x x x
Ketika Adlet membuka kedua matanya, suasana
di sekitarnya terlihat terang benderang. Pagi telah menyapa dan cahaya matahari
menyinari wajahnya.
Dan kabut itu sudah hilang.
“...”
Adlet melihat ke arah sekitarnya. Dia berada
di kuil dan cahaya matahari itu berasal dari pintu kuil yang telah hancur.
“Apa kau sudah bangun?”
Sebuah suara terdengar berasal dari
sampingnya. Ketika Adlet menolehkan kepalanya ke arah tersebut, dia melihat
Mora sedang duduk di sampingnya.
“Sayang sekali aku bukan Fremy, huh?”
Apa itu
sarkasme? Pikir Adlet. Tapi, pastinya dia akan lebih senang jika yang
disampingnya itu adalah Fremy daripada Mora.
Adlet melihat ke arah tubuhnya. Sebuah
campuran tanaman yang berwarna hijau pekat menempel di tubuhnya. Tapi dia tidak
berpikir kalau Fremy punya peralatan sejenis itu ketika dia merawatnya.
“Itu adalah tanaman obat yang mengandung berkah dari gunung. Dengan luka yang kau
derita saat ini, kurasa itu akan memakan waktu dua hari untuk bisa sembuh.”
“Benarkah?”
“Itu adalah kekuatan dari gunung. Kau harus
percaya dengan kekuatanku.”
Adlet lalu berdiri. Meski kesakitan, tapi dia
masih bisa bergerak. Itu berbeda yang dia yakini kemarin kalau dia sudah tidak
akan bisa bertarung lagi. Kekuatan dari
para Saint memang mengagumkan.
“Adlet, aku ingin meminta maaf.”
Mora tiba-tiba menaruh kedua tangannya di
lantai dan merendahkan kepalanya.
“Aku tidak tahu kalau kau ternyata yang asli.
Kuakui kalau itu memang kebodohanku. Karena kebodohanku-lah lukamu itu...”
“Apa yang sudah berlalu, maka biarkanlah
berlalu. Kurasa yang terpenting itu adalah permintaan maafmu ke yang lain.”
Kata-kata Adlet membuat Mora menaikkan
kepalanya. Tepat ketika itu terjadi, dia mendengar suara Hans dari kejauhan.
“Dia sudah menaruh kedua tangannya di tanah
dan meminta maaf ke kami juga.”
“Begitukah...Ya sudah kalau begitu.”
Adlet lalu kembali duduk di lantai. Tampaknya
hanya Mora dan Hans yang ada di kuil, jadi dia bertanya-tanya tentang apa yang
terjadi dengan yang lain. Dan tentunya, Nashetania.
“Nashetania berhasil kabur. Maafkan aku,
nyan.” kata Hans.
“Apa yang lainnya selamat?”
“Tentu. Chamo, Fremy, dan Goldof ada di luar.”
Adlet bernapas lega. Jika semua orang
selamat, maka situasi mereka untuk sementara bisa dikatakan baik-baik saja.
Mereka berhasil lolos dari jebakan maut tanpa kehilangan satupun personel. Itu
adalah pencapaian yang luar biasa.
“Adlet. Aku berpikir tentang bagaimana nasib
kita jika kau tidak ada disini. Kami semua sudah ditipu oleh Nashetania...Entah
berapa orang yang terbunuh olehnya jika itu terjadi.”
“Well, kuharap kalian akan lebih
mempercayaiku sejak saat ini dan seterusnya.”
“...Orang terkuat di dunia ini, huh? Biasanya
aku akan tertawa jika mendengar ada orang yang mengatakannya, tapi kau berbeda.
Kau sudah melakukannya dengan baik.”
“Nyan, nyan, nyan,” Hans datang dan memotong.
“Apa kau tidak mau berterima kasih kepadaku?”
“Kau benar. Kau sudah bersusah payah.”
“Nyan! Ada apa dengan perlakuan yang berbeda
ini?” Hans mengatakan komplainnya. “Aku melakukan banyak hal. Sejak awal aku
sudah tahu kalau kau tidak bersalah. Kami berdua lalu mengalahkan Chamo. Dan
akulah yang membujuk Chamo dan membuatnya untuk melakukan pencarian.”
“O-Oke aku paham. Kau sudah melakukannya
dengan baik. Terima kasih, aku sangat menghargai itu.”
“Itu lebih baik.”
Hans ternyata memang menyadarinya, begitulah
yang Adlet pikirkan ketika mereka berdua sedang berdebat. Karena dia bisa
melihat kebenarannya, Adlet masih hidup sampai saat ini. Dan juga, dialah orang
yang mengejar Nashetania.
“Hans, mungkinkah kau sadar sejak awal ini
jebakan dari Nashetania?”
“Yeah, tapi bisa dibilang separuh saja.
Karena aku sendiri tidak tahu dimana dia menyembunyikan mayat itu,” kata Hans
dengan wajah yang polos.
Dari dasar hatinya, Adlet bersyukur kalau
Hans bukanlah musuhnya.
“Hans. Kau memang luar biasa. Aku belum
pernah melihat orang yang bisa diandalkan sehandal dirimu.”
“Hmm?”
Hans tiba-tiba bersikap aneh. Wajahnya
memerah dan dia melihat-lihat sekitarnya, menggaruk-garuk kepalanya.
“Aku akan mengandalkanmu untuk ke depannya.”
“Nyan, nyan. Sangat memalukan jika dipuji terlalu tinggi.”
“Ada apa dengan orang ini?” gumam Moura.
Adlet sendiri tidak tahu apa jawabannya.
Chamo lalu terlihat memasuki kuil.
“Chamo, bagaimana dengan Goldof?”
“Kurang bagus. Apapun yang Chamo katakan
kepadanya, dia hanya diam saja.”
“Ini akan menjadi masalah bagi kita jika kita
tidak bisa mengembalikan dirinya yang dulu. Pertempuran kita ini masih belum
dimulai.”
Suasana yang sudah dibangun Adlet tiba-tiba
hilang seketika setelah mendengar kata-kata Chamo. Apa yang Mora katakan
barusan ada benarnya. Tujuan utama mereka adalah mengalahkan Para Iblis.
Adlet kemudian berdiri.
“Eh? Kau bisa berdiri, Adlet?”
“Aku akan mencari udara segar sebentar di
luar.”
Meski kesakitan, tapi tidak ada masalah jika
hanya untuk berjalan. Adlet lalu meninggalkan Hans dan yang lainnya untuk pergi
keluar.
Bermandikan cahaya pagi, Adlet berjalan
melewati pilar-pilar. Disitulah dia melihat Goldof duduk bersandar ke salah
satu pilar itu. Tapi dia merasa kalau meninggalkannya sendirian saat ini adalah
hal yang tepat, Adlet lalu meninggalkan tempat itu.
Dia sudah menemukan orang yang dia cari.
Gadis itu sedang berdiri di depan hutan, tidak jauh dari kuil berada.
“...Kau sudah bangun?” tanya Fremy dengan
dingin.
Sikapnya saat ini berbeda dengan yang
kemarin, dia kembali dingin seperti biasanya.
“Yeah.”
Dia berdiri di sampingnya dan memikirkan apa
yang harus dia katakan kepadanya. Tapi setiap dia melihat wajahnya, tidak ada
satupun hal yang muncul.
“Sayang sekali Nashetania adalah yang
ketujuh.”
“Kenapa begitu?”
“Bukankah kau menyukainya?”
“Kenapa kau mengatakan begitu?” tanya Adlet
dengan menggerutu.
Bukannya dia punya perasaan yang spesial
kepadanya. Dia berpikir kalau Nashetania adalah orang yang pernah berjuang
bersamanya, meski pada akhirnya dia harus menyesali hal itu.
“Maaf, tapi tolong jangan berbicara banyak
dahulu.” Fremy memalingkan pandangannya.
Sikapnya itu sangat membingungkan Adlet; dia
tidak seperti dirinya yang kemarin dimana dia berusaha keras untuk
melindunginya.
“Aku benar-benar tidak tahu apa yang harus
kukatakan kepadamu atau bagaimana aku harus menghadapi diriku.”
“...”
“Jadi aku ingin sedikit waktu.”
Adlet mendesah.
“Baiklah. Well, aku ingin menanyakan dua hal
kepadamu.”
Fremy mengangguk.
“Apa kau mau ikut dengan kami? Dan apakah kau
mau mengurungkan niatmu untuk bertempur sendirian?”
“Bisa kukatakan, ya. Dan aku putuskan kalau
aku tidak akan bertempur sendirian, tapi kau bisa menganggap kalau itu bukanlah
jawaban yang valid.”
Kau
benar. Aku tidak akan menerima jawaban itu mentah-mentah, pikir Adlet. Lalu
dia bertanya lagi.
“Apakah benar ketika kau bersamaku kau
merasakan dirimu serasa hidup?”
Fremy melihat ke arah tanah dan wajahnya
terlihat memerah. Dia lalu melihat ke arah Adlet dan mengangguk.
“Mari kita berikan yang terbaik. Kita akan
kalahkan Para Iblis itu, dan kita semua akan pulang dengan selamat!”
Fremy mengangguk. Seperti menandakan kalau
pembicaraan mereka cukup sampai disitu, dia memalingkan tubuhnya.
Di saat yang bersamaan, Adlet melihat
seseorang sedang mendekati kuil dari arah benteng.
“Apa ada sesuatu, Adlet?” tanya Fremy. Tapi
tidak lama kemudian dia menyadari orang yang baru datang tersebut.
Seorang gadis terlihat mendekat. Seorang
gadis pendek yang memakai armor besi, dia berlari ke arah mereka berdua,
membuat suara yang berisik ketika dia berlari.
Mendengar suara tersebut, Mora dan yang lain
keluar dari kuil. Goldof juga menolehkan kepalanya dan melihat ke arah gadis
tersebut.
“Ah, um, maafkan aku.”
Gadis itu menundukkan kepalanya. Dia memakai
kacamata kecil, terlihat lembut, dan gugup seperti hewan kecil. Armor yang
tebal itu benar-benar tidak cocok untuknya.
“...Rolonia?” tanya Adlet.
Gadis itu menegakkan kepalanya. Dia tampaknya
sadar siapa itu, wajahnya tiba-tiba tampak ceria.
“Ad-kun! Lama tidak bertemu! Jadi kau juga
terpilih ya?”
“Lama tidak bertemu...Itu benar, tapi...”
Adlet terlihat ragu.
Gadis itu mendekat untuk berjabat tangan
meski Adlet terlihat kebingungan, namun dia menerimanya.
“...Siapa gadis ini?” tanya Fremy dari
belakangnya.
Tiba-tiba gadis itu melepaskan tangannya dan
melihat sekitarnya. Dia lalu merendahkan kepalanya lagi.
“Ma-Maaf karena aku tidak memperkenalkan
diriku.”
Gadis itu...Rolonia, terus menundukkan
kepalanya, lagi dan lagi.
“Aku adalah Saint of Fresh Blood, Rolonia
Manchetta! Aku ingin meminta maaf karena telat!”
“Rolonia, kenapa kau ada disini?” tanya Mora.
Gadis itu menaikkan kepalanya dan melihat ke
arah Mora.
“Mora-san, aku telat dan benar-benar meminta
maaf. Tapi ketika aku hendak ke tempat pertemuan, ada kabut yang tiba-tiba
muncul dan aku tidak bisa mendekat.”
“Tapi bukan itu maksudku...”
“Umm...Aku tahu kalau aku tidaklah cukup kuat
untuk menjadi satu dari enam pahlawan bunga, tapi aku akan melakukan yang
terbaik.”
Adlet menelan air liurnya sendiri, bulu
kuduknya berdiri, bahkan dia merasa kalau kedua kakinya sedang bergetar hebat.
“Bisakah kau tunjukkan buktinya kepada kami?”
tanya Mora.
“Ya...Tentu. Ini dia; Ini bukti kalau aku
adalah pahlawan dari enam bunga itu.”
Sambil mengatakan itu, Rolonia memindahkan
armor yang menutupi dadanya dan menunjukkan tanda bunga di sekitar kerahnya.
Tanda yang sama seperti yang dimiliki oleh Adlet dan yang lainnya.
Sebuah tanda yang melambangkan enam bunga.
“Umm, maaf ya, tapi ada sesuatu yang agak
mengganjal di pikiranku saat ini,” Rolonia mengatakan itu sambil melihat ke
arah orang-orang di sekitarnya.
“Kenapa kita ada tujuh orang?”
Tidak ada seorangpun yang bisa menjawab
pertanyaan Rolonia itu.
x Epilog | END x
Shit just got serious!
13 episode 5 volume? Anime apa itu?
BalasHapus