x x x
Masa muda.
Frase yang sederhana, meski begitu, frase itu bisa menggerakkan hati dari manusia. Memberikan kedewasaan, memberikan nostalgia bagi orang dewasa, mengingatkan seorang wanita mengenai masa gadisnya, dan memberikan orang sepertiku sebuah rasa cemburu dan benci yang sangat dalam.
Masa-masa SMA-ku tidaklah seperti sebuah kebun yang ada di surga, seperti yang pernah kuceritakan sebelumnya. Itu hanyalah sebuah tempat berdebu, suram, dan membosankan. Pada hari pertama masuk SMA, ketika aku mendapati kecelakaan itu, kehidupan SMA-ku sudah dipastikan akan suram. Setelah itu, kehidupanku hanya terasa seperti sekedar antara di rumah dan sekolah saja, ketika liburanpun aku hanya pergi ke perpustakaan. Aku benar-benar menjalani hidup yang sangat jauh berbeda dengan bagaimana seharusnya kehidupan siswa normal SMA. Di duniaku ini, tidak akan pernah ada situasi rom-com bagiku.
Tapi, aku tidak pernah menyesalinya sedikitpun. Bahkan, kau bisa katakan kalau aku cukup bangga dengan hal itu.
Pergi ke perpustakaan dan menyelesaikan kegiatan membaca novel fantasi yang super panjang itu...Menyalakan radio ketika malam dan mulai terkesan oleh cara penyiar radio itu menceritakan ceritanya...Menemukan kehangatan dari lautan kata-kata di internet...Semua itu terjadi karena aku memang selama ini terbiasa hidup dengan cara seperti itu.
Aku sangat bersyukur, aku tergugah, setiap kali aku bertemu dan berjanji untuk bertemu lagi. Kadang aku seperti hendak menangis saja, tapi itu bukanlah air mata kesedihan.
Aku tidak pernah menolak semua waktu yang pernah kuhabiskan selama menjalani satu tahun pertama “Masa Muda” di SMA-ku. Tidak, aku akan menerima itu semua dengan senang hati. Dan aku tidak akan mengubah kata-kataku itu, baik hari ini ataupun esok.
Tapi, aku ingin menekankan sesuatu: meski begitu, aku tidak mau menolak cara hidup setiap orang yang berbeda dariku. Aku tidak akan menolak bagaimana orang lain menjalani masa muda mereka.
Bagi mereka yang sedang menjalani masa mudanya, bahkan kegagalan bisa berubah menjadi kenangan yang indah. Bahkan perdebatan, pertengkaran, dan masalah bisa menjadi momen lain dari masa muda mereka.
Dunia akan berubah jika kau melihatnya dari sudut pandang mereka yang menjalani masa mudanya.
Kalau begitu, mungkin suatu hari nanti akan terjadi situasi rom-com di kehidupan masa mudaku. Kurasa harapan yang seperti itu tidak sepenuhnya salah.
Mungkin juga, suatu hari nanti, aku akan melihat sebuah cahaya cerah menyinari jalan hidupku ini, meski cahaya itu dilihat oleh mataku yang seperti mata ikan mati ini. Aku bisa merasakan, tumbuh dalam diriku, sesuatu yang membuatku setidaknya berharap kalau sesuatu seperti itu akan terjadi.
Memang, itulah kesimpulan yang kudapatkan ketika aku menghabiskan keseharian waktuku di Klub Relawan.
Kesimpulanku...
-
Aku menghentikan tanganku untuk terus menulis.
Akupun melemaskan tubuhku. Aku adalah satu-satunya orang yang ada disini, di kelasku, setelah jam pelajaran terakhir selesai.
Aku tidak sedang dibully atau sejenisnya...Aku hanya menulis kembali kuisioner tentang masa SMA, yang pernah ditugaskan oleh Hiratsuka-sensei. Aku sedang menulisnya dengan jujur, oke? Aku tidak sedang dibully, oke?
Aku menulisnya dengan lancar, tapi aku agak kesulitan di bagian kesimpulannya, jadi pada akhirnya aku hanya duduk disini saja meski kelas sudah kosong.
Mungkin aku harus melanjutkan ini di ruangan klub saja...
x x x
Setelah memutuskan itu, akupun menaruh kertas kuisioner itu dan peralatan menulis ke tasku, lalu aku meninggalkan kelasku.
Tidak ada satupun orang di lorong Gedung Khusus, kupikir aku akan mendengar suara-suara orang berteriak yang berasal dari member Klub Olahraga yang sedang berlatih di lapangan.
Yukinoshita mungkin sedang ada di ruangan klub dan sedang membaca buku...Kalau begitu, aku bisa melanjutkan untuk menulis kesimpulan kuisioner ini tanpa diganggu orang lain.
Kalau begitu, kami tidak melakukan apapun di klub itu.
Kadang, mungkin tepatnya jarang, ada orang aneh yang datang ke kami, tapi itu jarang sekali; kebanyakan orang akan menceritakan masalahnya ke orang yang mereka anggap nyaman, seseorang yang mereka percayai, atau mereka menyimpan masalah mereka sendiri dan menghadapinya di kemudian hari.
Mungkin itulah jawaban yang sebenarnya. Itulah yang seharusnya dilakukan orang-orang pada umumnya. Tapi, kadang ada orang yang tidak bisa melakukannya, seseorang itu seperti aku, atau Yukinoshita, atau Yuigahama, atau Zaimokuza.
Bagi kebanyakan orang, hal seperti persahabatan, cinta, ataupun mimpi adalah hal yang indah. Bahkan momen dimana kau mendapatkan masalah atau tidak tahu harus melakukan apa akan terlihat sebagai sesuatu yang positif.
Memang, itulah yang kami sebut dengan “masa muda”.
Tapi, ada saja orang cerewet yang melihat orang-orang sepertiku itu seperti sedang diracuni idealisme “masa muda” dan mengatakan apapun yang mereka mau. Misalnya adikku yang mengatakan, “Masa muda? Apa itu? Apa sejenis buah?”. Bukan, maksudmu tadi itu “mangga muda”. Kau terlalu banyak menonton acara komedi ya?
x x x
Ketika membuka pintu klub, aku melihat Yukinoshita sedang membaca buku di tempat biasanya.
Ketika dia mendengar suara pintu dibuka, dia menolehkan kepalanya ke arahku.
“Oh...Kupikir kau tidak akan datang hari ini.”
Dia menaruh penanda buku di bukunya. Kalau dibandingkan dengan hari pertamaku di klub ini, ketika itu dia terlihat tidak mempedulikanku dan terus membaca saja, kurasa dia memang sudah membuat perkembangan.
“Oh, yeah...Aku juga sempat berpikir kalau aku harusnya tidak kesini untuk hari ini, tapi aku kesini karena ingin mengerjakan sesuatu.”
Aku lalu menarik kursiku dan duduk di seberang Yukinoshita. Ini adalah posisi duduk kami yang biasanya. Kuambil kertas kuisioner dari tasku dan menaruhnya di meja. Yukinoshita, yang melihatku dari tadi, terlihat kurang senang.
“...Memangnya kau pikir ruangan klub itu digunakan untuk apa?”
“Coba lihat dirimu dulu, kau sendiri membaca buku disini...”
Yukinoshita memalingkan wajahnya dariku, wajahnya terlihat memerah.
Sepertinya tidak ada klien yang datang ke klub hari ini. Satu-satunya suara yang terdengar di ruangan ini adalah suara jarum jam dinding. Kalau dipikir-pikir, sudah lama sekali kita tidak memperoleh suasana tenang seperti ini...Mungkin karena munculnya beberapa orang berisik yang mengisi tempat ini.
“Yuigahama kemana?”
“Sepertinya dia pergi keluar bersama Miura-san dan temannya yang lain hari ini.”
“Begitu ya...”
Kurasa itu mengejutkan...Atau mungkin tidak. Mereka adalah teman, dan setelah pertandingan tenis waktu itu, aku merasa Miura terlihat semakin akrab dengannya. Mungkin karena Yuigahama akhirnya bisa mengatakan apa yang ada di pikirannya dengan jelas.
“Kalau begitu akan kutanyakan hal yang sama, Hikigaya-kun. Kau tidak bersama temanmu hari ini?”
“Totsuka sedang ada latihan. Mungkin karena efek latihan spesial bersama kita tempo hari, tapi dia terlihat bersemangat sekali untuk latihan belakangan ini...”
Itu secara tidak langsung mengatakan kalau aku tidak sering bersamanya belakangan ini. Itu membuatku sangat sedih.
“Bukan Totsuka-kun, tapi yang satunya.”
“...Memangnya siapa?”
“Siapa katamu...Masa tidak tahu, itu loh yang selalu bersembunyi dibalik bayang-bayangmu.”
“Hei, jangan menceritakan hal-hal yang menakutkan...Jangan bilang kalau kau bisa melihat hantu atau semacamnya?”
“...Ya ampun, jangan konyol...Hantu itu tidak ada.”
Yukinoshita mendesah kesal dan melihatku seperti mengatakan “Apa kau mau kuubah menjadi hantu?”...Ah, kurasa sudah lama aku tidak mengobrol seperti ini dengan Yukinoshita.
“Maksudku, kalau tidak salah orang itu namanya Zai...Zai...Zaitsu-kun? Atau sejenis itu...”
“Ah, Zaimokuza? Dia itu bukan temanku.”
Sial, aku bahkan ogah untuk menyebut dia ‘bukan temanku’.
“Dia tadi mampir kesini dan berbicara sendiri seperti “Aku sedang dalam momen yang bagus saat ini...Maaf tapi aku harus memprioritaskan deadlineku hari ini’, lalu dia pergi begitu saja.”
“Dia memang banyak omong seperti dirinya seorang novelis terkenal saja...”
Yukinoshita menggerutu dengan memasang ekspresi yang menjijikkan di wajahnya.
Ayolah, sedikitnya kau bersimpati kepadaku – akulah yang menjadi korban untuk membaca karya-karyanya. Mending kalau itu dalam bentuk novel, dia hanya memberiku kertas berisi gambar-gambar jelek dan rangkuman ceritanya, tahu tidak? “Hei, hachiman! Aku punya ide cerita yang bagus! Heroinenya terbuat dari karet dan sub-heroinenya punya kekuatan untuk menangkal kekuatan heroinenya! Ini pasti akan menjadi mahakarya!” Dasar goblok! Itu bukanlah ide yang keren, itu sampah. Bukankah itu tidak masuk akal?
Well, pada akhirnya, memang kadang ada saja kumpulan orang-orang yang seperti itu, meski pada akhirnya kita akan kembali lagi ke tempat dimana kita seharusnya berada. Mungkin kau bisa menyebut orang-orang seperti itu adalah hal yang jarang kau temui dalam hidupmu.
Tapi jika kau tanya kepadaku dimana Yukinoshita dan diriku harusnya berada, kurasa aku akan menjawab kalau kami berada di tempat yang tidak seperti itu.
Percakapan kami akhirnya berakhir dan suasana yang biasanya kembali ke ruangan ini.
“Aku masuk.”
Pintu klub terbuka.
“...Ya ampun.”
Yukinoshita menaruh tangannya di kening dan mendesah kesal. Dia tampaknya sudah menyerah dengan keadaan itu. Begitu ya...Ketika suasananya mendadak sunyi dan pintu tiba-tiba terbuka seperti itu, kau akan kesal dan menyalahkan orang yang melakukannya...
“Hiratsuka-sensei...Tolong ketuk pintu dulu sebelum masuk.”
“Hmm? Apa aku baru saja mendengar kalimat khas dari Yukinoshita?”
Hiratsuka-sensei terlihat agak bingung, tapi dia menarik kursi terdekat dan duduk.
“Apa Sensei ada keperluan?”
Setelah Yukinoshita menanyakan itu, mata Hiratsuka-sensei terlihat bersinar terang.
“Aku ingin mengumumkan hasil sementara pertempuran kalian!”
“Ahh, itu ya...”
Aku lupa...Sebenarnya, aku tidak ingat kalau aku pernah menyelesaikan sesuatu disini, kurasa wajar jika aku lupa.
“Pertempurannya berakhir dengan masing-masing pihak mendapatkan dua kemenangan, jadi hasilnya imbang untuk sementara. Ya, pertandingan yang ketat adalah jiwa dari manga pertempuran...Meski jujur saja, aku lebih suka melihat Yukinoshita seperti membangkitkan sesuatu dalam dirinya ketika melihat kematian dari Hikigaya...”
“Aku mati? Bagaimana bisa sampai ke topik bahasan itu...? Umm, dan tiap pihak memperoleh dua kemenangan? Aku tidak ingat kalau aku menyelesaikan sesuatu, dan sampai saat ini hanya ada 3 orang yang datang kesini dan meminta bantuan kita.”
Apa orang ini tahu bagaimana menghitung sesuatu?
“Menurut perhitunganku, ada empat orang. Apa kalian lupa dengan aturannya? Aku akan selalu memutuskan sesuatu sesuai penilaianku. Ketika kau memainkan game yang memiliki aturan tidak jelas, sebenarnya itu akan terasa sangat menyegarkan...”
Apa dia ini Gian di Doraemon apa sejenisnya?
“Sensei...Apakah anda bisa menjelaskan alasan perhitungan anda itu? Seperti kata dia, kita sebenarnya tidak benar-benar menyelesaikan masalah orang-orang yang datang kesini.”
“Hmm...”
Hiratsuka-sensei terlihat diam dan berpikir untuk sejenak.
“Well, begini...Masalah-masalah kalian ini sebenarnya berasal dari hati kalian, dan begitu pula dengan masalah-masalah orang ketika mereka kesini, kemungkinan besar bukan itulah masalah mereka yang sebenarnya.”
Dengan kata lain, pemenang dan siapa yang kalah di permainan ini tidak memiliki patokan yang jelas. Hiratsuka-sensei melihat kami berdua seperti tersinggung akan sesuatu.
“Ugh...Kalian berdua terlihat bisa bekerjasama dengan baik ketika hendak menyerang orang secara bersama-sama...Seperti teman lama atau sejenisnya.”
“Aku tidak pernah mengatakan kalau aku adalah teman dari pria ini.”
Yukinoshita menaikkan bahunya. Aku awalnya yakin kalau dia melirikku sejenak, tapi ternyata dia tidak sekalipun menoleh ke arahku.
“Hikigaya, jangan bersedih seperti itu...Kata orang, akan selalu ada serangga yang menyukai berada di semak belukar daripada taman bunga yang indah. Kurasa itu hanya sekedar bagaimana caramu menganggap kata-kata itu seperti apa.”
Sensei mencoba untuk menghiburku. Aku bukannya bersedih, sialan...Dan sejak kapan kebaikannya ini terasa menyakitkan...?
“Memang betul...”
Menambah keterkejutanku, Yukinoshita tampaknya setuju akan hal itu...Tunggu, bukannya dia yang membuatku depresi sejak awal?
Tapi, Yukinoshita hanya mengatakan kebenarannya, dia tidak akan bohong dengan perasaannya, jadi dia mungkin mempecayai kata-kata Sensei. Dia lalu tersenyum kepadaku.
“Aku yakin kalau suatu hari nanti akan ada serangga yang akan menyukai Hikigaya-kun.”
“Setidaknya kau menyebut hewan yang lebih manis lah, sial!”
Kurasa itu cukup sopan, bahkan bagiku, untuk tidak menyebut makhluk bernama manusia...
Mungkin dia cukup puas dengan apa yang baru saja dia katakan, tapi kedua matanya bersinar; dia sepertinya menikmati hal itu.
Aku, di lain pihak, tidak melihat itu adalah sesuatu yang menyenangkan. Maksudku, bukankah berbicara dengan seorang gadis harusnya lebih hah-hah-he-he-manis-dan menggoda? Bukankah ini sangat aneh?
Ketika aku hendak menulis itu, Yukinoshita melihat ke arahku.
“Sebenarnya, apa yang sedang kau tulis dari tadi?”
“Diamlah, ini bukan apa-apa.”
Dan kemudian, aku menulis kesimpulan kuisioner itu:
-
Seperti dugaanku, rom-com masa mudaku sudah kacau balau.
x Volume 1 | END x
Disini, Yui memberitahu dengan jujur kepada Yukino (mungkin via SMS) kalau dia sedang pergi bersama Miura Cs. Sedang di vol 3 chapter 1, Yui berbohong dengan ada perlu di rumah padahal dia pergi bersama Miura Cs. Apa perbedaan chapter ini dengan volume 3? Perbedaannya di volume 3 Hachiman menolak perasaan Yui. Yui kemungkinan besar ada di Klub Relawan untuk mendekati Hachiman.
...
Essay tentang masa SMA Hachiman kali ini, mungkin essay masa SMA terbaik yang pernah saya baca...Kecuali kesimpulan akhirnya.
...
Believe or not, Hachiman benci serangga.
...
Dalam vol 9 chapter 5, Hiratsuka-sensei menyarankan Hachiman untuk melakukan tindakan, karena mereka masih muda, sehingga mereka akan bisa dimaafkan jika yang mereka lakukan ternyata salah.
Tindakan yang dimaksud adalah melakukan sesuatu terhadap orang yang Hachiman anggap paling penting baginyah selama ini.
Ini ironis karena Hachiman sendiri di volume ini mengutuk sikap yang seperti itu. Dan, di volume 9 chapter 6, Hachiman benar-benar melakukan saran Sensei tersebut.
Next
BalasHapus