x x x
Jarak antara Taman Kaihin dengan sekolah
sebenarnya tidak begitu jauh, hanya sekitar beberapa menit. Meski begitu, ini
terasa sangat panjang bagiku. Mungkin karena marathon ini ternyata jauh lebih
melelahkan dari ekspektasiku semula. Mungkin juga, karena luka-luka yang
kudapat dari marathon. Meski aku menerima perawatan medis untuk itu, rasa
sakitnya masih jelas terasa. Agar lukanya tidak bertambah parah, aku mulai
menyeret kakiku secara perlahan.
Apapun itu, kami berjalan dengan pelan dalam
perjalanan kami.
Tapi, tidak hanya itu saja.
Alasan terbesar mengapa langkah kami lambat
karena aku sendiri tidak terbiasa berjalan dengan dipapah orang lain.
Tampaknya hal ini juga dirasakan oleh orang
yang sedang memegangi lenganku. Yuigahama juga berjalan dengan pelan.
Dalam perjalanan, aku bisa melihat para siswa
yang berlalu-lalang di sekitar kami, bersamaan dengan tatapan mereka ke arah
kami. Tentunya, sikap mereka itu beralasan.
Biasanya, tidak ada yang peduli dengan
keberadaan diriku. Kapanpun dan dimanapun aku berjalan keluar ruangan, itulah
yang akan terjadi. Aku tidak akan menarik perhatian satupun orang.
Kalau dipikir-pikir lagi, di trotoar jalanan
Kota Chiba juga banyak orang-orang yang berjalan sendirian. Karena itulah,
tidak akan ada yang berpikir kalau “Oh, orang itu penyendiri!” ketika melihat
orang-orang yang berjalan sendirian.
Tapi, persepsi itu akan berubah ketika orang
itu memakai identitas yang jelas seperti pakaian dengan logo sekolahan ataupun
seragam sekolah.
Ini dikarenakan adanya fakta kalau siswa SMP
ataupun SMA itu disebut-sebut sebagai “gerombolan binatang gembala”, jadi
ketika orang-orang melihat ada siswa yang selalu sendirian di kelas ataupun
sekolah, akan menimbulkan persepsi kalau siswa itu tidak mau menjadi bagian
dari komunitas gembalaan itu.
Jadi jika kau berada di sebuah area tertutup
seperti sekolahan ataupun ruangan kelas, jika ada orang mendapati dirimu
sendirian, merunut definisi tadi, maka kau akan di-cap sebagai penyendiri.
Tidak peduli alasan atau kondisi siswa itu
seperti apa, selama kau tidak sama persis dengan definisi “siswa normal”
mereka, maka kau tidak akan pernah bisa melepaskan label penyendiri itu dari
dirimu.
Dalam sebuah padang gurun yang luas, ketika
ada seekor rusa berjalan keluar dari kelompoknya, apa yang kita khawatirkan
adalah dia akan menjadi mangsa karnivora, karena mereka biasanya merupakan
hewan yang bertahan hidup dengan cara berkelompok. Ini adalah sebuah fakta umum
yang diketahui oleh semua orang.
Jika kau tidak mengetahui fakta itu, maka
seandainya kau melihat seekor rusa yang sedang sendirian, kau mungkin akan
berpikir “Ah! Seekor rusa! Eh bukan, itu kancil!”. Ngomong-ngomong, kau bisa
membedakan rusa dan kancil itu dari pantat mereka. Sedikit info untukmu.
Ngomong-ngomong, selama ada sesuatu yang
tidak sesuai ekspektasi orang-orang pada umumnya terlihat di depan mereka, maka
mereka akan terlihat kurang nyaman dengan itu.
Kalau menerapkan logika semacam itu di
situasiku saat ini, maka itu adalah pemandangan dari diriku dan Yuigahama yang
sedang berjalan, kami berjalan secara berdekatan. Secara tidak langsung,
keberadaan Yuigahama Yui sendiri yang menarik perhatian mereka.
Rambut coklatnya yang diwarnai pink, wajahnya
yang terlihat lugu. Lalu, senyumnya yang ceria, lalu proporsi tubuhnya yang
menarik di mata orang-orang. Ngomong-ngomong, dia juga setiap harinya
berhubungan dengan orang-orang populer seperti Hayama dan Miura, dimana itu
juga berkontribusi besar bagi kepopulerannya di sekolah.
Dan sekarang, ada pria tidak dikenal sedang
berjalan bersamanya, orang-orang pasti akan curiga, dan terus-terusan menatap
ke arah kami.
Ditambah lagi, ada gosip yang mengatakan Hayama
berpacaran dengan gadis ini dan itu, atau juga ada yang menggosipkan kalau
gadis itu bertengkar dengan Miura karena gosip Hayama tadi. Apapun itu,
pastinya akan ada orang-orang yang senang ataupun terusik dengan munculnya
gosip-gosip semacam itu.
Tapi, meski dia tahu kalau dia sedang
digosipkan, dia mau berjalan denganku. Melihat kami yang seperti ini,
orang-orang mungkin akan berhenti menyebarkan gosip tentangnya, misalnya gosip
tentang Yuigahama berpacaran dengan Hayama.
Kupikir kita sudah menyelesaikan request
Miura Yumiko jika seperti ini. Tujuanku kemungkinan besar akan tercapai, yaitu
gosip yang beredar di sekitar Hayama Hayato mungkin akan segera hilang.
Tapi.
Aku merasa kalau ini mungkin juga bisa
menimbulkan masalah baru. Mungkin, akan ada yang menggosipkan kalau aku sedang
berpacaran dengan Yuigahama atau sejenis itu. Persis waktu itu, ketika Festival
Kembang Api dan kami bertemu Sagami Minami.
Tapi, waktu itu kami terlihat berduaan di
sebuah event spesial. Sedang saat ini, marathon hanyalah event biasa sekolah,
tidak lupa juga kalau dia sedang membantu orang yang cedera. Kurasa, ini tidak
akan memberinya masalah tambahan lagi...Benar tidak? Well, aku sendiri tidak
tahu...Hmm.
Sambil memikirkan hal itu, aku terus menyeret
kakiku sehingga langkahku ini mirip zombie di film-film. Tidak lupa juga,
ditambah dengan tampilan mataku yang terlihat busuk, dan kata-kata tidak logis
yang keluar dari mulutku. Kepalaku terus memikirkan hal-hal yang membuat frustasi,
“Ahhh...” dan menangis karena menyesal, “Kenapa beginiiiii?”, kata-kata itu
terus berputar-putar di kepalaku. Bahkan, teriakan-teriakan di kepalaku itu
mulai terdengar seperti lagu pembuka Full House, “Ah- Ah- Ah- Ah- Ah-, apapun
yang kau pikirkan! Milkman, paperboy! TV Sore! Ah- Ah!!!!”
Sambil dipenuhi hal-hal tersebut, kakiku
secara otomatis terus berjalan.
Kami ternyata sudah berjalan cukup jauh dari
Taman Kaihin, dan sebentar lagi sampai di gerbang sekolah. Yang tersisa
hanyalah menyeberang jalan dan kami akhirnya sampai di sekolah. Jumlah siswa
yang berlalu-lalang juga terlihat meningkat di sekitarku.
Melihat gedung sekolah di depanku, entah
mengapa langkahku secara otomatis bertambah cepat. Yuigahama melihatku dengan
penuh tanda tanya, namun dia juga terlihat berusaha menyamakan tempo langkahnya
denganku. Anehnya, dia tidak mengatakan apapun, dia hanya memiringkan lehernya
seperti memikirkan sesuatu dan mengatakan sesuatu seperti “Ah”.
Lalu dia berbisik di telingaku.
“...Ini terlihat memalukan, benar tidak?”
Dia mengatakan itu disertai dengan tawa,
dimana hal itu membuatku kehilangan kata-kata.
Masalahnya adalah, kata-kata yang terdengar
manis itu seperti menabrak hatiku. Kepalaku kemudian mulai memikirkan kata-kata
yang tepat untuk membalasnya, bagaimana nada bicaraku yang benar, tentang ini
dan itu, dan pada akhirnya, aku memikirkan ulang kata-katanya barusan.
Jujur saja, aku juga merasa malu. Kalau
kautanya apa yang memalukan dari kejadian ini, mungkin akan kujawab kalau aku
sangat sensitif dengan tatapan orang-orang sekitarku.
Meski begitu, ada alasan lain yang lebih
besar daripada itu.
Terlihat bersamaku, mungkin akan memberikan
kenangan yang menyakitkan untuknya. Sejak awal, aku selalu berpikir efek dari
kejadian ini untuknya. Dia memang tampak terlihat lebih kuat dari image yang
kupikirkan. Kalau tidak begitu, dia tidak akan berani melakukan metode semacam
ini untuk menghilangkan gosip itu. Karena itulah, aku merasa khawatir. Mesi
begitu, aku sendiri tidak bisa meyakinkan diriku kalau aku sendiri paham betul
tentang itu.
Itu hanyalah sikap yang terlalu percaya diri
dari diriku. Sejak awal, tidak ada seorangpun yang mau berteman dengan Hikigaya
Hachiman. Entah aku sedang sendirian ataupun dengan seseorang, tidak akan ada
seorangpun yang peduli. Jika aku adalah orang-orang itu, aku bisa dengan mudah
tahu mengapa ada seseorang berjalan seperti ini. Akan sangat bagus jika mereka
bisa memiliki pemikiran yang sama dengan yang kupikirkan. Tapi, sayangnya aku
tidak bisa melakukan itu.
Ketika aku memikirkan itu, pasti semua hal
ini ada hubungannya. Aku mulai jijik dengan diriku ketika merasa lega dengan
situasi ini. Sikapku yang berpikir kalau ini harusnya tidak masalah terasa
menyedihkan, karena situasi ini bisa menimbulkan kenangan buruk kepadanya.
Pada akhirnya, setelah aku sadar bagaimana
situasi ini berkembang dengan opini publik, aku mulai khawatir tentang apa yang
ada di pikiran orang-orang tentang diriku.
Diriku yang berpikir seperti itu, serasa
bukan diriku yang biasanya.
Aku lalu melirik ke arah Yuigahama dan
berpura-pura batuk.
Kami sudah sampai di dekat gerbang. Dari
sini, bisa dikatakan kita sudah masuk area sekolah. Jika memapahku lebih jauh
lagi, maka ini akan terlihat jauh lebih mencolok dari sebelumnya. Sudah
membantuku berjalan sampai tempat ini kurasa sudah lebih dari cukup.
“...Hei, kurasa aku baik-baik saja.”
“Begitu ya.”
Meski dia mengangguk, dia tidak melepaskan
pegangannya ke lenganku.
Kau ini...Apa kau tidak masalah...
Tanpa mengeluarkan suara yang berisik, aku
mengganti sepatuku. Yuigahama juga membantu memegangi lenganku ketika aku
mengganti sepatuku. Aku bisa merasakan sakit yang luar biasa dari luka-lukaku
seakan-akan kalau cederaku itu bukan berasal dari kaki saja.
Sambil memegangiku, Yuigahama mengganti
sepatunya juga dan mulai berjalan masuk ke sekolah, menuju lorong gedung
khusus.
Ketika kita hendak masuk ke gedung khusus,
Yuigahama menarik-narik lenganku.
“Ah, itu, kita harus mengembalikan itu juga.”
Sambil mengatakan itu, dia menunjuk kotak P3K
yang sedang kupegang itu.
“Ah benar juga...Aku akan mengembalikannya
dulu.”
Setelah membetulkan peganganku ke kotak P3K
ini, aku mulai berjalan ke UKS di gedung khusus. Entah mengapa, Yuigahama juga
mengikutiku.
“Aku ikut juga. Yukinon mungkin masih ada di
UKS.”
“Begitu ya? Kalau begitu, bisakah kau yang
pegang kotak ini dan mengembalikannya?”
Kalau dipikir-pikir, tidak perlu dua orang
hanya untuk urusan mengembalikan kotak P3K, jadi biar dia saja yang
mengembalikannya sendiri. Aku mengatakan itu sambil memakai pola pikir seperti
seorang budak perusahaan dalam hal efisiensi sumber daya manusia.
“...Y-Ya. Ti-Tidak masalah, tapi...”
Yuigahama terlihat mundur selangkah dariku.
Lalu, dia memasang senyum.
“Aku hanya becanda tadi...Aku harus
membicarakan sesuatu dengan Yukinoshita soal masalah hari ini. Ayo kita
kembalikan kotak ini bersama-sama.”
“Oke kalau begitu.”
Setelah itu dia mendorong lenganku.
Well, seperti katanya.
Hal-hal yang dipinjam harus dikembalikan. Itu
tidak terbatas ke materi saja, tapi kata-kata dan pikiran-pikiran. Begitu juga
dengan kehangatan.
Suatu hari nanti, aku akan membalasnya. Oleh
karena itu, kurasa tidak masalah jika aku mengandalkannya untuk saat ini. Meski
ini hanyalah sebuah alasan bagiku.
x x x
Tidak ada komentar:
Posting Komentar