Minggu, 09 Agustus 2015

[ TRANSLATE ] Oregairu Vol 6 Chapter 9 : Kemudian, tirai-tirai pertunjukan mulai diturunkan

  



x  x  x











  Aku mengganti baterai kamera yang telah disetting untuk merekam kegiatan gimnasium dan memeriksa memori yang tersisa di memori cardnya. Mendokumentasikan kegiatan dari para sukarelawan juga salah satu pekerjaan asisten arsip. Setelah itu, kita juga punya pekerjaan untuk mengedit video dan data menggunakan program Final Cut Pro atau entah apa nama programnya yang sudah terinstall di Macbook Ruang OSIS. Aku pernah diajari cara untuk menggunakan programnya, tetapi aku tetap merasa terganggu dengan hal itu, dan aku masih merasa tidak terbiasa menggunakan Macbook karena aku selama ini menggunakan Windows. Tapi setidaknya, aku bisa mengedit subtitlenya.


  Entah Mac atau program Final Pro Cut, sekolah kami memang memiliki perlengkapan yang sangat baik. Kamera yang kupakai sekarang adalah kamera dengan kualitas terbaik, tentunya karena didukung guyuran dana dari sekolah yang cukup baik, kamera ini memiliki sensitivitas mikrophone yang sangat baik. Aku menyentuh layar kamera tersebut dan memastikan kamera tersebut dalam keadaan yang baik untuk merekam sesuatu.

  Ketika selesai, maka aku tinggal menunggu upacara penutupan dilaksanakan. Dibandingkan kemarin, ini cukup mudah karena pekerjaanku sudah selesai setelah mempersiapkan kamera ini.


  Aku berjalan menuruni panggung dan menuju sisi panggung.


  Hayama dan grup bandnya mendapat porsi untuk membuka upacara penutupan, penampilan dari para sukarelawan akan membuka upacara penutupan. Di belakang panggung, kita bisa melihat orang-orang mulai menyiapkan upacara penutupannya.


  Karena itu, suasananya terlihat begitu sibuk dan kacau.


  "Urrrgh...ahh, sial, aku sekarang sangat gugup sekali," kata Miura, memegangi kepalanya dengan ekspresi penuh tekanan. Nampaknya dia ambil bagian dalam penampilan band ini.


  Ketika aku melihat yang lainnya, Hayama sedang memeriksa gitar yang kabelnya belum tersambung tersebut. Tobe sedang melakukan 'air drumming' ke sebuah drum yang tidak terlihat dengan stick drumnya. Pria lainnya, Yamato, sedang memegangi bassnya. Terakhir, Ooka sedang memandangi keyboard di panggung dengan konsentrasi yang luar biasa.


  Satu-satunya orang yang terlihat santai di grup itu adalah Hayama, sementara yang lainnya terlihat seperti dipenuhi pikiran aneh-aneh di kepala masing-masing. Tobe tampak menggerakkan kepalanya lebih banyak daripada dia memainkan stick drumnya.


  Nampaknya, ada seseorang yang berjalan mengelilingi band tersebut.


  "Ummm, untuk minuman di panggung nanti...Ah, mungkin akan lebih mudah kalau minum lewat sedotan."


  "Yui, disini tempat kamu menusuk ujung guntingnya ke penutup minumannya. Lalu kamu putar guntingnya untuk membuat sebuah lubang. Dengan begitu, kamu bisa menaruh sedotannya."


  "Wow, Hina, kamu luar biasa."


  Apa kalian berdua manager mereka atau semacamnya?


  Setelah mempersiapkan beberapa headset yang sudah diisi baterainya, Yukinoshita nampak mondar-mandir dan aku merasa terganggu melihatnya.


  "Apa kamu sedang butuh bantuan?" tanyaku.


  Yukinoshita membalikkan badannya dan bertanya, "Hey...Dimana Sagami-san?" aku menoleh ke sekitar ketika dia bertanya itu. Benar juga, aku dari tadi tidak melihatnya sama sekali. "Aku harus bertemu dengannya sebelum upacara penutupan dimulai..."


  "Aku akan mencoba menelponnya." Meguri menjawabnya dan menelpon dengan handphonenya. "...Nampaknya handphonenya diluar jangkauan atau baterainya habis."


  Dia mengumumkannya ke orang-orang di sekitarnya.


  "Aku akan mencoba bertanya ke orang-orang."


  Dia lalu membuat beberapa panggilan, tetapi nampaknya kurang beruntung.


  "Apa semua sudah berkumpul disini?"


  "Kami disini."


  Mengendap-endap dari balik gorden tebal, muncul para pengurus OSIS.


  Buset, apa kalian ini ninja? Atau Assassin?


  "Apa kalian bisa mencari Sagami-san? Bisakah kalian terus memberitahuku perkembangannya juga?"


  "Siap Bu."


  Seperti kataku tadi, apa kalian ini ninja atau semacamnya?


  Para pengurus OSIS tersebut berpencar dan memulai pencariannya.


  Setiap ninja harusnya mampu mencari jejak Sagami sebelum gelap, tetapi ternyata tidak mampu mencarinya hingga saat ini. Usaha mereka nampaknya tidak membuahkan hasil.


  Setelah Hayama dan grupnya selesai menyanyikan lagunya, upacara penutupan akan dilaksanakan sesudahnya. Jika kita berjalan sesuai jadwal, maka waktu yang tersisa tidaklah banyak.


  Yukinoshita menyilangkan lengannya dan menutup matanya. Ketika Yuigahama melihatnya, dia mendekatinya.


  "Yukinon, ada apa?"


  "Kamu tahu dimana Sagami-san berada?" tanya Yukinoshita.


  Yuigahama mencondongkan kepalanya. "Dimana ya? Aku juga daritadi tidak melihatnya...Apa akan terjadi masalah jika dia tidak disini?" Yukinoshita mengangguk dan Yuigahama mengambil handphonenya. "Hmm. Aku akan mencoba menelponnya."


  Ketika Yuigahama pergi ke tempat sepi untuk menelpon, aku mencoba untuk menyarankan sesuatu.


  "Bagaimana kalau kita membuat pengumuman agar dia segera kesini?"


  "Kupikir begitu."


  Kita berdua menuju ke ruang siaran dan membuat pengumuman yang bisa didengar oleh seluruh penghuni kampus, namun tidak ada respon darinya.


  "Yukinoshita."


  Hiratsuka-sensei tiba-tiba muncul dari belakang panggung, sepertinya dia mendengar pengumuman itu.


  Dia bertanya, "Apa Sagami muncul?"


  Yukinoshita menggeleng-gelengkan kepalanya.


  "...Begitu ya. Di ruang guru nampaknya sudah tahu situasinya setelah mendengarkan pengumuman itu. Jika mereka bertemu dengannya, mereka akan menghubungiku, tetapi..." kata Hiratsuka-sensei, tetapi ekspresinya tampak lemah. Nampaknya dia hendak memberitahu kita untuk tidak mengharap terlalu banyak.


  Kontras dengan suasana penonton gimnasium yang terlihat bersemangat, belakang panggung seperti diselimuti aura dingin. Semakin waktu berlalu, ketidakhadiran Ketua Panitia Festival semakin menimbulkan kecemasan.






  Aku memberinya respon abu-abu dan Yuigahama tersenyum malu-malu. Ekspresinya memberitahuku kalau diskusi telah berakhir.


  "Benar..." Meguri-senpai mengangguk.


  Melihat ekspresi suram mereka, Yuigahama bertanya, "Apa segitu buruknya kalau Sagamin tidak ada disini?"


  "Ya. Tugas Sagami-san adalah memberikan sambutan, komentarnya tentang festival, dan memberikan hadiah penghargaan-penghargaan di festival kepada pemenangnya."


  Itu adalah ritual yang dilakukan oleh ketua panitia festival dari generasi ke generasi. Tidak masalah Sagami sedang dalam kondisi apa, kewajiban itu harus dia lakukan.


  "Skenario terburuknya, kita menggantinya dengan seseorang."


  Meguri-senpai mengatakan kemungkinan terbaik untuk mengatasi masalah ini. Dalam kasus ini, penggantinya bisa Meguri-senpai atau Yukinoshita. Melihat peran dan posisi mereka, bahkan kalau membiarkan mereka memutuskan sendiri siapa yang akan mengambil obornya, kita bisa menyiapkan alasannya dengan mudah. Tetapi itu sebenarnya tidak akan mengubah situasinya.


  "Kurasa itu akan agak sulit. Sagami-san adalah satu-satunya orang yang tahu hasil voting untuk pemenang community awards..."


  Keputusan pemenang awards itu bergantung dari suara setiap panitia di ruang konferensi, tiap orang memberikan suaranya. Sehingga setiap orang hanya tahu sebagian kecil hasilnya, sedang hanya Sagami, orang yang mengumpulkan semua keputusan itu yang tahu hasil sebenarnya.


  "Bagaimana kalau memindahkan pengumuman pemenangnya di lain hari?" kataku.


  Yukinoshita mengangguk. Tetapi, ekspresinya agak ragu.


  "Kita akan mempertimbangkannya sebagai skenario terburuk. Tetapi tidak ada gunanya kalau kita tidak mengumumkan pemenang community award hari ini."


  Festival Budaya tahun ini mengumumkan kalau mereka akan membuat kategori penghargaan yang baru. Mengumumkan kalau tahun ini adalah pertama kalinya diadakan penghargaan community, penghargaan baru yang diadakan di festival kali ini, dan mengumumkannya di hari di luar festival akan membuatnya terkesan buruk.


  Oleh karena itu, menemukan Sagami sangat penting.


  Tetapi kita tidak bisa maju karena daritadi masih belum menemukannya.


  Yukinoshita seperti sedang menggigit bibirnya.


  "Ada sesuatu yang tidak beres?"


  Meski penampilan bandnya merupakan penampilan selanjutnya, Hayama mendatangi kami dengan penuh tanda tanya. Dia pastinya sudah merasakan aura penuh tekanan disini.


  "Ah, sebenarnya, kita tidak bisa menghubungi Sagami-san..." Meguri-senpai menjelaskan situasinya kepadanya.


  Hayama lalu mengusulkan sesuatu.


  "Ibu Wakil Ketua, saya memohon untuk mengubah jadwalnya sedikit. Bisakah kami menambahkan satu lagu lagi di daftar itu...? Karena kita tidak punya waktu untuk mengurusnya, jadi persetujuan secara lisan kurasa cukup, bukan?"


  "Bisakah kamu melakukannya?"


  "Yeah...Yumiko. Bisakah kamu memainkan gitar dan bernyanyi untuk satu lagu lagi?"


  "Eh, satu lagu lagi? Kamu serius itu? Tidak, tidak, tidak, tidak. Jujur saja, aku seperti mau meledak saja sekarang!"


  "Kumohon?"


  Tetapi dengan senyum Hayama yang mengarah kepadanya, Miura akhirnya melunak. Lalu dia mengatakan "uuuuuuuuuugh" dan dia memegangi kepalanya. Dia nampak sedikit manis ketika melakukannya.


  Yukinoshita lalu berjalan ke depannya.


  "...Kalau kamu mau melakukannya, itu akan sangat membantu kami."


  "...Ugh...Kamu pasti sedang becanda..." Miura nampaknya sudah menyerah. Lalu dia menatap Yukinoshita. "Aku tidak melakukannya untukmu, paham tidak?"


  Untuk menyembunyikan rasa malunya, Miura menatap Yukinoshita dengan kurang ramah dan melangkah balik.


  "Ayo Tobe, Ooka, Yamato. Berdiri semuanya." Miura seperti menjewer kepala mereka dan berjalan menuju panggung.


  Mereka bertiga mengikutinya, "Serius ini?", "Sial, sial", "Dia pasti becanda".


  Keempatnya menuju area standby yang disediakan oleh perwakilan sukarelawan. Mereka memberitahu tentang slot tambahan lagunya yang disetujui ke perwakilan sukarelawan.


  Pada saat yang bersamaan, Hayama mengambil handphonenya dan menggunakannya. Bukannya menulis text sederhana, dia malah menggunakan berbagai macam aplikasi: mailing list, SNS, Facebook, LINE, dan lainnya. Ketika dia selesai melakukannya, dia lalu memanggil beberapa nomor di handphonenya.


  Ketika selesai melakukannya, Hayama bernafas dengan berat.


  "...Aku harusnya berterima kasih."


  "Jangan khawatirkan itu. Aku memang ingin melakukannya. Ngomong-ngomong...kami akan naik ke panggung sekarang, tetapi perlu kamu ingat, paling tidak aku cuma bisa membeli waktu sekitar sepuluh menit. Kamu harus menemukannya sebelum habis."


  "Oke."


  "....."


  Hanya sepuluh menit...Karena dia tidak mengangkat teleponnya dan tidak merespon pengumumannya, dia jelas-jelas hanya ingin melarikan diri. Dengan waktu yang cukup pendek ini, jelas mustahil untuk menemukan seseorang yang memang berniat untuk bersembunyi.


  "Aku akan mencarinya juga," kata Yuigahama, dan dia berjalan menuju pintu keluar.


  Aku menghentikannya. "Mencari secara sembarangan tidak akan menghasilkan sesuatu."


  Para pengurus OSIS sedang keluar untuk mencarinya. Kita sekarang sedang menggunakan sumber daya manusia yang cukup banyak. Meski begitu, kita masih belum menemukannya. Meski Yuigahama ikut mencarinya, dia hanya akan kembali lagi kesini dengan tangan kosong.


  Oleh karena itu, jika kita menganggap Sagami memang tidak akan kembali, maka kita harus menggunakan waktu ekstra ini untuk berpikir tentang opsi selanjutnya.


  "Cara tercepat adalah dengan menggantinya dengan orang lain lalu membuat sandiwara siapa pemenangnya. Lagipula, pemenang award itu juga tidak ada yang tahu siapa," kataku.


  Lalu orang-orang di sekitarku membuat ekspresi "ugh".


  "Hikigaya..."


  "Itu sungguh keterlaluan..."


  "Itu agak..."


  "Kupikir itu adalah ide yang buruk."


  Hiratsuka-sensei, Meguri-senpai, Yuigahama dan Hayama nampaknya tidak suka dengan ideku...Ide buruk, huh? Aku berpikir kalau itu adalah solusi yang realistis untuk sekarang.


  Yukinoshita, yang biasanya adalah orang pertama yang menolak opini-opini dariku, kali ini hanya terdiam. Aku melihatnya dengan penuh tanda tanya dan Yukinoshita menaruh tangannya di mulutnya, nampaknya dia sedang memikirkan sesuatu.


  "...Hikigaya-kun."


  "Ada apa?"


  Aku cukup terkejut mendengarnya, memikirkan hal menakjubkan macam apa yang akan dikatakannya jika melihat waktu yang dia habiskan untuk berpikir, tetapi Yukinoshita menatapku langsung.


  "Kalau aku bisa memberimu waktu sepuluh menit lagi, kau bisa menemukannya?" tanya Yukinoshita.


  "Sulit kukatakan..."


  Aku mengatakan begitu saja apa yang ada di pikiranku.


  Sebentar lagi adalah waktu bagi Miura dan lainnya untuk tampil di panggung. Mereka akan menampilkan lagu-lagu mereka plus ekstra satu lagu. Jika mereka melakukannya dengan baik, mereka bisa juga melakukan pekerjaan pembawa acara setelah melakukan lagu? Itu juga bisa memberikanku waktu ekstra. Tetapi bisa juga nanti ada hal-hal yang diluar rencana muncul dan memberiku waktu juga.


  Dengan semua yang ada di pikiranku, nampaknya hal-hal di atas bisa memberiku sekitar tujuh atau delapan menit.


  Jadi dengan menambahkan sepuluh menit di dalamnya, aku punya sekitar lima belas menit untuk melakukan sesuatu. Jika itu kasusnya, maka kakiku ini hanya bisa mengantarku ke satu tempat tujuan setelah keluar dari gimnasium ini. Jika Sagami memang sengaja keluar dan menginginkan orang untuk menemukannya, maka ini adalah sebuah permainan. Maka dari itu aku hanya bisa menebak sekali dan bertaruh di satu kali tebakan itu.


  "...Aku tidak tahu, itu saja yang bisa kujawab."


  "Oh begitu, tetapi kamu tidak mengatakan kalau itu mustahil. Jadi itu sudah lebih dari cukup bagiku."


  Jawaban abu-abuku malah dijawab olehnya dengan jawaban yang pasti.


  Lalu dia mengambil handphonenya. Ketika dia memegangnya, dia seperti mengambil nafas yang panjang. Ketika dia meyakinkan dirinya, dia membuat sebuah panggilan.


  Matanya tertutup ketika dia menunggu teleponnya diangkat. Beberapa saat kemudian, Yukinoshita membuka matanya.


  "Nee-san? Tolong datang ke belakang panggung sekarang."


  Bagaimana dia bisa mendapatkan sepuluh menit dengan telepon itu? Yukinoshita akan menjawab pertanyaan tersebut sebentar lagi.









x  x  x







  Setelah Yukinoshita menutup teleponnya, orang yang ditunggu-tunggu muncul.


  "Hellooooo, Yukino-chan. Apa kamu butuh sesuatu? Aku ingin melihat penampilan dari para band, loh. Ini juga hampir waktunya Hayato tampil."


  Senyum Yukinoshita Haruno sangat menakutkan dan dipenuhi aura aneh. Nampaknya, dia dari tadi sedang melihat band-band yang secara sukarela mengisi acara penutupan. Sebenarnya panggilan telepon tadi tidak begitu dibutuhkan karena dia berada tidak jauh dari sini.


  Yukinoshita langsung ke masalahnya, tidak membahas basa-basi terlebih dahulu dengan Haruno-san.


  "Nee-san, kami membutuhkan pertolonganmu."


  Dia begitu jujur dengan pernyataannya dan mata Haruno-san tampak berubah. Dengan tetap terdiam, dia melihat ke arah Yukinoshita dengan tatapan terkejut.


  Meski begitu, Yukinoshita tidak memalingkan matanya. Kulihat, di matanya tampak sebuah keyakinan kuat dari caranya menatap balik.


  Keduanya saling bertukar pandangan, terdiam, dan sangat intens. Seperti jika ada nitrogen cair tumpah, maka seluruh udara akan membeku.


  Sebuah suara tertawa kecil diiringi senyum lebar yang beku muncul.


  "Ohh...tentu. Ini adalah pertama kalinya Yukino-chan meminta bantuanku. Jadi khusus untuk kali ini, aku akan mendengarkan requestmu."


  Kata-kata tersebut terdengar seperti muncul dari atas, terdengar bijak, tetapi aku tidak menemukan hal yang baik dari nada suaranya. Ini seperti akan berakhir sia-sia, lebih tepatnya dia hendak menolak secara halus.


  Tetapi Yukinoshita memiringkan kepalanya setelah mendengar kata-kata itu. Setelah itu, dia tersenyum.


  "...Request? Aku bukannya ingin membuatmu salah paham. Ini adalah perintah untukmu dari Panitia Festival. Apa kamu tidak melihat alur organisasi kepanitiaan? Dalam jalur perintah, kau harus tahu kalau aku berada di posisi yang lebih tinggi darimu. Perwakilan dari sukarelawan berkewajiban untuk bekerjasama dengan kepanitiaan meskipun tidak berasal dari sekolah ini."


  Yukinoshita menampar balik dengan kepercayaan yang sangat tinggi. Dia kali ini memakai sikap arogannya. Dia mungkin adalah orang yang meminta bantuan, tetapi dia tidak akan memposisikan dirinya lebih rendah karena dia berada di posisi yang lebih tinggi.


  Tampilannya yang seperti itu mengingatkanku tentang dirinya setengah tahun yang lalu.


  Dia tidak akan memanjakan orang lain, dia akan memakai rasa keadilannya sebagai tameng, dan menjadikan kebenaran sebuah pedang untuk menebas musuh-musuhnya; tampilan yang seperti itu adalah Yukinoshita Yukino.









   Kebalikan dari tampilan itu, Yukinoshita Haruno, seperti tertawa menikmati momen itu.

  "Meski begitu, tidak tertulis adanya hukuman bagi orang yang melanggar aturan itu bukan? Kamu tidak punya dasar hukum untuk melawanku ketika aku menolaknya, bukan? Kamu bisa menghilangkan hakku untuk tampil di panggung, tetapi itu tidak berpengaruh karena penampilanku sudah selesai. Apa yang akan kau lakukan? Melapor ke guru?"


  Dia hanya tertawa saja dari tadi, seperti menertawakan kekonyolan dari rasa keadilan anak kecil, seperti tertawa di atas semua kebenaran.


  Tetapi pernyataan Haruno-san terlalu menyakitkan dan benar adanya, sehingga tidak mungkin untuk dilawan.


  Perkataan Yukinoshita selama ini selalu berdasarkan rasa kebenaran dan aturan. Kau bisa memanggil itu sebagai idealisme miliknya.


  Sayangnya, kelakuan pragmatis Haruno-san merupakan kebalikan dari Yukinoshita.


  Ini kurang bagus. Yukinoshita sedang dalam posisi kurang menguntungkan. Orang yang cocok melawannya seharusnya Nihil-ist seperti diriku.


  Yukinoshita tampaknya tahu kalau aku akan mengatakan sesuatu dan dia dengan lembut meletakkan tangannya di depanku untuk menghentikanku. Dia menolehkan wajahnya kepadaku secara perlahan dan tersenyum lembut.


  'Aku akan baik-baik saja. Aku cukup kuat untuk menghadapinya' Dua kalimat itu seperti keluar begitu saja dari tatapan matanya.


  Dia lalu memalingkan wajahnya kembali ke arah Haruno-san dan menguatkan nada bicaranya.


  "Memang tidak ada hukumannya...Tetapi ada sebuah pengakuan akan tindakanmu."


  "Misalnya?" Haruno-san terlihat tertarik.


  Yukinoshita menurunkan intensitas tekanan yang didapatkannya dari senyum cantik yang kejam dari Haruno-san, lalu dia menaruh tangannya di dadanya.


  "Kamu bisa menganggap aku berhutang jasa kepadamu. Atau kamu bisa menganggapnya begitu, nee-san." Yukinoshita mengatakannya dengan jelas, dan suara tertawa Haruno terhenti.


  "Uh huh..." Haruno-san tidak tertawa lagi. Selebihnya, dia terus menatap ke Yukinoshita dengan ekspresi dingin. "...Yukino-chan, kamu sepertinya sudah lebih dewasa."


  "Tidak..." sebaliknya, Yukinoshita tersenyum. "Aku selama ini selalu seperti itu. Kita terus bersama selama tujuh belas tahun dan kamu baru sekarang menyadarinya?"


  "Oh begitu..." Haruno-san menjawabnya dengan pendek, lalu menutup kedua matanya. Karena itu, aku dengan mudah bisa membaca apa yang dipikirkannya.


  "Haha..." aku tidak bisa menahan tawaku.


  "...Ada apa?"


  "Tidak, tidak ada apa-apa..."


  Yukinoshita menatapku dengan tajam, dan aku melanjutkan tertawaku.


        Yeah, dia benar sekali. Yukinoshita Yukino adalah orang yang seperti itu.


  Haruno-san melipat lengannya untuk mencairkan suasana. Bahasa tubuhnya mirip sekali dengan Yukinoshita.


  "Jadi, apa yang kamu rencanakan?"


  "Kita adakan pertunjukan tambahan di panggung nanti," kata Yukinoshita secara jujur.


  Mulai nampak ragu-ragu, Haruno-san bertanya lagi, "Dan bagaimana kita melakukannya?"


  "Denganku, nee-san...dan dua orang lainnya, kita bisa melakukan sesuatu. Jika memungkinkan, dengan satu orang tambahan lagi." Yukinoshita lalu melihat alat-alat musik di pinggir panggung. Aku benar-benar tidak tahu apa yang akan dia lakukan dengan benda-benda itu.


  "Hey, Yukinoshita, kamu serius?" aku mencoba mencari tahu keterkejutanku.


  Haruno-san yang awalnya memiliki ekspresi tanda tanya sepertiku mulai tersenyum. "Oh ho, kamu ternyata bisa memikirkan sesuatu yang cukup menyenangkan. Jadi, lagu apa yang akan kita mainkan?"


  "Karena kita akan tampil tanpa latihan, maka kita akan memilih lagu yang kita sama-sama tahu. Nee-san, bisakah kamu tampilkan lagi lagu yang pernah kamu mainkan di Festival Budaya beberapa tahun yang lalu?" tanya Yukinoshita.


  Haruno-san mencoba menyanyikan sebuah lagu, yang pernah dia mainkan di Festival Budaya beberapa tahun lalu. Aku seharusnya tahu apa lagunya, tetapi aku tidak bisa menemukannya dan tampaknya hanya bisa mendengarnya menggumam nada-nada lagunya. Yuigahama lalu berteriak "Ohh, lagu itu ya?" dia tampak terkesan dan mengikuti nada-nada tersebut. Tampaknya aku tahu lagu apa itu. Tentu saja, Yuigahama juga harusnya tahu.


  Setelah Haruno-san selesai mengingat nada-nada lagunya, dia lalu tersenyum kecil. "Namun coba kita melihat siapa yang ikut tampil? Pertanyaan pertama, apakah kamu bisa memainkannya, Yukino-chan?"


  "Kalau itu adalah sesuatu yang nee-san bisa lakukan, kemungkinan besar, aku juga bisa melakukannya."


  ...Dia jelas-jelas telah berlatih diam-diam untuk memainkan lagu itu, aku sangat yakin itu.


  Mendengar ucapannya, Haruno-san mengangguk. "Baiklah. Oke, kita butuh satu orang lagi dan kita siap untuk tampil."


  Kita semua saling melihat satu sama lain setelah mendengar kata-kata Haruno-san. Tidak,tidak,tidak, Yukinoshita baru saja mengatakan kalau butuh dua orang lagi bukan? Kenapa kamu bilang butuh satu orang lagi? Level ilmu matematikamu nampaknya berada di level sesuatu, tetapi bukan itu masalahnya... Ketika aku memikirkannya, sebuah suara kecil dan jelas terdengar.


  Haruno-san memanggil nama orang yang membuat nada kecil tadi. "Shizuka-chan."


  "...Mau bagaimana lagi. Aku akan memegang bassnya. Jika lagu tadi benar adalah yang pernah Haruno tampilkan sebelumnya, harusnya aku masih bisa memainkannya lagi."


  Ngomong-ngomong, ketika aku bertemu dengannya musim panas lalu, dia pernah mengatakan kalau Haruno-san memaksanya ikut bergabung ke band untuk Festival Budaya, atau sejenis itu...


  Lalu, Haruno-san memutarkan kakinya dan berkata, "Meguri, kamu bisa memainkan keyboardnya, bukan?"


  "Ya, serahkan padaku!" Meguri-senpai menjawabnya dengan penuh semangat, mengepalkan kedua tangannya.


  Dia adalah seseorang yang pernah melihat penampilan Haruno-san sebelumnya dan juga sudah biasa berdiri di depan banyak orang. Dia mengiyakan hal tersebut tanpa ragu.


  "Sekarang yang terakhir, bagian vokalisnya?" tanya Haruno-san.


  Dengan ekspresi yang sederhana, Yukinoshita berkata, "...Yuigahama-san."


  "Wuh!?"


  Dia mungkin tidak mengharapkan namanya dipanggil dalam situasi yang seperti itu. Dia menjawabnya dengan nada jujur.


  Yukinoshita mendekati Yuigahama.


  "Kalau boleh, bisakah aku mempercayakan vokalisnya kepadamu?"


  "Ah, umm...Aku sebenarnya kurang percaya diri...Maksudku, aku tidak berpikir kalau aku bisa melakukannya, dan mungkin akan mengacaukan yang lain, jadi um..."


  Yuigahama menekan kedua jari telunjuknya bersama-sama, memalingkan matanya ketika menggumam dengan malu-malu.


  "Tetapi      " dia memotong kata-katanya dan memegang tangan Yukinoshita. "...Aku telah lama menunggumu untuk mengatakan itu."


  Yukinoshita membalasnya. "...Terima kasih."


  "Uh huh...Te-tetapi aku mengingat beberapa bagian dari liriknya terdengar agak samar-samar di kepalaku, tidak apa-apa!? Kau mungkin jangan mengharapkan lebih dari penampilanku, oke!?"


  "Kata yang tepat mungkin adalah 'lupa liriknya'. Sekarang aku agak khawatir dengan kesalahan kecilmu itu..."


  "Yukinon, kamu kejam sekali!?" Yuigahama meremas kedua tangannya untuk mengatakan keberatannya.


  Yukinoshita tersenyum. "Aku cuma becanda. Jika kamu terlihat agak lupa liriknya, aku bisa mengisi vokalnya juga. Oleh karena itu, jika kamu tidak keberatan, kamu bisa mengandalkanku ketika lupa liriknya, jadi..."


  "...Oke!" Yuigahama menjawab Yukinoshita yang pipinya memerah dari tadi, bahkan kamu bisa tahu itu meskipun lampunya dimatikan.


  Setelah melihat keduanya, aku mulai berjalan perlahan menuju pintu keluar ruang gimnasium di belakang panggung. Secara pelan-pelan dan sunyi, aku menjalankan misiku.


  "Hikigaya-kun." tiba-tba ada suara dari belakangku. "Kami mengandalkanmu."


  "Hikki, lakukan yang terbaik."


  Aku mencoba merespon mereka.


  Aku menjawabnya dengan mengangkat tanganku dan berjalan menuju pintu keluar.









  Sekarang, dari sini, ini adalah waktuku beraksi. Sepuluh menit berikutnya adalah sepuluh menit milikku.

  Panggung yang penuh dengan lampu sorot bukanlah tempat dimana aku seharusnya berada.


  Tempat dimana aku seharusnya berdiri adalah jalan dimana jarang terdapat orang-orang, jalan dimana cahaya yang kulalui akan semakin meredup hingga menjadi gelap total.


  Itu adalah panggung dimana Hikigaya Hachiman beraksi seorang diri.









x  x  x







  Pintu keluar gimnasium terhubung dengan gedung sekolah.

  Setiap tahunnya, sudah merupakan tradisi bagi sekolah untuk menugaskan band para sukarelawan yang bisa menarik banyak pengunjung untuk menutup festival. Dengan adanya kegiatan itu, membuat pergerakan siswa-siswa menjadi lebih efektif, membuat program yang cukup diluar kebiasaan bagi upacara penutupan.

  Dengan kata lain, sekarang, adalah waktu dimana kampus agak sepi dari aktivitas orang-orang.

  Apapun itu, upacara penutupan akan segera dilakukan. Jadi jika tujuannya untuk mengurangi suara gaduh yang mengganggu upacara penutupan, maka semua orang akan meluapkan energi yang tersisa melalui pertunjukan band para sukarelawan.

  Kampus yang sepi dari orang-orang adalah tempat yang bagus.

  Sangat baik, bahkan aku bisa melihat jelas seorang siswa yang sedang kesakitan dari jarak jauh. Ini adalah lingkungan yang ideal untuk menghadapi musuh kali ini, Sagami.

  Tetapi bukan berarti aku punya waktu untuk melihat ke berbagai tempat. Waktuku terbatas. Bahkan hanya untuk sekedar menoleh ke arah arlojiku merupakan pembuangan waktu.

  Waktu tidak bisa berjalan lebih pelan dari saat ini.

  Aku tidak bisa menggerakkan tubuhku lebih cepat daripada kapasitasku.

  Yang bisa kulakukan sekarang adalah berpikir lebih efisien.

  Berpikirlah.

  Penyendiri memiliki satu hal yang dibanggakan; ketekunan mereka ketika berpikir. Energi berpikir yang harusnya dihabiskan untuk memikirkan hubungan antar manusia dialihkan untuk memikirkan dirinya sendiri. Telah melalui berbagai personal refleksi, intropeksi atas apa yang dilakukan, menyesalinya, mengkhayal, berimajinasi, mereka mengembangkan kemampuan berpikirnya, dan akhirnya menjadi sebuah ideologi, sebuah filosofi. Dengan memaksimalkannya, aku mencari segala kemungkinan yang ada, menghapus semua kesimpulan yang buruk.

  Untuk setiap kemungkinan yang kudapatkan, aku menggunakan seluruh pikiranku untuk berpikir seperti sedang memikirkan diriku sendiri.

  Menilai seseorang dan berusaha membela diri sendiri adalah jati diri dari seorang Hikigaya Hachiman.

  Jika aku terus mengulang-ulang proses berpikir itu, pada akhirnya aku akan menemukan jawabannya.

  Ini adalah masalah yang sederhana.

  Sekarang ini, Sagami sedang sendirian, kemungkinan besar begitu.

  Kalau begitu kasusnya, yang perlu kulakukan adalah mengikuti cara berpikirnya.

  Lagipula, jika membahas tentang seorang yang sedang sendiri, aku satu langkah di depan, tidak, ribuan langkah lebih jauh. Aku bukanlah anak kemarin sore dan orang baru dalam bisnis ini, aku...adalah seorang veteran.

  Berhentilah mempromosikan diriku sendiri.

  Sagami melakukannya dengan sadar. Dia pasti begitu. Di kelas satu, dia sepertinya berada di sebuah grup pertemanan dan merasa menjadi bagian tertinggi dari tangga tingkatan pertemanan sosial di lingkungan kelasnya. Tetapi ketika berada di kelas dua, Miura muncul dan membuatnya jatuh dari posisi tangga sosial yang dimilikinya. Pastinya, Sagami bukanlah satu-satunya orang yang merasa dirugikan dengan adanya fakta tersebut. Tetapi bagi seseorang yang sangat memperhatikan ranking sosial, Sagami tentu sangat terpukul.

  Hasilnya, dia mengumpulkan orang-orang di sekitarnya yang berada lebih rendah darinya. Setidaknya, dia mengincar grup dengan ranking kedua terpopuler di komunitas. Dia kuyakini telah sukses melakukannya. Tetapi sekali pernah merasakan berada di puncak ranking komunitas, pasti tidaklah mudah untuk terus dihantui perasaan menjadi yang nomor dua.

  Lalu, dia mencoba memuaskan dirinya dari kenyataan itu, dia mencari alternatif.

  Lalu disitulah Festival Budaya datang.

  Apakah posisi Ketua Panitia Festival Budaya cocok dengan ranking sosialnya? Tentu saja itu akan memuaskannya. Dia menjadi bagian dari panitia festival atas rekomendasi Hayama, dan setelah menjadi ketuanya, dia berada di bawah bimbingan orang yang bisa dikatakan legenda disini, Yukinoshita Haruno. Dan terakhir, dia bisa mendapatkan hormat dan harga diri seperti yang dimiliki Yukinoshita Yukino yang melakukan pekerjaan hariannya di panitia.

  Tetapi hal-hal tersebut tidak berjalan sesuai rencananya.

  Dia ternyata tidak mendapatkan hal-hal yang dia inginkan dan kalah pamor oleh orang yang dibawahnya.

  Sagami tidak bisa berpartisipasi di kelasnya karena menjadi Panitia Festival. Meski dia menyadari hal itu dan ikut berpartisipasi di persiapan kelas, muncul orang yang mengisi posisinya di panitia, tidak, melebihi apa yang dia mampu lakukan di panitia. Malahan, Haruno-san dan Hayama yang di awal rencananya menjadikannya dasar untuk menggaet popularitas malah memuji dan mengakui si pengganti itu.

  Dalam kasus ini, aku harus memikirkan harga diri Sagami, kepercayaan diri Sagami, dan kesadaran Sagami sendiri.

  Itu adalah sebuah hal pahit yang kupahami.

  Itu adalah jalan yang pernah dilalui oleh banyak orang.

  Kamu sungguh naif, Sagami. Itu adalah jalan yang pernah kulalui.

  Tertangkap basah bolos sekolah dan dilaporkan ke sekolah adalah salah satu kenangan itu.

  Waktu itu, aku sudah seperti tidak tertolong lagi dan tidak bisa mengontrol diriku sehingga rasanya ingin meledak saja, aku ingin seseorang untuk memperhatikan diriku.

  Oleh karena itu aku memahaminya.

  Apa yang sebenarnya ingin kau lakukan. Kenapa kamu melakukannya.

  Dan kemungkinan, kenapa kamu tidak ingin melakukannya.

  Kamu lima tahun di belakangku.

  Itu adalah sesuatu yang pernah kulakukan ketika SD.

  Aku bahkan bisa menyebutkan tempat-tempat dimana dia akan pergi.

  Ketika orang kehilangan tempatnya berpijak, apa yang mereka harapkan? Adalah, memiliki seseorang yang menemukan tempat untuknya. Kalau mereka tidak bisa menemukan tempat dimana mereka berada dengan matanya sendiri, maka satu-satunya hal yang bisa mereka lakukan adalah memiliki seseorang untuk melakukannya untuk mereka.

  Sekarang, yang harus kulakukan adalah memikirkan tempat-tempat tersebut di kepalaku.

  Karena dia memang menginginkan seseorang untuk mencarinya dan menemukannya, maka dia pasti sedang berada di kampus. Tempatnya pasti adalah tempat yang mudah sekali dilihat. Meski begitu, dia tidak akan menempati kelas yang kosong, membiarkannya terkunci dan tertutup.








  Ada satu poin lagi.

  Tempat itu harusnya adalah tempat dimana dia bisa kesana sendirian. Kalau benar-benar bersembunyi di tempat ramai artinya dia memang benar-benar tidak ingin ditemukan. Jika dia sadar akan hal itu, maka dia tidak akan bersembunyi di tempat yang ada keramaian.

  Dia tidak akan pergi ke tempat yang secara fisik tidak bisa dia jangkau. Secara garis besar, dia harusnya berada di tempat yang tidak jauh dari sini.

  Lalu tempat mana saja yang tersisa?

  Tempat yang tersisa masih terlalu banyak.

  Aku butuh materi lagi, materi yang menguatkan salah satu tempat, atau bahkan yang membuat tempat itu tidak memungkinkan.

  Jika menyangkut tentang kesadaran diri yang menggebu-gebu, maka ada seseorang selain diriku yang memiliki masa lalu yang sama.

  Untuk melaksanakan ideku, aku mengambil handphoneku.

  Aku memanggil lewat bagian histori panggilan milikku yang terlihat menyedihkan.

  [Ini aku]

  Dia langsung mengangkatnya. Dia adalah Zaimokuza. Dia sedang bermain-main dengan handphonenya karena dia tidak punya kegiatan untuk dilakukan. Ketika aku hendak mengomentarinya, aku sadar kalau aku sedang kehabisan waktu. Aku langsung bertanya kepadanya.

  "Zaimokuza, dimana biasanya kamu di kampus ketika ingin sendirian?"

  [Hoh, ada apa ini tiba-tiba? Bahon, aku memang selalu sendirian setiap saat.]

  "Jawab saja, aku sedang buru-buru ini."

  [...Tentu, tapi apa kamu serius?]

  "Sial. Kututup nih."

  [Tunggu, tunggu, tunggu dulu! Ruang UKS! Kadang aku juga ke perpustakaan! Juga di atap gedung khusus.]

  Ruang UKS di beranda sekolah sedang dipakai semua kelas. Perpustakaan sedang tutup, jadi tidak ada seorangpun yang bisa kesana.

  Atap gedung khusus sekolah...

  [Ada juga tempat dimana tidak ada orang-orang disana, ada tempat diantara gedung utama dan gedung khusus. Cukup menyegarkan dan sunyi, matahari tidak mencapai tempat itu. Membawa ketenangan ke pikiranmu...Eh, jangan-jangan kamu sedang mencari seseorang ya?]

  "Yep, Ketua Panitia Festival."

  [Hoh, perempuan yang pernah menghina kita ya? Kamu nampaknya butuh kekuatanku...]

  "Kamu memangnya mau membantuku?"

  [Jelas sekali. Jadi kita mulai dari mana?]

  "Bisakah kamu mulai mencarinya dari tempat yang kamu katakan tadi berada di sebelah gedung utama? Terima kasih banyak ya! Aku cukup menyukaimu, Zaimokuza!"

  [Tentu saja, aku juga menyukaimu!]

  "Diam kau, itu menjijikkan!"

  Aku langsung memutus teleponnya.

  Aku merasa kalau dia berada di atap gedung khusus.

  Aku berlari menuju arah kelasku. Lorong kelas yang kosong tampak seperti lintasan lari yang nyaman.

  Namun semakin sedikit orang yang kulewati, semakin tinggi peluang orang yang sedang kucari berada disana.

  Ayolah, kumohon...arah yang kutuju kuharap benar...

  Aku berlari menaiki tangga dengan perasaan yang campur aduk. Untung saja, ada seseorang yang duduk di kursi lipat depan kelasku.

  Rambut biru gelap dengan gaya ekor kuda sedang menyilangkan kakinya terlihat kurang senang, memandang kosong ke arah jendela lorong.

  Aku memanggilnya dengan keras sambil berusaha mengatur nafasku yang tersengal-sengal. "Kawasaki..."

  "Ada apa dengan nafasmu itu...? Bukankah kamu ada tugas kepanitiaan di gimnasium?"

  Aku tidak peduli dengan pertanyaannya.

  "Tadi, kamu baru saja dari arah atap gedung khusus, ya?"

  "Huh? Kamu ngomong apa sih?"

  "Sudah jawab saja."

  Aku sudah kehabisan waktu, jadi kata-kata yang keluar dari mulutku terdengar kasar. Aku akhirnya mengatakannya dengan nada agak kasar.

  "K-Kamu jangan marah begitu..." Kawasaki nampak bergetar dan hendak menangis.

  Setelah nafasku beranjak normal, aku mengambil nafas panjang.

  "Aku tidak marah. Aku hanya sedang terburu-buru karena pekerjaan panitia festival."

  "O-Oke, baguslah..." Kawasaki menghembuskan nafas lega dan memegangi dadanya. Ternyata, dia tidak kuat kalau sedang ditekan. Agh, ini buruk, sekarang, urusan  atap sekolah adalah prioritas.

  "Dulu, kita pertama kali bertemu di atap itu bukan? Kamu kesana lewat mana?"

  "Kamu memang punya ingatan yang bagus..." Kawasaki mengatakannya dengan lembut seperti sedang nostalgia. Dia menatapku dengan malu-malu.

  Apa kamu tidak dengar kalau aku sekarang sedang terburu-buru? Ketika aku menunjukkan ekspresi tersebut di wajahku, wajah Kawasaki memerah dan mencoba kembali ke topiknya.

  "U-um, pintu menuju atap dari tangga tengah, gembok pintunya sedang rusak. Tempat itu sangat terkenal diantara para gadis."

  ...Benarkah? Kalau begitu, cukup masuk akal kalau Sagami tahu tempat itu. Syarat dan kondisi tentang tempat yang mungkin dituju juga terpenuhi.

  "Memangnya ada apa dengan tempat itu?"

  Kawasaki bertanya kepadaku lagi, mungkin merasa aneh kenapa aku diam saja setelah mendengarkannya. Kakiku, nampaknya siap untuk bergerak lagi sebelum aku menjawab pertanyaannya.

  Mungkin aku sedang terburu-buru, setidaknya aku ingin berterima kasih kepadanya.

  "Terima kasih! Aku menyukaimu, Kawasaki!" aku berteriak begitu saja dan langsung berlari kencang.

  Pada saat aku berlari di lorong, aku mendengar suara gadis menjerit dengan keras di belakangku.






x  x  x







   Berlari menaiki tangga menuju atap gedung khusus bukanlah hal mudah karena para siswa menjadikannya sebagai gudang untuk kegiatan Festival Budaya.


  Tetapi aku masih melihat mereka menyisakan jalan kecil untuk kulalui.


  Dan sepertinya, aku bisa melihat jejak Sagami disini. Setiap langkah yang kulakukan, aku merasa semakin dekat menuju tempatnya.


  Sagami mungkin ingin menjadi seperti Yukinoshita dan Yuigahama. Menjadi orang yang selalu dilihat, dicari, dan diandalkan oleh orang-orang.


  Oleh karena itu dia menginginkan untuk bisa memberi kita label.


  Dia ingin meningkatkan nilai sosialnya dengan mendapatkan label Ketua Panitia dan dia ingin meyakinkan dirinya kalau dia memiliki superioritas di atas semuanya dan melihat mereka semua dengan rendah.


  Ini adalah wujud sebenarnya dari 'tumbuh berkembang menjadi dewasa' milik Sagami yang pernah dia ucapkan tempo hari.


  Tetapi 'menjadi dewasa' bukanlah seperti itu.


  Jangan mencampur sebuah perubahan kecil dan mengatakan itu 'sudah menjadi dewasa'.


  Aku tidak mau memanggil sebuah perubahan kecil yang menjadi solusi kompromi, 'tumbuh dewasa'. Aku tidak mau berpura-pura 'menjadi dewasa' adalah dengan merubah cara hidupmu.


  Seperti orang-orang secara dramatis berubah begitu cepat dalam waktu beberapa bulan. Manusia bukanlah makhluk yang bisa berubah wujud.


  Jika aku bisa menjadi sesuatu yang kuinginkan, maka aku tidak akan memilih untuk menjadi seperti ini.


  Kamu harus berubah, aku akan berubah, aku pasti berubah, maka aku berubah.


  Kebohongan demi kebohongan.


  Kenapa tidak kamu terima saja kalau dirimu selama ini salah? Kenapa kamu sekeras itu untuk menolak masa lalumu? Kenapa kamu tidak terima saja dirimu yang saat ini? Kenapa kamu sendiri tidak percaya terhadap masa depan yang kamu pilih sendiri?

  Jika kamu tidak bisa menerima dirimu sendiri kalau kamu memiliki masa lalu yang buruk dan dirimu sekarang berada di posisi paling bawah, lalu mengapa kamu bisa menerima keberadaan orang lain dan melihat mereka lebih baik dirimu? Jika kamu hendak menolak dirimu yang sekarang, lalu bagaimana kamu bisa menerima dirimu yang di masa datang?


  Jangan berpikir kalau kamu bisa berubah dengan menolak menjadi dirimu sendiri.


  Memiliki label dari awal sampai akhir, menjadi arogan akan kekuasaan, mabuk akan diri sendiri, berteriak seperti orang penting, melanggar aturanmu sendiri, dan menjadi buta akan duniamu sendiri kecuali dirimu sendiri yang mengatakan itu salah; jangan berani kau sebut itu 'tumbuh menjadi dewasa'.


  Kenapa tidak kau katakan saja kalau kamu tidak perlu berubah, dan baik-baik saja menjadi dirimu sendiri?


    Ketika aku semakin dekat ke ujung tangga menuju atap, tumpukan kotak dan bahan-bahan festival semakin berkurang dan berkurang.


  Dan pada akhirnya, sebuah pintu yang bertuliskan atap gedung sedang terbuka.





   


  Dibalik pintu tersebut adalah sebuah jalan buntu, akhir dari semua ini.


  Permainan petak-umpet ini sudah berakhir.










x  x  x







  Gembok dari pintu tersebut sudah rusak seperti yang Kawasaki tadi bilang.

  Aku membuka perlahan pintu yang sudah berkarat itu. Pintu tersebut membuat suara sreeek ketika kudorong.

  Angin meniupku dengan kencang dan langit biru terhampar di atas kepalaku.







  Sagami sedang bersandar di pagar pinggir dan melihat ke arahku.

  Dia awalnya terkejut, lalu membuat ekspresi kecewa.

  Jadi, siapa yang kau harapkan datang? Orang yang diinginkan oleh Sagami datang untuk mencarinya bukanlah diriku. Bahkan mungkin, dia tidak ingin seseorang seperti diriku yang menemukannya.

  Aku merasa tidak enak karena tidak bisa memenuhi harapannya, tetapi dari diriku sendiri, aku memang tidak ingin mencarinya sejak awal. Jadi kau bisa bilang, kita sedang dalam skor imbang.

  Dalam situasi ini, kondisi kita berdua bisa dikatakan sama.

  Itu berarti kita bisa memulai sebuah pembicaraan dalam kondisi yang setara.

  "Upacara penutupan sudah mau dimulai, jadi segeralah kembali kesana." aku langsung ke pokok permasalahannya.

  Sagami lalu menggerutu dengan ekspresi yang tidak menyenangkan.

  "Itu tidak seperti membutuhkan kehadiranku disana," kata Sagami, dan dia memalingkan wajahnya dariku. Dia jelas-jelas tidak berniat untuk mendengarkan apapun ucapanku dari awal.

  "Maaf saja, tetapi itu berkaitan dengan beberapa hal penting, jadi kita tidak bisa melakukannya tanpamu. Waktu yang tersisa tidaklah banyak. Kamu bisa menyelamatkan kita semua jika kamu segera kembali kesana sekarang juga."

  Meski begitu, aku juga merasa kata-kataku barusan memang kurang meyakinkan.

  Tetapi, aku memang sangat berhati-hati dalam memilih kata, dan untuk memastikan kalau aku tidak memberikan kata-kata yang Sagami tidak ingin dengar.

  "Waktu...? Bukankah upacara penutupan, harusnya sudah dimulai sekarang?"

  Jadi orang yang sedang kutanya ini sadar akan hal itu. Fakta itu membuatku selama ini memiliki beberapa kesalahan perhitungan tentang dirinya.

  "Yeah, normalnya begitu, memang harusnya sudah berjalan. Tetapi entah darimana, kita berhasil membeli waktu untuk menundanya. Jadi..."

  "Uh huh, dan siapa yang melakukannya?"

  "Ohh itu...Miura, Yukinoshita, dan lainnya yang melakukannya," jawabku.

  Seperti yang kukatakan tadi, tampaknya grup band Miura sudah selesai tampil. Dan seharusnya sekarang adalah waktu bagi Yukinoshita dan yang lain untuk tampil.

  Sagami lalu meremas pinggir pagar tersebut. "Oh begitu..."

  "Kalau kamu mengerti, segeralah kembali kesana."

  "Kenapa tidak biarkan saja Yukinoshita yang melakukannya. Maksudku, dia bisa melakukan segalanya."

  "Hah? Itu kan bukan masalahnya. Kita punya banyak hal seperti mengumumkan hasil voting yang kau pegang itu."

  Seperti dugaanku, Sagami tampaknya sangat terganggu dengan kata-kata yang kukatakan barusan. Ini bukanlah waktu yang tepat untuk bersikap lembut kepadanya dan bernegosiasi...

  "Kalau begitu, kalian bisa menghitung ulang lagi saja hasil votingnya. Kalau semuanya ikut membantu, maka semuanya akan selesai dengan cepat..."

  "Tidak, itu mustahil. Kita sudah tidak punya cukup waktu untuk melakukannya."

  "Ya sudah bawa saja hasil votingnya ini!"

  Pagar tersebut bergetar ketika Sagami memukulnya dengan gulungan kertas yang berisi hasil votingnya.

  Pada saat itu, aku berpikir untuk mengambil saja kertas itu dan pergi.

  Tetapi aku memutuskan untuk tidak melakukannya.

  Request yang diterima Yukinoshita --- Sebagai ketua Klub Relawan --- adalah membantu Sagami mengerjakan pekerjaannya sebagai Ketua Panitia Festival Budaya. Sederhananya, kita harus membuat Sagami Minami mengerjakan seluruh pekerjaan yang harus dilakukan oleh seorang Ketua Panitia Festival Budaya dengan baik.

  Jika bukan untuk request itu, aku tidak akan berada disini, begitu juga Yukinoshita tidak akan menjadi Wakil Ketua. Jika aku menggagalkan request itu disini berarti aku telah menyia-nyiakan apa yang sudah Yukinoshita lakukan sampai sejauh ini.

  Oleh karena itu, tugasku saat ini adalah membuat Sagami Minami menghadiri upacara penutupan; membuatnya berdiri di atas panggung sebagai Ketua Panitia, memastikan dia bermandikan segala puja dan pujian sebagai Ketua Panitia Festival, dan tidak boleh memperlihatkan sisi kegagalan dan frustasi dirinya sebagai Ketua Panitia.

  Apa yang harus kulakukan untuk membuat hal itu terjadi?

  Sejujurnya, jika aku adalah orang yang Sagami harapkan untuk muncul dan mengatakan kata-kata yang ingin dia dengar, maka kasus ini sudah selesai dari tadi.

  Sayangnya, aku bukanlah orang itu.

  Aku sudah mengatakan kata-kata itu, tetapi Sagami tetap keras kepala.

  Apa aku harus menghubungi seseorang dan memanggilnya kesini? Tetapi siapa? Kontak yang kumiliki adalah Yuigahama dan Hiratsuka-sensei dan mereka sepertinya sudah berada di panggung. Aku juga merasa tidak akan ada bedanya jika kupanggil Totsuka dan Zaimokuza kesini.

  Memikirkan hal itu, membuatku sedikit menyesali sikapku yang tertutup dan memiliki sedikit kontak.

  Aku sudah sampai sejauh ini dan aku sekarang 'stuck'...

  Aku secara tidak sadar mengepalkan tanganku seakan-akan marah akan keadaan ini.

  Di momen seperti itu.

  Suara screeek terdengar.


  Aku dan Sagami memutarkan pandanganku.


  "Jadi ternyata kamu disini...Kami dari tadi mencarimu."










  Muncul dari balik pintu, Hayama Hayato. Mengikuti dari belakangnya, adalah dua teman Sagami yang dia masukkan ke panitia festival. Nampaknya mereka sengaja dibawa kesini oleh Hayama.


 "Hayama-kun...Kalian juga..." Sagami memanggil namanya dan melihat kedatangan mereka. Ekspresi wajah Sagami berubah secara cepat.

  Seperti sedang memenuhi ekspektasinya, Hayama mendekatinya secara perlahan. "Kami dari tadi sangat khawatir karena tidak bisa menghubungimu. Kami bertanya ke setiap orang dan ada beberapa anak kelas satu bilang kamu naik ke tangga atap."


  Memaksimalkan kemampuan komunikasinya, nampaknya Hayama berlari menuju kesini. Aku tidak bisa mengharapkan lebih dari itu.


  Tetapi terlihat kontras dengan Hayama yang sudah sejauh ini berusaha menemukannya, sikap Sagami terlihat sama.


  "Maafkan aku, tetapi..."


  "Kenapa kita tidak segera kembali saja? Semuanya sedang menunggumu. Oke?"


  "Yeah!"


  "Kami sangat khawatir!"


  Hayama juga sadar kalau waktu kita tidak banyak. Dia memberikan kata-kata yang Sagami harapkan, yaitu peduli dan berharap kepadanya.


  Dengan ketiganya berusaha memanggil dirinya, sikap Sagami mulai melunak. Dia memegang tangan teman-temannya dan saling berbagi kehangatan.


  Tetapi itu tampaknya tidak cukup.


  "Tetapi kalau aku kembali sekarang..."


  "Itu tidak benar, semuanya sedang menunggumu."


  "Ayo kita kembali kesana bersama-sama, oke?"


  Hayama melihat percakapan mereka, lalu sejenak, matanya melirik arlojinya. Dia juga, nampaknya ingin cepat-cepat menyelesaikannya.


  "Itu benar. Semua orang sudah berusaha keras untuk menunggumu, Sagami-san."


  Kata-kata motivasi terakhir, atau mungkin tidak, tetapi Hayama seperti menggunakan kata-kata apapun yang bisa digunakan untuk mempengaruhinya.


  "Tapi, aku sepertinya sudah membuat banyak kekacauan, jadi aku tidak kuat melihat bagaimana tatapan mereka..."










   Mata Sagami segera dibanjiri air mata, dan teman-temannya mulai mengelilinginya. Semuanya seperti sedang memberikan kata-kata terbaiknya, tetapi Sagami tetap menolak untuk bergerak.


  Satu-satunya hal yang bergerak sekarang adalah waktu.

  Jadi kehadiran Hayama juga tidak memberikan efek, huh...?


  Waktu terus berjalan.


  Waktu kita sudah hampir habis.


  Apa sih cara tercepat dan terbaik untuk memaksa Sagami meninggalkan tempat ini?


  Dengan paksa?


  TIDAK.


  Memang dengan adanya Hayama dan diriku disini, itu bisa saja terjadi. Tetapi dengan ada kedua temannya disini, mereka tentu akan berusaha menghalangi. Kita malah akan tambah repot.


  Juga.


  Melakukan itu bukanlah apa yang Yukinoshita inginkan. Intinya, kita harus membuat Sagami pergi ke upacara penutupan dengan kakinya sendiri, dengan kesadarannya sendiri.


  Dalam situasi ini, Yukinoshita mungkin akan mengatakan apa adanya tentang apa yang terjadi dan tidak mempedulikan apa kata orang lain tentang dirinya; itu cara yang dia lakukan selama ini.


  Dalam kasus ini, aku tidak punya pilihan lagi.


  Aku tidak punya pilihan lain kecuali memakai caraku selama ini menyelesaikan sesuatu.


  Yaitu, jujur dan adil, langsung, menghina, jahat, dan dibawah aturan.


  Lalu bagaimana aku bisa berkomunikasi dengan Sagami?


  Ada dua cara berkomunikasi bagi dua orang yang berada di strata terbawah sosial masyarakat.


  Pertama, adalah saling menjilati luka masing-masing. Dan satunya lagi adalah saling menjatuhkan satu sama lain.


  Meski begitu, aku hanya bisa memilih satu metode.


  Aku melihat ke Sagami, lalu ke Hayama.


  Hayama masih mencoba meyakinkan Sagami, menawarkan kata-kata manisnya sambil berusaha mendekatinya secara perlahan.


  "Tidak apa-apa, ayo kita kembali."


  "Aku, seperti menjadi orang terburuk..." Sagami terus mengatakan kata-kata yang merendahkan dirinya, dan kakinya berhenti bergerak.


  Oleh karena itu, ini adalah momen yang sempurna. Untung saja, aku sudah sangat jijik; jijik karena aku hanya punya satu cara untuk situasi ini dan ternyata aku cukup menyukainya.


  Aku menghembuskan nafas yang dalam, "Haaa", yang bercampur dengan nada menjelekkan.


  "Kamu memang yang terburuk."


  Kata-kata itu membuat semuanya terdiam dan mematung.


  Keempat orang ini sedang menatapku sekarang.


  Penontonku kali ini adalah empat orang.


  Untuk seseorang sepertiku, jumlah penonton seperti itu sudah cukup untuk melakukan pertunjukan ini.


  "Sagami. Pada akhirnya, satu-satunya hal yang kamu inginkan adalah semua orang memperhatikanmu. Kamu berpura-pura seperti itu karena kamu ingin orang-orang peduli kepadamu, bukan? Seperti sekarang, kamu hanya ingin mendengar mereka mengatakan 'itu tidak benar' kepadamu. Memang orang yang seperti itu tidak pantas diperlakukan sebagai seorang pemimpin. Kamu memang yang terburuk."


  "Apa? Kamu sedang mengatakan diriku..."


  Aku memotong suara Sagami.


  "Aku sangat yakin kalau orang-orang sadar akan hal itu. Bahkan seseorang seperti aku yang tidak tahu apapun soal dirimu bisa mengerti hal itu."


  "Jangan anggap diriku sama dengamu..."


  "Kita ini sama. Kita berdua selama ini hidup di lapisan terbawah dunia ini."


  Mata Sagami tidak lagi berurai air mata. Matanya sekarang kering, terisi dengan penuh kebencian.


  Aku sengaja memilih kata-kataku seperti itu, dan tidak memberinya celah untuk melawan balik. Apa yang aku katakan barusan adalah sebuah realitas yang kulihat dengan kepala sendiri.


  "Coba kamu pikir. Aku tidak peduli satupun hal tentang dirimu, meski begitu, akulah orang pertama yang menemukanmu."


  Ketika sebuah kebenaran dikatakan, maka situasi akan segera berubah.


  "Bukankah itu artinya...sejak awal orang-orang memang tidak berniat mencarimu dengan serius?"










   Wajah Sagami berubah menjadi pucat. Kemarahan dan kebencian yang dia pendam dari tadi berganti dengan keputusasaan yang terlihat dari ekspresinya. Tidak bisa memendam emosinya, dia terlihat seperti menggigit bibirnya sendiri dalam penderitaan.


  "Apa kamu sendiri tidak sadar? Kalau kamu itu hanyalah..."

  Sebelum kata-kata lainnya keluar dari mulutku, aku dihentikan.


  "Hikigaya, diamlah kau." Hayama memegangi kerahku dengan tangan kanannya dan mendorongku sampai ke tembok.


  Nafasku seperti meninggalkan mulutku untuk sejenak setelah menerima efek menghantam tembok.


  "...Ghh."


  Untuk menyamarkan suara itu, aku mengerang seperti sedang putus asa. Kepalan tangan Hayama yang meremas kerahku bergetar. Dia mengambil nafas secara perlahan lalu mengeluarkannya seperti sedang menahan emosinya.


  Kami saling menatap untuk sejenak.


  Ketiga gadis yang dari tadi terdiam karena menahan emosinya tiba-tiba berusaha menghentikannya.







  "Hayama-kun, jangan, kamu jangan lakukan yang lebih jauh lagi! Sudah biarkan saja orang seperti dia dan pergi dari sini, oke? Okey?" kata Sagami, menaruh tangannya di punggung Hayama.

  Hayama menghembuskan nafas panjangnya dan melepaskan kerahku sambil mendorongku menjauh. Dia memalingkan badannya tanpa melihatku sedikitpun dan menatap ketiganya. "...Ayo kita kembali."

  Sagami meninggalkan atap ditemani kedua temannya seperti sedang dikawal. Ketika mereka hendak pergi, mereka meninggalkan sebuah percakapan yang menghinaku.


  "Sagamin, kamu tidak apa-apa?"


  "Sudah ayo kita tinggalkan saja dia, oke?"


  "Dia pikir dia siapa? Bukankah tadi itu sungguh buruk?"


  "Aku tidak tahu. Apa-apaan kata-katanya tadi?"


  Setelah ketiganya menghilang, Hayama yang hendak menutup pintunya dan pergi, mengatakan sesuatu.






   "...Kenapa kamu hanya tahu cara yang seperti itu untuk menyelesaikan masalah?"

   Kata-kata pelan tersebut seperti orang yang menggumam di telingaku.

  Ditinggalkan sendiri di atap gedung, aku menyandarkan punggungku di tembok. Aku merosot ke bawah dan duduk di lantai.


  Langit terasa tinggi sekali.


  Hayama, aku cukup senang kamu tadi sudah berperan sebagai orang baik.


  Kamu bukan Hayama kalau kamu tidak emosi seperti tadi.


  Hayama, aku senang kalau kau adalah pria yang tidak bisa melihat orang lain terluka di depanmu. Aku cukup senang kau adalah pria yang  tidak bisa memaafkan orang yang melukai sesamanya.


  Lihat, mudah bukan?      Menciptakan sebuah dunia dimana tidak ada seorangpun yang terluka telah selesai.


  Aku yakin betul maksud perkataan Hayama tadi, bahwa cara yang kutahu untuk menyelesaikan masalah adalah salah.


  Meski begitu, bagi diriku sendiri, ini adalah satu-satunya cara yang kutahu.


  Mungkin saja, seseorang seperti diriku akan berubah.


  Suatu hari nanti, tanpa ragu, aku akan berubah. Aku akan berubah.


  Tidak masalah bagaimana perasaan batinku, bagaimana aku terlihat, bagaimana aku di mata orang lain dan bagaimana aku dinilai kuyakin akan berubah.


  Jika dunia yang memiliki pergerakan stabil mengalami perubahan, maka sekelilingku, lingkunganku, dan di sekitarnya yang kuamati akan terganggu dan berubah, dan pada akhirnya diriku akan berubah juga.


  Maka dari itu.


        Aku tidak akan berubah.


  "Ya ampun..." aku menghembuskan nafas yang dalam, sangat dalam.







  ...Sekarang upacara penutupan harusnya sudah dimulai.

  Aku mengirim pesan ke Zaimokuza dan tertulis "sudah terpecahkan" dan memaksa tubuhku yang terasa berat ini untuk meninggalkan atap gedung.







x  x  x









  Aku berjalan dengan cepat menuju Gimnasium.

  Ini tidak seperti aku ingin tahu situasinya. Jujur saja, aku benar-benar tidak peduli tentang apa yang terjadi dengan Sagami.

  Hanya saja tatapan dan antusiasme orang-orang yang berada di lorong yang kulewati sepertinya sedang menuju arah gimnasium.

  Suara bass yang rendah terdengar di lorong dan membuat para siswa dan pengunjung untuk berlarian menuju arah suara itu. Dan kaki mereka seperti terhipnotis untuk berjalan menuju arah gimnasium.

  Suara ini, bergetar sampai terdengar ke seluruh gedung sekolah sepertinya berasal dari gitar bass dan bass dari drum.

  Tetapi getaran kedua suara itu bukanlah satu-satunya getaran yang menggetarkan dasar dari perutku ini.

  Ada suara orang-orang berteriak gembira.

  Ada suara tepuk tangan yang membuatnya terdengar seperti sebuah ritme musik.

  Di gedung sekolah, kulihat tadi hanya ada sedikit orang yang berada di dalamnya.

  Para siswa dan guru ternyata sedang berkumpul disini untuk upacara penutupan.

  Aku menaruh tanganku di pintu gimnasium.

  Ketika aku membuka pintunya, cahaya dan suara seperti menabrakku keluar.

  Ada sebuah lampu disko dan tergantung di atas, memantulkan cahaya berwarna-warni ke segala penjuru.

  Berdiri di bawah lampu itu adalah para gadis.

  Bassistnya mengeluarkan suaranya dengan nada kelaparan dan rakus.

  Drummernya menari dengan gaya untuk memperlihatkan eksistensinya.

  Gitarisnya yang memandu seluruh lagu seperti sedang menghipnotis keramaian.

  Lalu kemudian, suara yang ceria. Vokalis dadakan, tetapi menyanyikannya dengan baik, bagian per bagian.





  Sang gitaris melangkah menuju tengah panggung untuk mendekati sang vokalis. Keduanya ternyata sengaja berganti baju sebelumnya dengan memakai T-shirt yang saling melengkapi, dan menyanyikan lagunya berdua seperti sedang mensupport satu sama lain.

  Mereka yang melambaikan tangannya di barisan depan, mereka yang menggoyangkan kepalanya, mereka yang mengarahkan handphonenya yang menyala ke arah panggung seperti lili laut, dan mereka yang terbawa oleh lagu dan berdiri karena bersemangat.

  Ketika drummernya menggebu-gebu, sang gitaris seperti menaikkan intensitasnya juga, menantangnya dengan petikan gitarnya. Ketika itu hendak terjadi, petikan bass melerai mereka dan membuat mereka kembali seperti biasanya.

  Di tengah-tengah lagu, sang vokalis seperti mengajak penonton untuk meresponnya. Tangan para penonton yang diangkat seperti melambai dari kanan ke kiri. Tampak Glow Stick dari kerumunan penonton dan memberikan kesan seperti sebuah bintang yang bersinar.

  Satu momen ini, di dalam kegelapan ini, semua orang menjadi satu.

  Tidak ada satupun orang yang melihatku masuk.

  Tentu saja, orang yang di panggung juga.

  Aku menyandar ke tembok dengan perasaan antusiasme rendahku.

  Karena semua orang seperti sedang berusaha untuk lebih dekat ke panggung, ruang kosong di barisan belakang penonton terlihat lenggang. Di sekelilingku juga, hanya terdapat sedikit penonton.

  Ini adalah adegan terakhir dari rangkain acara Festival Budaya yang panjang. Dengan ini, semuanya sudah berakhir.

  Ahh, ngomong-ngomong, aku ini asisten arsip, bukan?

  Jadi, setidaknya, aku akan mengingat momen ini.

  Aku tidak akan melupakan pemandangan ini. Aku tidak melupakannya.

  Aku mungkin tidak berada di panggung yang berkilauan itu.

  Aku mungkin tidak menjadi bagian dari penonton yang antusias itu.

  Aku mungkin hanya menontonnya dari kejauhan.



  Tetapi aku pasti tidak akan melupakan pemandangan ini.















  Yukino menunjukkan kalau dia bisa mempercayai Hachiman untuk menemukan Sagami meski peluangnya sangat kecil. Ini menjawab monolog Hachiman di vol 6 chapter 5 kalau Yukino tidak punya orang yang bisa dia percayai sama sekali.

  ...

  Pertamakali Hachiman tertawa semenjak pertama Oregairu rilis...

  ...

  Melihat anggapan Haruno di vol 8 chapter 5 dimana dia hanya melihat Yukino pintar memperalat orang, seperti Ibunya, jelas ini sebuah ironi.

  Yukino memilih untuk menjadikan jasa Haruno sebagai hutang budi, menghilangkan kemungkinan kalau dia hendak memperalat orang.

  ...

  Patut diduga Meguri-senpai adalah mantan member band tiga tahun lalu.

  Info soal Hiratsuka-sensei pernah tampil di band Haruno ada di vol 5 chapter 4.

  ...

  Zaimokuza salah mengenali Ketua Panitia: gadis yang pernah menghina kita. Yang dimaksud Zaimokuza jelas Yukino, meski tidak sepenuhnya salah karena Yukino sendiri adalah Wakil Ketuanya.

  ...

  Saki malu-malu mengingat atap sekolah karena di vol 2 prolog, itu mengingatkan mereka berdua akan pertemuan pertama mereka.

  ...

  Saki yang tidak menjawab apakah dia menyukai Hachiman atau tidak, meski Hachiman hanya secara spontan mengatakan menyukainya...Bisa menjadi bom waktu di volume-volume mendatang.

  Tapi Saki merupakan gadis kedua yang ditembak Hachiman, pertama adalah Orimoto Kaori. Uniknya, Saki sendiri memenuhi syarat-syarat calon Istri Hachiman di vol 5 chapter 6.

  ...

  Melihat bagaimana Saki memuji pekerjaan Hachiman, kemungkinan besar Saki ini menyukai pria pekerja keras. Tentunya, pria tersebut harus bisa dekat dengan adik-adiknya (Karena Saki Brocon).

  ...

  Monolog Hachiman sebelum konfrontasi dengan  Sagami menjelaskan sendiri kalau dia melakukan itu demi Yukinoshita Yukino, bukan demi kepanitiaan.

  ...

  Motivasi terselubung Hachiman untuk menciptakan dunia dimana tidak akan ada satu orangpun yang terluka merupakan bom waktu. Tinggal menunggu waktu dimana akan ada masalah dimana itu akan melibatkan dirinya dan orang yang Hachiman cintai.

  ...

  




5 komentar:

  1. Hachiman yang baik hatinya... kau boleh saja membenci semua orang, tapi jangan terlalu mudah meneriakkan " Aku menyukaimu " ke gadis yang baru saja kau tanyai... baper adek, mas.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Akwkakwkwkkawk

      Hapus
    2. Mungkin dia terbawa suasana, karena di momen sebelumnya dia juga bilang cinta ke zaimokuza.

      Hapus