali ini, aku yang akan menyelesaikan masalah ini.


  Mereka bilang kalau waktu akan mengobati segalanya. Itu bohong. Itu hanya membuat orang semakin bimbang dan tidak pasti. Itu membuat semuanya tidak berguna dan sia-sia, hanya berusaha membungkus permasalahan yang sebenarnya.








  Mereka bilang kalau dunia akan berubah jika kamu berubah. Itu juga bohong. Itu hanya alibi saja. Dunia ini akan selalu menyeretmu untuk menjadi bagian skenarionya, membuang hal-hal milikmu yang tidak sesuai. Dan pada akhirnya, kamu akan berhenti untuk berpikir. Dunia ini, di sekelilingmu, hanyalah berusaha untuk mencuci otak pikiranmu agar mempercayai semboyan "Kalau aku berubah maka dunia akan berubah".

  Dunia ini, di sekelilingmu, sekumpulan orang-orang tersebut tidak akan berubah hanya karena sikapmu yang sentimental, meledak-ledak, dan idealis.


  Akan aku ajari bagaimana caranya untuk benar-benar merubah dunia.








x  x  x







  Slogan dari Festival Budaya kali ini nampaknya cukup bermasalah.

  Benar saja. Aku sudah merasa kalau seseorang akan keluar entah darimana dan mengatakannya.

  [Festival Budaya SMA Sobu yang menyenangkan, dengan hembusan angin laut khas Chiba]

  ...Tentu saja slogan semacam itu tidak akan disetujui.

  Lalu orang-orang dikumpulkan melalui pesan pendek untuk menyelesaikan masalah slogan ini.

  Haruno-san dan Hayama, sukarelawan yang cukup sering membantu belakangan ini, juga ikut hadir. Ini juga menjadi ujian kepemimpinan komite panitia Festival Budaya.

  Pimpinan panitia Festival Budaya terdiri dari beberapa pengurus OSIS dan Yukinoshita sepertinya telah membuat keputusan yang salah tentang slogannya. Selama ini, mereka berhasil meredam komplain dari beberapa orang. Tetapi insiden kali ini nampaknya adalah yang terbesar, dan berpotensi akan mengacaukan segalanya.

  Dan sampai saat ini tidak ada tanda-tanda rapatnya akan dimulai.

  Suara orang mengobrol memenuhi seluruh ruang konferensi. Sagami yang seharusnya mengambil alih kontrol, juga ikut mengobrol di depan papan tulis dengan teman-temannya yang dia angkat menjadi sekretarisnya.

  Meguri-senpai angkat bicara, nampaknya dia tidak bisa diam melihat ini begitu saja, "Sagami-san, Yukinoshita-san. Semuanya sudah hadir disini."

  Sagami menghentikan obrolannya. Lalu dia melihat ke arah Yukinoshita.

  Secara alami, tatapan mata semua orang juga mengarah kepadanya. Meski begitu, Yukinoshita terus menatap jam di tangannya dari tadi.

  "Yukinoshita-san?" kata Sagami.

  Yukinoshita nampak kaget. "Eh...?" Hanya sebentar, setelahnya dia langsung mengambil alih situasi. "Kita sekarang memulai pertemuan komite. Sesuai laporan Shiromeguri-senpai, kita akan merapatkan slogan dari Festival Budaya pada hari ini. " Yukinoshita secara sistematis memimpin rapat tersebut.

  Pertama-tama dia meminta orang yang punya ide untuk mengangkat tangannya. Tetapi untuk kumpulan grup yang pasif seperti ini, nampaknya harapan itu terlalu tinggi. Tidak ada orang yang benar-benar mau menyumbang idenya. Tidak ada, yang ada hanyalah hasil obrolan sebelum rapat.

  Duduk di sebelahku, Hayama mengangkat tangannya. "Kupikir akan terlalu sulit bagi kita untuk mengatakan ide kita. Kenapa kita tidak tulis saja ide kita dahulu di kertas? Lalu kita baru cari penjelasannya belakangan."

  "Kurasa itu bisa dilakukan...Kita akan segera melakukannya."

  Setiap peserta rapat diberikan selembar kertas. Setiap orang menuliskan ide slogannya.

  Slogan yang sudah ditulis di kertas masing-masing, dikumpulkan dan ditulis di papan untuk dikomentari.

  [Persahabatan -- Kerja Keras -- Kemenangan]

  Benar saja. Ini adalah slogan dimana cukup umum dan banyak orang setuju.

  Ada lagi slogan yang menarik perhatian banyak orang.

  [SATU UNTUK SEMUA]

  Setelah itu tertulis di papan, Hayama mengatakan "oh" dengan senyum kecil.

  "Slogan semacam itu terdengar bagus."

  Sepertinya itu menarik perhatian Hayama. Benar juga, kamu adalah tipe orang yang menyukai hal-hal semacam itu. Bahkan tulisan slogannya tertulis dalam huruf kapital semua.

  Aku membalasnya dengan nada mengejek "Benarkah?"

  Hayama menggerakkan bahunya. "Satu orang demi harapan semua orang. Aku cukup menyukai ide tersebut."

  "Apa, jadi itukah maksudmu. Terdengar sederhana bagiku."

  "Huh?"

  Haha--- Bahkan Hayama sekalipun ingin tahu apa maksudku. Biarkan aku jelaskan, tuan-tuan yang saya hormati, arti dari kata-kataku.

  "Memberikan semua beban ke satu orang dan menyingkirkannya...Satu orang untuk kepentingan banyak orang. Nampak familiar ya?"

       Persis seperti apa yang kalian semua lakukan selama ini.

  "Hikagaya...kamu--" ekspresi Hayama seperti sedang sangat terkejut, dan pandangannya kepadaku sangat tajam. Dia mengarahkan tubuhnya ke arahku dan menatapku secara langsung.

  Dan kita seperti sedang menatap satu sama lain.

  Bunyi orang-orang yang mengobrol di sekitar kita tiba-tiba berhenti.

  Konfrontasi Hayama hanya berlangsung sebentar, kupikir karena aku langsung memalingkan wajahku.

  Tidak, sebenarnya bukan karena aku ketakutan.

  Tetapi karena semua orang perhatiannya sedang terfokuskan ke arah depan, jadi mereka tidak sedang menatapku.

  Sagami berbicara ke sekretarisnya dan menuliskan ide dari temannya ke papan. "Oke, ini yang terakhir. Ini dari kami :

  [Festival Budayanya siswa SMA Sobu yang saling bahu-membahu]

  "Ughhh..." aku secara spontan mengucapkan hal tersebut.

  Reaksiku memancing perhatian orang-orang di sekitarku. Suara-suara tersebut seperti menganggu Sagami dari tadi.

  "...Ada apa barusan? Apa aku mengatakan sesuatu yang aneh?" Sagami mengatakannya sambil tersenyum, tetapi pipinya tidak mengatakan demikian.

  "Enggak, enggak juga..."

  Katakan sesuatu dan diam, dan itu menimbulkan perasaan kalau kau sedang komplain. Dan ini mungkin adalah respon yang paling tidak menyenangkan. Karena itu datang dari diriku yang mengatakannya secara tidak sengaja dan tidak punya teman, dan aku cukup yakin dengan analisaku.

  Coba tidak setuju dengan suatu hal menggunakan kata-kata.

  Aku tahu cara melakukannya. Ini adalah metode dimana kamu berpikir tidak setuju sedang kata-katamu mengatakan sebaliknya.

  Ini karena aku tidak pernah punya percakapan  yang seperti ini sebelumnya.

  Pura-pura tertidur ketika istirahat, membuat wajah yang kurang menyenangkan ketika diminta untuk melakukan sesuatu, dan mengeluh ketika bekerja.

  Ini karena aku sudah sejauh ini untuk tidak setuju dengan menggunakan kata-kata yang sebaliknya.

  Aku tahu metode ini...Hanya saja, aku hanya tahu bagaimana cara menggunakannya di situasi yang terburuk.

  "Kamu yakin kamu tidak mau mengatakan sesuatu?"

  "Tidak. Sebenarnya sih, ya tidak juga."

  Sagami menatapku dengan kurang senang dan berkata, "Baiiik, kalau begitu? Jika kamu merasa tidak cocok dengan slogannya, coba kamu ajukan sloganmu."

  Aku sudah menunggunya dan langsung menunjukkannya.

  "[Festival Budaya dimana orang-orang hanya bersantai dan mempercayakan pekerjaannya ke orang lain~]"

  Atau sejenis itu!

    ...Seperti yang kuduga bumi seperti sedang tidak berputar untuk saat ini.

  Tidak ada yang mengatakan sepatah katapun. Baik Sagami ataupun Meguri-senpai atau juga Hayama tidak mengatakan apapun; mereka seperti orang tolol saja. Ini adalah situasi dimana mereka tidak mampu mengatakan apapun.

  Panitia terdiam.

  Bahkan Yukinoshita membiarkan mulutnya terbuka seperti itu.

  Kebekuan itu dihancurkan oleh suara tawa yang cukup keras.







  "Ahahahahaha! Idiot sekali! Kita punya orang idiot disini! Sangat mengagumkan! E-Ehehe~, ahhhh, Ya Tuhan, perutku terasa sakit." Haruno-san tertawa dengan meledak-ledak.

Hiratsuka-sensei menatapku dengan tatapan masam. Kau sangat menakutkan, nyonya. Sepertinya ketakutanku menjadi double, nyonya. Lalu dia mencoba menenangkan Haruno-san dengan tangannya. "...Haruno, kamu tertawa terlalu keras."

  "Ahahaaha, ha...Mm, mmm," Haruno-san mencoba menahan tawanya dan terbatuk, melihat sekelilingnya yang terdiam membeku. "Maksudku, kupikir ini adalah ide yang cukup bagus. Yep. Selama ini terdengar menarik, aku sendiri tidak mempermasalahkannya!"

  "Hikigaya...tolong jelaskan..." Hiratsuka-sensei melihatku seperti hendak meminta penjelasan detail.

  "Well, huruf kanji dari 'orang-orang' adalah Æ› yang menunjukkan orang-orang yang saling mensupport satu sama lain, bukan satu orang yang bergantung ke yang lain bukan? Kupikir konsep huruf kanji tersebut memiliki asumsi kalau akan ada korban dalam prosesnya. Oleh karena itu untuk Festival Budaya kali ini -- untuk panitia penyelenggara -- kurasa ini sudah sangat cocok."

  "Apa maksudmu dengan korban, coba katakan secara spesifik?" kata Hiratsuka-sensei.

  "Coba lihat aku. Aku ini hanyalah korban disini. Aku dipaksa untuk mengerjakan banyak sekali pekerjaan bodoh. Parahnya lagi orang-orang terus membebaniku pekerjaan itu. Apa ini maksudnya dari kata-kata 'saling bahu-membahu' yang Ibu ketua panitia tadi sarankan? Sampai sekarangpun tidak ada yang membantu pekerjaanku ini, jadi jujur saja aku tidak begitu paham maksud slogannya."

  Lalu tatapan seluruh peserta rapat tertuju pada Sagami.

  Setelah melihat Sagami yang gemetaran, mereka saling melihat satu sama lain.

  Suasana ruangan menjadi tidak terkendali.

  Mulai terdengar suara-suara orang yang sedang memprovokasi satu sama lain.

  Suara berbisik tersebut sampai ke telingaku dan mengalir ke tengah ruangan rapat seperti gelombang yang menghantam pantai berulang kali.

  Lalu, semua itu berhenti di tengah ruangan.

  Di tengah ruangan terdapat pimpinan panitia Festival Budaya dan wakil ketua panitia, Yukinoshita Yukino duduk.

  Tidak ada satupun suara yang terdengar di ruangan ini.

  Yukinoshita adalah si 'Ratu Es' yang memerintah dengan kuasa yang absolut, mengambil seluruh tanggung jawab sejak terpilih. Semua orang memusatkan perhatiannya kepadanya dengan harapan akan memberikan hukuman kepada orang yang mengatakan omong kosong tadi.

  Lalu, Yukinoshita menutupi wajahnya dengan kertas dokumen.









  Bahu Yukinoshita bergetar. Dia mencondongkan tubuhnya ke meja dan punggungnya membungkuk.

  Orang-orang melihat pemandangan yang cukup langka tersebut. Suasana sunyi ruangan yang agak menyakitkan bagi kebanyakan orang tersebut masih terus berlanjut.

  Kemudian, Yukinoshita menghembuskan nafas kecilnya dan mengangkat wajahnya. "Hikigaya-kun."

  Dia menatapku langsung.

  Aku merasa kalau sudah sangat lama semenjak dia memanggil namaku seperti itu dan semenjak aku melihat bola mata birunya yang transparan.

  Pipinya agak berwarna kemerahan.

  Senyum di bibirnya.

  Bibirnya yang merah dan indah bergerak perlahan.

  Dengan wajah tersenyum yang menggambarkan seorang brilliant dan seperti bunga yang mekar di udara hangat, dia mengatakan, "Ditolak."

  Yukinoshita kembali ke pekerjaannya, dengan membetulkan posisi punggungnya, dia batuk sesekali. "Sagami-san. Kita cukupkan kegiatan kita hari ini. Sepertinya kita tidak akan menemukan sesuatu yang bagus dengan kondisi sekarang."

  "Huh? Tetapi..."

  "Hanya keputusan yang kurang bagus jika kita memaksakannya hari ini. Setiap panitia festival harus memikirkan slogannya dengan baik di rumah dan kita akan memutuskannya besok. Untuk pekerjaan sisanya, jika setiap panitia tetap datang dan bekerja sampai hari tersisa, kita harusnya bisa mengganti hari-hari yang sudah hilang," kata Yukinoshita sambil melihat ke seluruh peserta rapat. "Sepertinya tidak ada yang keberatan dengan itu."

  Tidak ada yang keberatan atas usulnya. Dalam kondisi ini, dia mampu mengumpulkan konsentrasi peserta dan membuat mereka untuk menyetujui usulannya.

  Begitu pula Sagami.

  "Oke, baiklah. Mari kita beri yang terbaik besok. Terima kasih atas kerja keras kalian."

  Setelah dia memberikan penutup, satu dua tiga grup langsung berdiri dari tempat duduknya.

  Tanpa berpamitan denganku, Hayama berdiri dan pergi meninggalkan ruang konferensi.

  Di belakangnya, orang-orang menatapku dengan rendah, memandangku dengan hina. Bahkan terdengar orang-orang berbisik "Kenapa sih dengan dia", benar juga kenapa sih dengan dia? Oh, ternyata itu aku.

  Setelah panitia festival meninggalkan ruangan, yang tersisa hanya para pimpinan panitia.

  Dengan suasana seperti ini, ada satu individu yang menatapku dari tadi.

  Itu adalah Meguri-senpai.

  Meguri-senpai berdiri dari tempat duduknya. Dia datang kepadaku dan tidak memakai ekspresi hangat yang sebelumnya.

  "Aku cukup kecewa...Aku kira kamu adalah pria yang cukup serius..."

  "......"

  Aku tidak punya kata-kata untuk membalas kekecewaannya.

  Karena itu aku tidak mau bekerja. Kalau kamu serius mengerjakannya, kamu akan mendapatkan ekspektasi. Dengan kata lain, jika kamu melakukan kesalahan kecil maka kamu akan mengecewakan mereka.

  Aku menghembuskan nafas panjangku untuk menghapus kekecewaan itu.

  Aku berdiri dari kursiku.

  Ketika aku hendak melewati pintu keluar ruang konferensi, Yukinoshita berdiri di depan pintu.

  "Kamu tidak masalah dengan ini?"

  "Dengan apa?" Tanyaku, tetapi dia sendiri tidak membalasnya.

  "Kupikir lebih baik kalau kamu menjelaskan salah paham ini."

  "Aku tidak akan bisa. Mereka sudah menganggapnya begitu, maka masalahnya sudah berakhir. Tidak ada yang perlu dijelaskan lebih jauh."

  Jawaban yang tepat, sebuah kesalahpahaman; apapun itu, itulah jawabanku.

  Kamu tidak bisa menghilangkan kekecewaan itu, begitu pula menghilangkan sebuah label yang sudah ditempelkan kepadamu.

  Yukinoshita menatapku dengan kedua matanya. "...Kamu selalu membuat sebuah alasan ketika terkena masalah yang sepele tetapi tidak mau membuat alasan ketika menghadapi masalah yang serius seperti tadi. Kupikir itu cukup pengecut. Orang-orang akan terus melihatmu seperti itu."

  "Sia-sia saja membuat alasan. Orang-orang sudah membuat kesimpulan tentang diriku seperti apa."

  "...Benar juga. Itu mungkin benar. Hal-hal seperti mencari alasan pembenaran adalah sia-sia," kata Yukinoshita menjawabku.

  Kamu tidak bisa mengambil kembali kata-katamu yang sudah kamu keluarkan. Tidak ada guna menangisi susu yang sudah tumpah. Telur yang sudah kau pecahkan tidak akan kembali lagi.

  Tidak masalah dengan apapun yang sudah dikatakan. Kamu tidak akan bisa menghapus kesan buruk yang sudah melekat ke dirimu.

  Oleh karena itu mencari alasan adalah hal yang sia-sia. Karena alasan-alasan itu membuatmu semakin dibenci.

  Yukinoshita terdiam. Bahkan, dia sendiri tidak bersandar ke tombok. Seperti biasanya, dia membetulkan posisinya.

  ...Dengan begini, aku ingin menanyakannya lagi.

  Aku merasa yang kupikirkan barusan agak bermuka tebal dan mungkin akan menganggu kenyamanannya. Kedua matanya yang cantik seperti bintang-bintang yang bersinar.

  Aku merasa kedua mata itu seperti memberitahuku: "Jangan membuat alasan lagi. Jadi, tataplah aku."

  "Lagipula, apa-apaan tadi?"

  "Apa?"

  "Slogan konyolmu yang kamu sebutkan. Itu jelas kurang peka."

  "Setidaknya lebih baik daripada sloganmu...Apa sloganmu semacam thesaurus?" kataku.

  Yukinoshita menghembuskan nafas kecilnya. "Luar biasa, ternyata kamu belum berubah sama sekali..."

  "Orang tidak akan berubah semudah itu."

  "Mungkin lebih tepatnya kamu adalah orang aneh sejak awal."

  "Hei, jangan menyebutku orang aneh."

  Yukinoshita tertawa. "Ketika aku melihatmu, aku berpikir kalau berusaha berubah adalah tindakan yang konyol." Dia membalikkan badannya ketika selesai berbicara. Dia mengambil tasnya di atas meja dan berjalan ke arah pintu keluar. "Keluar" adalah bahasa tubuh yang hendak dia katakan kepadaku.

  Kami berdua meninggalkan ruang konferensi dan dia mengunci pintu ruangan tersebut.

  "Aku akan mengembalikan kunci ruangannya."

  "Yeah, sampai jumpa."

  "Ya, selamat tinggal." dia membalas salamku, tetapi menaruh tangannya di atas dagunya dan seperti agak ragu. Lalu, dia menambahkan, "...Sampai jumpa besok." menggunakan tangan yang sebelumnya dia gunakan untuk berpikir, dia melambaikan tangannya rendah di dekat dadanya. Tangannya yang agak ragu terbuka ataupun mengepal melambai-lambai.










  "...Yeah, sampai jumpa besok."

  Kami saling memutar badan dan mulai berjalan.

  Aku berniat untuk membalikkan badanku melihatnya setelah berjalan beberapa langkah, tetapi aku tidak mendengar suara langkahnya terhenti. Jika begitu, maka aku seharusnya tidak melakukannya.

  Bisakah kita terus seperti ini tanpa melihat masa lalu kita?

  Bisakah aku bertanya kepadamu sekali lagi?

  Dalam hidup, kamu tidak bisa mengambil kembali kata-katamu.

  Kesalahanmu akan terus tercatat dan akan terus ada.

  Jika kamu ingin memperbaiki itu, maka kamu harus datang dengan sesuatu yang baru.

  Karena itulah, aku memutuskan untuk menanyakannya lagi.

  Demi mengetahui apa jawabanmu yang sebenarnya.







x  x  x










  Slogan dari Festival Budaya telah terpilih oleh panitia esok harinya.

  Rapat berjalan cukup alot. Hasil dari debat yang memperpanjang waktu rapat dan membuat semua ide menjadi satu adalah satu slogan.

  Slogan tahun ini untuk Festival Budaya adalah:

  [Khas Chiba, Festival dan Tarian! Jika kita semua adalah warga bodohnya kota Chiba, Ayo menari dan menyanyikan sebuah lagu!!]

  Apa slogan itu benar-benar tidak masalah?

  Aku seperti kurang bisa menerimanya, tetapi itu sudah diputuskan oleh panitia. Bukannya aku tidak suka atau bagaimana. Lagu dan Tarian dari Chiba memang cukup terkenal.

  Rapat yang penuh riuh ini harus berhenti sama halnya dengan beberapa panitia yang masih mendebatkan slogannya.

  Untuk memfokuskan kerja panitia, Yukinoshita berbisik ke telinga Sagami. "Sagami-san. Kita harus segera ganti slogannya secepatnya."

  "Ah, oke...Semuanya, tolong ganti slogan yang sudah beredar dengan yang barusan kita sepakati."

  Untuk saat ini, para panitia langsung beraksi sesuai perintah Sagami.

  Memilih slogan adalah suatu tradisi yang membuat semua orang bersatu di bawah satu motivasi.

  "Ayo semuanya! Kita buat ulang posternya!" bagian marketing publik mulai menggonggong.

  "Tunggu sebentar! Kita belum tahu dananya berapa!" Bagian keuangan mulai ramai.

  "Bodoh! Pikir soal dananya belakangan! Sekarang atau tidak sama sekali bagiku!"

  "Terserahlah! Pastikan untuk mengembalikan sisanya setelah kamu memperbaiki poster itu! Itu juga harus dihitung!"

  Dan begitulah. Bahkan orang-orang dari bagian keuangan juga ikut ramai.

  Setiap seksi panitia saling bekerjasama. Aku cukup tidak percaya kalau mereka adalah orang yang sama di hari sebelumnya.

  Untukku sendiri, aku seperti sedang dihina di belakang karena tidak dianggap oleh panitia yang lain. Tetapi ini bukan bully. Bully tidak terjadi di sekolah kita.

  Meski mereka memberiiku pekerjaan yang lebih banyak lagi, mereka tidak mengatakan satupun kata kepadaku dan hanya menaruh dokumen di depanku. Membuat orang bekerja serajin ini di situasi saat ini cukup mengesankan. Pimpinannya, maksudku.

  Aku menulis laporan hari ini di dokumen dan ada suara yang berbicara kepadaku dari atas dengan semangat tinggi.

  "Hai yang disana, sedang bekerja?"

  Sekarang panitia sedang bekerja keras, Haruno-san memiliki waktu luang dan hadir disini karena istirahat latihan. Dia ternyata memang menuju kesini dan menyentuh kepalaku.

  "...Seperti yang kau lihat...."

  Haruno-san melirik layar laptopku dari belakang. Um, kamu terlalu dekat. Apa-apaan dengan parfum ini? Baumu sangat wangi, jadi tolong jauhi aku...

  "Ahh...Kamu sedang tidak bekerja."

  Apa? Jelas-jelas...

  Aku menatapnya dengan penuh tanda tanya, mata yang busuk dan Haruno-san kaget. "Oh, apa kamu tidak suka dikatakan begitu...? Maksudku, aku tidak melihat satupun pencapaian Hikigaya-kun untuk saat ini."

  "....." Aku hanya terdiam.

  Haruno-san menatapku dan tersenyum licik. "Hikigaya-kun? Saatnya kuis! Apa yang membuat sebuah grup bisa bersatu secara efektif~?"

  "Pemimpin yang bertangan besi?"

  "Jangan pura-pura tidak tahu. Kamu jelas tahu jawabannya. Meskipun, aku tidak bisa katakan kalau aku tidak menyukai jawabanmu juga," tatapannya menjadi lebih dingin tetapi dia tetap tersenyum. "Jawaban yang benar adalah...musuh yang tangguh."

  Maksud dia yang sebenarnya tercermin dari senyum liciknya.

  Seseorang pernah mengatakan: "Pemimpin terbaik yang mampu menyatukan banyak orang: adalah musuh itu sendiri."

  Well, memiliki seseorang yang menjadi korban pekerjaan mereka tidak akan mengubah perilaku mereka semudah menjatuhkan topi. Itu bahkan mustahil.

  Mereka mengatakan kalau manusia adalah makhluk yang meniru satu sama lain. Ini sama ketika kamu terasa ingin menguap ketika melihat orang lain menguap juga.

  Kelakuan anarkis, fanatik, dan kebencian, secara umumnya, menyebar begitu mudahnya.

  Perusahaan MLM dan agama juga berada di konsep yang sama.

  Siapapun akan merasa nyaman ketika bersama seseorang yang sama.

  Doktrin dan khotbah mengikuti logika yang sama. Selama mereka bisa membuatmu berpikir "sedang berusaha membuatmu lebih baik", mereka akan diterima.

  Situasi bergantung ke jumlahnya.

  Massa juga bergantung ke jumlahnya.

  Perang juga tergantung ke jumlahnya.

  Kamu bisa membuat orang mengikuti trend setelah membangun jumlah itu. Dan itu adalah kemenangan yang pasti. Dan dunia ini berjalan dengan skenario seperti itu. Orang yang menggerakkan dunia bukanlah pemimpin dengan kharisma luar biasa. Orang yang menggerakkan dunia ini adalah orang yang mendapat mandat dari mayoritas, atau sebuah kampanye yang datang dari mayoritas.

  Sisanya akan mudah diatur.

  Jika seorang pecundang seperti [Hikitani@tidak mau bekerja keras] ada, maka opini publik -- massa pada umumnya -- akan berusaha menjauhinya.

  Orang-orang yang berusaha tampil keren. Orang-orang yang bukan Hikitani.

  Selama label itu terus ada, orang-orang akan terus berusaha tampil seperti itu, opini adalah hal kedua.

  Haruno-san tertawa dan melihatku dari atas. "Well, kurasa musuh kita sekarang terlihat agak samar-samar."

  Tinggalkan aku sendiri

  "Tetapi semua orang menjadi bersemangat dan rajin, kupikir itu hal yang bagus."

  "Yeah, sekarang pekerjaanku bertambah karenanya."

  Itulah mengapa kamu harusnya berhenti mengangguku. Aku ingin memberitahunya, tetapi dia nampak tidak peduli.

  "Itu tidak apa-apa. Jika penjahat sepertimu terlihat rajin, itu akan membangkitkan semangat mereka. Mereka tidak akan berkembang jika musuhnya tidak kuat. Perselisihan adalah kunci dari perkembangan teknologi~."

  Tetapi dengan bahasa tubuh jenakanya, tatapan matanya sedang melihat ke arah Yukinoshita.

  Tatapan itu membuatku memikirkan banyak hal.

  "Um, mungkinkah..."

  Bibirku yang bergerak dihentikan oleh jarinya yang manis.

  "Aku tidak suka anak yang terlalu banyak tahu, oke?"

  Kupikir adanya musuh adalah cara termudah untuk membuat manusia berkembang.

  Apakah orang ini selama ini hanya berpura-pura menjadi musuh? Aku memikirkannya meski tidak punya satupun bukti.

  Haruno-san tersenyum dengan arti "Cuma becanda", masih menyentuh bibirku dengan jarinya.

  Senyum yang sangat datar, sempurna untuk sekedar membuatku tertipu.

  Aku terdiam di tempatku dan tidak mampu mengatakan apapun. Lalu, ada suara tajam memotong suasana itu dari belakang.

  "Asisten, lakukan pekerjaanmu."

  Pom pom pom. Dia menaruh tumpukan dokumen di depanku.









  Ketika aku melihat ke arah itu, Yukinoshita menatapku dengan tatapan gila, mata yang dingin.

  "Atur dokumen-dokumennya sesuai pergantian slogannya. Juga, timingnya...yang sedang kamu lakukan sekarang..." Yukinoshita memindahkan tangannya ke mulutnya dan berkata "ah" lalu menaikkan kepalanya. "...Lalu, kirimkan pemberitahuan ke setiap grup tentang pergantian slogannya."

  "Hey, kamu jelas-jelas sengaja membuat pekerjaan itu barusan."

  Dia bilang 'lalu' bukan? Jika kata tersebut digunakan, itu seperti mengatakan kamu tidak memiliki sesuatu di pikiranmu.

  "Ada kalanya aku mendapatkan sebuah ide. Dan kebijaksanaan juga muncul bersamaan dengan itu. Dan juga, sekalian, kumpulkan semua permohonan tertulis mengenai stan pameran dan upload segera ke server."

  Dia seperti menjelaskan sesuatu yang tidak berhubungan sama sekali. Dia sangat buruk ketika mencari-cari alasan. Sebenarnya, apa dia baru saja memberiku tambahan pekerjaan? Bukankah kata 'sekalian' memiliki arti pekerjaan tambahan yang dikerjakan di waktu bersamaan? Benar tidak?

  Aku mencoba melihatnya dengan ragu, tetapi merasa tertekan oleh tatapan Yukinoshita.

  "Ngomong-ngomong, selesaikan hari ini."

  "Mustahil..."

  Karena yang kita hadapi kali ini adalah Yukinoshita, suasana ruang kerja kali ini terlihat agak ketat. Ini adalah titik dimana kamu ingin meninggalkan semuanya demi pekerjaan, mematikan handphonemu, dan memberitahu ibumu, "tidak usah menunggu telepon dariku untuk sementara!"

  Karena aku sedang berada di sekolah, aku tidak bisa kabur dari pekerjaan ini.

  Ketika aku tenggelam dalam keputusasaan, Haruno-san melambaikan tangannya sehingga bisa terlihat oleh Yukinoshita. "Apa aku boleh membantunya?"

  "Nee-san, kamu cukup mengganggu, pulanglah ke rumah."

  Haruno-san membuat ekspresi seperti hendak menangis. "Kejam sekali! Yukino-chan, kamu sungguh kejam...! Well, aku sendiri tidak ada pekerjaan di rumah, jadi aku akan tetap membantumu. Hikigaya-kun, beri padaku separuh dokumen itu."

  Ketika Haruno-san mengambil kertas-kertas di depanku, Yukinoshita menaruh tangannya di samping kepalanya. "...Ya ampun. Aku ingin memeriksa ketersediaan dananya, kalau kamu ingin melakukan sesuatu, tolong bantu periksa itu."

  "Hm? Fufu...Okeeeeey!" Haruno-san menjawabnya dengan senyum penuh tanda tanya, namun dia langsung kembali ke sikapnya yang biasa. Dia mendorong Yukinoshita dari belakang dan bergerak. Nampaknya mereka akan membahas dananya.

  Setelah mereka kembali, Haruno-san tampak sedang mengerjakan pekerjaannya.

  Aku tidak begitu yakin kalau orang sesibuk Haruno-san sering datang kesini hanya untuk menjadi sukarelawan. Mustahil kalau waktu senggangnya sebanyak itu. Jadi apa alasan dia datang kesini? Namun sepertinya itu bukanlah urusanku.

  Lebih efektif kalau aku berpikir bagaimana caranya pekerjaan yang menumpuk di depanku bisa cepat selesai.

  Fufu. Budak perusahaan adalah kata yang tepat karena mereka tidak mampu berbuat apapun tentang pekerjaannya.








x  x  x








  Ketika Festival Budaya semakin dekat, SMA Sobu semakin bersemangat dan nampak kontras dengan suhu udara yang terus turun.

  Kelas 2F tampak ramai sejak pagi tadi.

  Hari ini adalah persiapan final sebelum pembukaan besok.

  Meja-meja dikumpulkan dan digabung untuk membentuk panggung.

  Dengan ketua kelas memberikan arahan, Oda atau Tahara, entahlah siapa namanya mengatur latar belakang yang terbuat dari kayu lapis dan papan.

  Tobe, Yamato, dan si jejaka Ooka seperti sedang Heave-ho dan membawa model pesawat terbangnya.

  Kawasaki sedang mendengarkan headphonenya sementar dia menjahit kostum. Miura dan Yuigahama sedang mengobrol sambil mendekorasi bunga merah.








  Karena terlihat sepertinya kekurangan bunga, para gadis membuatnya lebih banyak. Mungkin caranya seperti ini. Kamu ciptakan bunga dengan membentuknya dari lima lembar kertas seperti tissue, membungkusnya perlahan, menahan pusatnya dengan karet gelang, lalu potong satu-satu. Ya seperti itu. Aku sering melihatnya di Festival Budaya.

  Totsuka dan Hayama sedang berlatih adegan mereka bersama-sama.

  Sementara diriku, aku duduk di pojokan panggung seperti tidak ada yang bisa kukerjakan.

  "Malam ini...Kamu tidak boleh datang kesini."

  "Kita akan bersama selamanya."

  Narasinya nampaknya sangat meyakinkan seperti mensupport suara sang pangeran kecil.

  Meski aku tahu kalau ini cuma akting, namun aku tidak bisa mencegah gigiki untuk bergetar...Sial, jika kutahu kalau aku bisa membuat kenangan seperti ini dengan Totsuka, aku seharusnya bergabung dengan mereka sejak awal.

  Ugh, aku tidak bisa melihat ini lebih lama.. Aku memalingkan pandanganku ke arah lain dan sang produser alias Ebina-san juga berada disana. Dia tersenyum lebar.

  "KAMU, cepat bergabung sana!"

  "Sory, aku sudah bergabung dengan panitia festival..." Jawabku.

  Ebina-san menepuk pundaknya sendiri dengan kertas skenario yang digulung. "Oh, itu sangat disayangkan sekali. Kalau kalian berdua main, akan membuat pasangan yang bagus; Hikitani-kun sebagai si narator dan Hayato-kun sebagai pangerannya. Jika kamu melihatnya berdua berlatih di panggung, maka kamu seperti sedang dimakan api cembur--Oh! Apa ini yang orang bilang NTR!? Bufu!"

  Hidungnya mimisan ketika memikirkannya. Gadis ini cukup menakutkan, serius ini...

  "Ya Tuhan, dia begitu lagi. Ebina. Ayo, bersihkan hidungmu." Miura datang setelah melihat bagaimana dia cukup bersisik barusan dan menggunakan kertas yang seharusnya untuk membuat bunga palsu ke hidung Ebina. Kamu harusnya tidak meniup hidungmu ketika kamu mimisan.

  Setelah melihat kelasku sebentar, aku berdiri dan meninggalkan kelas.

  Ketika aku berjalan di lorong, aku melihat setiap kelas yang kulewati seperti penuh dengan semangat festival.

  Bagi penyendiri sepertiku, ini mungkin lingkungan yang bersahabat. Kalau ini jam pulang sekolah, maka aku tinggal langsung pulang secara diam-diam. Tetapi karena ini di pagi hari, kamu tidak bisa melakukannya dengan bebas.

  Sebenarnya di kelas itu seperti "menunggu instruksi" dan "ayo berjalan-jalan".

  Biasanya aku akan melakukannya, tetapi tahun ini, aku berada di panitia Festival Budaya.

  Aku menuruni tangga, berputar ke lorong, dan berjalan ke rute yang biasanya kulalui.

  Ruang konferensi ketika aku tiba disana seperti sedang ramai oleh orang berlalu-lalang. Pintu dari ruangan itu yang di hari biasanya terlihat tertutup tampak terbuka seharian.

  Yukinoshita seperti sedang mengerjakan pekerjaannya. Duduk di sebelahnya seperti boneka adalah Sagami. Haruno-san nampak berputar-putar di kursinya berdikusi dengan Meguri-senpai. Aku sebenarnya tidak peduli, tetapi kok Haruno-san seperti punya banyak sekali waktu luang, benar tidak?

  Aku masuk ke dalam ruang konferensi dan memeriksa daftar tugas asisten bagian arsip untuk besok dan setelahnya. Orang-orang terus berlalu-lalang di ruangan ini.

  "Ibu wakil ketua. Ujicoba update di website kita sudah selesai."

  "Baiklah...Sagami-san, tolong konfirmasi." Meski bertanya kepadanya, Yukinoshita juga ikut memeriksa website tersebut.

  "Oke, ini terlihat bagus."

  "Baiklah kalau begitu. Tolong beritahu bagian produksi untuk mulai mengisi halaman website."

  Dia menyelesaikan pekerjaan satu dan lainnya.

  "Yukinoshita-san, para sukarelawan tidak punya peralatan yang memadai!"

  "Tiap-tiap bagian seksi sukarelawan harus berdiskusi dahulu dengan pimpinan dari sukarelawan. Kalau sudah, baru kita pinjamkan peralatan sesuai bagian seksinya. Lalu setelah itu, kita minta laporan penggunaannya." Setelah dia memberi instruksi itu, Yukinoshita memberitahu orang yang disampingnya. "Sagami-san, jika tidak ada masalah lagi maka kita bisa lanjut ke tahap berikutnya."

  "Ah, oke. Kupikir itu terdengar bagus."

  Ketika semuanya berjalan dengan baik, masalah-masalah kecil bermunculan. Meski begitu, masalah-masalah tersebut terselesaikan dan panitia Festival Budaya berjalan dengan lancar.

  Diantara mereka semua, tugas Yukinoshita sangatlah besar.

  "Latihan akhir dari para sukarelawan jadwalnya agak telat, jadi kita berikan tempat setelah gladi bersih upacara pembukaan. Tolong catat itu." Setelah dia selesai memberikan instruksi itu, dia menghembuskan nafas panjangnya.

  Haruno-san mengendap-endap di belakang Yukinoshita dan memujinya. "Ini baru Yukino-chanku!"

  "Tinggalkan aku sendiri, jangan terlalu dekat denganku, pulanglah." Yukinoshita menatap ke laptopnya sambil membalas kata-katanya dengan dingin.

  Haruno-san menaruh tangannya secara lembut ke bahu Yukinoshita. "Yukino-chan, kamu melakukan pekerjaan yang luar biasa disini. Sama seperti yang kulakukan di masa lalu."

  "Uh huh, benar juga. Kami semua berterima kasih padamu, Yukinoshita-san." Meguri-senpai memujinya juga.

  "Tidak semuanya. Aku tidak sehebat itu..." Sambil menutupi rasa malunya, Yukinoshita menekan tombol-tombol di keyboardnya dengan keras.

  "Enggak lah. Kontribusimu disini sangat membantu sekali, Yukinoshita-san," kata Meguri-senpai.


  Pimpinan panitia yang lain nampak mengangguk setuju ke arahnya.





  Namun ada satu pimpinan yang dari tadi hanya tersenyum kecut melihatnya. Sagami terus tersenyum seperti itu tanpa mengatakan apapun.

  "Kurasa, beginilah seharusnya panitia festival bekerja! Ahh, aku sangat bersyukur bisa ambil bagian di dalamnya."

  Semua orang mengangguk mendengar kata-kata Haruno-san. Semua orang merasa puas. Mereka merasa kalau mereka telah mengerjakan pekerjaan mereka sebagai panitia Festival Budaya dengan baik.

  Oleh karena itu, tidak ada yang bisa melihat makna dibalik kata-katanya.

  Itu adalah sindiran ke panitia yang awalnya tidak mengerjakan sesuai standar pekerjaan mereka. Juga sekaligus mengkritik orang yang memimpinnya, Sagami.

  Hanya orang-orang yang punya kepribadian ganda yang bisa menyadarinya.

  Sagami meremas kertas yang dipegangnya di bawah meja.

  Haruno-san tersenyum. "Besok pasti akan menyenangkan...benar tidak?" Dia lalu menatapku sejenak. Apa yang hendak dia rencanakan dengan tatapan gelap matanya tadi, aku sendiri belum yakin.

  Tidak lama lagi festival yang penuh kegiatan barbar, masa muda, pengalihan isu, dan penuh kepalsuan akan dibuka.

  Dan besok sendiri adalah pembukaan dari Festival Budaya.





  

   

  
 x Chapter VI | END x

  

  



  Pertanyaan paling dasar, mengapa Hiratsuka-sensei memberitahukan absennya Yukino pertamakali kepada Hachiman? Posisi Hachiman dalam kepanitiaan hanyalah asisten arsip. Lebih tepat jika diberitahu ke Meguri karena Pengurus OSIS duduk sebagai pimpinan panitia.

  Dengan kata lain, Hiratsuka-sensei ingin Hachiman menjenguk Yukino.

  ...

  Sebenarnya, mengapa Hayama tidak mengambil peluang tersebut untuk menjenguk Yukino?

  Well, jika kita jeli, Yukino tidak menyukai Hayama. Jelas jika Hayama datang menjenguk, Yukino akan menolaknya.

  ...

  Respon Hachiman di apartemen Yukino bisa dikatakan tepat. Hachiman tetap seperti biasanya, tidak meminta Yukino untuk berubah, tapi memberitahunya kalau Yukino yang saat ini bukanlah Yukino yang dia kenal.

  Namun ini jelas menimbulkan tanda tanya bagi Yukino. Bukankah Hachiman harusnya membencinya? Mengapa Hachiman datang menjenguk? Mengapa Hachiman memberikan saran kepadanya?

  ...

  Monolog Hachiman di lift...You are awesome, dude!

  ...

  Hachiman menyelesaikan rapat slogan dengan sangat baik. Kita harus jeli, ada beberapa poin penting disini.

  Pertama, Hachiman mengatakan kebenaran mengenai para panitia festival dan Sagami. Langsung menusuk Sagami dengan menggunakan slogannya sendiri.

  Kedua, Hachiman menjadikan dirinya sendiri martir sosial di rapat ini. Ini sebuah poin dimana Yui harusnya bisa melihat hal ini. Karena di vol 7 chapter 9, Yui berharap Hachiman berhenti menjadikan dirinya martir sosial. Hal ini yang tidak sepenuhnya dipahami oleh Yui. Hachiman sebenarnya tidak keberatan menjadikan dirinya sendiri martir sosial, selama yang dikatakannya adalah benar. Tapi, di darmawisata, yang dikatakan Hachiman adalah bohong, dan yang Yui bahas adalah bagian martir sosialnya. Kebohongan Hachiman ini malah disadari oleh Yukino.

  Ketiga, menunjukkan kepada Yukino bahwa dengan menjadi dirinya sendiri (Hachiman yang korup), bisa menyelesaikan masalah kepanitiaan tanpa harus mengikuti saran orang lain untuk berubah.

  Keempat, menjawab pertanyaan Hayama di vol 4 chapter 7 tentang apa yang akan dilakukan Hachiman jika situasi serupa terjadi. Hachiman akan melakukan segala cara untuk menghentikannya, termasuk mengorbankan dirinya sendiri.

  Kelima, menunjukkan kepada Yukino kalau dia masih Hachiman yang dulu. Hachiman tidak mempermasalahkan kecelakaan setahun lalu, juga menunjukkan kalau niat Hachiman di vol 1 chapter 2 untuk benar-benar menjadi teman Yukino benar-benar tulus.

  ...

  Yukino tiba-tiba salah tingkah ketika Haruno mendekati Hachiman...Cemburu?

  ...

  Haruno yang memprovokasi Sagami...Mirip adegan Joker yang provokasi Harvey Dent di The Dark Knight...

  Haruno sepertinya mengharapkan sebuah kegilaan terjadi di festival budaya yang berasal dari Sagami.

  

4 komentar:

  1. Gid bless you, Gaaaann!!!

    BalasHapus
  2. Sial, ini ln kalo dipahami ceritanya sebenarnya romatis banget, cuma kalo kita nonton animenya saja, kesan romantisnya itu jadi hilang. Contohnya saja adegan rivalitas hachiman x hayama itu intens sekali sejak arc jni. Kalo kita perhatikan kenapa hachiman nggak suka sama hayama harusnya kita sudah tahu sih alasannya

    BalasHapus