x x x
Angin
yang kencang terasa menyapu tempat ini, disertai dengan aroma laut yang khas.
Angin tersebut sebenarnya bertiup dari arah pegunungan, menuju ke laut. Sensasi
udara dingin dan kering dari udara di akhir Januari serasa membuat wajahku
terbakar.
Marathon akhirnya berakhir, begitu juga
dengan upacara pengukuhan juara dan sambutan-sambutan. Yuigahama dan
diriku mulai berjalan menuju sekolah dari lokasi kami saat ini, Taman Kaihin.
Kalau Aku ini adalah diriku yang dulu, aku
tidak akan mau melakukan hal-hal seperti melihat upacara pengukuhan pemenang,
dimana Hayama sendiri dinobatkan sebagai juaranya; mungkin Aku akan memilih
langsung pulang saja tanpa memikirkan hal itu. Bahkan aku juga tidak memiliki
satupun simpati dengan kegiatan semacam itu.
Tapi, aku tidak bisa melakukannya hari ini.
Aku telah melakukan sesuatu yang bodoh ketika
marathon dan membuat diriku sendiri terluka. Lalu aku menerima perawatan dari
Yuigahama. Saat ini, dia sedang memapahku untuk berjalan.
Kami berdua akhirnya berjalan menuju ke
sekolah.
Melihat ke arahnya, akan membuatku merasa
malu. Meski, kedua mataku sejak tadi terus melihat ke kanan dan kiri, atas dan
ke bawah. Aku juga membawa kotak P3K di tanganku. Kubetulkan lagi pegangan
tanganku ke kotak itu dan mulai fokus berjalan di sepanjang jalan yang dihiasi
pepohonan ini.
Pemandangan dari dedaunan yang jatuh dari
dahan pohon sekitarku, memberikan kesan suasana yang terasa menyeramkan.
Sedang kaosku yang basah dengan keringat ini
seperti sedang merampok kehangatan tubuhku.
Lalu angin musim dingin datang menerpa kami,
membuat telingaku berwarna kemerahan dan disertai rasa perih.
Ketika bibirku kusentuh dengan lidah, aku
tidak bisa merasakan apapun seperti mati rasa. Udara musim dingin ini seperti
mematikan seluruh fungsi panca indraku dengan sensasi dingin ini. Meski begitu,
aku masih bisa merasakan sebuah kehangatan, di tempat dimana tidak ada
seorangpun bisa melihat, dimana tidak ada seorangpun bisa menyentuhnya.
Tanpa sadar, aku menelan sendiri air liurku,
mungkin ini karena aroma dari orang yang ada di sampingku terasa begitu
menyengat hidungku.
Kami terus berjalan meski diselimuti kesunyian
yang terasa kurang nyaman ini. Satu-satunya suara yang terdengar di telingaku
hanyalah suara desahan napas. Entah itu berasal dariku atau dirinya, aku tidak
tahu. Ketika suara desahan napas kami tiba-tiba keluar di tempo yang sama, kami
saling memandang satu sama lain.
“Ahaha...”
Yuigahama tertawa dengan malu-malu untuk
menyembunyikan rasa malunya. Jika memang bisa, aku akan tertawa juga, agar bisa
mencairkan suasananya. Tapi, sayangnya aku tidak punya skill semacam itu.
Cukup aneh memang...Kudengar kalau tertawa
adalah sesuatu yang pasti bisa dilakukan oleh semua orang...
Meski begitu, aku harus mengatakan sesuatu,
meski itu terdengar tidak berguna, tapi masih lebih baik dari sekedar
senyum-senyum saja. Aku lalu berusaha mengatakan sesuatu untuk mencairkan suasana
yang aneh ini.
“Erm, tahu tidak, begini...”
Sebuah kata-kata yang tidak jelas keluar
dariku, dan ekspresi Yuigahama terlihat terkejut. Dia mulai memegangi lenganku
dengan kuat seperti menunggu diriku untuk menyelesaikan kata-kataku. Aku mulai
bisa merasakan kehangatan tubuhnya, seperti menyalurkan panas tubuh melalui
seragam olahraga kami.
Mendapatkan kehangatan semacam ini, membuat
diriku kehilangan kata-kata yang hendak kuucapkan.
“...Dingin sekali hari ini.”
Aku hanya bisa mengucapkan kata-kata itu.
Meski begitu, kata-kata itu terdengar seperti kata-kata yang tidak berguna.
“Uh, me..memang.”
Tampaknya, dia mulai kelelahan karena sedari
tadi memegangi kaosku dengan kuat, kekuatannya terasa mulai melemah.
Itu menandai berakhirnya percakapan kami.
Sekali lagi, sunyi melanda kami.
Yang terasa oleh telingaku ini bukanlah
kurangnya bunyi-bunyian, tapi kurangnya suara manusia.
Diantara suara napas kami yang
tersengal-sengal, aku merasa ada sesuatu yang tersembunyi dibalik itu. Yang
sedari tadi tidak pernah kusadari, adalah suara tarikan napasku sedari tadi yang
tersengal-sengal ternyata terdengar sangat keras.
Entah Yuigahama menyadari itu atau tidak,
angin dingin dari utara kembali berembus menerpa kami.
Air dingin yang menerpa tubuhku dari leher
hingga lenganku membuatku menggigil seketika.
“Dinginnya...”
Aku menggumamkan komplainku. Yuigahama
terlihat setuju denganku.
“Benar sekali. Hyaa! Anginnya dingin sekali!”
Tubuh Yuigahama bergetar, lalu dia berpindah
posisi. Begitulah, dia selangkah mendekati arahku.
“Haloo? Bisakah kau berhenti memanfaatkanku
sebagai tameng anti-anginmu?”
“Tapi, dingin sekali...”
Seperti katanya, dia melihat ke arahku dengan
ekspresi seperti anak anjing yang ditinggal diluar swalayan. Ketika dia
memasang ekspresi seperti itu, kurasa sangat sulit untuk membuatnya menjauh
dariku. Tidak ada yang bisa kulakukan kecuali menggerutu tentang sikapnya itu.
“...Ya sudahlah, lagipula cuacanya memang
dingin sekali.”
“Umm, ya, memang dingin.”
Setelah menatapku dengan serius, Yuigahama
tiba-tiba tersenyum.
Memang faktanya, hari ini benar-benar dingin.
Awalnya, kupikir suhu hari ini tidak akan
berbeda dengan kemarin.
Tapi, ternyata lebih dingin dari dugaanku.
Mungkin jika tubuhku terasa hangat, aku akan
memuji datangnya cuaca dingin yang seperti ini.
...Ya sudahlah, cuacanya memang dingin.
Kurasa tidak masalah jika kita berjalan
dengan posisi seperti ini.
x x x
Tidak ada komentar:
Posting Komentar