x x x
Malam di puncak
musim dingin adalah malam yang berangin. Tiupan angin menabrak jendela, membuat
suara gesekan kaca yang berisik di ruang keluarga. Akupun menegakkan posisi
tubuhku yang berada di dalam kotatsu dan melihat keluar. Ini bisa dibilang
sudah larut malam dan yang terlihat hanyalah kerlap-kerlip lampu penerangan
jalan di malam yang gelap ini.
Tampaknya kedua orang tuaku akan pulang larut
karena ‘musim tutup buku anggaran’ di perusahaan mereka. Orang-orang yang ada
di rumah hanyalah Komachi dan diriku. Belakangan ini, waktu senggang bagi kami
berdua untuk bertemu dan berbicara seperti semakin berkurang. Sedang ujian yang
akan Komachi hadapi sendiri, tinggal beberapa hari lagi. Hari ini, seperti
biasanya, dia mengurung dirinya di kamar untuk fokus belajar.
Pew
pew, terasa ada angin dingin yang bertiup. Meski suhu ruangan ini agak
hangat, tapi area di dekat jendela terasa sangat dingin.
Kira-kira,
Komachi juga kedinginan tidak... Pikirku, dan aku menatap ke arah dinding
dimana kamar tidurnya berada tepat di sisi lain dinding tersebut. Tidak ada
satupun suara terdengar dari tempat itu. Tapi kalau melihat waktunya,
kemungkinan besar dia sudah tidur.
Kupikir aku harusnya tidur juga, aku lalu
membaringkan tubuhku, seperti tidak bisa melawan kenyamanan yang ditawarkan
oleh kotatsu. Kamakura, kucing tercinta kami, muncul dari dasar kotatsu meski
kupikir aku baru saja menendangnya keluar. Dia lalu menatapku dengan kesal. Oh oke, ma-maaf ya...
Setelah meminta maaf kepadanya dalam hati, Kamakura
membuang napasnya dan mulai menjilati tubuhnya. Setelah itu, dia berdiri dan
menghadap ke arah pintu.
Pintu terbuka, orang yang muncul dari pintu itu dan terlihat sedang memakai
kaos 'kebesaran' milikku itu adalah Komachi.
“Kau masih belum tidur?”
“Aku tadi tidur di waktu yang aneh, jadi aku
sekarang susah tidur...” katanya sambil menatapku.
Ah iya, memang ada orang-orang yang seperti
itu. Mereka bersantai di sofa atau di kotatsu ketika sampai di rumah dan
tertidur. Ketika malam tiba dan waktunya untuk tidur, mereka kesulitan untuk
tidur.
Jam tidur yang berbeda memang tidak masalah
jika kita bisa mengaturnya dengan baik, tapi beda jika berada dalam situasi
saat ini. Karena akan menghadapi ujian, kau tidak boleh membiarkan jam
aktivitas dalam keseharianmu terganggu.
“Coba paksa untuk tidur. Kalau tidak, kau
akan menyesalinya suatu hari nanti.”
“Yeah, aku tahu itu. Tapi, aku agak lapar.
Aku akan tidur setelah memakan sesuatu.” Komachi membalikkan badannya dan mulai
berjalan menuju dapur.
“Whoa...” Komachi terkejut.
Aku lalu berdiri dan mendatanginya untuk
mengetahui apa yang terjadi, Komachi sendiri sedang menatap ke arah kulkas
dengan tatapan kaget.
Ah,
sial. Aku lupa, Ibu memintaku untuk berbelanja bahan makanan kemarin. Aku
tidak tahu dia memintaku untuk membeli apa saja karena dia menelponku dengan
mendadak. Aku waktu itu sangat sibuk menulis artikel koran sehingga tugas
berbelanja tiba-tiba terlupakan begitu saja. Aku sebenarnya juga belum makan
malam...Mungkin tidak ada bahan makanan yang tersisa di kulkas.
Maaf,
Onii-chan benar-benar lupa untuk berbelanja...Ini buruk sekali! Kalau begini,
kelaparan yang diderita Komachi merupakan kesalahanku!
“...Baiklah,
aku akan membuatkanmu sesuatu,” kataku, sambil menepuk bahunya.
“Eh...? Onii-chan tidak perlu sampai
segitunya.” Komachi menoleh kepadaku dan mengatakan itu.
“Apaan? Tidak usah sok formal begitu.”
“Tidak, ini tidak apa-apa. Seperti, jangan
lakukan. Aku tidak ingin pencernaanku mengalami masalah.”
Komachi mengatakan itu sambil menepuk kedua
tangannya. Bocah ini memasang ekspresi serius ketika mengatakan itu...Meski
begitu, dia akan tetap harus memakan masakanku setelah kuputuskan akan membuat
sesuatu. Itu baru gadis yang baik! Tapi jangan lupa untuk menjaga omonganmu!
“Soalnya aku juga lapar, jadi dengan kata
lain, aku juga hendak memasak sesuatu. Jatahmu itu anggap saja ekstra porsi
yang kubuat.” kataku sambil mendorong Komachi menjauh.
Komachi tiba-tiba mengangguk. “Ya sudah kalau
begitu...”
Meski mengatakan itu, dia terus mengikutiku
dari belakang, seperti khawatir tentang apa yang akan kubuat, sedang diriku
sendiri mulai bolak-balik ke lemari dapur dan kulkas untuk memeriksa sesuatu.
Aku menemukan telur, susu, pasta ikan, mie
ramen, dan daging sapi kalengan. Kurasa ini cukup. Aku lalu menaruhnya di atas
meja dan Komachi mengintipnya dari belakang.
“Aku akan cepat gemuk kalau makan begituan di
jam-jam seperti ini...”
“Tidak apa-apa, Komachi akan selalu terlihat
manis apapun bentuk dan ukurannya.”
“Woooow, pria ini ternyata perhatian sekali.”
Ketika Komachi menyindiriku, aku mulai
mengisi panci dengan air dan menaruhnya di atas kompor yang menyala. Sangat
penting untuk mengisi 70% panci dengan air. Menunggu airnya mendidih, aku mulai
bersiap-siap untuk mengaduk daging sapi itu dengan pasta ikan.
Komachi lalu berdiri di sampingku dan
memperhatikan bahan-bahan tersebut satu-persatu.
“...Onii-chan, apa ini yang Onii-chan biasa
makan ketika malam?”
“Tidak juga, aku biasanya memakan masakan Ibu
yang disiapkan dari pagi. Well, kurasa bisa dibilang kalau yang kulakukan saat
ini kasus khusus karena aku lupa untuk berbelanja.”
“Aku tidak melihat adanya sayuran sama
sekali...”
“Pria sejati tidak pilih-pilih nutrisi
makanan. Anggap saja sayurannya itu ada di momen ketika si sapi memakan
makanannya sehari-hari, jadi memakan daging sapi kurasa sudah cukup.”
“Aku cukup yakin kalau yang dimakan si sapi
itu hanya pakan ternak saja...Kalau sudah begini aku harus bagaimana, ya
ampun...” kata Komachi.
Dia lalu membuka lemari dan mencari-cari
sesuatu.
“Oh, aku menemukan rumput laut! Kita bisa
mencampurnya dengan rumput laut dan...Mungkin kita bisa membuka kaleng jagung
juga.”
“Ohh, masakan ini mulai terlihat unik...”
Ketika kulihat Komachi sedang mempersiapkan
bahan-bahan tersebut, aku mengambil susu. Melihat hal itu, Komachi tiba-tiba
menghentikan anganku. Ekspresinya terlihat kaku.
“Whoa, Onii-chan, kau mau memakai susu itu
untuk apa? Aku tidak tahu apa yang kau rencanakan, tapi ini sudah menakutkanku,
jadi hentikan itu!”
“Masa kamu tidak tahu? Menambahkan susu akan
membuat kaldunya menjadi sejenis kaldu tonkotsu.”
Aku lalu menuangkan susu ke dalam panci
sambil mengatakan itu. Seketika, bahu Komachi terlihat bergetar hebat.
“Kubilang berhenti!”
“Tidak, begini? Membuat kaldunya kental itu
sama saja dengan membuat rasanya menjadi lebih enak.”
Aku tidak mempedulikan komplain Komachi dan
masakanku akhirnya selesai. Aku pecahkan telur-telur tersebut dan menaruhnya di
dua mangkok yang berisi mie ramen. Lalu kutambahkan daging sapi dan pasta ikan
yang sudah dipanggang. Terakhir, setelah kutambahkan rumput laut dan jagung...Kutuang
bumbu kaldunya dan ramen sudah siap!
Komachi hanya berdiri dan menggerutu dari
tadi. Aku lalu mendorongnya dari belakang untuk menuju kotatsu. Aku taruh dua
mangkok itu di meja kotatsu. Aku lalu memberinya sumpit dan sendok kuah.
“Baiklah, makanan sudah siap.”
Komachi mengambil sumpit itu dengan
ragu-ragu. Dia lalu mencoba mencicipinya, tiba-tiba sikapnya yang kaku mulai
cair.
“...Oh, ternyata enak juga,” kata Komachi.
Setelah itu, dia meniup dulu mienya sebelum
memakannya. Merasa lega melihat ekspresinya, akupun mulai memakan ramenku.
Kami berdua bukanlah tipe orang yang bisa
memakan makanan panas dengan baik, jadi kami tidak bisa memakannya dengan
cepat. Kami memakan ramen itu dengan santai dan Komachi seperti menyadari
sesuatu.
“Masakan Onii-chan sejak kecil hingga
sekarang masih begitu-begitu saja...Ini agak nostalgia.”
Bibir Komachi membentuk senyum yang lembut,
sambil menatap ke arah ramennya.
Dulu, ketika Komachi baru masuk SD, kedua
orangtua kami kadang pulang larut malam. Dan seperti sekarang, akulah yang
memasak dan kami memakannya bersama-sama. Memang benar kalau yang bisa kumasak
hanyalah kelas-kelas junkfood populer di kalangan pria seperti ramen ini dan
sejenisnya, tapi Komachi sendiri tidak pernah komplain – tidak, dia sebenarnya
sering komplain...Meski begitu, dia masih mau memakan masakanku. Mungkin lebih
tepat jika disebut nostalgia dan memalukan.
“Menghina ya. Rasa masakanku saat ini jelas
lebih enak dari yang dulu. Rasa mie ramennya jelas improve karena perusahaan
yang membuatnya berinovasi.”
“Benar juga. Tapi Onii-chan sebagai kokinya
tidak ‘improve’ sama sekali!”
Komachi mulai menyindirku dan tertawa. Lalu
dia menambahkan. “Tapi kupikir akan lebih baik jika kau belajar bagaimana
memasak yang baik untuk dirimu sendiri kelak.”
“Well, yeah, harusnya begitu karena itu salah
satu skill yang berguna untuk menjadi suami rumahan yang baik.”
“Mm, yeah, Komachi tidak merasa kalau
Onii-chan ini kelak akan menjadi seperti itu. Ngomong-ngomong, berbicara soal
kehidupan kuliah dan dunia kerja. Kau pasti akan meninggalkan rumah suatu saat
nanti, benar tidak? Oleh karena itu kau harus belajar memasak!”
“Uh, aku sendiri tidak ada rencana untuk
pergi dari rumah...” kataku.
Komachi menatapku dengan dingin. “Kau harus!”
“O-Oke...”
Apa-apaan
ini, apa kau sekarang membenciku? Aku lalu menatap ekspresi kompleks
Komachi dan dia pura-pura batuk. Dia lalu berhenti menatapku dan wajahnya
terlihat memerah sambil mengatakan sesuatu.
“Well, kalau Onii-chan tidak bisa memasak
sama sekali, Komachi akan mampir dan memasakkan sesuatu nantinya...Oh, yang
barusan itu harusnya mendapatkan poin tinggi untuk Komachi!”
“Asumsi kalau kau akan terus menempelku itu
sudah membuatku memberimu nilai yang rendah...”
Sambil mengobrol, kami akhirnya menyelesaikan
‘ramen larut malam’ kami.
“Terima kasih atas makanannya,” kata Komachi
sambil menundukkan kepalanya.
Dia lalu bernapas lega dan berbaring.
“Yeah, sama-sama. Baiklah, sekarang kau cepat
kembali ke kamarmu.”
Komachi tampak seperti akan tertidur di
kotatsu, jadi aku memanggilnya. Dia malah menggerutu ketika mendengar
kata-kataku. Seperti ada sesuatu di pikirannya, dia lalu berdiri.
“Aku ingin memakan sesuatu yang manis!”
“Kita tidak punya makanan manis.”
Yang bisa kuberikan saat ini hanyalah wajah
yang manis, kata-kata yang manis, dan pikiran yang manis.
Menyadari kalau responku tidak memuaskan,
Komachi lalu menghentakkan kakinya ke lantai.
“Oke, mungkin aku mau mampir ke minimarket
sebentar.”
“Seorang gadis harusnya tidak boleh keluar
rumah sendirian di malam yang selarut ini.”
“Bukankah itu artinya tidak masalah jika ada
yang menemani, benar tidak?” Komachi kemudian menarik tanganku.
...Ya
sudah, mungkin ini sudah lama tidak pernah kulakukan, mungkin ini waktunya aku
harus bersikap seperti kakak baginya.
x x x
Malam ini adalah malam berbintang yang sangat
indah. Anginnya terasa kencang dan udaranya terasa segar. Bulan,
bintang-bintang, lampu jalanan, dan cahaya-cahaya dari perumahan menerangi
jalan ini.
Dalam perjalanan menuju minimarket, kami
tidak menemui satupun orang yang lewat. Di kota yang damai ini, suara Komachi
terdengar menggema.
“Yikes! Dinginnya! Dingiiiiiin!”
“Serius...”
Kami berdua merasakan perbedaan suhu yang
drastis antara ada di rumah dan di luar rumah. Komachi berteriak dan
membenturkan tubuhnya dari belakang. Lalu, dia memeluk lenganku.
“...Mm. Terasa lebih hangat jika begini, dan
juga mendapatkan point tinggi untuk Komachi!” dia mengatakan itu sambil melihat
ke arahku.
Ini membuatku sulit utnuk berjalan, terlihat
memalukan, dan di titik ini mungkin lebih tepat jika disebut menjengkelkan. Aku
lalu menggoyang-goyangkan tanganku agar dia melepasku. Komachi lalu menggumam.
“Ujianku sudah dekat, huh...? Setelah itu,
aku akan lulus SMP...Lalu, aku akan masuk sekolah baru.”
Komachi tidak terlihat seenerjik sebelumnya.
Kedua matanya hanya melihat lurus ke arah jalanan yang disinari lampu-lampu
ini. Ketika melihat keanehan sikapnya, aku menghentikan tanganku yang berusaha
lepas dari pelukannya.
“Komachi.”
“Hm? Ada apa Onii-chan?”
Dia menatapku ketika kupanggil namanya. Lalu
kusentuh kepalanya dan mengelus rambutnya dengan perlahan.
“Aku akan menunggumu di SMA.”
“...Mhm.”
Komachi mengatakan itu sambil menatap ke arah
bawah, kupikir akulah yang membuat kepalanya menghadap ke arah bawah. Tapi,
suaranya yang pelan itu terdengar jelas olehku.
Suasana kota di malam yang selarut ini
terlihat sangat menakutkan, ditemani langkah kaki kami yang tidak berirama,
tiupan angin yang dingin mulai membuat tubuh kami serasa beku.
Tidak ada yang tahu kapan malam-malam yang
dingin seperti ini akan berakhir, tapi hanya satu yang pasti, waktu akan terus
berjalan ke depan. Meski langit di atasku ini mulai menunjukkan munculnya
bintang-bintang pertanda musim semi.
Jika musim bisa berubah, maka hubungan manusia
harusnya bisa seperti itu. Mungkin, akan ada siswa baru yang akan mengunjungi
ruangan klub itu. Dan kemudian, dalam setahun, aku mungkin akan mengatakan
selamat tinggal kepada ruangan klub itu.
Jika
musim dingin datang, apakah musim semi terasa masih lama? Pastinya akan ada
masanya pemandangan langit malam seperti ini, merupakan pemandangan terakhir
bagiku.
Karena itulah, di momen seperti ini, meski
sebentar, bersama dengan kehangatan yang ada disampingku.
Mari kita berjalan sambil melihat ke arah
langit yang berbintang ini.
x Volume 10.5 | END x
Monolog Hachiman tentang member baru Klub Relawan ketika tahun ajaran baru itu berdasarkan pengakuan Komachi di volume 6.5 chapter 7, dia ingin bergabung dengan Klub Relawan jika diterima SMA Sobu. Kita semua tahu, Kawasaki Taishi menyukai Komachi. Besar kemungkinan Klub Relawan minimal akan punya dua member baru, yaitu Komachi dan Taishi.
Entah karena dipaksa Komachi agar kuliah di luar kota atau karena faktor lain, Hachiman mengatakan dalam monolognya kalau dia akan menikmati adegan kehangatan dengan Komachi seakan itu adalah momen-momen terakhirnya disana. Kemungkinan besar, Hachiman tidak akan kuliah di Chiba, alias mengikuti saran (paksaan) Komachi.
Kemungkinan besar Hachiman akan kuliah di Kyoto. Mungkin Komachi tidak akan sering-sering mengunjunginya karena sudah ada yang memasakkan untuk Hachiman setiap harinya, IYKWIM...
Monolog-monolog terakhir itu merupakan sebuah cuplikan puisi West Wind, Watari tidak akan sengaja menaruh puisi jika tidak bermaksud khusus. Pasti dibalik itu Watari hendak mengatakan sesuatu dan berharap pembaca yang jeli bisa menangkap maksudnya. Karena ini puisi, kata-katanya jelas melambangkan sesuatu yang tersembunyi.
Yang bisa saya tangkap adalah dua hal dalam ode atau puisi itu. Pertama langit berbintang, anda tidak akan bisa melihat langit berbintang secerah itu di Chiba ataupun Tokyo kecuali kondisi tertentu, karena polusi cahaya. Jelas langit berbintang ini merujuk sesuatu, yaitu volume 4 chapter 5. Adegan ketika Hachiman bertemu Yukino di hutan, dipayungi langit berbintang.
Dalam adegan volume 4 chapter 5 itu, Yukino bercerita tentang hubungannya dengan Hayama. Apa yang terjadi dengan keluarganya, dan bagaimana dia hanya dianggap pemain cadangan.
Hal kedua yang saya tangkap dalam puisi itu, yaitu musim dingin dan musim semi yang dipertanyakan kapan datangnya. Padahal mereka harusnya muncul bergiliran secara teratur. Kita tahu, makna dari nama Yukinoshita Yukino adalah salju dibalik tumpukan salju (musim dingin). Sedang Yukinoshita Haruno adalah musim semi yang ada dibalik salju (musim semi).
Kesimpulan saya, akan ada suatu konflik di masa depan, melibatkan Haruno-Yukino-Hachiman tentang keluarga Yukino. Kata-kata pemandangan terakhir di akhir monolog bisa jadi itu adalah arc terakhir di cerita. Mengingat di vol 11 chapter 9 Yui sudah memberitahu kalau Hachiman adalah pria yang disukainya, sepertinya vol 12 akan fokus dengan Haru/Yuki/Hachi/Keluarga Yukino. Soal Yui-Hachiman? Entahlah, saya kira kalau Watari konsisten dengan tulisannya di volume 3, itu sudah terjawab dengan jelas.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar