x x x
Agar bisa membicarakan ini lebih dalam,
Isshiki pergi kembali ke sekretariat OSIS untuk membawa beberapa materi
diskusi. Sementara menunggu dirinya kembali, Yukinoshita mengisi kembali gelas
kami dengan teh yang baru.
Ketika teh dituang, aromanya mulai mengisi
ruangan ini. Meski pemanas ruangannya tidak berfungsi, tapi kombinasi dari teh
dan jaketku sudah cukup untuk mengusir rasa dingin di ruangan ini.
“Maaf sudah menunggu!”
Pintu terbuka dan Isshiki yang terlihat
antusias masuk ke dalam ruangan.
Dia membawa sebuah dokumen. Dia menaruhnya di
meja dan mulai membukanya. Kedua matanya bersinar terang seperti seorang anak
kecil yang melihat pajangan mainan di toko sebelum Natal.
Melihat ekspresinya yang seperti itu, membuat
keinginanku untuk mewujudkan ide koran gratisnya mulai muncul. Tapi,
konsep-konsep spiritual seperti energi, keberanian, dan motivasi tidaklah cukup
untuk mewujudkannya.
Pertama-tama, kita harus mengatasi situasi
ini. Semakin kau mengerti situasinya, maka semakin tersudut dirimu; hal itulah
yang disebut oleh orang-orang dengan sebutan pekerjaan.
Jika dana dan jadwalnya tidak memungkinkan,
maka ini tidak bisa diwujudkan. Jika menyadari hal itu dan terus memaksa, maka
itu hanya akan menurunkan moral saja. Di lain pihak, jika dana dan jadwal
memungkinkan, orang akan merasa yakin kalau mereka akan dengan mudah
mewujudkannya. Mereka akan lengah dan akhirnya akan mengacaukan semuanya. Ew, ada apa dengan itu? Punya pekerjaan
memang hanya akan berujung dengan kegagalan...
Tapi itulah poin pentingnya, yaitu menolak
bekerja ketika kau tahu kemampuanmu seperti apa. Jika kau berada dalam situasi
dimana kau tidak bisa menolak, maka kau harus bernegosiasi untuk mengurangi
beban kerjamu. Karena telah lama menghabiskan waktuku di lingkungan yang
memaksaku untuk bekerja, alias Klub Relawan, akhirnya aku memperoleh pencerahan
ini.
Aku menunggu Isshiki menyiapkan
dokumen-dokumennya dan akupun berbicara padanya.
“Pertama-tama, kita belum memutuskan kalau
kita akan melakukan atau tidak. Kita akan memutuskan itu setelah mendengarkan
pemaparanmu dan mendiskusikan itu apakah memungkinkan atau tidak.”
“Ya. Aku tidak ada masalah dengan itu!”
Dia menjawabnya dengan suara yang ceria
ditambah dengan senyum yang mengembang.
Argh...Tatapan
matamu yang bersinar terang ditambah ekspresi yang memelas itu membuatku
menjadi semakin sulit untuk menolak itu.
Akupun hanya bisa diam dan menggerutu saja dari kursiku. Seperti
terpengaruh juga, Yukinoshita memulai percakapan untuk meneruskan topiknya.
“Well, kenapa kita tidak mulai dulu
pemaparanmu?”
“Ya. Jadi, umm, ketika kita membuat cetakan
poster tentang event kolaborasi Natal tempo hari, kita memakai jasa percetakan.
Aku menghubungi mereka dan menanyakan beberapa pertanyaan, gitu loh?”
Sambil menjelaskan itu, dia mengambil
beberapa dokumen. Itu adalah pamflet dan data transaksinya. Melihatnya sudah
berkomunikasi dengan perusahaan percetakan...Mungkin dia terlihat seperti gadis yang
tidak bisa merencanakan sesuatu, tapi dia pastinya punya kemampuan untuk
bertindak...
“Jadi inilah yang mereka rekomendasikan
kepadaku...”
Isshiki menunjuk sebuah bagian di pamflet
itu. Yukinoshita yang ada di sebelahnya melihat apa yang dia maksudkan.
“Delapan halaman berwarna...Kurasa ini bisa
dikategorikan berskala besar...”
Yukinoshita memegangi keningnya seperti
terkena sakit kepala. Isshiki yang berada di sebelahnya lalu tertawa dengan
malu-malu.
“Well, aku lalu tiba-tiba bilang akan membicarakan itu setelah
mendengar penjelasan dari pihak percetakan.”
“Penjelasan apa maksudmu...?”
Dengan malu-malu, Isshiki menjelaskan.
“...Maksudku, kau kan pasti secara tidak sadar mengatakan ‘ya’ ketika ada orang dewasa yang memberitahumu tentang sesuatu,
benar tidak?”
“Aku paham maksudmu. Aku benar-benar paham.”
Yuigahama mengangguk dan setuju dengannya.
Mmhm,
gadis-gadis jaman sekarang...Aku mulai khawatir kalau suatu hari nanti ada
orang dewasa atau Senpai mereka yang menipu mereka...
“Jadi begini...Berdasarkan dana yang kita punya, kita bisa
mengetahui berapa banyak cetakan yang bisa kita buat...Jadi kita bisa
menyiapkan tempat penampungannya di sekolah, dan kita bisa mendaur ulang
kertas-kertasnya yang tidak terpakai...Jadi sepertinya kita tidak perlu mengkhawatirkan tentang
tempat untuk menampung koran-koran itu.”
Di lain pihak, Yukinoshita tidak mempedulikan
keduanya dan menggumamkan itu ke dirinya sendiri sambil membolak-balik kertas
tersebut.
Mmhmm,
Nona Diskomunikasi...Aku juga mulai mengkhawatirkanmu juga!
Setelah membaca-baca seluruh pamfletnya, Yukinoshita lalu
memberikannya kepadaku. Akupun mengambil pamflet itu. Di pamflet itu, ada
semacam instruksi bagaimana caranya agar bisa menerbitkan sesuatu.
“Kita bisa menyerahkan bagian desain isinya
ke perusahaan percetakan...Ini artinya selama kita bisa menangani isi artikel
dan bisa memberikan penjelasan mengenai desain halamannya seperti apa, kurasa
tidak akan ada masalah yang lain.”
“Itu kedengarannya tidak jauh berbeda dengan
request dari majalah lokal ke kita tempo hari.”
Sederhananya, selama kita tahu apa yang ingin
kita cetak di koran itu, maka tidak akan ada masalah lagi. Begitulah, meski
begitu itu tidak mengubah fakta kalau kita harus menangani masalah gambar dan
isi artikelnya. Sial, aku tiba-tiba merasa kurang senang ketika memikirkan kata
“menangani”.
“Tapi jumlah halaman waktu request tempo hari
jauh berbeda dengan yang kita hadapi saat ini...”
Jawab Yukinoshita. Nada suaranya terlihat
kurang bersemangat. Oleh karena itulah, Yuigahama menambahkan sesuatu dengan
antusias.
“Tapi begini, kita kan kali ini dibantu oleh para Pengurus OSIS. Jika kita membagi
beban pekerjaan kita dengan mereka, kurasa kita bisa mengatasinya, benar
tidak?”
“Yeah, itu benar. Kurasa itu memang
sesuatu...”
Tepat ketika aku hendak melanjutkan itu, aku
bisa melihat ekspresi Isshiki yang memalingkan wajahnya dengan pucat.
“....”
“...Isshiki-san? Mengapa kau menjadi sangat
diam?”
Yukinoshita tersenyum dengan manis, suaranya
sangat lembut dan tatapannya terlihat hangat. Tapi entah mengapa, aku tidak
melihat adanya kehangatan di senyumnya itu dan melihatnya saja sudah membuat
diriku ketakutan. Jujur ya, kau terlihat
sangat menakutkan.
Isshiki juga terlihat ketakutan – tidak, dia
terlihat panik sehingga dia membalasnya begitu saja.
“Ah! Bu-Bukan! Umm...Hanya saja semua orang
tampaknya sibuk dengan laporan keuangan kita. Jadi kupikir mungkin ada suatu
cara jika kita tidak menambah kesibukan mereka, atau sejenisnya...”
“...Dengan kata lain, kau ingin mengatakan
kalau kita harusnya tidak mengharapkan bantuan mereka?”
“Ya...”
Isshiki merendahkan bahunya dan meminta maaf
ketika Yukinoshita mengatakan itu dengan sedikit kesal.
“Be-Begini, kurasa kita tidak bisa melakukan
apapun soal itu. Jika kita benar-benar butuh bantuan, aku bisa meminta bantuan
teman-temanku atau sejenisnya...Jadi, umm...Kita bisa melakukannya dengan
santai!”
Yuigahama mengepalkan tangannya dan
mengatakan itu. Tapi definisi gadis ini mengenai melakukan dengan santai mungkin berbeda dari melakukan sesuatunya
dengan benar atau tepat...
Kalau begitu, kita bisa menghitung dana yang diperlukan dan apa saja
yang harus dikerjakan. Dan mungkin, kita juga sudah punya gambaran berapa orang
yang bisa mengerjakan ini. Yang tersisa sekarang adalah jadwalnya. Setelah kita
tahu itu, maka kita bisa menilai apakah request ini memungkinkan atau tidak.
Kita punya gambaran kasar mengenai rencana bulan ini, tapi kita perlu rencana detail mengenai jadwalnya.
“Jadi, kapan tepatnya semua ini harus
diselesaikan?”
“Segera.”
Isshiki mengambil daftar rencana dan
menaruhnya di meja.
“Saat ini, dengan dana yang tersisa seperti
apa, maka rencana yang sempurna adalah memilih paket diskon yang ini, benar
tidak? Jadi ketika kutanya mereka tentang paket yang itu, perusahaan percetakan
itu bilang kalau kita harus mengirimkan materi dan data artikel kepada mereka
di tengah Februari.”
Hoh,
diskon ya. Jadi mereka punya paket seperti itu. Jika dananya memang benar-benar
pas untuk paket diskon itu, maka itu tidak jadi masalah. Kalau memikirkan tahun
baru anggaran akan dimulai kembali bulan depan, ini berarti Irohasu sendiri
sangat pintar dalam mengatur dirinya!
Aku memikirkan itu untuk menghindari realitanya, tapi ada satu hal
yang tidak bisa hilang dari pikiranku.
Hm?
Tengah Februari ini? Akupun memiringkan kepalaku dan Isshiki menambahkan
sesuatu.
“...Jadi, kita...Cuma punya waktu dua
minggu.”
“Huh? Mustahil itu bisa terlaksana. Dua
minggu? Kau meminta sesuatu yang mustahil.”
Akupun menjawabnya sambil melambai-lambaikan
tanganku. Yukinoshita-pun terlihat menggeleng-gelengkan kepalanya.
“Itu benar. Itu memang bukan hal yang
realistis untuk dikerjakan. Dan yang terpenting, kita masih harus memeriksa dan
mengedit isinya, jadi kita harus membuat artikelnya dalam satu minggu.”
“Malah bertambah pendek!?” Yuigahama
mengatakan itu sambil melihat Yukinoshita dengan ekspresi terkejut.
“Kurasa, ini lebih tepat bila disebut
deadline sebuah koran daripada majalah...Tentunya, ini deadline ini jauh dari
kata ideal karena start yang terlambat. Belum lagi masalah-masalah lain yang
timbul dalam pengerjaannya.”
Meski Yukinoshita menjelaskannya dengan
logis, dia tetap mengatakan itu meskipun tahu kalau request ini tidaklah
realistis.
“...Tentunya, ini ‘jika’ kami menerima requestmu.”
Yukinoshita menambahkan itu sambil melihatku
untuk mengkonfirmasinya juga. Sepertinya, dia mempercayakanku untuk mengambil
keputusan kali ini. Jujur saja, jadwal deadlinenya sangat tidak masuk akal,
tapi tidaklah benar-benar sesuatu yang bisa kita anggap sangat mustahil.
Satu
minggu, huh...? Tunggu. Kalau aku tidak mau bekerja di akhir pekan dan hari ini
adalah...Aku lalu mencoba menambahkan hari, tapi entah mengapa, aku tidak
bisa melakukan perhitungannya. Huuuh?
Hachiman-kun, apa kau seburuk itu dalam matematika?
Tidak, sebenarnya angka-angka itu sudah ada
di kepalaku, tapi hatiku, entah mengapa, tidak bisa menerima itu.
“Oke, coba beritahu aku. Kalau seandainya
kami mengikuti jadwal itu, berapa hari yang kita punya sebelum deadline itu?”
“Umm...”
Yuigahama melihat ke arah atap ruangan dan
mulai menghitung dengan jari-jarinya. Ekspresinya terlihat sangat terkejut.
Yukinoshita melihat ke arahku dengan tatapan
yang menyedihkan.
“...Apa kau berpikir masih ada harapan meski
tanpa perlu menghitung harinya?”
“Melihatmu mengatakan itu saja sudah
memberitahuku kalau ini sudah tidak ada harapan sama sekali...”
Kurasa
ini tidak akan bisa? Yeah? Akupun menatap Isshiki dan ekspresinya bertambah
suram.
“...Kurasa...Kalian tidak bisa?”
Isshiki mengatakan itu dengan pelan, suaranya
seperti terdengar putus asa dan wajahnya seperti hendak menangis saja. Kedua
matanya seperti mengeluarkan air mata. Kedua tangannya yang meremas roknya
terlihat bergetar hebat. Bahunya yang kecil itu terlihat turun dan secara
perlahan dia melihat ke arahku. Dia seperti menaruh semua perasaan dan
harapannya ke setiap gerakan itu dan membuatku serasa ingin menerima
requestnya.
Tapi tunggu dulu Bung! Aku sudah terbiasa
dengan trik Komachi yang menangis seperti itu! Jika kau punya adik yang seperti
itu, kau secara otomatis akan punya kekebalan dengan itu, suka atau tidak suka!
Oleh karena itu, aku sudah terbiasa untuk menerima permintaan semacam itu tanpa
ragu.
“Jadi sederhananya, kau ingin sesuatunya
selesai dalam beberapa hari saja, benar?” tanyaku.
Aku menjawabnya dengan suara yang mirip
ketika menjawab permintaan Komachi. Sial,
aku benci ini! Aku benci sifat Onii-chan yang ada di diriku!
“Terima kasih banyaaaak,”
Isshiki mengatakan itu sambil tersenyum.
Sebaliknya, gadis yang ada di sampingnya menatapku dengan dingin.
“...Begitu ya, ternyata kau ini sangat
lemah.”
“W-Well...Itu adalah salah satu poin bagus
dari diri Hikki...Dan juga salah satu poin yang menyedihkan darinya.”
Meski Yuigahama mengatakan itu dengan senyum,
dia juga menatapku dengan dingin.
Er,
Maafkan aku...Aku benar-benar meminta maaf karena telah menyebabkan masalah
bagi kalian...
Secara spontan, aku ingin meminta maaf kepada mereka berdua, tapi
yang membawa request ini adalah Isshiki. Jadi ini sebenarnya adalah salahnya,
bukan salahku.
Akupun menatap ke arah Isshiki, dan dia
terlihat sedang menepuk-nepuk dadanya karena lega.
“Phew, kau ini benar-benar penyelamatku. Aku
awalnya berharap Senpai bisa mengambil keputusan ini sebelum aku mengeluarkan ‘daftar belanja’ kita.”
Dia terlihat sangat gembira, kontras dengan
sikapnya barusan. Maksudku, kurasa tidak masalah karena aku sudah menduga cepat
atau lambat ini akan terjadi.
Tapi setidaknya kau teruslah konsisten
bersikap licik sampai akhir! Ya Tuhan, aku benar-benar sudah tidak punya
harapan atau impian lagi.
x
x x
Meski jadwalnya sangat ketat, entah mengapa akhirnya kita bisa menyelesaikan sesuatu. Langkah kita dari titik ini memang berpengaruh
dengan ketersediaan dananya, tapi untuk masalah kali ini, kita tidak ada
satupun masalah yang berhubungan dengan dana.
Tapi, kita belum memutuskan apa yang akan
kita lakukan, ini adalah momen terpenting dalam rencana ini.
“Okeeeee, ayo kita mulai rapat
perencanaannya!”
Isshiki mengatakan itu dengan gaya seorang
pembawa acara. Hanya Yuigahama yang bertepuk tangan. Meski Isshiki yang memulai
diskusi ini, dia langsung menatap ke arah Yukinoshita untuk bertanya bagaimana
selanjutnya.
Setelah itu, Yukinoshita menaruh tangannya di
dagu.
“Kurasa kita harus memikirkan konsepnya
dahulu.”
“Apa yang disebutkan oleh Iroha-chan sebelumnya
kurang bagus? Seperti memperkenalkan olahraga yang menyenangkan atau restoran
dengan makanan enak dan sejenis itu.”
“Oh ya! Kurasa itu bagus! Kupikir kita bisa
mengeksplorasi itu semua dengan mencicipi itu dan mereviewnya, kurasa bagus!”
Isshiki tampak setuju dengan Yuigahama, tapi
entah mengapa makna kata-katanya terasa berbeda...
Mendengar pendapat mereka berdua, Yukinoshita
menggeleng-gelengkan kepalanya.
“Kalau kita punya waktu, maka itu tidak
masalah, tapi kalau melihat situasi kita, mengisi delapan halaman dengan
hal-hal tersebut membutuhkan waktu yang lama. Kita harus memikirkan jenis
artikel yang lain.”
“Apa kau punya hal lain yang terpikirkan
olehmu?” tanya Yuigahama kepada Isshiki.
Isshiki menyilangkan lengannya dan
memiringkan kepalanya. Setelah itu, dia hanya berbisik.
“...Tidak juga.”
Setelah mendengarkan jawabannya, Yukinoshita
terlihat kecewa dan Yuigahama memasang senyum yang kecut. Well, begitulah dia...
Usul dari Yukinoshita – brainstorm konsepnya
– merupakan konsep dasar. Mungkin kau bisa katakan itu adalah cara yang umum
jika hendak menerbitkan koran. Tapi, dalam kasus Isshiki, menerbitkan koran ini
harus selaras dengan tujuannya, jadi konsepnya harus setidaknya disetujui
olehnya.
Kurasa yang harus kita pikirkan saat ini
bukanlah konsep yang kita miliki, alias konsep penerbitnya, yang digunakan
sebagai dasar menerbitkan korannya, tapi konsep yang bisa menangkap perhatian
dari pembaca-pembacanya.
“Kalau kita tidak yakin bagaimana kita harus
memulainya, kenapa kita tidak mencoba menelusuri dari siapa sasaran koran ini?”
“Huh?”
Tampaknya ideku tidak bisa dipahami oleh
Isshiki. Dia memiringkan kepalanya ke kanan dan melihatku dengan tatapan penuh
tanda tanya. Sangat mengganggu...Aku ini
sebenarnya mencoba untuk menolongmu, tahu tidak...
Meski Isshiki tidak paham itu, tapi Yukinoshita pasti paham.
“Sasaran...Dengan kata lain, siapa
pembacanya?”
“Yeah. Pada dasarnya kita melihat siapa yang
akan membaca koran ini dan kita mulai menelaah apa saja yang kelompok pembaca
seperti ini suka untuk dibaca disana.”
“Pembaca...Bukankah koran ini nantinya akan
diedarkan ke kalangan warga sekolah ini saja?” tanya Yuigahama, dan Isshiki
mengangguk.
Well, kita memang tidak punya ide tentang apa
materinya, tapi ada satu hal yang pasti, yaitu koran itu akan dibagikan kepada
warga sekolah ini.
Jadi kita mulai memilah-milah berdasarkan
kelompok pembaca kita.
“Jadi kemungkinan korannya akan
didistribusikan sekitar bulan Maret, benar tidak? Itu artinya kelas 3 sudah
lulus, dan target utama kita adalah pembaca yang berasal dari kelas 1 dan kelas
2 saat ini.”
“Tergantung kapan korannya akan dibagikan,
bisa jadi kita harus mempertimbangkan target pembaca untuk siswa baru juga.”
“Oh, aku pikir juga begitu, akan ada banyak
siswa baru yang mau membaca koran seperti ini!”
“Itu benar, siswa baru kemungkinan akan
membaca ini karena ini menjelaskan banyak hal baru sedang lingkungan sekolah
mereka sendiri masih terasa asing.”
Setelah memilih siapa target pembaca kita,
maka selanjutnya adalah merencanakan apa yang harus dilakukan menurut info itu.
Yukinoshita, yang sedari tadi mencatatnya di
kertas, membuka mulutnya.
“Jika kita menarget siswa baru, maka tema
koran itu bisa tentang memperkenalkan sekolah ini dan kita bisa membuat artikel
yang memperkenalkan aktivitas harian warga sekolah...Kurasa itu bisa memberikan
kita sesuatu yang bagus.”
“Kurasa itu cukup umum, tapi itu salah satu
cara untuk mencapai tujuan kita. Kalau bisa, kita membuatnya seperti semacam
bacaan panduan bagi siswa baru, kita harusnya bisa membuat sesuatu yang bagus.”
“Ohh, itu terdengar bagus...”
Yuigahama mengatakan itu dengan terkesan.
Seperti dirinya, Isshiki menepuk kedua tangannya seperti mendapatkan hal yang
memuaskan dan setuju.
“Itu terdengar bagus bagiku! Jadi, bagaimana
kita bisa memperkenalkan sekolah?”
Isshiki menatap Yukinoshita seperti
mengharapkannya untuk menjawab itu. Tapi, Yukinoshita malah menatapnya dengan
kesal, sepertinya dia memberitahunya untuk berpikir sendiri. Oh, ternyata dia tegas juga...
Melihat tatapan Yukinoshita yang seperti itu,
Isshiki terlihat gugup. Sambil menatap Yukinoshita, dia berbicara secara
perlahan.
“Kita bisa...Mempromosikan klub-klub sekolah,
atau sejenis itu...? Mungkin?”
Isshiki mengatakan itu dengan pelan dan meremas
lengan cardigannya.
Sebaliknya, Yukinoshita hanya diam
mendengarkannya dan menatapnya seperti mempertanyakan apakah itu yang
benar-benar dia inginkan.
Dan terakhir, Yuigahama melihat ke arah
mereka berdua dengan gugup.
Kesunyian melanda ruangan ini. Tolong kalian berdua hentikan! Aku merasa
tidak nyaman ketika melihatnya, tolong beritahu saja kalau usulnya itu bagus,
tolonglah!
Meski aku tidak yakin apakah pikiranku ini tersampaikan kepadanya,
Yukinoshita tiba-tiba tersenyum.
“...Kurasa itu tidak masalah.”
Yukinoshita mengibaskan rambutnya yang ada di
bahu dan mengangguk. Isshiki terlihat seperti bernapas lega.
“Kita akan memakai itu. Oke, jadi kita akan memperkenalkan klub-klub di sekolah ini. Klub, klub...”
Yuigahama mengangguk dan mulai menulis
berbagai macam klub. Yukinoshita melihat catatan yang dibuatnya.
“Kurasa kita bisa membuat beberapa artikel
disini. Kurasa ini bisa sekitar dua halaman.”
“Kurasa akan bagus jika kita bisa menambah
lagi satu halaman untuk bagian klub.”
Delapan halaman mungkin terdengar sedikit,
tapi sebenarnya, itu banyak sekali. Ketika kau membacanya, kau tidak akan
merasa kalau itu banyak. Tapi ketika kau disuruh untuk mengisi delapan halaman,
itu akan memakan banyak sekali waktu. Bahkan mengisi satu halaman di majalah
lokal tempo hari saja sudah sangat merepotkan.
“Kau benar...Kurasa kita harus memilih satu
klub, dan membahasnya secara spesial di satu halaman penuh.”
“Sepertinya Klub Tenis paling tepat!”
“Sepertinya Klub Sepakbola paling tepat!”
Isshiki dan diriku menjawab hampir bersamaan
ketika mendengar saran Yukinoshita. Lalu kita saling menatap satu sama lain.
“Pasti itu Klub Tenis. Semua orang ingin
bergabung dengan klub itu, tahu tidak?”
Maksudku, semua orang membaca Prince of
Tennis, dan tenis juga cukup populer belakangan ini. Tapi Isshiki tampaknya
tidak terpengaruh oleh itu.
“Jelas Klub Sepakbola. Semua orang ingin
melihat itu, dan juga disana ada Hayama-senpai.” Isshiki mencoba berargumen.
M-Mmm...Kurasa
aku sudah mulai kalah ketika nama Hayama muncul...Memang benar jika ada
sebuah halaman spesial dengan foto Hayama disana akan disukai banyak
orang...Misalnya Sagami Minami, dia pasti akan mengoleksi itu. Juga ada Miura
yang akan menatap terus ke foto Hayama ketika tidak ada seorangpun yang
melihatnya. Tunggu, tidak, jika kita menampilkan foto Totsuka, semua orang
pasti akan – baiklah, kurasa itu tidak perlu ditanyakan lagi. Satu-satunya
orang yang akan senang dengan foto Totsuka hanyalah aku!
Ketika Iblis lain dari dalam tubuhku merasa
frustasi, Yuigahama melihatku dengan aneh.
“Mmm. Orang-orang mungkin akan mengkritik
kita jika kita memberikan perlakuan khusus ke satu klub saja...”
“Ahh, kurasa itu ada benarnya.”
Siapa lagi yang jeli dengan perasaan semua
orang. Itulah Gahama-san. Meski kita tidak berniat seperti itu, tapi kita tidak
tahu bagaimana pendapat orang lain. Kurasa akan lebih baik jika kita
menghindari berbagai konflik yang tidak perlu.
Tapi Isshiki, punya pendapat yang berbeda.
Kedua alisnya tampak menyatu dan dia seperti tidak setuju dengan hal itu.
“Ehh, bisakah kita tidak mempedulikan itu?”
Ohh,
ternyata dia punya tekad baja juga...Meski, “Tidak peduli apa kata Isshiki,
tapi akan ada orang yang komplain soal itu!” mungkin lebih akurat begitu.
Yukinoshita mengembuskan napasnya dan menatap
ke Isshiki.
“Tidak sesederhana itu. Koran ini akan
diedarkan atas nama OSIS SMA Sobu. Kau harus mempertimbangkan beberapa hal soal ini...Lagipula, satu-satunya orang yang akan dikritik tentang isi koran ini
nantinya adalah Ketua OSISnya, yaitu dirimu.”
Kata-katanya memang kasar, tapi nadanya itu
terdengar penuh kebaikan dan demi nama baik Isshiki.
“...Well, kurasa begitu.”
Kata-kata Yukinoshita tampaknya diterima
dengan baik oleh Isshiki yang mengangguk ketika mengatakan itu. Meski agak
sulit kukatakan, Yukinoshita seperti bersikap selayaknya seorang Senpai
baginya.
“Oh, tapi, hei, kenapa kita tidak
mewawancarai Hayato-kun? Bukankah dia ketua dari Persatuan Seluruh Ketua Klub
SMA Sobu? Jadi jika kita memuat wawancara dirinya sebagai perwakilan dari
seluruh ketua klub, kurasa tidak akan ada yang berkeberatan, benar tidak?”
Yuigahama mengatakan itu dengan nada positif,
bersikap selayaknya Senpai bagi Isshiki.
Isshiki tersenyum ceria.
“Kedengarannya bagus! Aku akan
mewawancarainya!”
“Ya, ayo kita isi satu halaman dengan
wawancara itu.”
Setelah menentukan rencana kita, hal
selanjutnya adalah mengisi halaman itu dengan detail.
Yukinoshita menulis hal-hal yang perlu diisi
seperti nama ketua, fotonya, dan komentar yang menjelaskan tentang klub
tersebut. Isshiki melihat catatan itu dan berbicara.
“Apa kita tidak akan memperkenalkan Klub
Relawan di koran itu?”
Setelah Isshiki mengatakan itu, Yukinoshita
dan Yuigahama saling menatap satu sama lain. Kesunyian melanda ruangan ini.
Lalu aku mencoba untuk mencairkan suasananya.
“Kita tidak perlu menulis apapun mengenai
klub ini.”
“Kenapa begitu?”
“Uh, begini...”
Isshiki menanyakan itu kepadaku karena penasaran
sambil memiringkan kepalanya. Karena dia menatapku secara langsung, akupun
kehilangan kata-kata. Akupun mengatakan apapun yang terlintas di kepalaku untuk
menjawabnya.
“Ayolah, akan sangat memalukan jika kau
menulis tentang klubmu sendiri, benar tidak...?” kataku.
Yuigahama mengangguk. “Ugh, itu benar...”
“Lagipula, tidak ada seorangpun yang tahu
tentang klub ini, jadi menulisnya di koran tidak akan membuat satupun orang
merasa senang.” akupun menambahkan.
Yukinoshita menaruh tangannya di dagu dan
berkata.
“Kurasa begitu, dan kita juga tidak sedang
mencari anggota baru...”
“Benarkah? Lagipula, akan lebih mudah bagi
kita jika pekerjaan kita difokuskan ke edit artikelnya saja karena itu akan
mengurangi beban pekerjaan kita.”
Meski aku mengatakan itu, aku tahu apa alasan
yang sebenarnya.
Itu karena aku sendiri tidak tahu apa yang
harus kutulis tentang klub ini. Aku sendiri tidak yakin menyebut aktivitas klub
kita ini seperti apa dan bagaimana cara menjelaskannya ke publik.
Isshiki membuka mulutnya seperti hendak
menambahkan sesuatu, tapi dia mengurungkan itu dan hanya mendesah saja.
“...Well, kalau itu alasannya, kurasa mau
bagaimana lagi.”
Untuk saat ini, sepertinya dia sudah yakin.
Isshiki lalu mengambil catatan itu. Sambil membaca catatan itu, dia melihat ke
arah Yukinoshita dan Yuigahama.
“Jadi, apa tidak masalah jika kita memakai
materi ini untuk mengisi artikel koran?”
“Ya. Juga, tentang foto-fotonya...”
Isshiki kemuadian mengambil HP-nya sambil
mendengarkan Yukinoshita.
“Oh, sebenarnya, aku sudah menyiapkan itu.
Aku sudah menyiapkan beberapa foto yang bagus di HP-ku.”
“Oh, aku ingin lihat!”
Isshiki menggeser-geser layar HP-nya
sementara Yuigahama melihat itu. Secara tidak langsung, karena Yukinoshita
terjebak diantara keduanya, Yukinoshita terpaksa melihat gambar-gambar di HP
Isshiki.
Isshiki tampak menggeser-geser layar di
HP-nya. Setiap dia menggesernya, mereka seperti terlibat pembicaraan ala gadis.
“Ini manis sekali!”
“Ini manis kan?”
“Bisakah kau geser kembali ke foto
sebelumnya? Ya, yang ada gambar kucing sedang berjemur tadi.”
Akupun mendengarkan obrolan mereka dari
tempat dudukku yang terpisah dari mereka. Untuk mengisi waktu luang, aku
bermain-main dengan HP-ku juga.
Tiba-tiba, obrolan mereka terhenti.
Melihat itu sebagai sesuatu yang janggal, aku
lalu melihat ke arah mereka. Isshiki memasang ekspresi “Oops”. Sementara Yuigahama dan Yukinoshita, hanya melihatku dengan
curiga.
“Huh, apaan...?”
“Oh, umm, ahaha, ini seperti, ku-kupikir akan
sangat bagus jika aku mencoba pergi ke tempat itu juga...”
Ketika kutanya, Yuigahama terlihat memasang
senyum yang dipaksakan. Di sebelahnya, Yukinoshita terlihat tersenyum dengan
manis kepadaku.
“...Sepertinya kau terlihat sangat menikmati
momen itu di gambar ini, benar tidak?”
Kenapa
ruangan ini terasa sangat dingin? Dingin sekali? Kira-kira apa mereka bisa
mempercepat perbaikan pemanas ruangannya?
x
x x
Clack,
terdengar suara cangkir teh yang ditaruh di piring cawannya.
[note:
satu-satunya orang yang memakai cangkir teh di klub adalah Yukinoshita Yukino.
Yui memakai mug, Iroha gelas kertas, Hachiman gelas teh.]
“Dengan begini, kurasa kita tidak perlu
khawatir mengenai foto-foto di tempat hiburan dan restoran rekomendasi.”
“Ya, kupikir begitu.”
Isshiki menjawabnya sambil menaruh kembali
HP-nya. Gambar yang diambil Isshiki waktu kita pergi bersama tempo hari
ternyata digunakan untuk artikel koran. Begitulah yang kudengar dari Isshiki
barusan. Aku tidak tahu apa yang ada di pikiran Yukinoshita dan Yuigahama, tapi
aku akhirnya bisa terbebas dari tatapan dingin mereka.
“Oke, Iroha-chan yang akan bertanggung jawab
untuk itu,” kata Yuigahama, sambil melingkari sesuatu di catatannya.
Jadi kita sudah memutuskan apa yang akan kita
lakukan. Sekarang, yang tersisa adalah membagi tanggung jawab. Tentunya, kita
juga harus membagi siapa yang menulis di halaman berapa.
Yukinoshita mengatur apa yang tertulis di
catatan itu.
“Aku akan memegang bagian layout halaman,
jadwal, dan desainnya. Yuigahama-san, kau akan bertanggung jawab untuk
mengumpulkan data klub, dan berkomunikasi dengan mereka.”
“Oke!” Yuigahama menjawab itu dengan ceria
sambil mengangguk.
Lalu, Yukinoshita menatapku. “Sedang
Hikigaya-kun...”
“Cameraman, oke.”
Cameraman, tugasnya mengambil foto-foto dari
tiap klub. Itu artinya aku punya alasan yang legal untuk mengambil foto
Totsuka. Saking termotivasinya, aku mengatakan, “Serahkan cameraman kepadaku! scratch scratch!”
Tapi jawaban Yukinoshita sangat dingin.
“Kau akan menangani bagian penulisannya,
latar, foto, perencanaan, produksi, humas, akuntansi, dan kegiatan harian.”
Ngomong-ngomong
soal banyak...Bahkan ada beberapa pekerjaan yang tidak perlu disana. Akupun
menatap dengan penasaran dan Yukinoshita membalasku.
“Apa kau merasa tidak puas dengan sesuatunya?”
Tidak
sesuatu lagi, tapi semuanya. Kemudian, Yuigahama menepuk pundak
Yukinoshita.
“O-Oke, oke, Yukinon. Kita sudah selesai
dengan bagian info-info restoran dan artikel lainnya, jadi...”
Ketika Yuigahama mencoba menengahi,
Yukinoshita terlihat masih memiliki ekspresi yang keberatan di wajahnya. Dia
lalu mendesah dan mengibaskan rambutnya ke samping.
“...Itu benar. Kalau begitu, Hikigaya-kun
akan bertanggungjawab dengan tulisan dan kegiatan harian.”
“...Oke.”
Aku mengangguk, sambil mengatakan “Beres bos!” dengan membuat tanda ‘peace’. Well, kalau membahas tentang
menyatukan berbagai tulisan, aku adalah pilihan yang tepat untuk hal kecepatan.
Aku bisa menduga kalau Yuigahama dan Isshiki akan membuat banyak sekali typo
sementara tulisan Yukinoshita akan terlihat kaku dan tidak memiliki kesalahan.
[note:
Dalam festival budaya, Hachiman diserahi tugas yang hampir mirip dengan ini
oleh Yukino.]
Setelah kita membagi tugas kita, ini artinya
kita sudah siap untuk bekerja, dan Isshiki tiba-tiba mengangkat tangannya.
“Umm, kalau aku tugasnya apa?”
“Bukankah secara otomatis kau ini menjabat sebagai
Pimpinan Produksi?”
“Ohhh...Kedengarannya keren.”
Yukinoshita mengatakan itu sementara
Yuigahama bertepuk tangan karena kagum. Well, Isshiki sebenarnya adalah orang
yang membawa requestnya, jadi normal jika dia diberi posisi yang memiliki
tanggungjawab terbesar. Jadi Ibu Pimpinan Produksi yang terhormat ini tampaknya
tidak sadar akan hal itu dan memiringkan kepalanya.
“Apa tugas dari Pimpinan Produksi?”
Setelah mendengarkan itu, Yukinoshita
mendesah.
“Begini...Pertama, kau harus mengurus ijin
untuk menampilkan semua informasi dan foto yang akan muncul di koran.”
“Ya! Aku akan melakukannya!”
Respon Isshiki sangat ceria, mungkin itu
bukti kalau dia benar-benar akan melakukannya dengan serius. Untuk
mengkonfirmasi itu, Yukinoshita menambahkan lagi.
“Juga, kau harus memastikan jalur
distribusinya. Apa kau sudah memutuskan akan dibagikan dimana korannya?”
“Kurasa tempat seperti di depan Sekretariat
OSIS, depan Ruang Guru, dan tempat-tempat yang sering dilewati orang?”
“Kalau begitu, segera urus ijin untuk
menggunakan tempat-tempat itu.”
“Ya! Aku akan pergi dan bertanya ke
Hiratsuka-sensei.”
“Juga bisakah kau fotokopi dokumen-dokumen
ini ketika kembali kesini?”
Yukinoshita memberikan Isshiki
catatan-catatannya. Isshiki menerima itu dan menepukkan itu ke dadanya dan
memberi hormat.
“Ya, saya mengerti Bu! Tunggu dulu, bukankah
ini kertas-kertas berisi daftar pekerjaan kalian, mana punyaku?”
Ohh,
dia sadar rupanya.
“Pekerjaanmu itu adalah mengawasi dan
mereview semua situasinya, bernegosiasi dengan pihak ketiga, memeriksa hasil
akhir pekerjaan semua orang, dan membantu jika dibutuhkan.” Yukinoshita
menjelaskan itu.
Isshiki terlihat bernapas lega dan berdiri.
“Oke, kalau begitu aku akan memberitahu dulu
Hiratsuka-sensei.”
“Tolong lakukan itu.”
Ketika dia hendak keluar ruangan, tepat
ketika hendak melewatiku, dia menarik lenganku.
“Ayo kita pergi, Senpai.”
“Apa?!...Pergilah sendiri!”
“Ayolah, Senpai. Kalau Senpai ada disana,
Senpai bisa menjadi penolak bala
bagiku – maksudku, aku mungkin akan mengatakan sesuatu yang diluar dugaan, tahu
tidak!? Aku benar-benar bergantung padamu, Senpai!”
Kau
harusnya membetulkan sendiri kata-katamu...Tapi seperti kata Isshiki, aku
mungkin punya reputasi sebagai penolak
sial. Jika kehadiranku disana membuat percakapannya menjadi lancar, kurasa
aku harus pergi kesana juga.
“Ya sudah, ayo pergi.”
Akupun melepaskan lenganku dari tangannya dan
berdiri dari kursiku. Dan kemudian, tiba-tiba Yuigahama juga berdiri dari
kursinya.
“Oh, aku akan pergi juga!”
“Ya ampun...Kurasa aku akan ikut juga,
sekalian menjelaskan dokumennya.”
Yukinoshita mendesah dan berdiri.
“Oke! Ayo kita semua pergi bersama!”
Yuigahama memegangi lengan Yukinoshita dan
Isshiki, menarik mereka untuk berjalan menuju pintu.
Mmm,
itu bisa membuat lorong yang dingin menjadi sedikit hangat.
Well, jika ketiganya ada disana, kurasa aku akan berdiri dan tidak
melakukan apapun disana. Akupun mengikuti mereka bertiga dari belakang dan kami
meninggalkan klub.
x
x x
Kami masuk ke Ruang Guru dan menuju meja
Hiratsuka-sensei.
Diantara seluruh meja di ruangan ini, mejanya
adalah meja yang paling berantakan. Dia sedang mengetik sesuatu di komputer.
Secara bersamaan, ada semangkuk mie di sebelahnya, seperti berasal dari
restoran cepat saji. Wow, dia sedang
memakan sesuatu lagi...
“Hiratsuka-sensei.”
“Hmm? Ohh, Hikigaya. Kenapa semua orang ada
disini?”
“Kami ingin mendiskusikan sesuatu dengan
Sensei...”
“Hmm? Mmm...”
Hiratsuka-sensei menatap sejenak ke mangkuk
mienya dan berpikir.
“Tidak masalah jika Sensei mendengarkan kami
sambil memakan itu,” kata Yukinoshita.
“Begitu ya? Kalau begitu maaf ya.”
Hiratsuka-sensei mengatakan maaf dan
mengambil mangkuk mienya. Lalu dia mengambil sumpit di dekatnya.
“Jadi, apa yang ingin kalian diskusikan?”
Hiratsuka-sensei mengatakan itu sambil memakan mienya.
“Umm, kami berpikir untuk menerbitkan koran
yang gratis.”
“Koran, gratis...?”
Isshiki kemudian menjelaskan detail
rencananya. Yukinoshita lalu sesekali memotong ketika ada penjelasan yang
kurang tepat sambil menunjukkan dokumen, pamflet, dan keterangan yang tertulis.
“Kami sudah menghitung biayanya, dan
diperkirakan kas kami cukup untuk membiayainya. Kami hanya memiliki ide kasar
tentang artikel yang akan diterbitkan, tapi inilah yang kami miliki saat ini.”
“Mmmhmm.”
Hiratsuka-sensei melihat dokumen-dokumen itu
dengan antusias sambil memakan mienya. Setelah dia membaca seluruh dokumen itu,
tampaknya dia sudah menangkap sebagian besar rencananya.
“Well, aku sendiri tidak ada masalah dengan
ide ini...Tapi tidak bisakah ini dilakukan dengan mesin stensil dan straw
paper?”
[note:
Sensei berpikir alternatif yang lebih murah. Tentunya, dua hal di atas
dilakukan percetakan di jaman dulu.]
Setelah dia bertanya itu, Yuigahama
memiringkan kepalanya.
“Straw paper?”
“Huh? Mesin stensil?”
Isshiki menatap Hiratsuka-sensei dengan penuh
tanda tanya, atau mungkin, tatapan yang kurang sopan. Ya ampun, gadis ini punya sikap yang buruk...
Kalau ini Hiratsuka-sensei yang biasanya, dia akan menceramahi
mereka, tapi dia sepertinya tidak dalam mood
yang baik untuk itu.
“Oh, jadi kalian tidak tahu apa itu...?”
Ketika dia mengatakan itu, sebuah senyum yang
penuh depresi terlihat di wajahnya.
“Sebenarnya saya tahu itu, tapi saya sendiri
belum melihatnya secara langsung selama ini...”
“Kupikir begitu...”
Yukinoshita mengatakan itu dengan lemah
seperti sudah tahu kalau topik ini akan memunculkan peti mati bagi Hiratsuka-sensei.
Well,
kita sendiri tidak bisa melakukan apapun mengenai kemajuan teknologi dalam
bidang percetakan. Lagipula, sangat mencurigakan kalau Sensei tahu soal mesin
stensil...Jangan salah paham, bukannya aku tahu umurnya berapa atau semacamnya,
oke?
Seorang guru wanita dengan usia yang misterius – mungkin sekitar
30-tahunan – memakan mienya.
“Well, silakan saja lakukan apa yang kalian
inginkan.”
Setelah itu, dia mulai memakan mienya dengan
ekspresi yang lebih suram...
x
x x
Setelah memperoleh ijin dari
Hiratsuka-sensei, kita langsung bekerja.
Dalam memenuhi tugasku, aku meminjam laptop
dan mulai mengetik di keyboardnya.
Lalu, Yukinoshita berjalan ke arahku dan
berbicara kepadaku.
“Hikigaya-kun, ada waktu sebentar?”
“Mmm,” jawabku.
Yukinoshita duduk berseberangan denganku dan
menunjukkan contoh halaman koran itu. Di contoh halaman itu, ada contoh layout
dan isi artikelnya.
Menggunakan ujung pena miliknya, dia menunjuk
salah satu sudut kertas itu.
“Jadi, masalah kita adalah bagaimana kita
mengisi sampulnya.”
“Bukankah akan lebih mudah jika kita memakai
gambar yang sudah jadi daripada kita mendesain sendiri?”
“Apa gambarnya itu ditutupi kata-kata atau
kata-katanya tidak bercampur dengan gambar?”
“Ahh, mungkin akan bagus jika kita membuat
sampulnya mirip seperti majalah Times atau Forbes?”
“Ya, kurasa itu akan menjelaskan isi dari
koran itu, kurasa itu sangat bagus.”
“Jangan lupa, itu bisa menghemat tenaga kita
juga.”
Ketika kita berdua terlibat dalam sebuah
diskusi, aku merasa ada yang melihatku dari kejauhan. Ketika kulihat, Isshiki
sedang melihat ke arah kita.
“Sebenarnya, apa yang mereka bicarakan sih...?”
“Ah, benar kan!? Itu yang kupikirkan selama ini!”
Yuigahama mengatakan itu sambil berusaha
melirik ke arah meja. Apa dia senang
karena dia punya teman saat ini? Dua sahabat itu, sebenarnya sedang membuat
daftar pertanyaan wawancara yang akan ditanyakan ke setiap klub. Kami
menyerahkan itu kepada mereka karena Yukinoshita dan diriku harus mendiskusikan
hal ini.
Yukinoshita lalu menambahkan coretan di
kertas itu. Lalu dia tiba-tiba berhenti dan menyentuhkan penanya ke pipi.
“Sekarang kita sudah selesai mengenai
sampulnya seperti apa, tapi kita ada masalah baru, foto siapa untuk sampulnya?”
“Kenapa tidak pakai foto Isshiki saja?
Bukankah dia Ketua OSIS SMA Sobu?” Akupun menunjuk Isshiki dengan jari
telunjukku.
Isshiki lalu mengibas-ngibaskan tangannya.
“Huh? Maksudmu foto gravure? Maaf ya, tapi
aku kurang bagus jika memakai pakaian renang.”
[note:
Gravure ini bisa diartikan tampilan sexy atau foto pribadi. Jangan tanya saya
soal saya tahu ini dari mana!]
“Kau pikir aku mau melihat itu di sampul
koran? Lagipula, tidak ada yang mengharapkan itu darimu.”
Memangnya
apa lagi hal yang kau anggap tidak bagus...? Well, kelicikan dirinya itu
adalah salah satu bagian dari sifat lugunya, kurasa aku tidak tahu apa
maksudnya mengatakan itu. Tapi, orang-orang seperti diriku ini sudah didesain
untuk tidak begitu saja percaya dengan kata-kata seperti kemurnian, amatir, dan
juga cermin ajaib.
“...Oh yang benaaar?”
Kupikir topik ini mulai mengarah ke jalan
yang salah, suara Isshiki berubah menjadi dingin, dan tatapan matanya menajam.
Dia lalu menyilangkan tangannya dan berpikir. Tiba-tiba, ada senyum yang kurang
menyenangkan muncul darinya seperti sudah menemukan sesuatu. Dia lalu
mengatakan sesuatu dengan ceria.
“Ya ampun, jadi kau mengharapkan foto ‘itunya’ siapa? Ohhh, mungkinkah foto itunya Yui-senpai?”
“Wh-Whoa! Mu-Mustahil! Aku jelas tidak bisa
melakukan itu, pasti begitu!”
Isshiki mendorong Yuigahama. Itu
mengakibatkan efek lanjut seperti dadanya terdorong ke depan dan ada sesuatu
yang bergoyang-goyang diantara dada dan kerahnya. Meski tatapanku auto-fokus
kesana, aku tetap memaksakan diriku untuk memalingkan pandanganku.
Aku
tidak akan kalah! Umat manusia tidak akan kalah oleh hawa nafsu.
Karena menghadapi kesulitan yang luar biasa ketika berusaha
memalingkan pandanganku, akhirnya aku mencoba menatap mata Yuigahama. Wajahnya
memerah dan dia memegangi bahunya seperti berusaha menyembunyikan tubuhnya.
“Ah, umm...Sa-Sangat memalukan melakukan hal
itu...Dan aku juga tidak ingin orang-orang melihatku, dan sejenis itu...”
Yuigahama yang memerah mengatakan itu dengan
gugup. Setelah itu, dia melihatku dengan emosi.
Jujur ya, jika kita menampilkan foto dia
berpakaian seperti itu di sampul, aku sangat yakin kalau akan ada kumpulan
orang-orang yang merasa sangat berbahagia melihatnya, tapi aku tidak begitu.
Maksudku, lihat orangnya saja, dia sendiri tidak setuju, mengerti?
“Well, uh, yeah...Aku sendiri tidak akan
memasang foto seperti itu di koran.”
“Be-Benarkah...? Untunglah.”
Tekanan tampaknya sudah menghilang dari
Yuigahama. Begitu juga diriku, akupun bernapas dengan lega.
Tapi setelah itu, aku terpikirkan sesuatu
tentang topik ini.
“Ngomong-ngomong, gravure itu tidak selalu
berarti tentang foto memakai baju pantai. Misalnya apa itu, rotogravure? Itu
juga bisa dibilang gravure juga, kupikir begitu.”
Benar
tidak, Yukipedia-san? Akupun melihat ke arah Yukinoshita, dan dia sedang
memegangi tali pita dasinya. Ketika kedua mata kami bertemu, dia tampak
terkejut dan memalingkan pandangannya. Dia lalu mengikat kembali pitanya.
“...”
Aku bisa mendengar suara desahannya yang
sangat dalam. Bisakah kau tidak menjadi
pendiam dalam situasi seperti ini...?
“Ngomong-ngomong, fotomu yang memakai seragam sekolah kurasa cukup.
Oke, selanjutnya. Yukinoshita, mengenai sampul belakangnya bagaimana?”
Akupun bertanya ke Yukinoshita, merubah
topiknya. Lalu dia melihatku sejenak dan berpikir. Meski dia tidak meresponku,
kurasa dia bisa mendengarku dengan baik. Jadi aku terus melanjutkan itu.
“Apa kita akan menampilkan iklan? Seperti
bola-bola kaca misterius, atau bagaimana agar bisa membaca cepat, atau
peralatan yang bisa memperkuatmu, atau produk-produk kesehatan?” tanyaku sambil
membayangkan betapa lucunya jika ada gambar Zaimokuza bermandikan lautan
kata-kata di belakang koran. Tiba-tiba, Yukinoshita membuka mulutnya.
“Membuat sampul belakang sebagai tempat iklan
kurasa tidak realistis. Mungkin bisa dipertimbangkan jika koran ini akan terbit
secara rutin, tapi karena kita hanya menerbitkannya sekali, kurasa tidak
memungkinkan. Kita juga tidak punya sponsor untuk itu, jadi kita harusnya
mengisi itu dengan teks.”
Tatapannya masih terfokus ke kertas-kertas
yang ada di atas meja. Akupun berpikir sejenak.
“Jadi kita akan mengisinya dengan kolom
komentar dari siswa atau editorial koran...Kurasa kalau itu kita bisa.”
“Ya, itu bisa,” jawab Yukinoshita.
Dia terus mengerjakan sesuatu dengan
tangannya, tapi dia terus memalingkan wajahnya dariku. Tidak seperti biasanya,
suara gesekan pena darinya terdengar lebih keras.
Apa dia
masih memikirkan kejadian barusan...Dia harusnya tidak perlu terganggu soal
itu...
Kurasa
kau akan baik-baik saja! Kau masih punya harapan! Maksudku, secara genetis!
x
x x
Sekarang, tugasku adalah menuliskan hal-hal
yang berhubungan dengan ini dan sebagai cameraman. Kenyataannya, aku sendiri
harus melakukan wawancara dengan setiap klub. Dengan deadline yang sudah
mendesak, tim wawancara dibagi dua. Isshiki bersama diriku, sementara tim lain berisi
Yuigahama dan Yukinoshita. Melihat skill komunikasi tiap orang dan kemampuan
akademis masing-masing, well, kurasa pembagian timnya cukup adil. Isshiki dan
aku bertugas ke klub pria, sedang Yuigahama dan Yukinoshita ke klub gadis...
Klub pertama yang kita wawancarai
adalah...
Pastinya Klub Tenis!
Tim Yuigahama sudah berangkat ke klub
lainnya, jadi Isshiki dan aku mendatangi lapangan tenis ditemani oleh tiupan
angin laut yang menemani latihan mereka.
“Caramu menerima bola agak lamban! Kau bisa
melakukan yang lebih baik dari itu!”
Suara manis yang menggema dari lapangan tenis
itu berasal dari Ketua Klub Tenis, Totsuka. Sambil menaruh raket di bahunya,
dan tangan lainnya di pinggang, dia berteriak untuk memberitahu juniornya yang
sedang berlatih. Tampaknya dia sudah terbiasa untuk menjadi kapten tim.
Setelah sampai di lapangan tenis, Totsuka
menyadari kehadiran kami. Dia berlari ke arah kami sambil melambaikan tangannya.
“Hachiman! Halo juga, Isshiki-san.”
“Halo yang disana, maaf sudah menyita waktumu
untuk hari ini.”
“Maaf sudah memotong waktu latihanmu.”
Mengikuti Isshiki yang menyapanya dengan
membungkuk, aku hanya mengibaskan tanganku untuk menyapa Totsuka.
“Ah, tidak juga! Umm, kau sedang mengambil
foto, benar tidak? Silakan ambil foto sepuasnya.”
Totsuka mengatakan itu sambil melemaskan
tangan-tangannya dan melihat ke arah lapangan tenis. Dia lalu memalingkan
kepalanya ke arah kami dan tersenyum.
Yep,
aku sudah siap untuk mengambil fotomu!
“Baiklah, ayo kita mulai...”
Karena Totsuka terlihat sangat manis ketika
melakukan pemanasan seperti itu, akupun mulai mengambil fotonya. Aku mengambil
jarak yang pas dan mengambil foto. Ketika melakukan itu, Totsuka tampak
kebingungan – akupun terus mengambil fotonya. Dia sangat manis ketika bingung,
jadi akupun mengambil fotonya lagi. Ketika aku hendak mengambil foto lagi, dia
membuka mulutnya karena heran.
“Umm...Bukankah Hachiman harusnya mengambil
foto latihan Klub Tenis di lapangan?”
“Ya, kau benar. Benar sekali, tapi kita perlu
foto Kaptennya juga.”
Akupun mengatakan itu kepadanya, seperti
memaksakan sesuatu. Totsuka tiba-tiba merasa malu mendengar kata-kataku.
“Be-Benarkah...? I-Ini agak
memalukan...Mmm...”
Totsuka menaruh tangannya di pipinya untuk
menyembunyikan rasa malunya karena fotonya sedang diambil. Tapi setelah dia
menatap ke arah lapangan tenis, dia mengatakan sesuatu.
“Tapi kuharap kita bisa mendapatkan anggota
baru jika siswa baru melihat ini...”
“Itu benar, kemungkinan para siswa baru itu
akan mempertimbangkan foto ini untuk memutuskan akan memilih klub apa.”
Ketika Yuigahama membuat janji dengan seluruh
klub, kita juga memintanya untuk memberitahu tujuan dari koran ini. Bagi setiap
klub, ini adalah peluang emas untuk mempromosikan klub mereka. Ketika aku
meresponnya, Totsuka terlihat sudah siap.
“A-Aku akan melakukan yang terbaik...”
Lalu dia mengepalkan tangannya di depan dadanya
dan terlihat sangat termotivasi.
“Y-Yeah...? Baiklah, ayo kita lakukan yang
terbaik!”
Kurasa tidak masalah jika aku bisa meyakinkan
Totsuka, tapi entah mengapa, aku mulai merasa seperti sudah membohonginya agar
bisa difoto. Perasaan bersalah
ini...Tunggu, tunggu dulu. Ini bukanlah perasaan bersalah, tapi...Tidak
bermoral! Sial, tapi ini sudah kepalang tanggung, aku tidak boleh mundur!
“Baiklah, ayo kita buat gambar-gambar gila.”
“Yeah!”
Setelah mendengarkan jawabannya yang
antusias, aku mempersiapkan kameranya.
“Bisakah kau berpose dengan mengayunkan
raketmu?”
“Te-Tentu.”
Akupun mengambil foto dari arah bawah Totsuka
yang sedang mengayunkan raketnya, kuambil secara beruntun sehingga terlihat
seperti gerakan lambat Totsuka mengayunkan raketnya. Aku bahkan berhasil menangkap
gambar Totsuka yang hampir kehilangan keseimbangan. Gambar bagus!
Akupun mengambil gambar Totsuka sesuka hatiku
dan melanjutkan ke tahap selanjutnya.
“Selanjutnya, bisakah kau memeluk raketmu?”
“Tentu...Hmm?”
Totsuka terlihat bingung sambil memegangi
raket di dadanya. Disitulah aku mulai mengambil beberapa foto secara beruntun,
gambar yang spektakuler, bahkan ini bisa dimasukkan foto yang panoramic. Sekalian saja, mari kita
lemparkan handuk ke arahnya. Ini bagus,
bagus sekali. Mari kita ganti dengan pose yang lebih berani, benar tidak?
Akupun terus mengambil fotonya. Disampingku, Isshiki terlihat kesal melihat
sikapku.
“Senpai, bukankah kau sudah mengambil banyak
sekali foto?”
“Benarkah? Well, kurasa begitu.”
“Ya.” Isshiki mengangguk. Benar sekali,
kata-katanya memang masuk akal.
“Kurasa kau benar. Kupikir kita sudah punya
banyak fotonya dengan raket. Mari kita ambil fotonya yang tanpa memegang raket.”
Akupun tidak mempedulikannya, aku lalu
memikirkan pose selanjutnya.
“Totsuka, bisakah kau melakukan ini?”
“...Tentu.”
Respon Totsuka terlihat lemah, kupikir dia
sedikit kelelahan. Aku tahu ini. Dia bereaksi seperti kucing di rumahku yang
kehilangan energi karena terlalu banyak berpose. Dengan kata lain, dia sangat
manis sekali!
Mendengarkan instruksiku, Totsuka menaruh
raketnya dan jongkok di bawah sambil memegangi kedua lututnya. Akupun mengambil
fotonya dari depan dan samping. Aku bahkan mengambil foto dengan posisi
kepalanya yang berbeda-beda meski posenya sama. Tapi ekspresinya, terlihat berada
diantara tersenyum dan kebosanan.
“H-Hachiman...Apa kau masih mau mengambil
lagi?”
Totsuka mengatakan itu dengan senyum yang
dipaksakan dan suara yang lemah.
“O-Oh, benar...”
Kurasa Totsuka mulai kelelahan. Apa yang
harus kita lakukan...? Sesuatu terpikirkan olehku.
“Kita istirahat dulu.”
“Jadi kau masih ingin lanjut...” Bahu Totsuka
terlihat menurun.
Yep,
jadi ini keputusan yang tepat untuk istirahat sejenak. Untuk menyiapkan
sesi selanjutnya, akupun melihat layar kamera itu dan memeriksa fotonya
satu-persatu. Lalu aku menyadari satu hal yang penting.
“Isshiki.”
Akupun memanggil Isshiki, yang sudah menyerah
kepadaku dan hanya melihat kami berdua dari kejauhan. Dia lalu berjalan ke
arahku dengan ekspresi yang kesal.
“Ya?”
“Apa kau punya kartu memori lain yang masih kosong?
Kartu memori di kamera ini sepertinya sudah penuh.”
“Memangnya Senpai sudah mengambil berapa
banyak foto...?”
“Aku sebenarnya tadi juga sudah menghapus
beberapa foto yang tidak penting juga...” kataku.
Isshiki terlihat kesal dan menarik lenganku.
Dia lalu menarikku pergi dari lapangan tenis.
“Kita sudah punya cukup foto disini!
Totsuka-senpai, terima kasih banyak,” kata Isshiki.
“Ah, tentu. Terima kasih juga kepada kalian,
benar-benar terima kasih banyak.”
Totsuka tersenyum dan membalas balik, dia
sedari tadi mungkin kurang senang karena dari tadi duduk di lantai sambil
memegangi lututnya.
Maksudku jika mungkin, aku ingin mengambil
fotonya yang tersenyum, tapi dengan Isshiki yang menarik lenganku, ternyata
keinginanku itu hilang begitu saja. Setidaknya, senyumnya itu akan menjadi foto
yang akan terus tersimpan di dalam hatiku.
x
x x
Isshiki terus menarik lenganku dan tidak lama
kemudian, kita sampai di Klub Sepakbola.
Lapangan sepakbola berada di sebelah lapangan
tenis, jadi tidak bisa dikatakan jauh juga. Mungkin kutambahkan pula, kalau aku
tidak tertarik dengan satupun hal yang ada di Klub Sepakbola itu.
Kupikir kita akan mengambil dua atau tiga
gambar saja disini, tapi ternyata Isshiki tidak mau begitu.
“Ohh, tolong fokus untuk mengambil foto
Hayama-senpai disana. Oh, benar begitu, ya ambil lagi!”
Isshiki menepuk pundakku dan mengarahkanku
untuk mengambil foto di momen-momen tertentu. Setelah itu, kami memeriksa
hasilnya satu-persatu.
“Biar kulihat dulu...Oh, beberapa foto ada
gambar Tobe-senpai, jadi kuhapus saja foto itu ya?” katanya sambil menghapus
foto itu. Lalu dia mengembalikan foto itu kepadaku.
Oh
ayolah, memangnya kenapa? Itu hanya Tobe...Tahukah kau kalau tidak akan ada
satupun orang yang peduli apakah dia ada di gambar atau tidak?
Adegan ini terus berlanjut untuk beberapa saat, jadi kita sebenarnya
tidak membuat sebuah perkembangan disini.
“Hei, ini cukup, bukan? Memori yang tersisa
tidak cukup...”
“Dan Senpai pikir itu salah siapa hingga
memorinya tidak cukup?” Isshiki mengembungkan pipinya dan menatapku.
Aku tidak bisa menyangkalnya. Pada akhirnya,
aku terpaksa menurutinya dan terus mengambil gambar latihan Klub Sepakbola
hingga mini-game mereka selesai.
Setelah berakhir, Hayama berjalan ke arah
kami berdua.
“Hayama-senpaaaai!” Isshiki berteriak sambil
melambaikan tangannya.
Hayama melambai balik.
“Jadi kudengar dari Yui kalau kau sedang
membuat koran gratis atau sejenisnya? Kau selalu melakukan semua request yang
diberikan orang lain, huh?”
Hayama memasang senyum yang menyegarkan
bercampur dengan rasa kagumnya.
“Kan
sudah kubilang kalau klubku adalah klub yang semacam itu. Aku tidak ingin
mendengar itu dari seseorang yang sengaja menghentikan latihannya lebih awal
hanya untuk diwawancarai. Maaf sudah menyita waktumu.”
“Caramu berterimakasih sungguh aneh.” Dia
menaikkan bahunya dan tersenyum. Lalu, dia melihat ke arah halaman sekolah. “Disini
dingin, benar tidak? Bagaimana kalau kita lakukan wawancara disana?”
“Oh oke.”
Karena halaman sekolah itu dikelilingi oleh
gedung-gedung sekolah, itu memblokir tiupan angin yang dingin. Dengan senyum yang
ceria, Isshiki mengarahkan kami menuju tempat yang bagus. Tempat dimana ada
mesin penjual minuman dan bangku untuk duduk. Isshiki duduk disana dan menepuk
tempat kosong disampingnya, memberitahu kami untuk duduk disana.
Dasar
licik...
Akupun tahu maksudnya dan meminta Hayama
untuk berjalan terlebih dahulu, sedang aku sendiri membeli dua kaleng kopi
hitam dan sekaleng teh hitam dari mesin penjual minuman. Sambil melempar-lempar
kaleng itu dari tanganku karena panas, aku lalu duduk di seberang Hayama.
“Aku cuma ingin mengatakan sesuatu di luar
topik. Kau ternyata sangat jago dalam hal itu, benar tidak?”
Aku lalu melemparkan sekaleng kopi ketika
mengatakan itu. ketika Hayama menerima itu, dia tampak terkejut. Lalu dia
mengembuskan napasnya dan tertawa sinis. Dengan nada yang mengejek, dia
berkata.
“Apa kau mencoba bersarkasme?”
“Aku hanya ingin memujimu saja. Aku
sebenarnya tidak peduli soal itu, tapi kami sangat mengandalkanmu untuk itu.”
“...Well, aku akan memberikan yang terbaik dariku
agar bisa memenuhi ekspektasimu,” Hayama mengatakan itu dan tersenyum. Dia lalu
menaikkan tangannya ke arahku dan menghadap ke Isshiki.
“Okeeeee, ayo kita mulai wawancaranya!”
Isshiki mulai menyalakan aplikasi merekam di
HP-nya dan menaruhnya di dekat kaleng tehnya. Akupun mengambil dua langkah ke
belakang dan mulai mengambil gambar. Dari kamera ini, aku melihat sosok Hayama
Hayato yang semua orang tahu. Tapi, Hayama yang baru saja tersenyum kecut dan
becanda terlihat berbeda dari yang biasanya.
x x x
ANALISIS
Ini hanya bagian analisis saya sebagai penerjemahnya. Bukan analisis yang 100% benar dan anda tidak harus mempercayai itu. Jika anda punya keyakinan sendiri tentang apa yang terjadi, anda skip saja bagian ini. Atau jika mau, anda bisa menulis analisis anda sendiri di komentar.
Pertama, foto apa yang membuat Yui dan Yukino terdiam? Foto itu ada di HP Isshiki. Di volume 10.5 chapter 2, Isshiki meminta pelayan kafe untuk memotretnya bersama Hachiman memakai HP miliknya. Jelas, itu adalah foto Isshiki-Hachiman di kafe dekat Stasiun Chiba, tempat yang sama dimana Wakil Ketua OSIS dan Sekretaris OSIS berkencan. Yui sebenarnya juga memiliki foto bersama Hachiman, tapi mereka berdua sedang memakai seragam, tepatnya darmawisata Kyoto di vol 7. Sedang foto Isshiki-Hachiman sedang memakai baju bebas, artinya mereka dalam posisi kencan.
Setelah Isshiki menjelaskan kalau itu bukan kencan dan hanya survei materi koran, tatapan dingin Yui dan Yukino berhenti. Tapi, Yukino tetap kesal dengan Hachiman, terlihat dari bagaimana caranya memberi tugas ke Hachiman. Sedang Yui, tidak mempermasalahkan hal itu lagi.
Kedua, mengapa Yui berusaha menenangkan Yukino yang masih cemburu soal foto Hachiman-Isshiki? Bukankah Yui juga harusnya kesal? Mengapa Yui seolah-olah memaklumi sikap cemburu Yukino? Kita juga harus ingat timeline chapter ini ada di awal Februari. Adegan UKS vol 10 chapter 7 ada di akhir Januari. Yui kemungkinan besar menyimpulkan kalau baik Hachiman-Yukino memiliki semacam komitmen bersama, dimana dirinya merasa tidak perlu ikut campur lebih jauh lagi.
Ketiga, sadar atau tidak, Watari berusaha sarkasme dengan pengandaian Yui atau Iroha memakai baju renang. Juga ditegaskan dengan monolog Hachiman yang autofokus dada Yui. Ini mengulang adegan volume 4 chapter 6 di sungai, bukit perkemahan Desa Chiba. Hachiman pasti akan auto-fokus ke dada Yui lagi. Lucunya, adegan auto-fokus ke dada Yui ini berulang kali ditampilkan di LN. Misalnya vol 1 chapter 3, vol 1 chapter 7, vol 4 chapter 6, vol 7 chapter 5, vol 7.5 side B, vol 10 chapter 2, dll. Entah apa maksudnya Watari secara konsisten menulis appeal Yui adalah dadanya di mata Hachiman.
Keempat, Hachiman dalam monolognya tahu kalau Yukino merasa minder dengan ukuran 'dadanya' (pura-pura membetulkan dasinya). Juga Hachiman mengatakan Yukino harusnya tidak perlu terpengaruh oleh itu, apakah itu artinya Hachiman menyukainya bukan karena bentuk fisiknya? Juga ada keyword lagi dari Watari, yaitu ketika Hachiman dalam monolognya mengatakan Yukino ada harapan, secara genetis. Itu adalah kata-katanya di volume 4 chapter 6, adegan sungai. Waktu itu Hachiman tetap terpesona oleh Yukino meskipun memakai semacam kain yang menutupi tubuhnya.
Terakhir, apa sih maksud percakapan terselubung Hachiman dan Hayama? Sebenarnya ini mudah. Pertama Hayama tahu kalau Hachiman mencoba sarkasme, tapi Hachiman mengatakan itu adalah pujian. Karena sarkasme, pujian itu sebenarnya sindiran. Lalu apa maksudnya sindiran Hachiman dengan mengatakan "Kau ternyata sangat jago dalam hal itu". Untuk mengetahui itu, kita harus tahu kalau percakapan mereka ini tentang apa dahulu.
Kuncinya ada di awal percakapan, Hayama mengatakan hal yang sama seperti di volume 10 chapter 4, yaitu Hachiman selalu bekerja berdasarkan request. Juga, Hachiman menjawab hal yang sama, yaitu klubnya memang seperti itu. Watari memberikan clue kalau ini tentang sesuatu yang ada hubungannya dengan volume 10.
Lalu, kita membahas sindiran Hachiman, yaitu Hayama sangat jago. Apa yang membuat Hayama terlihat seperti ahli dalam sesuatu? Jika kita membicarakan ahli, maka dia mengerjakan itu seperti sebuah rutinitas harian baginya, dalam hal ini, sebuah rutinitas bagi Hayama selama ini. Jadi apa yang selalu dilakukan Hayama secara berulang-ulang?
Ingat, ini adalah sindiran, artinya ini hal yang negatif. Saya hanya bisa menangkap satu hal, yaitu Hayama suka menggadaikan kepercayaan orang. Pertama kasus gosip pacaran Yukino-Hayama waktu SD, Yukino mengakui kalau Hayama temannya. Tapi Hayama tidak mau terlibat dalam menyelesaikan masalah gosip itu, tentunya karena Hayama menyukai gosip itu. Kedua, kasus backstab Tobe di darmawisata. Tobe menganggap Hayama teman baiknya selama ini. Ketiga, kasus hubungan Miura-Hayama. Hayama hanya memanfaatkan status Miura sebagai Ratu SMA Sobu, sedang Miura berpikir kalau Hayama benar-benar tulus mau berhubungan dengannya.
Lalu, apa hubungannya dengan Hachiman? Bukankah ini bukan urusannya? Ada satu momen dimana Hachiman sangat kesal ke Hayama, bahkan menyebut Hayama bajingan! Ya, volume 10 chapter 9. Hayama memberikan nomor Hachiman begitu saja ke Haruno.
Lalu mengapa Hachiman hanya menyindirnya saja, kenapa tidak menegur Hayama? Ingat, Hachiman dalam chapter ini mengatakan "Kami sangat mengandalkanmu". Ini adalah off-topic dari masalah wawancara, jadi kami ini merujuk ke siapa? Kami ini merujuk ke dua orang atau lebih. Jika mengatakan mengandalkan Hayama, maka Hayama sudah melakukan sesuatu bagi minimal 2 orang. Tentunya, percakapan ini ada hubungannya dengan volume 10. Ya, Hayama sudah membantu Hachiman dan Yukino untuk menghilangkan gosip Hayama-Yukino dalam sambutan pemenang marathon vol 10 chapter 7. Jika berpedoman dengan cerita Hayama dan Yukino di masa lalu, maka Hayama tidak akan pernah mau mencoba menghilangkan gosip itu, karena dia juga menyukai Yukino. Jadi, Hayama melakukan itu karena permintaan Hachiman di vol 10 chapter 7.
Sederhananya, Hachiman menyindir sikap Hayama yang memberikan nomornya ke Haruno. Tapi Hachiman tidak mau memperpanjang lagi karena Hayama sudah membantunya untuk menghilangkan gosip itu, dimana Hachiman sendiri mengakui kalau dirinya dan Yukino terganggu oleh itu. Tentunya, Hachiman berharap kerjasama dari Hayama soal ini di masa-masa mendatang (tidak ada lagi gosip Hayama-Yukino). Sederhananya, ini impas selama tidak ada lagi gosip Hayama-Yukino muncul.
Terakhir, apa sih maksud percakapan terselubung Hachiman dan Hayama? Sebenarnya ini mudah. Pertama Hayama tahu kalau Hachiman mencoba sarkasme, tapi Hachiman mengatakan itu adalah pujian. Karena sarkasme, pujian itu sebenarnya sindiran. Lalu apa maksudnya sindiran Hachiman dengan mengatakan "Kau ternyata sangat jago dalam hal itu". Untuk mengetahui itu, kita harus tahu kalau percakapan mereka ini tentang apa dahulu.
Kuncinya ada di awal percakapan, Hayama mengatakan hal yang sama seperti di volume 10 chapter 4, yaitu Hachiman selalu bekerja berdasarkan request. Juga, Hachiman menjawab hal yang sama, yaitu klubnya memang seperti itu. Watari memberikan clue kalau ini tentang sesuatu yang ada hubungannya dengan volume 10.
Lalu, kita membahas sindiran Hachiman, yaitu Hayama sangat jago. Apa yang membuat Hayama terlihat seperti ahli dalam sesuatu? Jika kita membicarakan ahli, maka dia mengerjakan itu seperti sebuah rutinitas harian baginya, dalam hal ini, sebuah rutinitas bagi Hayama selama ini. Jadi apa yang selalu dilakukan Hayama secara berulang-ulang?
Ingat, ini adalah sindiran, artinya ini hal yang negatif. Saya hanya bisa menangkap satu hal, yaitu Hayama suka menggadaikan kepercayaan orang. Pertama kasus gosip pacaran Yukino-Hayama waktu SD, Yukino mengakui kalau Hayama temannya. Tapi Hayama tidak mau terlibat dalam menyelesaikan masalah gosip itu, tentunya karena Hayama menyukai gosip itu. Kedua, kasus backstab Tobe di darmawisata. Tobe menganggap Hayama teman baiknya selama ini. Ketiga, kasus hubungan Miura-Hayama. Hayama hanya memanfaatkan status Miura sebagai Ratu SMA Sobu, sedang Miura berpikir kalau Hayama benar-benar tulus mau berhubungan dengannya.
Lalu, apa hubungannya dengan Hachiman? Bukankah ini bukan urusannya? Ada satu momen dimana Hachiman sangat kesal ke Hayama, bahkan menyebut Hayama bajingan! Ya, volume 10 chapter 9. Hayama memberikan nomor Hachiman begitu saja ke Haruno.
Lalu mengapa Hachiman hanya menyindirnya saja, kenapa tidak menegur Hayama? Ingat, Hachiman dalam chapter ini mengatakan "Kami sangat mengandalkanmu". Ini adalah off-topic dari masalah wawancara, jadi kami ini merujuk ke siapa? Kami ini merujuk ke dua orang atau lebih. Jika mengatakan mengandalkan Hayama, maka Hayama sudah melakukan sesuatu bagi minimal 2 orang. Tentunya, percakapan ini ada hubungannya dengan volume 10. Ya, Hayama sudah membantu Hachiman dan Yukino untuk menghilangkan gosip Hayama-Yukino dalam sambutan pemenang marathon vol 10 chapter 7. Jika berpedoman dengan cerita Hayama dan Yukino di masa lalu, maka Hayama tidak akan pernah mau mencoba menghilangkan gosip itu, karena dia juga menyukai Yukino. Jadi, Hayama melakukan itu karena permintaan Hachiman di vol 10 chapter 7.
Sederhananya, Hachiman menyindir sikap Hayama yang memberikan nomornya ke Haruno. Tapi Hachiman tidak mau memperpanjang lagi karena Hayama sudah membantunya untuk menghilangkan gosip itu, dimana Hachiman sendiri mengakui kalau dirinya dan Yukino terganggu oleh itu. Tentunya, Hachiman berharap kerjasama dari Hayama soal ini di masa-masa mendatang (tidak ada lagi gosip Hayama-Yukino). Sederhananya, ini impas selama tidak ada lagi gosip Hayama-Yukino muncul.
Kalau menurutku, sindiran hachiman bukan soal hayama yg menghilangkan gosip deh, soalnya dia bilang "aku sebenernya tidak peduli tentang itu". Sedangkan soal gosip Hayama-Yukino itu jelas mengganggu hachiman dan ga mungkin ga mempedulikan. Jadi IMO "itu" merujuk pada sesuatu yg lebih simpel, yaitu soal sosok Hayama yg jago "berakting" memerankan sosok orang baik yang mana sangat cocok untuk jadi "bahan" free paper yg akan dibuat. Dan kami itu merujuk ke klub relawan. Gimana aoi?
BalasHapusAku juga mikirnya gitu, karena lebih masuk akal yg ini di pikiranku.
HapusItu bisa juga
BalasHapus