Rabu, 12 Agustus 2015

[ TRANSLATE ] Oregairu Vol 7 Chapter 9 : Ungkapan perasaan yang diucapkan oleh si Pria dan Gadis tersebut, tidak bisa mencapai hati orang yang dituju


Kembali ke Chapter VIII
x Last Chapter x










  Lampion-lampion membentuk sebuah pola jalan setapak di hutan bambu ini.

  Cahaya putih dari lampion memantul di setiap bambu. Dengan matahari senja sudah berada di bawah garis cakrawala, bulan yang mulai terlihat di langit menerangi pula jalan setapak ini dengan indahnya.

  Jika sebuah kebaikan bisa dilihat dengan mata telanjang, mungkin pemandangan seperti inilah wujud kebaikan itu.

  Pemandangan ini adalah hasil dari percampuran sebuah karya seni manusia dan alam yang bertemu karena kebetulan. Mereka bergabung secara selaras dan aku yakin tidak ada sebutan lain yang cukup menggambarkan pemandangan ini selain sebuah kebaikan itu sendiri.

  Ini adalah panggung yang sudah disiapkan demi mewujudkan request Tobe.

  Dan semua ini bisa terjadi karena semua orang disini telah berbohong.

  Yang bertugas memanggil Ebina keluar adalah Yuigahama. Dia nampaknya memiliki alasan terkuat dari semua orang yang terlibat untuk bisa memanggil Ebina ke tempat ini.

  Bahkan Ooka dan Yamato juga berbohong tentang sesuatu. Perhatian mereka ke Tobe adalah palsu. Dari yang seharusnya kesini untuk mensupport teman mereka, mereka kesini hanya sekedar menikmati drama yang akan terjadi sebentar lagi, ini terlihat dari ekspresi mereka.

  Dan untuk Miura yang tidak hadir disini, aku sangat yakin dia sedang berpura-pura tidak peduli tentang situasi yang terjadi; dia bahkan tidak berusaha bertanya detail tentang apa yang terjadi, mencoba menghentikannya, bahkan mencoba perhatian tentang apa yang akan terjadi.

  Hayama tidak mencoba untuk mensupport temannya bahkan jika dia sebenarnya ingin melakukannya. Meski begitu, dia tetap hadir disini.

  Semua orang yang ada disini adalah pembohong.

  Tetapi bersama kumpulan para pembohong ini, ada satu orang yang tidak berbohong. Yukinoshita, dengan ekspresi dingin seperti biasanya, juga berada di tempat ini.

  Kami semua menunggu kedatangan Ebina ditemani keindahan hutan bambu ini.

  Hayama, Ooka, dan Yamato berada di spot dimana mereka bisa mencegah ada orang luar yang ikut campur. Tobe dari tadi hanya mencoba mengatur nafasnya sambil melirik ke arah jalan masuk yang akan dipakai Ebina ke hutan bambu ini. Ketika aku berusaha memanggil Tobe, dia seperti mematung dan hanya melirik ke arah kedatangan Ebina.

  "Tobe."

  "Hi-Hikitani...Ini, ini sepertinya buruk sekali. Aku sangat gugup sekali saat ini."

  Dia memberiku senyum yang aneh.

  "Hei, apa yang akan terjadi jika seandainya dia menolakmu?"

  "Eh kamu, ngomong seperti itu sebelum kejadian terjadi agak kejam loh? Ah, tetapi aku sudah tidak gugup lagi...Oh aku tahu, apa kamu sebenarnya tadi cuma ingin melihat jawabanku saja?"

  "Terserah kamulah, jawab saja. Ebina akan kesini sebentar lagi."

  Nada suaraku seperti tidak tertarik akan basa-basi dan langsung ke topik pembicaraan. Ketika Tobe menyadarinya, ekspresinya mulai serius.

  "...Well, kupikir aku akan menyerah kalau itu terjadi."

  Tobe menjawabnya sambil menatap ujung jalan masuk yang akan dipakai Ebina.

  "Sebenarnya, aku belum pernah mengalami hal seperti ini. Selama ini aku selalu bergantung ke orang lain. Tetapi untuk kali ini, aku memang sedang dalam mode super serius."

  Jawaban itu sebenarnya sudah cukup bagiku. Oleh karena itu aku mampu mengatakan sebuah kebenaran kepadanya.

  "...Begitukah. Kalau begitu, beri semua yang kau punya untuk melakukannya."

  "Ooh! Aku tahu kalau kau memang pria yang keren Hikitani!"

  "Bukan itu, dasar idiot."

  Tobe menepuk punggungku dan aku segera kembali ke posisiku. Sebuah spot spesial dimana nantinya Ebina tidak akan bisa melihat kami.

  Ketika aku kembali, Yuigahama dan Yukinoshita berbicara kepadaku.

  "Hikki, ternyata kau bisa berbuat baik juga ya."

  "Tumben sekali kau melakukannya, ada apa ini?"

  Mereka berdua tersenyum dan berbicara seakan-akan menghinaku.

  "Bukan seperti itu, seperti. Dalam situasi ini, ekspresi Tobe sudah terlihat kalau dia seperti akan ditolak saja."

  Ketika aku menjawabnya, ekspresi keduanya seperti sedang tenggelam.

  "Itu bisa jadi."

  "Yeah...benar..."

  Meski begitu, aku sudah menyiapkan respon untuk situasi seperti itu.

  "Untuk sementara ini, aku sudah menemukan cara yang bisa menyelesaikan semua permasalahan dengan damai."

  "Apa itu?"

  Yuigahama memiringkan kepalanya dan bertanya. Tetapi, sejujurnya aku tidak mau membicarakannya. Dia mungkin melihat sedikit keraguan di dalamnya tetapi Yukinoshita tetap tersenyum kepadaku.

  "...Kalau begitu, kita serahkan ini padamu."

  Yuigahama juga mengangguk setuju. Aku cukup senang mereka tidak bertanya lebih jauh.

  Ebina, yang memang dipanggil kesini, terlihat berada di ujung jalan.

  Kami memberi tahu Tobe yang berada di sisi satunya.

  Ebina melanjutkan langkahnya, melewati lampion tersebut satu persatu hingga mencapai posisi yang kita inginkan.

  Tobe menyapanya dengan penuh ekspresi gugup di wajahnya.

  "Um..."

  "Uh huh...?"

  Ketika Tobe menyapanya, Ebina meresponnya dengan pelan.

  Hanya melihatnya dari kejauhan sudah membuat dadaku sesak.

  Pertama-tama, Tobe pasti akan ditolak.

  Kemudian, keduanya akan berusaha menghindari menatap satu sama lain di kelas. Mereka akan memalsukan canda tawanya dan membangun sebuah dinding secara perlahan-lahan diantara keduanya hingga akhirnya tidak bertemu satu sama lain merupakan hal yang wajar. Mereka mungkin bisa bertemu karena event kelas atau semacamnya, tetapi akhir dari perjalanan mereka kurasa akan sama saja.

  Melihat keputusasaan yang akan terjadi, mungkin masa depan sendiri memiliki sebuah penawaran lain.

  Apakah Tobe memang sadar akan kemungkinan berakhir yang seperti itu? Apa dia memang benar-benar sadar kalau dia bisa kehilangan sebuah hubungan yang dia miliki saat ini?

  Jika melihatnya, aku pikir Tobe sudah siap akan kemungkinan itu.

  Tetapi, itu cuma di satu sisi mata koin saja.

  Tobe bukanlah satu-satunya orang yang peduli akan seperti apa hubungannya setelah ini.

  Bahkan kedua grup dimana dia dan Ebina berada sedang dipertaruhkan disini.

  Oleh karena itu Ebina mengatakan request itu.

  Oleh karena itu Hayama merasa tersiksa karena ini.

  Ada satu request dari Miura. Dia tidak ingin kehilangan segalanya. Ketika semua request itu terlihat berbeda-beda, ada satu hal yang sama yang mereka ingin dapatkan.

  "Sebenarnya, aku..."

  "......"

  Ebina tidak bisa mengatakan apapun untuk merespon suara Tobe. Ebina hanya berdiri disana dan mendengarkannya. Ekspresinya benar-benar dingin.

  Aah, itu adalah ekspresi yang aku harapkan.

  Jika aku ingin melakukan sesuatu tentang request itu, maka hanya ada satu jalan yang bisa kuambil.

  Aku perlu membuat Tobe tidak merasa ditolak sehingga hubungan kedua grup tidak akan merenggang dan dia bisa tetap bersama dengan Ebina dan lainnya tanpa ada masalah.

  Dalam kasus ini, hanya ada satu metode yang tersisa.

  Timing adalah segalanya. Dan efeknya harus besar.

  Aku ingin menyerang mereka dari titik buta; sesuatu yang bisa membuatnya menjadi serba terbalik. Sesuatu itu akan menarik keingintahuan mereka; sesuatu yang membuat mereka bergerak; sesuatu yang membuat suasananya berubah secara instan.

  Sial, aku benar-benar benci kalau metode yang tersisa hanyalah metode bodoh ini, selain itu aku berhutang hukuman kartu UNO untuk menembak gadis oleh Zaimokuza kemarin. Sial, ini membuatku tambah benci jika ingat punya hutang ke orang seperti itu.

  "U, um, kau tahu..."

  Tobe terlihat sangat terdedikasi, lalu dia hendak berbicara.

  Di momen itu, semuanya berjalan seperti gerakan lambat.

  Bahu Ebina terlihat agak condong ke depan untuk merespon Tobe.

  Sepuluh langkah lagi.

  Tobe lalu memantapkan hatinya dan menatap Ebina dengan serius.

  Ebina lalu menatap ke arah lampion di dekat kakinya.

  Sekarang adalah waktunya.






  "Aku sudah menyukaimu sejak lama. Tolong jadilah pacarku."



  Ketika dia mendengar kata-kata tersebut, Ebina terlihat sangat terkejut.

  Itu adalah reaksi yang biasa. Bahkan akupun juga terkejut.

  Bahkan Tobe juga terkejut.

  Tobe terlihat seperti orang tolol karena kata-kata yang seharusnya dia ingin ucapkan sudah didahului olehku.

  Ebina yang kaget karena aku menembaknya, tampaknya dia sudah siap memberikan jawabannya.

  "Maafkan aku. Aku sekarang tidak ingin berpacaran dengan siapapun. Tidak peduli siapa yang menembakku, aku pasti tidak akan mau berpacaran dengan orang itu. Kalau tidak ada yang mau dibicarakan lagi, aku mau pulang saja sekarang."

  Ebina menundukkan kepalanya dan meninggalkan tempat itu dengan terburu-buru.

  Tobe seperti membeku dengan mulutnya terbuka. Dia tidak bisa mengatakan apapun untuk saat itu. Kata-kata yang dia dengar sebelumnya. Kepalanya seperti berputar perlahan-lahan menuju arahku.

  "Kau sudah dengar tadi?"

  Aku menaikkan bahuku seperti sedang memberitahunya. Tobe membetulkan rambutnya dan menatapku seperti sedang cemburu.

  "Hikitani...Kamu harusnya tidak melakukan itu. Maksudku, memang pada akhirnya aku enggak ditolak, tapi kan..."

  Dia terus berkata 'no way' seperti burung Kakaktua yang terlatih untuk mengatakan 'no way'.

  Hayama yang berada di dekat kami berjalan mendekati Tobe, dan meninju dengan pelan kepalanya.

  "Bukankah itu artinya ini belum saatnya untuk menembak Ebina. Jadi kenapa tidak kamu nikmati saja waktu santai kita sekarang?"

  "Kupikir begitu. Huh, apa yang kau katakan barusan?"

  Tobe lalu tertawa kecil.

  Lalu dia berjalan ke depanku dan memukul dadaku dengan lembut.

  "Hikitani, maaf ya, tetapi aku belum mau menyerah."

  Tobe menunjuk ke arahku sambil tersenyum lembut, lalu dia mulai berjalan pergi dengan tatapan puas. Menunggunya di ujung, adalah Ooka dan Yamato. Mereka berdiri bersebelahan dan menepuk punggung Tobe.

  Hayama mengikuti Tobe dari belakang.

  Ketika dia hendak melewatiku, dia berbisik sesuatu yang kupikir hanya aku yang bisa mendengar hal itu.

  "Maafkan aku."

  "Jangan meminta maaf."

  "Aku memang sadar kalau ini memang satu-satunya cara yang kau tahu untuk menyelesaikan masalah ini...Maafkan aku."

  Ekspresi yang dia perlihatkan kepadaku seperti sedang mengasihaniku. Aku tidak terlihat seperti orang patah hati atau konyol.

  Diriku sebenarnya penuh berisi rasa malu dan marah sehingga aku harus menahan kepalan tanganku ini untuk menghajar Hayama.

  Meski Hayama telah pergi menjauh, ekspresinya itu membuatku emosi dari tadi.

  Setelah mereka pergi dari tempat ini, aku merasa suasana penuh tekanan ini sudah mereda.

  Yang tersisa disini hanyalah Yukinoshita, Yuigahama, dan diriku.

  Ada semacam jarak kecil antara kita bertiga. Sekarang semuanya sudah berakhir, aku merasa sangat lega dan melangkah ke arah keduanya, mengajak mereka kembali ke penginapan masing-masing.

  Meski begitu, Yukinoshita tetap berdiri di posisinya dan menatapku.

  Tatapan itu adalah tatapan seperti hendak mengintrograsiku, tatapan yang dingin sehingga bisa membuat kakiku melemah. Hey, hey, jangan mempermainkanku seperti itu. Aku sudah menerima damage yang besar dari yang Hayama katakan tadi.

  Tetapi hal tersebut mungkin tidak mereka pahami.

  Melihat dirinya dengan tatapan setajam itu. Di sebelahnya terdapat Yuigahama yang tampak seperti orang kebingungan.

  "...Aku benci caramu menyelesaikan ini."

  Aku baru saja hendak mendatanginya, apa tadi Yukinoshita mengatakan sesuatu?

  Yukinoshita seperti menekan dadanya dan terus menatapku.

  Matanya dipenuhi emosi.

  "Aku tidak bisa menjelaskannya dengan baik dan ini sangat mengusikku, tapi... Aku benar-benar benci caramu menyelesaikan sesuatu."

  "Yukinon..."

  Orang yang sedang melihat tampilan Yukinoshita yang sedang emosi ini adalah Yuigahama.

  Ketika aku berdiri disana tanpa meresponnya, Yukinoshita hendak mengatakan balik sesuatu tetapi tidak ada kata-kata yang keluar dari mulutnya. Dia seperti menggerakkan bibirnya seperti sedang menggigitnya.

  Daun-daun berwarna merah sedang berdansa di hembusan angin ini. Yukinoshita memalingkan pandangannya dariku seperti mengikuti arah hembusan angin yang meniup dedaunan itu.

  "...Aku akan kembali lebih dulu."




  Yukinoshita mengatakannya dengan nada yang dingin lalu berputar pergi. Dia berjalan dengan terburu-buru seperti hendak pergi dengan cepat dari tempat ini. Meski jika aku hendak mengejarnya, aku mungkin tidak mampu mengejarnya.

  Satu-satunya orang yang tersisa, Yuigahama, tertawa dengan lemah.

  "K-Kenapa kita tidak kembali juga?"

  Nada tersebut sepertinya sedang berusaha untuk tampil enerjik. Aku setidaknya mengerti kalau dia seperti sedang mencairkan suasana.

  "...Baiklah."

  Aku membalasnya dan mulai berjalan. Yuigahama mengikutiku, namun posisinya agak dekat. Untuk mengusir kesunyian ini, Yuigahama tetap berusaha menghidupkan percakapan.

  "Seperti, yeah, kupikir strategi ini kurang bagus. maksudku, aku saja terkejut bahkan Ebina kehilangan kata-katanya."

  "Yeah."

  "Tetapi, yeah. Aku sangat terkejut. Kupikir kau tadi mengatakannya dengan serius."

  "Yang benar saja, mana mungkin aku serius."

  "Benar juga ya. Ahaha..."

  Pembicaraan basa-basi terus berlanjut, kita sudah mencapai pintu keluar dan langkah Yuigahama terhenti.

  "Tetapi."

  Kata-kata itu membuat langkahku juga ikut terhenti. Ketika lengan blazerku seperti ditarik, aku menoleh ke arahnya.

  "Tetapi, kau tahu...Hal-hal semacam ini, kamu tidak boleh melakukannya lagi."

  Aku ingin dia berhenti mengatakannya dengan ekspresi tertawa seperti itu. Itu terlihat cukup menyakitkan untuk kulihat. Aku memalingkan pandanganku.

  Aku terlihat seperti sedang dikasihani. Emosi itu seperti diarahkan kepadaku. Senyum yang semacam itu. Aku mencoba mempertahankan keyakinanku.

  "Itu adalah satu-satunya metode yang efektif. Hanya itu saja."

  Hanya kata-kata itu yang bisa keluar dari mulutku.

  "Ini bukan masalah yang efektif apa atau semacamnya..."

  Meskipun dia menatap ke arah lantai, aku masih bisa mendengar suaranya dengan jelas.

  "Ada beberapa orang yang ingin permasalahannya diselesaikan secara bersamaan. Tentunya, ada beberapa orang yang ingin semuanya tetap seperti sedia kala, tetapi memuaskan semua orang adalah hal yang mustahil. Artinya, aku harus berkompromi untuk menyelesaikannya."

  Aku sadar betul apa yang aku katakan. Aah, ini seperti hal yang tidak benar. Ini tidak lebih dari sekedar alasan untuk seseorang yang tidak nyata; sebuah kehadiran palsu. Ada satu hal di dunia ini yang paling kubenci. Menipu diri sendiri.

  Tidak mungkin Yuigahama menyadari hal ini.

  Aku mendengar suara tangisan.

  "Tobecchi tidak menjadi sedih karena ditolak dan bisa berkumpul bersama Hayato dan lainnya. Dia juga tidak perlu khawatir kepada Hina juga...Mulai besok, semuanya akan tetap seperti dulu. Mungkin mereka tidak masalah kalau tidak ada yang berubah sama sekali."

  Suaranya yang bergetar seperti tidak memperbolehkanku untuk membalas. Jari-jarinya yang bergetar tidak memperbolehkanku untuk bergerak.

  Aku tidak mampu melihat wajahnya secara langsung, satu-satunya hal yang bisa kulakukan hanyalah berdiri dalam sunyi.

  "Tapi...Tapi, tahukah kau..."

  Jarinya yang menarik blazerku mulai melemah. Tapi dia mulai menarik blazerku lagi, namun kali ini lebih kuat.

  "Kamu harus memikirkan perasaan orang lain juga..."

  Apa yang kulihat setelahnya adalah dia seperti mencoba bernafas kecil.

  "...Kenapa kamu yang paham segalanya tetapi tidak bisa memahami hal itu?"



  Aku paham maksudnya. Oleh karena itu, jika sesuatu ada yang berubah, maka tidak bisa kembali lagi seperti sedia kala.

  Apapun bentuk yang terjadi setelahnya, mustahil untuk mengembalikannya seperti sedia kala. Aku jamin itu.

  Tetapi, blazerku yang ditarik oleh Yuigahama mulai terasa berat.

  Meski dia hanya meremasnya untuk sementara dengan kuat, bahuku terasa berat. Aku terasa seperti bergetar dan terjatuh.

  "Hal-hal semacam itu, aku tidak menyukainya."

  Dia mengatakannya dengan tegas, lalu melepaskan blazerku yang ditariknya.

  Setelah itu, dia melangkah, dua langkah, dan seterusnya hingga menjauh dariku.

  Agak mustahil untuk mengikutinya.

  Bagi diriku ini.

  Yang bisa kulakukan hanyalah menatap langit ini.

  Cahaya putih yang terpantul di hutan bambu ini terlihat seperti membeku oleh waktu.

  Bulan sudah tak terlihat di langit ini.






*   *   *






  Aku bisa melihat seluruh pemandangan kota Kyoto dari atap Stasiun Kyoto.

  Disana terlihat gedung-gedung modern, kuil, dan banyak lagi yang lainnya. Dan diantara para bangunan tersebut aku bisa melihat aktivitas manusia yang sedang berlalu-lalang.



  Meski kota ini tidak terlihat berubah dari beberapa tahun lalu, pemandangan ini, nampaknya berubah setiap harinya.

  Yang terakhir, istana kerajaan yang terkenal, itupun juga berubah. Tetapi, alasan kenapa kota ini sangat dikagumi karena tata kotanya yang tidak berubah. Tanpa termakan oleh waktu, tata kota ini tetap terjaga hingga saat ini. Oleh karena itu, banyak orang mengapresiasi keberadaan kota ini.

  Jadi, bila kebiasaan dari manusia tidak berubah. Maka memang sebenarnya mereka tidak berubah. Dan itu adalah sebuah kebenaran.

  Tetapi, ada suatu waktu dimana tidak berubah adalah sebuah keputusan yang benar. Setidaknya, itu yang ingin kupercaya.

  Hari ini adalah hari terakhir dari darmawisata.

  Kami sedang menunggu kedatangan kereta Shinkansen.

  Ada seseorang yang memaksaku untuk bertemu di tempat dimana aku harus menaiki tangga yang panjang. Orang itu berbisik kepadaku ketika kami secara tidak sengaja bertemu, sewaktu hendak naik bus menuju Stasiun Kyoto.

  "Halo Halo~ apa aku membuatmu menunggu lama?"

  Aku membalikkan badanku menuju arah suara itu.

  Rambut hitamnya yang sebahu dan kacamata dengan frame berwarna merah. Kamu bisa melihat kedua matanya karena lensa transparan dari kacamata tersebut dan ekspresi wajah dan tubuhnya itu seperti sebuah karya seni saja. Kalau dia sedang duduk di suatu sudut perpustakaan, mungkin itu akan membuat sebuah karya lukisan yang bagus.

  Ini adalah gadis yang memberiku request sebelumnya, Ebina Hina.

  "Aku ingin menyampaikan rasa terima kasihku."

  "Kau tidak perlu melakukannya. Kalau kau ingin bertanya tentang requestmu yang itu, maka jawabannya adalah, masih belum kulakukan."

  Aku menjawabnya singkat dan memalingkan pandanganku ke arah Kota Kyoto lagi. Tentu saja, suara di belakangku terdengar jelas di telingaku.

  "Kalau secara umum memang begitu. Tetapi, mereka sudah seperti yang kuminta, bukan?"

  "......"

  Aku hanya menjawabnya dengan sebuah kesunyian.

  Bagiku, Ebina Hina seperti sebuah eksistensi yang tidak biasa.

  Itu karena dibalik penampilannya yang ceria, aku malah selalu ingin tahu apa maksud di balik kata-kata yang dia ucapkan. Gadis yang dari luar terlihat seperti gadis populer pada umumnya, tiba-tiba datang untuk berbicara kepadaku, itu adalah sebuah bendera merah. Karena pernah merasakan pengalaman buruk dari gadis semacam ini di SMP, maka aku mulai membiasakan diriku untuk membaca dengan hati-hati maksud dari perkataan gadis-gadis seperti dirinya.

  Oleh karena itu, aku tidak ingin membuatnya terlihat mudah bagi gadis yang terbiasa menjadi Fujoshi ini. Jika mengajakku berbicara empat mata disini, maka pertama-tama yang harus kulakukan adalah mencari tahu dulu alasan yang sebenarnya.

  Berdasarkan requestnya, tujuannya adalah membuat para pria menjadi lebih akrab sambil menjaga jarak dengan mereka. Dan lebih penting lagi, dia ingin menghindari Tobe menembaknya agar tidak ada perasaan tidak enak setelahnya.

  Dan sepertinya, Klub Relawan bukanlah satu-satunya pihak yang dimintai bantuan; Hayama kemungkinan besar juga dimintai bantuannya.

  Itulah mengapa Hayama menjadi khawatir dan dia hanya bisa memberikan solusi yang setengah-setengah.

  "Terima kasih untuk yang sebelumnya. Itu benar-benar sangat membantuku."

  Ketika aku menatapnya untuk membalas ekspresi enerjiknya, Ebina tersenyum lega. Jika kau bisa tersenyum seperti itu, aku yakin kamu bisa melakukan itu kepada orang lain. Ketika aku memikirkannya, aku tidak mengatakan sepatah-katapun kepadanya.

  "...Tobe mungkin terlihat seperti sebuah kesalahan besar dalam peradaban dunia manusia, tetapi kupikir dia adalah pria yang baik."

  "Tidak, tidak. Hikitani, masa kau tidak tahu? Maksudku, mustahil aku bisa punya pacar dengan kondisi diriku yang sekarang ini."

  "Kalau itu..."

  "Itu benar!"

  Dia menjawabnya sendiri tanpa membiarkanku menyelesaikan kalimatku.

  "Aku ini adalah gadis yang buruk."

  Kata-kata tersebut keluar ditemani dengan senyum yang dingin seperti sedang mencari pembenaran.

  "...Ya sudah kalau begitu, mau bagaimana lagi, kurasa sudah tidak bisa tertolong lagi."

  "Yep, karena itulah. Tidak ada seorangpun yang mau memahamiku, dan aku sendiri tidak ingin seorangpun untuk memahamiku. Oleh karena itu, aku tidak akan bisa berpacaran dengan siapapun."

  Barusan, apa dia menunjuk ke hobinya atau dirinya sendiri? Well, kupikir bukan hal yang perlu kutanyakan lebih lanjut.

  Kami saling tersenyum dan Ebina menaikkan posisi kacamatanya. Cahaya yang muncul menutupi lensa matanya menimbulkan kesan misterius.

  Tetapi setelah "hoh", dia menegakkan kepalanya. Pipinya memerah dan dia tersenyum.

  "Mungkin kalau pria itu Hikitani, kita mungkin bisa menjadi pasangan yang baik."



  "Tolong jangan becanda seperti itu. Kalau kau begitu lagi, mungkin aku akhirnya akan benar-benar jatuh cinta padamu."

  Kalau kamu mendengarnya secara sepihak, mungkin itu akan terdengar seperti candaan yang buruk. Bahu Ebina bergoyang ketika dia tertawa.

  "Aku tidak bisa membenci orang sepertimu yang tidak memikirkan apapun dengan rumit dan jujur dengan dirinya."

  "Kebetulan juga, aku sendiri tidak bisa membenci diriku yang seperti itu."

  "Aku juga. Aku tidak bisa membenci hatiku yang selalu mengeluarkan apa yang ingin dikatakannya."

  Lalu, kita berdua tersenyum.

  "Kau tahu, aku sangat suka bagaimana lingkungan sekitarku yang sekarang. Aku merasa sudah sangat lama merindukan sesuatu yang seperti ini, sehingga aku tidak ingin merasakan kehilangan. Aku benar-benar merasa suka dengan dimana aku berada sekarang, dan orang-orang yang akan selalu ada untukku."

  Ebina mulai melangkah meninggalkan tempat ini dan menuju tangga. Aku tidak bisa melihat apapun, dan aku yakin kalau orang yang dimaksud Ebina tadi adalah orang lain.

  Ketika dia hendak menuruni tangga dengan hati-hati, dia mengatakan suatu hal.

  "Oleh karena itu, aku membenci diriku sendiri."



  Aku menatap punggung Ebina sambil melihatnya pergi.

  Aku mencoba memikirkan kata-kata yang tepat untuk merespon pembicaraannya tadi, tetapi tidak ada yang datang di pikiranku.

  Hanya karena kamu telah berbohong tentang keberadaanmu, kamu tidak bisa menghargai dirimu sendiri ataupun mengkritik dirimu.

  Karena kau pikir itu penting. Karena itu kau tidak ingin kehilangannya.

  Kau bersembunyi dan berpura-pura.

  Tetapi pada akhirnya kau tetap akan kehilangan itu.

  Dan ketika kau mendapatkannya, kau akan menangisinya. Bahkan ketika kau tahu kalau kau akan kehilangannya, mungkin akan lebih baik kalau kau tidak mengenalnya sejak awal. Jika kau akan menangisi kepergiannya terus, maka mungkin sebaiknya kau buang saja itu sejak awal.

  Di dunia yang telah berubah ini, mungkin ada sebuah hubungan manusia yang ikut berubah mengikuti perubahan dunia. Hal yang dulu pernah hancur dan tetap hancur sampai saat ini, ternyata benar-benar ada.

  Oleh karena itu, semua orang berbohong.

  ...Tetapi, pembohong terbesar dari semua itu adalah diriku.







x Volume 7 | END x




  Ada tiga hal penting dimana Hachiman tidak mau bercerita ke Yui dan Yukino.

  Pertama, Miura yang meminta Hachiman untuk membatalkan request Tobe. Intinya, Miura tidak ingin Tobe menembak Ebina.

  Kedua, Ebina yang menyamarkan requestnya ke Klub Relawan. Aslinya, request tersebut adalah request pribadi yang berisi permintaan kepada Hachiman untuk menembaknya di depan Tobe.

  Ketiga, Hayama yang meminta Hachiman untuk menembak Ebina di depan Tobe.

  Entah mengapa, Hachiman memilih untuk menyimpannya sendiri dalam-dalam.

  ...

  Apa yang Yukino permasalahkan sehingga dia membenci Hachiman?

  Pertama kita harus tahu apa yang Yukino lihat disana. Hachiman menembak Ebina, lalu Hayama datang menundukkan tubuhnya dan meminta maaf. Jelas, Hachiman melakukan permintaan Hayama. Jadi, membuat Tobe mengurungkan niatnya untuk menembak Hachiman, adalah inti utama request Hayama.

  Lalu apa yang terjadi jika Tobe menembak Ebina? Kalau diterima, saya rasa hanya happy ending setelahnya. Tapi bagaimana jika ditolak? Seperti yang Hachiman katakan di depan Yukino dan Hayama, vol 7 chapter 2, hubungan dalam grup akan retak. Hayama mengajak Tobe ke Klub Relawan untuk mensukseskan penembakan, sedang faktanya sendiri, Hayama malah secara diam-diam berusaha menggagalkannya, terutama lewat request ke Hachiman.

  Artinya, Hachiman sejak awal tahu kalau Hayama ini hanya pura-pura berteman dengan Tobe, Hayama adalah musuh dalam selimut dalam pertemanan mereka. Masalahnya tidak berhenti disitu.

  Di vol 1 chapter 1, Hachiman mengatakan tidak akan mau menjadi orang yang berpura-pura, lari dari masalah, dll. Bahkan di volume 6 chapter 6, Hachiman mengatakan tidak mau berubah. Di vol 6 chapter 8, Hachiman meminta Yukino untuk menjadi dirinya sendiri. Dan semua yang Hachiman lakukan selama ini, Yukino amati dan menjadikannya sebuah contoh dalam menjalani hidupnya. Misalnya, bagaimana Yukino tidak mau didekte ibunya sendiri soal jurusan kuliahnya kelak.

  Namun apa yang di depan Yukino saat ini, Hachiman membantu Hayama, yang jelas-jelas selama ini menjadi musuh dalam selimut bagi Tobe. Hachiman lalu pura-pura menembak Ebina, dan menunjukkan ke Tobe kebenarannya. Meski, sebenarnya yang Ebina katakan itu adalah bohong. Faktanya, Ebina mau berpacaran, jika si pria itu adalah Hachiman.

  Yang membuat Yukino kesal, ternyata Hachiman yang selama ini mengatakan memegang teguh idealismenya itu, hanyalah seorang pelindung pembohong. Yang membuatnya lebih kesal lagi, Hachiman baru saja memberitahunya untuk menjadi dirinya sendiri, di Festival Budaya.

  ...

  Apa yang terjadi dengan Yui-Hachiman setelah penembakan Ebina?

  Sebenarnya ada hint dari Hiratsuka-sensei di awal vol 6 chapter 10, yaitu akan ada seseorang yang terluka ketika melihat Hachiman terluka.

  Hachiman di chapter ini, sengaja menjadikan dirinya martir sosial. Hachiman rela menembak Ebina, agar Tobe tahu jawaban Ebina dan mengurungkan niatnya, lalu grup mereka akan baik-baik saja. Semua kembali seperti dulu, kecuali Hachiman. Jika salah satu dari mereka membocorkan kejadian ini, maka Hachiman akan menjadi korban gosip di sekolah, terutama 2F.

  Yui merasakan betapa sakitnya Hachiman ketika insiden Sagami di Festival Budaya. Saat ini, siswa-siswa menggosipi Hachiman soal insiden tersebut. Nanti, ada gosip lagi mengenai Hachiman yang ditolak Ebina. Yui merasa pria yang baik seperti Hachiman ini tidaklah pantas untuk menerima segala cobaan seperti itu.

  Namun disini pentingnya kita memahami hubungan Yui dan Hachiman. Yui berpikir Hachiman tersakiti dengan menjadi martir sosial, tapi kenyataannya, apakah Hachiman benar-benar tersakiti dengan hal itu? Di vol 6 chapter 6, Hachiman menjadi martir sosial di Rapat Slogan. Di vol 6 chapter 9, Hachiman menjadi martir sosial di insiden Sagami. Di vol 9 chapter 9, Hachiman menjadi martir sosial lagi di Rapat Kaihin-Sobu.

  Yang Yui tidak pahami adalah, Hachiman sendiri tidak mempermasalahkan dirinya menjadi martir sosial selama apa yang dilakukan itu benar. Harusnya, yang Yui permasalahkan itu seperti yang Yukino lakukan, mempermasalahkan tentang apa yang diyakini Hachiman.

  Sederhananya, yang diinginkan Yui adalah Hachiman berubah, berhenti mengorbankan dirinya lagi, demi memuaskan ego Yui sendiri. Yui bahkan tidak sekalipun berniat untuk mengetahui apa yang Hachiman inginkan.

  Buktinya, di vol 8 chapter 8, ketika masalah Isshiki Iroha selesai tanpa adanya martir sosial, Yui kembali seperti dulu, tapi tidak dengan Yukino.

  ...

  Ada yang bertanya apakah Ebina itu menembak Hachiman atau tidak, ataukah Ebina ini menyukainya?

  Seorang gadis, berbisik kepada anda untuk mengajak anda bertemu empat mata di tempat sepi, lalu si gadis mengatakan dengan malu-malu kalau anda pantas menjadi pacarnya, menurut anda, si gadis itu benar-benar menembak anda?

  Tentu saja, Ebina Hina menyukai Hachiman, dan dia benar-benar menembak Hachiman di atap Stasiun Kyoto.

  Sayangnya, Hachiman sudah memutuskan hatinya kalau dia menganggap Ebina Hina adalah Nice Girl.

  Tapi, di vol 9 chapter 7, Hachiman kembali mempertanyakan keseriusan Ebina di adegan ini.

  Sederhananya, bisa saja Hachiman akan berpikir ulang jika adegan ini bisa kembali terulang.

  Ini juga menjawab mengapa Ebina selalu memasangkan Hayama dengan Hachiman dalam fantasi gay-nya. Kalau Hayama, jelas, dia tampan dan pria terpopuler di SMA Sobu. Tapi Hachiman? Disini terjawab semuanya, Ebina Hina menyukai Hikigaya Hachiman.

  ...

  Kita cermati kata-kata Ebina tentang masa lalunya. Dia sudah lama menginginkan situasi grup yang seperti ini.

  Lalu Ebina kagum dengan Hachiman yang tidak berpikir rumit dan jujur dengan kata-katanya.

  Hachiman lalu mengakui kalau dia tidak membenci dirinya yang seperti itu.

  Ebina juga mengatakan kalau dirinya itu juga suka dengan bagaimana dirinya jujur dengan kata-katanya.

  Lalu ditutup dengan...Ebina saat ini, membenci dirinya.

  Artinya, Ebina yang saat ini adalah Ebina yang berpura-pura. Entah pura-pura fujoshi, entah pura-pura menjadi teman yang akrab, dll. Ebina melakukannya agar bisa terus bersama grup Miura dan Hayama.

  Ebina yang dulu, adalah Ebina yang jujur akan dirinya, tapi Ebina yang tersebut ternyata tidak memiliki teman dan grup pertemanan, meski...Ebina sebenarnya menyukai dirinya yang jujur tersebut.

  ...

  Sayangnya, Ebina Hina yang saat ini, merupakan nice girl, meski Ebina Hina yang asli bukanlah Nice Girl. Mungkin jika Ebina Hina yang dulu, adalah Ebina yang menembak Hachiman saat ini, bisa saja Ebina akan diterima.

  ...

  Watari juga mengajarkan pembacanya satu moral lesson.

  Jangan pernah percaya kalau ada gadis/pria menolakmu menjadi pacar dengan alasan sedang tidak mau berpacaran, fokus belajar, fokus kerja, dll. Mereka sebenarnya sedang menyukai pria/gadis lain, dan itu bukanlah anda.

  Ini ditunjukkan dengan baik oleh alasan Ebina menolak Tobe yang mengatakan sedang tidak ingin berpacaran, sedang faktanya, Ebina menyukai Hikigaya Hachiman dan berharap bisa menjadi pacarnya.


10 komentar:

  1. Pukulan ganda bagi hachiman. Ntah gue kuat atau enggak jadi dia, yang pasti gue gak kuat

    BalasHapus
  2. min.. kenapa ebina hina gk menerima hachiman saat pura nembak d dpan TOBE,

    BalasHapus
  3. koreksi min,soal komennya ke yui,yui ini sebenarnya paham dengan hachiman,dan kita tdk bisa bilang kalau itu demi kepuasan nya sendiri

    seorang yuigahama,dy sendiri blg kalo hikki tdk mengatakan keinginannya,dy tdk akan paham,tp dy paham perasaan hachiman to an extend, setelah hachiman memberitahu yukino dan yui kalau iroha mw jd ketua osis dan yukino keluar utk melapor ke hiratsuka sensei,yui bilang kalo hachiman melakukan sesuatu yg hebat, hachiman lalu menjawab aku tdk melakukan apapun,yui lalu bilang,kau memang melakukan sesuatu yg tdk bisa dilihat,dan meskipun aku bisa melihatnya, mungkin itu bukan hal yg baik, mungkin caramu tidak bisa berubah karna tidak bisa diubah,tapi rasa bersalah tidak akan hilang,yui paham hachiman merasa bersalah,dan juga yui terganggu dengan hachiman yg menganggap dy nice girl,yui juga paham kalau hachiman akan menghentikan dy makanya dy mengatakan akan mengklaim semuanya kalau dy yg menenangkan pertandingannya,karna paham akan hachiman,yui ini dari semua gadis yg suka hachiman, dy yg paling peduli, kedua itu iroha,lalu diikuti Kawasaki dan yukino,merasa sakit melihat org yg disukai terluka itu bukan berarti dy hanya mencari kepuasan diri,itu simpati,misal seorang adik tangannya patah dan dy biasa saja, apakah kakaknya yg menangis sedih itu salah?

    itu aja sih,saya kurang setuju dengan pendapat"yui hanya perduli dengan dirinya sendiri dan tidak berusaha mengerti hachiman",bagi sy dy yg paling peduli,hanya saja dy tipe yg menunggu, walaupun dy tdk mw menunggu org yg diam dan mw menghampirinya,dy msh menghormati jawaban org tersebut

    ini ditulis oleh seorang yukino fag yg pengen hachiman end up with yukino loh

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hi, Yukino fan

      By: Saika fan

      Hapus
    2. Maksud blog ini Yui gak paham apa yang 8man inginkan. 8man lebih milih jadi martir sosial daripada menutupi dirinya dengan kebohongan. Sedangkan yang Yui inginkan 8man bohong ga apa apa asalkan nyakitin dirinya sendiri.

      Setelah 8man ngasih tahu Yui dan Yukino, Iroha yang mau maju Yui dan Yukino punya dugaan kalo 8man melakukan hal itu. Yui gak peduli 8man bohong jika dia gak jadi martir sosial. Yui bilang 8man berhasil menyelematkan tempat yang berharga bagi Yui yaitu 8man sendiri. Keliatan banget Yui cuman menginginkan 8man yang bahagia bersamanya kagak peduli ama yang 8man inginkan. Yukino jelas mencurigai 8man yang melakukannya dengan membohongi warga sekolah. Yukino yang ingin menyelamatkan 8man dari menjadi martir sosial dan pembohong malah 8man jadi pembohong yang lebih besar makanya Yukino kek menjaga jarak dengan 8man karena Yukino merasa walau Yukino ingin menyelemakannya 8man malah semakin mengorbankan dirinya sendiri.

      Alasan :"8man benci kebohongan? 8man kan sering bohong".

      8man sering bohong karena gk ingin orang lain terluka ( terutama Yukino ). Dia menipu dirinya sendiri dan orang lain. 8man sendiri bilang kalo yang dia melakukan kesalahan yang besar, metodenya tidak jauh berbeda dengan pidato menjelek jelekkan Isshiki dengan membohongi warga sekolah, bedanya warga sekolah kagak sadar kalo mereka dibohongi 8man sehingga 8man gak jadi martir sosial(masalah tidak akan menjadi masalah selama tidak ada yang mempermasalahkannya)

      8man udah bilang kalo walau 8man mengatakannya Mereka gak akan paham. Setelah 8man bilang hal genuine. Yui bersikap seolah olah paham tapi di akhir dia jelas jelas bilang kagak mengerti. Yukino memang juga gak begitu paham tapi seenggaknya itu lebih baik daripada Yui karena hal itu yang juga Yukino inginkan. Buktinya Yukino yang selalu mengingatkan lebih awal tentang keinginan 8man sedang Yui kek orang yang pura pura paham yang cuman mengiyakan.

      Yui tetep gak ingin 8man jadi martir sosial di rapat kaihin. Sedangkan Yukino ingin 8man mengatakan apa yang ingin 8man katakan, yaitu menjadi dirinya sendiri.

      Yukino ngebela 8man karena 8man udah jadi dirinya sendiri. Kalo lo perhatiin sikap Yui kek sedikit gak terima cuman ditutupin dengan senyum.

      Yui itu egois banget bahkan Yui sendiri mengakuinya di Volume 11. Kalo lo perhatiin emang dia egois. Kata - kata aku tidak sebaik yang kau kira , Yui dan Hayama sama sama pernah mengatakannya dimana Hayama memang memiikirkan perasaan orang lain tapi Hayama lebih memprioritaskan keegoisannya. Yui juga kek gitu tapi kedua karakter itu mulai berubah sejak Volume 11 kalo Yui karena sadar,sedangkan Hayama karena udah dan orang yang melihat dirinya yang sebenarnya.

      Yui emang pinter memahami suasana hati orang lain. Tapi isi pikiran dan hati orang lain itu berada jauh di level yang berbeda. Berbagi isi pikiran dan perasaan hanya bisa dilakukan orang yang saling memahami satu lain.

      Itu diperkuat monolog 8man hasil baca Novel kokoro, Walau mereka berada di tempat yang sama, mereka tidak bisa berbagi isi hati dan pikiran mereka.

      Gue udah baca novelnya, gw tahu betul apa maksud 8man berbagi isi hati dan pikiran. Walau Sensei di cerita deket temennya dia tetep gak saling memahami. Walau sensei dan istrinya sama sama saling mencintai tapi istrinya gak begitu tau masalah Sensei walau istrinya tahu apa yang jadi penyebanya yaitu kematian temennya karena waktu itu mereka bertiga satu rumah, Istrinya gak pernah tahu cerita sebenernya. Tentunya istrinya sangat peduli ke Sensei. Bahkan Sensei cuman nyeritain masa lalu sebenernya cuman ke Narator, itupun lewat surat setelah Sensei bundir.

      Kokoro, No Longer Human, Run melos dll. Novel yang disinggung di LNnya sangat penting kalo ingin memahami ceritanya.

      Quote - Quote 8man di Oregairu itu rata rata merupakan kenyataan. Tapi itu bukan hanya ditujukan ke orang lain tapi juga dirunya sendiri.

      Hapus
  4. Hachiman... jangan pacaran dengan gadis Fujoshi
    Dia akan mulai memasangkan anda dengan siapa saja dalam fantasi2 BL nya

    BalasHapus
    Balasan
    1. Gadis Fujoshi itu keknya cuman topengnya. Dia masangin masangin 8man dengan laki laki lain biar dia diperhatiin ama 8man.

      Hapus
  5. gua gak bisa melihat motivasi hachiman tuh apa sih melindungi grup hayama yg isi nya pembohong semua dengan cara mengorbankan diri.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Karena 8man waktu itu meyakini kalau Hubungan mereka adalah segalanya dan mereka gak ingin kehilangan hubungan mereka. 8man juga kek gitu. 8man yang ngegantung perasaan Yui demi Yukino paham dia juga gak ingin kehilangan hubungannya dengan Yukino. 8man yang selama ini membohongi dirinya dan juga membohongi Yui dengan bersikap seolah olah Yui masih punya harapan padahal mah enggak.

      Hapus
  6. Penyataan ebina ke hachiman itu cuma pernyataan menggantung karena terdapat kata "mungkin" di dalamnya dan hachiman juga memberikan jawaban spontan dengan menambahkan "mungkin" pada kalimatnya. Gak ada yang perlu disimpulkan.
    Kau pikir mungkin itu suatu yang pasti? "Kalau perasaan manusia mudah ditebak........"

    BalasHapus